INTEGRITAS DALAM KEPEMIMPINAN Integrity In Leadership Artie Pramita Aptery Widyaiswara Pertama Pada Balai Diklat Badan Narkotika Nasional Jl. Mayjen H.R. Edi Sukma Km 21 Lido, Bogor, Jawa Barat Telepon : 0251-8222244 Fax : 0251-8222260 [email protected] Naskah diterima tanggal 12 November 2015, Naskah direvisi tanggal 16 November 2015, Naskah disetujui tanggal 24 November 2015

Abstrak Membangun kepercayaan masyarakat tidaklah mudah apalagi dengan maraknya krisis karakter para pemimpin atau pejabat publik di negara ini. Untuk membangun kepercayaan diperlukan konsep yang tepat dalam merevolusi mental para pemimpin dan aparatur birokrasi. Salah satunya adalah dengan membangun integritas dalam kepemimpinan. Integritas adalah kunci utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar tercipta kepercayaan dari orang yang dipimpinnya. Supaya visi dan misi organisasi dapat dicapai. Artikel ini akan membahas lebih jauh mengenai konsep Integritas dalam Kepemimpinan. Kata Kunci: Integritas, Kepemimpinan Abstract Public trust building is not easy in this country. As there are crisis of the character that happend in leaders or bureaucracy. We need the proper concept about to build a trust within mental revolutionized all leaders or bureaucracy. One of the ways is to build integrity in leadership. Integrity is the main point that must be possessed by a leader to create the trust of the people they lead. In order to the vision and mission of the organization can be achieve . Furthermore, this article will discussed deeply about he concept of Integrity in Leadership. Key Words: Integrity, Leadership

PENDAHULUAN

B

elakangan ini kepercayaan (trust) masyarakat terhadap pejabat publik semakin berkurang diakibatkan krisis karakter para pemimpin dengan semakin merosotnya etika para pejabat publik. Banyaknya aparatur birokrasi yang terlibat dalam kasus korupsi mengundang keprihatinan mendalam bagi kita semua. Aparatur Birokrasi seharusnya menjadi teladan. Kepemimpinan yang bersih dan berkerja sesuai dengan aturan yang ada, patut dijadikan contoh serta dapat menjaga kehormatan aparatur dimata masyarakat. Kepemimpinan mempunyai pengertian dan definisi yang berbeda. Para peneliti dan praktisi mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektifperspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka. Sehingga menurut penelitian Bass & Stogdill (dalam Yukl, 1998) mengenai pengertian dan definisi kepemimpinan menyimpulkan bahwa “terdapat hampir sama banyaknya definisi tentang kepemimpinan dengan jumlah orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep tersebut.” Pendapat

ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hughes, et all (2002) bahwa perbedaan definisi kepemimpinan karena perbedaan cara meneliti, variasi alat ukur, dan perbedaan aspek kepemimpinan itu sendiri. Sedangkan menurut Yukl (1998) perbedaan tersebut disebabkan oleh berbagai aspek, antara lain: aspek siapa yang menggunakan pengaruh, sasaran yang ingin diperoleh dari pengaruh tersebut, cara bagaimana pengaruh tersebut digunakan, serta hasil dari usaha menggunakan pengaruh tersebut. Demikian juga dalam konteks militer, definisi kepemimpinan juga memiliki pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan cara pandang, perbedaan hubungan leader dan followers serta situasi dan lingkungan yang melatar belakanginya. Dalam konteks militer hubungan leader dan follower dikenal dengan hubungan antara “komandan dan anak buah.”  Bentuk hubungan yang  terjalin bersifat komando, artinya perintah seorang komandan adalah sesuatu yang harus dilaksanakan tanpa harus menolak. Sehingga banyak penulis dan praktisi kepemimpinan menyimpulkan bahwa kepemimpinan di militer disebut

Integritas dalam Kepemimpinan - Artie Pramita Aptery |

101

sebagai kepemimpinan yang bersifat diktator dan otokratik (dictatorial and autocratic) (Alvin Chan, 2004). Kepemimpinan dengan pendekatan baru sangat dibutuhkan untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat, baik internal militer maupun di institusi sipil. Dengan demikian dibutuhkan kepemimpinan yang bersifat transformatif, yaitu kepemimpinan yang mampu mengembangkan gerakan inovatif, mampu memberdayakan staf dan organisasi ke dalam suatu perubahan cara berpikir, pengembangan visi, pengertian dan pemahaman tentang tujuan organisasi serta membawa ke perubahan yang tidak henti hentinya atau terus menerus dengan pengolahan aktivitas kerja dengan memanfaatkan bakat, keahlian, kemampuan ide dan pengalaman sehingga setiap pegawai merasa terlibat dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan (Mujiasih dan Sutrisno Hadi, 2003). Gaya kepemimpinan yang ditampilkan seorang pemimpin yang bersifat transformatif diharapkan dapat meningkatkan motivasi bawahan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Oleh karena itu dibutuhkan gaya kepemimpinan transformasional yang merupakan gaya kepemimpinan yang mulai diperhitungkan kegunaannya dalam menghadapi perubahan, baik perubahan internal maupun eksternal (Bass, 1985, Avolio, et all, 1988, dan Bass, 1996), demikian juga untuk menumbuhkan motivasi bawahan dalam rangka meningkatkan kinerjanya (Bass, 1985; Hughes, et al, 2002). LB. Panjaitan pernah mengatakan, bahwa kepemimpinan itu adalah “seni”. Artinya, setiap orang itu memiliki cara dan gaya kepemimpinan tersendiri, namun harus mengarah pada sasaran atau tujuan yang telah ditentukan. Meskipun demikian, pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh bimbingan dan keteladanan pimpinan kepada bawahan. Dunia membutuhkan para pemimpin yang berpengaruh, mampu mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. John C. Maxwell mengatakan inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut. Untuk mampu memiliki pengaruh setiap pemimpin harus memiliki integritas. Karena integritas merupakan kualitas yang harus dilakukan oleh seorang pejabat pemerintah. Dengan demikian integritas dalam kepemimpinan menjadi hal yang menarik yang perlu mendapat perhatian serius. Usaha pemerintah patut mendapat apresiasi yang telah berupaya memetakan berbagai permasalahan terkait patologi birokrasi dengan melaksanakan gerakan reformasi birokrasi. Berdasarkan Grand Design Reformasi Birokrasi disebutkan bahwa permasalahan

utama yang berkaitan dengan birokrasi telah diidentifikasi sebagai berikut: 1.

Organisasi pemerintahan yang belum tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing);

2.

Peraturan perundang-undangan di bidang aparatur Negara masih ada yang tumpang tindah, inkonsisten, tidak jelas dan multitafsir;

3.

Sumber Daya Manusia Aparatur yang tidak seimbang serta tingkat produktivitas Pegawai Negeri Sipil masih rendah;

4.

Kewenangan dalam proses pemerintahan masih adanya praktik penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang serta belum mantapnya akuntabiltas kinerja instansi pemerintah;

5.

Pelayanan publik belum mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat dan belum memenuhi hak-hak dasar warga negara;

6.

Pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) birokrat belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang efisien, efektif dan produktif dan profesional.

Dari beberapa permasalahan utama diatas, persoalan integritas lebih terkait dengan disebabkan oleh permasalahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) birokrat. Oleh karena itu gerakan reformasi birokrasi diharapkan dapat mendorong perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) birokrat yang memiliki integritas yang tinggi. Hal ini juga sesuai dengan semangat Nawa Cita Presiden Jokowi yang selama satu tahun ini gencar mengkampanyekan revolusi mental. Yang mana karakter SDM aparatur negara sebagai ujung tombak reformasi birokrasi haruslah memiliki mind set yang baru, leadership yang handal, mampu menjadi aparatur yang disiplin dan peduli kepada rakyat. Adapun untuk mewujudkan hal tersebut dengan melaksanakan tiga kunci utama yaitu integritas, kerja keras dan gotong royong. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Integritas Integritas berasal dari kata latin “Integrated” artinya “komplit”, utuh dan sempurna. Yang berarti tidak ada cacat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yg menunjukkan kesatuan yg utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.

102 | Jurnal “Administrasi Publik” Volume XI Nomor 2 Desember 2015

Hal ini sejalan dengan pengertian integritas dalam Wikipedia yang berarti suatu konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Nilai dan prinsip ini tentunya tidak lepas dari yang namanya kebenaran. Oleh karena itu dsebutkan bahwa orang yang memiliki integritas pasti akan menjadi orang yang jujur dan menyukai keadilan. Menurut Henry Cloud (2007) ketika berbicara tentang integritas, kita berbicara tentang menjadi orang yang utuh, yang terpadu, dan seluruh bagian diri kita yang berlainan bekerja dengan baik dan berfungsi sesuai rancangan. Ini mengenai keutuhan dan keefektifan sebagai orang. Ini benar-benar “bekerja dengan kekuatan penuh”. Konsep Integritas dalam Konteks Pemerintahan Di dalam konteks pemerintahan secara umum, integritas dapat juga dikaitkan dengan komitmen pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi. Integritas disajikan sebagai sesuatu yang ideal, dikutip sebagai karakter yang penuh kebajikan, dan dikreditkan di bawah kecenderungan sikap moral yang positif. Meski pengertian integritas sendiri sangat lekat dengan konteks moral, pembahasan integritas tidak dilakukan hanya di dalam literatur-literatur etika, tetapi juga di dalam kajian manajemen modal insani, perilaku organisasi, psikologi, teori kepemimpinan, dan lainnya (Trevinyo-Rodríguez, 2007). Hal ini menunjukkan luasnya cakupan penerapan istilah tersebut dan anggapan bahwa integritas adalah hal yang demikian penting. Kajian integritas merumuskan bagaimana integritas sebaiknya dipahami dalam konteks kesadaran moral. Pemahaman ini diharapkan akan dapat memberikan gambaran lebih baik bagaimana konsep integritas diterapkan di dalam tindakan sehari-hari maupun organisasi pemerintahan. Indikator penilaian integritas telah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan mendasarkan indikator penilaian dengan dengan membangun karakter kepemimpinan yang berkualitas dalam pelayanan publik. Profil aparatur yang diharapkan sebagai produk dari reformasi birokrasi yakni mencapai kepuasan masyarakat yakni: (1) Ada tidaknya suap; (2) Ada tidaknya Standard Operating Procedures (SOP); (3) Kesesuaian proses pelayanan dengan SOP yang ada; (4) Keterbukaan informasi; (5) Keadilan dan kecepatan dalam pemberian pelayanan; (6) Kemudahan masyarakat dalam pengaduan. Pengertian Kepemimpinan Terdapat banyak pengertian kepemimpinan dari para ahli di bidang organisasi dan manajemen. Masing-

masing memiliki perspektif dan metodelogi pembuatan definisi yang cukup berbeda, bergantung pada pendekatan (epistemologi) yang mereka bangun guna menyelidiki fenomena kepemimpinan. Stephen Robbins (2013:249) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “ ... the ability to influence a group toward the achievement of goals” yang diartikan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai serangkaian tujuan. Kata “kemampuan”, “pengaruh” dan “kelompok” adalah konsep kunci dari definisi Robbins. Pengertian kepemimpinan juga diajukan Yukl, yang menurutnya adalah “ ... the process of influencing others to understand and agree about what needs to be done and how to do it, and the process of facilitating individual and collective efforts to accomplish shared objectives.” yang diartikan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain agar mampu memahami serta menyetujui apa yang harus dilakukan sekaligus bagaimana melakukannya, termasuk pula proses memfasilitasi upaya individu atau kelompok dalam memenuhi tujuan bersama.” Secara rinci Yukl (2010:4) merumuskan definisi para ahli sebagai berikut: a.

Kepemimpinan adalah “perilaku individu... yang mengarahkan aktivitas kelompok untuk mencapai sasaran bersama” (Hemphill & Coons, 1957:7);

b.

Kepemimpinan adalah “pengaruh tambahaan yang melebihi dan berada di atas kebutuhan mekanis dalam mengarahkan organisasi secara rutin” (D. Katz & Kahn, 1978:528);

c.

“Kepemimpinan dilaksanakan ketika seseorang ...memobilisasi...sumber daya institusional, politis, psikologis dan sumber-sumber lainnya untuk membangkitkan, melibatkan dan memenuhi motivasi pengikutnya” (Burns, 1984:18);

d.

Kepemimpinan adalah “proses mempengaruhi aktivitas kelompok yang terorganisir untuk mencapai sasaran” (Rauch & Behling, 1984:46)

e.

Kepemimpinan adalah proses memberika tujuan (arahan yang berarti) keusaha kolektif,yang menyebabkan adanya usaha yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan” (jacob & Jaques, 1990:281)

f.

Kepemimpinan “adalah kemampuan untuk bertindak di luar budaya... untuk memulai proses perubahan evolusi agar menjadi lebih adaptif (E.H.Schein, 1992:2)

Integritas dalam Kepemimpinan - Artie Pramita Aptery |

103

g.

Kepemimpinan “proses untuk membuat orang memahami manfaat bekerja bersama orang lain, sehingga mereka paham dan mau melakukannya” (Drath & Palus, 1994:4);

h.

“Kepemimpinan adalah cara mengartikulasikan visi, mewujudkan nilai, dan menciptakan lingkungan guna mencapai sesuatu” (Richard & Eagle, 1986:4);

i.

Kepemimpinan adalah “kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi..” (House et. Al, 1999:184).

Pengertian kepemimpinan, cukup singkat, diajukan Peter G. Northouse yaitu “... is a process whereby an individual influences a group of individuals to achieve a common goal.” yang artinya bahwa kepemimpinan adalah proses dalam mana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu guna mencapai tujuan bersama. Lewat definisi singkat ini, Northouse menggarisbawahi sejumlah konsep penting dalam definisi kepemimpinan yaitu:

kepemimpinan transaksional dan lawannya, kepemimpinan transformasional. Pemimpin bercorak transaksional adalah mereka yang memimpin lewat pertukaran sosial. Misalnya, politisi memimpin dengan cara “menukar satu hal dengan hal lain: pekerjaan dengan suara, atau subsidi dengan kontribusi kampanye. Pemimpin bisnis bercorak transaksional menawarkan reward finansial bagi produktivitas atau tidak memberi reward atas kurangnya produktivitas. Pemimpin bercorak transformasional adalah mereka yang merangsang dan mengispirasikan peng-ikutnya, baik untuk mencapai sesuatu yang tidak biasa dan, dalam prosesnya, mengembangkan kapasitas kepemimpinannya sendiri. Pemimpin transformasional mem-bantu pengikutnya untuk berkembang dan membuat mereka jadi pemimpin baru dengan cara merespon kebutuhankebutuhan yang bersifat individual dari para pengikut. Mereka memberdayakan para pengikut dengan cara menselaraskan tujuan yang lebih besar individual para pengikut, pemimpin, kelompok, dan organisasi.

1.

kepemimpinan merupakan sebuah proses;

2.

kepemimpinan melibatkan pengaruh;

3.

kepemimpinan muncul di dalam kelompok;

Kepemimpinan transformasional dapat mengubah pengikut melebihi kinerja yang diharapkan, sebagaimana mereka mampu mencapai kepuasan dan komitmen pengikut atas kelompok ataupun organisasi. Kepemimpinan Transformasional punya sejumlah komponen sebagai berikut:

4.

kepemimpinan melibatkan tujuan bersama.

1.

Pengaruh yang diidealkan (Idealized Influence), yakni pemimpin transformasional berperilaku dengan cara yang memungkinkan mereka di-anggap sebagai model ideal bagi pengikutnya. Pemimpin dikagumi, dihargai, dan dipercayai. Pengikut mengidentifikasi diri mereka dengan pemimpin dan ingin menirunya. Pemimpin dipandang pengikutnya punya kemampuan, daya tahan, dan faktor penentu yang luar biasa.

2.

Motivasi yang inspiratif (Inspirational Motivation), yakni pemimpin transformasional berperilaku dengan cara yang mampu memotivasi dan menginspirasi orang-orang yang ada di sekeliling mereka dengan memberi makna dan tantangan atas kerja yang dilakukan oleh para pengikutnya.

3.

Stimulasi Intelektual (Intellectual Stimulation), yakni pemimpin transformasional merangsang usaha pengikutnya untuk kreatif dan inovatif dengan mempertanyakan anggapan dasar (asumsi), memetakan masalah, dan memperbaharui pendekatanpendekatan lama. Kreativitas kemudian terbentuk. Pengikut jadi berani mencoba pendekatan-pendekatan baru dan gagasan mereka tidak dikritik karena beda dengan gagasan pemimpin.

Konsep Kepemimpinan Sebelum memasuki materi kepemimpinan, perlu terlebih dahulu dibedakan konsep pemimpin (leader) dengan kepemimpinan (leadership). Pemimpin adalah individu yang mampu mempengaruhi anggota kelompok atau organisasi guna mendorong kelompok atau organisasi tersebut mencapai tujuan-tujuannya. Pemimpin menunjuk pada personal atau individu spesifik atau kata benda. Sementara itu, kepemimpinan adalah sifat penerapan pengaruh oleh seorang anggota kelompok atau organisasi terhadap anggota lainnya guna mendorong kelompok atau organisasi mencapai tujuantujuannya.  Pendekatan Kepemimpinan yang memenuhi syarat Integritas Terdapat banyak gaya kepemimpinan yang telah dihasilkan oleh banyak ahli, salah satu pendekatan yang dianggap mampu mengemban integritas antara lain pendekatan kepemimpinan transformasional. Pendekatan kepemimpinan tersebut awalnya digagas oleh James McGregor Burns (1978). Dimana Burns telah membedakan 2 (dua) jenis kepemimpinan yaitu

104 | Jurnal “Administrasi Publik” Volume XI Nomor 2 Desember 2015

4.

Pertimbangan Individual (Individual Consideration), yakni pemimpin transformasional memberi perhatian khusus atas kebutuhan setiap pengikut dalam rangka mencapai prestasi dan perkembangan dengan bertindak sekaligus pelatih dan pembimbing. Pengikut dan para kolega mampu mencapai potensi tertinggi mereka. Pertimbangan individual diterapkan tatkala satu kesempatan belajar baru diciptakan bersamaan dengan iklim yang mendukung. Perbedaan kebutuhan dan hasrat individual diakui. Pemimpin menunjukkan penerimaan atas perbedaan individual tersebut.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, lawan dari kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional muncul tatkala reward atau punishment dilakukan oleh pemimpin atas pengikut akibat kinerja yang terakhir (pengikut). Kepemimpinan transaksional bergantung pada penguatan terus-menerus, baik reward berlanjut yang bersifat positif (Contingent Reward) atau bentuk aktif atau pasif dari manajemen dengan pengecualian (management-by-exception). Komponen dalam kepemimpinan transaksional sebagai berikut: 1.

2.

Contingent Reward, yakni transaksi konstruktif ini terbukti efektif dalam memotivasi orang lain untuk mencapai kinerja tertinggi mereka, kendati tidak sebesar komponen kepemimipinan transformasional. Kepemimpinan Contingent Reward melibatkan pemberian pekerjaan oleh pemimpin atau menambah persetujuan pengikut atas kebutuhan apa yang harus dituntaskan dengan janji atau reward aktual yang ditawarkan dalam pertukarannya dengan derajat kepuasan yang muncul dari pekerjaan tersebut. Management By Exception, dimana terdiri atas Management-by-Exception Aktif (MBE-A) dan Management-by-Exception Pasif (MBE-P). Dalam MBE-A, pemimpin secara aktif merancang perangkat guna memantau penyelewengan dari standard, kesalahan, dan error yang ditunjukkan oleh pengikut untuk selanjutnya dilakukan langkah-langkah perbaikan. Dalam MBE-P, pemimpin secara pasif menunggu terjadinya penyelewengan, kesalahan, dan error untuk muncul terlebih dahulu baru kemudian mengambil langkah perbaikan. MBE-A efektif untuk dilakukan dalam situasi pekerjaan yang penuh bahaya. MBE-P efektif untuk dilakukan tatkala pemimpin membawahi pengikut yang cukup banyak dan mereka melakukan pelaporan kepadanya.

3. Laissez Faire Leadership (LF), yakni penghindaran atau ketiadaan kepemimpinan, dan

merupakan kepemimpinan yang paling tidak efektif. JIka dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional, laisses-faire tidak menunjukkan transaksi sama sekali. Keputusan-keputusan yang diperlukan tidak dibuat. Tindakan ditunda. Wewenang kepemimpinan diabaikan. Otoritas tidak digunakan. Sampel dari item laissez-faire adalah “Pemimpin menghindari keterlibatan dirinya tatkala muncul masalah penting.” Lebih lanjut, dijelaskan oleh John C. Maxweel (2001) dalam bukunya “The 21 Irrefuble Laws of Leadership” ada 14 kualitas kepemimpinan yang secara umum dirasa penting dan perlu ada dalam diri seorang pemimpin antara lain meliputi Kepercayaan; Sikap; Kompetensi; Komitmen Pemimpin; Integritas; Prioritas; Semangat yang tinggi; Kepelayanan; Tanggung jawab; Disiplin diri; Hubungan yang baik; Pengertian; Visi; dan Pemberdayaan Manusia. Dalam poin Integritas disebutkan beberapa alasan mengapa integritas begitu penting, antara lain: a.

Integritas membina kepercayaan. Dengan integritas yang ditemukan dalam diri seorang pemimpin yang bukan hanya kata-kata belaka tetapi juga disertai tindakan akan menumbuhkan kepercayaan dalam diri pengikutnya (Maxwell. 1995 : 41).

b.

Integritas punya nilai pengaruh tinggi. Integritas merupakan kualitas manusia yang diperlukan untuk sukses bisnis. Dengan integritas yang dipunyai oleh seorang pemimpin akan memperbesar pengaruhnya, karena pengikut melihat adanya sesuatu yang bisa dipercayai dalam diri pemimpin ( Maxwell.1995 :42).

c.

Integritas memudahkan standar tinggi. Pemimpin harus hidup dengan standar yang lebih tinggi daripada pengikutnya. Dengan adanya watak yang baik (integritas) memungkinkan pemimpin untuk melaksanakan semua tanggung jawabnya, kalau watak seorang pemimpin rendah, maka standarnya pun rendah (Maxwell.1995:43).

d.

Integritas menghasilkan reputasi yang kuat, bukan hanya citra. Citra adalah apa yang dipikirkan orang lain tentang diri seseorang. Integritas adalah apa diri seseorang yang sesungguhnya. Kadang-kadang kehidupan menjepit seseorang pada saat-saat mengalami tekanan seperti itu, apa yang ada di dalamnya akan ketahuan, dengan demikian akan menentukan bagaimana reputasi seseorang (Maxwell.1995:44).

Integritas dalam Kepemimpinan - Artie Pramita Aptery |

105

e.

Integritas berarti menghayati diri sebelum memimpin orang lain. Sebelum memimpin orang lain seorang pemimpin harus menghayati dirinya sendiri, karena pemimpin tidak bisa memimpin siapa pun lainnya lebih jauh daripada tempat pemimpin sendiri berada. Oleh karena itu, perlu dipastikan apakah pemimpin sudah memiliki integritas terlebih dahulu sebelum memimpin orang lain karena orang akan cenderung mengikuti pemimpin (Maxwell.1995:45).

f.

Integritas membantu seorang pemimpin dipercaya bukan hanya pintar. Kepercayaan adalah keyakinan bahwa pemimpin sungguh-sungguh dengan apa yang dikatakannya. Kepemimpinan yang efektif tidak hanya berdasarkan sifat pintar, tetapi juga berdasarkan sikap konsisten (Maxwell.1995:46).

g.

Integritas adalah prestasi yang dicapai dengan susah payah. Integritas bukan sebuah faktor yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah hasil dari disiplin pribadi, kepercayaan batin, dan keputusan untuk jujur sepenuhnya dalam segala situasi dalam kehidupan pemimpin. Untuk memperoleh integritas diperlukan suatu proses yang terus berlangsung (Maxwell.1995:47).

Dari uraian di atas dapat dilihat pentingnya integritas sabagai karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin karena integritas mengandung pengertian apa yang dikatakan pemimpin itu juga yang harus diperbuatnya. Sehingga pemimpin dapat memberi teladan kepada para pengikutnya.

Teknik pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan cara pengumpulan data yang bersifat deskriptif maksudnya data berupa gejala – gejala yang di kategorikan atau dalam bentuk lainnya seperti foto, dokumen, artefak, dan catatan – catatan lapangan saat penelitian dilaksanakan (Jonathan Sarwono, 2006:259). Dalam tulisan ini penulis menggunakan catatan lapangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Integritas adalah konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Nilai-nilai integritas sangat penting dimiliki oleh ASN terutama bagi seorang pemimpin. Hal ini mutlak dimiliki sebagai pondasi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya untuk melayani publik. Dengan integritas yang dimiliki oleh setiap pemimpin dapat mewujudkan efektifitas dan efisiensi serta tujuan organisasipun dapat tercapai. Minimnya nilai-nilai tersebut dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada pemimpin dan ASN. Saat ini banyak terjadi praktik pelanggaran hukum yang diakukan oknum ASN berdampak buruk dalam meraih kepercayaan masyarakat. Birokrat yang diharapkan memberi contoh yang baik telah mencoreng kewibawaan Negara. Data yang ditunjukkan oleh Tranparency International pada tahun 2009 menyebutkan bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia masih rendah yakni dengan skor 2,8 dari 10 jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Data lain yang dihimpun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat memprihatinkan dan merupakan pukulan bagi para birokrat dengan menyajikan data pelaku korupsi sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini:

METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bermaksud memahami fenomena yang ada (Lexy J moleong 2006:6). Menurut Nawawi dan Martini metode deskriptif adalah metode yang menggambarkan keadaan suatu objek atau peristiwa tertentu berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya yang kemudian di iringi dengan upaya pengambilan kesimpulan umum berdasarkan faktafakta historis tersebut (Hadawi Nawawi dan Mimi Martini, 1994:73). Menurut Sugiono, metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian berdasarkan pada filsafat postpositivisme yang biasa di gunakan untuk meneliti pada kondisi alamiah dimana peneliti berperan sebagai instrumen kunci (Sugiono, 2008:15).

106 | Jurnal “Administrasi Publik” Volume XI Nomor 2 Desember 2015

Tabel 1. Tabulasi Data Pelaku Korupsi Berdasarkan Jabatan Tahun 2004-2014 (per 30 November 2014) Ja batan

2004

2005

2 006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Total

Anggota DPR dan DPRD

0

0

0

2

7

8

27

5

16

8

3

76

Kepala

0

1

1

0

1

1

2

0

1

4

9

20

Duta Besar

0

0

0

2

1

0

1

0

0

0

0

4

Komision er

0

3

2

1

1

0

0

0

0

0

0

7

Gubernur

1

0

2

0

2

2

1

0

0

2

2

12

Walik ota/ Bupati/ Wakil

0

0

3

7

5

5

4

4

4

3

9

42

Eselon I / II / III

2

9

15

10

22

14

12

15

8

7

2

116

Hakim

0

0

0

0

0

0

1

2

2

3

2

10

Swasta

1

4

5

3

12

11

8

10

16

24

13

107

Lainnya

0

6

1

2

4

4

9

3

3

8

8

48

Jumlah Keseluruhan

4

23

29

27

55

45

65

39

50

59

48

442

Lembaga/Kementeri an

Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2014, diolah. Statistik diatas menunjukkan bahwa pelaku korupsi dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir didominasi oleh gabungan oknum pejabat eselon I, II dan III yakni sebanyak 116 orang. Hal ini menunjukan bahwa pelaku korupsi terbanyak adalah oknum birokrat yang memiliki otoritas yang dapat mengambil kebijakan strategis pada unit kerja pemerintahan. Tentu ini menjadi preseden buruk dalam konteks pelayanan public yang justru dilaksanakan oleh aparatur teknis di lapangan. KPK telah merilis hasil survei integritas yang telah dilaksanakan pada tahun 2009. Dengan menggunakan scoring digunakan untuk cara penilaian dalam mengukur kualitas pelayanan public. Skor integritas menunjukkan karakteristik kualitas dalam pelayanan public, seperti ada tidaknya suap, ada tidaknya Standard Operating Procedures (SOP), kesesuaian proses pelayanan dengan SOP yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan dalam pemberian pelayanan, dan kemudahan masyarakat dalam pengaduan. Adapun hasil survei integritas sebagaimana tersebut diatas menunjukkan bahwa kualitas pelayanan public Indonesia baru mencapai skor 6,64 dari skala 10 untuk instansi Pusat. Sedangkan pada tahun yang sama, skor untuk unit pelayanan public di daerah sebesar 6,67 dari skala 10. Dari skor tersebut diatas menjelaskan bahwa kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh birokrasi masih jauh dari apa yang menjadi harapan masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

pelayanan publik yang dilakukan birokrasi belum mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat dan belum memenuhi hak-hak dasar warga negara. Kondisi ini harus dijadikan tantangan bagi birokrasi agar terus berbenah sehingga dapat menyediakan pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan dengan tantangan yang dihadapi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin ketat. Disinilah letak perlunya kepemimpinan organisasi birokrasi dalam mengambil peran untuk membangun integritas sebagaimana yang diharapkan masyarakat. Kepemimpinan adalah faktor kunci dalam suksesnya suatu organisasi serta manajemen. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Robbins dan Judge, (2013:249) bahwa pemimpin mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju pencapai sebuah visi atau tujuan yang ditetapkan serangkaian tujuan. Begitu pula kepemimpinan dalam organisasi birokrasi yang tunduk dan taat terhadap peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Salah satu program yang digagas pemerintah yakni melakukan reformasi birokrasi yang masih dijalankan secara berkelanjutan oleh pemerintahan era Presiden Joko Widodo. Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 20102025 bahwa, reformasi birokrasi membutuhkan semangat dan nilai-nilai integritas dalam menjalankan Integritas dalam Kepemimpinan - Artie Pramita Aptery |

107

organisasi pemerintahan. Reformasi birokrasi diharapkan dapat membawa perubahan Pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) birokrat akan pendorong aparatur agar memiliki semangat dan nilai-nilai integritas yang tinggi. Sebagaimana diamanatkan dalam peraturan tersebut diatas disebutkan bahwa tujuan dari reformasi birokrasi bertujuan, antara lain: a.

mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan;

b.

menjadikan Negara yang memiliki most-improved bureaucracy;

c.

meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat;

d.

meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi; serta

e.

menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.

Sejalan dengan hal tersebut diatas, visi reformasi birokrasi adalah terwujudnya pemerintahan kelas dunia. Terkait dengan integritas, dalam visi dimaksud telah dinyatakan bahwa pemerintahan yang dibangun itu adalah pemerintahan yang professional dan berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan pada abad ke-21 melalui tata pemerintahan yang baik pada tahun 2025. Sebagai salah salah satu permasalahan utama reformasi birokrasi, perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) birokrat harus dibangun atas dasar integritas yang tinggi. Hal ini dimaksudkan agar sumber daya birokrasi dapat diarahkan sepenuhnya untuk mendukung birokrasi yang efisien, efektif dan produktif dan profesional. Perubahan pola pikir yakni membangun kerangka mental yang membangun sebuah makna tertentu, yang menentukan pandangan, sikap dan perilaku seseorang. Dengan kata lain, perubahan pola pikir dan budaya kerja ini akan turut membangun sikap mental seorang memiliki integritas. Integritas berhubungan dengan dedikasi atau pengerahan segala daya dan upaya untuk mencapai satu tujuan. Integritas ini yang menjaga seseorang supaya tidak keluar dari jalurnya dalam mencapai sesuatu. Seorang pemimpin yang berintegritas, tidak akan mudah korupsi atau memperkaya diri dengan

menyalahgunakan wewenang. Singkatnya, orang yang memiliki integritas tetap terjaga dari hal-hal yang mendistraksi dirinya dari tujuan mulia, karena orang yang memiliki integritas lebih menyukai proses yang benar untuk menghasilkan sesuatu yang benar. Hasil tidak menjustifikasi proses dan proses tidak menjustifikasi hasil, keduanya harus berjalan dengan baik dan benar. Setiap perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) birokrat diharapkan dapat memberi dampak pada penurunan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, pelaksanaan anggaran yang lebih baik, manfaat program-program pembangunan bagi masyarakat meningkat, kualitas pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik meningkat, produktivitas aparatur meningkat, kesejahteraan pegawai meningkat, dan hasil-hasil pembangunan secara nyata dirasakan seluruh masyarakat. Kondisi ini akan dicapai melalui berbagai upaya, antara lain dengan penerapan program Quick Wins. Quick Wins merupakan langkah inisiatif yang mudah dan cepat dicapai untuk mengawali suatu program besar dan sulit. Quick Wins bermanfaat untuk mendapatkan momentum awal yang positif dan meningkatkan kepercayaan instansi untuk melakukan sesuatu perubahan yang berat. Hal ini dilakukan di awal dan dapat berupa penataan organisasi, tata laksana, peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabiltas, pelayanan publik, dan penataan budaya kerja aparatur. Budaya kerja yang dimaksud yakni suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. Budaya kerja ini diharapkan dapat memberi nilai-nilai positif bagi organisasi dan membentuk etos kerja. Budaya kerja merupakan suatu komitmen organisasi dalam upaya membangun sumber daya manusia, proses kerja, dan hasil kerja yang lebih baik. Dalam konteks reformasi birokrasi, tujuan fundamental dari pengembangan budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat, peran dan komunikasi yang saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu, reformasi birokrasi berupaya mengubah budaya kerja saat ini, menjadi budaya kerja yang mengembangkan sikap dan perilaku kerja yang berorientasi pada hasil (outcome) yang diperoleh dari produktivitas kerja dan kinerja yang tinggi.

108 | Jurnal “Administrasi Publik” Volume XI Nomor 2 Desember 2015

Hasil pengembangan budaya kerja dapat terlihat dari aktualisasi budaya kerja antara lain sebagai berikut: a.

pemahaman terhadap makna kerja;

b.

sikap terhadap pekerjaan atau apa yang dikerjakan;

c.

sikap terhadap lingkungan pekerjaan;

d.

sikap terhadap waktu;

e.

sikap terhadap alat yang digunakan untuk bekerja;

f.

etos kerja; dan

g.

perilaku ketika bekerja atau mengambil keputusan.

Nilai-nilai kemanfaatan pengembangan budaya kerja dapat dirasakan oleh organisasi maupun birokrat. Manfaat bagi birokrat antara lain: a.

memberi kesempatan untuk berperan;

b.

berprestasi;

c.

aktualisasi diri;

d.

mendapat pengakuan;

e.

penghargaan;

f.

kebanggaan kerja;

g.

rasa ikut memiliki dan bertanggung jawab;

h.

memperluas wawasan; serta

i.

meningkatkan kemampuan memimpin dan memecahkan masalah.

Di sisi lain manfaat budaya kerja bagi organisasi, antara lain: a.

meningkatkan kerja sama individu, antar kelompok dan antar unit kerja;

b.

meningkatkan koordinasi sebagai akibat adanya kerjasama yang baik antar individu, antar kelompok dan antar unit kerja;

c.

mengefektifkan integrasi, sinkronisasi, keselarasan dan dinamika yang terjadi dalam organisasi;

d.

memperlancar komunikasi dan hubungan kerja;

e.

menumbuhkan kepemimpinan yang partisipatif;

f.

mengeliminasi hambatan-hambatan psikologis dan cultural; dan

g.

menciptakan suasana kerja yang menyenangkan sehingga dapat mendorong kreativitas pegawai.

Namun demikian dalam praktiknya, upaya untuk pengembangan budaya kerja baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah baru dapat terbentuk bila dapat memenuhi syarat-syarat keberhasilan berikut:

a.

komitmen dari pimpinan tertinggi;

b.

nilai-nilai pembentuk sikap perilaku positif dan produktif yang telah dirumuskan dan akan diterapkan, dapat dimengerti dan dipahami dengan mudah oleh seluruh pimpinan dan pegawai;

c.

pimpinan pada setiap jenjang menjadi panutan/ contoh penerapan nilai-nilai di lingkungan unit kerja masing-masing;

d.

antara pimpinan dan pegawai saling percaya, saling terbuka dan menerima perubahan kebijakan serta metoda kerja yang baru yang lebih efektif;

e.

budaya kerja harus terkait langsung dengan kepentingan pelaksanaan tugas, pekerjaan dan masalah-masalah yang dihadapi bersama oleh instansi/unit organisasinya;

f.

budaya kerja diterapkan secara konsisten, disiplin dan berkelanjutan.

Upaya apresiasi lainnya terhadap pemerintah dalam membangun perubahan pola pikir dan budaya kerja yang berintegritas yakni mendorong birokrat dengan mengeluarkan kebijakan gerakan hidup sederhana, upaya efisiensi belanja pemerintah yang signifikan melalui pembatasan rapat/kegiatan di luar, sampai kepada kebijakan yang mengundang perdebatan karena dinilai telah memasuki ranah pribadi birokrat yakni pembatasan tamu dan undangan resepsi/ syukuran yang diselenggarakan oleh birokrat. Pada bagian lain, secara umum kehadiran Undang-Undang (UU) ASN juga memberi pengaruh secara mental terhadap aparatur birokrasi. UU ASN berupaya memberi dampak penyempurnaan yang meliputi aspek kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian, yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari. Termasuk didalamnya terdapat penyempurnaan konsep pengembangan pola karier, promosi, mutasi, dan penilaian kinerja pada organisasi birokrasi. Kemunculan UU ASN sebagai peraturan perundang-undangan membawa dampak pembaharuan harapan penataan kelembagaan berbagai organisasi pemerintahan dalam meningkatkan profesionalisme dan pelayanan publik. Hal ini dikarenakan tujuan utama UU ASN diharapkan meningkatkan: a.

Independensi dan Netralitas;

b.

Kompetensi;

c.

Kinerja/ Produktivitas Kerja;

d.

Integritas;

Integritas dalam Kepemimpinan - Artie Pramita Aptery |

109

e.

Kesejahteraan;

f.

Kualitas Pelayanan Publik; serta

g.

Pengawasan Dan Akuntabilitas.

Seorang pemimpin yang berintegritas adalah seorang pemimpin yang memahami dengan jelas, apa yang ingin dan harus ia capai; mengetahui dengan tepat apa yang mesti ia lakukan untuk mencapainya; dan memiliki keterampilan untuk mengatur pelaksanaannya. Seorang pemimpin harus memiliki kepercayaan dari yang dipimpinnya. Trust itu akan terbentuk hanya bila seorang pemimpin memiliki integritas, mampu menjadi tauladan, apa yang diucapkan sesuai dengan apa yang dia kerjakan. PENUTUP Kesimpulan Dari pemaparan berbagai teori dan kasus diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a.

b.

http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/07/teori-kepemimpinandari-maxwell.html http://regional.kompasiana.com/2012/04/12/pentingnya-integritasdalam-kepemimpinan-453787.html Jurnal Borneo Administrator. (2014). Volume 10, nomor2, Halaman 1-134. Lexy J Moleong. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung. PT Remaja Rosdakarya. Hal 6 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 39 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja; Robbins, P.Stephen dan Judge, Timothy A. (2013). Perilaku Organisasi (Organizational Behavior), Jakarta : Edisi 16, Salembe Empat.

Praktek integritas dalam kepemimpinan pemerintahan yang diharapkan adalah karakter kepemimpinan yang berkualitas dalam pelayanan publik sebagai produk dari reformasi birokrasi yakni mencapai kepuasan masyarakat, dengan indikator bebas suap, memiliki Standard Operating Procedures (SOP), kesesuaian proses pelayanan dengan SOP yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan dalam pemberian pelayanan, dan kemudahan masyarakat dalam hal pengaduan.

Sugiono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung : Alfabeta, hal 15.

Upaya untuk membangun integritas dalam kepemimpinan pemerintahan dengan melaksanakan terobosan yang luar biasa dari para aparatur penyelenggara negara dengan membangun perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) birokrat baik di tingkat pusat maupun daerah agar dapat mendukung birokrasi yang efisien, efektif, produktif dan profesional.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

DAFTAR PUSTAKA

Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2014 tentang Peningkatan Efektifitas dan Efisiensi Kerja Aparatur Negara; Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pembatasan Kegiatan Pertemuan/Rapat Di Luar Kantor; Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014 tentang Gerakan Hidup Sederhana;

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; Yukl, Gary, Kepemimpinan Dalam Organisasi. (2010). Jakarta : Edisi Kelima, Indeks.

Ernaghan, Kenneth and Langford, Jhon. (2014). The Responsible Public Servant. Canada : Second Edition. Fogleman, Gen Ronald R., The Intellectual and Leadership Center of the Air Force, The Leadership-Integrity Link, Hadawi Nawawi, Hadawi dan Martini, Mimi. (1994). Penelitian Terapan. Yogjakarta : Gajah Mada University Prees, hal 73. http://lead.sabda.org/files/kaitan_ integritas_ dan_ kepemimpinan. htm https://catatan98.wordpress.com/2012/11/18/membangunintegritas-bangsa-dan-jiwa-nasionalisme/

110 | Jurnal “Administrasi Publik” Volume XI Nomor 2 Desember 2015

Artie Paramita.pdf

Page 1 of 10. Integritas dalam Kepemimpinan - Artie Pramita Aptery | 101. INTEGRITAS DALAM KEPEMIMPINAN. Integrity In Leadership. Artie Pramita Aptery. Widyaiswara Pertama Pada Balai Diklat Badan Narkotika Nasional. Jl. Mayjen H.R. Edi Sukma Km 21 Lido, Bogor, Jawa Barat. Telepon : 0251-8222244 Fax : 0251- ...

127KB Sizes 1 Downloads 151 Views

Recommend Documents

2015 Artie Fest Results.pdf
6 439 20:42.2 Long, Corey 44 M Run M-5 Run M40-49 1 6:39 8. 7 186 20:48.4 Benfield, Gordon 61 M Run M-6 Run M50 & Over 3 6:41 7. 8 465 20:59.7 Clark, ...

2017 Artie Fest 5K Run & Walk Results.pdf
Points. 2017 Artie Fest 5K. Martinsville, Indiana. Saturday, July 08, 2017. Official Results. 33 497 25:02.1 Robbennolt, Michael 42 F Run F-10 Run F40-49 1 8:03 ...

2016 Artie Fest 5K Run & Walk Results.pdf
Page 1 of 4. Overall. Place. Bib. Number Time Name Age M/F Event / Gender. Finish Event Age Group Age Group. Finish. Mile. Pace. Mag 7. Points. 1 145 16:41.4 Tincher, Aaron 21 M Run M-1 Run M20-29 M Run 1st 5:22 10. 2 149 17:22.0 Dolph, Marino 15 M R