Volume 94 Number 886 Summer 2012

Melampaui Call of Duty: mengapa pemain video game tidak harus menghadapi dilema yang sama seperti tentara yang sebenarnya? Ben Clarke, Christian Rouffaer dan François Sénéchaud Ben Clarke adalah seorang profesor, di University of Notre Dame Australia, dan mantan penasihat pada Unit Relasi Masyarakat Sipil, Komite Internasional Palang Merah (ICRC). Christian Rouffaer adalah penasehat pada Unit untuk Hubungan dengan Angkatan Bersenjata, Divisi Integrasi dan Promosi Hukum, ICRC. François Sénéchaud adalah kepala divisi untuk Integrasi dan Promosi Hukum, ICRC.

Abstrak Video game mempengaruhi persepsi pengguna tentang apa yang boleh dilakukan tentara selama perang. Mereka juga dapat mempengaruhi perilaku kombatan selama konflik bersenjata saat ini. Sementara video game merupakan pelarian diri yang sangat menghibur bagi jutaan pemain, beberapa video game menciptakan kesan bahwa perbuatan yang dilarang, seperti penyiksaan dan pembunuhan di luar hukum adalah perilaku standar. Para penulis berpendapat bahwa integrasi lebih lanjut dari hukum humaniter internasional (HHI) dapat meningkatkan pengetahuan tentang aturan perang antara jutaan pemain, termasuk merekrut calon dan tentara untuk dikerahkan. Hal ini, pada gilirannya, menawarkan janji untuk lebih menghargai HHI di medan perang berikutnya. Kata kunci: video game, pengaruh, perilaku, efek merusak, penerapan, tantangan, pesan, kewajiban, inisiatif, remeh.

::::::::::::::::::::::::: Saat saya memindai cakrawala untuk mencari target, lautan api membelah langit malam; percikan warna merah dan putih yang menari-nari menerangi kota. Saya menyaksikan fosfor putih yang menyelubungi kami. Ini artinya kematian bagi semua yang disentuhnya. Kami menembakkan meriam berkalibar 155mm kami, memunculkan fosfor putih bergantian dengan ledakan tinggi, melemahkan posisi musuh sebelum serangan itu. Dalam sepersekian detik, kami meninggalkan kendaraan lapis baja kami yang aman dan memulai pekerjaan berdesing yang berdarah: mencari rumah dan membunuh 

Kami ingin mengucapkan terima kasih pada Helen Durham, Alexandra Boivin, Neil Davidson, Ray Smith, dan Vincent Bernard atas masukan berharga mereka. Pandangan yang disampaikan di sini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan posisi Komite Internasional Palang Merah.

1

penjahat. Kami harus terus mendorong maju. Kami tidak bisa membiarkan teroris mundur dan bersatu. Kami telah berpijak di kota dan harus memanfaatkannya dengan masuk sedalam mungkin ke wilayah musuh. Instruksi kami adalah untuk menghancurkan markas besar musuh, rumah besar di dekat jalan. Keberhasilan seluruh operasi berada di atas pundak kami. Pemimpin pasukan kami menoleh ke arah kami, memberikan perintah sekilas, dan bergerak ke gerbang belakang. Saya melemparkan granat ke arah bangunan. Ketika meledak, asap dan debu berputar-putar di jalan. Kami menembakan beberapa peluncur granat M203 berkaliber 40mm. Ledakan itu meninggalkan kabut asap sementara. Saat kami maju, salah satu anggota tim kami dirubuhkan oleh seorang penembak jitu dari sebuah gedung di sebelah kiri kami. Tampaknya seperti sebuah hotel. Saya menghubungi drone penyerang. Tak berapa lama sebuah ledakan menghantam bangunan bertingkat itu, dan menyisakan puing-puing. Tidak perlu repot memikirkan tentang penghuni yang mungkin masih ada atau kerusakan yang lainnya; seluruh kota, hanya diisi oleh teroris berbahaya, dapat dihancurkan. Setiap manusia yang tim kami jumpai adalah target. Ranjau darat anti-personil adalah cara yang baik untuk mengamankan jalan-jalan dan bangunan yang telah kami bersihkan. Selama empat jam berturutturut, kami berulang kali memasuki rumah, membunuh siapa pun dalam pandangan kami dan meraih dog tag mereka sebagai trofi. Musuh yang terluka, seperti sebuah aturan, mencoba untuk melawan kembali. Mereka adalah yang tidak mendapatkan tembakan double tap, seperti yang lainnya. Pada akhirnya, tidak ada pilihan menyerah. Hanya pemimpin musuh yang ditangkap hidup-hidup: kamu tidak bisa mengalahkan kecerdasan orang yang sudah tewas. Setelah itu, tembakan tepat di kepala dari M4 Bushmaster saya - dengan peredam yang saya miliki untuk mencapai 100 pembunuhan – sangat baik untuk peringkat permainan saya.1 Video game2 menawarkan kemungkinan pada pemain untuk 'menggunakan' senjata terbaru terhadap kombatan musuh di medan perang kontemporer. Namun serealistis kelihatan dan kedengarannya, permainan-permainan ini sering menggambarkan konflik bersenjata tanpa hukum di mana ada tindakan tanpa konsekuensi. Hal ini mengirimkan pesan-pesan negatif kepada pemain tentang keberadaan, dan perlunya dihormati norma-norma kemanusiaan selama konflik bersenjata yang nyata. Mengapa pemain tidak bisa menikmati video game yang benar-benar mencerminkan dilema kombatan modern? Bisakah video game menjadi media positif dari pengaruh untuk memperkuat pemahaman dan penghormatan hukum? Mengapa pemain tidak bisa diberi penghargaan karena mematuhi peraturan yang mengatur penggunaan kekuatan serta perlakuan terhadap orang-orang yang ada di tangan musuh dan sanksi karena melanggar hal yang sama? *** Dengan ratusan juta pemain aktif (atau 'gamers') di seluruh dunia3, industri video game telah menjadi fenomena global yang melampaui sosial, budaya, geografis, usia, dan golongan pendapatan. Sementara sebagian besar video game tidak menggambarkan situasi pertempuran atau gambaran Cerita fiksi terinspirasi dari pengalaman penulis dengan video game dan sebuah kisah pertempuran Fallujah dalam buku David Bellavia, House to House – an Epic Memoir of War, Free Press, New York, 2007. 2 Pada artikel ini, istilah 'video game' yang digunakan untuk menggambarkan permainan first person shooter elektronik yang menggambarkan situasi pertempuran - termasuk medan perang kontemporer, seperti Irak, Afghanistan, Lebanon, Somalia, dan Levant - dimana pemain menembak target musuh. ‘Permainan first person shooter' adalah istilah industri untuk permainan elektronik di mana pemain menembak target musuh. Karena tulisan ini ditujukan untuk pembaca yang lebih luas, istilah 'video game' digunakan sebagai gantinya. 3 Salah satu perusahaan, SPIL GAMES, mengklaim memiliki 130 juta pengguna bulanan aktif dari game online-nya. Diperkirakan bahwa 510 juta orang bermain game online di tahun 2010: SPIL GAMES, 2010 State of Gaming Report. Menurut perkiraan ini adalah industri multi-miliar dolar yang menghasilkan setidaknya $ 70 miliar pada 2011. Lihat IDATE, World Video Game Market Data & Forecasts, 2011–2015, 17 Januari 2012. 1

2

sebenarnya dari bentuk kekerasan, jenis permainan yang sangat menguntungkan, jika dibatasi, dalam segmen pasar video game.4 Dari Rio De Janeiro ke Ramallah, anak-anak dan orang dewasa - termasuk para prajurit tamtama dan rekrutan pemula - yang terpesona oleh bentuk 'militainment' (lihat gambar di seluruh artikel).5 'Video game dan hukum humaniter internasional (HHI)' adalah bidang penyelidikan yang relatif baru dan terfragmentasi, mencakup berbagai wacana. Ada sedikit tulisan yang berfokus pada HHI tentang subyek ini. Artikel ini lebih tampak seperti karya eksplorasi. Tujuannya adalah untuk menyoroti dampak potensial dari permainan-permainan ini pada persepsi pemain mengenai kerangka normatif yang mengatur penggunaan kekuatan. Fokus kami adalah pada permainan first person shooter yang menggambarkan situasi pertempuran, yaitu game di mana pemain menembak target musuh di medan perang kontemporer, seperti Irak, Afghanistan, Lebanon, Somalia, dan situasi lainnya di Levant.6 Karena penggambaran kekerasan pada hakekatnya bukanlah masalah yang dibahas dalam kontribusi ini, video game yang menggambarkan skenario yang lebih fiksi termasuk fantasi abad pertengahan atau perang futuristik di luar angkasa berada di luar lingkup artikel ini. Pada bagian pertama, kita mulai dengan menyoroti potensi pengaruh video game pada persepsi pemain tentang aturan yang berlaku di medan perang nyata. Bagian kedua mempelajari penerapan HHI dan hukum hak asasi manusia internasional (HHAMI) pada situasi kontemporer yang digambarkan dalam video game. Pada bagian ketiga, perhatian beralih pada tantangan dengan norma-norma kemanusiaan oleh game yang dipasarkan untuk memberikan pengalaman 'kehidupan nyata' dari sebuah pertempuran, namun sebenarnya menggambarkan medan perang yang pada dasarnya tanpa hukum. Pada bagian akhir, penulis menjelaskan inisiatif bersama Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dengan berbagai Perhimpunan Nasional Palang Merah untuk bekerja sama dengan industri video game untuk mendorong inovasi bagi integrasi yang lebih baik dari HHI dan HHAMI dalam permainan ini. Kami melihat bahwa melalui inisiatif ini, video game - dengan jangkauan dan kapasitas mereka yang luas

Pada saat publikasi, video game paling populer adalah Call of Duty: Black Ops 2, Madden NFL ‘12, Halo 4, Assassin’s Creed 3, Just Dance 4, NBA 2K13, Borderlands 2, Call of Duty: Modern Warfare 3, Lego Batman 2: DC Super Heroes, and FIFA ‘12. Untuk angka penjualan saat ini di berbagai platform (games), lihat ‘10 best selling videogames in 2012’, in Market Watch, 10 January 2013, tersedia di: http://www.marketwatch.com/story/10-best-selling-videogames-in-2012-2013-01-10 (kunjungan terakhir Januari 2013). 5 'Militainment' telah didefinisikan sebagai ‘paket perang untuk konsumsi yang bisa dinikmati' dan 'hiburan dengan tema militer di mana Departemen Pertahanan (AS) jadi terkenal'. Lihat Roger Stahl, Militainment,Inc. –War, Media and Popular Culture, Routledge, New York, 2009, hal. 6, dan lihat ‘Militainment, Inc: militarism and pop culture’, tersedia di: http://video.google.com/videoplay?docid=-2373519247173568764 (kunjungan terakhir 25 Mei 2012). 6 Permainan elektronik dapat dimainkan pada platform yang berbeda, yang paling umum adalah PC dan konsol. Game yang dimainkan di PC biasa dikenal sebagai 'game komputer' sementara mereka yang bermain di konsol disebut 'video game'. Artikel ini menggunakan video game sebagai istilah untuk merujuk kepada keduanya. 4

3

dalam transfer pengetahuan dan keterampilan - dapat menjadi sarana penting untuk mempromosikan norma-norma kemanusiaan.7 Pengaruh video game Video game dan perilaku kekerasan Ini adalah kebenaran yang tak dapat disangkal bahwa teknologi mengubah bagaimana perang itu terjadi. Dalam pandangan kami, teknologi juga mengubah cara kita membayangkan perang. Secara tradisional, persepsi perang telah dibentuk oleh lagu, cerita, drama, dan film yang heroik dan epik. Hari ini, jutaan orang siap masuk ke dalam film dan video game yang semakin realistis yang dibuat dengan masukan dari mantan personil militer yang bertugas di medan perang kontemporer.8 Dalam beberapa kasus, penggambaran konflik bersenjata dalam video game begitu realistis sehingga sulit untuk membedakan rekaman perang nyata dari fantasi (Gambar 1 dan 2).9 Bila dibandingkan dengan film, video game memiliki inovasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemain-pemainnya adalah peserta aktif dalam perang simulasi. Tidak seperti penonton pasif media tradisional seperti film, pemain video game membuat keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan kekerasan. Sebagai reaksi atas perkembangan ini, 59 persen responden dari sebuah survei pemerintah Australia menyatakan bahwa video game harus diklasifikasikan secara berbeda dengan bentuk media lain, justru karena pemain diundang untuk berpartisipasi dalam kekerasan video game, tidak hanya menonton kekerasan.10 Dalam survei yang sama, 63 persen responden percaya bahwa bermain game komputer kekerasan menyebabkan kekerasan dalam kehidupan nyata. Sementara keyakinan yang tersebar luas ini terungkap, ia secara tidak meyakinkan didukung oleh penelitian. Tulisan ilmiah terbagi tentang pengaruh video game terhadap perilaku manusia, terutama ketika pertanyaan seperti: 'Bisakah bermain video game menyebabkan perilaku berubah brutal?11

Hal yang sama berlaku pada simulator pelatihan militer yang menggambarkan medan perang kontemporer. Mereka digunakan oleh angkatan bersenjata untuk mengoperasionalkan hukum konflik bersenjata bagi personil militer. Mengingat fungsinya, simulator pelatihan militer lebih mungkin untuk mengintegrasikan HHI dibandingkan video game komersial. Namun, mereka menjangkau peminat yang jauh lebih kecil. Untuk alasan ini fokus utama dari artikel ini adalah pada video game. 8 Meningkatnya realisme video game yang menggambarkan medan perang modern telah menarik perhatian kerjasama militer komersial dalam pengembangan game.Lihat, contohnya, ‘Documentary – Official Call of Duty Black Ops 2’, tersedia di: http://www.youtube.com/watch?feature=player_embeded&v=Gm5PZGb3OyQ (kunjungan terakhir 24 Mei 2012). 9 Yang memenuhi syarat sebagai 'video game realistis yang menggambarkan konflik bersenjata' adalah video yang bernuansa dan sedikit subyektif. Beberapa game menampilkan senjata dan lingkungan medan perang yang tampak realistis tetapi memiliki fitur yang tidak realistis (contoh, pemain bisa hidup kembali). 10 Australian Government Attorney-General’s Department, Community Attitudes To R18+ Classification Of Computer Games, Report, November 2010, tersedia di: www.ag.gov.au (kunjungan terakhir 5 April 2012). 11 Untuk ilustrasi perdebatan ilmiah: Anderson dkk, menegaskan hubungan sebab akibat antara game kekerasan dan perilaku kekerasan: Craig A. Anderson, Akiko Shibuya, Nobuko Ihori, Edward L. Swing, Brad J. Bushman, Akira Sakamoto, Hannah R. Rothstein dan Muniba Saleem, ‘Violent video game effect on aggression, empathy and prosocial behaviour in eastern and western countries: a meta-analytic review’, dalam Psychological Bulletin, Vol. 136, No. 2, hal. 151–173. Bagi Ferguson hubungan tersebut tidak terbukti dan perhatian harus difokuskan ke tempat lain (misalnya, kemiskinan dan kekerasan dalam rumah tangga). 7

4

Meskipun tidak ada bukti kuat untuk mendukung dalil tersebut, pengungkapan bahwa para pembunuh telah benar-benar menggunakan video game sebagai alat pelatihan membuat isu-isu ini berada dalam sorotan media.12

Gambar 1. Ini ada foto asli yang diambil selama perang di Fallujah. © Anja Niedringhaus/Keystone.

Lihat Christopher J. Ferguson, ‘Media violence effects: confirmed truth or just another X-file?’, dalam Journal of Forensic Psychology, Vol. 9, No. 2, April–Juni 2009, hal. 103–126. Ini juga merupakan kesimpulan dari Dewan Media Swedia, Summary of Violent Computer Games and Aggression – An Overview of the Research 2000–2011, Swedish Media Council, Stockholm, 2012, tersedia di: http://www.statensmedierad.se/upload/_pdf/Summery_Violent_Computer_Games.pdf (kunjungan terakhir 20 Desember 2012), dan Brown, Governor of California, dkk. v. Entertainment Merchants Association dkk, Certiorari to the United States Court of Appeals for the Ninth Circuit, No. 08–1448. Diusulkan 2 November 2010 – Diputuskan 27 Juni 2011 (selanjutnya disebut ‘Brown’) dimana mayoritas Mahkamah Agung AS mencatat bahwa: 'Penelitian psikologis dimaksudkan untuk menunjukkan hubungan antara paparan video game kekerasan dan efek yang merugikan pada anak-anak tidak membuktikan bahwa paparan tersebut menyebabkan anak-anak bertindak agresif. Setiap efek menunjukkan keduanya kecil dan dapat dibedakan dari efek yang dihasilkan oleh media lain' (Scalia, J., hal. 13, yang menyampaikan pendapat Mahkamah, yakni Kennedy, Ginsburg, Sotomayor, dan Kagan, JJ., bergabung dengan. Alito, J., mengusulkan pendapat yang sama dalam keputusan, yakni Roberts, C. J., bergabung dengan Thomas, J., dan Breyer, J., mengusulkan pendapat yang berbeda) 12 Peristiwa tragis termasuk pembunuhan massal oleh kelompok bersenjata di Columbine, Virginia Tech, dan Sandy Hook telah meningkatkan perhatian publik. Seperti pembunuh massal Norwegia Anders Breivik, beberapa pelaku AS secara reguler bermain Call of Duty. Pengamatan polisi menyangkut kesamaan operandi antara penembak Sandy Hook dan Adam Lanza dengan metode yang digunakan dalam video game yang sering ia mainkan secara khusus terngkap. Lihat Dave Altimari dan Jon Lender, ‘Sandy Hook shooter Adam Lanza wore earplugs’, dalam Hartford Courant, 6 Januari 2013, tersedia di: http://articles.courant.com/2013-01-06/news/hc-sandyhook-lanza-earplugs-20130106_1_police-cars-lauren-rousseau-newtown (kunjungan terakhir 10 Januari 2013).

5

Gambar 2. Dalam ArmA II, para pemain berperang dalam lingkungan yang tampak realistis. Adegan ini dan lainnya mirip rekaman yang dibuat selama operasi militer nyata. © Bohemia Interactive. Ketika berkaitan dengan mendefinisikan dampak psikologis dari stimulus tertentu pada seorang individu, peneliti ilmiah tidak dapat mengatasi sejumlah hambatan dalam menarik kesimpulan yang berlaku bagi populasi secara keseluruhan. Berbagai faktor menimbulkan perbedaan-perbedaan pada satu orang ke orang yang lain termasuk genetika, lingkungan sosial, dan tingkat kekerasan di dalam masyarakat dari satu individu tertentu. Akses ke senjata, kemiskinan, dan tingkat kekerasan dalam keluarga seseorang diyakini menjadi faktor penting dalam keputusan untuk menggunakan kekerasan bersenjata. Selain itu, sebagian besar penelitian ilmiah tentang penyebab perilaku kekerasan dilakukan dalam negara-negara maju di mana kekerasan lebih dibatasi dan diberi sanksi tegas. Karena akses ke Internet dan video game tidak lagi terbatas pada negara maju,13 penelitian ilmiah yang dilakukan misalnya di Nairobi atau di favelas Rio de Janeiro bisa menghasilkan kesimpulan yang sangat berbeda dari, seringnya berbasis di AS, penelitian yang sudah ada.14 Bagaimanapun, sementara para peneliti belum membentuk hubungan sebab akibat antara game kekerasan dan perilaku kekerasan, mereka tidak menghilangkan hubungan itu. Pada tahun 2008 diperkirakan 31,68 juta orang, di seluruh dunia, bermain video game online, diantaranya diperkirakan 3 juta memainkan first person shooter. Angka-angka ini tidak memperhitungkan orang-orang yang bermain baik pada komputer, PlayStations atau ponsel. Di Timur Tengah, pada tahun 2010, 64 juta orang bermain video game online atau PlayStations. Pada tahun 2012 diperkirakan ada 211.500.000 pemutar video-game di AS. Lihat ‘Mobile gamers now represent the largest gamer segment’, dalam NPD, 5 September 2012, tersedia di: https://www.npd.com/wps/portal/npd/us/news/press-releases/pr_120905/ (kunjungan terakhir 20 Oktober 2012). Di Turki, pada tahun 2012, diperkirakan 21,8 juta orang bermain video game di komputer, smartphone, dan konsol game. Lihat ‘Infographic 2012’, dalam NewZoo, 21 Juni 2012, tersedia di: http://www.newzoo.com/infographics/infographic-turkey/ (kunjungan terakhir 20 Oktober 2012). 14 Di AS sendiri telah ada lebih dari 200 penelitian tentang kekerasan di media. Selama delapan puluh tahun terakhir penelitian ini telah secara bertahap bergeser dari bioskop, ke televisi, dan sekarang berkonsentrasi pada video game. 13

6

Video game, pelatihan, dan akuisisi keahlian Ada sedikit keraguan bahwa video game merupakan media yang efisien untuk mentransfer pengetahuan dan keahlian. Menurut survei berbahasa Perancis baru-baru ini,15 lebih dari 50 persen pemain mengaku bermain antara satu hingga empat jam per hari dan lebih dari 90 persen telah memainkan game yang menggambarkan kekerasan bersenjata grafis. Pengulangan tindakan sangat penting bagi akuisisi otomatisme. Diakui oleh pemimpin militer sejak jaman dahulu, teknik ini dilembagakan dalam pelatihan militer, dan umumnya dikenal sebagai ‘the drill’. Sambil bermain selama berjam-jam, secara teratur mengulang tindakan dan skenario yang sama, pemain video game berfokus pada tujuan yang harus dicapai. Metode yang digunakan hanyalah sarana untuk mencapai tujuan. Tak pelak, pemain belajar dari tindakan mereka sendiri maupun dari gambar yang ditampilkan di layar. Ketika melakukan persis seperti yang diharapkan oleh skenario atau naskah permainan video, pemain dihargai secara simbolis dengan bonus, medali, atau peralatan atau persenjataan canggih, atau dengan memindahkan ke tahap permainan berikutnya. Penghargaan tersebut, dikombinasikan dengan hormon yang diproduksi oleh otak, memberikan rasa puas dan gembira atas tindakan yang dilakukan dan keterampilan yang dipelajari.16 Mungkin, pemain yang secara teratur diperlihatkan pada adegan penyiksaan video game dan mungkin dipaksa oleh naskah untuk meniru adegan penyiksaan17 (untuk melanjutkan ke tahap berikutnya) dan kemudian diberi penghargaan karena telah melakukannya tidak akan selalu melakukan tindakan penyiksaan dalam kehidupan nyata. Namun, orang tersebut mungkin mendapati dirinya cenderung lebih mudah menganggap penyiksaan sebagai perilaku yang dapat diterima. Sebuah studi, dilakukan oleh Palang Merah Amerika, sementara tidak menyebutkan video game, menawarkan wawasan penting pada apa yang dipikirkan orang Amerika tentang perilaku tertentu yang sering digambarkan dalam video game, termasuk penyiksaan.18 Dari survei yang dilakukan pada anak-anak muda, Gaël Humbert-Droz, ‘Les jeux vidéos et le droit international’, 2012. Survei ini diposkan dalam forum berikut: jeuxvideo.com, Forum FantabobShow, Forum DpStream : Forum BF-France (battlefield France). Survei tersebut tidak lagi tersedia secara online (salinan ada pada penulis). 16 Lihat, contohnya, Douglas A. Gentile, ‘Video games affect the brain – for better and worse’, dalam the Dana Foundation, 23 Juli 2009, tersedia di: http://www.dana.org/news/cerebrum/detail.aspx?id=22800 (kunjungan terakhir 10 Februari 2012). 15

17

Dengan contoh, adegan penyiksaan yang muncul dalam Call of Duty: World at War. Lihat ‘Call of Duty: Modern Warfare 2’, dalam Wikia, tersedia di: http://callofduty.wikia.com/wiki/Call_of_Duty:_Modern_Warfare_2 (kunjungan terakhir 10 Oktober 2012). Dalam Call of Duty: Black Ops, pemain harus mengambil bagian dalam suatu tindak penyiksaan (mereka harus memberikan perintah pada jagoannya untuk memukul wajah tahanan yang di mulutnya terdapat pecahan kaca yang sebelumnya dimasukkan). Dalam Call of Duty: Modern Warfare 3, , Pimpinan dari pemain menyiksa seorang komandan Somalia sebelum menembakkan peluru di kepalanya (Gambar 4). Sementara adanya penyiksaan dalam cerita permainan ini tentu tidak tidak membuat seorangpun jadi acuh , alasan hal ini dimasukkan pun tidak jelas. 18 Lebih dari dua-perlima orang muda (41%) percaya ada saat mereka bisa menerima bila musuh menyiksa tahanan Amerika yang ditangkap, sementara hanya 30% orang dewasa setuju. Lebih dari separuh remaja (56%) percaya bahwa ada saat mereka bisa menerima untuk membunuh tahanan musuh sebagai balasan jika musuh telah membunuh tawanan Amerika, sementara

7

59 persen menganggap penyiksaan pada tentara musuh atau pejuang yang tertangkap dalam rangka untuk memperoleh informasi militer penting adalah hal yang bisa diterima (dibandingkan dengan 51 persen dari orang dewasa). Hanya 45 persen dan 40 persen masing-masing mengatakan perilaku ini tidak pernah bisa diterima. Pemanfaatan video game dan lingkungan virtual untuk pelatihan dan akuisisi keterampilan telah diakui oleh angkatan bersenjata, yang mengarah ke kolaborasi militer komersial dalam pengembangan game. Kolaborasi antara industri video game dan militer bukanlah hal yang baru.19 Interaksi mengalir dalam dua arah dan menghasilkan beberapa bentuk. Pengembang game perang komersial memberi saran pada angkatan bersenjata tentang cara membuat game perekrutan mereka agar lebih menghibur, sementara personil wajib militer dan mantan militer menambahkan realisme untuk cerita dan adegan dalam game komersial.20 Sementara itu, rekaman dari konflik bersenjata yang nyata diadaptasi untuk digunakan baik dalam perangkat lunak pelatihan perang dan video game komersial. Kepentingan militer dalam video game tidak sulit untuk dipahami. Menurut sebuah penelitian, personel militer AS dan yang berpotensi direkrut bermain video game pada tingkat yang lebih tinggi daripada populasi umum.21 Sebuah tinjauan Angkatan Laut AS pada efektivitas game instruksional menyimpulkan bahwa, untuk berbagai tugas yang berbeda dan kelompok belajar yang beragam, beberapa permainan bisa memberikan pembelajaran yang efektif di berbagai bidang seperti matematika, perilaku, elektronik, dan ekonomi.22 Program simulasi komputer juga telah dikembangkan untuk membantu veteran agar bisa kembali ke masyarakat23 dan membantu korban

hanya 29% orang dewasa setuju. Brad A. Gutierrez, Sarah DeCristofaro dan Michael Woods, ‘What Americans think of international humanitarian law’, dalam International Review of the Red Cross, Vol. 93, No. 884, Desember 2011, hal. 1009–1034. 19 Untuk sejarah singkat tentang bagaimana 'dunia perang maya menjadi sebuah perusahaan yang menyatukan industri media dan militer, lihat Robin Andersen dan Marin Kurti, ‘From America’s Army to Call of Duty: doing battle with the military entertainment complex’, dalam Democratic Communique, Vol. 23, No. 1, 2009, hal. 45,Tersedia di: http://www.democraticcommunications.org/communique/issues/Fall2009/andersen.pdf (kujungan terakhir 20 Februari 2012). Lihat juga, Tony Fortin, ‘Jeux vidéo et monde militaire, un couple inséparable?’, dalam Rue89, 22 September 2012,tersedia di: http://www.rue89.com/2012/09/22/jeux-video-etmonde-militaire-un-couple-inseparable-235526 (kunjungan terakhir 20 Oktober 2012). 20 Sebagai contoh, pada tahun 2002, Bohemia Interaktive, pencipta video game ARMA II, mengembangkan sistem simulasi medan perang untuk angkatan bersenjata Amerika Serikat. Virtual Battlespace (VBS) 1 dan 2 yang sekarang digunakan oleh angkatan bersenjata termasuk Korps Marinir AS (dan beberapa cabang lain dari angkatan bersenjata AS), Inggris, Australia, Selandia Baru, dan angkatan bersenjata Kanada, dan NATO. Lihat juga, ‘US Army’s new virtual simulation training system’, dalam Defence Talk, 30 Mei 2011, available at: http://www.defencetalk.com/armyvirtual-simulation-training-system-34543/ (kunjungan terakhir 20 Oktober 2012). 21 Penelitian militer AS menunjukkan bahwa 75% staf laki-laki yang terdaftar di militer AS mungkin bermain video game setidaknya sekali seminggu, dibandingkan dengan 40% dari penduduk AS umumnya. B.W. Knerr, ‘Virtual media for military applications’, Paper 21, Current Issues in the Use of Virtual Simulations for Dismounted Soldier Training Data, 2006. Studi ini tidak menentukan jenis permainan yang dimainkan (misalnya, first person shooter atau role-playing game). 22 Robert T. Hayes, ‘The effectiveness of instructional games: a literature review and discussion’, Naval Air Warfare Center Training Systems Division, Orlando, 2005, hal. 6, tersedia di: http://www.stottlerhenke.com/projects/matisse/background_docs/ Instr_Game_ReviewTr_2.005.pdf (kunjungan terakhir 10 Januari 2012). 23 ‘US war woe: suicide kills more soldiers than combat’, dalam RT, 23 Desember 2011, tersedia di: http://www.rt.com/news/ussoldiers-suicide-combat-487/ (kunjungan terakhir 20 Mei 2012).

8

trauma24. Contoh lain dari penggunaan video game sebagai media pengaruh diberikan oleh alat perekrutan paling hebat di Angkatan Darat AS: sebuah video game multiplayer.25 Di Angkatan Darat Amerika, pemain terlibat - bersama-sama dengan orang lain yang terhubung di Internet - dalam operasi militer imajiner dalam latar yang sebagian besar perkotaan yang menyerupai kondisi tempur di Irak dan Afghanistan. Peneliti Massachusetts Institute of Technology (MIT) berpendapat bahwa game on line gratis adalah alat rekrutmen yang lebih efektif daripada semua bentuk lain dalam iklan gabungan tentara Amerika Serikat.26 Selain menjadi vektor yang berguna untuk mengkomunikasikan informasi tentang minat yang jelas dari mereka yang direkrut (misalnya, perlengkapan, gaji, dan peluang karir), game tersebut adalah alat untuk menanamkan nilai-nilai militer.27 Beralih ke video game sebagai media pengaruh tidak terbatas pada angkatan bersenjata AS atau dunia barat. Under Siege (Tahta - al Hisar)28, permainan video yang dikembangkan dan diproduksi di Damaskus, Suriah, bermula dari naskah yang sudah akrab di telinga tentang Tentara Amerika sebagai pahlawan yang melakukan pertempuran di negara-negara Muslim. Berlatar selama Intifada Kedua dan dirancang untuk anak-anak muda Arab, Under Siege menawarkan pemandangan konflik Timur Tengah itu. Pemain bisa berperan sebagai seorang Palestina muda yang menghadapi pendudukan Israel. Video game Hizbullah Special Forces 2 – Tale of the Truthful Pledge, sebuah seri lanjutan Special Force (2003), menggunakan pendekatan yang sama. Edisi kedua menggambarkan konflik bersenjata antara Israel dan Hizbullah berdasarkan tahapan kunci dari konflik bersenjata tahun 2006.29 Bentuk lain, meskipun tidak langsung, dari interaksi antara militer dan ‘dunia’ video game akan diamati melalui generasi baru pilot kendaraan udara tak berawak (atau drone) yang membawa pengalaman video-game bertahun-tahun pada peran baru mereka dalam melakukan operasi pertempuran.30 Hal ini telah memicu perdebatan tentang apakah pengalaman seperti itu membentuk sikap dan perilaku. Pertanyaan

Lihat Laurin Biron, ‘Virtual reality helps service members deal with PTSD’, 11 Juni 2012, tersedia di: http://www.defensenews.com/article/20120611/TSJ01/306110003/Virtual-Reality-Helps-Service-Members-Deal-PTSD (kunjungan terakhir 20 Juni 2012Lihat secara umum, Jane McGonigal, Reality Is Broken: Why Games Make Us Better and How They Can Change the World, Penguin Press, New York, 2011 (karya pasca-doktoral ini menilai bagaimana memanfaatkan kekuatan permainan untuk memecahkan masalah dunia nyata). 25 Permainan multiplayer dipasang dalam medan terbuka. Puluhan orang terhubung ke Internet bersaing untuk menangkap bendera musuh atau menghilangkan pemain lain. 26 Jeremy Hsu, ‘For the US military, video games get serious’, dalam Live Science, 19 Agustus 2010, tersedia di: http://www.livescience.com/10022-military-video-games.html (kunjungan terakhir 15 Juni 2012). 27 Salah satu contoh adalah gagasan tentang pahlawan: biografi 'pahlawan sejati' dalam tentara AS dapat ditemukan di situs web Angkatan Darat Amerika, tersedia di: http://www.americasarmy.com/realheroes/ (kunjungan terakhir 24 Mei 2012). 28 Kim Ghattas, ‘Syria launches Arab war game’, dalam BBC News, 31 Mei 2002, tersedia di: http://news.bbc.co.uk/2/hi/ middle_east/ 2019677.stm (kunjungan terakhir 15 Juni 2012). 29 Tom Perry, ‘Hezbollah brings Israel war to computer screen’, dalam Reuters, 16 Agustus 2007, tersedia di: http://www.reuters. com/ article/2007/08/16/us-lebanon-hezbollah-game-idUSL1662429320070816 (kunjungan terakhir 10 Januari 2012). 30 Peter W. Singer, ‘Meet the Sims . . . and shoot them’, dalam Foreign Policy, Maret 2010, tersedia di: http://www.foreignpolicy.com/articles/2010/02/22/meet_the_sims_and_shoot_them (kunjungan terakhir 24 Mei 2012). 24

9

apakah pilot drone memiliki 'mentalitas PlayStation' telah menyebabkan perdebatan sengit di kalangan militer. Kekhawatiran disuarakan oleh pejabat militer senior tentang video game yang membentuk persepsi tentang perilaku apa yang dapat diterima selama perang, termasuk persepsi tentang pemain video game berpengalaman yang direkrut untuk mengoperasikan drone bersenjata dari lokasi terpencil yang jauh dari medan perang.31 Masalah ini layak mendapat uji lebih lanjut oleh para peneliti independen pemerintah dan pasukan militer. Reporter Khusus PBB tentang Eksekusi Philip Alston yang Ekstrayudisial, Tiba-tiba atau Sewenang-wenang, membentuk masalah dengan cara berikut: Personil militer muda yang dibesarkan dalam rezim video game saat ini membunuh orang-orang yang nyata dari jarak jauh dengan menggunakan joystick. Berbeda dari konsekuensi manusia karena tindakan mereka, bagaimana generasi petarung ini akan menghargai hak untuk hidup? Bagaimana komandan dan pembuat kebijakan akan membuat diri mereka tetap kebal dari sifat antiseptik pembunuhan drone yang menipu? Akankah pembunuhan menjadi pilihan yang lebih menarik daripada menangkap? Akankah standar proses pengumpulan informasi untuk membenarkan pembunuhan sudah meleset? Akankah jumlah kematian ‘kolateral’ warga sipil meningkat?32 Video game dan faktor yang mempengaruhi perilaku kombatan Tentang masalah video game dan potensi pengaruhnya terhadap perilaku, sangatlah bermanfaat membandingkan mekanisme yang membentuk perilaku kombatan dalam kehidupan nyata dan orang-orang yang bermain video game. Melalui penelitian empiris dan kajian literatur, ICRC telah mengidentifikasi berbagai faktor yang sangat penting dalam pengkondisian perilaku kombatan dalam konflik bersenjata. Tujuan dari penelitian 200433 adalah untuk mengidentifikasi penyebab pelanggaran HHI. Hal ini difokuskan terutama pada faktor psikososiologis yang secara universal ada dalam setiap kelompok pejuang bersenjata yang berpartisipasi dalam perang, seperti pengaruh kelompok, integrasi di dalam hirarki, dan pelepasan moral.34 Menariknya (atau justru mengganggu), sebagian besar faktor ini juga dapat diidentifikasi dalam video game. Sehubungan dengan perilaku kombatan, penelitian ini menemukan bahwa: Kombatan tunduk pada fenomena konformitas kelompok seperti depersonalisasi, hilangnya kemerdekaan dan kesesuaian tingkat tinggi. Ini adalah situasi yang menguntungkan kekuatan tanggung jawab individu kombatan dalam tanggung jawab bersama terhadap unit tempurnya. . . . Air Marshall Brian Burridge, ‘Post-modern warfighting with unmanned vehicle systems: esoteric chimera or essential capability?’ dalam RUSI Journal, Vol. 150, No. 5, Oktober 2005, hal. 20–23. 32 Philip Alston and Hina Shamsi, ‘A killer above the law’, dalam The Guardian, 2 Agustus 2010, tersedia di: http://www.guardian. co.uk/commentisfree/2010/feb/08/afghanistan-drones-defence-killing (kunjungan terakhir 1 Agustus 2012). 33 Daniel Muñoz-Rojas dan Jean-Jacques Frésard, ‘The roots of behaviour in war – understanding and preventing IHL violations’, dalam International Review of the Red Cross, Vol. 86, No. 853, Maret 2004, hal. 169–188 (selanjutnya disebut ‘penelitian’). 34 ‘Pelepasan moral merupakan proses yang kompleks dan tindakan berbahaya yang selalu merupakan produk dari interaksi antara pengaruh pribadi, sosial dan lingkungan'. Ibid., hal. 197. ‘'Pelepasan moral tidak hanya proses bertahap tetapi juga salah satu yang menentukan perilaku yang ditarik dari tindakan masa lalu yang dibutuhkan pasukan untuk mempertahankan tindakan masa depan’. Ibid., hal. 199. 31

10

Kombatan juga dikenakan proses pergeseran tanggung jawab pribadi dari diri mereka hingga ke atasan-atasan mereka dalam jenjang komando. Sementara pelanggaran HHI kadang-kadang berasal dari perintah yang diberikan oleh otoritas semacam itu, tampaknya pelanggaran itu lebih sering dihubungkan dengan tidak adanya perintah khusus untuk tidak melanggar hukum atau wewenang implisit untuk berperilaku tercela. . . . Kombatan yang berpartisipasi dalam perang dan menjadi sasaran penghinaan dan trauma bisa membuatnya, dalam jangka pendek, melakukan pelanggaran HHI. . . . Jurang pemisah yang diamati antara pengakuan dan penerapan normanorma kemanusiaan berasal dari serangkaian mekanisme yang mengarah pada pelepasan moral kombatan dan terhadap perbuatan pelanggaran HHI. Pelepasan moral kombatan dipengaruhi terutama oleh adanya alternatif (1) untuk justifikasi pelanggaran35, dan (2) membuat musuh menjadi tak manusiawi.36 Beberapa kemiripan dapat ditarik dari antara kesimpulan penelitian dan video game yang menggambarkan medan perang kontemporer. Dari lima penyebab pelanggaran yang diidentifikasi dalam penelitian ini, setidaknya empat dicerminkan dalam video game. Yakni, dorongan untuk melakukan kejahatan yang merupakan bagian dari sifat perang, definisi tujuan-tujuan perang, alasan kesempatan, dan alasan psiko-sosiologis. Tak perlu dikatakan bahwa alasan yang terkait dengan individu (penyebab kelima pelanggaran yang diidentifikasi) mungkin tidak umum di sini. Penelitian ini mengidentifikasi dorongan melakukan kejahatan sebagai37 bagian dari sifat perang. Dalam video game hal itu muncul dari persepsi bahwa medan perang adalah tempat yang tidak terdapat warga sipil atau mereka yang tak dapat bertempur lagi. Akibatnya, pemain berpikir bahwa seluruh medan adalah arena menembak yang terbuka tanpa perlu ada tindakan pencegahan. Dalam pandangan penulis, keputusan perusahaan video game untuk menghilangkan warga sipil dari produk mereka memunculkan persepsi yang sama: apapun yang hidup adalah musuh dan pembunuhan adalah satu-satunya pilihan tidak ada batasan untuk menggunakan kekerasan. Kesan ini diperkuat oleh contoh yang terkadang dibentuk oleh perilaku karakter lain dalam video game. Misalnya, ketika seorang pemimpin pasukan dalam permainan video terlibat dalam penyiksaan atau pembunuhan ekstrayudisial, hal ini memberikan sinyal kepada pemain bahwa perilaku seperti itu secara implisit sah.38 Kombatan menggunakan pembenaran yang berbeda atau kombinasi keduanya, seperti menyatakan diri bukan sebagai penyiksa tetapi sebagai korban, dengan alasan bahwa keadaan membuat beberapa perilaku tercela tidak hanya diterima tetapi juga dibutuhkan; memanfaatkan pelanggaran oleh musuh dan kadang-kadang menyalahkan korban sendiri; atau menyangkal, meminimalkan, atau mengabaikan efek dari tindakan mereka melalui penggunaan eufemisme untuk menyebut operasi dan konsekuensinya. Ibid., hal. 198–200. 36 Kemanusiaan pihak lain ditolak dengan menghubungkan pada karakter sifat atau niat memalukan musuh. . . ', Kadang-kadang menyamakannya dengan hama atau virus yang harus diberantas. 'Kombatan akhirnya merasa lebih mudah tidak hanya untuk menyerang tetapi juga untuk merasionalisasikan bentuk ekstrim dari perilaku dan meyakinkan diri bahwa semua perilaku itu dibenarkan dan dibutuhkan'. Ibid., hal. 199 37 Ibid., hal. 189. 38 ‘Orang biasa rela menyerah pada otoritas ketika mereka percaya bahwa itu adalah sah, mereka kemudian menganggap diri mereka sebagai agen-agennya. . . Prinsip ini. . . lebih diperkuat ketika pertanyaan kombatan ditempatkan dalam hirarki militer, kerangka umumnya lebih ketat dibandingkan otoritas sipil. . . Meskipun, pada kondisi ini, individu melakukan tindakan yang tampaknya melanggar hati nurani nya, salah bila menyimpulkan bahwa rasa moralnya telah menghilang. Faktanya adalah bahwa 35

11

Definisi tujuan perang (atau tujuan operasi) video game cenderung membenarkan hasil, apa pun metode yang digunakan. Seperti dalam konflik bersenjata yang nyata, musuh biasanya seperti iblis dan tak manusiawi dalam video game, melegalkan semua pembunuhan yang mereka lakukan. Kegagalan musuh untuk menghormati hukum juga disajikan sebagai pembenaran bagi pemain yang menggunakan metode perang yang mereka miliki untuk memenuhi misi mereka Dalam konflik bersenjata yang nyata banyak kombatan melanggar aturan hanya karena perang adalah pengalaman yang paling berkesan dan di sana mereka diberi kesempatan untuk melakukannya. Alasan kesempatan seperti itu tercermin dari kenikmatan melanggar aturan. Hal ini muncul di tengahtengah pengalaman banyak jenis video game, termasuk video yang menggambarkan medan perang kontemporer. Sebagaimana dicatat oleh beberapa pengembang video game, pemain cenderung menembak warga sipil dalam permainan hanya karena mereka mampu. Bagi kombatan maupun para pemain, rasa kesempatan ini diperkuat dengan perasaan bebas dari hukum. Dalam sebagian besar video game, pelanggaran tidak diikuti dengan sanksi. Akhirnya, seperti dalam konflik bersenjata yang nyata, alasan psiko-sosiologis seperti ketaatan kepada otoritas, konformitas kelompok, serta pelepasan moral semua diwujudkan dalam kebebasan pengambilan keputusan terbatas yang ditawarkan kepada pemain. Untuk Misalnya, dalam sebuah seri Call of Duty: Black Ops, pemain harus menonton karakternya sendiri memasukan pecahan kaca ke dalam mulut musuh yang tertangkap. Segera setelah itu pemain diminta dan dipaksa untuk memberikan perintah pada komputer atau play station agar jagoannya memukul si tahanan tepat di wajahnya. Dengan tidaknya ada alternatif lain selain mematuhi atau keluar dari permainan, pemain hanya bisa membuat pembenarannya sendiri atas tindakan penyiksaan yang dilakukan dengan maksud membuat dirinya tak peduli dengan faktafakta dan melanjutkan hidupnya. Mekanisme ini dikenal begitu baik oleh sejumlah kombatan dalam konflik bersenjata yang nyata. Penerapan HHI dan HHAMI dalam video game Norma hukum yang berlebihan relevan dengan video game. Sebelum membahas HHI, penting untuk dicatat bahwa pemain, desainer game, dan distributor dapat menunjukkan berbagai perlindungan yang dijamin dalam HHAMI yang relevan dengan kegiatan masing-masing. Perlindungan-perlindungan ini

ia telah secara radikal mengubah fokus. Orang yang bersangkutan tidak lagi membuat penilaian tentang tindakannya. Apa yang menjadi perhatian dia sekarang adalah untuk menunjukkan dirinya layak atas apa yang diharapkan otoritas darinya'. Ibid., hal. 194–195.

12

muncul dari kebebasan berekspresi,39 hak milik40, hak atas privasi dan kehidupan keluarga41, dan hak untuk bermain.42 Kebebasan berekspresi, misalnya, telah berhasil digunakan pada berbagai kesempatan di pengadilan AS untuk menegakkan legalitas video dan permainan komputer yang menggambarkan kekerasan, termasuk penyiksaan dan eksekusi tawanan.43 Namun, hak ini ada batasnya.44 Anggota parlemen di berbagai negara mengandalkan batas-batas ini untuk melarang permainan yang menggambarkan kekerasan fisik ekstrem, kekerasan seksual, dan konten lain yang dianggap menyinggung. Fakta bahwa ketentuan khusus HHAMI,45 hak cipta dan hukum kekayaan intelektual,46 dan hukum domestik adalah sumber utama dari hukum yang berlaku untuk desain, penjualan, dan penggunaan

Menurut Pasal 19, Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang mulai berlaku pada tanggal 23 Maret 1976 (digunakan pada 16 Desember 1966) (selanjutnya disebut 'ICCPR'), 'setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi; hak ini mencakup kebebasan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan ide-ide dari semua jenis, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis atau dalam cetakan, dalam bentuk seni, atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya. Untuk jaminan yang sama di bawah instrumen internasional dan regional, lihat Pasal 19 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 10 dari Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia, Pasal 9 Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Rakyat, Pasal 10 dari Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 13 dari Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia. 40 Hak milik ditemukan dalam Pasal 17 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 1 Protokol I Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia; Pasal 21 dari Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia; dan sebagian secara eksplisit dalam Pasal 14 Piagam Afrika tentang HAM dan Hak Rakyat (ACHPR). 41 Pasal 17 ICCPR menjamin hak atas perlindungan dari gangguan yang tidak masuk akal oleh negara sehubungan dengan bagaimana komputer dan internet digunakan dalam kehidupan pribadi. 42 Pasal 1 dan Pasal 31 Konvensi tentang Hak Anak, mulai berlaku pada tanggal 2 September 1990 (digunakan pada tanggal 20 November 1989). 43 Sebagai contoh, usaha membujuk pengadilan AS untuk melarang atau memaksakan pembatasan pada permainan yang menggambarkan kekerasan jarang berhasil. Hasilnya biasanya terletak pada apakah permainan masuk dalam pengecualian untuk kebebasan berbicara. Lihat American Amusement Machine Association v. Kendrick, CA7 2001, 244. F. 3d 572, 577 (video game dilindungi dengan alasan kebebasan berbicara: tak ada pembenaran yang memaksa yang ditawarkan untuk membuat pembatasan); Benoit v. Nintendo of America, Inc. 2001 Lsa. Dist. Ct. (meskipun kematian anak selama serangan epilepsi disebabkan oleh paparan kekerasan di Mortal Kombat, semua perkataan dalam video game dilindungi kecuali itu adalah 'hasutan untuk melakukan kekerasan', tidak dilindungi); Video Software Dealers Association v. Schwarzenegger, Appeals Court upheld 2005 District Court 2009 US CA 9th Cir. (Undang-undang membatasi penjualan video game kekerasan kepada anak-anak adalah inkonstitusional. Untuk banding Mahkamah Agung, lihat Brown, catatan kaki 11); Entertainment Software Association v. Granholm 2005 Mich. Dist. Ct. (game kekerasan dilindungi sebagai kebebasan berbicara, bukti kekerasan yang tidak cukup); dan Entertainment Software Association; Entertainment Merchants Association v. Minnesota 2008 US CA 8th Cir. (perintah yang diberikan terhadap hukum yang melarang penjualan atau penyewaan video game kekerasan kepada anak-anak: kebebasan berbicara dan tidak adanya bukti kekerasan lah yang menentukan). 44 Kebebasan berekspresi dapat dibatasi berdasarkan hukum nasional untuk melindungi hak dan reputasi orang lain, keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan umum, atau moral. Lihat Pasal 19 (3) ICCPR. 45 Selain perjanjian yang disebutkan di atas, perjanjian yang relevan dengan video game meliputi: Konvensi Menentang Penyiksaan dan Hukuman yang Kejam, Perlakuan Tidak Manusiawi atau Merendahkan, mulai berlaku pada tanggal 26 Juni 1987 (digunakan pada tanggal 10 Desember 1984) (selanjutnya disebut 'CAT' ), Protokol Opsional konvensi Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata, mulai berlaku pada 12 Februari 2002 (digunakan tanggal 25 Mei 2000, apakah Protokol ini dianggap sebagai bagian dari HHI atau HHAMI menjadi bahan perdebatan), dan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, mulai berlaku pada tanggal 3 September 1981 (digunakan pada tanggal 18 Desember 1979). 46 Selain game disediakan secara gratis oleh pencipta mereka, software video-game biasanya dilindungi oleh undang-undang hak cipta, perjanjian hak cipta internasional, dan perjanjian lainnya, dan undang-undang kekayaan intelektual. Perjanjian internasional tentang hak cipta termasuk Konvensi Berne untuk Perlindungan Karya Sastra dan Seni, 1886, Universal Copyright Convention, 1952; WIPO Copyright Treaty, 1996, dan Perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia tentang Aspek Terkait Perdagangan Hak Kekayaan Intelektual (TRIPS), 1994. 39

13

video game47 bersifat tidak kontroversial dan bukan inti dari artikel ini. Yang lebih menarik dalam tujuan ini adalah masalah penerapan aturan tentang penggunaan kekuatan dan perlakuan terhadap orang-orang yang berada di tangan musuh, seperti yang terkandung dalam HHI dan HHAMI, di medan perang maya yang diciptakan oleh industri militainment. Tak perlu lagi dikatakan bahwa bermain video game termasuk dalam dunia fantasi. Untuk bermain tidak perlu melibatkan partisipasi dalam konflik bersenjata yang nyata. Hal yang sama juga terjadi pada penggunaan teknologi simulasi medan perang untuk tujuan pelatihan militer. Meskipun demikian, dua pertanyaan membutuhkan jawaban. Pertama-tama, apakah aturan HHI dan HHAMI berlaku pada situasi yang digambarkan dalam video game? Dan kedua, apakah negara-negara memiliki kewajiban khusus untuk memastikan bahwa konten video game sesuai dengan aturan tentang penggunaan kekuatan dan perlakuan terhadap orang-orang yang berada di tangan musuh? Setiap operasi di medan perang terjadi dalam kerangka hukum yang dibentuk oleh hukum internasional (HHI dan HHAMI) dan perundang-undangan nasional. Meskipun video game hanyalah maya, dipastikan di sini bahwa, demi realisme, aturan HHI dan HHAMI tentang penggunaan kekuatan harus diterapkan pada adegan-adegan dalam video game yang menggambarkan medan perang yang realistis (dengan cara yang sama seperti hukum-hukum fisika diterapkan). Kebetulan, video game bukan satusatunya konteks di mana kerangka hukum ini dapat menciptakan situasi meskipun tidak ada konflik bersenjata sebenarnya yang sedang berlangsung. Contoh penting lain adalah pelatihan dan perencanaan militer. Setiap kali para komandan militer melatih personil mereka, atau merencanakan operasi dengan staf mereka, mereka harus memperhitungkan hukum yang relevan. Mereka tentu tidak dikira menunggu operasi dilakukan sebelum mengindikasi hukum. Apakah HHI atau HHAMI atau keduanya relevan dengan situasi yang digambarkan dalam video game tergantung pada apakah permainan menggambarkan situasi konflik bersenjata. Setiap permainan harus diuji secara individual. Karena HHI hanya berlaku selama konflik bersenjata, ia tidak memiliki relevansi jika apa yang digambarkan dalam video game adalah ketegangan internal, seperti kerusuhan atau protes, yang levelnya di bawah konflik bersenjata. Dalam situasi ini, rezim penegakan hukum,48 yang masuk dalam HHAMI, menetapkan peraturan yang berlaku pada penggunaan kekuatan, senjata api,

Undang-undang dalam negeri dapat berlaku pada berbagai kegiatan yang berhubungan dengan video game. Hak cipta, properti, privasi, dan hukum pidana dalam negeri (misalnya, pelanggaran yang melibatkan penyebaran kebencian rasial, memberikan dukungan pada sebuah organisasi teroris, dll) dapat mengatur penciptaan, distribusi, penggunaan, dan kenikmatan video game. Tentang 'konseling' tindak pidana melalui video game, lihat R. v. Hamilton, Supreme Court of Canada, 29 Juli 2005, 2 S.C.R. 432, 2005 SCC 47. 48 Rezim penegakan hukum (HHAMI) adalah seperangkat aturan yang mengatur penggunaan kekerasan oleh otoritas negara untuk mempertahankan atau mengembalikan keamanan publik, hukum, dan ketertiban. 47

14

penangkapan, penahanan, pencarian dan penyitaan selama operasi penegakan hukum.49 Misalnya, HHAMI menyatakan bahwa senjata api tidak dapat digunakan terhadap seseorang, kecuali orang tersebut merupakan ancaman nyata terhadap kehidupan dan tidak ada alternatif yang mungkin.50 Bila situasi yang digambarkan mencapai ambang konflik bersenjata, HHI maupun HHAMI jadi relevan. HHI berisi aturan yang harus dipatuhi kombatan ketika merencanakan dan melakukan operasi militer (misalnya, aturan tentang pembedaan, proporsionalitas, dan tindakan pencegahan). Pelaksanaan rezim perang, yang masuk dalam HHI,51 memungkinkan untuk membunuh sasaran yang sah.52 Dimana tidak jelas apakah pengaturan video game mencapai ambang konflik bersenjata53 - dan karena itu HHI berlaku - HHAMI akan terus berlaku, termasuk rezim penegakan hukum tersebut di atas, serta larangan penyiksaan khususnya, perampasan kehidupan yang sewenang-wenang, dan perlakuan kejam dan merendahkan.54 Melihat pertanyaan kedua, yaitu, apakah negara memiliki kewajiban untuk memastikan konten video game sesuai dengan aturan tentang penggunaan kekuatan, perhatikan contoh hipotesis berikut. Sebuah video game memungkinkan pemain untuk melakukan tindakan penyiksaan dan pelanggaran berat Aturan-aturan ini ditemukan dalam perjanjian (misalnya, ICCPR, Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial; Konvensi Hak Anak) dan instrumen yang tidak mengikat (misalnya, Peraturan Standar Minimum Perlakuan terhadap Tahanan; Kode Etik Petugas Penegakan Hukum, Deklarasi Prinsip-prinsip Dasar Keadilan bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan; Kumpulan Prinsip untuk Perlindungan Semua Orang di bawah Setiap Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan; Prinsip Dasar Perlakuan terhadap Tahanan; Prinsip-prinsip Dasar Penggunaan Kekuatan dan senjata Api oleh Petugas Penegak Hukum; Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan). 50 Prinsip-prinsip Dasar Penggunaan Kekuatan dan senjata Api oleh Petugas Penegak Hukum, digunakan oleh Kongres PBB kedelapan tentang pencegahan kejahatan dan perlakuan terhadap pelanggar, Havana, Kuba, 27 Agustus-7 September 1990, khususnya, ketentuan 5, 9 dan 10. 51 Frida Castillo mencatat bahwa: "Untuk menentukan HHI berlaku dalam situasi tertentu, perlu untuk memeriksa apakah instrumen diratifikasi oleh negara yang bersangkutan. Sementara Konvensi Jenewa 1949 yang diratifikasi secara universal, ada perjanjian HHI lainnya, seperti Protokol Tambahan Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, dan berkaitan dengan Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Non Internasional tanggal 8 Juni 1977 (AP II), yang belum diratifikasi oleh semua negara. Jadi, perlu untuk memverifikasi, apakah negara-negara yang terlibat dalam konflik itu telah meratifikasi instrumen yang relevan. Aturan dianggap hukum kebiasaan di sisi lain, berlaku untuk semua negara." Laporan oleh Frida Castillo, Playing by the Rules: Applying International Humanitarian Law to Video and Computer Games, TRIAL, Pro Juventute, Jenewa, Oktober 2009, hal. 3, catatan kaki 1. 52 Kombatan dan warga sipil jika dan pada waktu tersebut mereka langsung berpartisipasi dalam perang. Lihat AP I, Pasal 48 dan 51 (3), dan Peraturan 1 dan 6 dari Studi Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan ICRC. ICRC, Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan, Vol. I: aturan-aturan, Jean-Marie Henckaerts dan Louise Doswald-Beck (eds), Cambridge University Press, Cambridge, 2005 (‘Studi Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan ICRC’). 53 Sementara setiap kekerasan besenjata antara dua negara merupakan suatu konflik bersenjata internasional, maka agar ambang konflik bersenjata non-internasional bisa dicapai, harus ada 'kekerasan bersenjata berkepanjangan' melibatkan intensitas kekerasan yang cukup dan tingkat organisasi pihak-pihak yang berperang. Untuk kebutuhan intensitas, faktor yang relevan yang disebut dalam kasus hukum meliputi: jumlah, durasi, dan intensitas konfrontasi individu; jenis senjata yang digunakan; jumlah korban; tingkat kerusakan material. Lihat, antara lain, International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY), Prosecutor v. Ramush Haradinaj, Idriz Belaj, Lahi Brahimaj, Case No. IT-04-84-T, Judgement (Trial Chamber I), 3 April 2008, ayat 49. Faktor Indikatif untuk kebutuhan organisasi meliputi: adanya struktur komando dan peraturan disiplin; markas; fakta bahwa kelompok tersebut mengontrol wilayah tertentu; kemampuan untuk merencanakan, mengkoordinasikan, dan melaksanakan operasi militer. Lihat, antara lain, ICTY, Ibid., ayat 60. 54 HHI dan HHAMI berisi larangan umum yang harus dihormati setiap saat selama konflik bersenjata. Contohnya termasuk larangan terhadap diskriminasi, eksekusi, pemerkosaan, penyiksaan, dan perlakuan kejam dan merendahkan. Kedua rezim hukum juga mencakup ketentuan untuk perlindungan perempuan dan anak; menentukan hak-hak dasar bagi orang-orang yang tunduk pada proses peradilan pidana; dan mengatur aspek hak atas pangan dan kesehatan. 49

15

lainnya atau pelanggaran serius terhadap HHI dalam konflik bersenjata virtual. Pemain tidak diberitahu bahwa tindakan seperti itu dilarang. Kadang-kadang pemain bahkan diberi penghargaan karena berperilaku seperti itu dalam permainan. Atas nama kemudahan, mari kita menempatkan ketentuan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam, atau Tidak Manusiawi atau Merendahkan lainnya di satu sisi. Apakah permainan melibatkan perjanjian kewajiban HHI terhadap negara-negara untuk menghormati dan menjamin penghormatan55 dan untuk menyebarkan56 HHI seluas mungkin?57 Hal ini kontroversial untuk dicatat bahwa negara, setidaknya, harus memastikan bahwa alat pelatihan militer mereka (termasuk video game digunakan baik untuk tujuan perekrutan atau pelatihan) tidak membiarkan atau mendorong perilaku yang melanggar hukum tanpa sanksi yang tepat. Dalam skenario kasus terbaik, dalam pemenuhan kewajiban negara, alat pelatihan militer harus sepenuhnya mengintegrasikan aturan yang berlaku tentang penggunaan kekuatan, yaitu, alat-alat ini harus memungkinkan personil militer menghormati, dan melatih menghargai hukum.58 Kewajiban negara untuk 'menghormati dan menjamin penghormatan' terhadap HHI dan menyebarkan HHI seluas mungkin dan untuk memenuhi kewajiban perjanjian59 mereka sangat umum dan berlaku setiap saat.60 Sementara aturan-aturan ini harus, logikanya, berlaku pada video game komersial yang dijual atau didistribusikan di wilayah negara berkedaulatan, praktek negara menunjukkan hal yang sebaliknya. Pasal 1 yang sesuai dengan keempat Konvensi Jenewa 1949; Konvensi Perbaikan Keadaan dari Korban Terluka dan Sakit dalam Angkatan Bersenjata di Medan Perang, Jenewa, 12 Agustus 1949 (selanjutnya disebut 'GCI'); Konvensi untuk Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang terluka, sakit dan terdampar di Laut. Jenewa, 12 Agustus 1949 (selanjutnya disebut 'GCII'); Konvensi Sehubungan dengan Perlakuan Tawanan Perang, Jenewa, 12 Agustus 1949 (selanjutnya disebut 'GCIII'); Konvensi Berkaitan dengan Perlindungan Orang Sipil di Waktu Perang, Jenewa, 12 Agustus 1949 (selanjutnya disebut 'GCIV'). Lihat juga, Peraturan 139 Studi Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan ICRC yang menyatakan bahwa: "Masingmasing pihak yang terlibat konflik harus menghormati dan menjamin penghormatan terhadap hukum kemanusiaan internasional oleh pasukan bersenjatanya dan orang lain atau kelompok yang secara faktual bertindak berdasarkan instruksi-instruksinya, atau di bawah arahan atau kendalinya'. 56 GCI Pasal 47, GCII Pasal 48, GCIII Pasal 127, dan GCIV Pasal 144 berisi: 'Para Pihak Peserta Agung, dalam waktu damai sama seperti pada waktu perang, menyebarluaskan teks Konvensi ini seluas mungkin pada negara masing-masing dan, khususnya, untuk menyertakan studi tentang hal tersebut [jika mungkin ] dalam program mereka tentang. . . instruksi sipil, sehingga prinsip-prinsip tersebut mungkin menjadi dikenal ke seluruh penduduk'. Lihat juga, GCIII, Pasal 39 dan 41; GCIV, Pasal 99, AP I, Pasal 83, AP II, Pasal 19. 57 Tentang kewajiban penyebaran berkelanjutan, lihat Claude Pilloud, Yves Sandoz dan Bruno Zimmermann (eds), Komentar pada Protokol Tambahan Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, dan Berkaitan dengan Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Internasional (Protokol I), 8 Juni 1977, ICRC, 1987 (Penjelasan Pasal 80), hal. 929, ayat 3290. 58 Studi rinci tentang praktik negara yang relevan mengenai 'seberapa jauh kewajiban-kewajiban ini meluas' dalam konteks alat pelatihan dan 'apa konsekuensi dari kegagalan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban itu' melebihi batasan kata dari artikel ini. Riset yang komprehensif tentang isu-isu penting akan berguna. 59 Ketentuan ini didasarkan pada aturan kebiasaan pacta sunt servanda sebagaimana tercantum dalam Pasal 26, Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian, 23 Mei 1969, 1155 UNTS 331. 60 Menurut Komentar Pasal 1 GCI, hal. 26, 'jika bermaksud untuk menjaga kehikmatan perjanjiannya, Negara mesti mempersiapkan terlebih dahulu, yaitu di masa damai, hukum, materi atau cara lain untuk penegakan Konvensi dan ketika peristiwa itu terjadi'. Lihat juga, Komentar AP I, hal. 41; Commentary GCIV, hal. 16, Commentary GCIII, hal. 18; Commentary GCII, hal. 25. Menurut Pasal 1 (1) Protokol Tambahan I untuk Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, dan Berkaitan dengan Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Internasional (Protokol I), 8 Juni 1977, 1125 UNTS 3 (mulai berlaku 7 Desember 1978) (selanjutnya 'AP I'), penghormatan seperti itu diperlukan 'dalam segala situasi' 55

16

Untuk menyimpulkan bagian ini, penting untuk dicatat bahwa pertanyaan tentang apakah negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa aturan tentang penggunaan kekuatan, dan perlakuan terhadap orang yang berada di tangan musuh yang benar-benar terintegrasi ke dalam video game bukan hanya teori. Penggambaran pelanggaran hukum bukan hal yang tidak biasa dalam video game. Sebuah penelitian di Swiss tahun 2009 terhadap video-video game populer61 mengidentifikasi pelanggaran yang sering digambarkan HHI. Di antaranya adalah: pelanggaran prinsip-prinsip pembedaan dan proporsionalitas; penghancuran besar-besaran pada harta benda penduduk sipil dan/atau cedera atau kematian warga sipil yang tidak terkait militer; dan sengaja mengarahkan serangan terhadap warga sipil atau objek sipil, termasuk bangunan keagamaan.62 Penelitian ini mendapati bahwa perlakuan kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat atau penyiksaan adalah hal-hal yang sering digambarkan dalam video game dalam konteks interogasi.63 Penelitian yang sama menemukan bahwa serangan langsung terhadap warga sipil yang tidak berpartisipasi secara langsung dalam permusuhan adalah hal yang sering digambarkan.64 Para korban sebagian besar sandera atau warga sipil yang tinggal di desa - tidak hanya korban insidental: mereka yang langsung ditargetkan. Hanya dalam satu permainan perilaku seprti ini mendapat hukuman.65 Memang, kegagalan untuk mematuhi prinsip pembedaan terjadi dalam berbagai permainan. Salah satu contoh adalah penggunaan amunisi, termasuk tembakan dari tank dan bom curah66 yang efeknya tidak pandang bulu67 saat mereka dikerahkan di daerah padat penduduk. Dalam Medal of Honour Airborne, senjata yang tidak bisa membedakan antara kombatan dan warga sipil di daratan dikerahkan dalam operasi udara di area perkotaan.68 Beberapa permainan juga memungkinkan pemain untuk menembak tentara yang terluka yang tidak ikut berperang atau menyaksikan orang lain melakukannya.69 Ada banyak juga yang

F. Castillo, catatan kaki 51 Hanya dalam sebuah permainan, Call of Duty 4 (Modern Warfare), menyerang gereja mengakibatkan berakhirnya misi (game over). Menyerang mesjid tidak pernah memicu akibat seperti ini. Ibid., hal. 24. 63 Dengan demikian, interogasi diakhiri dengan eksekusi ekstrayudisial. Ibid., hal. 42. 64 Ibid., hal. 42. 65 Tom Clancy Rainbow 6 Vegas. Lihat ibid., hal. 37. 66 Contoh-contoh termasuk World in Conflict dan Frontlines: Fuel of War. Lihat ibid., Hal. 30-31. Konvensi tentang Bom Curah Mei 2008 (terbuka untuk penandatanganan sejak 3 Desember 2008) melarang penggunaan bom curah oleh negara-negara pihak. Namun, penggunaannya dalam situasi di mana warga sipil dan kombatan tanpa pandang bulu ditargetkan selalu dilarang. 67 Untuk hukum yang berlaku lihat Konvensi Pelarangan atau Pembatasan Penggunaan Senjata tentang Penggunaan Senjata Konvensional Tertentu yang dapat dianggap Melukai Secara Berlebihan atau memiliki Efek Membabi Buta (mulai berlaku 2 Desember 1983) 1342 UNTS 137. 68 F. Castillo, catatan kaki 51, hal. 34 dan 42. 69 Ibid., hal.15–16, 42. Permainan yang relevan termasuk: Call of Duty 5 (World at War), Call of Duty: ModernWarfare 3, ARMA II, Call of Duty: Modern Warfare 2, Call of Duty: Black Ops. Lihat juga, 24, The Game. 61 62

17

menghasilkan konsekuensi yang tidak konsisten ketika pemain menargetkan warga sipil atau terlibat dalam perilaku lain yang merupakan pelanggaran dalam konflik bersenjata yang nyata.70 Para penulis artikel ini telah mengidentifikasi berbagai contoh lainnya dalam video game, perilaku yang merupakan pelanggaran dalam konflik bersenjata yang nyata. Di antaranya adalah: menembaki unit medis berlogo Palang Merah, Bulan Sabit Merah, atau Kristal merah atau penyalahgunaan lambang tersebut; penghancuran objek sipil yang tampaknya tidak proporsional; penggunaan ranjau darat antipersonil, melepaskan kalung identitas dari kombatan musuh yang tewas sebagai trofi, penggunaan senjata berat di daerah padat penduduk tanpa memperhatikan aturan tentang tindakan pencegahan dalam serangan, dan serangan terhadap objek sipil yang mungkin melibatkan kematian warga sipil tak terlihat yang tak terhitung banyaknya.71 Dua masalah terakhir digambarkan dalam video game Battlefield 3. Dalam satu adegan, seluruh lantai dari sebuah hotel bertingkat dihancurkan agar bisa membunuh seorang penembak jitu. Tantangan norma-norma kemanusiaan Hanya dengan bermain video game tidak menimbulkan pelanggaran HHI atau HHAMI oleh pemain. Sebenarnya sudah jelas, seorang pemain tidak melakukan tindak pidana dengan menekan tombol untuk mengaktifkan karakter dalam video game untuk melakukan penyiksaan atau eksekusi: video game adalah fantasi. Selain itu, tidak ada keharusan atau cara untuk mengambil tindakan hukum terhadap para pemain dalam situasi seperti itu. Konflik bersenjata, menurut definisi, adalah lingkungan penuh kekerasan di mana peserta atau kombatan mungkin menerapkan tingkat kekerasan tertentu untuk memaksa musuh agar menyerah. Penggambaran kekerasan dalam video game, pada hakekatnya, bukanlah masalah. Namun, dalam pandangan kami, video game menimbulkan dua tantangan penting bagi norma-norma kemanusiaan. Yang pertama adalah kecenderungannya meremehkan pelanggaran terhadap hukum. Tak kalah penting adalah efeknya yang berpotensi merusak persepsi kerangka normatif antara para pemain (yang termasuk kombatan saat ini dan masa depan, pengemuka pendapat, anggota parlemen, pengambil keputusan, dan masyarakat umum).

Pesan yang disampaikan oleh video game dan tantangan-tantangan kemanusiaan

Misalnya, dalam berbagai adegan dalam permainan Call of Duty, penyiksaan tawanan tidak menimbulkan hukuman, sedangkan pada permainan lainnya, menembak warga sipil menyebabkan 'game over'. 71 Contohnya, Call of Duty games berlatar Paris dan Tehran. 70

18

Dalam debat ini perlu, pertama-tama, untuk melihat lebih dekat pada pesan yang disampaikan video game. Dengan demikian, efek mereka yang berpotensi merusak persepsi, dan menghormati, aturan dasar HHI - terutama mereka yang mengatur penggunaan kekuatan dan kewajiban untuk menghindarkan warga sipil dan kombatan yang terluka - dapat dipahami dengan lebih baik. Bagian ini menyoroti beberapa pesan yang disampaikan video game, serta upaya-upaya positif oleh industri video game untuk mengatasi masalah persepsi. Beberapa pesan yang disampaikan oleh video game menjadi perhatian khusus justru karena mereka mencerminkan dan memperkuat ide-ide tertentu yang menimbulkan tantangan langsung terhadap HHI. Contoh-contoh penting meliputi: perang adalah zona bebas hukum; tujuan menghalalkan sarana; sarana dan metode perang yang tidak terbatas; apa pun yang tampak hidup di medan perang akan ditembak tanpa ada perbedaan; kalung identitas adalah trofi, dan staf serta fasilitas medis dapat diserang. Perang adalah zona bebas hukum Dalam banyak video game, menimbulkan cedera atau kematian adalah hal yang normal dan satusatunya pilihan yang tersedia. Bebas dari hukum adalah norma dan hukum yang berlaku untuk situasi yang digambarkan dalam permainan ini yang jarang, jika pernah, diakui atau diberlakukan. Salah satu hasilnya adalah tidak adanya humanitas dalam video game. Dalam konflik bersenjata kontemporer, tantangan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan bukanlah hasil dari kurangnya peraturan, tapi kurangnya rasa hormat terhadap aturan. Meraih penghormatan yang besar, pelaksanaan, dan penegakan HHI tetap merupakan tantangan yang tak pernah hilang bagi komunitas internasional dan prioritas ICRC yang konstan. Ini adalah tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat konflik, negara atau bukan negara, tetapi juga memerlukan aksi dari negara-negara di masa damai. Selain itu, sanksi yang bersifat disipliner atau pidana harus digunakan.72 Tujuan menghalalkan sarana Beberapa video game mengharuskan pemain untuk menyaksikan atau berpartisipasi dalam adegan grafis penyiksaan dan/atau pembunuhan tawanan musuh agar bisa meneruskan permainan.73

ICRC, Hukum Humaniter Internasional dan Tantangan Konflik Bersenjata Kontemporer, Konferensi Internasional ke-30 Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, Oktober 2007, ICRC, hlm 30-31, tersedia di: http://www.icrc.org/eng/assets/files/2011/ 30ic-8-4ihl-challenges-report-annexes-eng-final.pdf (kunjungan terakhir 10 Januari 2012). 73 Dalam Call of Duty: Black Ops, pemain menonton eksekusi kejam tawanan perang. Dipaksa untuk berlutut dan mengemis belas kasihan dari algojo, semua tahanan ditembak di kepala, kecuali yang terakhir - yang terbunuh dengan pisau. Pada contoh lain dalam Call of Duty: Black Ops, pemain harus mengambil bagian dalam suatu tindak penyiksaan (mereka harus memberikan perintah untuk si jagoan agar memukul wajah tahanan yang di dalam mulutnya terdapat pecahan kaca yang sebelumnya dimasukan). 72

19

Dalam kehidupan nyata, perilaku tersebut sangat dilarang setiap saat menurut HHAMI74 maupun HHI75. Dalam banyak video game, pejuang musuh digambarkan sebagai penjahat berbahaya yang terlebih dahulu melanggar aturan. Mereka sering dicap 'teroris' yang pantas diperlakuan secara brutal termasuk eksekusi atau penyiksaan. Tantangan terakhir HHI adalah kecenderungan negara-negara melabeli semua tindakan perang yang dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata, terutama dalam konflik bersenjata noninternasional, sebagai teroris.76 Hal ini telah menciptakan kebingungan dalam membedakan antara tindakan perang yang legal, termasuk tindakan demikian yang dilakukan oleh pemberontak dalam negeri terhadap sasaran militer, dan tindak terorisme.77 Metode perang yang tidak terbatas Di antara senjata yang tersedia bagi pemain di banyak video game adalah alat peledak yang meledak karena kehadiran atau kedekatan musuh atau kontak fisik. Di medan perang dan dari segi hukum, perangkat tersebut akan dianggap sebagai ranjau anti-personil.78 Saat ini, sekitar 160 negara telah berkomitmen untuk melarang senjata ini dari peraturan militer mereka. Sejak penggunaan Konvensi Ottawa lima belas tahun yang lalu. Kemajuan substansial telah dibuat sebagai tanggapan terhadap masalah kemanusiaan yang ditimbulkan oleh ranjau-ranjau tersebut yang terus membunuh dan melukai jauh setelah perang berakhir. Namun demikian, tantangan besar tetap ada, terutama dalam menghilangkan ranjau yang tersisa dan meringankan penderitaan ratusan ribu yang terluka beserta keluarga mereka. Pada tahun 2009, selama Konferensi Tinjauan Kedua Konvensi Ottawa, negara menggunakan rencana aksi yang berisi

ICCPR, Pasal 7; Konvensi untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Fundamental, Pasal 3; CAT, Pasal 2. Pasal 3 Ketentuan Umum yang sesuai dengan keempat Konvensi Jenewa 1949 melarang penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi, merendahkan, atau memalukan. Lihat juga, Pasal 50, 51, 130 dan 147 dari keempat Konvensi Jenewa masingmasing, Pasal. 75 dari AP I, Pasal 4 dari AP II, dan Studi CIHL, aturan 90. 76 Tidak ada definisi hukum yang disepakati bersama tentang 'terorisme'. Lihat Protokol Tambahan II (APII), Pasal 4 (2) (d). Selain itu, kedua Protokol Tambahan Konvensi Jenewa melarang tindakan yang bertujuan untuk menyebarkan teror di kalangan penduduk sipil. Lihat API, Pasal 51 (2), dan AP II, Pasal 13 (2). Untuk diskusi tentang HHI dan terorisme, lihat ICRC, "Hukum kemanusiaan internasional dan terorisme: pertanyaan dan jawaban', 2011, tersedia di: http://www.icrc.org/ eng/resources/documents/faq/terrorism-faq-050504.htm (kunjungan terakhir 10 Januari 2012). 77 Lihat ICRC, catatan kaki 72, hal 6-7. HHI dasarnya membedakan antara dua kategori orang dalam konflik bersenjata, anggota angkatan bersenjata dan warga sipil. Sedangkan yang kedua dilindungi setiap saat, kecuali dan hanya saat seperti mereka berpartisipasi langsung dalam perang, yang pertama hanya dilindungi dari serangan ketika mereka tidak sedang berperang (karena sakit, cedera, menyerah, atau tertangkap). Dalam konflik bersenjata kontemporer ada pengaburan fungsi sipil dan militer. Salah satu contoh adalah keterlibatan lembaga sipil (misalnya, Program pesawat tak berawak CIA) dalam operasi militer. Hal ini menyoroti kesulitan lain saat berkaitan dengan membedakan antara warga sipil dan militer: masalah warga sipil yang berpartisipasi langsung dalam perang. 78 Konvensi tentang Pelarangan Penggunaan, Penimbunan, Produksi dan Transfer Ranjau Anti-Personil serta pemusnahannya, 18 September 1997, Pasal 2. 74 75

20

komitmen kuat untuk meningkatkan kerja di bidang bantuan untuk korban, pemusnahan persediaan senjata, dan pembersihan ranjau.79 Apa pun yang tampak hidup di medan perang akan ditembak tanpa ada perbedaan Dalam banyak permainan first person shooter, penggunaan kekuatan menyerupai olahraga. Alihalih permainan berburu hewan liar, pemain justru berburu manusia virtual. Karena sebagian besar medan perang virtual tak dihuni warga sipil, benda hidup apa pun dianggap musuh.80 Ketika mereka terluka, kombatan musuh biasanya tidak menghentikan pertarungan dengan demikian membenarkan pembunuhan yang mereka lakukan. HHI dasarnya membedakan dua kategori orang dalam konflik bersenjata: kombatan dan warga sipil. Sementara warga sipil dilindungi setiap saat, kecuali dan hanya untuk waktu saat mereka mengambil bagian langsung dalam perang, kombatan dilindungi saat mereka keluar dari pertempuran karena sakit, cedera, penangkapan, atau menyerah. Dalam konflik bersenjata kontemporer ada pengaburan fungsi sipil dan militer. Dan juga kesulitan membedakan antara warga sipil dan militer saat ada warga sipil yang secara langsung ikut serta dalam pertempuran.81 Kalung identitas sebagai trofi Dalam video game terbaru82, pemain harus mengambil kalung identitas (dog tag) dari pejuang musuh mereka yang telah dibunuh dalam rangka untuk mensahkan pembunuhan yang mereka lakukan dan menjadi penghargaan. Dalam perang, banyak orang menghilang, menyebabkan penderitaan dan ketidakpastian bagi keluarga dan teman-teman mereka karena tubuh mereka tidak dapat diidentifikasi. HHI dan HHAMI meminta pihak-pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata untuk mengambil langkah-langkah dalam memastikan bahwa orang tidak akan hilang. Misalnya, para pejuang harus membawa dokumen identitas yang tepat83 sehingga nasib mereka dapat dipastikan. Pengambilan salah satu kalung identitas Tentang ranjau anti personil lihat, contohnya, website ICRC, tersedia dari: http://www.icrc.org/eng/war-and-law/weapons/antipersonnel-landmines/index.jsp (kunjungan terakhir 25 Mei 2012). 80 Satu pengecualian adalah adegan yang dapat dimainkan dalam Call of Duty: Modern Warfare II yang mencakup pembunuhan massal warga sipil di bandara (meskipun adegan ini tidak terjadi di medan perang yang sesuai). Pemain dapat berpartisipasi dalam pembunuhan tersebut tanpa hukuman. 81 Untuk konsep 'partisipasi langsung dalam perang' lihat juga, Nils Melzer, Pedoman Interpretasi tentang Konsep Partisipasi Langsung dalam Permusuhan menurut Hukum Humaniter Internasional, ICRC, Jenewa, 2009. 82 Termasuk, khususnya, Call of Duty: Modern Warfare 3 dan Call of Duty: Black Ops 2. 83 Kartu identitas adalah dokumen dasar dimana status dan identitas orang-orang yang jatuh ke tangan pihak-pihak lawan dapat ditentukan, dan harus dikeluarkan oleh negara si tawanan perang (GC III, pasal 17). Minimal berisi nama keluarga si pemilik, nama pertama, tanggal lahir, nomor seri atau informasi yang setara, pangkat, golongan darah, dan faktor Rhesus. Informasi opsional lebih lanjut, kartu identitas juga dapat berisi deskripsi, kebangsaan, agama, sidik jari atau foto si pemegang, atau tanggal kadaluwarsa. Sejalan dengan langkah ini, pemerintah diminta untuk mengeluarkan kartu identitas khusus untuk personil militer yang melaksanakan tugas khusus atau untuk kategori tertentu dari warga sipil, Pihak berwenang dapat melengkapi langkah-langkah di atas dengan menyediakan kalung identitas (GC I, Pasal16;. GC II , Pasal 19). Kalung identitas dikenakan permanen di leher dengan rantai atau tali. Kalung ini berbentuk satu lempengan atau dua yang dibuat, sejauh mungkin, tahan 79

21

adalah sah menurut HHI agar bisa disebarkan oleh Biro Informasi Nasional atau Badan Pelacak Pusat. Sedang yang satunya harus tetap ada bersama jasadnya untuk memudahkan identifikasi. Pada tahun 2003 ICRC menyelenggarakan konferensi internasional untuk mengatasi tragedi tersembunyi ini dan mencari cara untuk membantu keluarga dan masyarakat yang terkena dampaknya. Pada tahun 2006 Majelis Umum PBB menggunakan Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Staf dan fasilitas medis bisa diserang Pesan lain yang dikirim oleh beberapa video game adalah bahwa penargetan langsung staf dan fasilitas medis adalah hal yang normal dan tidak memicu konsekuensi (Gambar 3).84 Kesan tersebut dipertegas ketika petugas medis dalam video game diberi peran ofensif dan persenjataan, termasuk peluncur granat.85 Dalam konflik bersenjata yang nyata, ribuan orang terluka dan sakit ditolak mendapatkan perawatan kesehatan yang efektif ketika: rumah sakit rusak oleh senjata peledak atau ada pemaksaan masuk oleh pejuang; ambulans yang dibajak; dan petugas kesehatan yang diancam, diculik, terluka, atau dibunuh. Masalahnya sangat akut dalam perang saat ini sehingga ICRC menjalankan kampanye Perawatan Kesehatan dalam Bahaya secara global untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah kemanusiaan ini.86

lama, berbahan stainless yang tahan terhadap kondisi medan perang. Tulisan yang terukir di sana sama dengan yang terdapat pada kartu identitas dan tak mudah terhapus dan tahan di segala cuaca. 84 Logo Palang Merah menjadi identik dengan 'perawatan kesehatan' dalam video game pada perilisan Doom pada tahun 1993. Dalam ARMA II, logo Palang Merah, Bulan Sabit Merah, dan Kristal Merah terlihat jelas (Gambar 5). Kendaraan lapis baja dipasangi logo tidak membawa senjata, namun hanya peralatan medis. Namun, unit 'kecerdasan artifisial' yang dikendalikan oleh permainan tidak bisa membedakan antara orang-orang dan benda-benda yang memasang logo pelindung dan dan yang tidak berlogo. Dalam permainan Crisis 2, pemain dapat menyerang ambulans tanpa dihukum. Tidak ada peringatan atau hukuman yang dipicu oleh serangan terhadap ambulans. 85 Dalam permainan multiplayer setiap pemain memilih kelas atau fungsi. Selain penembak jitu, pasukan khusus, atau insinyur juga sering ada perawat atau petugas medis tempur yang berfungsi untuk menyembuhkan atau menyelamatkan kawan yang jatuh tertembak. Perawat, kadang-kadang berpakaian putih dan mengenakan lambang Palang Merah (atau warna lain), umumnya dilengkapi dengan senjata ringan dengan jangkauan pendek, memiliki keterampilan ofensif yang baik ketika melakukan fungsi tempur. Permainan tersebut mengirim beberapa pesan yang tidak akurat tentang aturan perang (misalnya logo pelindung dapat dipakai oleh orang-orang dengan peran tempur ofensif, dan serangan terhadap tenaga medis bisa diterima). 86 Lihat ICRC, Health Care in Danger: A Sixteen-Country Study, ICRC, Jenewa, 2011, tersedia di: http://www.icrc.org/eng/ assets/files/reports/4073-002-16-country-study.pdf (kunjungan terakhir 2 Agustus 2012). Negara-negara dan Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Nasional dengan suara bulat mengeluarkan resolusi tentang masalah ini pada Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Lihat 'Resolusi 5, Pelayanan Kesehatan dalam Bahaya: Menghormati dan Melindungi Perawatan Kesehatan', dokumen disiapkan oleh ICRC, yang digunakan pada Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-31, Jenewa, 28 November-1 Desember 2011

22

Gambar 3. Dalam permaianan Crysis 2, pemain bisa menyerang ambulans tanpa impunitas. Tak ada peringatan atau hukuman yang diterima karena telah menyerang ambulans. © ICRC, Thierry Gassmann. Inovasi oleh industri video game menangani tantangan kemanusiaan Selama tahun-tahun terakhir sejumlah inisiatif telah diambil oleh para desainer game untuk mengatasi beberapa masalah yang disorot di atas. Ini menunjukkan keinginan untuk 'melakukan hal yang benar'.87 Inovasi meliputi: penghapusan warga sipil dari video game, pengenalan aturan dan hukuman, penegakan prinsip pembedaan, penyediaan pilihan lain selain pembunuhan, penghapusan logo Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, dan masuknya peringatan dan pembatasan sasaran kepada para pemain. Penghapusan warga sipil dalam video game Setelah mengamati bahwa pemain menembak warga sipil yang tak berdosa di video game 'hanya karena mereka mampu', pencipta Battlefield 3 memutuskan untuk menghapus semua warga sipil dari permainan mereka dan mengesampingkan masalah karakteristik.88 Namun, solusi yang agak radikal ini

Lihat misalnya perubahan antara Battlefield 1 dan 3. Dalam versi yang lebih baru, pemain tidak perlu melihat atau melakukan penyiksaan. 88 Alec Meer, ‘Why you can’t shoot civilians in Battlefield 3’, wawancara dengan Patrick Bach CEO of DICE, dalam Rock, Paper Shotgun, 30 Agustus 2011, tersedia di: http://www.rockpapershotgun.com/2011/08/30/whyyou-cant-shoot-civilians-in-battlefield3/ (kunjungan terakhir 2 Agustus 2012). 87

23

menyebabkan beberapa penggambaran konflik perkotaan yang tidak realistis, termasuk pertempuran yang terjadi di pusat-pusat kota yang tak memiliki warga sipil.89 Pengenalan pada aturan dan hukum Dalam upaya untuk mencerminkan realitas medan, beberapa desainer video game telah menciptakan aturan dan hukuman dalam skrip. Dengan demikian mereka memiliki aspek-aspek hukum terpadu yang berlaku selama konflik bersenjata yang nyata. Dalam beberapa permainan, karakter-karakter dihukum karena membunuh warga sipil. Sebagai contoh, di Dar al-Fikr - Under Ash, diproduksi oleh kreator Suriah Under Siege, menembak warga sipil memicu kehilangan poin atau 'permainan berakhir'. Di Rainbow Six: Vegas, pembunuhan 'berlebihan' atas warga sipil dihukum dengan menghapus pemain dari komando.90 Dalam ARMA II, pemain dapat menembak warga sipil tak bersenjata. Namun, jika mereka bertahan dengan perilaku seperti itu mereka akhirnya akan ditembak oleh tentara dari pihak mereka sendiri.91 Penegakan prinsip pembedaan Dalam Call of Duty – Modern Warfare 3, mayoritas tentara musuh digambarkan mengenakan seragam dan lambang yang berbeda, dan bertindak terutama dalam batasan-batasan HHI. Dalam bagian-bagian cerita di mana mereka tidak mengenakan seragam, pejuang musuh jelas bersenjata dan berniat membahayakan pemain, tidak menimbulkan kebingungan menyangkut yang mana target dan yang mana yang bukan target yang sah.92 Penyediaan pilihan lain selain membunuh Sementara HHI mengijinkan penggunaan kekuatan mematikan terhadap pejuang musuh dan sasaran militer,93 pihak-pihak yang terlibat konflik bersenjata bebas untuk mencapai tujuan militer mereka tanpa beralih ke penggunaan kekuatan mematikan. Dalam upaya untuk lebih mencerminkan realitas, beberapa permainan menyertakan pilihan, selain membunuh musuh, untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam video game Hizbullah, Special Force 2, tujuan-tujuannya termasuk menangkap tentara musuh. Sementara warga sipil mungkin tidak terlihat dalam permainan, maka sulit untuk membayangkan konflik bersenjata yang terjadi di pusat kota Teheran (Battlefield 3) atau Paris (Call of Duty: Modern Warfare 3 dan Battlefield 3) tanpa warga sipil yang hadir. 90 F. Castillo, catatan kaki 51, hal. 37. 91 Alternatif untuk penggunaan kekuatan mematikan terhadap pasukan ramah termasuk memungkinkan pemain untuk menangkap dan menyidang tentara yang melakukan kejahatan perang. Tantangan bagi desainer adalah untuk menemukan cara menerapkan perubahan tersebut tanpa mempengaruhi aliran permainan. 92 Tidak seperti versi awal game-game ini, Call of Duty 4 dan Halo 3 juga mengintegrasikan perubahan untuk menghindari penyalahgunaan lambang. Misalnya, logo Palang Merah tidak lagi digunakan dalam permainan ini sebagai indikator bagaimana pemain bisa memulihkan diri dan memperbaiki kesehatan mereka. 93 Tunduk selalu pada aturan tentang pembedaan, proporsionalitas, dan tindakan pencegahan. 89

24

ARMA II adalah satu-satunya permainan, yang diketahui oleh penulis, yang mencakup 'pilihan menyerah' untuk pemain atau pasukan musuh.94 Dalam Under Siege jagoan menyelamatkan pasukan Palestina yang terluka karena ditembak oleh musuh. Menghilangkan logo Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Dalam beberapa video game, logo pelindung Palang Merah dan Bulan Sabit Merah diganti dengan alternatif (biasanya biru, hijau, atau salib putih).95 Namun demikian, menggantikan logo pelindung dengan simbol lain tidak mengubah fakta bahwa tenaga medis dan relawan yang terlibat dalam tugas-tugas medis harus selalu dihormati dan dilindungi, kecuali mereka melakukan, di luar fungsi kemanusiaan mereka, tindakan berbahaya bagi musuh.96 Peringatan dan batasan target Inovasi lain dalam desain game adalah dimasukkannya peringatan untuk pemain terhadap tindakan-tindakan yang dapat ditafsirkan sebagai pelanggaran HHI jika itu terjadi dalam konflik bersenjata yang nyata. Dalam Call of Duty - Modern Warfare 3, pembuat game telah menambah panjang durasi dalam Versi 3 untuk menghindarkan warga sipil dan infrastruktur sipil dijadikan target (fitur Versi 1).97 Bila obyek sipil menjadi sasaran militer, permainan akan menjelaskan alasannya. Ketika warga sipil berada di jalur tembak, seorang komandan tak terlihat akan mengumumkan bahwa mereka adalah warga sipil dan menginstruksikan pemain untuk menahan tembakan atau tetap menembak dengan hati-hati. Jika pemain memilih untuk menembak seorang warga sipil, misi langsung berakhir dalam kegagalan dan permainan menjelaskan alasannya.98

Bertentangan langsung dengan IHL, aturan umum dalam video game adalah bahwa 'tidak ada yang menyerah' pada pejuang musuh. Tidak ada persyaratan untuk melepaskan musuh jika mereka tidak dapat ditahan. Seperti disebutkan di atas, dalam permainan yang diuji oleh ICRC, korban terluka umumnya berjuang atau mencoba untuk melawan dengan senjata api. Lainnya hanya menunggu sampai mereka dibunuh oleh musuh. Dalam beberapa adegan(yang tak dapat dimainkan), pejuang yang terluka ditembak ketika mencoba untuk menyerah. 95 Pengecualian adalah ARMA II, yang meliputi tiga lambang pembeda dari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. 96 Ketika mereka membawa dan menggunakan senjata ringan untuk membela diri atau untuk melindungi yang terluka dan sakit di bawah penanganan mereka, tenaga medis tidak kehilangan perlindungan yang menjadi hak mereka. Yang terluka dan sakit di bawah perawatan mereka tetap dilindungi bahkan jika tenaga medis sendiri kehilangan perlindungan. Lihat AP I, Pasal 13, aturan 25 dan 28 dari Studi Hukum Kebiasaan ICRC (lihat juga hal. 85 dari komentar untuk aturan 25, dalam Studi Hukum Kebiasaan ICRC, catatan kaki 52). 97 Untuk beberapa adegan bermasalah di Versi 1 Call of Duty - Modern Warfare 3, lihat F. Castillo, catatan kaki 51, hal. 23-25 98 Inovasi tersebut menunjukkan keterlibatan penasihat militer dan/atau badan hukum dalam desain game. Lihat juga, Dave Their, ‘The real soldier behind the ‘Call of Duty’ games’, in The Washington Post, 19 Oktober 2010, tersedia di: http://www.aolnews.com/2010/10/19/the-real-soldier-behind-the-call-of-duty-games/ (kunjungan terakhir 30 Juli 2012). 94

25

Gambar 4. Eksekusi tawanan dalam Call of Duty : Modern Warfare II. Pemain harus melihat adegan yang tak dapat dimainkan ini untuk melangkah lebih jauh dalam permainan. Tidak ada hukuman, peringatan, atau konsekuensi yang menyertai adegan ini. © ICRC, Thierry Gassmann. Inisiatif ICRC Atas dasar pengalaman lapangan dan penelitian,99 ICRC telah sampai pada kesimpulan bahwa perilaku lebih efektif diubah dengan memodifikasi kondisi lingkungan yang mempengaruhinya dibandingkan langsung mencoba untuk mengubah pendapat, sikap, atau pandangan masyarakat. Dengan demikian, kegiatan ICRC bertujuan untuk mencegah penderitaan manusia akibat konflik bersenjata dan situasi kekerasan lain dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menghormati kehidupan dan martabat orang yang terkena dampak konflik bersenjata dan situasi kekerasan lain, dan menghormati kerja-kerja kemanusiaan. Sehubungan dengan video game dan perilaku individu, tidak ada dasar ilmiah konklusif untuk menghubungkan pelanggaran HHI yang terjadi dalam kehidupan nyata dengan pelanggaran yang digambarkan dalam video game. Meskipun demikian, ia berpendapat bahwa meluasnya penggunaan video game memiliki potensi untuk menurunkan rasa mudah terpengaruh dari pemain akan keberadaan aturan tentang penggunaan kekerasan. 99

D. Muñoz-Rojas dan J.-J. Frésard, catatan kaki 33

26

Gambar 5. Logo Palang Merah, Bulan Sabit Merah, dan Crystal Merah jarang ditampilkan dalam video game saat ini. Pengecualian adalah ARMA II. Pada potongan gambar ini, petugas medis merawat seorang pejuang terluka dekat dengan pos medis dan kendaraan yang ditandai logo Palang Merah dan Kristal Merah. © Bohemia Interactive. Mengingat potensi video game untuk menyampaikan pesan-pesan baik positif dan negatif kepada pemain tentang perilaku apa yang diperbolehkan selama konflik bersenjata, ICRC khawatir bahwa berbagai video game menganggap remeh perilaku keji seperti penyiksaan dan eksekusi (Gambar 4). Rilisan baru terus memungkinkan pemain untuk melakukan, tanpa hukuman, tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap HHI jika itu terjadi dalam konflik bersenjata yang nyata. Pada tahun 2011, ICRC mengundang negara-negara dan Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Nasional untuk mempresentasikan sebuah video game yang menggambarkan konflik bersenjata kontemporer. Sebuah film pendek, menyorot adegan dari beberapa video game paling populer di dunia, termasuk lisensi Medal of Honor, Call of Duty, dan ARMA, menciptakan diskusi yang hidup, baik pada acara tersebut dan maupun secara online, tentang apakah aturan HHI harus diintegrasikan ke dalam video game. Dalam membangkitkan keprihatinan tersebut, ICRC telah menekankan bahwa mereka tidak mengusulkan larangan penggambaran kekerasan dalam video game. Juga tidak menyerukan peraturan lebih lanjut bagi industri video game. Adapun paradoks yang mungkin muncul, ICRC tidak menganjurkan video game di mana pelanggaran dilarang. Pelanggaran terjadi di medan perang yang nyata dan karena itu mungkin juga berlangsung di video game. Namun, ICRC tidak meminta penggambaran medan perang mencerminkan realitas. Beberapa rilisan terbaru, termasuk ARMA II (lihat Gambar 5), merupakan suatu pergeseran penting ke arah ini. Hal ini memerlukan penggambaran operasi militer yang diatur oleh hukum dan adanya warga sipil dan objek sipil 27

sehingga prinsip-prinsip pembedaan dan proporsionalitas dapat dipahami dengan baik dan dihormati. Pemain yang menjalankan peran kombatan harus menghadapi dilema dan tantangan yang sama seperti yang dirasakan kombatan nyata. Karakter yang melanggar aturan dalam video game harus dikenakan sanksi dan hukuman seperti kombatan nyata. Mengingat langkah-langkah positif yang telah diambil oleh beberapa desainer untuk mengintegrasikan aspek aturan yang mengatur penggunaan kekuatan, ICRC, bersama dengan sejumlah Perhimpunan Palang Merah Nasional, berusaha untuk bekerja sama dengan industri untuk mempengaruhi sejumlah besar video game. Tujuan keseluruhan adalah untuk melihat perubahan perilaku pada bagian dari industri yang membawa pada tambahan, dalam video game baru atau versi baru dari yang sudah ada, hukuman untuk pelanggaran aturan perang, ketika pelanggaran tersebut mungkin dalam parameter permainan. Sejak pembentukannya pada tahun 1863, ICRC telah memperoleh pengalaman langsung yang luas dari konflik bersenjata dan situasi kekerasan bersenjata. Berkat kerja sama dengan pemerintah, kelompok bersenjata non-negara, militer, polisi, dan lain-lain untuk menggunakan langkah-langkah pencegahan untuk menghormati hukum, ICRC dapat menawarkan saran yang berguna untuk industri dalam usaha mereka. Bersama dengan Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Nasional yang prihatin, ia memulai dialog dengan produsen game, desainer, dan pemain mengenai produksi game yang lebih realistis yang mengintegrasikan hukum dan karena itu para pemain saat ini menghadapi dilema yang sama seperti yang dihadapi oleh tentara di medan perang kontemporer. Hasil dari inisiatif ini akan diukur dengan konten video game yang dirilis pada Desember 2013. Tujuannya bukan untuk merusak kenikmatan pemain dengan, misalnya, mengganggu permainan dengan pop-up teks yang berisi daftar ketentuan hukum atau menguliahi para pemain tentang aturan perang. Sebaliknya, tujuannya adalah untuk melihat peraturan yang mengatur penggunaan kekuatan diintegrasikan ke dalam video game sehingga pemain dapat memiliki pengalaman yang benar-benar realistis dan menghadapi secara langsung prinsip-prinsip pembedaan (dengan memverifikasi sifat target), proporsionalitas (dengan memilih jalannya tindakan yang akan menyebabkan cedera paling sedikit pada warga sipil dan harta benda mereka), dan tindakan pencegahan (dengan memutuskan apakah serangan dapat dilanjutkan atau harus ditunda atau dibatalkan). Akibatnya, orang dan obyek yang dilindungi oleh HHI perlu disertakan jika permainan ini adalah untuk mencerminkan realitas konflik bersenjata. Sebagai contoh, pendekatan yang lebih realistis untuk masalah rasa hormat terhadap unit medis dan terhadap penggunaan logo pelindung akan mempertahankan logo Palang Merah dan Bulan Sabit

28

Merah dalam permainan video, menyorot fungsi pelindung dan indikasi mereka,100 dan memperkenalkan hukuman bila pemain menyerang petugas medis, transportasi medis, dan rumah sakit yang menampilkan logo. Sanksi juga harus berlaku jika pemain menyalahgunakan atau memanipulasi logo (misalnya, dengan mengangkut senjata ke garis depan menggunakan ambulans atau meluncurkan serangan dari ambulans (kejahatan berkhianat perang).101 Inisiatif yang diambil oleh industri menunjukkan kelayakan solusi tersebut. Dalam sebuah survei terhadap para gamer, sebagian besar responden mendukung gagasan bahwa seorang pemain yang menghormati aturan perang dalam video game harus dihargai karena sudah melakukannya.102 Sebaliknya, mereka yang melanggar aturan harus dihukum. Penjualan yang tinggi dari rilisan baru yang memiliki aturan perang yang terintegrasi memberikan bukti bahwa mengintegrasikan hukum tidak akan merusak keberhasilan komersial video game.103 Kesimpulan Artikel ini berharap agar video game lebih realistis di mana pemain bisa menghadapi dilema yang sama seperti kombatan. Mengingat mekanisme bermain dalam permainan video dan nilai pedagogis mereka, dianjurkan bahwa pemain harus dihargai bila mereka menghormati hukum dan diberi sanksi jika mereka melanggarnya. Tidak diragukan lagi, video game merupakan vektor penting di mana melaluinya, peraturan yang berlaku tentang penggunaan kekerasan dan perlakuan terhadap orang-orang yang berada di tangan musuh dapat dikenali atau diabaikan. Dalam pandangan penulis, jangkauan mereka jauh melebihi pendidikan HHI dan HHAMI tradisional dan program pelatihan.104 Mereka yang memiliki keraguan tentang Lihat ICRC, Study on the Use of the Emblems: Operational and Commercial and other Non-operational Issues Involving the Use of the Emblems, ICRC, Jenewa, 2011. 101 Pasal 37 dari AP I melarang tindakan pengkhianatan atau 'mengundang kepercayaan musuh dan membuatnya agar percaya bahwa dia berhak, atau wajib menyepakati, perlindungan menurut aturan hukum internasional yang berlaku dalam konflik bersenjata, dengan maksud untuk mengkhianati kepercayaan itu'. Contoh antara lain: pura-pura menyerah atau bernegosiasi di bawah bendera gencatan senjata; pura-pura menderita cacat karena luka atau sakit; pura-pura menjadi warga sipil, berstatus non kombatan; dan pura-pura berstatus dilindungi dengan menggunakan tanda-tanda, lambang, atau seragam dari PBB atau Negara netral atau lainnya yang bukan Negara pihak yang terlibat konflik'. Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana Internasional (selanjutnya Statuta Roma), dibuka untuk ditandatangani pada 17 Juli 1998, 2187 UNTS 3 (mulai berlaku tanggal 1 Juli 2002), termasuk sebagai kejahatan perang, penyalahgunaan lambang pembeda yang menyebabkan kematian, cedera serius , serangan yang disengaja pada bangunan, material, unit medis dan transportasi dan personil dengan menggunakan lambang-lambang pembeda dari Konvensi Jenewa. Lihat Pasal 8 (2) (b) (vii) dan (xxiv), dan (e) (ii) dari Statuta Roma. 102 G. Humbert-Droz, catatan kaki 15. Menurut survei berbahasa Perancis ini, beberapa pemain tahu banyak tentang HHI. Yang tertarik dengan integrasi HHI ke video game sangat rendah. 103 Misalnya, pada tahun 2012, Call of Duty: Modern Warfare 3 (di mana pembuat permainan telah menambah durasi untuk menghindari warga sipil dan infrastruktur sipil dijadikan target- fitur Versi 1) ada pada peringkat nomor delapan dalam sepuluh game terlaris dan nomor dua di antara game first person shooter yang menggambarkan situasi pertempuran (Call of Duty, Black Ops 2 menjadi nomor satu). Lihat '10 videogame terlaris tahun 2012', catatan kaki 4. 104 Menurut McGonigal, puluhan jika tidak ratusan juta orang bermain video game setiap tahun. Lihat Jane McGonigal, ‘Gaming can make a better world’, TED Talk filmed in February 2010, available at: http://www.ted.com/talks/ jane_mcgonigal_ gaming_can_make_a_better_world.html (kunjungan terakhir 30 July 2012). Lihat juga Entertainment Software Association, Sales, 100

29

pentingnya video game dalam penyebaran norma-norma kemanusiaan hanya mau melihat ukuran industri video game dan bukan sesuatu yang lebih dalam dari itu; kesadaran yang terbatas pada HHI dan HHAMI di antara pemain video game105 dan masyarakat umum,106 sejumlah besar personil militer direkrut melalui video game; dan jumlah personil wajib militer yang memainkan video game lebih tinggi dari tingkat ratarata.107 Sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan video game memerlukan penelitian lebih lanjut. Potensi pilot drone membawa 'mentalitas PlayStation' saat bekerja dan dampak yang mungkin pada pengambilan keputusan selama operasi militer merupakan contoh penting. Yang lain adalah sifat dan ruang lingkup kewajiban HHI dan HHAMI dari negara-negara sehubungan dengan video game komersial. Adalah harapan penulis bahwa artikel ini dapat berfungsi sebagai sumber inspirasi bagi yang lain untuk menguji, secara lebih mendalam, pertanyaan ini dan yang lainnya mengenai hubungan antara video game dan norma-norma kemanusiaan.

Demographic and Usage Data: Essential Facts about the Computer and Video Game Industry, Entertainment Software Association, Washington, D.C., 2011, tersedia di: http://www.theesa.com/facts/pdfs/ESA_EF_2011.pdf (kunjungan terakhir 30 July 2012). 105 Lihat G. Humbert-Droz, catatan kaki 15 dan 102. 106 Lihat B. A. Gutierrez, S. DeCristofaro dan M. Woods, catatan kaki 18, hal. 1038 (‘banyak orang Amerika tidak pernah diajarkan tentang Konvensi Jenewa, kecuali tahu bahwa konvensi itu ada. . . dua dari lima orang muda dan satu dari tiga orang dewasa di Amerika Serikat percaya bahwa tentara Amerika yang ditahan di luar negeri bisa disiksa') 107 Lihat B. W. Knerr, catatan kaki 21.

30

Clarke Rouffaer.pdf

Saat saya memindai cakrawala untuk mencari target, lautan api membelah langit malam; percikan. warna merah dan putih yang menari-nari menerangi kota.

731KB Sizes 9 Downloads 265 Views

Recommend Documents

Niki Clarke Occupational Therapist
has considerable experience working with clients who have complex needs, enabling ... services from assessments and reports to goal-oriented rehabilitation ...

Clarke - Misterije Svijeta.pdf
154. 172. 187. 204. Arthur C. Clarke's. MYSTERIOUS WORLD. Simon Welfare & John Fairley. First published in the United Kingdom in 1980 by. William Collins Sons & Company Limited, London. Text © 1980 Trident International Television Enterprieses Ltd.

Clarke #2 - Marimba.pdf
Page 1 of 2. & C . . œ b. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. C Concert. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ.

Draft Rules - Clarke County Youth Basketball
1st round-Everybody selects in reverse order of last year's regular season final records. This order remains throughout with the exception as noted in rule 6.

Draft Rules - Clarke County Youth Basketball
1st round-Everybody selects in reverse order of last year's regular season final records. This order remains throughout with the exception as noted in rule 6 below. New teams select first. If a team's roster is filled out with returning players, it w

Clarke #2 - Trumpet in Bb.pdf
œ. œ. œ. C Concert. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ. œ.

Gilby Clarke 2007.pdf
Page 2 of 3. Daniella clarke gilby clarke pictures, photos imageszimbio. Rock. star supernova in concert at the joint getty images. Gilby clarke. pictures frankie b ...

2 Timothy by Clarke, Adam.pdf
Whoops! There was a problem loading more pages. Whoops! There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps.

Clarke - Viola Sonata - Viola.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Clarke - Viola ...

2 Thessalonians by Clarke, Adam.pdf
Silvanus, and Timotheus, who addressed the Church at Thessalonica in the. former epistle, address the same Church in this; and as three such apostolic. men were rarely long together in the same place, it is very likely that the. two epistles were wri

arthur c clarke 2001 a space odyssey pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. arthur c clarke ...