PELAYANAN KESEHATAN JIWA DI PUSKESMAS PASCA UNDANG_UNDANG 18 TAHUN 2014 : BUTUHKAN BASIC SEVEN ? Taufik Hidayat, Iqbal Kadafi, Deni K Sunjaya

SISTEMATIKA • Summary • Latar belakang masalah • Kebijakan yang ada saat ini • Opsi kebijakan

Summary • Akses terhadap pelayanan kesehatan sampai sejauh ini hanya berkisar antara 1 % dan selebihnya pada fasilitas non kesehatan. Hal lain yang patut diperhatikan adalah adanya kelangkaan terkait dengan sumber daya manusia untuk manajemen program kesehatan mental masyarakat (WHO, 2005). Di banyak fasilitas pelayanan kesehatan primer, dan sekunder ditemukan berbagai kendala mulai dari kurangnya pengetahuan masalah kesehatan jiwa di masyarakat, ketersediaan obat atau psikofarmaka dan alat kesehatan jiwa pada fasilitas kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit Umum yang masih kurang, sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan jiwa belum optimal, hingga pembiayaan yang rendah masih < 1 %. Dilain pihak arah kebijakan dalam sistem pelayanan puskesmas pun saat ini dianggap belum mampu meningkatkan sistem pelayanan dalam kesehatan jiwa

LATAR BELAKANG • Angka kejadian jiwa 30 persen (40 juta jiwa) dengan 1-3 % diantaranya gangguan jiwa berat • Hasil penelitian di kabupaten Sumedang menunjukan 3 dari 4 pasien yang berobat ke puskesmas mengalami gangguan mental emosional • Treatment GAP mencapai 90 %, artinya hanya 10 % bahkan kurang yang mendapat pelayanan kesehatan jiwa • SDM terbatas .. • Obat psikofarmaka tidak ada • Model layanan tidak ada • Sarana tidak ada

Policy yang ada • Permenkes tentang puskesmas • Permenkes tentang psikotropika • Undang-undang kesehatan jiwa 18 tahun 2014

Pro Kontra Basic six Sistem ada, penyediaan sarana, pelimpahan kewenangan, pelatihan Basic seven Permenkes, SDM, perubahan kompetensi dasar, anggaran

PILIHAN KEBIJAKAN 1. Membuat kesehatan jiwa sebagai layanan Basic seven program 2. Integrasi layanan jiwa dalam basic six program