OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN KERING UNTUK TANAMAN PANGAN DI PULAU KALIMANTAN

Makalah Disusun Sebagai Syarat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Pertanian Tropika Kelas G Disusun Oleh: Pravitasari Anjar Pratiwi (141510601111)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2015

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara astronomis terletak pada 60LU-110LS dan 950BT-1440BT sehingga termasuk dalam Wilayah Tropika. Letak yang demikian menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan kegiatan di sektor pertanian. Hal tersebut didukung dengan kondisi lingkungan alam berupa kondisi iklim dan jenis tanah yang beranekaragam sehingga sangat potensial untuk dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Kondisi lingkungan alam yang mendukung sektor pertanian berupa iklim dan tanah secara umum dapat dikenal sebagai lahan. Lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian di Indonesia pada dasarnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu lahan kering dan lahan basah. Keduanya memiliki perbedaan dalam berbagai hal serta dalam pemanfaatannya untuk lahan pertanian juga tidak jarang ditemukan kendala. Lahan kering merupakan lahan yang memiliki potensi cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, mengingat arealnya yang lebih luas dibandingkan dengan lahan basah, yakni mencapai 72 juta ha dari 148 juta ha dapat dimanfaatkan untuk pertanian. Lahan kering lebih potensial untuk dikembangakan sebagai lahan pertanian walaupun dengan kendala yang sama besarnya dengan pemanfaatan lahan basah untuk pertanian. Hal ini dikarenakan penanganan untuk mengatasi kendala tersebut lebih mudah diaplikasikan dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi dibandingkan penanganan kendala pemanfaatan lahan basah. Pemanfaatan

lahan

kering

untuk

lahan

pertanian

dikembangkan

dan

dioptimalkan lanjut, utamanya untuk budidaya tanaman pangan. Hal ini diupayakan agar tercapainya ketahanan pangan bagi masyarakat Indonesia yang terus meningkat. Pengembangan dan pengoptimalan lahan kering dapat dilakukan pada area luar Pulau Jawa karena kegiatan pembangunan di area tersebut tidak sebanyak yang dilakukan di Pulau Jawa sehingga lebih lahan untuk pertanian lebih tersedia. Kalimantan merupakan pulau dengan luasan lahan kering yang paling besar apabila dibandingkan dengan pulau lain. Hal ini juga didukung oleh kondisi iklim berupa curah hujan yang cukup mampu memberikan keadaan alam yang baik untuk pertumbuhan tanaman, utamanya jenis tanaman pangan. Hal ini dibuktikan dengan tingginya

hasil

produksi

yang

dihasilkan

dari

jenis

tanaman

pangan

yang

dibudidayakan di Kalimantan. Keadaan yang demikian menunjukkan bahwa telah

dilakukan pemanfaatan lahan kering untuk budidaya tanaman pangan, akan tetapi agar tercipta keberlanjutan produksi perlu dikaji lebih dalam mengenai upaya pengoptimalan pemanfaatan lahan kering di Kaimantan untuk Budidaya Tanaman pangan agar tercapainya ketahanan pangan bagi masyarakat Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pemanfaatan lahan kering untuk pertanian tanaman pangan di Pulau Kalimantan? 2. Bagaimana pengoptimalan pemanfaatan lahan kering untuk tanaman pangan di Pulau Kalimantan? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pemanfaatan lahan kering untuk pertanian tanaman pangan di Pulau Kalimantan. 2. Untuk mengetahui usaha yang dapat dilakukan dalam rangka pengoptimalan pemanfaatan lahan kering untuk tanaman pangan di Pulau Kalimantan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat yang sangat bervariasi dalam berbagai faktor seperti keadaan topografi, sifat atmosfer, tanah, geologi, geomorfologi, hidrologi, vegetasi, dan penutup/penggunaan lahan.Lahan dapat diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas, iklim, relief, tanah, air, flora, fauna, dan bentukan hasil budidaya manusia.Lahan merupakan satu kesatuan dari berbagai sumber daya alam yang dapat mengalami kerusakan dan penurunan produktifitas sumber daya yang ada di dalamnya (Purwadhi, 1998). Lahan kering didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Adimihardja et al., 2000). Istilah lahan kering sering digunakan untuk padanan upland, dryland atau unirrigated land. Kedua istilah terakhir mengisyaratkan penggunaan lahan untuk pertanian tadah hujan. Upland menunjukan lahan yang berada di suatu wilayah berkedudukan lebih tinggi yang diusahakan tanpa penggenagan air seperti lahan padi sawah (Notohadinegoro, 2000). Lahan kering adalah sebidang tanah yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan atau memanfaatkan air secara terbatas dan biasanya bergantung dari air hujan. Pertanian lahan kering adalah areal pertanian yang tidak pernah diairi yang ditanami dengan jenis tanaman umur pendek saja. Pertanian lahan kering meliputi: tegalan/ladang, kebun campur, perkebunan, dan sawah tadah hujan (Rukmana, 1995). Menurut penggunaannya BPS (2010) luas lahan kering di Indonesia yang mencapai 148 juta ha dapat dikelompokkan ke dalam sembilan (9) jenis penggunaan, meliputi usaha tani lahan kering (tegalan/kebun, padang rumput, tanah tidak diusahakan, tanah hutan rakyat dan perkebunan) dan usaha tani lainnya (pekarangan/ bangunan, tanah rawa, tambak dan kolam/empang). Dari sembilan jenis penggunaan, ternyata rawa (yang tidak ditanami padi), tambak dan kolam juga digolongkan sebagai lahan kering (Minardi, 2009).Luas lahan kering untuk pertanian sebesar 63,4 juta ha atau sekitar 33,7 % dari total luas Indonesia (BPS, 2010). Lahan kering untuk pertanian pada dasarnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu lahan kering iklim basah dan lahan kering iklim kering. Lahan kering iklim basah mempunyai curah hujan yang tinggi (>2000 mm/th) dan cukup lama, sehingga air cukup tersedia dan peluang masa tanam cukup lama (8-12 bulan).Kendala lahan

kering iklim basah yang paling menonjol adalah tingkat produktivitas yang rendah karena jenis tanah Ultisols dan Oxisols yang merupakan tanah bereaksi masam (pH rendah) dan miskin unsur hara, kadar bahan organik rendah, kandungan besi dan mangan tinggi, sering mengandung aluminium yang melampui batas toleransi tanaman (Erfandi, 2013). Lahan kering iklim kering umumnya mempunyai sifat fisika-kimia tanah (tingkat kesuburan)

yang

lebih

baik

dibandingkan

dengan

lahan

kering

beriklim

basah.Kandungan hara dan basa-basa tinggi dengan pH netral sampai alkalis.Curah hujan rendah menyebabkan pencucian hara relative rendah.Kendala pada lahan ini adalah ketersediaan air yang terbatas, karena curah hujan yang rendah dan musim kemarau yang panjang (Erfandi, 2013). Lahankering pada umumnya memiliki kelerengan curam, dan kedalaman/solum dangkal yang sebagian besar terdapat di wilayah bergunung (kelerengan > 30%) dan berbukit (kelerengan 15−30%), dengan luas masing-masing 51,30 juta ha dan 36,90 juta ha (Hidayat dan Mulyani 2002). Lahankering berlereng curam sangat peka terhadap

erosi,

terutama

apabila

diusahakan

untuk

tanaman

pangan

semusim.Keterbatasan air pada lahan kering juga mengakibatkan usaha tani tidak dapat dilakukan sepanjang tahun (Minardi, 2009). Secara umum lahan kering merupakan lahan tadah hujan yang peka terhadap erosi terutama jika keadaan tanah miring dan tak tertutup vegetasi. Jenis tanaman semusim pada pertanian lahan kering adalah kacang tanah, ubi jalar dan tanaman sayuran berupa sawi, tomat, mentimun, kacang panjang, cabe dan bayam. Pertanian tanaman tahunan adalah areal yang ditanami jenis tanaman keras.Jenis tanaman tahunan adalah kopi, cengkeh, coklat, melinjo, durian, kelapa, manggis, rambutan, dan lain – lain (Wahyudin, 2013). Lahan kering merupakan salah satu sumberdaya yang mempunyai potensi besar untuk pembangunan pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Pengembangan pertanian di lahan kering untuk tanaman pangan perlu didorong dengan berbagai inovasi teknologi. Hal ini karena potensinya yang besar sehingga cukup potensial untuk mendukung usaha pemantapan ketahanan pangan di Indonesia. Saat ini mengembangkan pertanian lahan kering dataran rendah adalah merupakan pilihan strategis untuk mendukung program ketahanan pangan nasional (Erfandi, 2013).

BAB 3. PEMBAHASAN 3.1 Pemanfaatan Lahan Kering untuk Pertanian Tanaman Pangan di Pulau Kalimantan Kalimantan merupakan pulau dengan luas lahan kering yang paling luas di Indonesia, yaitu sebesar 8,953 juta ha dengan tipe lahan kering beriklim basah. Luas lahan yang dapat dikembangkan atau dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pangan seluas 3.639.403 ha. Luas lahan tersebut merupakan luas lahan terbesar yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pangan apabila dibandingkan dengan luas lahan di pulau lain yang lebih kecil. Rincian dari luasan lahan di Pulau Kalimantan adalah sebesar 1,9 juta ha berada di Kalimantan Timur; 0,856 juta ha berada di Kalimantan Barat; serta sisanya berada di Kalimantan Sleatan dan Tengah. Wilayahwilayah tersebut mampu menjadi sentra produksi tanaman pangan. Komoditas tanaman pangan yang diproduksi di Pulau Kalimantan berupa padi gogo, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar (Litbang, 2011). Sentra produksi padi gogo yang luas area panennya mencapai 102.243 ha di Kalimantan Barat, 57.895 ha di Kalimantan Tengah, serta 48.471 ha di Kalimantan Timur. Kalimantan Barat diindikasikan sebagai area yang potensial dan cukup luas untuk pengembangan produksi padi gogo, yakni dengan lahan seluas 2.221.632 ha. Sentra produksi jagung terdapat di Kaliantan Barat seluas 52.172 ha dan Kalimantan Selatan seluas 23.512 ha. Kawasan yang diindikasikan sebagai areal potensial untuk sentra produksi jagung adalah seluas 564.783 ha di Kalimantan Timur dan 367.439 ha di Kalimantan Barat (Litbang, 2011). Luas areal panen kedelai di Kalimantan sekitar 1,740 ha (Kalimantan Timur) sampai 3.307 ha (Kalimantan Selatan). Sentra produksi kedelai terbilang sedikit karena Kalimantan beriklim basah sehingga kurang sesuai untuk pengembangan produksi kedelai. Produksi ubikayu di Kalimantan terluas di Kalimantan Barat dengan luas panen 14.804 ha, diikuti Kalimantan Selatan seluas 7.355 ha, Kalimantan Timur seluas 6.947 ha, dan Kalimantan Tengah 6.755 ha. Produksi ubi jalar terluas terdaapt di Kalimantan Timur dengan luas area panen seluas 2.641 ha kemudian diikuti Kalimantan Selatan seluas 2.323 ha, Kalimantan Barat seluas 1.986 ha, dan Kaliamantan Tengah seluas 1.334 ha (Litbang, 2011). Luas areal produksi atau sentra produksi di Kalimantan menggambarkan bahwa pemanfaatan lahan kering pada daerah tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal.

Hal ini dapat dilihat dari luas produksi keseluruhan tanaman pangan belum mencapai setengah dari luasan lahan kering yang potensial untuk kegiatan pertanian tanaman pangan. Oleh karena itu, pemanfaatan lahan kering untuk kegiatan pertanian di Pulau Kalimantan yang memiliki luasan lahan kering terbesar di Indonesia perlu dioptimalkan dalam rangka menciptakan ketahanan pangan yang berkelanjutan bagi penduduk Indonesia (Litbang, 2011). 3.2 Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kering untuk Pertanian Tanaman Pangan di Pulau Kalimantan Upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan kering beriklim basah di Pulau Kalimantan dapat dilakukan melalui berbagai cara. Cara yang pertama berupa kegiatan konservasi tanah dan air. Cara yang kedua adalah pengelolaan kesuburan tanah melalui pengapuran/pemberiankapur, pemupukan dan penambahan bahan organik. Cara yang ketiga adalah melalui pemilihan jenis tanaman pangan dan pengaturan pola atau sistem penanaman di lahan kering tersebut. Menurut Minardi (2009), tindakan konservasi tanah dan air, bertujuan untuk melindungitanah terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh butiran air hujan yang jatuh, memperlambat aliran permukaan (runoff), memperbesar kapasitas infiltrasi dan memperbaiki aerasiserta memberikan penyediaan air bagi tanaman. Pada lahan kering, tindakan konservasi lebih ditujukanpada upaya mengurangi erosi dan kehilangan unsur hara. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai tindakan konservasi yaitu cara mekanik, vegetatif dan kimia. Cara mekanik dilakukan melalui pengolahan tanah, pengolahan tanahmenurut kontur, pembuatan guludan, terras dan tanggul. Cara vegetatif meliputi penanaman tanaman

yang

dapat

tanaman,penanaman

menutupitanah

strip/alley

secara

cropping,

terus

sistem

menerus,

penanaman

pola

pergiliran

agroforestrydan

pemanfaatan sisa-sisa tanaman sebagai mulsadan bahan organik. Cara vegetatif seperti budidaya lorong/alley cropping dan agroforestry mampu menurunkan laju erosi tanah sebesar 0,7 ton/ha/th dan aliran permukaan sebesar 1,51 m3 /ha/th. Pengembalikanbahan organik dan sisa-sisa pangkasan ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan kimia tanah, serta mempertahankan kandungan bahan organik tanah. Pendekatansecara kombinasi antara cara mekanik dan vegetatif adalah yang umum dilakukan karena lebih menguntungkan.Cara kimia atau dengan memanfaatakan bahan/preparat kimia sintetis ataualami yang lebih ditujukan pada

perbaikan sifat-sifat tanah dan mengurangi besar erosi tanah (soil conditioner) seperti PVA, PAA, DAEMA, PAM dan Emulsi bitumen yang seringdigunakan untuk memperbaiki struktur tanah (Minardi, 2009). Pengelolaan

kesuburan

dilakukan

dengan

pemberian

pupuksaja,

serta

pemeliharaan sifat fisiktanah sehingga tersedia lingkungan yang baik untuk pertumbuhantanaman, dan kehidupan organisme tanah.Pemupukan adalah salah satu teknologi

pengelolaan

kesuburantanah

yang

diharapkan

dapat

meningkatkan

produktivitastanah pada level yang tinggi, namun penerapan penggunaan pupuk kimia/anorganik harus dilakukan secara tepat (tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, tepat tempat, dan tepat cara) sesuai dengan kebutuhannya (seimbang) karena jika tidak akan mengakibatkan kehilangan unsur hara sehinggarespons tanaman menurun dan berdampak pada penurunan produktivitas tanaman.Pemupukan8biotic juga sangat penting dalam pengelolaan kesuburan tanah karena mengandung hara makro N, P, dan K dan hara mikro C, Zn, Cu, Mo,Ca, Mg, dan Si dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman juga berfungsi sebagai bahan pembenah tanah serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Noor, dkk., 2014). Pengapuran/pemberian kapur juga penting dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering yang umumnya bersifat masam, dengan tujuan untuk mengurangi

keracunan

aluminium

(Al)

dan

meningkatkan

reaksi

tanah/pH

tanah.Pengapurandapat memperbaiki sifat-sifat tanah dan meningkatkan produksi beberapa jenis tanaman.Pengapuranharus dilakukan secara berkala dan diikuti dengan pemupukan N, P, K dan unsur hara lain tergantung kepada status hara yang ada di dalam tanah(Noor, dkk., 2014). Jenistanaman haruslah yang sesuai dengan kondisi agroklimat setempat, karena Kalimantan beriklim basah harus dapat disesuaikan dengan kondisi iklim di Kalimantan, sesuai dengan kondisi 8bioti ekonomi masyarakat (tanaman disenangi petani, teknologinya mudah, tidak memerlukan masukan tinggi, sesuai dengan ketersediaan tenaga kerja). Tanaman yang dipilih juga harus sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah setempat. Upaya untuk lebih mengoptimalkan usahatani lahan kering, juga dapat dilakukan dilakukan dengan mengatur pola tanam agar dapat mengurangi resiko kegagalan panen, misalnya dengan pola tumpangsari atau tumpang gilir, memilih tanaman yang toleran terhadap cekaman lingkungan biotik dan 8biotic pada lokasi tertentu, sehingga akan memperbesar peluang panen dan mengatur perubahan cara tanam, cara pengolahan tanah dan waktu tanam (Minardi, 2009).

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1.

Kalimantan merupakan salah satu bioregion atau wilayah di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan kegiatan pertanian lahan kering beriklim basah. Hal ini ditunjukkan dengan luas lahan yang terbesar serta pemanfaatan lahan kering yang sudah cukup berhasil untuk beberapa komoditas tanaman pangan di berbagai wilayah di Kalimantan.

2.

Upaya untuk mengoptimalisasikan lahan kering untuk pertanian tanaman pangan dapat dilakukan melalui tiga cara. Cara yang pertama adalah konservasi tanah dan air berupa cara mekanik, vegetatif, dan kimiawi. Cara yang kedua adalah pengelolaan kesuburan tanah melalui pengapuran/pemberiankapur, pemupukan dan penambahan bahan organik. Cara yang ketiga adalah melalui pemilihan jenis tanaman pangan dan pengaturan pola atau sistem penanaman di lahan kering.

4.2 Saran Upaya optimalisasi lahan kering untuk pertanian tanaman pangan di Kalimantan dapat berjalan dengan maksimal apabila didukung oleh peran serta petani (sebagai pelaku aktif) dan masyarakat pedesaan dalam meningkatkan dan mengembangkan lahan kering yang ada secara optimal dan lestari dengan memanfaatkan pilihan teknologi yang benar untuk meningkatkan produktivitas pertanian, pendapatan petani, dan kesejahteraan masyarakat

Oleh karena itu, diperlukan tindakan yang secara

langsung lebih mendekatkan sumber teknologi dengan petani sebagai calon pengguna teknologi yang diwujudkan melalui peran penting pemerintah dalam memberikan fasilitas dan pembinaan kemampuan aparat dalam menjalankan fungsi lembaga pemerintah yang berorientasi pada kepentingan rakyat.

Daftar Pustaka Adimihardja, A. dan Agus, F. 2000. Pengembangan Teknologi Konservasi Tanah Pasca–NWMCP. Hlm 25-38 dalam prosiding Lokakarya Nasional Pembahasan Hasil Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Alternatif Teknologi Konservasi. Bogor, 2-3 September 1999. BPS. 2010. Statistik Indonesia..Jakarta : Badan Pusat Statistik Indonesia. Erfandi, D. 2013. Rehabilitasi Lahan Kering Masam Untuk Pengembangan Komoditas Tanaman Kedelai (Glycine max). Hlm 37-45 Dalam Prosiding Seminar Nasional Matematika, Sains, Dan Teknologi. Volume 4. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Litbang. 2011. Potensi dan Prioritas Pembangunan Lahan Kering [http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/Lahan-Kering-Ketahan/BAB-V-1.pdf] Minardi. 2009. Optimalisasi Pengelolaan Lahan Kering Untuk Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan. Pidato dalam Sidang Senat Terbuka Universitas Sebelas Maret. Surakarta, 26 Februari 2009. Noor, A. Khairudin, dan M. Yasin. 2014. Prospek Dan Kendala Lahan Kering Di Kalimantan Selatan Sebagai Sumber Produksi Jagung. Hlm 323-334 dalam Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”. Banjarbaru, 6-7 Agustus 2014. Notohadinegoro, T. 2000. Diagnostik Fisik Kimia dan Hayati Kerusakan Lahan.Makalah pada Seminar Pengusutan Kriteria Kerusakan Lahan/Tanah.Asmendep I Lingkungan Hidup/Bapedal, Yogyakarta.1-3 Juli 1999. Purwadhi, S. H. 1998. Konsep Penginderaan Jauh untuk Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan dan Sumber Daya Air. Universitas Indonesia: Jakarta. Rukmana, R. 1995. Teknik pengelolaan Lahan Berbukit Dan Kritis. Kanisius: Jakarta. Wahyudin. 2013. Identifikasi Pertanian Lahan Kering di Kabupaten Jeneponto dengan Menggunakan Citra Satelit Resolusi Menengah.Skripsi. Makassar: Universitas Hassanudin.

OPTIMALISASI LAHAN KERING.pdf

Sign in. Loading… Whoops! There was a problem loading more pages. Retrying... Whoops! There was a problem previewing this document. Retrying.

266KB Sizes 8 Downloads 88 Views

Recommend Documents

Optimalisasi Layanan Posbakum.pdf
Sign in. Page. 1. /. 7. Loading… Page 1 of 7. Page 1 of 7. Page 2 of 7. Page 2 of 7. Page 3 of 7. Page 3 of 7. Optimalisasi Layanan Posbakum.pdf. Optimalisasi Layanan Posbakum.pdf. Open. Extract. Open with. Sign In. Main menu. Displaying Optimalisa

optimalisasi-peran-dan-fungsi-guru-bimbingan-dan-konseling-dalam ...
Whoops! There was a problem loading more pages. Retrying... Whoops! There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. optimalisasi-peran-dan-fungsi-guru-bimbi