Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Soft Power

Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima Naniek I. Taufan

2012

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang: Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

i

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima Naniek I. Taufan Cetakan II, April 2013 Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-Undang All Rights Reserved Katalog dalam Terbitan

Layout: Lalu Mawardi Disain Cover: Imtihan Taufan Foto cover depan: Arif Wachjunadi Foto cover belakang: Humas Polda NTB Foto-foto dalam buku: Naniek I. Taufan, Humas Polda NTB, Polres Bima, Polres Bima Kota, Polres Dompu, Polres Metro Tangerang

Diterbitkan oleh: YPKIK Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian

ISBN: 978 - 602 - 18513 - 0 - 2

ii

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Pengantar Penulis

Ledakan yang terjadi pada 11 Juli 2011, pukul 15.30 wita di Pondok Pesantren Umar Bin Khattab, Desa Sanolo, Kecamatan Bolo Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat, terbilang mengejutkan masyarakat Bima maupun Nusa Tenggara Barat. Dari kaki sebuah perbukitan, pondok pesantren sederhana itu tidak pernah menarik perhatian masyarakat selama ini. Aktivitas pondok yang selama ini digunakan sebagai lembaga pendidikan berjalan normal. Interaksi santri, ustad dan penghuni pondok lain dengan masyarakat sekitar pondok, juga terjalin biasa saja layaknya orang bertetangga. Namun, tidak seorang pun tahu apa yang sesungguhnya terjadi dalam pondok tersebut hingga akhirnya di penghujung tahun tepatnya 3 Desember 2010, pondok pesantren ini dikaitkan dengan penangkapan seorang pengajarnya bernama Mujahidulhaq yang bernama lain Uqbah oleh Detasemen Khusus 88 Polri. Ia diduga terlibat aksi radikalisme yang terjadi di tanah air, salah satunya terkait jaringan pendanaan Aceh. Inilah kali pertama ponpes yang

iii

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

berdiri sejak tahun 2004 itu menjadi perhatian. Sejak penangkapan Mujahidulhaq inilah, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat memberi perhatian “khusus” pada Ponpes UBK dengan membentuk Satgas Polda NTB. Aktivitas ponpes ini diawasi. Selang tujuh bulan berikutnya, ponpes yang kini dikenal dengan sebutan UBK ini, kembali mengundang perhatian terutama dari aparat kepolisian daerah ini. Seorang anggota polisi pada Polsek Bolo, bernama Brigadir Rokhmad Saefudin, tewas ditikam salah seorang santri UBK bernama Syakban. Peristiwa ini menghentak subuh di tanggal 30 Juni 2011, sehari menjelang peringatan HUT Bhayangkara, institusi tempat Rokhmad Saefudin mengabdikan dirinya bagi bangsa ini. Peristiwa ini membuat mata aparat pun fokus tertuju ke Ponpes UBK yang mulai menutup diri. Pihak UBK tidak mengijinkan sembarang orang masuk areal pondok, termasuk masyarakat sekitar yang selama ini bebas mengakses halaman pondok untuk berinteraksi dengan para santri maupun penghuni pondok. Ponpes UBK dijaga ketat oleh para santri, ustad, penghuni pondok lain, ikhwan dan simpatisan pondok dengan berbagai senjata tajam. Yang lebih mengejutkan lagi adalah 11 hari setelah pembunuhan anggota Polsek Bolo, tepatnya 11 Juli 2011 menyusul peristiwa ledakan bom rakitan yang terjadi di pondok pesantren tersebut, menewaskan seorang staf pengajar sekaligus bendahara pondok bernama Ustad Firdaus dan melukai pengajar lainnya Ustad Annas, yang setelah kejadian ledakan itu menghilang hingga ia ditetapkan sebagai DPO bersama beberapa orang lainnya. Ledakan ini, jelas mengguncang daerah bergelar Bumi Gogo Rancah ini. Mata media cetak dan elektronik tertuju ke Desa Sanolo. Hiruk-pikuk peristiwa ini tak dapat dihindari, mengagetkan masyarakat Bima yang tersadar akan apa yang selama ini hanya disaksikannya dalam berita-berita televisi dan koran, kini ada di dekatnya.

iv

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Melihat ancaman kamtibmas yang mengkhawatirkan ini, Kapolda NTB segera mengambil peran tanggung jawabnya, berdiri paling depan menyelesaikan kasus ini dengan “tangannya sendiri”. Polda NTB menyatakan kesiapannya untuk mengungkap kasus dugaan terorisme ini dengan mengerahkan seluruh kemampuan, kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Langkah-langkah tertata dan terukur, hati-hati dan fokus yang mengedepankan pendekatan persuasif pun dipilih untuk menangani kasus ini. Berita tentang ledakan bom rakitan menjadi demikian spekulatif di tengah upaya Satgas Polda NTB melakukan penanganan terhadap kasus ini. Dan berita ledakan ini mencuat hingga tingkat nasional. Bola liar pemberitaan terus berlangsung. Aparat kepolisian tetap menjaga “kesadarannya” untuk tidak terpancing dengan komentarkomentar dari berbagai pihak dan lebih memilih bertindak hati-hati dalam menyikapi kasus ini. Polda NTB tetap memilih langkahlangkah persuasif dalam menangani kasus ini hingga terkesan lambat dalam penanganannya. Polisi menghindari jatuhnya korban jiwa, sehingga memilih bertindak teliti dan cermat dalam menanganinya. Buku berjudul Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima, berisi tentang dokumentasi atau rekaman peristiwa berkaitan dengan ledakan bom rakitan dan dua catatan penting dalam penegakan hukum terhadap ledakan yang terjadi di Ponpes UBK tersebut; yakni pertama Satgas Polda NTB sebagai aparat yang mengungkap kasus ini menghindari jatuhnya korban dalam penanganannya sehingga lebih mengedepankan sisi-sisi kemanusiaan dengan caracara komunikasi. Kedua, inilah kali pertama, penanganan kasus terorisme ditangani sendiri oleh daerah, Polda NTB dan Kejaksaan Tinggi NTB. Polda Nusa Tenggara Barat, bekerja keras menyelesaikan sendiri penanganan kasus ini dari awal hingga akhir penyidikannya dalam masa empat bulan, terhitung Juli hingga 10 November 2011 saat kasus ini dinyatakan P21 (berkas lengkap) oleh Kejaksaan

v

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Tinggi NTB. Demikian pula dengan Kejaksaan Tinggi NTB, yang menangani sendiri perkara ini dengan mengerahkan kemampuan 28 Jaksa Penuntut Umumnya di bawah supervisor Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat. Selama ini kasuskasus terorisme di Indonesia selalu ditangani oleh pusat, Mabes Polri dan Satgas Kejaksaan Agung, Jakarta. Kepercayaan diri dan kemantapan pilihan sikap serta kemampuan bekerja secara profesional dari dua institusi penegak hukum daerah ini, tentu saja menjadi catatan tersendiri bagi perjalanan penegakan hukum di tanah air. Hingga akhirnya, Rabu, 28 Maret 2012, Pengadilan Negeri Tangerang, Banten memutus perkara tersebut, menuntaskan penegakan hukum kasus terorisme ini. Ini artinya, kedua institusi daerah tersebut, para penyidik kepolisian dan jaksa daerah membuktikan diri, mampu menangani kasus-kasus yang biasanya ditangani oleh pusat. Penulisan yang mengambil wilayah hanya di NTB, buku ini menjadi semacam catatan lengkap peristiwa dan penegakan hukum dari awal hingga akhir (putusan pengadilan). Buku ini tidaklah berisi tentang jaringan-jaringan teroris atau pun cerita-cerita militansi para pelakunya hingga keluar daerah, melainkan menyajikan fakta dari segala hal yang menyangkut peristiwa UBK, hanya pada kejadiankejadian yang terjadi di NTB saja. Dalam menulis buku ini, penulis mengikuti kasus UBK sejak peristiwa penangkapan Mujahidulhaq, pembunuhan anggota Polsek Bolo, ledakan bom rakitan 11 Juli 2011 di UBK, mengikuti perkembangan tiap tahap penyidikan dari kepolisian sampai kejaksaan hingga menghadiri tiap persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tangerang Banten. Dari sanalah, gambaran demi gambaran tentang peristiwa ini diperoleh. Selain itu, penulis mewawancarai banyak narasumber termasuk Kapolda NTB, Kajati NTB, Satgas Polda NTB, para Penyidik

vi

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Polda NTB yang menyidik kasus ini, Tim Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi NTB, Tim Pengacara Muslim (TPM) Sulawesi Tengah selaku penasehat hukum Abrory dan kawan-kawan, aparat pemerintah di Bima hingga Ustad Abrory selaku pimpinan Ponpes UBK dan Mustakim, adik kandung Ustad Firdaus (tewas dalam ledakan tersebut). Namun, hasil beberapa kali wawancara panjang dengan Ustad Abrory tidak jadi dipakai sebagai bagian dari buku ini, karena yang bersangkutan menarik kembali ijin tersebut. Buku ini juga diperkaya dengan narasumber-narasumber lainnya. Buku ini lahir tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada; Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Brigadir Jenderal Polisi Drs. Arif Wachjunadi, yang telah memberikan akses dan kesempatan-kesempatan “langka” kepada penulis untuk menembus situasi-situasi dan keadaan yang “tidak biasa” dalam memperoleh informasi dan data yang menjadi materi buku ini. Terima kasih kepada Satgas Polda NTB, juga kepada Kajati NTB, Muhammad Salim, SH., MH., (saat peristiwa UBK), Kombes. Pol. Heru Pranoto, Direskrimum Polda NTB (saat peristiwa UBK), Kombes. Pol. Hary Sudwijanto, Direskrimum Polda NTB, Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi NTB, Anwarudin Sulistiyono, SH., M.Hum, Kombes. Pol. Imam S., Kasat Brimob Polda NTB (saat peristiwa UBK), Kombes. Pol. Gunawan, Dirintelkam Polda NTB (saat peristiwa UBK), Kombes. Pol. M. Yasin, Dirintelkam Polda NTB, Kombes. Pol. Pujiono Dulrachman, Karoops Polda NTB, Kombes. Pol. Wahyu Widada, Kapolres Metro Tangerang, AKBP Suryo Saputro, Kasubdit. III Jatantras Ditreskrimum Polda NTB (saat peristiwa UBK) yang juga Ketua Tim Penyidik kasus ini. AKBP Julianus Yulianto, Kasubdit. III Jatantras Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Fauza Barito, Kapolres Bima (saat peristiwa UBK), AKBP Dede Alamsyah, Kapolres Bima, AKBP Agus Nugroho, Kapolres Dompu (saat peristiwa UBK), AKBP Kumbul

vii

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

KS, Kapolres Bima Kota, AKBP Kurnianto, Kapolres Mataram, AKBP Herry Supriyadi, Kepala Bagian Pengawas Penyidikan Polda NTB, Kompol. Asep Marsel Suherman, Wakapolres Mataram (saat peristiwa UBK), Kompol. Denny Priyadi, S.Sos., Wakapolres Mataram, Kompol. Dwi Wahyudi Prabowo, Wakapolres Bima (saat peristiwa UBK). Kompol. Nono Wardoyo dan Kompol. Cakhyo Dipo Alam, keduanya Koorspripim Polda NTB (saat peristiwa UBK), AKP Lalu Salehuddin, Kasatreskrim Polres Mataram. Juga kepada seluruh penyidik Satgas Polda NTB. Terima kasih kepada para Tim Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi NTB, Lalu Rudi Gunawan, SH., Sugiyanta, SH., dan seluruh tim jaksa yang dengan terbuka memberikan kesempatan kepada penulis untuk berdiskusi tentang kasus ini serta Sabda, SH., yang turut membantu penulis. Terimakasih juga kepada, Ipda. I Ketut Suryadharma, Aiptu Agus Sugianto, SH., Bripka. Muhammad Syaifuddin Ahyar, Brigadir A.A. Bagus Narendra, Brigadir M. Yasin, Briptu Fauzi Rochman, Briptu Alwan Wijaya, Brigadir Made Siman Purbawati dan Briptu Supardi Hasim. Kepada Tim Penasehat Hukum para terdakwa, Asludin Hatjani, SH., dan rekan-rekan serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuannya. Buku ini mestilah memiliki kekurangan, atas saran, masukan dan kritikan membangun demi sempurnanya buku ini, penulis berterima kasih sepenuhnya.

viii

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

daftar isi Pengantar Penulis

iii

Kronologi Kasus UBK 1 Persidangan UBK "Titip Salam untuk Keluarga di Kampung" 7 Kapolda NTB: "Mereka Juga 'Anak-anak' Saya " 15 - Satgas Polda NTB 24 - Kedepankan Pola Pelayanan 30 Menyelesaikan Dengan “Tangan Sendiri” 43 Brigadir Rokhmad Tewas 51 Ledakan di Ponpes Sanolo 61 Pemblokiran Jalan Desa O’o 79 Penjemputan Jenazah Ustad Firdaus

91

Olah TKP Ponpes 101 Ali Ghani Pamit: “Saya Percaya pada Polisi” 117 Telefon Ustad Abrory Kepada Furqon 133 Rekonstruksi Kasus UBK: Pertemuan Keluarga yang Mengharukan 139 Empat Bulan Satgas Bekerja: Kasus UBK P21 147 Sidang Kasus UBK di pengadilan NEGERI tangerang 157 - Sidang pembacaan dakwaan 157

ix

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

- Dakwaan terhadap Abrori 157 - Dakwaan terhadap Syakban 160 - Dakwaan terhadap Rahmat Hidayat 162 - Dakwaan terhadap Asrak 163 - Dakwaan terhadap Rahmad Ibnu Umar 164 - Dakwaan terhadap Furqon 166 - Dakwaan terhadap Mustakim 167 Fakta-Fakta Persidangan Abrory - Saksi Mahkota 214

169

Sidang Tuntutan 251 - Tuntutan terhadap Syakban 252 - Tuntutan terhadap Rahmat Hidayat 254 - Tuntutan terhadap Asrak, Furqon dan Rahmad Ibnu Umar 255 Mustakim: “Rasanya Seperti Anak Raja” 257 - Catatan Persidangan 266 Pledoi Abrory 279 - Pledoi Penasehat Hukum 280 Pledoi Pribadi Abrory: "Firaun yang Bersalah" 303 Pledoi Pribadi Syakban: Islam Agama Solusi 317 Pledoi Rahmat Hidayat 333 - Pledoi Penasehat Hukum 333 Pledoi Pribadi Rahmat Hidayat Islam adalah Agama yang Adil 347 Fakta Persidangan dan Pledoi Rahmad Ibnu Umar, Asrak dan Furqon 353 Sidang Putusan 365 Tentang Penulis

x

373

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kronologi kasus UBK

1. 3 Desember 2010, penangkapan salah seorang pengajar Ponpes UBK Sanolo Bima, Mujahidulhaq, oleh Detasemen Khusus 88 Polri di Kota Bima. 2. 30 Juni 2011, pembunuhan anggota polisi Polsek Bolo, Brigadir Rokhmad Saefudin oleh salah seorang santri Ponpes UBK bernama Syakban. 3. 30 Juni-1Juli 2011, Syakban ditangkap di Bima. 4. 11 Juli 2011, terjadi ledakan bom rakitan di Ponpes UBK yang menewaskan salah seorang pengajar di pondok tersebut bernama, stad Firdaus alias Yanto Abdullah dan melukai pengajar lainnya bernama Ustad Annas. 5. 12 Juli 2011, pagi, pembuangan sisa-sisa bom rakitan yang sudah didisposal oleh Ustad Abrory. Dilakukan oleh Asrak dan Furqon ke Wadu Pa’a, Dusun Sowa Desa Kananta Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima. 6. 12 Juli 2011, siang, penjemputan jenazah Firdaus oleh

1

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

rombongan anggota keluarga dari Desa O’o Dompu ke Ponpes UBK. Rombongan ini dapat dihadang oleh pihak kepolisian di Jembatan Sanolo. 7. 12-13 Juli 2011, penangkapan Mustakim di Bima. 8. 12-19 Juli 2011, penangkapan Rahmat Hidayat dan Rahmad Ibnu Umar di Bima. 9. 13 Juli-1 Agustus 2011, penahanan Mustakim. 10. 13 dan 14 Juli 2011, olah TKP yang dilakukan Satgas Polda NTB, di lokasi ledakan bom rakitan Ponpes UBK. 11. 15 Juli 2011, penangkapan (dengan cara menyerahkan diri) pimpinan Ponpes UBK, Ustad Abrory di rumah orang tuanya di Desa Kananga Sila Bima, oleh Satgas Polda NTB yang dipimpin langsung Kapolda NTB, Brigjen. Pol. Drs. Arif Wachjunadi. 12. 19 Juli 2012, penemuan sisa-sisa bom rakitan yang sudah didisposal oleh Ustad Abrory, yang dibuang oleh Asrak dan Furqon ke Wadu Pa’a, Dusun Sowa Desa Kananta Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima. Informasi keberadaan sisa bom ini didapat dari pembicaraan telefon Ustad Abrory yang saat itu tengah diperiksa di Polda NTB dengan Furqon yang diperiksa Polres Bima. 13. 19 Juli-15 November 2011, Rahmad Ibnu Umar dan Rahmat Hidayat ditahan Penyidik Polda NTB. 14. 21 Juli 2011, Ustad Abrory ditahan oleh Penyidik Polda NTB. 15. 21 Juli-17 November 2011, Syakban ditahan oleh Penyidik Satgas Polda NTB dalam perkara terorisme. 16. 22-28 Juli 2011, penangkapan Furqon di Bima. 17. 26 Juli-22 November 2011, penahanan Furqon. 18. 1-11 Agustus 2011, perpanjangan penahanan Mustakim. 19. 4-10 Agustus 2011, penangkapan Asrak di Bima. 20. 10 Agustus-7 Desember 2011, Asrak ditahan oleh Penyidik Polda NTB. 21. 15 dan 16 September 2011, rekonstruksi kasus UBK di Ponpes

2

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

UBK Sanolo, Polsek Bolo Sila dan Wadu Pa’a, Bima. 22. 29 September 2011, penyerahan berkas tahap I oleh Penyidik Satgas Polda NTB ke Kejaksaan Tinggi NTB. 23. 10 November 2011, P21 (berkas penyidikan oleh Satgas Polda NTB, dinyatakan lengkap oleh kejaksaan Tinggi NTB). 24. 15 November 2011, penyerahan tahap II, Ustad Abrory, Syakban, Rahmad Ibnu Umar, Rahmat Hidayat, Asrak, Furqon dan Mustakim, dari Penyidik ke Kejaksaan Tinggi NTB. 25. 26 Desember 2011, para tersangka dipindahkan dari Rumah Tahanan Polda NTB ke Rutan Tangerang Banten. 26. 11 Januari 2012, sidang perdana pembacaan dakwaan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Tangerang. 27. 18 Januari 2012, sidang pemeriksaan saksi. 28. 25 Januari 2012, sidang mendengarkan keterangan saksi ahli dan dua saksi lainnya yakni Harry Kuncoro dan Mujahidulhaq. 29. 1 Februari 2012, mendengarkan keterangan saksi mahkota yakni ketujuh terdakwa, Abrory, Rahmat Hidayat, Rahmad Ibnu Umar, Asrak, Furqon, Mustakim dan Syakban, memberikan kesaksian pada masing-masing sidang terdakwa lainnya dalam sidang terpisah. 30. 1 Februari 2011, pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Mustakim oleh Jaksa Penuntut Umum yang menuntut Mustakim 1 tahun 6 bulan. 31. 8 Februari 2012, pemeriksaan ketujuh tersangka dalam sidang yang digelar terpisah. 32. 8 Februari 2012, tuntutan terhadap Mustakim dan pembelaan lisan oleh Tim Penasehat Hukum sekaligus putusan hakim Pengadilan Negeri Tangerang yang menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara bagi Mustakim. 33. 15 Februari 2012 adalah sidang tuntutan bagi ketujuh terdakwa. Abrory dituntut hukuman penjara seumur hidup, Syakban 20 tahun penjara, Rahmad Ibnu Umar, Rahmat Hidayat, Asrak dan

3

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Furqon masing-masing 4 tahun penjara. 34. Rabu, 29 Februari 2012, sidang pledoi bagi keenam terdakwa. 35. 14 Maret 2012, sidang replik yang disampaikan JPU. Replik yang disampaikan pada prinsipnya Tim JPU tetap pada tuntutannya terhadap enam terdakwa. 36. 28 Maret 2012, Hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan menghukum 17 tahun penjara bagi Abrory, 15 tahun penjara bagi Syakban, Rahmad Ibnu Umar, Asrak dan Furqon, masing-masing 3,5 tahun dan Rahmat Hidayat 3 tahun penjara.

Beberapa nama dalam buku ini 1. Pondok Pesantren Umar Bin Khattab selanjutnya dalam buku ini ditulis Ponpes UBK. 2. Abrory alias Ustad Abrory M. Ali alias Maskadov alias Abrory Al Ayyubi, pimpinan Ponpes UBK, selanjutnya ditulis Abrory atau Ustad Abrory. 3. Rahmad alias Rahmad Ibnu Umar alias Rahmat Bin Efendi, selanjutnya ditulis Rahmad Ibnu Umar, simpatisan UBK, ikut membuat senjata tajam, ikut menjaga pondok, membantu memindahkan Firdaus sehabis terkena ledakan dan ikut mengawal jenazah bersama rombongan menggunakan sepeda motor. 4. Mustakim Abdullah alias Mustakim, terdakwa mantan santri UBK dan adik kandung Firdaus, selanjutnya ditulis Mustakim. 5. Rahmat Hidayat, terdakwa, mantan santri Ponpes UBK, ikut menjaga panti dan ikut mengawal jenazah. 6. Syakban alias Syakban A. Rahman alias Sya’ban alias Umar Sa’ban Bin Abdurrahman, terdakwa, santri Ponpes UBK, selanjutnya ditulis Syakban. 7. Asrak alias Asra alias Asraf alias Tauhid alias Glen, terdakwa

4

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pelatih boxer di Ponpes UBK, ikut menjaga pondok dan membuang casing bom yang sudah didisposal ke Wadu Pa’a dan ikut mengawal jenazah, selanjutnya ditulis Asrak. 8. Furqon, terdakwa, staf pengajar bidang komputer di Ponpes UBK, membantu memindahkan jenazah Firdaus dan membuang casing bom yang sudah didisposal ke Wadu Pa’a, ikut mengawal jenazah. 9. Ridwan Yusuf, Kepala Desa Sanolo Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, saksi yang ikut dalam penggeledahan di Ponpes UBK. 10. Syarifudin AR, Sekertaris Desa Sanolo Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, saksi yang ikut dalam penggeledahan di Ponpes UBK. 11. Nurdin Ismail, saksi seorang kusir benhur (kendaraan khas Bima yang ditarik kuda) yang biasa keluar masuk Ponpes UBK sebelum dan setelah ledakan bom di pondok tersebut. 12. Jamaluddin alias Yosi, saksi, simpatisan UBK yang sering ikut kegiatan pondok sejak tahun 2005, selanjutnya ditulis Yosi. 13. Muslamin Bin Thalib, saksi, supir angkot pengangkut jenazah, selanjutnya ditulis Muslamin. 14. Suratman, saksi anggota Polri Polres Bima yang ikut menghadang rombongan pengantar jenasah di Jembatan Sanolo Bima. 15. I Made Widiana, saksi, anggota Polri Polres Bima yang ikut menghadang rombongan pengantar jenazah di Jembatan Sanolo Bima. 16. Tarmizi, saksi anggota Polri Polres Bima, rumahnya berada sekitar Ponpes UBK yang melakukan pemantauan dari dalam rumahnya terhadap kegiatan UBK setelah pembunuhan anggota Polsek Bolo dan ledakan bom yang terjadi. 17. M. Yamin, saksi anggota Polri Polres Bima ikut dalam pengambilan 27 casing bom rakitan yang sudah didisposal yang dibuang oleh Asrak dan Furqon di Wadu Pa’a Dusun Sowa Desa Kananta Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima.

5

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

18. Hamdan, anggota Polri Polres Bima, Mantan Kapolsek Madapangga, namanya tercantum dalam buku denah target kelompok UBK yang ditemukan saat penggeledahan. 19. Rusdin, saksi anggota Polri Polsek Bolo, anggota piket yang menangkap Syakban di Polsek Bolo dinihari saat terjadi pembunuhan Rokhmad Saefuddin. 20. Sukardin Bin Hamid, saksi anggota Polri Polsek Bolo, anggota piket yang menangkap Syakban di Polsek Bolo dinihari saat terjadi pembunuhan Rokhmad Saefuddin. 21. Harry Kuncoro alias Joko Suseno alias Husein alias Ucen alias Bahar alias Salim, saksi pernah sembunyi dari kejaran Densus 88 di Ponpes UBK selama tiga bulan. Adik ipar Dulmatin pelaku bom Bali I. Tempat Abrory memesan senjata. Selanjutnya ditulis Harry Kuncoro. 22. Uqbah alias Mujahidulhaq alias Ustad Mujahid alias Muhajir, saksi seorang pengajar di Ponpes UBK, disebut sebagai penyandang dana jaringan Aceh, selanjutnya disebut Mujahidulhaq. 23. Ngurah Wijaya Putra, S.Si, M.Si, saksi ahli anggota Polri dari Laborantorium Forensik Muda Unit Kimbiofor Bali. 24. Anang Kusnadi, S.Si., saksi ahli, anggota Polri, Perwira urusan Unit Balistik dan Metalurgi Forensik pada Laboratorium Forensik Cabang Denpasar. 25. Doktor Ramelan, SH., MH., saksi ahli pidana, Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti. 26. Yanto Abdullah alias Firdaus alias Ustad Firdaus, selanjutnya ditulis Firdaus. 27. Ustad Annas, staf pengajar Ponpes UBK yang luka terkena ledakan bom. 28. Abdullah, ayah kandung Ustad Firdaus dan Mustakim.

6

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Persidangan UBK

“Titip Salam Untuk Keluarga di Kampung”

Rabu, 18 Januari 2012. Hujan lebat mengguyur Kota Tangerang, Banten. Angin bertiup kencang, awan hitam menggantung, langit tak cerah. Orangorang berteduh dari hujan dan petir yang menggelegar dari pagi hingga siang hari. Teras-teras kantor Pengadilan Negeri Tangerang hari itu, basah oleh tempias hujan. Lewat tengah hari, cuaca mulai cerah, matahari tampak dan menghangat, sehangat suasana pertemuan para terdakwa Abrory, Syakban, Rahmad Ibnu Umar, Rahmat Hidayat, Mustakim, Asrak, Furqon dengan para saksi antara lain Ridwan Yusuf, Syafruddin AR, Muslamin, Zulkifli dan Nurdin Ismail. Mereka semua berasal dari Bima dan Dompu dan kenal baik satu sama lain. Selain itu, keakraban juga terlihat antara para terdakwa dengan para Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi NTB dan Pengacara mereka dari Tim Pengacara Muslim (TPM) Sulawesi Tengah, termasuk juga dengan keluarga Abrory. Pun dengan para

7

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Abrory berbincang akrab dengan saksi, penyidik dan JPU sesaat menjelang sidang

Abrory dengan salah seorang saksi dari Polres Bima

penyidik dari Polres Bima dan Polda NTB yang turut hadir sebagai saksi maupun menyaksikan jalannya persidangan itu. Salaman dan pelukan hangat penuh keakraban terlihat dalam ruang sidang sesaat ketika para saksi memasuki ruang sidang. Dalam masa rehat, suasana hangat dan akrab itu lebih terasa lagi. Senda

8

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

gurau dan celoteh menghiasi pertemuan tersebut. Mereka saling bertukar kabar tentang kampung halaman dan kondisi terakhir di desa mereka. Di akhir sidang, usai memberikan kesaksian, mereka kembali berangkulan dan menyalami dengan hangat sebagai tanda perpisahan karena esok hari para saksi ini akan kembali ke Bima dan Dompu.

Pelukan dan salaman hangat dari Abrory dan kawan-kawan dengan para saksi dari Desa Sanolo Bima

9

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Keharuan tak terbendung ketika satu sama lain ada yang menitikkan air mata. Mereka berpelukan erat sembari menangis. Pemandangan itu mengaduk emosi bagi mereka yang menyaksikan sidang hari itu. Para terdakwa bahkan menitip salam untuk keluarga dan sanak familinya di kampung halaman. Hari itu sidang kedua kasus ledakan di Ponpes UBK, Sanolo, Bolo, Bima, digelar dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum. Saksi-saksi yang didatangkan dari Bima dan Dompu hadir memberikan keterangannya di bawah sumpah. Dalam sidang kedua, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi ini terungkap fakta-fakta tentang peristiwa berkaitan dengan ledakan di Ponpes UBK. Saksi-saksi tersebut memberikan keterangannya untuk persidangan ketujuh terdakwa dalam sidang yang terpisah. Mereka adalah Ridwan Yusuf, Kepala Desa Sanolo Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Syarifudin AR, Sekertaris Desa Sanolo Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Nurdin Ismail, Jamaluddin alias Yosi, Muslamin Bin Thalib, Ketua Yayasan Sakinah Dompu juga supir angkot penjemput jenazah Firdaus. Kemudian Suratman, anggota Polri Polres Bima. Hamdan, anggota Polri Polres Bima. I Made Widiana, anggota Polri Polres Bima. Tarmizi, anggota Polri Polres Bima, M. Yamin, anggota Polri Polres Bima. Sebelum mendengarkan keterangan saksi pada sidang kedua ini, sidang perdana kasus Ledakan UBK digelar seminggu sebelumnya, Rabu, 11 Januari 2012, dengan agenda pembacaan dakwaan oleh tim Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi NTB terhadap ketujuh terdakwa. Pada sidang berikutnya, Rabu, 25 Januari 2012, sidang dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan saksi ahli dan dua saksi lainnya yakni Harry Kuncoro dan Mujahidulhaq. Saksi ahli Ngurah Wijaya Putra, S.Si, M.Si, anggota Polri (Laboratorium Forensik Unit Kimbiofor Bali). Anang Kusnadi, S.Si, anggota Polri (Perwira urusan Unit Balistik dan Metalurgi Forensik pada Laboratorium Forensik

10

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Cabang Denpasar). DR. Ramelan, SH, MH., (66), Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Harry Kuncoro alias Joko Suseno alias Husein alias Ucen alias Bahar alias Salim dan Uqbah alias Mujihadulhaq alias Ustad Mujahid alias Muhajir, ikut memberikan keterangan dalam persidangan tersebut. Sidang lanjutan, Rabu, tanggal 1 Februari 2012, mendengarkan keterangan saksi mahkota. Ketujuh terdakwa, Abrory, Rahmat Hidayat, Rahmad Ibnu Umar, Asrak, Furqon, Mustakim dan Syakban, memberikan kesaksian pada masing-masing sidang terdakwa lainnya. Tim JPU merasa perlu menghadirkan saksi mahkota karena pembuktian kasus ini dinilai sangat sulit karena kekurangan saksi yang melihat langsung seluk beluk perencanaan yang disiapkan. “Kegiatan mereka tertutup sehingga tidak seorang pun tahu proses sebelum ledakan bom rakitan itu terjadi. Hanya sesama mereka saja yang mengetahui rencana-rencana, pergerakan, persiapan dan tujuan serta sasaran dari kegiatan tersebut. Ini yang membuat saksi mahkota, penting dihadirkan dalam persidangan,” ungkap Lalu Rudi Gunawan, SH., Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan Abrory. Hadirnya saksi mahkota yang nota bene adalah para terdakwa lain dalam kasus ini, orang-orang dekat Ponpes UBK, lanjutnya, memberikan kontribusi yang besar dalam mengungkap apa sesungguhnya yang terjadi di Ponpes UBK berkaitan dengan ledakan bom rakitan tersebut. “Saksi mahkota menjadi salah satu kunci pembuktian perkara yang diuji di depan persidangan ini,” lanjut Rudi. Selain mendengar keterangan saksi mahkota di masing-masing persidangan, digelar pula sidang di tempat terpisah, beragendakan pembacaan tuntutan bagi terdakwa Mustakim. Rabu, 8 Februari 2012, sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan ketujuh tersangka dalam sidang yang digelar terpisah.

11

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Khusus untuk persidangan Mustakim, usai pemeriksaan dirinya, langsung mendengarkan tuntutan JPU terhadap Mustakim. Berdasarkan fakta-fakta persidangan terhadap perkara Mustakim, JPU berkesimpulan bahwa terdakwa Mustakim telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Terorisme yaitu “Dengan sengaja memberi bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan informasi tindak pidana terorisme“, sebagaimana dakwaan alternatif ketiga pasal 13 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Selama persidangan tidak ditemukan adanya alasan pemaaf atau alasan pembenar yang dapat menghapuskan pidananya, maka oleh karena itu ia harus dituntut untuk dijatuhi pidana. Pertimbangan JPU dalam mengajukan tuntutan pidana kepada Mustakim adalah beberapa hal yang memberatkan yaitu, perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat yang berdampak menimbulkan rasa takut yang meluas pada masyarakat. Perbuatannya bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas terorisme. Hal yang meringankan adalah, Mustakim masih anakanak sehingga masih banyak kesempatan untuk memperbaiki sifat dan prilakunya. Selama persidangan ia menunjukkan sikap yang sopan dan mengaku terus terang, menyesali perbuatannya dan ia belum pernah dihukum. JPU kemudian menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa Mustakim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja memberi bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan informasi tindak pidana

12

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

terorisme sebagaimana Dakwaan Alternatif Ketiga pasal 13 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menjatuhkan pidana terhadapnya dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan dan dikurangkan seluruhnya selama ia berada di dalam tahanan. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan. Tuntutan JPU ini langsung dijawab secara lisan oleh Tim Penasehat Hukum sehingga hari itu juga Hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan perkaranya dengan menghukum Mustakim selama satu tahun penjara. Persidangan Mustakim sengaja digelar lebih cepat dari yang lainnya karena ia masih tergolong anak-anak. Sidang berikutnya, Rabu, 15 Februari 2012 adalah sidang tuntutan bagi ketujuh terdakwa. Rabu, 29 Februari 2012, sidang pledoi. Dalam sidang ini, selain Tim Penasehat Hukum yang menyampaikan nota pembelaannya, tiga terdakwa yakni, Abrory, Syakban dan Rahmat Hidayat, juga turut membacakan pembelaan pribadi di depan persidangan. Mereka menulis sendiri pledoi tersebut. Rabu, 14 Maret 2012, selanjutnya beragendakan sidang replik yang disampaikan JPU dalam sidang terpisah terhadap enam terdakwa. Replik yang disampaikan pada prinsipnya Tim JPU tetap pada tuntutannya terhadap enam terdakwa tersebut. Rabu, 28 Maret 2012, Hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan menghukum 17 tahun penjara bagi Abrory, 15 tahun penjara bagi Syakban, Rahmad Ibnu Umar, 3,5 tahun sedangkan Rahmat Hidayat, Asrak dan Furqon, masing-masing 3 tahun. ***

13

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

14

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolda NTB: "Mereka Juga 'Anak-anak' Saya"

Pendekatan Preemtif dan Preventif

Awal Desember tahun 2010. Polda Nusa Tenggara Barat menerima informasi dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri, bahwa ada salah seorang ustad yang mengajar di Pondok Pesantren Umar Bin Khattab, Sanolo Bima, yang kala itu diduga memiliki kaitan dengan pendanaan jaringan Aceh, bernama Mujahidulhaq asal Donggo, Dompu. 3 Desember 2010, Mujahidulhaq ditangkap oleh Densus 88 di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Kabar tertangkapnya Mujahidulhaq ini menyebar mengagetkan masyarakat Bima, karena dikaitkan dengan jaringan aksi "radikalisme". Itulah pertama kali diketahui publik bahwa salah seorang warga Bumi Gora ini dikaitkan dengan kata radikalisme. Hari itu juga, Mujahidulhaq dibawa ke Jakarta dan diproses hukum hingga menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara.

15

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kini ia tengah menjalani hukuman di Lapas Surabaya. Ditangkapnya Mujahidulhaq, diprediksikan oleh Polda NTB dan seluruh jajarannya akan menimbulkan reaksi dari kelompok pendukung. “Kami sudah menduga bahwa akan ada resistensi yang muncul akibat penangkapan tersebut,” ungkap Kapolda NTB, Brigjen. Pol. Drs. Arif Wachjunadi. Karena itulah, ia memerintahkan seluruh jajarannya untuk siaga dan mengkondisikan keamanan wilayah Nusa Tenggara Barat menghadapi dampak dari penangkapan tersebut agar tidak menimbulkan masalah baru. Dari sinilah pihak kepolisian meningkatkan kewaspadaan, memperketat pengamanan wilayah, melakukan pemantauan, monitoring dan deteksi dini pascapenangkapan Mujahidulhaq yang telah dibawa Densus 88 ke Jakarta. Seluruh kegiatan kepolisian pun terus ditingkatkan. Kapolda NTB memerintahkan seluruh jajarannya, terutama di Bima dan Dompu (Bima sebagai wilayah Ponpes UBK tempat Mujahidulhaq mengajar dan Dompu sebagai daerah asal Mujahidulhaq), untuk melakukan deteksi intensif

The blue table management

16

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

terhadap pergerakan atau reaksi yang muncul yang diperkirakan dapat mengganggu keamanan secara umum. Situasi ini diminta untuk dikelola dengan pola penanganan preemtif dan preventif. Potensi-potensi gangguan yang diperkirakan dapat meningkatkan reaksi “negatif ” terus dikelola. Untuk menjaga stabilitas kamtibmas NTB, Kapolda NTB mengeluarkan direktif (penegasan suatu perintah yang merupakan perhatian yang harus dilaksanakan) tiap minggu sejak penangkapan tersebut, kepada seluruh jajaran Polda NTB, yang isinya mengelola “Wilayah Hijau” seperti dalam konsep The Blue Table Management (The BTM ) atau Manajemen Meja Biru dan The P4 Strategy (The P4S) atau Strategi 4P (Pelayanan, Pengendalian, Penanggulangan dan Penindakan) dalam rangka penegakan hukum. Konsep The BTM dan The P4 Strategy ini dilahirkannya sejak menjadi Kapolda NTB berdasarkan analisa evaluasi pelaksanaan tugas kepolisian dalam mengelola kamtibmas. Konsep ini merupakan teori gabungan dari ilmu pengetahuan umum, ilmu manajemen, ilmu strategi, ilmu kepolisian dan pengalaman lapangan yang dijadikannya "guru" selama ini. Pengelolaan yang dimaksud dengan wilayah hijau, adalah mengelola wilayah potensi gangguan hasil identifikasi Geografi, Demografi, Sumber Daya Alam dan Ipoleksosbudkam (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan), agar tidak meningkat menjadi ambang gangguan apalagi sampai menjadi gangguan nyata. Seluruh potensi Ipoleksosbudkam yang ada di Nusa Tenggara Barat diminta untuk dikelola secara maksimal. Direktif mingguan tersebut ada yang khusus memberi perhatian pada masalah pengelolaan potensi gangguan dan pascapenangkapan Mujahidulhaq dan, yakni direktif bernomor: STR/015/XII/2010, tanggal 13 Desember 2010. Isinya; sehubungan dengan referensi analisa dan evaluasi kegiatan operasional minggu ke-49 dan rencana kegiatan operasional minggu ke-50 di satuan wilayah jajaran Polda NTB, atensi dinamika kegiatan masyarakat dan kegiatan operasional

17

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

P4 Strategi

P4 Strategi dalam penanganan terosris di Desa Sanolo Bima

18

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pascapenegakan hukum dan penyidikan perkara menonjol dan dalam penyidikan tidak ada rekayasa serta pelaksanaan Ro Patuh Rintam-2010 untuk itu disampaikan direktif Kapolda NTB. Intensif pengumpulan bahan keterangan, penyelidikan Potensi Gangguan (PG) geografi, demografi, sumber daya alam dan idiologi. politik, ekonomi, sosial budaya analisa evaluasi, tindak lanjuti intelijen aksi, penggalangan sasaran prioritas agar tidak berkembang menjadi Ambang Gangguan (AG). Pascapenangkapan pelaku teroris sebagai penyandang dana yang terkait dengan jaringan Abu Bakar Ba’asyir pantau terus dinamika terhadap kelompok JAT dan kelompok lain yang pro dan permasalahkan penegakan hukum, jajaran waspada terhadap kelompok yang tidak puas dan pihak ketiga yang memanfaatkan situasi menyerang fasilitas dan personil Polri. Polda NTB terus meningkatkan kegiatan operasional intelijen di seluruh tingkatan, mengumpulkan bahan keterangan tentang potensi gangguan dengan tetap memantau dinamika kegiatan masyarakat dan menggali terus potensi gangguan yang akan mengarah ke ambang gangguan. Selain itu, polisi mengintensifkan langkah dengan mobilitas tinggi menggelar fungsi kepolisian secara terbuka dan tertutup di beberapa titik rawan kegiatan masyarakat dan kejahatan untuk menjamin rasa aman, tentram dan nyaman di lingkungan masyarakat. Terhadap kejahatan 3C, judi dan penyalahgunaan bahan peledak, senjata api, senjata tajam masih menjadi prioritas untuk tetap konsisten dalam upaya pengendalian dan pengungkapannya. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana 3C, judi dan penyalahgunaan bahan peledak, senjata api, senjata tajam dengan melakukan analisa dan evaluasi serta membuat rekomendasi dan menentukan anatomi tindak pidana, memberikan kontribusi untuk mencegah, menanggulangi dan mengungkapnya. Kegiatan preventif yang dilakukan oleh satuan utama fungsi operasional kepolisian untuk menekan senjata tajam, senjata api dan bahan peledak menjadi

19

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

prioritas perhatian. Kapolda NTB juga mengingatkan untuk menggelar kemampuan dan kekuatan yang memadai melalui pola kegiatan preemtif dan preventif yang dilakukan dengan pengawasan dan pengendalian serta komando pengendalian lapangan agar efektif dan tepat sasaran dan menghindari tindakan kontra produktif anggota. Dan dalam mendukung langkah-langkah preventif atau pencegahan selalu mengutamakan cara bertindak dialog (persuasif edukatif) yang didukung oleh penggelaran kekuatan secara profesional dan berimbang. Khusus di bulan Juni 2011, Kapolda NTB memberikan direktif kepada seluruh Kapolres se-NTB dan jajaran Polda NTB berkaitan dengan masalah ini. Direktif Nomor: REN. 4.1.2/761/ VI/2011, tanggal 6 Juni 2011, berisi sehubungan dengan referensi analisa dan evaluasi kegiatan operasional minggu ke-22 dan rencana operasional minggu ke-23 di jajaran Polda NTB, diingatkan kembali untuk senantiasa tetap waspada, fokus kelola situasi keamanan, ketertiban masyarakat di wilayah hukum masing-masing, untuk itu disampaikan direktif Kapolda; kelola terus potensi gangguan dan sinergikan dengan seluruh elemen untuk mendapatkan indikasi kerawanan sehingga dapat dapat diantisipasi lebih awal khususnya laporan yang terkait tindak pidana yang terjadi tangani hingga tuntas. Potensi gangguan yang terindikasi kerawanan dan mengarah pada ambang gangguan ditindaklanjuti dengan menggelar kegiatan preventif intensif kendalikan sitkamtibmasnya agar tidak terjadi tindak pidana. Awali perencanaan yang baik, cek kesiapan anggota, alat utama, alat khusus sebelum melaksanakan tugas dan lakukan pengawasan pengendalian saat melaksanakan tugas operasional dan melaksanakan konsolidasi di akhir tugas operasional. Diingatkan lagi penjagaan seluruh jajaran kantor kepolisian kesiapan maksimal tidak lengah dan berikan pelayanan humanis, bangun komunikasi.

20

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Direktif lain berhubungan dengan hal ini adalah direktif Kapolda NTB, bernomor: REN. 4.1.2/818/VI/2012, tanggal 27 Juni 2011. Isinya, sesuai dengan referensi analisa dan evaluasi dan kegiatan operasional minggu ke-25 dan rencana kegiatan operasional minggu ke-26 di jajaran Polda NTB, situasi kamtibmas terkendali merupakan kewajiban seluruh jajaran untuk mempertahankan dan tetap waspada tidak lengah, antisipatif, untuk itu, disampaikan direktif Kapolda; indentifikasi permasalahan oleh jajaran intelijen dan seluruh jajaran fungsi kepolisian sebagai pengemban fungsi intelijen untuk mengelola Potensi Gangguan (PG) setiap saat, sehingga dapat lebih awal mengetahui gejala yang akan terjadi. Oleh karena itu lakukan semaksimal mungkin dalam satu rencana kegiatan yang terukur dan fokus dengan memperhatikan dinamika situasi kamtibmas yang terjadi dan memperhatikan rekomendasi dari anev produk intelijen harian. Gelar kegiatan preventif untuk mengelola Ambang Gangguan (AG), sinergikan bersama-sama dengan potensi masyarakat di lingkungan masing-masing melalui kegiatan siskamling. Atensi pengamanan seluruh kegiatan jelang Hari H 1 Juli dilaksanakan, ciptakan kondisi kondusif dan pengamanan markas di seluruh jajaran agar ditingkatkan, lakukan pengawasan dan pengendalian lapangan. Perhatian dan pemantauan terus diperketat secara tertutup sembari melihat eskalasi situasi di lapangan. “Jika eskalasi meningkat berarti polisi harus terus fokus, terutama bagi satuan wilayah Bima dan Dompu,” ujar Kapolda NTB. Prediksi akan munculnya resistensi pada penangkapan Mujahidulhaq, benar adanya. Beberapa waktu setelah penangkapan itu, muncul reaksi yang datang dari pendukung Mujahidulhaq. Puluhan pengunjuk rasa mendatangi Polres Bima Kota. Mereka berasal dari kelompok yang mendukung Mujahidulhaq, termasuk salah satunya dari Ponpes UBK, tempat Sang Ustad mengajar, dengan tuntutan agar polisi membebaskan Mujahidulhaq. Beberapa

21

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Struktur Organisasi Operasi Kepolisian

perwakilan pengunjuk rasa sempat diterima oleh Kapolres Bima Kota, AKBP Kumbul Kusdwijanto, S.IK., yang kemudian berdialog dengan para pengunjuk rasa. Berdasarkan direktif Kapolda NTB tersebut, Polres Bima Kota mengantisipasi masuknya "orang asing" dengan membetuk tim khusus pemantau dan memperketat pengawasan terhadap kelompok-kelompok yang terindikasi radikalisme. Tidak hanya di Polres Bima Kota, Polres Bima dan Polres Dompu yang juga memperketat pemantauan, melainkan juga seluruh Polres di Pulau Lombok dan Sumbawa, dengan menjaga pintupintu masuk dan keluar wilayah NTB. Markas-markas kepolisian dari tingkat polsek hingga polda diminta untuk siaga dan waspada terhadap segala kemungkinan balas dendam yang akan terjadi. Namun sebuah kejadian yang lagi-lagi mengejutkan masyarakat Bima ketika salah seorang santri yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di Ponpes UBK, bernama Syakban, tiba-tiba

22

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

menghentak subuh dengan sebuah aksi pembunuhan terhadap seoran polisi Brigadir Rokhmad Saefudin yang tengah berjaga piket di Polsek Bolo-Sila. Dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Tangerang pada persidangan Rabu, 1 Februari 2012, Syakban mengaku membunuh polisi karena marah dan tidak suka polisi terus

Pertemuan Kapolda NTB dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bima mendiskusikan “cara terbaik mendekati” pihak UBK

memata-matai dan mengawasi kegiatan mereka serta para ustadnya. Ia akhirnya termotivasi untuk melakukan pembunuhan terhadap polisi, khususnya yang bertugas di Polsek Bolo. Ia merasa jengkel dan tidak terima atas tindakan polisi, khususnya anggota Polsek Bolo, yang dianggap selalu mengintai semua kegiatan, khususnya yang dilakukan oleh para ustad di Ponpes UBK.

23

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima Satgas Polda NTB

Peristiwa ini membuat Polda NTB mengambil langkah antisipasi yang lebih tegas lagi yakni dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Polda NTB sejak 1 Juli 2011. Satgas Polda NTB terdiri dari delapan Satama Opsnal (Satuan Utama Operasional), yakni Intelijen, Reserse Umum, Sersesus, Narkoba, Sabhara Obvitsus, Bimmas dan Lantas. Enam kesatuan sebagai Satban Opsnal (Satuan Bantuan Operasional) yaitu Brimob, Propam, TI Pol, Bidokkes, Bidhumas dan Poludara. Ditambah lagi dengan Satbanmin Opsnal (Satuan Bantuan Administrasi Operasional). Tanggal 13 Juli 2011, Kapolda NTB resmi mengeluakan dua Surat Perintah yakni; pertama, pembentukan Satgas Polda NTB bernomor: Pol. Gas/525/VII/2011. Satgas ini terdiri dari Kasatgas Penegakan Hukum, Wakasatgas, Ketua Tim Penyidik Ketua Tim Penyelidik, Ketua Tim Pengawas Penyidik, Ketua Tim Penindakan, Ketua Tim Olah TKP, Ketua Tim Mindik, Kanit Olah TKP, Kanit Penyidik, Kanit Penyelidik dan Kanit Mindik. Kedua, Surat Perintah Penyidikan bernomor: Sp. Sidik/509/VII/2011, tentang Penyidikan Tindak Pidana Terorisme. Sejak saat itulah semua fungsi ini bekerja sinergis dan simultan dalam menangani kasus ini. Satgas ini mulai melakukan penyidikan terhadap kasus Syakban. Dari keterangan-keterangan yang diberikan Syakban (berdasarkan keterangan Syakban saat persidangan yang sama) polisi terus melakukan pengawasan dan memperketat monitoring tertutup terhadap Ponpes UBK, Sanolo. Dua bulan sebelum pembunuhan anggota Polsek Bolo, Brigadir Rokhmad Saefuddin, polisi sudah mengantisipasi bahan peledak, senjata tajam dan lainnya. Seluruh Kapolres se-NTB sudah diperintahkan untuk siaga dengan target khusus bahan peledak dan senjata tajam. Pada Bulan Juli 2011, setelah terjadinya pembunuhan Brigadir Rokhmad dan sebelum terjadinya ledakan di Ponpes UBK, masalah

24

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolda NTB ketika berada di Kantor Camat Bolo didampingi Kapolres Bima, Wakil Bupati Bima, Ketua MUI Bima dan Camat Bolo dalam kunjungan ke Polsek Bolo

pengelolaan Potensi Gangguan terus menjadi perhatian Kapolda NTB dengan mengeluarkan direktif-direktif berikutnya, salah satunya direktif bernomor: REN. 4.1.2/859/VII/2022, tanggal 4 Juli 2011, berisi; sehubungan dengan referensi analisa dan evaluasi kegiatan operasional minggu ke-26 dan rencana kegiatan operasional minggu ke 27 di jajaran Polda NTB, sitkamtibmas dengan kegiatan Community Policing sebagai upaya pengendalian kamtibmas untuk menciptakan sitkamtibmas untuk menciptakan situasi kondusif, untuk itu diingatkan lagi sebagai direktif Kapolda NTB. Identifikasi Potensi Gangguan (PG) secara cermat dan fokus sebagai upaya preemtif dan sinergikan dengan seluruh elemen dalam rangka mencari solusi penyelesaian permasalahan. Kegiatan operasional kepolisian preventif sebagai upaya mengelola Ambang Gangguan (AG), melalui gelar Satamafungopsnal secara maksimal dan dirasakan bermanfaat kehadirannya untuk ciptakan rasa tentram dan aman di tengah-tengah masyarakat. Penegakan hukum kepolisian represif dan tegas sebagai upaya mengelola Gangguan Nyata (GN), profesional, prosedural dan akuntabel dalam rangka memberikan

25

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pembelajaran dan kepastian hukum terhadap pelaku tindak pidana. Dalam rangka mewujudkan pelayanan prima agar seluruh jajaran tingkatkan, kedepankan pelayanan yang humanis, namun tetap dengan kewaspadaan yang tinggi, antisipatif dan tidak lengah. Peran para Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) untuk selalu laksanakan pengawasan dan pengendalian lapangan terhadap pelaksanaan tugas operasional kepolisian, kegiatan rutin harian sehingga dapat meningkatkan kesiapsiagaan yang optimal. Khusus terhadap ponpes sebagai tempat Mujahidulhaq mengajar dan Syakban belajar sebagai salah seorang santrinya, Ponpes UBK mendapat pengawasan ketat. Seluruh aktivitas Ponpes UBK terpantau dan terpetakan dengan baik. Sesungguhnya polisi telah menduga bahwa dalam pondok tersebut telah ada aktivitas perakitan bom (perakitan bom ada seperti yang diakui Ustad Abrory pada persidangan, Rabu, 8 Februari 2012), namun polisi bertindak hatihati menyikapi hal tersebut. Mengambil langkah, memastikan segala yang terjadi dan pengambilan tindakan benar-benar berdasarkan ketentuan dan aturan hukum yang berlaku. Karena itu, tindakan pertama yang diambil Satgas Polda NTB adalah mengisolasi areal tersebut secara tertutup agar jika terdapat bahan peledak, tidak keluar dari Ponpes UBK sehingga dapat melukai masyarakat umum. Ketatnya penjagaan pondok ini, membuat polisi berhitung dengan cermat untuk melakukan tindakan represif. “Kami tidak ingin jatuh korban dengan melakukan tindakan represif terhadap pondok UBK, melainkan terus memperketat pengawasan dan pemantauan terhadap aktivitasnya,” kata Kapolda NTB. Ponpes UBK, sesungguhnya telah diamati sejak penangkapan salah seorang ustadnya yang bernama Mujahidulhaq tadi, pada 3 Desember 2010. Mujahidulhaq inilah kemudian yang digantikan oleh Abrory (pengakuan Abrory pada persidangan yang sama). Satgas Polda NTB yang dibentuk tersebut sudah diarahkan untuk fokus di Kecamatan Bolo, salah satunya untuk mengamati UBK.

26

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Polisi sudah mendeteksi kalau dalam pondok tersebut telah ada bahan peledak, namun terus diawasi agar tidak keluar. Usaha polisi untuk masuk ke dalam pondok tersebut selalu dihalang-halangi sehingga polisi memilih untuk tidak memaksa, melainkan terus mengawasi kemungkinan bahan peledak agar tidak keluar dari pondok itu, sampai pihak pondok mau secara kooperatif membiarkan polisi masuk. Namun, bom rakitan tersebut akhirnya meledak dalam kompleks Ponpes UBK, akibat salah penanganan saat dijinakkan oleh Ustad Firdaus yang akhirnya tewas terkena ledakan bom tersebut (pengakuan Ustad Abrory dalam sidang yang sama). Upaya untuk menghalangi polisi masuk Ponpes UBK juga diakui oleh Mustakim dalam persidangan, Rabu, 1 Februari 2012. Bukan hanya polisi, bahkan masyarakat pun dilarang untuk mendekat apalagi masuk dalam areal pondok. (kesaksian Kades Sanolo, Ridwan Yusuf pada persidangan, Rabu, 11 Januari 2012). Karena hal inilah, polisi memilih tidak melakukan tindakan represif terhadap kelompok UBK untuk menghindari jatuhnya korban karena mereka tetap ngotot tidak membolehkan polisi masuk. Polisi mengikuti iramanya, dengan terus melakukan pendekatan dan upaya preventif dalam pengawasan yang ketat dan tertutup. Polisi sudah fokus mengisolasi Ponpes UBK sambil menemukan celah yang tepat untuk bisa masuk. Hingga akhirnya terjadi ledakan di pondok tersebut yang memakan korban seorang pengajar di pondok tersebut. “Polisi sesungguhnya prihatin karena ledakan itu menimbulkan korban jiwa,” kata Kapolda NTB. Jika saja pondok tersebut tidak diisolasi, mungkin bahan peledak itu akan dirakit di tempat lain, dimana bisa saja menimbulkan korban lebih banyak, korban orang-orang yang tidak bersalah. Polisi dinilai lambat menangani meski telah menduga bahwa

27

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

bahan peledak itu ada. Dugaan ini tidak lantas membuat polisi bisa melakukan upaya paksa, karena segala sesuatunya harus dipastikan terlebih dahulu. Arif Wachjunadi dengan tegas mengatakan, bahwa dalam penanganan kasus UBK, polisi tidak ingin mengambil langkahlangkah penanganan secara represif dengan melakukan upaya paksa melainkan memilih menanganinya dengan cara-cara preemtif dan preventif. Ia berfikir dua kali untuk mengambil tindakan represif dalam penanganan persoalan ini, dengan pertimbangan yang matang agar tidak salah dalam menanganinya. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan utamanya agar tidak ada korban yang jatuh selama penanganannya, termasuk dari pihak UBK. “Semua warga NTB, harus dilindungi keselamatannya. Dan itu menjadi tanggung jawab saya. Saya tidak ingin ada korban dalam penanganannya,” ujarnya. Pertimbangan lain juga karena ada beberapa momentum yang bertepatan dengan hal ini yang jika terjadi bentrok antara polisi dan pihak UBK, maka akan mungkin menjatuhkan citra Nusa Tenggara Barat di tingkat nasional maupun internasional. Kapolda NTB dan seluruh jajarannya, mengambil langkah tegas namun persuasif demi menjaga semua kepentingan yang ada di NTB. Kepentingan utama adalah kepentingan kemanusiaan. Pascaaksi pembunuhan yang dilakukan oleh Syakban terhadap anggota polisi Sektor Bolo, 30 Juni 2011, institusi Polri akan merayakan HUT-nya yang ke-65 keesokan harinya. Ditambah lagi, beberapa waktu berikutnya ada kunjungan Wakil Presiden RI, Boediono, ke Nusa Tenggara Barat. Tidak memilih upaya paksa dilakukan kala itu, juga dengan pertimbangan polisi tidak ingin ada ekses “warna” negatif yang akan menimbulkan resistensi besar mewarnai perayaan HUT Polri ke-65 dan pengamanan kunjungan Wakil Presiden. Hal inilah yang membuat polisi terkesan “menunda” upaya paksa masuk ke Ponpes UBK. Namun begitu, Satgas Polda NTB terus berjalan dengan intensitas dan mobilitas tinggi dan super ketat. Selain fokus di Bima, juga melakukan pengamanan

28

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

kunjungan Wapres di Lombok waktu itu. Polisi bekerja keras untuk mensukseskan semuanya, seluruh pasukan dalam kondisi siaga menjaga berbagai kepentingan terutama kepentingan kemanusiaan. 11 Juli 2011, pukul 15.30 wita, bom rakitan (berdasarkan keterangan saksi ahli Anang Kusnadi, S.Si., Perwira Urusan Unit Balistik dan Metalurgi Forensik pada Laboratorium Forensik Cabang Denpasar, yang memeriksa benda-benda yang ditemukan di UBK berkaitan dengan ledakan yang terjadi tersebut dan menjadi saksi kasus ini pada persidangan, Rabu 25 Januari 2012) meledak dalam Ponpes UBK, Sanolo. Bom ini meledak ketika berusaha dijinakkan (berdasarkan pengakuan Ustad Abrory pada persidangan, Rabu, 8 Februari 2012) dan menewaskan seorang staf pengajarnya, yakni Ustad Firdaus yang kala itu menjinakkan bom rakitan tersebut. Pascaledakan ini, pihak UBK kembali mengisolasi pondok agar tidak seorang pun boleh mendekat. Ponpes UBK dijaga dengan sangat ketat oleh para santri dan pengajar. Tidak ada komunikasi yang bisa dibangun dengan pihak UBK baik dari polisi, pemerintah daerah maupun pemerintah kecamatan dan desa. Upaya lobi polisi untuk bisa masuk dengan “cara yang baik” ke Ponpes UBK, tidak membuahkan hasil. Seluruh kekuatan komunikasi dipakai polisi untuk bisa masuk pondok ini. Koordinasi dan komunikasi telah dibangun oleh polisi bersama dengan pemerintah daerah Kabupaten Bima dan jajarannya hingga unsur terkecilnya, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan masyarakat setempat agar polisi bisa diijinkan masuk untuk memeriksa lokasi kejadian. Keterlibatan para tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat sebagai jembatan antara polisi dan pihak pondok untuk dapat masuk ke dalam areal pondok, dinilai penting untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Polisi meminta dukungan mereka agar dalam melakukan tindakan kepolisian seperti olah TKP dalam ponpes ini tidak ditumpangi pihak tertentu atau pun kelompok agama tertentu. Hal ini telah diantisipasi sepenuhnya oleh polisi agar tidak

29

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

menimbulkan masalah baru agar tidak kontraproduktif. Lagi-lagi polisi menahan diri untuk tidak melakukan upaya paksa. Hingga akhirnya, dua hari setelah ledakan terjadi, 13 Juli 2011, barulah polisi dapat masuk ke Ponpes UBK dan langsung melakukan tindakan-tindakan kepolisian seperti Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan tindakan kepolisian lainnya. Pascaledakan di Ponpes UBK, tingkat kerawanan menjadi tinggi karena kelompok radikal dan terorisme masih berpeluang untuk melakukan gangguan terhadap masyarakat, polisi dan keluarganya serta markas polisi. Kapolda NTB meminta seluruh yang melaksanakan kegiatan operasional untuk meningkatkan kewaspadaan di lapangan. Selain itu tetap melakukan identifikasi kelompok radikal yang sealiran di wilayah hukum masing-masing dengan memantau dan memonitor kegiatannya. Kedepankan Pola Pelayanan

Setelah ledakan itu, direktif Kapolda NTB kembali menegaskan tentang kewaspadaan dan kesiapsiagaan dan dalam melakukan penanganan dan pengungkapan kasus ledakan di Ponpes UBK, ia memerintahkan seluruh jajarannya agar melakukannya dengan pendekatan soft power. Hal ini tertuang dalam direktif Kapolda NTB, bernomor: REN 4.1.2/908/VII/2011, tanggal 18 Juli 2011, sehubungan dengan referensi analisa dan evaluasi kegiatan operasional minggu ke-28 dan rencana kegiatan operasional minggu ke-29 di jajaran Polda NTB, disampaikan direktif Kapolda; pelajari lagi beberapa analisa dan evaluasi mingguan sebelumnya dan konsisten untuk dilaksanakan, terutama yang terkait dengan penanggulangan 3C, judi, unjuk rasa, rusuh, radikalisme, terorisme, senjata api, senjata tajam dan bahan peledak. Atensi agar meningkatkan kewaspadaan di seluruh jajaran dan tidak lengah sehubungan dalam pelayanan masyarakat dan pelaksanaan tugas operasional rutin kepolisian. Cek

30

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dan ricek kesiapan pelaksanaan tugas kepolisian di markas komando dan lapangan karena kelompok radikal sudah mengancam Polri baik institusi mau pun perorangan dan keluarganya. Koordinasi, komunikasi terbuka, humanis dengan seluruh stake holder dalam rangka menciptakan kondisi yang kondusif. Direktif lain berkaitan dengan hal tersebut, bernomor: REN 4.1.2/966/VIII/2011, tanggal 1 Agustus 2011. Isinya, sehubungan dengan referensi analisa dan evaluasi kegiatan operasional minggu ke-30 dan rencana kegiatan minggu ke-31 di jajaran Polda NTB, diingatkan kembali pada seluruh satuan wilayah agar lebih waspada dan atensi melaksanakan kegiatan operasional, untuk itu disampaikan direktif Kapolda NTB; pascapeledakan di Pondok UBK Desa Sanolo Kabupaten Bima tingkat kerawanan tinggi karena kelompok radikal dan terorisme masih berpeluang untuk melakukan gangguan terhadap masyarakat, polisi, keluarga dan markas polisi. Untuk itu tingkatkan kewaspadaan seluruh satuan yang melaksanakan kegiatan

Kedepankan Pola Pelayanan dengan komunikasi. Kapolda NTB bersama Ayahanda Abrory M. Ali Ghani Al Ayyubi.

31

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

operasional di lapangan, selain itu lakukan identifikasi kelompok radikal yang sealiran di wilayah hukum masing-masing pantau, monitor kegiatannya. Datakan melalui produk intelijen anev dan buat rekomendasi ikuti perkembangan untuk mendukung proses sidik yang diarahkan pada tindak pidana terorisme pascaledakan Pondok UBK yang sedang berlangsung. Selain itu sebagai kegiatan imbangan seluruh Satuan Fungsi Operasional (Satfungopsnal) di samping melaksanakan kegiatan rutin agar arahkan dan laksanakan kegiatan lidik sebagai agen intelijen sehingga dapat memberikan kontribusi informasi. Apa yang dilakukan Arif sebagai seorang Kapolda maupun polisi dalam penanganan kasus ini adalah mengedepankan pola Pelayanan. Selaras dengan konsep yang dibuatnya, yakni Pola 4P (Pelayanan, Pengendalian, Penanggulangan dan Penindakan) dalam rangka Penegakan Hukum. Jajaran Polda NTB menghadapi situasi di Sanolo Bima dengan pendekatan soft power. Dalam upaya memasuki Ponpes UBK dan penanganannya, polisi lebih mengedepankan komunikasi dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintah daerah setempat sampai dengan mediator untuk dapat menangani kasus ini dengan pelayanan penuh, karena melihat lokasi UBK berada di tengah pemukiman warga Sanolo. “Kalau ini efektif, polisi tidak perlu pakai cara lain,” ungkap Kapolda NTB. Karena itulah, penanganan kasus UBK, bisa dikatakan hanya sampai pada “P” yang pertama, yakni; Pelayanan. Dengan Pola Pelayanan itu, nyatanya efektif dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Tidak ada jatuh korban dan celah kesalahan polisi nyaris tidak terlihat. Namun begitu, 3P berikutnya, memang tetap disiapkan. Meskipun kesalahan itu tetap ada, namun tidak substantif. Kapolda NTB sadar, selama ini, dalam menghadapi persoalan kamtibmas, polisi kerap menjadi sorotan, polisi kerap disalahkan atas tindakantindakan lapangan yang represif, terutama dari mereka yang memiliki “kepentingan”.

32

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Satgas Polda NTB dipimpin Kapolda NTB tiba di Bandara Sultan Salahuddin Bima setelah ledakan terjadi di UBK

Kapolda NTB (dua dari kiri) menekankan kepada Direskrimum Kombes. Pol. Heru Pranoto (kiri), Kasat Brimob Kombes. Pol. Imam S. (dua dari kanan) dan Dirintelkam Kombes. Pol. Gunawan (paling kanan), tentang strategi masuk Ponpes UBK dan penanganan selanjutnya harus dilakukan dengan cara humanis dan pendekatan soft power

Dalam kasus UBK, polisi bertindak hati-hati, teliti dan fokus karena tidak ingin salah prosedur, sehingga orang sulit mencari-cari celah kesalahan polisi. Orang yang "memiliki kepentingan" tidak

33

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

banyak berkomentar tentang Polda NTB dalam penanganan UBK. Penanganan yang dilakukan Satgas Polda NTB, tidak membuka peluang menjadi kasak-kusuk yang kontraproduktif dan ditujukan pada aparat kepolisian. Publik hanya membicarakan tentang ledakan, tentang barang bukti, tentang penjemputan tersangka dan lain-lain. Itulah sebabnya, setelah Abrory ditangkap, Kapolda dan jajarannya bisa “bernafas lega”. Prinsip yang dipegang, tidak perlu buru-buru karena bisa jadi bumerang. Banyak komentar yang dilontarkan dalam penanganan UBK, dan suara-suara yang memanas-manasi. Bahwa dalam penanganan kasus UBK, polisi terkesan lamban. “Biarkan saja,” jawab Kapolda NTB. Polisi lambat dikoreksi, polisi cepat lebih salah lagi. Lebih baik terkesan lambat namun substansi penyelesaiannya tepat dan tidak menimbulkan korban. “Saya tidak ingin cepat dengan memakai pola terakhir, Penindakan dalam penegakan hukumnya karena masih ada jalan lain yang bisa ditempuh,” ujarnya. Kecepatan polisi yang menggunakan tindakan represif, itulah yang ditunggu “kelompok kepentingan tertentu”, lanjutnya. Karena apa? Kelompok yang dihadapi mungkin tadinya salah (UBK misalnya, sudah jelas ada ledakan dalam pondok itu, sudah jelas ada barang buktinya), akan bisa jadi benar jika langsung dihadapi dengan cara represif. Maka yang salah bisa jadi benar. Bayangkan saja, jika ia menerapkan upaya terakhir, yakni Penindakan untuk menghadapi anggota Ponpes UBK yang berusaha keras menghalang-halangi polisi masuk ke dalam pondok mereka, dengan tindakan represif, bisa jadi akan ada jatuh korban. Tentunya, jika pun polisi arogan memaksa untuk masuk saat itu, bisa saja dilakukan, mengingat polisi oleh aturan diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan sesegera mungkin demi kepentingan umum. Namun, pasti akan banyak jatuh korban. Dan itu hal yang dihindari Satgas Polda NTB dalam menangani kasus ini. Para

34

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

anggota Ponpes UBK saat itu menjaga pondok mereka dengan parang dan senjata tajam lainnya, tidak imbang jika dilawan dengan peluru tajam, ujarnya. Lagi pula, mereka hanya berjaga-jaga, tidak menyerang dan masih tampak tidak membahayakan orang lain dan masyarakat di sekitarnya, lanjutnya. Melihat situasi itu, polisi lebih memilih mengedepankan Pelayanan dengan cara komunikasi dan menempuh langkah-langkah kooperatif dan preemtif serta preventif. Itulah mengapa dalam menangani pascaledakan Ponpes UBK, Satgas yang dipimpinnya, menerapkan taktik isolasi terbuka, bukan isolasi tertutup. Isolasi terbuka yang dilakukan oleh polisi inilah yang menimbulkan banyak pertanyaan; mudahnya anggota pondok melarikan diri setelah polisi sudah banyak di sekitar pondok tersebut. Selaku komandan, Arif fleksibel dalam penanganan UBK dengan menerapkan taktik isolasi terbuka itu; isolasi terbuka dengan kewaspadaan. Isolasi terbuka dilakukan karena pondok tersebut berada di pemukiman warga. Polisi ingin agar kepentingan masyarakat umum yang keluar-masuk Desa Sanolo, tidak terganggu. Masyarakat lain yang bukan kelompok UBK tentu juga punya kepentingan untuk keluar-masuk Desa Sanolo. Polisi tidak boleh menghalangi kepentingan masyarakat itu. Bayangkan jika taktik yang dipakai adalah isolasi tertutup, maka tidak seorang pun boleh keluar-masuk Desa Sanolo. Itu artinya akan menimbulkan kerugian bagi kepentingan umum. Taktik isolasi tertutup akan dipakai dengan melihat situasi, misalnya jika pondok atau target itu berada jauh dari pemukiman, sehingga jelas siapa yang keluar-masuk. Isolasi terbuka inilah yang memudahkan anggota pondok melarikan diri termasuk pimpinannya (Abrory). Arif Wachjunadi mengaku, “Memang sengaja saya biarkan mereka keluar,” katanya. Taktik isolasi terbuka dilakukan agar mudah membedakan mana masyarakat dan mana anggota Ponpes UBK. Tapi dengan satu skenario, mereka terus diikuti. Polisi sudah tahu keberadaan

35

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

mereka namun hanya mulai terus meyakinkan dan memastikan mereka melarikan diri. Kalau mereka terus bersembunyi, itu artinya takut. Kalau mereka takut, itu berarti ada sesuatu. Sesuatu yang harus diperiksa polisi. Waktu yang diulur untuk menangkap satu persatu dari mereka, juga taktik agar tidak jatuh korban. Satgas Polda NTB sudah menyebar di seluruh Bima. Pintu-pintu masuk pelabuhan, terminal dan bandara sudah diawasi dengan ketat. Polisi tetap “santai” dan menyusun langkah-langkah persuasif, melakukan komunikasi dengan keluarga dan mediator lain agar proses penangkapan dilakukan dengan cara-cara yang humanis, tanpa peluru. Kapolda NTB menanti saat-saat tepat itu. Semacam memastikan orang yang diburu bisa ditangkap tanpa ada perlawanan tapi dengan komunikasi. Langkah polisi pelan tapi pasti, tanpa korban. Cara persuasif yang dilakukannya pada penanganan UBK, secara tidak langsung rupanya sedikit banyak mempengaruhi psikologi publik dalam menilai apa dan siapa. Masyarakat, terutama yang paling dekat dengan tempat tinggal dan tempat asal Abrory di Bima, sebelumnya "mengutuk" Ponpes UBK dan pimpinannya, menjadi berbalik simpati kepadanya karena ia dan keluarganya kooperatif dan mau mempertanggungjawabkan apa yang terjadi di pondok miliknya dengan gentleman, sehingga situasi Bima berangsur-angsur normal. Masyarakat tidak lagi terusik dengan kehadiran polisi dalam jumlah yang banyak. Karena mau tidak mau, polisi wajib mengamankan dan melindungi masyarakat ketika dalam situasi yang tidak menentu sebelum mereka yang diduga terlibat itu ditangkap. Jika tidak kooperatif dan mengakhiri persembunyiannya dengan cara yang baik, yang secara tidak langsung ditawarkan polisi, situasinya bisa saja menjadi lain. Kooperatifnya keluarga juga terbangun karena cara-cara pendekatan yang dilakukan polisi dengan pendekatan soft power.

36

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Komunikasilah yang dikedepankan polisi (salah satunya negosiasi pihak keluarga dengan polisi melalui mediator) dalam penjemputan orang yang paling dicari kala itu. Inilah salah satu bentuk Pelayanan dalam konsep Pola 4P yang dibuat Kapolda NTB dengan mengedepankan soft power dalam mengelola Harkamtibmas (Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat). Dengan Pelayanan ini ada komunikasi, ada harmonisasi sehingga serumit apa pun persoalannya, dapat diselesaikan dengan tepat. Hal ini pula yang membuat keluarga Abrory, orang tuanya, saudara-saudaranya, ipar-iparnya, memberikan penghormatan kepada Arif Wachjunadi, baik sebagai pribadi maupun sebagai seorang Kapolda. Ali Ghani, Ayahanda Abrory mengakui bahwa penanganan yang dilakukan polisi dalam hal ini seperti yang diharapkan keluarga. Pesan-pesan pendek yang disampaikan keluarga Abrory lewat mediator, mengungkapkan rasa terima kasihnya berulang-ulang atas perlakuan baik Kapolda terhadap Abrory. Atas kesediaannya menjemput sendiri dan atas semua janji yang dipenuhinya, sehingga keluarga merasa nyaman melepas Abrory untuk diperiksa dan mempertanggungjawabkan apa yang sesungguhnya terjadi. Mereka melepas Abrory dengan ikhlas menjalani proses hukum. “Keluarga kami merasa terhormat, Abrory dijemput Kapolda,” kata Ali Ghani. Itu artinya simpati pada polisi, pada langkah-langkah yang diambil polisi. Bahkan simpati itu datang langsung dari keluarga orang yang disangkakan melakukan perbuatan melawan hukum. Sikap dan pola penanganan yang persuasif dilakukan polisi membuat mereka tidak melakukan perlawanan sedikit pun, melainkan menyerahkan sepenuhnya kepada polisi untuk memeriksa Abrory hingga akhirnya pengadilanlah yang membuktikannya. Penanganan kasus UBK terus berjalan. Polisi berkomitmen tetap melakukannya dengan Pola Pelayanan. Kapolda NTB merasa

37

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

bertanggungjawab terhadap penanganan kasus UBK dari awal hingga akhir. Maka sejak awal, polisi berkomitmen bahwa seluruh proses penanganan kasus UBK dilakukan di Nusa Tenggara Barat. Kapolda NTB memandang kasus yang terjadi di NTB ini ibaratnya sebuah keluarga yang tengah menghadapi masalah. Maka, sepatutnyalah orang tua dari keluarga tersebutlah yang menyelesaikan persoalannya. Sebagai “orang tua” (bidang keamanan di NTB), Arif Wachjunadi merasa bertanggung jawab untuk melindungi warga NTB, karena ia telah diserahi tugas sebagai Kapolda NTB dan itu berarti ia adalah penanggung jawab utama Kamtibmas di NTB. Kepolisian bertanggung jawab pada bidang keamanan, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan tugas pelayanan. Sebagai “orang tua”, ia ingin menyelesaikan semuanya dengan tuntas di NTB. Menurutnya, orang tua harus bisa berperan menjadi orang tua, guru, instruktur dan kawan bagi anak-anaknya. “Mereka juga 'anak-anak' saya. Kalau ada anak yang nakal, khilaf atau melakukan kesalahan, jika perbuatan tersebut harus dihukum, tentu saja orang tua yang lebih tahu tentang hal ini,” katanya. Karena anak merupakan titipan Yang Maha Kuasa bagi orang tuanya, maka ia harus bertanggung jawab. Begitulah Kapolda NTB mengibaratkan penanganan kasus ini, mengapa Polda NTB bersikeras jika seluruh proses penanganan kasus ini bisa dilakukan di NTB. “Apa pun masalah kamtibmas yang terjadi di NTB, saya bertanggung jawab menyelesaikannya di NTB. Jika saya mengalihkannya pada orang lain, maka itu berarti saya tidak punya tanggung jawab dan ingin lepas tangan,” ungkapnya. Inilah komitmennya sebagai Kapolda NTB, bahwa seluruh proses penegakan hukum kasus UBK bisa dilakukan di NTB. Ia ingin menuntaskan semuanya di NTB. Sedangkan komitmen sebagai polisi (profesi), kata Kapolda NTB, ada enam komitmen

38

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yang dibangun Polda NTB menangani kasus ini dalam penegakan hukumnya yakni, melakukannya secara profesional, proporsional, akuntabel, transparan, humanis dan tidak boleh ada rekayasa. Dilakukan secara professional, artinya bahwa dalam rangka melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus ini memakai Pola 4P yang mengacu pada aturan internal yakni berdasarkan Perkap. No 12 tahun 2009. Tetap dengan menggunakan pola strategi 4P (Pelayanan, Pengendalian, Penanggulangan dan Penindakan). Dalam penanganan kasus UBK, polisi baru memakai dua langkah saja, yakni Pola Pelayanan dan Pengendalian saja.Tidak sampai pada Pola Penanggulangan, apalagi Penindakan. Bahwa profesionalitas dalam penanganan kasus UBK tetap dijaga oleh polisi dengan tidak memandang kepentingan salah satu kelompok saja, melainkan tetap mengacu pada penegakan hukum berdasarkan ketentuan undangundang. Komitmen kedua adalah penanganan dilakukan secara proporsional yakni berkaitan dengan penerapan pasal-pasal yang dikenakan pada tersangka adalah benar-benar berdasarkan perbuatan yang dilakukan, tidak mencari-cari atau pun melebih-lebihkan atau “dikarang-karang”. “Harus sesuai antara perbuatannya dengan pasal yang dikenakan,” ungkap Arif. Komitmen ketiga adalah akuntabilitas yakni tiap tindakan kepolisian harus dapat dipertanggungjawabkan yang selalu dijaga oleh polisi dalam penanganan kasus ini. Akuntabilitas ini memiliki empat syarat akuntabilitas, yakni; teknis, taktis, yuridis dan etis sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Secara teknis, Polda NTB telah melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan dengan benar berdasarkan aturan yang berlaku. Taktis adalah bagaimana cara melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan tersebut telah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Unsur yuridis menjadi salah satu perhatian serius

39

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dalam penanganan kasus ini, bahwa seluruh proses penanganan dan tindakan kepolisian dilakukan berlandaskan hukum yang berlaku. Selanjutnya dilakukan secara etis yakni mengungkap permasalahan dari kasus ini dari “gelap” menjadi “terang”, dilakukan dengan cara-cara yang etis. Dalam mengejar pengakuan tersangka, penyidik tidak dengan cara-cara paksaan dan kekerasan. Para tersangka tetap diperlakukan sebagai manusia dengan mengedepankan penanganan dan perlakukan yang mengacu pada Hak Asasi Manusia. “Sekali pun pelaku kejahatan, mereka adalah manusia yang juga wajib dilindungi hak-haknya,” ungkap Arif. Komitmen selanjutnya adalah transparansi. Polisi telah diberikan kewenangan dan kepercayaan oleh masyarakat melaui undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap kasus ini, maka polisi wajib memberikan laporan perkembangan penyelidikan dan penyidikan dalam SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan/Penyidikan), kepada keluarga tersangka karena itu merupakan hak mereka.Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi. Penyidik kasus UBK juga diperintahkan oleh Kapolda NTB untuk melakukannya dengan cara yang humanis, mengedepankan sisi-sisi kemanusiaan, baik cara berkomunikasi dan pendekatan dengan tersangka maupun keluarganya, juga dalam interaksi selama proses penyelidikan dan penyidikan serta penagkapan dan penahanan para tersangka. “Kedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam menanganinya,” kata Arif. Dan dalam penegakan hukum kasus ini khususnya, tidak boleh mengada-ada, lakukan sesuai dengan porsinya, jangan melanggar HAM dan kepentingan tersangka. Sedangkan komitmen yang terakhir adalah tidak boleh ada rekayasa sedikit pun dalam penanganannya. Harus fakta yang “berbicara” dan tidak ada keraguan-raguan dalam menanganinya. “Masyarakat NTB tidak perlu khawatir! Penanganan kasus

40

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

UBK dilakukan secara profesional, proporsional, akuntabel, transparan, humanis dan tidak ada rekayasa. Saya jamin itu,” tegas Kapolda NTB. Keenam komitmen penegakan hukum ini dibangun Polda NTB dalam rangka meraih kepercayaan masyarakat NTB terhadap kinerja dan keberadaan polisi. ***

41

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

42

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Menyelesaikan Dengan “Tangan Sendiri”

Selain Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat yang menyatakan siap menangani sendiri kasus ledakan bom rakitan di Ponpes UBK –yang oleh Pengadilan Negeri Tangerang diputus sebagai kasus terorisme-, Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat pun menyatakan kesiapan yang sama. Selama ini, penanganan kasus yang berkaitan dengan terorisme selalu dilakukan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri dalam hal rangkaian penyidikan sampai dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan hingga pengamanan sampai tuntasnya penegakan hukum kasus tersebut. Demikian pula dengan penanganan penelitian berkas kasus, persidangan hingga eksekusi selalu dilakukan oleh Satgas Anti Teror Kejaksaan Agung RI. Karena itulah, kasus terorisme yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia biasanya ditangani di Jakarta, baik oleh Mabes Polri maupun Kejaksaan Agung RI. Para penyidik Densus 88 dan Satgas Kejagunglah yang akan bekerja. Namun, khusus untuk kasus ledakan

43

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus UBK dari Kejaksaan Tinggi NTB

bom rakitan yang terjadi di Ponpes UBK, Sanolo Bima, Polda NTB dan Kejati NTB menangani kasus ini dengan “tangannya” sendiri. Alasan yang sama diungkapkan oleh dua pimpinan institusi ini, Kapolda NTB dan Kajati NTB, bahwa mereka bertanggung jawab sepenuhnya menyelesaikan seluruh persoalan hukum yang terjadi di wilayah tempatnya bertugas. Itulah sebabnya, ketika kasus UBK mencuat sebagai dugaan terorisme, keduanya berdiri paling depan untuk menyatakan kesiapan dan tanggung jawab tersebut. Inilah yang membuat kasus Ledakan UBK menjadi kasus terorisme di Indonesia, pertama kali (tidak dilimpahkan ke pusat) ditangani sendiri oleh daerah. Teknis yudisial, yuridis maupun keamanan dilakukan sendiri. Menurut Kajati NTB, Muhammad Salim, SH., MH., ia yakin jaksa yang ada di NTB mampu menangani kasus ini. Maka ia memberi dorongan dan motivasi bagi 28 Tim Jaksa Penuntut Umum khususnya yang ada di NTB. Tim JPU berasal dari Kejaksaan Negeri Bima, Kejaksaan

44

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Negeri Mataram dan Kejaksaan Tinggi NTB. “Di mana pun ditugaskan dan apa pun kasusnya, Jaksa harus siap menangani perkara tersebut,” ungkapnya. Karena itulah, dengan keyakinan penuh, ia siap menangani perkara ini sendiri. Bahkan ia terjun langsung memberikan bimbingan kepada para JPU dalam penelitian berkas perkara UBK. Selain sebagai tanggung jawab terhadap daerah tempatnya bertugas, pertimbangan lain mengapa kedua institusi ini menangani sendiri kasus UBK adalah, jika ditangani di Jakarta, maka jarak tempat kejadian di Bima yang demikian jauh akan menghambat komunikasi dan memakan waktu yang panjang. Hal ini tentu saja akan berimplikasi juga pada besarnya biaya yang akan dikeluarkan. Ditambah lagi dengan rumitnya pengamanan terhadap para saksi dan tersangka. Beban negara menjadi berat. “Efisiensi waktu dan biaya serta pengamananlah yang mendorong kami untuk menangani sendiri kasus ini,” ungkap Kajati NTB. Mengingat kasus UBK yang terbilang unik dan sulit, maka JPU berupaya mencari terobosan-terobosan untuk menguji kasus ini di persidangan. Salah satu terobosan yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum dalam kasus UBK adalah bentuk atau jenis surat dakwaan yang menyimpang dari yang baku yang ditentukan oleh Jaksa Agung. "Ketika ekspos di Satgas Teroris Kejagung yang dilakukan di Jakarta, bentuk dakwaan ini sempat ditentang oleh Satgas Antiteror Kejagung karena dianggap tidak lumrah," ungkap Lalu Rudi Gunawan, Koordinator Tim JPU Kejati NTB untuk kasus tindak pidana terorisme Ponpes UBK Desa Sanolo Bima sekaligus Ketua Tim JPU terdakwa Abrory. Debat dan adu argumen Tim JPU kasus UBK dari Kejati NTB dengan Satgas ini, kata Rudi, berlangsung hingga enam jam sampai akhirnya Satgas Teroris Kejagung menyetujui dengan pertimbangan kasus Abrory sangat spesifik/berbeda dengan kasus-kasus teroris yang pernah terjadi sehingga tidak ada tercover dalam Keputusan

45

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Para saksi dari unsur masyarakat, pemerintah desa dan Polri Bima dan Dompu ketika berada di Pengadilan Negeri Tangerang

Jaksa Agung. Rudi dan Tim JPU lainnya, bersikeras membuat terobosan bentuk dakwaan ini, karena menurutnya, sukses atau tidaknya penuntutan dalam persidangan, mutlak tergantung pada surat dakwaan. "Itu mahkotanya jaksa," ungkapnya. Kukuhnya JPU kasus UBK meyakinkan kepada Kejaksaan Agung tentang terobosan ini berhasil baik karena akhirnya diterima sekaligus dapat diterima pula oleh hakim. Jenis dakwaan yang dibuat berupa dakwaan kombinasi yang menyimpang ini dilakukan, menurut Rudi, karena JPU harus mencari terobosan yang tepat karena kasus UBK dinilai sangat unik dan sulit dari semua kasus teroris yang pernah ada. Dalam menangani kasus UBK, baik institusi maupun dua pimpinannya, bekerjasama saling mendukung guna penyelesaian kasus ini. Semua jalan sesuai prosedur ditempuh untuk menyelesaikan kasus ini. Koordinasi dan komunikasi dilakukan secara intensif. “Bahkan untuk hal-hal yang tidak memerlukan formalitas, kami

46

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pecahkan dan diskusikan non formal,” kata Kajati. Hambatanhambantan birokrasi dibuka demi efisiensi dan efektifitas kerja penanganan kasus ini. Kesulitan-kesulitan dalam proses persidangan seperti mendatangkan saksi dari Bima, tidak menjadi kendala berarti bagi semangat Kejati NTB untuk terus menjalani tiap proses persidangan kasus ini. “Kami harus membujuk beberapa saksi agar mau hadir

Koordinasi pengamanan dilakukan Polda NTB hingga persidangan berlangsung di Tangerang. Pengamanan persidangan oleh Polresta Metro Tangerang dipimpin Kapolres Metro Tangerang, Kombes. Pol. Wahyu Widada

47

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

memberikan keterangan di persidangan,” ungkap Aspidum Kejati NTB, Anwarudin Sulistiyono, SH., M.Hum. Banyak dari mereka yang enggan menjadi saksi karena takut. Pihak kejaksaanlah yang memberikan pengertian dan pemahaman bagi mereka yang nota bene ada juga yang berasal dari desa, agar mereka bersedia memberikan keterangan di persidangan sesuai dengan yang diketahuinya. Saksi-saksi tidak berasal dari satu desa melainkan beberapa desa. Kerja keras untuk mencari dan menghadirkan mereka di persidangan pun butuh “perjuangan”, lanjut Aspidum. Karena ada yang bekerja di sawah dan kebun yang jauh dari perkampungan harus ditemukan dan diajak ke Jakarta untuk memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Tangerang. Karena mereka ke Jakarta meninggalkan anak dan istri serta pekerjaan di kampung halaman, mereka diberikan uang saku untuk menjamin kehidupan keluarganya selama beberapa hari ditinggal sang kepala keluarga ke Jakarta untuk bersaksi di persidangan. “Mereka dijemput di rumah-rumahnya dan kami pulangkan ke rumahnya kembali dalam keadaan baik,” lanjutnya. Demikian pula dengan Polda NTB, tanggung jawab pengamanan terhadap seluruh proses penanganan kasus ini tidak hanya dilakukan di NTB saja, melainkan melanjutkan komunikasi dan koordinasi pengamanan tersebut hingga ke Polres Metro Tangerang sebagai tempat disidangkannya kasus ini. Maka Polri mengambil peran mengamankan sidang UBK di Tangerang, sama seperti sidang-sidang kasus terorisme lain yang memang kerap dilakukan di PN Tangerang. Tidak kurang dari 160 personil Polres Metro Tangerang diturunkan tiap sidang kasus teroris di PN Tangerang yang digelar setiap hari Rabu, termasuk pengamanan bagi sidang kasus UBK. Polres Metro Tangerang melakukan pengawalan di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang dan LP Anak Tangerang (di mana Mustakim dititipkan) juga di PN Tangerang tiap kali sidang UBK

48

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

berlangsung. Pengamanan yang dilakukan polisi ini dikonsentrasikan di PN Tangerang, pengawasan sepanjang jalan PN dan pengawalan tim JPU, Hakim dan para terdakwa ketika menuju PN Tangerang. Tiap akan berlangsungnya sidang teroris hari Rabu, termasuk sidang UBK, tim Gegana maupun tim Jibom dan pengamanan dari Polres Metro Tangerang telah lebih awal tiba –sebelum sidang dimulai- untuk mensterilkan ruang-ruang sidang yang akan dipakai untuk persidangan. Pintu-pintu masuk dan di dalam ruang sidang PN Tangerang dijaga dan diawasi dengan ketat. Termasuk juga melakukan penjagaan dan pengamatan wilayah pinggir dan sterilisasi jalan sekitar PN Tangerang. “Polri berupaya melakukan pengamanan yang optimal terhadap persidangan kasus terorisme di PN Tangerang, termasuk sidang kasus UBK Bima,” kata Kombes Pol. Wahyu Widada, Kapolres Metro Tangerang. Selain melakukan pengamanan dan pengawasan terbuka, Polres Metro Tangerang juga melakukannya secara tertutup. Selain pengawalan terhadap personil yang terlibat dalam persidangan, juga diturunkan kendaraan pengurai massa sebagai antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. “Pengamanan serius kami lakukan, karena ancaman dari kasus yang disidangkan ini juga tidak mainmain,” ungkapnya. Lebih baik siap siaga lebih awal daripada terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Meski demikian, pengamanan terbuka yang dilakukan Polres Metro Tangerang tidak tampak berlebihan. Dari semua tugas pengamanan terhadap gerakan ancaman gangguan yang terjadi di daerah Tangerang, pada hari Rabu, PN Tangeranglah yang menjadi prioritas pengamanan. Karena hakekat ancamannya lebih besar ketimbang lainnya. “Juga ketika sidang-sidang teroris yang dilaksanakan tiap hari Rabu termasuk sidang UBK Bima, PN Tangerang selalu menjadi sorotan,” ujar Wahyu. Karena itulah, pengamanan ekstra PN Tangerang dilakukan tiap hari Rabu tiba. ***

49

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

50

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Brigadir Rokhmad Tewas

Kamis, 30 Juni 2011, masyarakat Sila di Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, dikejutkan dengan berita terbunuhnya seorang anggota polisi Polsek Bolo, bernama Brigadir Rokhmad Saefudin. Pukul 03.45 wita dinihari, Rokhmad tewas setelah ditikam senjata tajam berupa pisau sejenis belati buatan oleh seorang bernama Syakban. Saat itu, Rokhmad sedang bertugas piket bersama dua rekan lainnya. Tak disangka-sangka, tragedi itu menimpanya. Sebagai seorang Bhayangkara, Rokhmad dengan setia menjalankan tugas tersebut sebagai bentuk pengabdiannya pada negara. Seperti biasanya, hari itu, tugas piket ia lakoni demi memberikan pelayanan kepada masyarakat. Melayani laporan masyarakat jika terjadi tindak kriminal sewaktu-waktu. Malam itu, Rokhmad dan rekan lainnya yang bertugas piket, Rusdin, Sukardin dan Agus Salam, masih sempat bersenda gurau sambil bermain catur di sekitar ruang utama penjagaan Polsek Bolo. Ketika malam terus larut, mereka bergantian tidur. Dan pada dinihari itu, Rokhmad tidur di

51

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Suasana saat rekonstruksi di Polsek Bolo

kursi panjang pada ruang penjagaan lobi Polsek Bolo, dengan posisi telentang, menyilangkan kedua tangannya di atas dada. Sedangkan beberapa anggota Polsek Bolo lainnya, Rusdin, Sukardin dan Agus Salam tidur di ruangan terpisah. Pada sekitar pukul 03.45 wita itulah, datang seorang laki-laki berjaket masuk ke ruang pelayanan pengaduan yang oleh Rokhmad kursinya dipakai sebagai tempat tidur. Belum sempat ia terbangun

52

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

apalagi bertanya dan menyapa orang tersebut, tiba-tiba orang di hadapannya menyerang dan menikamkan sebilah pisau ke tubuhnya. Pemuda bernama Syakban itu mengeluarkan pisau belatinya dari balik jaket yang dipakainya dipegang menggunakan tangan kanan langsung menghunjamkan belatinya ke arah perut polisi tersebut. Merasa ditikam perutnya, Rokhmad terbangun sambil berteriak minta tolong. Menyadari Rokhmad bangun dan berteriak, Syakban dengan cepat dan semakin beringas mengayunkan dan menikamkan pisau belatinya berkali-kali ke arah perut dan bagian tubuh korban lainnya sehingga korban tidak berdaya dan akhirnya jatuh bersimbah darah. (Berdasarkan kesaksian Rusdin, Sukardin, rekan jaga Rokhmad dan Syakban pada persidangan, Rabu, 18 Januari 2012). Ia tak berdaya melakukan perlawanan seorang diri. Mendengar teriakan dari luar ruang penjagaan Rusdin, Sukardin, dan Agus Salam terbangun dan segera berlari ke arah ruang penjagaan tersebut dan sempat melihat Rokhmad Saefudin sedang bertarung melawan maut dengan berusaha menangkis tusukan dan bacokan pisau belati sambil berteriak minta tolong. Rusdin berusaha meraih Syakban dan menjauhkannya dari Rokhmad dengan cara meraih dan menarik bajunya. Sedangkan seorang rekan lainnya, Sukardin, berusaha melemahkan perlawanan Syakban dengan memukulnya menggunakan kursi plastik. Namun Syakban bahkan menyerang balik Rusdin dan Sukardin dengan pisau belatinya. Perlawanan sengit pun dilakukan oleh ketiga polisi ini, sementara Rokhmad tersungkur ke lantai berjuang melawan sakit akibat tikaman tersebut. Untuk melumpuhkan Syakban, dari arah belakang, Agus Salam merangkulnya sembari memegang tangan Syakban yang memegang pisau belati agar ia menghentikan aksinya. Sekuat tenaga Agus Salam dibantu Rusdin menghentikan tangan Syakban yang memegang belati agar tidak terus menikam dengan memegang kerah baju Syakban sambil melepaskan paksa belati di tangannya.

53

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Upaya ini berhasil, pisau belati terlepas dari tangan Syakban dan ia pun diamankan ke dalam sel/ruang tahanan Polsek Bolo. Sementara itu, Rokhmad, segera dilarikan ke Puskesmas Bolo. Baru saja tiba di pintu masuk Puskesmas Bolo, yang jaraknya sekitar 200 meter dari Polsek Bolo, Rokhmad tak dapat melawan takdirnya, ia menghembuskan nafas terakhir dan berpulang dalam sebuah tragedi yang memilukan hati. Naas tak dapat ditolak, Brigadir Rokhmad gugur dalam menjalankan tugas. Ketika ditanya apa motivasi dari Syakban melakukan pembunuhan tersebut, dengan spontan ia menjawab, “Perintah Allah”. Dan ketika kabar meninggalnya Rokhmad disampaikan pada Syakban, ia langsung bereaksi dengan melakukan sujud di lantai sel tahanan tersebut. Berita duka ini menyebar begitu cepat. Pagi harinya, Polsek Bolo ramai didatangi masyarakat yang ingin mengetahui kejadian tersebut. Seluruh jajaran Kepolisian terutama Polda Nusa Tenggara Barat berduka. Belasungkawa bahkan datang dari Kapolri Jendral Timur Pradopo. Kapolres Bima, AKBP Fauza Barito langsung datang ke Polsek Bolo pagi harinya. Kapolda NTB, Brigjen. Pol. Drs. Arif Wacjunadi dengan penerbangan pertama pagi itu juga, datang ke Polsek Bolo. Pukul 08.00 wita, hari itu, Kapolda langsung ke Bima. Lebih-kurang satu jam Kapolda berdialog dengan Syakban yang didampingi seorang kakaknya di ruang Reskrim Polres Bima. Setelah itu, Kapolda bergegas menuju rumah duka untuk melayat sekaligus bertemu dengan keluarga Rokhmad Saefudin di Bolo untuk menyampaikan belasungkawa serta rasa prihatin yang dalam atas tragedi ini. Selanjutnya, Kapolda memimpin apel kenaikan pangkat satu tingkat bagi Rokhmad Saefudin menjadi Brigadir Kepala Anumerta sekaligus apel pemberian penghargaan bagi yang menangkap pelaku pembunuhan di Polsek Bolo. Dalam kesempatan ini, Kapolda NTB langsung mengumpulkan anggota Polsek Bolo. Dalam kesempatan

54

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolda NTB memimpin acara mengheningkan cipta bagi Rokhmad Saefudin di Polsek Bolo

Kapolda NTB menyerahkan penghargaan bagi anggota polisi Polsek Bolo yang berhasil menangkap pembunuh Rokhmad

itu, Arif menekankan bahwa dengan kejadian itu, seluruh jajaran Polres Bima khususnya Polsek Bolo tidak boleh patah semangat

55

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dan harus tetap semangat dan meningkatkan kewaspadaan dalam menjalankan tugas serta tetap memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dan tetap melakukan penegakan hukum sebagaimana yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepada Brigadir Rokhmad, Kapolda meminta seluruh jajarannya yang hadir kala itu, untuk memberikan penghormatan terakhir kepadanya dengan berdoa bersama. Penghormatan itu diberikan kepada Rokhmad yang telah melaksanakan tugas dengan penuh dedikasi, pengorbanan yang luar biasa demi memberikan pelayanan kepada masyarakat, bangsa dan negara. Tidak lupa dukungan semangat bagi keluarga yang ditinggalkannya. Satu hal penting yang ditekankan Arif kepada seluruh jajarannya dengan kejadian ini adalah tidak boleh mendendam. “Kita memang berduka atas kepergian rekan kita, tapi kita tidak boleh dendam. Kita tahu saudara kita (Syakban) yang lupa ini adalah juga tetangga kita. Dan saya minta kepada seluruh anggota Polres Bima agar tetap bekerja profesional dan kedepankan penegakan hukum,” ujarnya. Pada kunjungan ini, Arif juga menyampaikan salam hormat dan duka cita dari Kapolri yang ditujukan kepada keluarga Brigadir Rokhmad. Kapolri meminta seluruh jajarannya untuk tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan kewaspadaan kapan pun dan di mana pun terutama saat menjalankan tugas. Kemitraan dengan masyarakat harus terus ditingkatkan. Polri lalu memberikan penghargaan kepada Rokhmad dengan kenaikan pangkat menjadi Brigadir Kepala (Bripka) Anumerta Rokhmad Saefudin. Keesokan harinya, di Bandara Selaparang Mataram, Kapolda kembali memimpin upacara pelepasan jenazah menuju tanah kelahirannya di Jawa Timur. Tewasnya Brigadir Rokhmad menjadi "kado pahit" di Hari Ulang Tahun Bhayangkara ke-65 yang jatuh keesokan harinya. Polda NTB terus meningkatkan pengawasan dan pengamanan

56

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

serta kewaspadaan agar kejadian serupa tidak terulang. Polda NTB mengingatkan semua pihak akan halnya tindakan radikalisme yang dapat saja muncul dan mencuat. Berbagai kegiatan kemitraan dengan masyarakat terus ditingkatkan, salah satunya adalah melaksanakan lokakarya kemitraan Polri dengan masyarakat dalam menangani radikalisme. Kegiatan ini dilakukan untuk memperkokoh kemitraan Polri dan masyarakat Nusa Tenggara Barat menghadapi tugas-tugas Polri ke depan yang semakin berat dalam menghadapi ancaman radikalisme yang semakin menghawatirkan, sehingga memerlukan keterpaduan dan partisipasi masyarakat, khususnya di daerah Nusa Tenggara Barat dalam menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif dalam rangka mendukung pembangunan daerah di Provinsi NTB. Lokakarya yang digelar 4 Juli 2011 di Gedung Sasana Dharma Polda NTB tersebut diselenggarakan sekaligus dalam rangka memperingati HUT Bhayangkara. Dalam pidatonya, Arif mengatakan bahwa Radikalisme adalah paham atau aliran yang menghendaki terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara cepat dengan menggunakan kekerasan, dimana pengikutnya menghendaki adanya perubahan dan perombakan besar sebagai jalan untuk mencapai tujuan dengan cara-cara yang ekstrim. Fenomena ini muncul dan terlahir karena ketidakpuasan manusia atas lingkungan dimana dia hidup dan tinggal yang habitatnya sudah sangat tidak sehat dan mengganggu. Penyebab timbulnya radikalisme tentu sangat multidimensional. Sikap radikal seseorang atau sekelompok orang bisa timbul sebagai akibat dari kecemburuan sosial tentang ekonomi, politik, hukum, pekerjaan, kekecewaan, sinisme, kekesalan, kehilangan harapan dan lain-lain. Kekuatan massa yang radikal sering dimanfaatkan olek pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan tertentu dengan mengatasnamakan ideologi agama, kelompok dan keyakinan tertentu untuk mencapai tujuan mereka. Namun sikap

57

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolda NTB saat melayat ke rumah duka, keluarga Rokhmad Saefudin

radikal seseorang atau sekelompok orang terlahir bukan karena ajaran agama, apapun agamanya, karena agama tidak pernah mengajarkan kekerasan kepada pemeluknya, akan tapi kedamaian, kebersamaan, kebersahajaan dan juga kebaikan dan kemaslahatan. Jika menyimak berita akhir-akhir ini, baik melalui media elektronik maupun media cetak, maka berita-berita radikalisme dalam wujud teror yang mengatasnamakan ideologi agama, kelompok dan keyakinan tertentu semakin marak melanda Negeri Bhineka Tunggal Ika ini dengan beragam motif dan faktor pemicu. Tidak sedikit aksi kekerasan atau radikalisme itu memakan korban dan menimbulkan trauma bagi keluarga korban, termasuk bagi masyarakat lainnya di Indonesia. Provinsi NTB merupakan salah satu daerah yang mempunyai tingkat kerawanan terhadap tindakan kekerasan yang cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Ini merupakan cikal bakal munculnya berbagai macam konflik dan gerakan radikal, sehingga diperlukan suatu langkah khusus untuk menanggulangi permasalahan

58

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tersebut. Data di Polda NTB menunjukkan bahwa kasus menonjol yang terjadi pada tahun 2010 adalah 43 kasus merupakan tindak kekerasan dan pada tahun 2011 yaitu Januari sampai dengan Mei 2011 sudah tercatat 25 kasus tindakan kekerasan, seperti perkelahian kampung, remaja, penganiayaan dengan pemberatan, pembunuhan dan lainlainnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat NTB sangat rentan untuk melakukan tindakan kekerasan yang merupakan wujud dari radikalisme. Berbagai upaya kemitraan telah dilakukan Polda NTB untuk mengeliminir kasus-kasus kekerasan tersebut yaitu di antaranya dengan menggelar seminar penanggulangan konflik, menggiatkan program Polmas, FKPM, mengadakan lomba seni dan budaya serta olah raga tradisional serta bentuk-bentuk kemintraan lainnya. ***

59

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

60

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Ledakan di Ponpes UBK Sanolo

Belum reda kekagetan pada pembunuhan Brigadir Rokhmad di Polsek Bolo, 11 hari kemudian, tanpa diduga, sebuah ledakan terjadi di Ponpes UBK, desa Sanolo Kecamatan Bolo. Akibat ledakan bom rakitan ini, Kecamatan Bolo menjadi sorotan media massa hingga ke tingkat nasional. Apa yang terjadi di pondok tersebut? Di kaki perbukitan Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, sore itu suasana desa tampak damai. Anak-anak bermain dengan riangnya. Para petani ada yang baru pulang dari sawahnya yang berada di sekitar perkampungan tersebut. Para ibu bercanda dengan anak-anak mereka. Kehidupan berjalan sebagaimana mestinya. Namun, pada Senin 11 Juli 2011, sekitar pukul 15.30 wita, kedamaian desa itu diguncang oleh sebuah ledakan keras yang berasal dari lingkungan sebuah pondok yang selama ini dikenal masyarakat sebagai Ponpes Umar Bin Khattab. Pondok pesantren yang berada di tengah pemukiman masyarakat ini, persis di kaki perbukitan Desa

61

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kompleks Pondok Pesantren Umar Bin Khattab di Desa Sanolo Bima

Sanolo, berdiri sejak tahun 2004. Sebelum ledakan (menurut pengakuan beberapa warga masyarakat Bolo, terdengar hingga radius dua kilometer dan juga sebelum terjadinya pembunuhan terhadap seorang anggota Polsek Bolo yang dilakukan salah seorang santri pondok tersebut) komunikasi dan interaksi masyarakat dan seluruh ustad serta santri di pondok tersebut berjalan baik. Namun, sejak dua peristiwa itu, interaksi masyarakat sekitar dengan Ponpes UBK menjadi terganggu. Masyarakat yang dulunya bisa dengan leluasa mengakses halaman pondok yang luas itu sebagai tempat bermain, sekarang tidak lagi dapat masuk dengan leluasa. Pondok ini dijaga ketat oleh para pengurus dan santri UBK. Dalam kesaksian Abrory pada persidangan, Rabu, 8 Februari 2012, setelah mengetahui Syakban melakukan pembunuhan terhadap polisi tersebut, sebagai pimpinan pondok Abrory memberitahukan kepada semua ustad dan santri untuk bersiap-siap dan berjaga-jaga di semua pintu masuk hingga di belakang pondok secara bergilirian. Para santri mengamankan pondok dengan pedang, panah dan

62

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

melakukan sweeping bagi warga yang tidak dikenal untuk masuk ke dalam pondok atau melintas di sekitar pondok. Simpatisan Ponpes UBK yang datang untuk menjaga pondok pada saat itu di antaranya adalah Mustakim, Rahmat Hidayat, Rahmad Ibnu Umar, Abdullah (orang tua Firdaus), Asrak, Ustad Annas dan beberapa lainnya. Selama berada di pondok, mereka berjaga sambil membuat panah dan mulai membuat bom serta bom molotov yang dimulai dua hari setelah kejadian pembunuhan anggota Polsek Bolo yang dilakukan oleh Syakban dengan menyiapkan bahan-bahan, membeli sebagian bahan-bahan yaitu botol, sabun colek, paku, pentil, tali rafia, bensin, korek gas, gerinda, gula pasir, korek api, pipa besi dan amplas. Para simpatisan ini ada juga yang membuat anak panah dari besi, ada yang asah pedang dan pisau, ada yang buat ketapel baik dari bambu maupun besi dengan pentil termasuk Ustad Abrory, juga ikut membuat, tanpa terkecuali. ”Yang jelas semua yang ada di pondok membuatnya,” kata Abrory dalam persidangan. Saat itu pula, Ustad Firdaus dibantu Ustad Annas yang telah mempunyai keahlian dasar membuat bom meminta ijin kepada Abrory untuk merakitnya. Bom rakitan tersebut akhirnya dibuat di kamar bujang (istilah kamar yang ditempati para ustad yang masih bujangan). Menurut Mustakim, kamar bujang sengaja diisolir sehingga tidak semua santri boleh masuk dan melihat. Yang boleh masuk kamar tersebut hanya Ustad Firdaus, Ustad Abrory dan Ustad Annas. Ledakan itu terjadi, ketika pihak UBK yang kala itu mulai merasa aman dari kekhawatiran akan diserang keluarga Rokhmad dan masyarakat akibat salah seorang santrinya membunuh anggota polisi, sehingga merasa perlu menjinakkan bom rakitan tersebut agar tidak meledak. Bom ini tadinya dimaksudkan untuk berjagajaga dari serangan massa maupun polisi ke UBK. Tetapi, rupanya,

63

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

bom tersebut meledak di tangan Firdaus. Tampaknya Firdaus salah prosedur dalam menjinakkan bom tersebut (berdasarkan pengakuan ustad Abrory pada persidangan yang sama). Menurut Sekretaris Desa Sanolo, Syarifudin AR, ketatnya penjagaan di lingkungan pondok tersebut, lebih-lebih ketika ledakan itu terjadi. Ketakutan dan kecemasan masyarakat sedikit demi sedikit mulai tampak. Kepala Desa Sanolo, Ridwan Yusuf, mengatakan, bahkan ada masyarakat yang memilih mengungsi ke sanak keluarganya di luar Sanolo Bolo, seperti ke beberapa desa di Sila yang jaraknya sekitar 5 kilometer dari Sanolo. Situasi mencekam terjadi. Masyarakat bertanya-tanya ledakan apakah yang telah memecah ketenangan kampung mereka. Lebih mencekam lagi, ujar Ridwan, ketika sepasukan polisi dari Polres Bima dan Polsek Bolo, yang dipimpin Kapolres Bima, AKBP Fauza Barito, mulai mendatangi lokasi kejadian untuk memastikan apa

Kapolres Bima, AKBP Fauza Barito (kanan) menuju TKP ledakan di Ponpes UBK

64

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yang terjadi di UBK, beberapa jam setelah ledakan itu terjadi. Namun, begitu tiba di lokasi, polisi yang ingin masuk dan memeriksa Tempat Kejadian Perkara (TKP), dihalang-halangi masuk oleh pengurus UBK yang siaga menjaga pondok tersebut, dengan berbagai senjata tajam, seperti parang, anak panah dan bom molotov. Belum ada yang mengetahui ledakan apa yang terjadi itu. Beredar kabar di tengah masyarakat, bahwa ledakan itu berasal dari sebuah kompor, yang seharusnya berbahan bakar minyak tanah, namun waktu itu diisi dengan bensin. Inilah informasi yang diketahui masyarakat sesaat setelah ledakan itu terjadi. Namun, polisi tentu saja ingin memastikan apakah ledakan itu benar berasal dari kompor atau lainnya. Dugaan pun mengarah pada ledakan sebuah bom rakitan. Spekulasi terhadap kepastian bahwa ledakan itu adalah ledakan bom rakitan mencuat menjadi kabar yang “panas” dan mencemaskan. Kabar ledakan bom rakitan itu mengguncang Bima dan Nusa Tenggara Barat, menjadi berita secara nasional, mengundang komentar dari berbagai kalangan. Namun, sebagai pihak yang bertanggung jawab mengungkap hal ini, dalam beberapa hari setelah ledakan terjadi, polisi belum mengungkapkan secara jelas bahwa ledakan itu adalah bom rakitan ataukah ledakan yang berasal dari bahan lain. Saat itu, Kapolda NTB, mengatakan, untuk memastikan apakah itu bom atau bukan, mesti menunggu hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik (Labfor) Cabang Denpasar, Bali, yang memeriksa secara rinci bahan dari ledakan itu. Namun, spekulasi bom rakitan terus berkembang, baik dari media massa maupun masyarakat. Sampai akhirnya kepastian itu datang dari hasil pemeriksaan tim Laboratorium Forensik (Labfor) Cabang Denpasar, Bali dan para saksi ahli yang telah memeriksa TKP dan ikut dalam olah TKP bersama Satgas Polda NTB, menyatakan bahwa ledakan yang terjadi

65

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

di Ponpes UBK itu berasal dari bom rakitan (bom pipa) dengan jenis low eksplosive yang menggunakan campuran bahan peledak potassium chlorate dan sulfate, menggunakan kawat nikelin dari lampu natal yang diberi sumber energi untuk memicu ledakan. Di samping itu, digunakan pula baut sebagai shrapnel untuk menambah efek kerusakan yang kemudian dikemas ke dalam sambungan pipa, yang kemudian disebut bom pipa. Pemeriksaan itu dilakukan terhadap temuan di TKP seperti anak panah, sambungan pipa berbagai ukuran, botol dan sobekan kain, baut, korek api, serbuk warna merah bata, kawat las listrik, pecahan lampu halogen, serabut kabel, potongan besi, baterai dan lainnya. Terhadap barang bukti yang ditemukan di TKP hasil dari olah TKP ini, saksi ahli dan tim Labfor melakukan pemeriksaan fisik visual, pemeriksaan residu peledak organik, residu peledak anorganik dan pemeriksaan kandungan bahan berbahaya. Akibat ledakan yang terjadi di kamar paling ujung barat dapur di bagian utara Ponpes UBK rusak akibat dari efek tekanan, panas dan fragmentasi yang timbul dari ledakan bom tersebut.

***

Kukuhnya anggota UBK menjaga dan mempertahankan pondok mereka, sejak hari pertama kejadian ledakan, membuat polisi tidak bisa masuk untuk mengecek apa yang sesungguhnya terjadi. Tidak seorang pun tahu, apa yang telah terjadi, termasuk bunyi ledakan yang belum jelas sumber dan penyebabnya serta adanya korban dari ledakan tersebut. UBK tertutup untuk siapa pun. Oleh polisi, hal ini tentu saja tidak bisa dibiarkan. Tidak seorang pun tahu hingga akhirnya polisi berhasil masuk pada hari ketiga pascakejadian, yakni tanggal 13 Juli 2011. Rentang waktu tiga hari baru dapat masuk ke lokasi ledakan adalah waktu

66

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Polisi dan masyarakat memadati sekitar Ponpes UBK setelah ledakan terjadi

yang cukup panjang untuk kerja polisi. Artinya, polisi sebenarnya bisa masuk ke lokasi tersebut dengan segera untuk melakukan olah TKP dan mengamankan barang bukti serta lokasi kejadian, untuk dapat mengungkap apa sebenarnya yang terjadi di sana. Banyak pihak menuding, polisi lamban dalam menangani persoalan ini. Polisi dianggap tidak berani masuk Ponpes UBK padahal banyak personil polisi telah disiagakan di sekitar pondok tersebut. Polda NTB bersikukuh untuk tetap mengedepankan pendekatan persuasif kepada santri dan pengurus Ponpes UBK yang menjaga wilayah mereka tersebut dengan ketat bahkan bersenjata tajam. Mendobrak masuk ke pondok tersebut, bukanlah persoalan sulit bagi polisi kala itu. Namun, satu pertimbangan kebijakan yang tetap dijaga oleh Kapolda NTB beserta seluruh jajarannya, adalah menangani kasus ini tanpa jatuhnya korban. Bisa dibayangkan, jika polisi memaksa masuk di hari ledakan itu terjadi, itu sama halnya harus berhadapan dengan para santri dan pengurus UBK lainnya yang telah siaga dan siap melakukan

67

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

perlawanan. Dan sebuah kemungkinan jatuhnya korban baik dari pihak UBK maupun polisi atau bahkan dari masyarakat umum akan terjadi. Hal inilah yang dihindari polisi dalam menangani kasus UBK. Polisi tetap berprinsip bahwa penanganan kasus ini dilakukan dengan pendekatan komunikasi dan kemanusiaan. Di tengah kritikan dan hujatan berbagai pihak, Kapolda NTB tetap memegang teguh prinsip penanganan soft power. Polda NTB lebih fokus menangani masalah ini secara terukur ketimbang menanggapi tudingan seolah kepolisian tidak berdaya menghadapi kelompok UBK. Kapolda lebih mementingkan inti dari penanganan kasus ini, yakni dapat mengungkap kasus tersebut hingga tuntas tanpa adanya korban, ketimbang menjawab berbagai kritikan dan hujatan tersebut. “Tidak boleh ada korban jatuh dari pihak mana pun,” ungkap Kapolda. “Ini bukan masalah berani atau tidak berani, tetapi polisi melakukan penanganan dengan tetap menjaga kepentingan yang lebih besar yakni kepentingan umum. Dalam melakukan tindakan kepolisian seperti olah TKP, polisi akan menghindari jatuhnya korban terutama dari pihak masyarakat maupun Pondok Pesantren UBK,” kata Kapolda saat melakukan pertemuan dengan Gubernur NTB, Bupati Bima, unsur FKPD Kabupaten Bima, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Tokoh Adat, di Paruga Parenta (Kantor Bupati Bima), Jumat 15 Juli 2011. Kapolda NTB menegaskan bahwa Polri dalam hal ini Polda NTB dan Polres Bima tetap berkomitmen untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara persuasif, bukan dengan cara-cara represif sekalipun itu diperbolehkan oleh undang-undang. Upaya untuk terus berkomunikasi dengan pihak UBK agar memberikan kesempatan kepada polisi untuk masuk ke ponpes tersebut melalui tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat serta Pemerintah Kabupaten Bima mulai dari institusi terkecil seperti RT/ RW, desa dan kecamatan juga dilakukan polisi. Segala cara dicoba

68

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolda NTB masuk wilayah Ponpes UBK untuk memimpin Olah TKP

oleh polisi agar bisa masuk lokasi tanpa jatuhnya korban. Kapolda NTB menegaskan kepada semua unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Kabupaten Bima dalam pertemuan di ruang VIP Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima, dilanjutkan dengan pertemuan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bima dan tokoh-tokoh agama, di Doro Belo, bahwa dalam menangani kasus UBK Polri akan mengedepankan cara-cara yang humanis dan profesional melalui pola preemtif untuk bersamasama mencari solusi yang baik bagi semua pihak. Kerjasama semua pihak termasuk UBK sangat dibutuhkan dalam hal ini terutama terhadap jajaran pemerintah daerah agar memberikan imbuan kepada masyarakat untuk membantu pihak kepolisian dengan tetap menjaga kondusifitas kamtibmas demi tercipta situasi yang normal dan terkendali agar pihak kepolisian dapat menjalankan tugasnya melakukan Tindakan Kepolisian di Tempat Kejadian Perkara, seperti Olah TKP untuk kepentingan penyidikan karena diduga titik ledak terjadi di area Ponpes UBK. Polisi juga akan menggunakan pola pendekatan preventif, dengan menjaga status quo Tempat Kejadian Perkara untuk menjaga

69

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

agar pihak ketiga tidak masuk dan memanfaatkan situasi ini sehingga dapat memperkeruh keadaan. Dengan tegas Arif mengingatkan pihak ketiga atau pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab agar tidak masuk memanfaatkan situasi ini sehingga dapat membuat situasi semakin kacau yang akan menempatkan posisi Bima menjadi semakin terpuruk. “Jangan biarkan situasi ini ditunggangi oleh pihak ketiga,” katanya. Kapolda NTB sudah mengantisipasi kemungkinan aksi menunggangi kasus ini dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda di Bima dalam menjaga situasi kamtibmas agar tetap kondusif. Pola tindakan represif akan diambil pihak kepolisian dengan sangat terpaksa jika kedua pola pendekatan tersebut, preemtif dan preventif, tidak berhasil dilaksanakan. “Jika pola preemtif dan preventif dapat efektif dilaksanakan, polisi akan menghindari tindakan represif dalam menangani kasus ini. Untuk itu perhatian dan kerjasama semua pihak termasuk masyarakat Bima, khususnya Kecamatan Bolo, terutama pihak UBK, sangat dibutuhkan polisi,” ujarnya. Ia juga mengingatkan bahwa tugas kepolisian adalah tetap memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Karena itu, penting sekali polisi diberikan ruang untuk masuk ke Ponpes UBK untuk melakukan tindakan kepolisian dan memberikan bantuan jika ada korban di dalam pondok tersebut, sesegera mungkin. Arif juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terbuka dan membuat terang permasalahan yang terjadi di UBK demi menghindari kesimpangsiuran berita, agar pemberitaan tidak bias dan melebar ke mana-mana, untuk menghindari fitnah yang bisa saja diarahkan pada kelompok tertentu atau bahkan pemerintah daerah juga polisi. Tanpa ragu, Arif meminta bantuan kepada Wakil Bupati Bima, Drs. H. Syafruddin HM. Nur, M.Pd dan semua pihak yang hadir

70

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Polisi melakukan pengamanan bagi masyarakat dan wilayah Sanolo terutama sekitar Ponpes UBK untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat usai ledakan yang terjadi di UBK

saat itu untuk dapat menjadi mediator dan menjembatani pihak kepolisian dan Ponpes UBK, agar pihak kepolisian bisa masuk dengan cara yang baik ke lokasi ledakan tersebut, mengingat para santri dan pengurus pondok masih terus siaga mengamankan UBK.

71

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kepada Direktur Intelkam, Direktur Reserse Kriminal Umum, Kasat Brimob Polda NTB, dalam pertemuan internal di Kantor Desa Sanolo, Bolo, Arif meminta semua fungsi satuan tugas Polda NTB yang telah dibentuk untuk menangani masalah ini, agar tetap bekerja profesional, prosedural dan lebih lagi tidak over acting (berlebihan) ketika masuk dalam TKP ledakan. Seluruh jajaran Muspida Kabupaten Bima, Bupati Bima, Kapolres Bima, Kajari Bima, Ketua Pengadilan Negeri Bima, melakukan komunikasi dan koordinasi membahas langkah-langkah yang akan diambil agar dapat masuk ke UBK. Komunikasi dan pendekatan juga dilakukan oleh polisi bersama tokoh masyarakat dan aparat pemerintahan mulai dari kabupaten, kecamatan dan desa, terhadap ustad dan santri UBK, agar mereka mau memberikan ruang bagi polisi untuk memeriksa lokasi tersebut. Seharian penuh, pada hari pertama ledakan itu terjadi, negosiasi itu gagal. Dalam menangani persoalan ini, Satgas Polda NTB yang di dalamnya juga adalah Polres Bima sebagai pemilik wilayah hukum TKP tersebut, memilih menggunakan pendekatan dan penyelesaian yang persuasif, tidak memilih langkah represif. Polisi tidak memaksa untuk masuk UBK hari itu. Langkah ini diambil untuk menghindari jatuhnya korban, baik dari pihak UBK, polisi maupun masyarakat, mengingat belum terbukanya UBK menerima kehadiran polisi dan tokoh serta aparat pemerintahan. Sebelumnya, setelah berkoordinasi dengan Kapolres Bima tentang situasi riil di lapangan saat itu, Kapolda NTB dan Kapolres Bima beserta seluruh jajaran Satgas Polda NTB, atas perintah Kapolda NTB, mengambil langkah penanganan kasus UBK, secara persuasif dan menghindari langkah-langkah represif jika tidak dalam situasi yang sangat terpaksa, situasi yang dapat membahayakan petugas maupun masyarakat. Hal ini sempat mendapat kritikan dari berbagai kalangan, yang mengatakan bahwa polisi lambat mengambil tindakan dalam kasus ini. Karena hingga hari kedua setelah peristiwa

72

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolda NTB dan Danrem 162/Wira Bhakti, Kol. Inf. Heru Suryono (paling kiri) di Bandara Selaparang Mataram menjelang kunjungan ke Sanolo Bima

ledakan, polisi belum juga berhasil masuk ke kompleks UBK. Dalam situasi yang “tegang” dengan pihak UBK, demi meminimalisir risiko yang muncul, polisi memilih tidak memaksakan kehendak untuk menerobos masuk dalam kesiapsiagaan penjagaan UBK dengan penjaga yang telah dipersenjatai. Jalan terbaik untuk dapat masuk dengan aman ke dalam Ponpes UBK terus diupayakan pihak kepolisian. Karena itu, polisi terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah, muspida dan meminta tokoh agama dan tokoh masyarakat serta aparat desa untuk melakukan komunikasi dan negosiasi awal agar bisa masuk ke dalam UBK. Namun, itu pun ditolak UBK. Komunikasi tampaknya telah buntu. Kapolda NTB, yang turun langsung ke Sanolo Bima sejak tanggal, 12 Juli 2012, didampingi Kasat Brimob Polda NTB, Kombes. Pol. Imam Santoso, Wakil Bupati Bima, Drs. H. Syafruddin HM. Nur, M.Pd., Kapolres Bima AKBP Fauza Barito dan Kapolres

73

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Bima Kota, AKBP Kumbul Kusdwijanto, sekali lagi melakukan pertemuan dengan tiga tokoh agama di Bima, yakni Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Bima, KH. Abdurrahim Haris, Ketua An Naba dan Ketua Salafi, Fuad Bin Shef. Menurut Kapolda NTB, pertemuan tersebut dilakukan untuk segera menyelesaikan masalah, bukan sebaliknya menimbulkan masalah baru. Karena sejak awal, pihak kepolisian sudah berkomitmen mengambil semua langkah yang dianggap baik, termasuk berkomunikasi dan berkoordinasi dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat dan mengajak masyarakat untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi. Karena polisi memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan memberikan rasa aman bagi masyarakat. Komunikasi dan koordinasi itu dibangun sekaligus agar ada pihak yang dapat menjadi "jembatan" untuk bisa masuk ke UBK dengan cara yang baik dan aman untuk semua pihak. Karena polisi ingin menjalankan tugasnya untuk mengecek kondisi Ponpes UBK pascaledakan itu dan segera bisa dilakukan olah TKP. Dan jika ada korban agar segera dapat ditangani secara medis. Kesimpangsiuran kabar yang berkembang, turut menyumbang kecemasan di tengah masyarakat. Hal inilah yang diungkapkan Wakil Bupati Bima, seperti yang dikutip dari Lombok Post, Kamis, 14 Juli 2011. Bahwa selama ponpes belum dilakukan olah TKP, maka persoalan itu akan terus berkembang. “Saya berharap, mari kita berikan kesempatan kepada pihak kepolisian untuk melakukan olah TKP agar dapat melakukan identifikasi masalah yang terjadi di ponpes, agar semuanya jelas,” imbuhnya. Kapolda NTB juga menegaskan, bahwa keberadaan polisi di Sanolo jangan membuat masyarakat khawatir dan takut karena polisi yang dikerahkan ke TKP untuk memberi rasa aman dan melindungi

74

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

masyarakat . Itulah sebabnya, polisi terus menambah kekuatan untuk mengamankan TKP. Seluruh fungsi kepolisian dikerahkan untuk melakukan pengamanan ini. Sejumlah 300-an personel polisi dari Polres Bima, Polres Bima Kota, Polres Dompu yang diturunkan sejak hari pertama kejadian. Ditambah lagi dari Brimob Polda NTB dan Satgas Polda NTB mengisolasi kompleks ponpes. Di samping itu, satu peleton anggota TNI Kodim 1608 Bima dan Pol. PP Kabupaten Bima juga disiagakan di TKP membantu kepolisian. Sementara negosiasi berlangsung, untuk menghindari bentrok dengan pengurus dan simpatisan UBK yang datang dari Wera dan Dompu, yang terus siaga mengamankan pondok tersebut, polisi mengamankan UBK dan Desa Sanolo untuk menghindari jatuhnya korban. Kompleks UBk dijaga dari jarak 500 meter. Dengan kekuatan personil seperti itu dalam menghadapi situasi di Sanolo dan lebih lagi luasnya kompleks UBK, saat itu menurut Fauza, polisi sempat “kerepotan” untuk benar-benar dapat mengisolasi UBK. Dengan kekuatan pasukan yang dapat dikatakan minim itu, polisi harus memecah konsentrasi pengamanan. Selain mengamankan UBK, polisi juga mengamankan Desa Sanolo dan masyarakat yang ramai datang ke lokasi. Perhatian dan konsentrasi polisi pun terpecah lagi untuk mengawasi tiap pergerakan keluar-masuk manusia di Desa Sanolo. Sanolo menjadi ramai oleh masyarakat yang datang dari luar desa itu dan polisi tampak di mana-mana. Masyarakat yang ingin cari tahu tentang ledakan itu, datang dari berbagai desa sekitar Sanolo. Dan mendapat jawaban ledakan kompor. Ada juga yang menduga ledakan itu karena ban pecah dari truk yang melintas di jalan raya. Kebetulan, Desa Sanolo, dilintasi jalan trans nasional, Sumbawa – Bima. Awalnya, masyarakat bersikap biasa saja menanggapi ledakan yang terjadi tersebut. Mereka hanya ingin tahu apa yang

75

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

sesungguhnya telah terjadi, termasuk di mana pusat ledakan tersebut. Namun, begitu melihat polisi yang semakin banyak mendatangi desa mereka, terutama saat menjelang magrib, Brimob juga sudah mulai diturunkan, masyarakat mulai sadar, bahwa ada sesuatu yang “serius” yang terjadi di UBK. Ditambah lagi, polisi dan aparat pemerintah serta tokoh agama dan tokoh masyarakat tidak diperkenankan masuk, membuat sebagian masyarakat memilih mengungsi. Situasi jadi terasa tidak nyaman dengan tidak menentunya informasi dan sumber ledakan. Masyarakat yang polos terutama yang tinggal di sekitar UBK merasa takut “dicari” polisi. Namun, Camat Bolo, Antonius Aspari, menenangkan masyarakat dan memintanya untuk tidak takut menyikapi apa yang sudah terjadi di desa mereka. Ia juga mengimbau masyarakat saat itu agar tidak takut karena polisi datang untuk melakukan perlindungan dan mencari tahu serta mengecek apa yang terjadi di dalam pondok. “Polisi tidak akan sembarang menangkap jika tidak ada indikasi keterlibatannya,” ungkap Anton pada masyarakatnya. Ia juga meminta masyarakat Sanolo dan Bolo, untuk kooperatif dengan pihak kepolisian jika ada yang diminta untuk memberikan keterangan. Hari Senin itu berlalu tanpa seorang pun tahu apa yang terjadi di dalam UBK. Selasa, 12 Juli 2011, sekitar pukul 09.00 pagi, sebuah kendaraan angkot berwarna kuning (angkutan umum) yang biasa disebut bemo berwarna kuning, yang berisi beberapa orang penumpang masuk ke dalam Ponpes UBK. Tidak diketahui apa yang dilakukan hingga akhirnya bemo ini keluar dari lokasi pondok. Rupanya, penumpang bemo tadi adalah keluarga Ustad Firdaus, salah seorang staf pengajar ponpes sekaligus bendahara UBK. Dari laporan salah seorang keluarga tersebut kepada Kepala Desa Sanolo, kedatangan mereka ke UBK dengan maksud menjemput jenazah Firdaus yang tewas akibat ledakan kemarin sore (Senin, 11 Juli 2011). Ustad Firdaus

76

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

menghembuskan nafas terakhir usai magrib lewat. Barulah ada yang mengetahui bahwa akibat dari ledakan tersebut telah menewaskan seorang pengajar UBK. Tak lama kemudian, sekitar pukul 11.00 wita, angkot bemo kuning yang dikawal beberapa sepeda motor yang membawa para pengurus dan simpatisan UBK tersebut, keluar dari lokasi UBK lewat sebuah gang kecil yang nyaris lepas dari perhatian polisi dan masyarakat. Pergerakan angkot tersebut akhirnya diketahui aparat kepolisian. Tim buser bersama pasukan Dalmas Polres Bima dan Sat Brimob Kompi I Bima langsung menjaga jalan raya akses keluar pondok tersebut yang kemudian melakukan penghadangan di jalan lintas Sumbawa-Bima tak jauh dari UBK. Polisi lalu menyetop angkot tersebut tepat di gang keluar pondok menuju jalan raya namun gagal dan angkot terus melaju. Namun, rombongan pembawa jenazah tersebut, akhirnya berhasil dihadang oleh satu peleton anggota Dalmas, satu peleton Brimob yang sudah siaga di jembatan Dusun Sonco, Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Bima, yang kemudian melakukan pemeriksaan terhadap rombongan tersebut. Ketegangan sempat terjadi ketika beberapa orang dari pengantar jenazah itu melakukan perlawanan dan meminta agar angkot dan rombongan pengantar jenazah tetap melanjutkan perjalanan. Saat itu 13 orang yang dicurigai diamankan polisi. Di sinilah akhirnya terkuak dengan terbuka bahwa ada korban yang meninggal dalam ledakan tersebut juga pada perkembangannya diketahui pula ada seorang staf pengajar lainnya bernama Ustad Annas, yang terluka parah. Namun, dalam situasi yang sedikit kacau hari itu, tidak seorang pun tahu ke mana Ustad Annas pergi. Awalnya, Abrory selaku pimpinan Ponpes UBK, menginginkan jenazah tersebut dimakamkan di kompleks UBK, namun keluarga Firdaus bersikeras memakamkan jenazah tersebut di kampung halaman Firdaus, di Desa O’o, Dompu. Suasana kembali tegang antara polisi yang melakukan penghadangan terhadap angkot yang

77

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

membawa jenazah dengan keluarga Ustad Firdaus dan pengurus UBK yang ikut mendampingi pemulangan jenazah tersebut. Keluarga Ustad Firdaus berkeras membawa pulang jenazah ke O’o, namun pihak kepolisian membutuhkan jenazah tersebut untuk divisum di RSUD Bima. Di bawah pengamanan ketat polisi, sekitar pukul 12.00 wita, jenazah berhasil diamankan dan dibawa ke RSUD Bima untuk menjalani visum et repertum. Pada pukul 13.40 wita, hasil pemeriksaan/visum et repertum terhadap jenazah Firdaus diketahui ia mengalami luka pecah tulang pada bagian pipi sebelah kanan, mulai dari atas telinga sampai rahang bawah, luka robek di bagian telapak atas kaki kiri dan luka robek bagian pundak kanan dan kirinya. ***

78

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Pemblokiran Jalan Desa O’o

Ledakan yang terjadi di Ponpes UBK pada 11 Juli 2011, tidak hanya membuat masyarakat Bima, khususnya Sanolo, kaget dengan situasi yang sempat mencekam dan tegang. Ledakan itu menimbulkan reaksi dan gejolak di Kabupaten Dompu yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bima, khususnya reaksi dari masyarakat O’o, tempat asal Ustad Firdaus yang meninggal dalam insiden itu. Gejolak masyarakat itu merupakan ekses langsung dari kejadian ledakan bom yang menewaskan salah seorang warga O’o tersebut. Jika masyarakat Sanolo berada dalam situasi tegang dan mencekam di hari ledakan itu terjadi, maka situasi tegang dan mencekam juga terjadi di O’o Dompu pada hari kedua, yakni 12 Juli 2011. Berbagai isu tentang sebab musabab tewasnya Ustad Firdaus, merebak di tengah masyarakat O’o, memanaskan situasi hingga nyaris tak terkendali. Sekitar pukul 07.00 wita, beredar kabar di masyarakat O’o yang telah mengetahui adanya ledakan di Ponpes UBK, Sanolo,

79

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Bima, bahwa akibat ledakan itu salah seorang warga masyarakat O’o meninggal dunia. Kabar awalnya, Ustad Firdaus meninggal akibat ledakan kompor. Kompor tersebut, seharusnya diisi minyak tanah namun diisi dengan bensin, sehingga kompor tersebut meledak. Kabar berikutnya, informasi yang diterima masyarakat berubah, bahwa Ustad Firdaus meninggal akibat ditembak polisi. Isu lain bertambah lagi, bahwa keluarga Firdaus yang hendak menjemput jenazah ditangkap polisi dan jenazah Firdaus tidak akan dibawa ke O’o, melainkan akan dikirim ke Jakarta. Semakin siang, isu yang berkembang semakin tidak terkendali. Hal ini membuat Polres Dompu mengambil langkah-langkah antisipasi bahkan sejak ledakan itu terjadi. Dan pada hari kedua, Kapolres Dompu, AKBP Agus Nugroho, telah memprediksi bahwa dengan berkembangnya isu seperti bola liar tersebut, gejolak akan terjadi di Desa O’o. Polres Dompu bahkan memperolah informasi tentang adanya rencana masyarakat Desa O’o yang akan menuju Ponpes UBK, untuk membantu penghuni pondok sekaligus melakukan pengamanan terhadap pondok tersebut, jika terjadi upaya paksa atau kegiatan represif dari pihak polisi di sana. Karena itulah, sejak pagi, Polres Dompu telah mengantisipasi hal tersebut dengan mengimbau masyarakat O’o yang akan menuju Ponpes UBK agar tidak berbenturan dengan masyarakat di sekitar pondok tersebut, jika ada yang tidak setuju dengan kegiatan UBK selama ini. Selain mengimbau, Polres Dompu juga melakukan razia senjata tajam terhadap masyarakat O’o yang sudah mulai berkumpul. Saat itulah diperoleh informasi bahwa keluarga Firdaus telah menuju UBK sejak pagi, sehingga razia pun dihentikan. Personel Polres Dompu yang tadinya disiagakan di O’o kemudian ditarik kembali ke Mako Polres Dompu. Untuk membantu pengamanan di Sanolo, pada Selasa pagi, 12 Juli 2011, Polres Dompu mengirim satu peleton Dalmas Inti lengkap untuk mem-backup Polres Bima. Mau tidak mau Kapolres

80

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Dompu, membagi kekuatan personilnya, meskipun telah diprediksi sebelumnya bahwa dampak gejolak itu pasti akan muncul juga di Dompu, khususnya O’o. Dalmas Inti telah dikirim ke Bima, Polres Dompu kekurangan personil untuk siaga terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi di O’o. Kapolres Dompu pun menurunkan Dalmas Kerangka. Seluruh Kapolsek yang ada di Dompu, diperintahkan siaga dan mengirim personilnya (10-15) orang, untuk membantu memperkuat Dalmas Kerangka Polres Dompu. Waktu berjalan dari pagi hingga siang hari, “suhu” isu yang tidak jelas semakin memanaskan masyarakat O’o, karena hingga menjelang tengah hari keluarga yang menjemput jenazah Firdaus belum juga kembali dari Bima. Situasi mendadak tegang ketika secara spontan ribuan masyarakat O’o berkumpul setelah mendengar sebuah pengumuman yang berasal dari pengeras suara Masjid An Nur Dusun Kala Timur, Desa O’o Dompu, usai salat dhuhur. Dari pengeras suara itu, sebuah pengumuman berisi bahwa jenazah Ustad Firdaus dicegat polisi di Bima dan tidak boleh dibawa ke Dompu tetapi akan dimakamkan di Bima. Isu masih terus berkembang sementara massa sudah mulai berkumpul semakin banyak. Dan secara spontan pula massa mulai menutup jalan raya trans nasional yang menghubungkan Dompu – Bima ke Timur dan Dompu – Sumbawa ke Barat. Jalan lintas Sumbawa – Dompu – Bima itu merupakan satu-satunya jalan yang menghubungkan tiga kabupaten tersebut, bahkan menghubungkan lalu lintas dari Pulau Lombok menuju Bima dan dari NTT menuju Dompu, Sumbawa, Pulau Lombok dan Pulau Bali. Masyarakat O’o yang berada dalam ketidakpastian informasi tersebut, menginginkan jenazah Firdaus segera dibawa ke O’o untuk dimakamkan. Liang lahat Firdaus telah disiapkan. Maka, ketika jenazah itu tidak kunjung tiba, massa berkumpul semakin banyak. Banyaknya massa yang berkumpul itu, membuat dengan sendirinya

81

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

jalan raya negara itu tertutup manusia dan masyarakat melampiaskan kekecewaan dengan “bergotong-royong” menutup jalan trans nasional tersebut dengan batu-batu, kayu-kayu dan berugak (rumah terbuka tempat bersantai). Arus lalu lintas pada siang itu macet total, sepanjang lebih kurang satu kilometer. Jalan tertutup oleh sekitar 3.000 massa dari O’o yang kebetulan desa tersebut berada di lintas jalan tersebut. Polisi yang sejak pagi siaga, kini menambah kekuatan dua peleton personil dari staf Polres Dompu yang dipimpin Kabag. Ops Polres Dompu (waktu itu), Kompol Denny Priyadi, S. Sos., langsung turun ke lokasi untuk berkoordinasi dengan para tokoh masyarakat O’o, mengimbau masyarakat untuk membuka jalan agar lalu lintas dapat normal kembali. Sementara itu Kapolres Dompu tengah berkoordinasi dengan Kapolres Bima serta Polda NTB, untuk pemulangan jenazah. Saat itu, sekitar pukul 14.00 wita, kemacetan telah mencapai lebih kurang tiga kilometer. Kendaraan yang berjejer memanjang dari timur ke barat arah Bima dan dari barat ke timur arah Sumbawa, stagnan, tak bisa maju tidak bisa pula mundur mengingat itulah satusatunya jalur untuk bergerak. Polres Dompu bersama para tokoh masyarakat berupaya keras mengimbau masyarakat untuk membuka jalan sembari menunggu kepastian pemulangan jenazah. Tidak kurang tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh di O’o “dirangkul” oleh Kapolres Dompu, seperti Ketua Lembaga Adat Masyarakat Donggo (LAMDO), H. Abdul Majid Bakri, Sekretaris LAMDO, Masran, Anggota DPRD Kabupaten Dompu yang juga tokoh masyarakat O’o, H. Saidin, Kades O’o, Mustamin dan tokoh masyarakat O’o lainnya seperti H. Sanusi, demi memberikan pengertian kepada masyarakat perihal jenazah tersebut. Masyarakat yang memblokir jalan semakin padat, kemacetan mencapai lebih kurang empat kilometer pada sekitar pukul 15.00 wita.

82

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Saat inilah kembali beredar isu di tengah ribuan massa tersebut bahwa jenazah Firdaus tidak akan dipulangkan ke O’o melainkan akan dibawa ke Jakarta dan keluarga Firdaus yang menjemput sejak pagi telah ditangkap polisi. Mendengar kabar yang mencuat entah dari mana sumbernya itu, massa kembali bereaksi keras dan suasana emosi terus meninggi. Aksi pembakaran kayu di tengah jalan itu mulai terjadi, massa juga telah mulai melempar polisi yang siaga memblokade di radius 500 meter dari massa. Dengan kekuatan personil yang terbatas (hanya sekitar 200 personil), Kapolres Dompu memerintahkan agar anggota polisi tidak maju mendekati massa melainkan menjaga jalan menuju Dompu dari O’o, agar ribuan massa tidak sampai masuk ke kota Dompu. Polres Dompu mengantisipasi agar massa tidak sampai merangsek ke kota Dompu. Karena jika ribuan massa tersebut sampai masuk ke kota Dompu, diprediksi akan menimbulkan kekacauan. Jarak kota Dompu dan O’o tempat massa berkumpul hanya sekitar empat kilometer. Cukup dekat. Sekitar pukul 16.00 wita, kemacetan terus bertambah hingga lebih-kurang lima kilometer. Karena belum juga ada kejelasan tentang kepulangan jenazah, massa kembali melakukan pelemparan. Hujan batu mewarnai desa O’o hari itu dan masih dalam situasi tanpa kepastian tentang pemulangan jenazah. Kapolres Dompu kembali memerintahkan agar personil polisi mundur hingga radius satu kilometer dari massa. Ia bersama tokoh masyarakat dan beberapa anggota lainnya maju untuk memberikan penjelasan kepada massa tentang pemulangan jenazah yang menunggu divisum terlebih dahulu. Namun hujan batu yang mengarah kepada Kapolres dan anggota polisi lainnya terus tak terkendali. Saat itu, jenazah belum akan dipulangkan karena sedang dilakukan visum demi kepentingan penyidikan lebih lanjut terhadap kasus ini, nantinya. Masyarakat tetap tidak bersedia membuka jalan sebelum jenazah tiba di O’o sekalipun telah dijelaskan jenazah

83

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Masyarakat Desa O’o memblokir jalan negara ketika jenazah Firdaus tidak kunjung tiba di desa kelahirannya

tersebut tengah dalam proses pemulangan. Massa tidak akan membuka blokir jalan di O’o Dompu sampai jenazah tiba di rumah duka. Sementara di lain pihak, Polres Bima, tengah melakukan visum terhadap jenazah Firdaus di RSUD Bima. Ini diperlukan, untuk mendapatkan bukti penyebab kematiannya, guna membantu mengungkap apa yang sesungguhnya terjadi di UBK. Dan jenazah Firdaus menjadi salah satu yang penting untuk itu. Namun, sialnya hari itu, tim dari Labfor Bali tidak bisa segera tiba di Bima karena terkendala penerbangan yang tidak tiap hari rute Bali-Bima. Akhirnya Tim Labfor Bali datang ke Bima melalui jalan darat yang membutuhkan waktu satu hari penuh untuk tiba di Bima. Mereka berangkat dari Bali di hari Selasa, 12 Juli 2011 dan tiba di

84

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Bima hari Rabu, 13 Juli 2011. Kapolres Dompu, tak kehilangan akal, demi menyelamatkan masyarakat dari ketidaktahuannya dan dari provokasi-provokasi yang tidak jelas asalnya. Melihat massa yang sudah tidak terkendali, dengan segala risikonya, Kapolres Dompu mengatakan kepada massa bahwa pihak keluarga Firdaus dan tokoh masyarakat O’o, H. Saidin akan dikirim ke perbatasan Dompu-Bima menggunakan mobil dinas Polres Dompu, untuk menjemput jenazah Firdaus, yang telah dibawa keluarganya dari Bima. “Terus terang saat itu saya belum mendapat kepastian apa-apa tentang pemulangan jenazah Firdaus, karena masih divisum. Namun demi menyelamatkan masyarakat yang termakan isu, saya siap menerima risikonya. Setidaknya ada yang bergerak dari Dompu yang dilihat oleh masyarakat O’o, minimal bisa meredam emosinya, sembari menunggu kepastian pemulangan jenazah,” ujar Agus Nugroho. Beruntungnya, di saat yang tidak terlalu lama, Kapolres Dompu mendapat kepastian pemulangan jenazah Firdaus langsung dari Kapolda NTB yang memerintahkan agar jenazah Firdaus segera dipulangkan, tanpa harus menunggu tim dari Labfor Denpasar Bali. Kepastian kepulangan jenazah itu telah diumumkan pada sekitar pukul 16.30 wita. Massa mulai dapat meredam emosinya. Kapolda NTB, memerintahkan agar segera memulangkan jenazah Firdaus ke O’o demi kondusifitas wilayah Dompu, utamanya di O’o dan demi kepentingan umum agar masyarakat mau membuka jalan yang diblokir sehingga lalu lintas yang membawa manusia, material kebutuhan pokok, sembako dan lainnya, dapat kembali lancar. Saat itu, kemacetan telah mencapai sekitar enam kilometer dan massa yang berkumpul mencapai sekitar 6.000 orang yang harus diamankan oleh personil polisi yang jumlahnya hanya 300 orang. Dan di saat yang bersamaan pula, personil Brimob Kompi II

85

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Dalam suasana terjepit kepungan massa, Kapolres Dompu, AKBP Agus Nugroho, berupaya keras mendekati masyarakat O’o agar mau membuka jalan yang diblokir sehingga lalu lintas yang telah macet sepanjang lima kilometer dapat kembali normal

Sumbawa yang hendak bertugas menuju Sanolo Bima, yang akan di BKO (Bawah Kendali Operasi)-kan ke Bima, tertahan kemacetan lima kilometer dari arah barat O’o, yakni di sekitar kota Dompu. Mengingat jalan yang macet dan kebetulan personil Polres Dompu yang terbatas, maka Kapolres Dompu meminta Brimob Kompi II Sumbawa untuk membantu personil Polres Dompu melaksanakan pengamanan penutupan jalan di Desa O’o tersebut, dengan tetap mengacu pada aturan tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian. Meskipun kabar tentang kepulangan jenazah telah ada, massa masih saja berkumpul di tengah provokasi-provokasi yang sesekali terdengar memanaskan suasana. Karenanya, Kapolres Dompu kembali menenangkan massa. Tak lama kemudian pasukan Brimob yang tertahan akibat penutupan jalan tersebut, juga tiba di lokasi untuk membantu memperkuat personil Polres Dompu yang menjaga agar massa tidak masuk kota Dompu.

86

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Melihat tambahan pasukan tersebut, muncul “kesalahpahaman” massa yang memang sejak semula mengira Firdaus tertembak polisi akibat kabar yang datang tak jelas sumbernya. Di tengah Kapolres Dompu mendekati kerumunan massa untuk mengimbau agar tenang dan menunggu jenazah tiba sembari mulai membuka jalan, massa mulai melempari polisi dengan batu yang sangat banyak. Hujan batu kembali diarahkan pada polisi dan tokoh masyarakat yang berupaya menenangkan massa sambil membersihkan jalan dari kayu, batu dan lainnya. Imbauan tersebut tidak diindahkan, karena jenazah belum juga tiba di O’o. Hujan batu dari ribuan massa semakin deras dan tensi massa serta provokasi terus memanas, membuat anggota Brimob Kompi II Sumbawa melepas tembakan peringatan ke udara. Melihat situasi yang mulai tak dapat dikendalikan, Kapolres Dompu dan beberapa personil polisi maju lagi mendekati massa di tengah hujan batu tersebut untuk mengimbau dengan isyarat tangan dan ucapan. Untuk sementara pelemparan batu reda, sesaat. Bersama para tokoh adat dan tokoh masyarakat, Kapolres Dompu kembali menginformasikan pada massa bahwa jenazah sedang dalam proses pemulangan. Kabar ini mulai mampu menyejukkan massa sehingga suasana kembali tenang. Namun di tengah ketenangan massa tersebut, tiba-tiba terdengar letusan dari arah kerumunan massa. Tidak ada yang tahu dari mana asal letupan itu secara pasti. Menurut Kapolres Dompu, ketika ia bertanya suara apakah itu? Massa spontan menjawab, “Itu senjata kami, Pak.” Letusan itu menimbulkan kembalinya reaksi massa karena tak lama kemudian merebak isu bahwa ada sebagian masyarakat yang ditangkap dan diamankan ke Polres Dompu. Isu ini memicu emosi massa yang kemudian kembali berkelompok dengan gerakan yang cepat. Massa terbelah dua, satu kelompok yang tetap berada di lokasi penutupan jalan, kelompok lainnya bergerak hendak menuju Polres Dompu untuk mendapatkan kepastian kebenaran penangkapan

87

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

warga mereka tersebut. Dengan jumlah massa yang sangat banyak, membuat pergerakan mereka nyaris tak terkendali. Kapolres Dompu beserta tokoh masyarakat yang sedari tadi berupaya menenangkan massa, kini berada di tengah massa yang terpecah. Mereka terkepung oleh ribuan massa yang sudah tidak lagi mau mendengar imbauan-imbauan yang disampaikan. Massa bersikeras menuju Polres Dompu yang berada di tengah kota Dompu. Situasi sudah tak dapat dikendalikan, sementara Kapolres Dompu dan para tokoh masyarakat berada di tengah kerumunan massa, membuat Brimob kembali melepaskan tembakan peringatan ke udara. Situasi menjadi tambah kacau. Karena itu, Kapolres Dompu dan para tokoh masyarakat kembali mendekati kerumunan untuk memberi penjelasan tentang ketidakbenaran isu itu dan mengimbau warga untuk membersihkan jalan dari kayu, batu dan memindahkan berugak yang diletakkan di tengah jalan. Kemacetan sudah mencapai enam kilometer. Massa yang sudah tidak lagi mendengar imbauan, sibuk mengumpulkan batu untuk melempar aparat kepolisian dan tokoh masyarakat dengan ribuan batu yang menghujani mereka. Akibat lemparan batu yang sangat banyak itu, beberapa personil Polres Dompu terluka. Di antaranya, AKP Drs. Abdul Rasyid, Kasat Binmas Polres Dompu dan Iptu Boni Ariefianto, Kasubbag Pers. Bag. Sumda Polres Dompu, Aipda. Muslim, Kanit Intelkam Polsek Persiapan Kota Dompu, ketiganya luka pada bagian kaki. Briptu. M. Asrul, driver Kapolres Dompu, luka pada bagian kepalanya, dan Briptu. Futra Jayadi, luka pada bagian lutut kaki. Melihat situasi itu, Brimob kembali melepaskan tembakan ke udara sekali lagi. Saat ini, posisi Brimob dan personil Polres Dompu yang mengamankan aksi tutup jalan ini, berada sekitar satu kilometer dari massa. Kapolres Dompu sengaja memberi jarak yang cukup jauh, antara polisi dan massa agar tidak saling terpicu emosinya untuk menjaga agar tidak terjadi bentrok.

88

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Langkah pengamanan ini diambilnya, untuk mencegah jatuhnya korban jiwa, baik dari masyarakat maupun polisi. Pasukan polisi yang siaga mengamankan tersebut diperintahkan untuk tidak maju mendekati massa. Kapolres Dompu, memilih mengambil langkah maju sendiri bersama beberapa perwira polisi sambil mendampingi tokoh masyarakat untuk bersama-sama mengimbau massa dari dekat kerumunan. Pada sekitar pukul 18.00 wita, situasi memanas terus terjadi. Beberapa saat setelah tembakan ke udara yang dilepaskan Brimob yang ada di jarak satu kilometer dari massa dan dalam keadaan berhadapan dengan massa, dari arah belakang kerumunan massa muncul seorang laki-laki berusia 19 tahun, Supriadin dalam keadaan luka bagian punggung akibat terkena benda asing. Ia digendong kawannya, lalu dibawa ke RSUD Dompu. Selang beberapa menit kemudian, seorang anak usia 14 tahun, M. Rizal, juga dalam keadaan terluka di bagian tangan akibat tertabrak sepeda motor (kecelakaan lalu lintas). Dan tak lama kemudian muncul lagi seorang berusia 16 tahun bernama Agus Salim, yang luka pada bagian pelipis kanannya akibat kena benda tumpul. Semua korban dilarikan ke Rumah Sakit Umum Dompu. Sempat tersiar isu bahwa para korban terluka akibat tembakan polisi yang kembali memanaskan situasi. Namun Kapolres Dompu dengan segera berkoordinasi dengan para tokoh masyarakat yang ada, untuk menyamakan persepsi bahwa fakta yang sesungguhnya di lapangan, para korban bukan akibat peluru polisi, melainkan dua di antaranya, tertabrak sepeda motor dan satu lainnya terjatuh. Informasi ini secara bersama-sama disampaikan oleh para tokoh masyarakat dan pihak kepolisian. Setelah para korban dibawa ke RSUD Dompu, situasi mulai kondusif, namun massa masih memblokir jalan sehingga kemacetan ke timur dan ke barat dari kerumunan massa tersebut, telah mencapai tujuh kilometer. Bus-bus yang mengangkut penumpang dari pulau

89

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Lombok yang mestinya sampai Bima sekitar pukul 16.00 wita atau 17.00 wita, tertahan hingga malam hari. Lalu lintas barang dan orang dari dan keluar Dompu macet total. Karena itulah, Kapolres Dompu dan tokoh masyarakat Dompu terus menerus mengimbau warga agar membuka jalan. Hingga malam tiba, rombongan para pengantar jenazah belum juga tiba karena ikut terjebak dalam kemacetan dari arah timur kerumunan. Kapolres Dompu memberi pengertian pada warga, jika jalan masih terus diblokir, maka jenazah tidak akan sampai ke O’o karena telah terjebak macet yang sudah mencapai tujuh kilometer itu. Ajakan untuk membuka jalan kali ini, rupanya berhasil. Sekitar pukul 20.30 wita, massa dengan tertib mulai membuka jalan di bawah pengamanan Polres Dompu dan Brimob Kompi II Sumbawa, sehingga lalu lintas kembali berjalan lancar. Tidak lama kemudian, jenazah Ustad Firdaus tiba di O’o dan dibawa ke rumah duka. Selanjutnya, pada sekitar pukul sepuluh malam, Ustad Firdaus langsung dimakamkan di pemakaman umun Dusun Kala Timur, Desa O’o, Dompu. ***

90

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Penjemputan Jenazah Ustad Firdaus

Jenazah Ustad Firdaus dibawa ke RSUD Bima untuk dilakukan visum et repertum. Berdasarkan hasil visum yang dilakukan di RSUD Bima, Ustad Firdaus meninggal akibat banyak kehilangan darah. ”Ada beberapa luka menganga pada tubuh korban, selain bagian muka kanan. Juga ditemukan luka pada pundak kiri dan kanan, pada tungkai kaki kiri, luka pada buah zakar dan lainnya,” terang Humas Rumah Sakit Umum Daerah Bima, dr. Sucipto, yang ditemui di kamar mayat RSU Bima. (Lombok Post, Rabu, 13 Juli 2011). Setelah ledakan yang terjadi di UBK pada tanggal 11 Juli 2011, pukul 15.15 wita, suasana di Ponpes UBK, sempat panik dan tegang. Ledakan itu memang mengagetkan karena terdengar keras dan menyembulkan asap tebal. Sore itu, para penghuni pondok termasuk pimpinan pondok, Ustad Abrory, Ustad Annas dan Ustad Firdaus, tengah berada di lingkungan pondok. Inilah detik-detik ketika ledakan itu terjadi di UBK.

91

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Suasana penghadangan rombongan pengantar jenazah oleh polisi di Jembatan Sonco Sanolo. Beberapa anggota rombongan kemudian diamankan

92

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Pagi hari, tanggal 11 Juli 2011, para santri dan ustad melakukan kegiatan rutin penjagaan pondok secara bergiliran. Siang beranjak, Ustad Abrory mengumpulkan beberapa ustad pondok terutama Ustad Firdaus termasuk Ustad Annas di masjid. Selaku pimpinan pondok, Abrory merasa situasi pondok mulai terasa aman. Karena setelah dipelajari situasi sekitar, tidak tampak masyarakat akan menyerang pondok seperti yang dikhawatirkan pascapembunuhan anggota Polsek Bolo oleh salah seorang santrinya, yakni Syakban. ”Ini kan sudah aman, jinakkan saja bom itu dengan memasukkannya ke air,” pinta Abrory pada Ustad Firdaus dan Ustad Annas (kesaksian Abrory pada sidang Rabu, 1 Februari 2012). Usai dari masjid pondok tersebut, Ustad Abrory duduk di berugak (rumah terbuka tempat bersantai) bersama dengan para santri yang bergiliran menjaga pondok. Sedangkan Ustad Annas dan Ustad Firdaus, berlalu ke ruangan di sebelah barat dapur. Setelah itu Ustad Firdaus dan Ustad Annas masuk ke ruangan tempat menyimpan bom. Selang beberapa saat sebelum salat ashar, tiba-tiba kamar tempat di mana Ustad Firdaus dan Ustad Annas berada, yakni tempat menyimpan bom tersebut, meledak dengan suara keras sekali. Kamar tersebut dikenal dengan Kamar Bujang. Dan Ustad Abrory langsung menduga kalau itu suara ledakan bom. Ustad Abrory dan para santri tentu saja kaget mendengar ledakan tersebut dan langsung menuju asal ledakan yang jaraknya 15 meter dari berugak tempatnya duduk. Ustad Abrory melihat sepintas bahwa pintu depan kamar tersebut berlubang di bagian bawahnya dan genteng kamar itu banyak yang pecah. Di situlah ia melihat Ustad Firdaus dan Ustad Annas terkapar dan bersimbah darah dengan posisi kepala Ustad Firdaus berada di utara dalam keadaan tengkurep dengan banyak luka di bagian wajahnya (robek besar) sambil mengeluarkan darah yang cukup banyak dan sejumlah luka lecet di tubuhnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan luar sesuai dengan hasil visum tanggal 12 Juli 2011,

93

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolres Bima Kota, AKBP Kumbul Kusdwijanto, ketika menyaksikan visum terhadap jenazah Firdaus di RSUD Bima

mayat Ustad Firdaus terbungkus kain batik motif coklat dan kain kafan putih empat lapis. Penyebab kematian Ustad Firdaus adalah akibat pendarahan. Pada muka, dada, paha dan kaki terkelupas putih. Terdapat luka robek dengan tepi tidak beraturan pada bagian pipi kanan ukuran 18 cm kedalaman tembus sampai otak disebabkan karena benturan benda setengah tajam. Sedangkan luka robek dengan tepi tajam pada pundak kanan atas diakibatkan benda tajam. Luka robek dengan tepi tidak beraturan pada telunjuk tangan kanan, pergelangan kaki kiri diakibatkan benturan benda setengah tajam. Luka robek tidak beraturan pada punggung kaki kiri, luka robek tidak beraturan pada punggung kaki kiri dan pada permukaan kulit sebagian badan terdapat abu warna hitam. Tidak dapat dipastikan bentuk benda tajam dan benda setengah tajam yang menyebabkan luka pada Ustad Firdaus, sedangkan abu berwarna hitam adalah bekas dari abu pembakaran. Tim Forensik

94

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dari Rumah Sakit Kota Bima tidak melakukan otopsi terhadap mayat Ustad Firdaus karena sudah jelas bahwa luka yang ada pada mayatnya hanya luka bagian luar dan penyebab kematiannya akibat pendarahan besar. Ledakan itu menyebabkan luka parah. Ustad Abrory melihat Ustad Annas dalam keadaan tengadah dengan kepala berada di utara dan terlihat olehnya, luka yang cukup parah di bagian pinggang yang mengeluarkan darah meskipun tidak sebanyak darah yang keluar dari luka-luka Ustad Firdaus. Pertolongan pertama pun dilakukan kepada kedua orang ini. Ustad Abrory dan Rahmad Ibnu Umar memindahkan Ustad Annas ke ruangan yang lebih aman dan baik, dekat perpustakaan yang dijaga oleh santri atau simpatisan pondok, yang jaraknya kurang lebih 8 meter dari ruang terjadinya ledakan. Bersama beberapa santri, ikhwan dan ustad lainnya, seperti Mustakim (adik kandung Ustad Firdaus), Ustad Rahmad Ibnu Umar dan Ustad Furqon, Ustad Abrory memindahkan Ustad Firdaus yang luka parah itu ke ruangan persis di samping ruangan tempat terjadinya ledakan. Pemindahan Ustad Firdaus dilakukan dengan menjebol bedek sekat antara ruang terjadinya ledakan dengan ruangan sebelahnya pada sebelah utara bagian timur selebar jendela. Pemindahan Ustad Firdaus sengaja dilakukan dari dalam ruangan, agar tidak mengundang perhatian masyarakat yang saat itu sudah mulai tampak mencari-cari sumber ledakan. Luka Ustad Firdaus pun dibersihkan oleh salah seorang santri, sambil menjaga Ustad Firdaus ketika Ustad Abrory beranjak untuk melaksanakan salat asar. Usai salat asar, Ustad Abrory dan Rahmad Ibnu Umar, kembali ke ruangan tempat ledakan untuk membersihkan sisa-sisa ledakan dan darah yang berceceran. Sisa-sisa ledakan bom itu oleh Ustad Abrory kemudian dimasukkan ke dalam karung. Untuk menjaga agar tidak terjadi ledakan lagi, sisa mesiu dari bom tersebut dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam ember yang berisi air agar tidak meledak lagi.

95

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Dan mesiu sisa ledakan itu dimasukkannya ke dalam ember yang berisi air lalu ia buang ke tempat penampungan air mandi. Ia tidak ingin ada korban berikutnya. (kesaksian Abrory pada sidang yang sama). Sisa-sisa bom tersebut, pada esok harinya, Selasa, 12 Juli 2011, sekitar menjelang pukul 07.00 wita, Ustad Abrory kemudian meminta Furqon dan Asrak untuk membuang sisa ledakan dan sisa bom ini ke suatu tempat yang tidak dijelaskannya. Usai mengepel sisa darah dan membersihkan sisa bom tersebut, Ustad Abrory kembali menjenguk Ustad Firdaus yang terluka yang dijaga oleh Abdullah dan Mustakim. Keadaan luka yang diderita Ustad Firdaus akibat terkena ledakan itu memang lebih mengenaskan dibandingkan luka yang dialami Ustad Annas. Magrib tiba, Ustad Abrory melaksanakan salat, bergantian dengan santri dan ustad pondok lainnya. Namun, usai salat magrib itulah, Ustad Firdaus meninggal dunia, tak mampu lagi bertahan dengan luka yang cukup parah itu. Kesedihan menyelimuti seluruh keluarga besar Ponpes UBK, ketika mengetahui salah seorang ustadnya meninggal dunia. Ustad Abrory tak dapat menahan sedih dan ia sempat mencium jenazah Ustad Firdaus. Dua orang penunggu Ustad Firdaus yang sedari tadi setia menjaganya, Abdullah dan Mustakim yang merupakan ayah dan adik kandung Ustad Firdaus, tak dapat menahan air matanya. Mereka menangis di samping jenazah Ustad Firdaus. Kabar meninggalnya Ustad Firdaus pun disampaikan pada keluarga. Tadinya Ustad Abrory mengusulkan agar jenazah Ustad Firdaus dikuburkan di Ponpes UBK saja. Akan tetapi, orang tua Ustad Firdaus, Abdullah, bersikeras tidak membolehkan Ustad Firdaus dikubur di lingkungan Ponpes UBK. Mereka akan segera membawa jenazah Firdaus besok pagi ke desa asalnya, Desa O’o Dompu. Pada tanggal 12 Juli 2011, sebelum menjemput jenazah Ustad

96

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Firdaus, keluarga Firdaus berkumpul di Desa O’o, membicarakan teknis penjemputan tersebut. Diputuskan keluarga menyewa sebuah angkot seharga Rp 150.000,- untuk menjemput jenazah. Beberapa keluarga berangkat lebih awal menggunakan truk dam dan disusul kemudian rombongan keluarga Ustad Firdaus, beranjak dari Desa O’o pada pukul 09.00 wita menuju Ponpes UBK, Sanolo. Sekitar jam 09.30 wita, mereka tiba di pondok tersebut dan langsung masuk areal pondok. Ketika rombongan ini akan memasuki lingkungan pondok, angkot diberhentikan oleh penjaga di pintu masuk pondok oleh beberapa orang yang wajahnya tertutup sorban. Para penjaga tersebut mengijinkan mereka masuk areal pondok setelah mengetahui bahwa rombongan adalah keluarga dari Ustad Firdaus yang hendak menjemput jenazahnya. Penjagaan memang tampak ketat kala itu (kesaksian Muslamin Thalib sidang, 18 Januari 2012). Tiap pojok Ponpes UBK telah dijaga oleh para santri dan simpatisan UBK, di empat pos, yakni di depan Ponpes UBK, kemudian di sebelah barat dekat perbukitan, selanjutnya di sebelah utara dekat WC pondok dan di belakang Ponpes UBK. Saat rombongan itu tiba, jenazah Ustad Firdaus dikafani. Ketika masuk ke ruangan di mana Ustad Firdaus disemayamkan (ruang kelas 1 MA), tampak jenazah Ustad Firdaus sudah terbujur kaku beralaskan tikar rumput berwarna merah dengan seluruh tubuhnya tertutup kain panjang motif batik berwarna coklat dan hitam. Keluarga dan pengurus UBK lalu menyiapkan pemulangan jenazah dengan segera. Pagi itu juga Ustad Annas yang juga terluka cukup parah yang berada di ruang kelas 2 MA. Menurut Ustad Abrory, sekitar jam 06.00 wita, Ustad Annas sudah diurus oleh istrinya yang datang ke pondok sejak pagi itu. Ustad Abrory sempat menawarkan kepada istri Ustad Annas agar luka-luka suaminya dijahit oleh tukang suntik di sekitar pondok. Namun, tawaran itu ditolak. Sampai akhirnya Ustad Abrory tidak lagi mengetahui ke mana istri Ustad Annas

97

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Rombongan pengantar jenazah diamankan ke Mapolres Bima

98

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

membawa suaminya tersebut karena Abrory sibuk menyiapkan kepulangan jenazah Ustad Firdaus. Persiapan selesai sekitar jam 11.00 wita, rombongan berangkat dari pondok dengan posisi jenazah dibawa dengan angkot bersama keluarga dan dikawal oleh beberapa sepeda motor, di antaranya Ustad Abrory yang dibonceng Furqon, Rahmad Ibnu Umar, Rahmat Hidayat, Mustakim, dan keluarga Ustad Firdaus. Namun, sebelum rombongan ini tiba di O’o, tepatnya di jembatan Sonco Sanolo, rombongan pengantar jenazah dihadang polisi dan berhenti. Saat terjadinya ketegangan antara keluarga Firdaus, rombongan sepeda motor yang mengawal jenazah dan polisi inilah, Ustad Abrory yang dibonceng Furqon lalu menyalip rombongan jenazah lewat samping dan selanjutnya menghilang. Beberapa orang lainnya termasuk rombongan pengantar jenazah dibawa ke Polres Bima untuk diperiksa. ***

99

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

100

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Olah TKP Ponpes UBK

Demi menghindari bentrok dengan pihak Ponpes UBK, pada hari pertama dan kedua setelah terjadinya ledakan, dipimpin Kapolres Bima, AKBP Fauza Barito, polisi tidak menerobos masuk. Polisi gabungan dari Polres Bima dan Brimob Kompi 1 Bima, menjaga jarak dengan terus melakukan pengamanan, pantauan dan siaga pada radius tertentu di lingkaran Ponpes UBK. Langkah ini diambil, sekaligus untuk melindungi UBK dari pihak-pihak luar dan juga melindungi keamanan masyarakat Desa Sanolo, khususnya yang berada di sekitar UBK. Karena, terhadap ledakan yang terjadi di pondok ini, menurut Antonius Aspari, Camat Bolo saat itu, ada pihak yang mendukung dan kontra dengan UBK. Polisi menahan diri, sembari terus berupaya untuk bisa masuk ke UBK dengan cara pendekatan persuasif agar tidak menimbulkan korban, untuk memeriksa apa yang terjadi di UBK. Dengan personil yang terbatas, hanya sekitar 300 personil, polisi bekerja keras menjaga wilayah UBK yang luas, juga menjaga

101

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Brimob Kompi I Bima yang diperkuat Kompi II Sumbawa dan Brimob Polda NTB siaga mengamankan wilayah Sanolo sejak peristiwa ledakan terjadi hingga benar-benar dinyatakan aman

keamanan dan melakukan perlindungan terhadap masyarakat Desa Sanolo dari segala kemungkinan yang terjadi terhadap mereka akibat baik langsung maupun tidak langsung dari kejadian ini. Tanggal 12 Juli 2011, polisi sengaja memperlonggar pengamanan di sekitar UBK, sehingga para santri, ustad dan simpatisan serta ikhwan UBK, bisa meninggalkan UBK, untuk mempercepat kerja polisi dalam melakukan olah TKP demi segera mendapatkan kejelasan apa sesungguhnya yang terjadi agar tidak berkembang dan bertambah isu yang membuat masyarakat menjadi bertambah cemas. “Memang sengaja saya biarkan mereka keluar, agar segera mengosongkan UBK,” ujar Kapolda NTB. Karena, jika pengawasan masih ketat dilakukan oleh pihak kepolisian dengan mengisolasi UBK, bisa dipastikan, “ketegangan” antara polisi dan pihak UBK akan terus meningkat. Karena polisi memilih tidak menerobos masuk dengan bertindak represif, dengan alasan menghindari jatuhnya korban jiwa. Namun, jika itu terjadi berlarutlarut, polisi akan kehilangan waktu untuk segera mengetahui apa

102

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Pasukan Gegana Brimob Polda NTB yang tergabung dalam Satgas Polda NTB melakukan penyisiran di Ponpes UBK

103

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yang terjadi dengan melakukan olah TKP. Karena itu, pihak UBK yang siaga dengan senjata tajam, dibiarkan keluar, namun terus dipantau keberadaannya. Barulah pada hari ketiga setelah ledakan, 13 Juli 2011, polisi yang merupakan gabungan dari Brimob Polda NTB dan Polres Bima, berhasil masuk ke Ponpes UBK dan langsung dapat menguasai situasi. Brimob Polda NTB menurunkan pasukan Gegana dalam menangani kasus ini. Pada sekitar pukul 15.30 wita, pasukan Gegana yang di dalamnya ada tim CRT (Crisis Respon Team) dan tim Jibom (Penjinak Bom). Dalam kesatuan Brimob, CRT dan Jibom hanya diturunkan untuk menanggulangi khusus kasus berkaitan dengan terorisme. Dalam kasus ledakan di Ponpes UBK, karena yang meledak dicurigai bom rakitan, maka tidak ada keraguan dari Kasat Brimob Polda NTB untuk menurunkan tim Gegana. Hal ini diperkuat dengan informasi dari satuan Intelijen Polda NTB, bahwa ada senjata dan bahan peledak di dalam areal pondok tersebut. “Info lain yang diterima adalah adanya pelatihan yang menyerupai militer,” kata Imam Santoso, Kasat Brimob Polda

Satgas Polda NTB melakukan olah TKP di Ponpes UBK

104

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Brimob Polda NTB mengumpulkan benda-benda yang ditemukan di Ponpes UBK yang kemudian dijadikan barang bukti dalam kasus UBK

NTB. Brimob Polda NTB yang diperkuat Brimob Kompi I Bima dan Brimob Kompi II Sumbawa, masuk kompleks UBK untuk mensterilkan lokasi sekitar Ponpes UBK. Pada hari itu, polisi langsung melakukan penyisiran di seluruh areal Ponpes UBK. Sebelum seluruh team yang bekerja melakukan olah TKP, CRT sebagai tim pendobrak, melakukan sterilisasi lokasi dari kemungkinan adanya perlawanan dari pihak UBK maupun pihak lain yang ada dalam areal pondok. Sterilisasi juga dilakukan atas kemungkinan masih adanya bom rakitan aktif dalam pondok tersebut, sampai

105

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pasukan penjinak bom menyatakan steril dari kemungkinan adanya ledakan. Sembari CRT dan Jibom bekerja, Satgas Polda NTB lainnya termasuk dari Laboratorium Forensik dari Polda Bali, mulai melakukan olah TKP. Penyisiran dilakukan di seluruh ruangan kelas pondok pesantren tersebut, musholla, asrama para santri, rumahrumah para ustad dan halaman depan serta belakangnya. Karena dalam areal ini dicurigai tersimpan bahan peledak dan senjata. “Bahkan sampai mengeduk tanah di areal pondok yang diduga sebagai tempat disembunyikannya benda yang diduga sebagai barang bukti,” ungkap Imam, yang turun langsung memimpin penyisiran hari itu. Karena berdasarkan informasi dari intelijen, beberapa benda yang dicurigai sebagai barang bukti tindak pidana ada di dalam pondok pesantren tersebut. Dalam penyisiran tersebut, tak berapa lama kemudian terdengar ledakan sebanyak 12 kali yang mengepulkan asap tebal kehitam-hitaman. Pasukan Gegana melakukan penyisiran selama dua hari. Pada hari pertama tanggal 13 Juli 2011, menyisir UBK hingga menjelang malam, untuk menemukan tersangka, senjata, bahan peledak, dokumen-dokumen dan lainnya yang diperkirakan ada di dalam pondok tersebut. Saat polisi masuk, Ponpes UBK dalam keadaan kosong. Tim ini melanjutkan penyisiran pada hari berikutnya, Kamis, 14 Juli 2011. Pada hari kedua, polisi kembali menyisir lokasi untuk mencari benda-benda yang lebih spesifik lagi, yang diduga sebagai barang bukti tindak pidana. “Ditemukan bom molotov di areal UBK,” kata Imam. Saat itu, memang tidak ditemukan bom rakitan di dalam areal pondok, melainkan 26 casing bom rakitan yang sudah didisposal ditemukan di Wadu Pa’a yang dibuang oleh santri UBK yakni Furqon dan Asrak. Asrak dan Furqonlah yang membuang bom rakitan yang telah didisposal itu ke Wadu Pa’a, atas permintaan Abrory. (Keterangan Furqon dan Asrak dalam sidang, Rabu, 1 Februari 2012).

106

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Dan dalam penggeledahan serta olah TKP yang dilakukan Satgas Polda NTB, di Ponpes UBK berhasil ditemukan benda-benda yang kemudian disita dan dijadikan barang bukti, antara lain berupa; 1 (satu) buah celana hitam, 1 (satu) buah celana dalam warna abuabu terdapat bercak darah, 1 (satu) buah sorban/selendang warna Hitam terdapat bercak darah, 1 (satu) buah kaos hitam terdapat tulisan ”Boxer Tarung Derajad” terdapat bercak darah, 1 (satu) buah sorban/selendang warna putih dengan corak biru putih terdapat bercak darah. 1 (satu) bilah parang panjang dengan sarung dan gagang berwarna hijau, 1 (satu) bilah pisau belati gagang terbuat dari kayu warna hitam, 1 (satu) buah ketapel, 12 (dua belas) biji anak panah, 1(satu) lembar sim C atas nama Abrory M. Ali, 1(satu) bilah pisau belati gagang terbuat dari kayu warna coklat, 1 (satu) buah ketapel, 5 (lima) biji anak panah, 3 (tiga) buah tombak, 10 (sepuluh) buah pedang samurai, 10 (sepuluh) buah parang, 9 (sembilan) buah parang / pisau pendek, 1 (satu) buah senapan angin, 1 (satu) buah kapak, 3 (tiga) buah double stick, 8 (delapan) buah ransel tas, 25 (dua puluh lima) buah bom molotov, 1 (satu) kantong plastik sumbu bom molotov, 1 (satu) buah jirigen berisi bensin, 2 (dua) buah CPU computer, 1 (satu) buah lengan panjang hijau yang ada tulisan “Laskar Anshorut Tauhid Maudiriah Kota Bima, 165 (seratus enam puluh lima) buah anak panah panjang, 150 (seratus lima puluh) buah anak panah pendek, 42 (empat puluh dua) buah katapel, 5 (lima) buah stempel serta 50 (lima puluh) biji paku 12 Cm dan 1 (satu) plastik paku 2 cm, 182 (seratus delapan puluh dua) buku bacaan/majalah Islam dan 2 (dua) kantong plastik kertas catatan, 3 (tiga) buah rangkaian bom yang terdiri dari 3 (tiga) unit HP (ponsel), merk Nokia, Samsung, dan Sony Ericsson, tedapat paku, gunting, cincin ring, lakban, dinamo, soldier, tang, pipa besi dan memory card, 10 (sepuluh) buah pak korek api, 462 (empat ratus enam puluh dua) kaset CD ahli sunnah, 235 ( dua ratus tiga

107

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolda NTB mengecek ruangan-ruangan di Ponpes UBK saat memimpin Olah Tempat Kejadian Perkara

108

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolda NTB (tiga dari kanan) menyaksikan Olah TKP di Ponpes UBK bersama Wakil Bupati Bima, Drs. H. Syafruddin HM. Nur, M.Pd (dua dari kanan) dan Kasat Brimob Polda NTB, Imam Santoso (paling kanan).

109

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolda NTB mengamati barang-barang yang ditemukan di Ponpes UBK seperti bom molotov, panah dan lain-lain

puluh lima) CD Hikayah Syiah, 138 (seratus tiga puluh delapan) CD campuran, dan 52 (lima puluh dua) CD di dalam kotak, 1 (satu) buah busur panah, 1 (satu) buah gergaji besi, 1 (satu) buah memory card, 1 (satu) buah sim card, 26 (dua puluh enam) buah buku

110

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

berjudul “Memilih Jalan yang Benar”, 6 (satu) keping VCD, 1 (satu) buah ransel/tas militer, 5 (lima) buah kaset tape, 11 (sebelas) buah buah buku berjudul “Stop Kristenisasi”, 1 (satu) buah kompas, 1 (satu) buah buku berjudul “Risalah Imam dari Balik Terali”, 1 (satu) buah buku berjudul “Jihadku”, 10 (sepuluh) batang elektroda/ kawat listrik, 1 (satu) kantong kecil serbuk warna merah, pecahan lempengan pipa, 29 (dua puluh sembilan) buah potongan baut, 43 (empat puluh tiga) biji mur, bekas kawat kabel yang sudah terbakar, elektro jam dinding bekas terbakar, kurang lebih 200 ( dua ratus ) gram tanah pusat ledakan, seutas sumbu ledak, pecahan lempengan pipa, 1 (satu) buah tutup botol, kurang lebih 5 (lima) gram lempeng aluminium, gumpalan/padatan warna putih, 1(satu) buah buku catatan warna merah milik Ustad Firdaus tentang denah/peta dan daftar nama anggota Polsek Madapangga yang dijadikan sasaran/ target, 1 (satu) buah buku warna hijau yang berjudul ” Mausuah”, 1(satu) buah buku yang berjudul ”Status Anshor Thogut”, sobekan kain, topi peci, Potongan besi yang nempel di tembok, baut dan mur, lampu natal, tanah/treater, potongan kain sarung bantal, baju korban (Ustad Firdaus), potongan aluminium. Berdasarkan benda-benda yang ditemukan ini, Kepolisian Resort Kabupaten Bima (Satgas Polda NTB) melakukan pengembangan penyidikan dengan pemeriksaan terhadap saksisaksi. Hasil pengembangan penyidikan tersebut, Satgas berhasil mendapatkan petunjuk dari keterangan Ustad Furqon dan Asrak, bahwa ada barang-barang lain yang merupakan bagian dari rangkaian bom yang meledak di Ponpes UBK yang sudah dibuang oleh mereka pada tanggal 12 Juli 2011 di Wadu Pa’a, Desa Kananta, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima, sehari setelah ledakan terjadi. Benda-benda yang ditemukan di Wadu Pa’a ini juga akhirnya dijadikan barang bukti oleh Satgas antara lain berupa, pipa besi ukuran 1 inchi sebanyak 5 (lima) batang, pipa besi model ”L” ukuran 1 inchi sebanyak 6 (enam) buah, pipa besi model ”L” ukuran 1 ½

111

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

inchi sebanyak 1 (satu) buah, pipa besi ukuran 1 ½ inchi sebanyak 12 (dua belas) buah, baterai 9 volt merk Panasonic sebanyak 10 (sepuluh) buah dan 1 (satu) baterai HP merk Nokia, tutupan tabung gas regulator merk Quantum 1 (satu) buah, lempengan serpihan besi sebanyak 3 (tiga) buah, potongan baut sebanyak 2 (dua) buah, rangkaian kabel besi listrik sebanyak 7 (tujuh) buah. Kapolda NTB yang menyaksikan langsung olah TKP yang dilakukan oleh tim Satgas Polda NTB tersebut, datang untuk memastikan agar semua proses penanganan kasus ini sesuai dengan prosedur sejak awal Satgas bekerja. Dalam olah TKP itulah banyak benda yang disita dari Ponpes UBK yang kemudian dijadikan barang bukti oleh polisi, untuk kemudian beberapa di antaranya diperiksa oleh tim Labfor Cabang Denpasar Bali. Beberapa benda yang dijadikan barang bukti yang dicurigai merupakan bom rakitan dan bahan peledak yang sangat berbahaya tersebut, oleh Satgas Polda NTB dikirim ke Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim POLRI, Laboratorium Forensik Cabang Denpasar, untuk dilakukan Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik, guna memperoleh kepastian hukum, apakah ledakan yang terjadi di Ponpes UBK pada hari Senin tanggal 11 Juli 2011 tersebut adalah ledakan akibat bom. Dan apakah benda-benda yang dijadikan barang bukti yang dicurigai merupakan bom rakitan dan bahan peledak yang sangat berbahaya tersebut, adalah juga merupakan bagian dari rangkaian bom yang merupakan bagian dari bom yang meledak di Ponpes UBK. Kepastian tentang ledakan tersebut akhirnya terjawab pada tanggal 8 Agustus 2011. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim POLRI, Laboratorium Forensik Cabang Denpasar, yang melakukan Pemeriksaan dengan Teknik Kriminalistik TKP Ledakan Bom di Ponpes UBK, Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, NTB, diperoleh kesimpulan, bahwa ledakan yang terjadi pada hari

112

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Senin tanggal 11 Juli 2011 sekitar pukul 15.30 wita, berada di dalam Ponpes UBK, di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat adalah ledakan bom. Pusat ledakan berada di lantai keramik kamar sebelah barat dapur di bagian barat utara ponpes. Pusat ledakan berbentuk cekungan radial/oval dengan diameter 16 cm x 20 cm dan kedalaman 1,5 cm, posisinya terletak pada jarak 1,2 m dari dinding barat dan 1,8 m dari dinding selatan. Bom yang digunakan diketahui berjenis low explosive karena menggunakan campuran bahan peledak potassium chlorate dan sulfur. Dikemas di dalam pipa sambungan 1 ¼ dim yang dikenal dengan bom pipa, menggunakan kawat nikelin dari lampu natal yang diberi sumber energi untuk memicu ledakan dan menggunakan baut sebagai shrapnel untuk menambah efek kerusakan. Selain melakukan pemeriksaan terhadap ledakan yang terjadi, pemeriksaan pada Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim POLRI, Laboratorium Forensik Cabang Denpasar, juga melakukan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti bahan peledak baik yang ditemukan di dalam Ponpes UBK, maupun yang ditemukan Wadu Pa’a, Desa Kananta, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima diperoleh kesimpulan bahwa benda-benda tersebut merupakan bagian dari bom pipa rakitan, meliputi korek api kayu yang mempunyai kandungan potassium chlorate sebagai bahan peledak utama, sambungan pipa besi sebagai wadah/casing, lampu natal dan lampu halogen sebagai pemicu/inisiator, baterai sebagai sumber arus serta baut dan mur sebagai shrapnel. Pemeriksaan terhadap empat buah potongan besi (pecahan dari sambungan pipa L besi ukuran 1 ¼ dim) adalah identik dengan potongan logam terbuat dari besi yang tertancap ke dalam tembok batu bata di pondok tersebut. Sedangkan bahan peledak yang digunakan adalah potassium chlorate dan sulfur. Potassium dan Sulfur adalah bahan peledak jenis low explosive. 16 (enam belas) buah anak panah dan 20 (dua puluh) anak panah kecil dengan ekor

113

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

rafia disimpulkan tidak mengandung racun organik dan anorganik (arsenic). Selain melakukan pemeriksaan benda-benda yang ditemukan di Ponpes UBK oleh Labfor Cabang Bali, pemeriksaan terus dilakukan terhadap orang-orang yang telah diamankan untuk dimintai keterangannya yang kemudian mengerucut menjadi tujuh dan dinyatakan sebagai tersangka yakni Abrory, Syakban, Rahmad Ibnu Umar, Rahmat Hidayat, Asrak, Furqon dan Mustakim. Dalam menangani UBK, Kombes. Pol. Heru Pranoto, Direskrimum Polda NTB (saat peristiwa ledakan UBK) mengatakan, bahwa kasus ini memiliki karakteristik tersendiri. Jika ledakan bom yang banyak diketahui meledaknya di tempat umum, sedangkan bom rakitan kali ini meledak di dalam wilayah (areal) UBK sendiri. “Meledak di ‘rumah’ sendiri,” ungkap Heru. Ledakan yang terjadi pada otoritas wilayah dari yang diduga “memiliki” bom tersebut, kecenderungannya mereka akan sangat mudah menutup diri, menutup lokasi tersebut dan tidak membiarkan orang lain masuk termasuk polisi. Hal inilah yang merupakan salah satu kesulitan bagi polisi untuk masuk, karena pemilik wilayah (dalam hal ini pihak UBK) tidak dengan mudah mengijinkan, melainkan melakukan perlawanan dengan penjagaan areal yang ketat. Ketika polisi berhasil masuk pada tanggal 13 Juli 2011, barulah areal ini disisir oleh Satgas Polda NTB yang juga langsung melakukan olah TKP. Dalam olah TKP tersebut polisi menemukan bendabenda di berbagai tempat dalam areal UBK, kemudian dijadikan barang bukti oleh polisi. Olah TKP melibatkan tim penyidik Satgas Polda NTB dan Tim Forensik dari Laboratorium Forensik Polda Bali. Benda-benda yang ditemukan ini merupakan benda mati yang belum bisa “berbicara” dan belum memiliki makna apa-apa untuk dijadikan barang bukti. Dibutuhkan ketelitian dan kecermatan penyidik untuk membuat akhirnya benda-benda ini dapat “berbicara”

114

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dan menjadi alat bukti dari suatu tindak pidana yang terjadi. Analisa terhadap benda-benda yang ditemukan pun dilakukan. Hasil analisa tersebut lalu dikaitkan dengan keterangan saksi-saksi. Menurut Heru, polisi lalu melakukan pendalaman berkaitan dengan beberapa orang yang ditangkap saat “kisruh” pemulangan jenazah di jembatan Sanolo, karena dilakukan secara diam-diam. Polisi bekerja keras memunculkan hipotesa dan mengujinya berdasarkan hasil temuan dan olah TKP sehingga mengarah pada tindak pidana tertentu. Sisi lain yang menjadi perhatian penyidik adalah info yang didapat yang kemudian dianalisa kejadian sebelum dan setelah ledakan di UBK. “Kasus pembunuhan polisi di Polsek Bolo, berangkaian dengan ledakan di UBK,” ungkap Heru. Awalnya, Syakban diduga melakukan pembunuhan biasa, namun berdasarkan keterangan dari Syakban dan saksi-saksi serta barang bukti lain, aksi itu garisnya berkaitan juga dengan ledakan yang terjadi di UBK. “Syakban ‘tidak membunuh’ Rokhmad, melainkan membunuh aparat (institusinya),” katanya. Tim penyelidik dan penyidik kasus ini terbilang unik karena menggabungkan atau mengkolaborasikan fungsi reserse dan intelijen untuk mencari fakta hukum di lapangan. Fungsi intelijen secara umum sebenarnya hanya mencari informasi dan menginformasikan pada reserse untuk kemudian dijadikan fakta hukum. Namun, dalam penanganan kasus ini, intelijen dan reserse bekerjasama. Inteleijen, selain menemukan informasi juga menganalisanya dan mengarahkan pada tim reserse sehingga langsung dapat menjadi fakta hukum. Kerja bareng ini juga dilakukan untuk mengungkap para tersangka lain yang belum tertangkap. Furqon yang semula sudah ditahan karena telah cukup bukti penahanan berdasarkan ketentuan aturan yang berlaku, pun akhirnya dilepas selama lebih-kurang seminggu. Diakui Heru, melepas tersangka Furqon saat itu, sangatlah berisiko, karena sewaktu-waktu ia bisa melarikan diri. Sepanjang

115

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pelepasan Furqon ini, Heru mengaku deg-degan karena khawatir usaha ini tidak akan berakhir baik. Satgas Polda NTB berada dalam dua pilihan sulit, menemukan tersangka lain atau tersangka yang sudah ada ini melarikan diri. Namun, dari Furqon inilah dapat diungkap tersangka lain, Asrak dan barang bukti berupa casing bom yang sudah dibuang di Wadu Pa’a, Desa Kananta, Kecamatan Soromandi, Bima. ***

116

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Ali Ghani Pamit: “Saya Percaya Pada Polisi”

Rabu, pukul 15.30 wita, sebuah ledakan terdengar dari Ponpes UBK di Desa Sanolo, Sila, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat. Seorang pengajarnya, tewas akibat ledakan tersebut. Peristiwa yang akhirnya dikenal sebagai “Ledakan UBK” itu memecah hening kampung di kaki perbukitan tersebut hingga berubah mencekam dan tegang. Sejak itu, polisi memenuhi perkampungan ini untuk melakukan berbagai tindakan kepolisian termasuk olah TKP, mencari barang bukti, melakukan perlindungan terhadap masyarakat dan lain sebagainya. Dipimpin Kapolda NTB, Satgas Polda NTB yang telah dibentuk beberapa waktu sebelumnya, bekerja keras menangani pascaledakan UBK. Dalam memimpin penanganan pascaledakan Ponpes UBK, Satgas Polda NTB mengedepankan pola preemtif dan preventif, tidak dengan pola represif. Pola represif, adalah langkah terakhir yang akan diambil dalam situasi yang sangat terpaksa. Pendekatan persuasiflah yang dilakukan Satgas Polda NTB dalam menangani

117

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pascaledakan di ponpes tersebut. Satgas Polda NTB terdiri dari delapan Satama Opsnal (Satuan Utama Operasional), yakni Intelijen, Reserse Umum, Sersesus, Narkoba, Sabhara Obvitsus, Bimmas dan Lantas. Enam kesatuan sebagai Satban Opsnal (Satuan Bantuan Operasional) yaitu Brimob, Propam, TI Pol, Bidokkes, Bidhumas dan Poludara. Ditambah lagi dengan Satbanmin Opsnal (Satuan Bantuan Administrasi Operasional). Semua fungsi ini bersinergi dan simultan, saling mendukung dalam operasi penanganan pascaledakan di Ponpes UBK dan berbuah sukses. Tidak satu pun jatuh korban dalam penanganan UBK, termasuk saat Abrory “dijemput” (ditangkap dalam bahasa hukumnya) dengan cara yang humanis. Satgas Polda NTB pun akhirnya berhasil menjemput Abrory, pemilik Ponpes UBK, pada Jumat siang, 15 Juli 2011. Begitulah. Menjelang siang di suatu tempat, Jumat 15 Juli 2011, seorang Bapak bernama M. Ali Ghani Al Ayubi, bertemu dengan Kapolda NTB. Pertemuan itu adalah peristiwa yang sama sekali tidak terduga bagi Ali Ghani di tengah masyarakat yang belakangan ramai membicarakan ledakan yang terjadi di ponpes yang dipimpin anaknya tersebut. Saat Ali Ghani bertemu dengan Kapolda NTB, anaknya tersebut masih dinyatakan buron. Begitu Ali Ghani tiba didampingi salah seorang menantunya, Kapolda berdiri menyambutnya dengan tersenyum dan menyalami sembari memeluk lelaki berjenggot ini. “Saya kaget dan tidak menyangka mendapat perlakuan yang begitu ramah tadi,” ungkap Ali, mengingat anak keempatnya (Abrori) saat itu adalah orang yang paling dicari pihak kepolisian sejak ledakan di UBK. Di awal pertemuannya dengan Kapolda NTB yang didampingi Direskrim Polda NTB, Kombes. Pol. Heru Pranoto, Dirintelkam Polda NTB, Kombes. Pol. Drs. Gunawan dan Kasat Brimob Polda NTB, Kombes. Pol. Imam Santoso, tidak dapat dimungkiri, suasananya begitu

118

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tegang, apalagi seluruh alat komunikasi termasuk HP para driver dan spri (sekretaris pribadi) serta dua staf dari Polda NTB dan Polres Bima, diminta Kapolda untuk disita. “Tidak ada komunikasi keluar dan tidak seorang pun boleh tahu di mana kita saat ini,” katanya. Ini dilakukannya, untuk memenuhi janjinya pada keluarga Abrory dalam negosiasi awal untuk menjemput Abrory, Pimpinan Ponpes UBK, yang bersedia menyerah dan ditangkap dengan cara dijemput. Keluarganya bersedia untuk bekerjasama dengan pihak kepolisian dalam proses penjemputan Abrory, asalkan tidak dalam situasi heboh apalagi ada iring-iringan mobil polisi, raungan sirine dan polisi yang memakai seragam. Dan satu lagi permintaan keluarga yakni Abrory dijemput langsung oleh Kapolda NTB yang didampingi seseorang kepercayaan keluarga mereka. Semua kesepakatan negosiasi tersebut dipenuhinya dengan mempertimbangkan rasa kemanusiaan dan perasaan keluarga Abrory. Kesediaannya menjemput sendiri Abrory, lebih karena ia mengedepankan komunikasi dan pendekatan kooperatif serta persuasif untuk menghadapi masalah tersebut. “Saya ingin memberi

Proses penjemputan Abrory di rumah orang tuanya oleh Kapolda NTB, berjalan singkat dan kooperatif

119

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

penghormatan untuknya. Saya ingin ini semua cepat terungkap dan ia segera bisa diperiksa agar semuanya jelas sehingga tidak menimbulkan fitnah terutama bagi Abrory,” katanya. Saat menjemput Abrory, Arif pun datang dengan menempatkan dirinya sebagai seorang polisi bukan sebagai Kapolda. Di pundaknya ia letakkan tanggung jawab profesi, bukan jabatannya. “Saya datang sebagai seorang polisi,” ujarnya. Yang penting dari seluruh proses itu adalah substansinya, yakni, pria kelahiran 1975 ini dapat dijemput untuk bisa mengungkap apa yang sesungguhnya terjadi demi kepentingan umum. “Tidak perlu dengan dar dor der, (bunyi senjata-pen), tidak perlu heboh. Jika bisa dilakukan dengan pendekatan yang baik apalagi keluarganya mau bekerjasama, itulah yang dilakukan polisi,” ungkapnya. Yang penting adalah intinya, Abrory bisa dijemput, lanjutnya. Lagi pula, tidak ada larangan dalam undang-undang kalau seorang Kapolda tidak boleh menjemput seorang tersangka. Baginya, tugas polisi itu sama, apa pun pangkatnya, apa pun jabatannya, tugas polisi adalah melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat. Keterbukaan Arif dalam menerima baik keluarga Abrory, membuatnya hanya butuh 10 menit penyesuaian suasana. Ali Ghani dan menantunya mulai terlihat santai setelah Arif menyodorkan minuman dan tampak berbincang akrab satu sama lain. Diawali beberapa guyonan yang dilontarkan Arif, para pejabat Polda NTB yang ikut hadir, juga mulai mencairkan suasana. Obrolan siang itu pun, mengalir dalam suasana yang tampak akrab, meski tidak dapat dimungkiri, Ali Ghani tegang selama proses penjemputan anaknya tersebut. Tidak banyak bicara, Arif lalu memerintahkan, hanya ada empat mobil yang akan bergerak menuju tempat Abrory. Selebihnya, mobil diminta untuk pulang. Arif tidak menjelaskan sama sekali skenario penjemputan, melainkan ia meminta Ali Ghani satu mobil dengannya ditemani ajudannya Briptu Alwan Wijaya dan seorang driver, Briptu Leksi

120

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Gerans. “Ini misi baik, Insya Allah akan membawa kebaikan. “Bismillahirrahmanirrahim, mari kita berangkat,” ajak Arif. Tidak ada iring-iringan mobil kepolisian, tidak ada pengawalan apalagi sirine. Mobil Kapolda NTB mulai bergerak diikuti hanya empat mobil lain yang membawa Dirintelkam, Direskrim, Kasat Brimob, Polda NTB, dua staf Polda NTB dan mobil kakak ipar Abrory. Selama perjalanan itu, Arif telah menyiapkan dua rencana (plan A dan B). Inilah yang selalu dilakukannya tiap kali menghadapi situasi tertentu. Memiliki banyak rencana dengan mengedepankan akhir yang baik. Seluruh mobil, mengekor mobil yang ditumpangi Arif dan Ali Ghani, dari Kota Bima menuju Desa Kananga Sila, Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Rupanya, selama perjalanan itu, Ali Ghani bernegosiasi dengan Abrory, agar jangan meninggalkan tempat dan harus siap untuk dijemput. Ia meyakinkan Abrory bahwa Kapolda NTB datang sendiri untuk memastikan bahwa keluarga tidak perlu khawatir soal perlakuan bagi Abrory. Seluruh permintaan keluarga, agar tidak dijemput dengan iring-iringan dan lainnya dipenuhi oleh Kapolda NTB, yang sejak awal menyatakan siap menjemput sendiri Abrory dari tempatnya bersembunyi. Sebelumnya keluarga Abrory merasa khawatir Abrory akan mendapat perlakuan tidak baik saat dijemput. Namun, ia menjamin, penjemputan akan dilakukan dengan pola dan cara yang baik serta manusiawi. Inilah yang harus dilakukan polisi apalagi keluarganya dan Abrory sendiri sangat kooperatif dan mau bekerjasama, ujarnya. Tiba di Sila, di sebuah rumah deretan pasar sore yang disebut Amba Ncai, mobil Kapolda NTB menepi di kanan jalan. Mobil Arif berhenti tepat di pintu pagar rumah Ali Ghani, pukul 13.01 Wita. Empat mobil lain berhenti, ia bergegas turun dari mobil dan diikuti Ali Ghani. Dengan kedua tangannya, Arif memberi kode agar tidak seorang pun boleh turun dari mobil yang berjejer di belakangnya.

121

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolres Dompu (paling kanan) ketika menerima Abrory dan ayahnya di Polres Dompu usai dijemput Kapolda NTB

Rupanya plan B, pilihan kedua yang dipakainya, ia turun sendiri dan menjemput Abrory dengan tangannya sendiri, karena ia melihat dan membaca situasi saat itu adalah yang paling baik; baik bagi psikologi Abrory dan keluarganya, baik pula bagi penyelesaian penjemputan. Dari situasi itu, ia yakin Abrory tidak akan melawan. Plan A yang juga disiapkan saat penjemputan, adalah ia bersama Kasat Brimob, Direskrim dan Dirintelkam, masuk berempat ke dalam rumah untuk menjemput Abrory. Namun situasi baik itu membuat ia merasa lebih baik menjemputnya seorang diri demi kenyamanan Abrory dan keluarganya. Sebuah adegan penjemputan (penangkapan) yang sangat mengharukan, jauh dari situasi menakutkan, jauh dari cerita-cerita mencekam yang kerap terdengar tentang penangkapan seseorang yang diduga memiliki jaringan dengan aksi radikal. Imejnya, biasanya penuh bunyi senjata, suara tembakan, penuh tekanan, bahkan darah dan air mata. Situasi ini sesaat mengaduk emosi dan membuat haru. Begitu manusiawinya proses penjemputan ini.

122

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Dari balik pintu pagar itulah, Abrory yang pernah belajar di Pondok Pesantren Al Muttaqim Jepara, Jawa Tengah, selama lima tahun ini bersama ibunya serta istri dan anak bungsu di gendongan istrinya menanti dengan rasa cemas dan sedih yang luar biasa. Saat pintu pagar dibuka, tampak Abrory tersenyum. Arif maju dan meraih serta memeluk tangan Abrory lalu merangkulnya, menggandengnya menuju mobil diikuti ayahandanya, Ali Ghani, lewat pintu mobil bagian kanan. Pintu itu ditutup dan Arif bergegas menuju pintu mobil bagian kiri. Sembari berjalan itulah, ia mengangkat jempolnya sebagai kode semua telah selesai dengan baik. Ia naik ke mobilnya, duduk bertiga. Abrory duduk di tengah tanpa diborgol diapit Arif dan ayahnya. Tidak sedikit pun ia memunculkan kekhawatirannya saat duduk bertiga dengan Abrory dan ayahnya. Posisi Abrory dan ayahnya begitu dekat dengan dirinya. Ajudannya, Briptu Alwan Wijaya, duduk di depan. Ia duduk berdampingan dengan seorang tersangka yang tidak diborgol. Dengan keberanian penuh, ia hadapi situasi itu karena satu hal; karena ia berangkat dari niat baik dan kesepakatan awal, sama-sama saling percaya. “Saya yakin saja bahwa niat baik pasti akan membawa kebaikan pula,” ujarnya. Namun, ia sadar, jika pun akhirnya situasi berubah mencelakainya, maka ia akan menghadapinya, karena inilah tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang polisi yang sedang dijalankannya. Apa pun risikonya, ia sudah siap menghadapinya. Namun, sembari berseloroh, ia mengulang, “Tapi jangan ditiru, itu salah,” ujarnya. Ia berani berada sedekat itu dengan tersangka tanpa diborgol, bukannya tanpa pertimbangan. Dengan pengalaman, ketelitian dan kewaspadaannya ia telah membaca psikologi Abrory dan ayahnya, sejak pertama kali berinteraksi dengan keduanya. Niat baik yang disampaikan keluarga Abrory untuk mengakhiri pelarian Abrory dikomparasikannya dengan situasi hari itu. Sepanjang duduk berdampingan dengan Abrory, ia sengaja

123

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

menempel tubuh dan kakinya sedekat mungkin dengan tubuh Abrory. Ia ingin merasakan reaksi Abrory. Jika ada sesuatu yang bermain di pikirannya, ia pasti grogi dan gemetar. Dari sana ia membaca bagaimana situasi psikologi Abrory. Ia menangkap ketenangan dari sosok Abrory. Abrory tidak bergetar sama sekali. Ia ajak bicara, jawaban dan intonasinya masih normal. Ia tanya berkalikali tentang pertanyaan-pertanyaan sederhana, jawabannya normal. Ia bertanya tentang istrinya, tentang anaknya dan tentang Ibunda Abrory. “Konsentrasinya masih baik, ia fokus dan teratur serta jawaban normal dengan sikap yang tenang,” kata Arif. Ketenangan Abrory ini, membuat Arif semakin yakin, langkah kerjasama yang tengah ditempuh polisi dan keluarga serta Abrory sendiri, akan membuahkan hasil baik. Proses penjemputan itu berlangsung kilat, hanya dalam hitungan detik semua selesai. Suasana sekitar rumah Ali Ghani, saat itu tampak sepi dan tidak seorang pun curiga dengan kedatangan lima mobil yang berhenti tak sampai lima menit di depan rumah Ali Ghani itu. Abrory sama sekali tidak melawan, ia malah siap dimintai keterangan dan menyatakan bertanggung jawab atas apa yang terjadi di Ponpes UBK miliknya. “Abrory gentleman, bertanggung jawab atas apa yang terjadi di UBK, bersedia dimintai keterangan. Soal terbukti bersalah atau tidak, pengadilan yang akan mengujinya,” ujar Arif. Sebuah peristiwa mengharukan, menyaksikan manakala Sang Ibunda, Amu, dan istri serta anak bungsu Abrory, melambaikan tangan mengantar kepergian anak, suami dan ayah yang mereka cintai itu, dibawa untuk diproses hukum. Tak henti-hentinya, Nia, perempuan bercadar hitam itu, istri keduanya (perempuan asal Klaten Jawa Tengah yang dinikahinya pada bulan Mei 2010, setelah istri pertamanya Asmah asal Desa Daru Sila Bima, meninggal), melambaikan tangan hingga mobil semakin menjauh. Begitu pula si ibu dengan jilbab dan baju coklatnya, dengan mata yang sembab tampaknya usai menangis, terus melambai,

124

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolda NTB mendampingi Abrory saat cek kesehatan di Polres Dompu beberapa saat setelah dijemput

melepas anaknya yang dikenal cerdas itu dengan raut wajah mencoba sekuat tenaga untuk ikhlas. Mobil yang membawa Arif dan Abrory meluncur diikuti empat mobil lainnya, perlahan dan berbelok ke kanan dari Cabang Donggo Sila, menuju arah Dompu. Mobil terus beriringan hingga akhirnya tiba di Mapolres Dompu pukul 14.05 wita. Kapolres Dompu, AKBP Agus Nugroho, S.IK., SH., MH., menerima rombongan ini termasuk Abrory dan Ali Ghani langsung menuju ruangannya. Tidak dapat dimungkiri, suasana Mapolres Dompu, sesaat tegang manakala rombongan tiba. Mapolres Dompu siang itu steril keluar masuk orang-orang yang tidak berkepentingan. Namun, untuk menghindari perhatian masyarakat, kegiatan lain di Polres Dompu berjalan normal dalam pengawasan yang ketat. Bincangbincang awal Abrory dan ayahnya dengan Kapolda NTB dan para pejabat utama Polda NTB yang ikut menjemputnya, masih terasa kaku. Komunikasi dengan ayahanda Abrory, tampak berjalan baik. Namun Abrory masih tampak belum ingin terlibat dalam obrolan

125

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tersebut. Inisiatif mencairkan suasana datang dari Kapolda NTB, yang terlihat terus berusaha mendekati Abrory dengan caranya. Membuat Abrory ikut terlibat dalam obrolan. Abrory tampak merespon dengan tersenyum dan tertawa bahkan sesekali menjawab pendek meskipun seadanya. Di dalam ruangan inilah, suasana akrab polisi dan Abrory serta ayahnya kembali terasa. Semua terlibat dalam obrolan sembari diselingi guyonan satu sama lain. Hanya Abrory yang sosoknya memang dikenal pendiam itu cuma sesekali tersenyum dan ia menjawab seperlunya. Beberapa saat kemudian, Arif meminta tim medis untuk melakukan pengecekan tekanan darahnya dan diikuti oleh semua yang ada dalam ruangan itu. Hal ini dilakukan selain karena Kapolda melihat kondisi Abrory yang tampak sedikit pucat juga menjadi bagian dari upaya mencairkan situasi. Puncaknya, ia mempersilakan Abrory untuk mengecek tekanan darah dan kesehatan. Usai mengecek kesehatan Abrory, tim medis menyatakan tekanan darahnya normal dan Abrory dalam kondisi sehat dan baik. Ali Ghani pun diberikan kesempatan untuk ikut mengecek kesehatannya. Usai mengecek kesehatan Abrory, Kapolda mempersilakan Ali Ghani dan Abrory untuk bersantap siang bersama. Sembari makan, Kapolda dan pejabat utama Polda NTB terus membangun suasana hangat bersama mereka. Hanya Abrory yang tidak makan siang itu. Ia hanya minum air putih dan makan buah seadanya. Ia mengaku sudah makan sebelum ia dibawa ke Mapolres Dompu. Sejak dijemput di rumah orang tuanya hingga selama berada di Dompu, Abrory selalu didampingi ayahandanya. Kapolda NTB memang mempersilakan Ali Ghani untuk mendampingi Abrory kapan dan di mana pun, bahkan hingga Abrory dibawa ke Mapolda NTB di Mataram. “Silakan Bapak, jika mau untuk mendampingi Abrory hingga ke Mataram. Bapak juga boleh mendampingi Abrory selama diperiksa,” kata Kapoda.

126

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Abrory dan M. Ali Ghani menikmati makan siang di Polres Dompu dalam suasana yang akrab dengan Kapolda NTB dan Pejabat Utama Polda NTB yang ikut menjemput Abrory

Ali Ghani diberi kebebasan untuk mendampingi dan memastikan pemeriksaan dan proses hukum yang dilakukan terhadap puteranya itu, berjalan dengan baik. Setelah makan siang, Abrory diperkenankan melaksanakan salat asar di ruangan Kapolres Dompu yang diikuti rombongan lain secara bergantian. Dilanjutkan dengan pemeriksaan Abrory secara

127

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

intensif oleh penyidik Satgas Polda NTB, di ruang rapat Polres Dompu. Pemeriksaan berlangsung hingga malam hari. Sehabis makan malam bersama dengan Ali Ghani, Kapolda kembali menegaskan bahwa ia mempersilakan Ali Ghani untuk terus mendampingi puteranya itu bahkan hingga ke Mataram, sepanjang waktu yang dianggapnya perlu. Kapolda bahkan telah menyiapkan satu tempat di helikopter yang akan membawa Abrory ke Mataram untuk Ali Ghani mengantar anaknya hingga ke Polda NTB. Sejak penjemputan Abrory siang hari, Ali Ghani memang memutuskan untuk ikut mengantar puteranya itu hingga ke Mapolda NTB. Namun, usai makan malam, niat itu berubah. Pukul 23.00 wita, ia memutuskan untuk tidak mengantar Abrory hingga Mapolda NTB. Ia mengaku sudah berdiskusi dengan Abrory, bahwa ia hanya mengantar sampai Dompu dan tidak ikut hingga ke Mataram. Malam itu juga, ia sampaikan pada Kapolda NTB, bahwa ia akan pulang ke Desa Kananga Sila, tidak ikut hingga ke Mataram. “Saya pamit pulang tidak ikut mengantar Abrory ke Mataram. Saya percaya pada polisi dan menyerahkan anak saya untuk diproses secara hukum,” ujarnya pada Kapolda setelah makan malam. Sekali lagi, Kapolda memastikan bahwa ia boleh ikut mendampingi anaknya sampai ke Mataram. Namun, Ali Ghani tetap memilih pulang ke Sila. Kepergian Ali Ghani dilepas dengan pelukan dan salaman hangat, sembari ia menitip puteranya itu kepada Kapolda yang meyakinkan ia sekali lagi, bahwa Abrory akan diproses secara hukum dengan perlakukan yang baik. Lewat Ali Ghani, Kapolda sempat menyampaikan rasa terima kasihnya kepada keluarga besar Abrory yang telah kooperatif membantu polisi dalam menjalani proses penegakan hukum kasus ledakan di Ponpes UBK Sanolo. Sabtu, 16 Juli 2011, pukul 02.11 wita, dini hari, Abrory dibawa menggunakan kendaraan APC (Armourt Personel Carrier),

128

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Dini hari dari Dompu, kendaraan Baraccuda Polda NTB membawa Abrory, melaju menuju Bandar Udara Brang Biji Sumbawa

Kapolda NTB didampingi Kasat Brimob Polda NTB di Bandar Udara Brang Biji Sumbawa mengantar Abrory menuju Mapolda NTB

kendaraan taktis Baraccuda, milik Brimob Polda NTB, menuju Bandar Udara Brang Biji Sumbawa Besar. Dikawal mobil patwal, Baraccuda meluncur menembus dinginnya malam diikuti mobil yang membawa Arif, mobil staf dari Polda NTB serta mobil Kasat

129

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolda NTB mengantar Abrory, dari Bandar Udara Brang Biji, Sumbawa menuju Mapolda NTB menggunakan helikopter milik Mabes Polri

Brimob Polda NTB. Pukul 07.10 wita, tiba di Bandara Brang Biji. 30 menit istirahat, baling-baling Helikopter Daulphin tipe AS/365N2, milik Mabes Polri yang sengaja didatangkan dari Jakarta, mulai bergerak. Baraccuda mendekati capung besi ini, memindahkan Abrory yang pernah mengenyam pendidikan di SDN 5 Sila, SMPN Sila dan SMAN 2 Mataram (sekarang SMA 3 Mataram) ini, naik ke atas heli. Ia duduk di barisan bangku kedua dengan posisi nomor 2 dari kanan. Di samping kanannya ia dikawal seorang anggota Brimob Polda NTB dan di bagian kiri duduk Ketua Tim Penyidik Kasus UBK Satgas Polda NTB, AKBP M. Surya Saputra serta seorang mekanik heli. Pada bangku depan heli, paling kiri, Kasat Brimob Polda NTB, disusul Kapolda NTB dan seorang mekanik heli lainnya. Ditambah pilot dan co pilot, 30 menit kemudian, tepat pukul 08.00 wita, heli berkapasitas 10 penumpang ini, mulai bergerak meninggi.

130

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolda NTB memberikan keterangan pers sesaat setelah mendarat di Bandara Selaparang Lombok saat berkaitan dengan penangkapan Abrory

Selama penerbangan itu, Abrory hanya diam, tidak bicara sepatah kata pun. Sekitar pukul 08.30 wita, heli mendarat di Bandar Udara Selaparang Lombok. Perlahan namun pasti, seperti langkah-langkah yang diambil Arif dalam menangani pascaledakan di Ponpes UBK Sanolo, Bima. Baling-baling heli pun berhenti. Lewat pintu sebelah kiri, Abrory turun langsung dipindahkan ke Baraccuda yang dipinjam dari Polda Bali dan langsung menuju Mapolda NTB, untuk pemeriksaan lebih lanjut. Di Bandar Udara Selaparang itulah, Arif memberikan keterangan pers berkaitan dengan Ponpes UBK dan pemeriksaan Abrory kepada wartawan yang sudah menunggu sejak pagi. ***

131

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

132

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Telefon Ustad Abrory kepada Furqon

Sehari setelah ledakan yang terjadi di Ponpes UBK, Selasa, 12 Juli 2011, pagi harinya dengan ransel di punggung, Asrak yang dibonceng Furqon, bergegas menuju lokasi situs Wadu Pa’a yang berada di Desa Kananta, Kecamatan Soromandi, Bima untuk membuang casing bom yang telah didisposal oleh Abrory. Furqon mengajak Asrak untuk membuang casing bom tersebut dan menyerahkan ransel di punggungnya kepada Asrak. Saat itu Asrak dan Furqon belum menentukan lokasi pembuangan benda tersebut. Mereka hanya keluar dari Ponpes UBK dan terus melaju. Furqon mengendarai sepeda motor keluar dari Ponpes UBK melewati jalan Kara, sebelah barat kompleks pondok tersebut. Dalam perjalanan menjelang lokasi pembuangan, mereka berhenti sesaat dan mengurungkan niatnya karena ada perkampungan di sekitarnya. Mereka berdua memastikan tempat yang aman untuk membuangnya. Melihat situasi yang kurang menguntungkan itu, mereka pun putar balik dan Furqon melajukan sepeda motornya ke

133

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Satgas Polda NTB disaksikan aparat desa setempat melakukan pengambilan 26 casing bom rakitan lengkap dengan baterai dan regulator yang dibuang oleh Asrak dan Furqon berlokasi di jurang yang curam Wadu Pa’a, Desa Kananta Kecamatan Soromandi Bima

arah sebaliknya. Setelah menemukan lokasi yang dianggap aman, Asrak membuang potongan-potangan besi, beberapa besi yang berbentuk pipa dan ada yang sudah pecah, potongan atau gulungan kabel, baterai HP, baterai ABC dan regulator, di sekitar Wadu Pa’a di Desa Kananta, Kecamatan Suromandi, Kabupaten Bima yakni di tempat yang sepi dan sulit ditemukan, yaitu di sebuah jurang yang cukup curam yang letaknya cukup jauh dari jalan raya (lebih-kurang sekitar 50 meter dari jalan raya). Sedangkan Furqon menantinya di sepeda

134

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kapolres Bima bersama tim identifikasi Satgas Polda NTB di Polres Bima menggelar barang bukti yang ditemukan di Wadu Pa’a untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut

motor. Setelah melakukan pembuangan tersebut, mereka kembali ke Ponpes UBK dan saat tiba mereka menemukan angkutan kota (bemo) warna kuning yang datang dari Dompu untuk menjemput jenazah Ustad Firdaus (almarhum). Mereka lalu ikut rombongan mengiringi jenazah tersebut menuju Dompu. Namun belum lagi sampai tujuan, iring-iringan ini kemudian dihadang aparat kepolisian. Benda-benda yang dibuang ini akhirnya ditemukan oleh pihak kepolisian yang mendatangi lokasi tersebut untuk mengangkat benda-benda tersebut sebagai barang bukti dalam kasus ini, atas pengakuan dari Furqon. Furqon kala itu tidak ingin mengakui tentang keberadaan benda-benda tersebut dan juga lokasi pembuangannya, meskipun Ustad Abrory yang saat itu telah ditahan di Mapolda NTB, telah mengakui menyuruh Furqon dan Asrak membuangnya ke suatu tempat. Namun, selama dalam pemeriksaan polisi, Ustad Abrory yang tampak sangat kooperatif lalu menghubungi Furqon yang sedang ditahan di Polres Bima untuk mengakui hal tersebut dan

135

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Dengan sangat teliti dan hati-hati, anggota polisi dari Polres Bima mengangkat sisa-sisa casing bom rakitan yang ditemukan di Wadu Pa’a

menunjukkan lokasi pembuangan pada polisi. Furqon kooperatif dan bersama dengan polisi mendatangi lokasi tersebut. Hingga akhirnya benda-benda yang pernah dibuang itu ditemukan seminggu setelah ledakan UBK terjadi. Telefon Ustad Abrory kepada Furqon ini, membuka tirai mengungkap apa yang sesungguhnya terjadi di Ponpes UBK. Delapan hari pascaledakan, sekitar pukul 14.00 wita, Senin, 18 Juli 2011, polisi berangkat dari Bima mendampingi Furqon untuk menunjukkan tempat pembuangan benda-benda yang dibutuhkan sebagai barang bukti itu dan tiba di lokasi Wadu Pa’a sekitar pukul 17.00 wita. Secara kooperatif Furqon menunjukkan lokasi tersebut yang kemudian menguak barang bukti yang dibutuhkan polisi untuk menyidik kasus ini. Setelah ditemukan hari itu, polisi tidak langsung mengangkat benda-benda ini, karena dikhawatirkan di antara benda tersebut masih ada bom yang belum didisposal alias masih terakit sehingga dapat meledak sewaktu-waktu.

136

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Baru pada keesokan harinya polisi kembali ke lokasi tersebut bersama Furqon untuk melakukan penyisiran dan pengambilan benda-benda tersebut yang kemudian dibawa ke Polres Bima. Benda-benda yang ditemukan tersebut berupa 5 (lima) batang pipa besi ukuran 1 inci, 6 (enam) buah pipa besi model “L” ukuran 1 inci, 1 (satu) buah pipa besi model “L” ukuran 1,1/2 inci, 12 (dua belas) buah pipa besi ukuran 1,1/2 inci, 10 (sepuluh) buah baterai 9 Volt merk panasonic dan 1 buah baterai HP merk Nokia dan 1 (satu) buah tutupan tabung gas/regulator merk Quantum, (tiga) buah lempengan serpihan pipa besi, 2 (dua) buah potongan baut serta 7 (tujuh) rangkaian kabel listrik. ***

137

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

138

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Rekonstruksi Kasus UBK:

Pertemuan Keluarga yang Mengharukan

Setelah bekerja keras menangani kasus ledakan bom UBK, sejak pertengahan Juli 2011, Satgas Polda NTB, sampai juga pada rekonstruksi kejadian perkara. Sejak awal mencuatnya kasus dugaan terorisme ini, Polda NTB telah menyatakan siap menanganinya, dengan membentuk Satgas Polda NTB. Tahap demi tahap penanganan yang dilakukan Satgas ini, mulai dari olah TKP, proses penyidikan (penangkapan, pemeriksaan, penahanan, penyitaan, pemberkasan, resume dan lain-lain), berjalan dengan baik, hingga akhirnya menggelar rekonstruksi pada 15-16 September 2011. Rekonstruksi dilakukan sebagai sarana bantuan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap terhadap kasus ini, lewat foto-foto atau adegan-adegan yang dilakukan para tersangka, sesuai dengan peran masing-masing. Ponpes UBK, Sanolo-Sila, Polsek Bolo-Sila dan lokasi pembuangan bahan peledak di Wadu Pa’a Donggo, sebagai lokasi rekonstruksi dikelilingi “garis polisi”. Tak seorang pun bisa

139

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Rangkaian kegiatan rekonstruksi kasus UBK, mulai dari bedah buku tentang jihad, penggerusan pentol korek api dan pembuangan sisa mesiu bom rakitan di kompleks Ponpes UBK

140

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Rangkaian rekonstruksi kasus UBK di Ponpes UBK, ketika jenazah Ustad Firdaus dimasukkan ke dalam angkot hingga penghadangan jenazah di Jembatan Sanolo dan penemuan casing bom rakitan Wadu Pa’a Bima serta di Polsek Bolo tempat terbunuhnya seorang anggota polisi

141

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

menerobos garis polisi tersebut, kecuali tim penyidik Satgas Polda NTB dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Di bawah komando Kapolres Bima, AKBP Fauza Barito, yang turun langsung dalam pengamanan lokasi-lokasi rekonstruksi yang dijaga ketat oleh lebih dari 150 personil Polres Bima. Dua Polres lainnya yakni Polres Bima Kota dan Polres Dompu, wilayah terdekat dengan lokasi kejadian, siaga terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi, terutama gejolak masyarakat. “Kami monitoring, siapkan pasukan jika sewaktu-waktu diperlukan dan melakukan back up sepenuhnya, agar rekonstruksi berjalan dengan baik,” ujar Kapolres Bima Kota, AKBP Kumbul Kusdwijanto, SH. S.IK. Polres Dompu turut melakukan pengamanan untuk mendukung jalannya rekonstruksi dengan meningkatkan kesiapsiagaan personil demi mengantisipasi sekiranya ada upaya pengalihan perhatian dari kelompok tertentu dengan melakukan kegiatan yang dapat mengancam personil maupun Mako Polres/Polsek Dompu. Selain itu, menurut Kapolres Dompu, AKBP Agus Nugroho, S.IK., SH., MH., mengadakan koordinasi dan penggalangan dengan tokoh-tokoh masyarakat O’o dan sekitarnya agar menyampaikan kepada masyarakat untuk tidak mudah termakan isu-isu yang dapat menyesatkan. Juga melakukan pemantauan terhadap kelompok-kelompok radikal yang ada di wilayah hukum Polres Dompu untuk mengantisipasi kemungkinan adanya upaya penggagalan rekonstruksi di Bima dan terus berkoordinasi dengan tim rekonstruksi Satgas Polda NTB dan petugas pengamanan Polres Bima. Secara umum, situasi selama rekonstruksi yang berlangsung dua hari, di kedua wilayah situasi aman. Satgas Polda Nusa Tenggara Barat, menggelar rekonstruksi atau reka ulang kasus ledakan bom di Ponpes UBK, di empat tempat yakni Ponpes UBK tempat meledaknya bom yang menewaskan salah

142

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

seorang staf pengajar pondok tersebut yakni, Ustad Firdaus, di jalan raya tepatnya di jembatan Sonco Sanolo yang tidak jauh dari UBK tempat aparat kepolisian melakukan pencegatan terhadap sebuah kendaraan yang hendak membawa jenazah Ustad Firdaus menuju Desa O’o Dompu, di Polsek Bolo-Sila tempat terbunuhnya Brigadir Rokhmad Saefudin, anggota polisi polsek tersebut oleh Syakban dan di Wadu Pa’a, tempat pembuangan 26 casing bom lainnya. Tujuh tersangka, pimpinan Ponpes UBK, Ustad Abrory, serta tersangka lainnya Rahmad Ibnu Umar, Rahmat Hidayat, Umar Syakban, Furqon, Asrak dan Mustakim, menjalani reka ulang tiap adegan dengan sangat kooperatif. “Pada dasarnya, para tersangka patuh hukum dan mereka sangat kooperatif,” kata Ketua Tim Penyidik Kasus UBK, AKBP M. Suryo Saputra. Semua tersangka memerankan sendiri tiap adegan reka ulang yang digelar. Rekonstruksi yang dilakukan di empat Tempat Kejadian Perkara (TKP) ini berjalan lancar dan aman. Masyarakat bebondong-bondong menyaksikan kegiatan rekonstruksi yang dilakukan oleh 21 orang tim penyidik Satgas Polda NTB, yang menyertakan mitra penegak hukum lainnya, seperti Koordinator Tim Jaksa Penuntut Umum, penanganan kasus teror dari Kejaksaan Tinggi NTB dan pengacara tujuh tersangka yakni Asludin Hatjani, SH dari Tim Pengacara Muslim (TPM) Sulawesi Tengah. Selama dua hari, Kamis dan Jumat (15-16 September 2011), dipimpin AKBP M. Suryo Saputra, tim rekonstruksi bekerja keras menyelesaikan adegan demi adegan yang secara umum berjalan tanpa kendala. Pada hari pertama rekonstruksi, Kamis (15 September 2011), dilakukan di Ponpes UBK Sanolo-Sila, Jalan Raya Sanolo menuju Dompu dan Polsek Bolo-Sila. Di Ponpes UBK, Sanolo, rekonstruksi dilakukan atas kejadian perkara, yang berkaitan dengan perencanaan-perencanaan yang berkaitan dengan kejadian di Ponpes UBK. Menurut Suryo, diawali dengan sebuah kegiatan bedah buku yang dihadiri oleh para ustad dan santri tertentu. Buku

143

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tersebut berisi tentang jihad perang melawan kekafiran. Dari sinilah mulai muncul keyakinan radikal fanatik dari para santri, yang salah satunya, Syakban yang kemudian melakukan pembunuhan terhadap aparat kepolisian yang memang sudah mulai mengintai aktivitas di pondok tersebut. Di pondok ini juga dilakukan reka ulang tentang cara pembuatan bom molotov dan bom rakitan, hingga detik-detik bom meledak yang menyebabkan meninggalnya Ustad Firdaus sampai pada aktivitas perlakuan terhadap jenazahnya dan proses usaha membawa jenazah tersebut ke O’o Dompu sesuai keinginan keluarga. Awalnya, Ustad Abrory ingin memakamkan Firdaus di UBK, namun keluarga bersikeras membawa dan memakamkan jenazah tersebut ke daerah asal Firdaus. Selanjutnya, kegiatan rekonstruksi pencegatan kendaraan yang membawa jenazah tersebut, yang dilakukan oleh aparat kepolisian di jalan raya Desa Sanolo menuju Dompu, tidak jauh dari lokasi UBK. Reka ulang juga dilakukan pada saat para tersangka membuat anak panah dan sebagainya. Reka ulang kasus ini menyedot perhatian masyarakat di sekitar Ponpes UBK, Sanolo-Sila. Lebih lagi masyarakat Desa Rato Sila, TKP pembunuhan Brigadir Rokhmad. Ribuan orang menghadiri rekonstruksi yang dilakukan di tempat ini. Begitu mobil baraccuda milik Brimob Polda NTB yang membawa tujuh tersangka usai dari rekonstruksi di Ponpes UBK, yang dikawal iring-iringan pengamanan dari Polres Bima, memasuki areal Polsek Bolo, masyarakat sesaat riuh menyambutnya namun kemudian tertib kembali hingga seluruh kegiatan yang dilakukan sore hari ini, berjalan cepat dan lancar. Dalam reka ulang ini, Syakban memperagakan detik-detik ia menghujamkan sebuah belati yang sudah dipersiapkan yang dibuat dari parang yang dipesannya dari Ustad Abdussallam ke tubuh Brigadir Rokhmad, yang akhirnya menewaskannya. Hanya satu adegan yang tidak diperagakan oleh Syakban, melainkan menggunakan peran pengganti, yakni ketika ia memasuki pintu

144

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

gerbang Polsek Bolo. Ganti peran ini, sengaja dilakukan tim untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada Syakban. Karena pintu masuk Polsek Bolo tempat reka ulang adegan itu telah dipenuhi oleh masyarakat dan keluarga korban yang antusias menyaksikan kegiatan ini dan marah atas kejadian tersebut. Pada hari kedua, Jumat, 16 September 2011, reka ulang dilakukan di Wadu Pa’a, Donggo. Yakni ketika Asrak dan Furqon, membuang 26 casing bom. Asludin Hatjani, selalu tampak hadir mendampingi para tersangka dalam tiap proses penyidikan kasus ini sejak penangkapan dilakukan. Demikian pula ketika saat mereka diinterogasi dan diperiksa lebih jauh, Asludin mendampingi para kliennya ini. “Sudah empat kali saya datang mendampingi para tersangka yang menjadi klien saya, dua kali ke Bima dan dua kali ke Mataram. Penyidik selalu menghubungi dan melibatkan kami untuk mendampingi mereka sejak proses awal penanganan kasus ini hingga rekonstruksi ini dilakukan,” ujar Asludin. Menurut Asludin, yang juga mendampingi beberapa kasus terorisme lainnya, seperti Abu Dujana, Zarkasi, Umar Patek dan Abu Tholud, penanganan kasus ini dinilai baik mengingat Satgas Polda NTB mengedepankan pendekatan persuasif dan manusiawi dalam penanganannya. Profesionalitas Polda NTB dalam menangani kasus ini terjaga, ujarnya. Setelah usai kegiatan rekonstruksi selama dua hari, keluarga para tersangka diizinkan untuk menjenguk dengan leluasa. Di empat ruangan yang ada di Polres Bima, para tersangka, bercengkrama dengan orang tua, istri, anak-anak serta saudara dan familinya. Suasana haru tak terhindarkan, manakala para tersangka bertemu dengan keluarganya. Abrory merangkul istri dan keenam anaknya yang masih kecil-kecil sekaligus. Bergantian, ibundanya, Amu dan salah seorang saudara perempuan serta iparnya turut melepas rindu dengan memeluknya. Keharuan yang diliputi canda

145

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tawa mengalir sepanjang lebih-kurang tiga jam pertemuan. Tak hentihentinya, Abrory menggendong dan mengajak bayi perempuan, anak bungsunya itu bicara. Asrak memeluk istrinya yang terus menangis. Dengan senyum, ia menenangkan istri dan keluarganya. Tidak lama kemudian, suasana berubah menjadi penuh tawa. Tampak benar, mereka menikmati pertemuan tersebut. Rahmad Ibnu Umar menggendong bayinya yang baru berusia satu bulan. “Ini kali pertama saya melihatnya,” ujarnya. Saat ditangkap dan dibawa ke Polda NTB, ia meninggalkan istri dan dua anak lainnya, istrinya tengah hamil delapan bulan. Maka, inilah kesempatannya menggendong, memeluk dan menciumi bayi perempuannya yang mungil itu. Ia juga memeluk dan menciumi kedua anak lainnya. Syakban, yang dijenguk kedua orang tua dan saudarasaudara serta keluarga lainnya, larut memeluk ibundanya yang terus merangkulnya sepanjang pertemuan. Tak henti-hentinya, perempuan tua ini, mengelus dan menciumi anaknya yang tengah sakit itu. Demikian pula Furqon, dan Rahmat Hidayat. Mereka bercanda dengan keluarga yang menjenguknya. Semua larut dalam suasana haru campur bahagia yang tak dapat dilukiskan. Semua berharap, agar seluruh proses ini berjalan lancar dan semua cepat berakhir. Hal yang sama juga diungkapkan keluarga tersangka lainnya. Selama pertemuan itulah, para tersangka dan keluarganya juga berdiskusi dengan pengacaranya. ***

146

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Empat Bulan Satgas Bekerja Kasus UBK P21

15 November 2012, pukul 08.00 Wita, tujuh tersangka kasus ledakan bom rakitan di Ponpes UBK, Sanolo Bima, bersiap meninggalkan tahanan Polda NTB dan akan dibawa menuju

Abrory bersalaman dengan Jaksa Penuntut Umum Lalu Rudi Gunawan, SH., saat bertemu pertama kali di Kejaksaan Tinggi NTB

147

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Direskrimum Polda NTB (saat peristiwa UBK), Kombes. Pol. Heru Pranoto (kanan) pada penyerahan berkas tahap 1 kasus UBK ke Kejaksaan Tinggi NTB

Furqon didampingi penasehat hukumnya saat pemeriksaan berkas di Kejaksaan Tinggi NTB

148

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Ketujuh terdakwa kasus UBK didampingi penasehat hukumnya, Asludin Hatjani, SH., saat penyerahan tahap dua di Kejaksaan Tinggi NTB

Syakban didampingi Penasehat Hukumnya, Asludin Hatjani, SH., saat pemeriksaan berkas di Kejaksaan Tinggi NTB

Mustakim (kedua dari kanan) didampingi kakaknya (paling kanan) ketika penyerahan tahap dua di Kejaksaan Tinggi NTB

149

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kejaksaan Tinggi NTB. Paramedis dari Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda NTB memeriksa kesehatan para tersangka dengan seksama, hingga mereka dinyatakan sehat dan dapat diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi NTB. Setelah lebih-kurang empat bulan intensif melakukan penanganan terhadap kasus ledakan bom rakitan di Ponpes UBK, Tim Penyidik Satgas Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, dari Direktorat Reserse Kriminal Umum, Direktorat Reserse Kriminal Khusus dan Kepolisian Resort Bima akhirnya merampungkan tugas penyidikannya. Dengan dasar laporan polisi LP/40/VI/2011/NTB/Res Bima/Sek Bolo, pada hari Kamis tanggal 30 Juni 2011, Tempat Kejadian Perkara Penjagaan Mapolsek Bolo Polres Bima, LP/255/ VII/2011/NTB Res Bima, hari Senin tanggal 11 Juli 2011, Tempat Kejadian Perkara Ponpes UBK , desa Sanolo, Kecamatan Bolo Kabupaten Bima dan LP/256/VII/2011/NTB/Res Bima. Hari Selasa, tanggal 12 Juli 2011, Tempat Kejadian Perkara Ponpes UBK , desa Sanolo, Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, penyidik Polda NTB menetapkan tujuh tersangka, yakni Ustad Abrory M. Ali alias Maskadov alias Ayyubi, dengan Nomor BP/80/IX/2011/Dit Reskrimum, tanggal 29 September 2011, Syakban alias Syakban A. Rahman alias Sya’ban Als Umar Sa’ban bin Abdurrahman, dengan nomor BP/84/IX/2011/Dit Reskrimum tanggal 29 September 2011, Mustakim Abdullah alias Mustakim dengan nomor BP/64/ VIII/2011/Dit Reskrimum tanggal 16 Agustus 2011, Furqon, dengan nomor BP/79/IX/2011/Di Reskrimum tanggal 29 September 2011, Rahmad alias Rahmad Ibnu Umar alias Rahmat Bin Efendi, dengan nomor BP/78/IX/2011/Dit Reskrimum tanggal 29 September 2011, Rahmat Hidayat, dengan nomor BP/83/IX/2011/ Dit Reskrimum tanggal 29 September 2011 dan Asrak alias Tauhid alias Glen, dengan nomor BP/82/IX/2011/Dit Reskrimum, tanggal 29 September 2011, sudah dinyatakan lengkap

150

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Direskrimum Polda NTB, Kombes Pol. Hary Sudwijanto memimpin tahap II penyerahan barang bukti dan tersangka dari Penyidik Satgas Polda NTB ke Kejati NTB

Kajati NTB, M. Salim, SH., (dua dari kanan) bersama Direskrimum Polda NTB, Hary Sudwijanto (tengah), saat wawancara dengan sejumlah media massa usai penyerahan tahap dua kasus UBK

151

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

(P21) oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat pada tanggal 10 November 2011. Sebelumnya, pada penyerahan tahap I atau penyerahan berkas perkara dilakukan Penyidik Satgas Polda NTB pada 29 September 2011, berkas tersebut dikembalikan oleh Kejaksaan Tinggi NTB karena dinyatakan belum lengkap. Dan setelah beberapa kali melakukan perbaikan berkas perkara, akhirnya dinyatakan lengkap (P21) pada 10 November 2011, berdasarkan surat P21 dari Kepala Kejati NTB yang ditandatangani oleh Wakajati NTB, Azizul Hakim, SH. Penyidik Satgas Polda NTB lalu melakukan penyerahan tahap II yakni pelimpahan perkara ini ke Jaksa Penuntut Umum, Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat, 15 November 2011. Setelah dinyatakan P21, para penyidik kasus UBK dari Kepolisian Daerah NTB dipimpin Direskrimum Polda NTB, Kombes. Pol. Hary Sudwijanto, menyerahkan berkas sekaligus ketujuh tersangka tersebut ke Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat, yang diterima Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi NTB, Anwaruddin Sulistyono, SH., M.Hum. Pasal yang diterapkan terhadap ketujuh tersangka adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan TP Terorisme Menjadi UU, serta UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Tujuh tersangka dengan tujuh berkas setebal ribuan halaman ini dikawal ketat anggota Brimob Polda NTB. Pukul 11.37 wita, ketujuh tersangka tersebut adalah Ustad Abrory (35), pimpinan Ponpes UBK, Syakban (19) pelaku membunuhan polisi di Polsek Bolo (30/6) sebelum ledakan di Ponpes UBK, Furqon (22), Rahmad Ibu Umar (30), Rahmat Hidayat (22), Asrak alias Tauhit alias Glen (26) dan Mustakim Abdullah alias Mustakim (16) yang masih anakanak. Mereka dibawa dari tahanan Polda NTB menuju Kejati NTB

152

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

menggunakan tiga unit kendaraan satuan Gegana Polda NTB. Tiga di antaranya diangkut menggunakan kendaraan taktis baraccuda yakni pimpinan UBK Abrory dan dua tersangka lainnya Furqon serta Syakban. Sedangkan tiga tersangka lain, Rahmad alias Rahmad Ibnu Umar Bin Efendi, Rahmat Hidayat, dan Asrak alias Tauhit alias Glen dibawa menggunakan bus. Seorang tersangka di bawah umur yakni Mustakim, dibawa terpisah menggunakan kendaraan jenis Panther. Tiba di Kejati NTB, penyerahan tahap II ini pun segera diterima oleh pihak Kejati dan langsung melakukan pemeriksaan dan pencocokan berkas yang berlangsung selama empat jam. Pemeriksaan dan pencocokan berkas di Aula Kejati NTB itu dilakukan secara tertutup. Ketujuh tersangka dikenakan pasal berlapis, yakni UndangUndang nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme dan Undang-Undang Darurat tentang Senjata Tajam. Ketujuh tersangka yang selama proses penyerahan berkas tersebut didampingi oleh pengacaranya, Asludin Hatjani, SH., dari Tim Pengacara Muslim (TPM) Sulteng, terlihat tenang menjalani proses pelimpahan tersebut. Hampir semuanya tersenyum pada wartawan yang meliput mereka. Meskipun tidak terjadi komunikasi yang banyak dengan wartawan, karena tiap proses di luar ruangan dilakukan dengan cepat, Ustad Abrory mengaku sehat selama dalam tahanan, menjawab pertanyaan para wartawan yang sudah menunggu sejak pagi. ”Saya sehat, baik-baik saja,” katanya tenang sembari mengacungkan jempol. Hanya Syakban, tersangka pembunuh polisi, yang tampak sedikit tegang. Dalam balutan pakaian muslim dan mengenakan kopiah berwarna abu-abu, selama proses penyerahan ke Kejati NTB, ia bahkan tidak terlihat tersenyum seperti para tersangka lainnya. Setelah seluruh proses pemeriksaan dan pencocokan rampung, berkas akhirnya diserahterimakan oleh Dir Reskrimum Polda

153

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

NTB ke Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Muhammad Salim. Saat penyerahan berkas tersebut, para tersangka juga berbaris sebagai simbol bahwa sejak saat itu mereka telah diserahkan oleh polisi kepada Kejati NTB dan menjadi tanggungjawab Kejati NTB sepenuhnya. Sembari menanti persidangan, oleh Kejati NTB para tersangka dititip di tahanan Polda NTB. Selain berkas dan para tersangka, sejumlah barang bukti juga diserahkan. Antara lain, senjata tajam, bahan-bahan yang dicurigai untuk merakit bom, buku-buku dan VCD tentang jihad serta sebuah bemo kuning (kendaraan roda empat) yang digunakan mengangkut jenazah korban Firdaus yang tewas karena bom rakitan di Ponpes UBK. Setelah menerima dan mencocokkan berkas, Kejaksaan Tinggi NTB kemudian menyusun dakwaan untuk dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tangerang sebagai pelaksana sidang. Mengenai sidang ini, sebelumnya Kejaksaan Tinggi NTB telah menyatakan siap menyidangkan kasus ini di NTB. Karena itu, Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Salim mengaku berupaya menyurati Mahkamah Agung agar persidangan Abrory dan kawan-kawan dilakukan di Pengadilan Negeri Mataram, karena saat itu, sudah ada keputusan Mahkamah Agung (MA). Dalam Surat Keputusan Ketua MA RI, Nomor. 129/KMA/SK/VII/2012 tertanggal 24 Juli 2011, menunjuk PN Tangerang, Banten, untuk memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Abrory M. Ali dan kawan-kawan. Kejati, Polda NTB, dan Gubernur, sudah bersurat ke Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Tinggi untuk menetapkan sidang ini di Pengadilan Negeri Mataram. Ketua PT NTB telah mengirimkan surat tersebut tertanggal 7 Oktober 2011. Isi surat PT itu meneruskan surat Kejati NTB tanggal 6 Oktober. Dalam surat itu, meminta pelaksanaan sidang kasus dugaan terorisme, Abrory dan enam tersangka lainnya agar disidangkan di Pengadilan Negeri Mataram dengan berbagai pertimbangan antara lain, efisiensi

154

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

anggaran, memudahkan pengamanan dan mudah menghadirkan para saksi. Surat Pengadilan Tinggi yang melampirkan surat Kajati itu, intinya meminta pertimbangan Mahkamah Agung untuk mengubah keputusan sebelumnya, yang telah menetapkan sidang dilaksanakan di PN Tanggerang menjadi pelaksanaannya di Pengadilan Negeri Mataram. Alternatif yang bisa dipakai agar sidang dapat dilakukan di PN Mataram, adalah dengan mendatangkan hakim bersertifikat menyidangkan kasus teroris dari Tanggerang ke Mataram. ‘’Saya pikir itu lebih efektif dan hemat biaya,’’ ungkap Ketua PT, HL. Maryun. Kesiapan untuk menggelar sidang di PN Mataram tidak hanya datang dari jaksa tetapi juga kesiapan dukungan penuh dari Gubernur NTB dan dukungan keamanan Kapolda NTB. Dalam rapat-rapat FKPD, Kapolda NTB menyatakan siap mem-back up masalah keamanan dalam seluruh proses persidangan dan terus menjaga stabilitas dan kondusivitas kamtibmas di NTB selama proses persidangan berlangsung dalam rangka penegakan hukum.

Kapolda NTB menyampaikan situasi Kamtibmas di wilayah NTB dalam Rakor FKPD NTB

155

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Gubernur NTB dan seluruh anggota Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) NTB, menyatakan siap mendukung persidangan kasus ini di Pengadilan Negeri Mataram, tanpa ada keragu-raguan. Karena itu, Gubernur NTB, Kapolda NTB, Ketua Pengadilan Tinggi NTB, meminta kepada Mahkamah Agung, agar sidang dilaksanakan di Mataram, NTB. Kapolda Nusa Tenggara Barat, Brigjen. Pol. Drs. Arif Wachjunadi berharap bahwa pelaksanaan sidang dapat dilakukan di Pengadilan Negeri Mataram dengan pertimbangan bahwa situasi dan kondisi kamtibmas di wilayah hukum Polda NTB relatif kondusif dan keluarga dari para tersangka sudah proaktif dan mendukung selama proses penyidikan dan mengharapkan proses persidangan dapat dilaksanakan di Pengadilan Negeri Mataram. Jika pelaksanaan sidang dilakukan di Mataram, Polda NTB sepenuhnya siap mengamankan jalannya sidang. Namun, kepastian pelaksanaan persidangan terhadap kasus ini akhirnya datang juga. Mahkamah Agung memutuskan bahwa sidang kasus ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten. ***

156

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Sidang Kasus UBK di Pengadilan Negeri Tangerang

Sidang Pembacaan Dakwaan Dakwaan terhadap Abrory

JPU mendakwa Abrory selaku pimpinan Ponpes UBK dengan dakwaan, pertama, kesatu primer, bahwa ia telah merencanakan dan/ atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional. Dalam dakwaannya, JPU menyampaikan bahwa sebenarnya, dalih atau alasan dari terdakwa memerintahkan para ustad dan para

157

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

santri untuk membuat senjata tajam dan bom untuk pembelaan diri dikarenakan Ponpes UBK akan diserang oleh Polisi dan warga yang keberatan terhadap tindakan santri Ponpes UBK yang bernama Syakban, yang telah membunuh seorang anggota polisi, adalah alasan yang sama sekali tidak berdasar. Alasan itu hanyalah, alasan yang dibuat-buat oleh terdakwa sebagai alasan pembenar yang tujuannya menutupi atau menyembunyikan fakta yang sebenarnya, yaitu bahwa terdakwa memang sudah sejak lama mempersiapkan dan atau merencanakan kegiatan aksi teror di Provinsi Nusa Tenggara Barat atau setidak-tidaknya di Kabupaten Bima. Perbuatan Abrory ini sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 14 jo. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang No. 1 Tahun 2002 jo. UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Selain dakwaan primer, JPU menjeratnya dengan dakwaan Subsider, bahwa ia telah melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme, dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional. Perbuatan tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 15 jo. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang No. 1 Tahun 2002 jo. UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.

158

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Lebih Subsider. Dakwaan terhadap pimpinan Ponpes UBK ini dianggap telah merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan/atau dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak dan bahanbahan lainnya yang berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme. Perbuatan terdakwa ini sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 14 jo. Pasal 9 UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Lebih Lebih Subsider, ia telah melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme, secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan/atau dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme. Perbuatan terdakwa ini sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 15 jo. Pasal 9 UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau kedua, dakwaan Primer, Abrory dianggap dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan memberikan atau meminjamkan uang

159

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

atau barang atau harta kekayaan lainnya kepada pelaku tindak pidana terorisme. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 13 huruf a UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau Ketiga, bahwa ia dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 13 huruf b UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau Keempat, dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 13 huruf c UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau Kelima, dengan tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951. Dakwaan Terhadap Syakban

Sebelum menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tangerang, Syakban ditahan di rumah tahanan Polda NTB. Ia ditahan oleh

160

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

penyidik Satgas Polda NTB, mulai tanggal 30 Juni 2011 - 19 Juli 2011 yang kemudian diperpanjang hingga tanggal 20 Juli 2011 - 28 Agustus 2011. Dikeluarkan dari tahanan tanggal 21 Juli 2011. Ditahan dalam perkara terorisme tanggal 21 Juli 2011 - 17 Nopember 2011. Ditahan oleh Jaksa Penuntut Umum mulai tanggal 15 Nopember 2011 sampai dengan 13 Januari 2012. JPU mendakwanya dengan, pertama, telah bermufakat jahat, mencoba atau membantu melakukan tindak pidana terorisme, dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 6 jo. pasal 15 Undang-Undang No.15 tahun 2003 tentang Penetapan PERPU No.1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau kedua, telah bermufakat jahat, mencoba atau membantu melakukan tindak pidana terorisme, dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyekobyek yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 7 jo. pasal 15 Undang-Undang No.15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.

161

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau Ketiga, dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 13 huruf b Undang-Undang No.15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UndangUndang. Atau Keempat, ia didakwa dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan cara menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 13 huruf c Undang-Undang No.15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UndangUndang. Atau Kelima, ia dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu, merampas nyawa orang lain. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 340 KUH Pidana. Atau Keenam, dengan sengaja merampas nyawa orang lain. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 338 KUH Pidana. Atau Ketujuh, sengaja merusak kesehatan orang, mengakibatkan mati. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 351 ayat (3) KUH Pidana. Dakwaan Terhadap Rahmat Hidayat

Pertama, Rahmat Hidayat didakwa dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13

162

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

huruf b Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau Kedua, dia dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13 huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau, Ketiga, ia didakwa dengan tanpa hak, memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak. Dakwaan Terhadap Asrak

Kesatu, dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme atau menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 13 huruf b, UndangUndang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

163

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau, Kedua, ia didakwa, dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme atau menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 13 huruf c, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Ketiga, ia tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Bahan Peledak dan Senjata Tajam. Dakwaan Terhadap Rahmad Ibnu Umar

Pertama, Rahmad Ibnu Umar didakwa melakukan permufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme, yang secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia, membuat menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan/atau dari Indonesia sesuatu senjata

164

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 15 jo. Pasal 9 Undang Undang Republik Indonesia Nomor: 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau Kedua, ia dianggap dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 13 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau Ketiga, ia didakwa dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 13 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau Keempat, ia tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 2 ayat (1) UU Drt Nomor : 12 tahun 1951

165

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Tentang Senjata Api, Amunisi, Bahan Peledak, Senjata Pemukul, Senjata Penikam atau Senjata Penusuk. Dakwaan Terhadap Furqon

Kesatu, Furqon dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme atau menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 13 huruf b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau, Kedua, ia didakwa dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme atau menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 13 huruf c, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau, Ketiga, ia tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Bahan Peledak dan Senjata Tajam.

166

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima Dakwaan Terhadap Mustakim

Pertama, bahwa ia melakukan permufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme, yang secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan/ atau dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 15 jo. Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang -Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau Kedua, ia yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 13 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau Ketiga, ia dianggap dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 13 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan

167

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Atau Keempat, dengan tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Dasar dakwaan JPU terhadap Abrory, Rahmad Ibnu Umar, Rahmat Hidayat, Asrak, Furqon, Syakban dan Mustakim adalah hasil pemeriksaan penyidik polisi Satgas Polda NTB yang menangani kasus ini. Fakta-fakta hukum terungkap dalam persidangan yang berlangsung hingga 28 Maret 2012. ***

168

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Fakta-fakta Persidangan Abrory

Inilah fakta-fakta persidangan yang diungkap saksi-saksi pada sidang kedua Rabu, 18 Januari 2012. Ridwan Yusuf, Kepala Desa Sanolo, Kecamatan Bolo Kabupaten Bima NTB, yang mengaku kenal dengan Abrory dan masih memiliki hubungan keluarga namun keluarga jauh. Ketika ledakan terjadi di Ponpes UBK pada hari Senin tanggal 11 Juli 2011 sekitar jam 15.30 wita, yang menyebabkan meninggalnya Firdaus, sebagai Kepala Desa lokasi ledakan, oleh pihak kepolisian ia diminta untuk turut menyaksikan olah TKP di Ponpes UBK pada hari Rabu tanggal 13 Juli 2011 pada jam 15.30 wita dan Kamis tanggal 14 Juli 2011, jam 11.00 wita. Ia mengenal Abrory sebagai pimpinan Ponpes UBK dan tinggal di dalam kompleks pondok tersebut. Saat ledakan terjadi, ia mengaku tidak mengetahuinya secara langsung karena saat itu ia tengah berada di Sila yang jaraknya dari Ponpes UBK sekitar 5 kilometer. Kejadian itu baru diketahuinya setelah mendapat informasi

169

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

lewat telefon genggam dari seorang bernama Endang, ketua BPD Desa Sanolo. Dan saat itu juga ia memberitahukan kejadian tersebut kepada Camat Bolo. Setelah ledakan terjadi di Ponpes UBK, ia bersama dengan Anggota Polisi Polres Bima segera datang ke TKP (Ponpes UBK). “Namun kami tidak bisa masuk ke lokasi Pondok Pesantren UBK, karena selain hari sudah gelap setelah magrib Ponpes UBK juga dijaga oleh para santri yang membawa senjata tajam seperti parang, tombak dan lain-lain,” ungkapnya. Pada keesokan harinya (Selasa, 12 Juli 2011) ia ikut dalam pertemuan dengan para tokoh agama dan aparat di Kantor Desa Sanolo, untuk mendiskusikan bagaimana cara agar polisi dapat masuk ke Ponpes UBK, untuk mengecek apa yang terjadi di dalam pondok tersebut. Polisi kesulitan masuk karena penjagaan pondok terus diperketat. Barulah pada hari Rabu tanggal 13 Juli 2011, para tokoh agama dengan aparat kepolisian berhasil masuk ke Ponpes UBK dalam keadaan sudah kosong/ditinggal penghuninya. Ia menjadi salah seorang yang diperkenankan oleh polisi untuk ikut masuk ke Ponpes UBK guna menjadi saksi penggeledahan di pondok tersebut selama empat jam. “Ketika itu di lokasi ditemukan pedang, samurai, parang, anak panah, tombak, bom melotov (bom botol), katapel, panah, buku-buku tentang jihad, VCD Jihad, “ katanya. Ketika masuk ke dalam areal pondok tersebut, ia menjelaskan apa yang dilihatnya, bahwa posisi sumber ledakan berada di ruangan paling ujung bagian barat dan terdapat kerusakan pada lantai dan atap ruangan, lantai keramik berlubang sedangkan atap genteng rusak. Dan ia mendengar akibat dari ledakan tersebut mengakibatkan jatuhnya korban meninggal bernama Ustad Firdaus. Tapi saat itu, lanjutnya, ketika ia berada di Ponpes UBK tanda-tanda atau bekas darah dan lain-lainya sudah tidak ada lagi. Ia juga menggambarkan tentang Ponpes UBK yakni bahwa

170

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Ponpes UBK didirikan pada tahun 2004. Di halaman depan Ponpes UBK ada jalan umum yang biasa dilewati oleh masyarakat tiap harinya. Ia ingat, sebelum terjadinya pembunuhan terhadap seorang polisi di Polsek Bolo bernama Rokhmad Saefudin, yang dibunuh oleh salah seorang santri UBK, Syakban, tanggal 30 Juni 2011, suasana pondok tenang dan damai. Ia tidak melihat kegiatankegiatan yang tidak wajar di dalam Ponpes UBK, aktifitas pondok biasa-biasa saja seperti aktifias belajar mengajar. Namun, setelah kejadian itu dan sebelum ledakan terjadi di Ponpes UBK pada 11 Juli 2011, menurutnya, ia melihat perubahan yang sangat drastis dari para sikap santri pondok, mereka menjadi sangat berbeda, tertutup dan selalu curiga terhadap orang yang lewat di sekitar pondok. Tampak santri melakukan penjagaan di setiap sudut lokasi pondok, pagi, siang dan malam dengan membawa senjata tajam seperti pedang, parang, tombak dan panah. Hal ini sempat membuat ia dan warga lain menjadi cemas, takut karena tiap masyarakat yang akan melewati Ponpes UBK selalu ditanya oleh para santri UBK. “Para santri UBK melakukan sweeping terhadap siapa pun yang mendekati atau melewati Ponpes UBK,” ujarnya. Situasi dan kegiatan yang tidak wajar di Ponpes UBK tersebut sempat dilaporkannya ke pihak Kepolisian. Sebelum terjadinya ledakan di Ponpes UBK, lanjutnya, hubungan antara masyarakat dan pihak pondok biasa saja karena Ponpes UBK terbuka bergaul dengan masyarakat di sekitarnya. Tetapi setelah ledakan terjadi, kecurigaan para santri UBK terhadap masyarakat dan orang yang tidak dikenal yang melintas di sekitar pondok menjadi berlebihan. Dan setelah ledakan terjadi di Ponpes UBK suasana di sekitar Desa Sanolo menjadi mencekam, masyarakat merasa sangat ketakutan, termasuk dirinya. Mendengar kesaksian ini, Abrory menjawab tidak tahu ketika ditanya tanggapannya oleh hakim. Kesaksian Syarifudin AR, Sekertaris Desa Sanolo Kecamatan

171

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Bolo Kabupaten Bima. Ia mengetahui bahwa di Desa Sanolo ada dua pondok pesantren yaitu Pondok Pesantren Tifatul Muslimin dan Ponpes UBK pimpinan terdakwa Abrory. Saat terjadinya ledakan di Ponpes UBK ia tidak mengetahuinya secara langsung karena saat itu ia tengah berada di tambak ikan yang jaraknya sekitar satu kilometer dari Ponpes UBK. Ia baru mengetahui kejadian itu setelah diberitahu melalui telefon dan ia pun bergegas menuju Ponpes UBK. Saat tiba di kantor Desa Sanolo yang tidak jauh dari Ponpes UBK, ia melihat telah banyak polisi. Ia tahu mengenai ledakan di Ponpes UBK yang menewaskan Ustad Firdaus dari cerita yang berkembang. Ia juga menceritakan bahwa pemilik atau pendiri Ponpes UBK adalah Ustad Abrory. Ia hanya mengenal Ustad Abrory saja. Selebihnya tidak ada yang dikenalnya. Saat dilakukannya olah TKP, ia turut hadir menyaksikan kegiatan kepolisian itu. Beberapa benda dan barang yang ditemukan di TKP (yang akhirnya dijadikan barang bukti oleh polisi), dikenalnya. Abrory menjawab tidak tahu terhadap keterangan yang disampaikan Syarifudin saat diminta tanggapannya oleh hakim. Saksi Nurdin Ismail, kusir benhur (alat transportasi khas Bima), yang juga ikut menjaga pondok pascapembunuhan anggota Polsek Bolo oleh Syakban. Nurdin pernah bekerja sebagai tukang batu (bangunan) di Ponpes UBK. Ketika kejadian ledakan di UBK itu terjadi, ia sedang tidur di masjid dalam areal Ponpes UBK. Namun selanjutnya ia terbangun mendengar suara ledakan yang sangat keras yang berasal dari salah satu ruangan dekat perpustakaan di dalam Ponpes UBK tersebut. Karena takut ia lalu menuju lapangan yang berada di halaman tengah Ponpes UBK. Dari lapangan pondok ia melihat ada asap warna putih kehitaman yang keluar dari ruangan perpustakaan (kamar bujang) dan melihat Abrory sedang berdiri di sebelah timur perpustakaan sebagai pusat ledakan. Tidak lama setelah ledakan terjadi, ia mendengar suara Ustad Atif yang memerintahkannya serta seluruh ikhwan yang ada di

172

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pondok itu untuk kembali pada pos-pos jaga masing-masing. Saat itu ia diminta untuk berjaga di jembatan sebelah barat pondok bersama dengan para santri lainnya hingga adzan magrib tiba. Usai shalat magrib, Nurdin pindah tugas jaga yaitu di belakang perpustakaan. Ketika waktu shalat isya tiba, ia pun beranjak ke mushola untuk melaksanakan shalat isya. Saat keluar dari mushola ia bertemu dengan Ustad Heri yang menginformasikan kepadanya bahwa Ustad Firdaus telah meninggal dunia. Ia kembali berjaga hingga pagi hari. Nurdin mengaku tidak melihat apa yang terjadi di tempat ledakan karena ia tidak berani. Ia tahu bahwa sebelum ledakan terjadi ada larangan kepada para santri dan ikhwan untuk mendekati perpustakaan tersebut, kecuali para ustad saja yang bisa masuk ke ruang perpustakaan tersebut. Setelah kejadian ledakan bom itu, dilakukan penjagaan pondok oleh para santri dengan bersenjata tajam. Ia tidak mengetahui siapa saja para pengurus di Ponpes UBK. Nurdin mengetahui pengajian yang dilakukan di mushola Ponpes UBK dilaksanakan satu minggu sekali dengan materi pelajaran tentang syirik, riba, dan tentang sunah-sunah nabi dan masih banyak lagi yang ia sudah lupa. “Saya pernah mengikuti ceramah dan tausiyah tentang jihad dan itu sering saya dengar berulang kali setiap ada ceramah dan tauziah dari Ustad Abrory dan Ustad Takiyudin,” ungkapnya. Isi ceramah yang disampaikan Abrory adalah ”boleh memerangi orang kafir (Nasrani, Yahudi) yang tidak menjalankan Syariat Islam”. Biasanya setidaknya tiga kali dalam satu minggu, ia masuk Ponpes UBK setelah pulang bekerja sebagai kusir benhur setelah salat dzuhur dan ia pulang ke rumahnya setelah salat asar. Selama ia sering datang ke Ponpes UBK, ia mengaku tidak pernah melihat ada kegiatan yang aneh/ganjil, semua biasa saja seperti layaknya sekolah agama. Anak-anak sekolah di Ponpes UBK, belajar dan berkegiatan olah raga dan kegiatan lainnya.

173

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Namun, dirasakannya situasi itu menjadi berubah setelah terjadinya pembunuhan yang dilakukan Syakban. Pihak pondok melakukan penjagaan ketat di dalam areal Ponpes UBK, karena isunya ponpes akan diserang/dibakar oleh masyarakat setelah mengetahui pelaku pembunuhan terhadap Polisi Polsek Bolo adalah santri dari Ponpes UBK. Yang diketahuinya, penjagaan dilakukan dengan cara membentuk kelompok yang mendapat giliran menjaga pondok dengan anggota kelompok berjumlah 11-13 orang. Masingmasing kelompok memiliki ketua. Dan ia hanya tahu salah satu ketua kelompok yakni Abdussalam yang berasal dari desa O’o, Dompu. Ketua kelompok lainnya sudah tidak diingatnya lagi. Empat pos yang harus dijaga adalah Pos I berada di depan Ponpes UBK, Pos II di sebelah barat dekat gunung, Pos III di sebelah utara dekat WC, Pos IV di belakang pondok. Penjagaan ketat dilakukan setelah satu hari terjadi pembunuhan terhadap Polisi Polsek Bolo, pada saat santri Ponpes UBK sedang libur. Yang ikut menjaga Ponpes UBK adalah para ihkwan (santri yang ada di luar) dan juga ada santri-santri yang memang saat itu tidak pulang. Penjagaan yang dilakukan para penghuni Ponpes UBK dilengkapi dengan senjata seperti parang, pedang, pisau dan panah. Senjata-senjata tersebut memang sudah ada di pondok sehingga ia hanya tinggal memakai saja di saat ia mendapat giliran menjaga, sedangkan untuk anak panah dibuat di Ponpes UBK. Yang membuat anak panah adalah Ustad Abdussalam setelah ditunjuk dan diperintah oleh Abrory. Ia tidak tahu darimana dan siapa yang membeli bahan–bahan panah seperti karet, tali rafia dan paku. Ia mendapat giliran melakukan penjagaan tiga kali dalam tiga hari dan waktu jaganya pada malam hari saja. Keesokan harinya, ia sebenarnya ingin sekali pulang ke rumah setelah ledakan itu terjadi, namun ia takut pulang karena di luar pondok telah banyak polisi. Ia melihat ada angkot berwarna kuning pergi keluar dari pondok. Ia pun melaksanakan niatnya

174

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Suasana sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Tangerang. Saksi diambil sumpah (atas), tanya jawab Asludin Hatjani selaku Penasehat Hukum Abrory dan kawan-kawan dengan Kepala Desa Sanolo, Ridwan Yusuf (bawah)

untuk pulang ke rumah hari itu bersama Yosi. Saat akan pulang, Furqon menitipkan CPU untuk disimpan di rumah kelurga Furqon yakni Fatmah di Desa Leu, Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Menggunakan sepeda motor miliknya, ia membonceng Yosi keluar dari pondok tersebut. Atas kejadian ini Abrory menjawab hakim dengan tidak tahu.

175

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kesaksian Yosi yang ikut menjaga pondok. Saat kejadian ledakan di Ponpes UBK ia sedang berada di rumah yang jaraknya sekitar 4 km dari pondok. Ia tidak mengetahui persis kejadiannya, namun sambil membungkus krupuk jualannya, ia mendapat informasi dari masyarakat bahwa ada kejadian kompor meledak di Ponpes UBK Sanolo. Karena ingin tahu berita sebenarnya, keesokan harinya, 12 Juli 2012, ia datang ke pondok dengan sepeda motor. Di sanalah ia mendapat informasi dari santri-santri maupun ikhwan-ikhwan yang menyatakan bahwa yang meledak di Ponpes UBK adalah bom, menewaskan Ustad Firdaus. Saat berada di pondok inilah, ia melihat Abrory dan Furqon hanya mondar-mandir saja dan kelihatan seperti bingung dan panik. Hari selasa,12 juli 2011, sekitar pukul 07.30 wita, ia melihat Furqon membawa sepeda motor miliknya keluar dari pondok dengan membonceng seseorang. Dan sekitar dua jam kemudian mereka kembali lagi ke Ponpes UBK. Pada pagi hari itu juga ia melihat sebuah angkot warna kuning datang dan masuk ke Ponpes UBK untuk mengangkut jenazah Ustad Firdaus. Mobil itu bergerak mundur mendekati ruangan tempat jenazah Firdaus yang berada pada bangunan di bagian utara. Tak lama kemudian mobil itu keluar dari pondok lalu belok kiri melewati gang kecil menuju jalan raya diikuti empat sepeda motor dari belakang. Karena sepeda motornya ikut dibawa para pengantar jenazah, ia pulang ke rumah menumpang kepada Nurdin yang hendak pulang. Tanggapan Abrory tidak tahu dengan kejadian yang diceritakan Yosi. Kesaksian Muslamin, supir angkot berwarna kuning yang dipakai membawa jenazah Firdaus. Ia mendapat informasi dari Abrory tentang penyebab meninggalnya Ustad Firdaus karena ledakan barang yang sedang disterilkan oleh Ustad Firdaus atas perintah Abrory. Sehari setelah ledakan di UBK, ia mendapat telefon dari Julkifli

176

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

(keluarga Firdaus) yang meminta bantuan agar mau menyewakan angkot miliknya untuk menjemput jenazah Firdaus yang berada di Ponpes UBK. Saat itu informasi kematian Firdaus yang didengarnya adalah akibat terkena ledakan kompor. Bersama Julkifli, Abdul Rasyid, H. Arifin, Sahrir dan dua orang lainnya ia berangkat dari Desa O’o sekitar pukul 09.00 wita dan tiba di UBK sekitar pukul 10.00 wita. Pada saat rombongan hendak masuk ke dalam lingkungan Ponpes UBK, mobil diberhentikan di luar pintu masuk pondok oleh lima orang. Ia tidak mengenali mereka yang memegang parang karena mukanya tertutup kain surban dan hanya kelihatan matanya saja. Sebelum mengijinkan angkot itu masuk ke dalam areal pondok, para penjaga sempat menayakan siapa saja yang ada di mobil tersebut. Karena yang ada di dalam mobil adalah keluarga Firdaus mereka diperbolehkan masuk ke dalam. Menurut Muslamin, saat pertama kali masuk ke pondok bersama rombongan penjemput jenazah Firdaus, ia melihat ada sekitar 50 orang yang berada di dalam lingkungan pondok. Namun ia tidak mengenal seluruhnya. Ia hanya kenal Ustad Abrory, Ustad Heri, Ustad Atif, Ustad Junaidin, Ustad Abdussalam, Abdullah (ayah kandung Firdaus) dan Mustakim (adik kandung Firdaus). ”Hampir semua orang tersebut membawa senjata tajam berupa anak panah, pedang, tombak dan dua senjata rakitan laras panjang tapi tak kenal namanya,” katanya. Dari Ustad Abrory, Ustad Atif, Abdullah, Irwan dan Julkifli, ia mendengar cerita tentang penyebab meninggalnya Firdaus. Ia lalu masuk ke dalam ruangan tersebut membantu mengkafani jenazah Firdaus. Ia melihat Firdaus terluka pada bagian muka sebelah kanan mengangga tidak beraturan. Kaki kiri luka parah seperti luka terbakar. Mereka yang mengangkat jenazah dari ruangan perpustakaan ke mobil adalah Arasid, H. Arifin, Julkifli, Irwan dan beberapa orang lainnya. Dan mereka yang menerima jenazah di dalam mobil adalah Abdullah, Mustakim, Sahrir serta satu orang lainnya.

177

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Jenazah masuk dan diletakkan di bawah bagian tengah-tengah bangku mobil dengan posisi kepala berada di depan searah posisi mobil dan kaki di belakang. Ikut di dalam mobil adalah Julkifli, Abdullah, Mustakim, Ridwan, H. Arifin, Irwan, istri dari jenazah dan dua orang lainnya. Setelah semua siap, ia pun mengemudikan mobil keluar areal pondok. Tetapi sebelum keluar dari halaman pondok, Abdullah meminta agar mobil berhenti. Saat itulah Ustad Abrory datang bersama Furqon yang meminta agar mobil dikawal dengan tiga motor yang dikendarai oleh Rahmad Ibnu Umar membonceng seseorang, Rahmat Hidayat berboncengan dengan Sharir dan Furqon berboncengan dengan Ustad Abrory. Muslamin juga mengaku pernah mendengar secara langsung tentang ajaran yang diberikan oleh Abrory di dalam Ponpes UBK, yaitu istilah thogut yakni orang yang membuat undang-undang selain "Undang-Undang Allah" dan juga orang-orang yang melindungi undang-undang tersebut. Atas keterangan Muslamin, Abrory membenarkan, namun ia menegaskan bahwa informasi yang diberikannya kepada Muslamin tentang penyebab kematian Firdaus karena ledakan barang atau ledakan bom, ia tidak ingat lagi. Yang pasti Firdaus meninggal akibat ledakang barang atau bom yang sedang disterilkan oleh Ustad Firdaus atas perintahnya. Kesaksian Suratman dan Saksi I Made Widiana, Anggota Polri Polres Bima memberian keterangan yang sama. Setelah mendengar informasi ledakan di Ponpes UBK, mereka yang menjadi Tim Buser Polres Bima bersama dengan personil Polres Bima lainnya berangkat menuju Desa Sanolo untuk melakukan pengamatan lokasi kejadian. Tapi saat itu mereka dan anggota polisi lainnya tidak dapat masuk ke lokasi kejadian karena informasi dari masyarakat bahwa sekitar lokasi pondok tersebut telah dijaga oleh santri dengan menggunakan senjata tajam berupa parang, pedang,

178

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

panah maupun tombak, sehingga pimpinannya memerintahkan untuk tidak memaksa masuk ke dalam pondok tersebut guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Keesokan harinya, Selasa, 12 juli 2011 sekitar pukul 09.00 wita mereka mendapat informasi dari masyarakat Desa Sanolo, bahwa ada mobil dari Dompu yang masuk ke dalam lokasi pondok yang mungkin akan mengambil korban ledakan. Mereka bersama dengan pasukan Dalmas Polres Bima dan Brimob Kompi I Bima langsung menjaga lokasi jalan raya akses keluar lokasi pondok. Benar saja, sekitar pukul 11.00 wita, mobil keluar dari Gang Pondok Pesantren menuju jalan raya. Melihat mobil tersebut muncul, mereka dan anggota polisi lainnya menyetopnya namun mobil tidak mau berhenti. Akan tetapi polisi yang tengah menjaga Desa Sanolo berhasil menghentikan laju mobil tersebut, tepatnya di jembatan Sonco (sebelah Utara Desa Sanolo). Saat itulah mereka menemukan ada mayat yang dimuat di dalam mobil angkot tersebut dan di dalam mobil ada beberapa orang yang ikut yang tidak mereka kenal. Selain mobil yang memuat mayat, ada juga kendaraan lain berupa beberapa sepeda motor yang sempat mereka hentikan karena curiga saat itu mereka tengah mengawal mobil pembawa jenazah. Dan pada saat itu mereka sempat menggeledah sepeda motor tersebut dan dari dua motor ditemukan pengemudinya membawa dan memiliki senjata tajam berupa pisau dan panah. Saat ditanya, mereka menjawab adalah pengawal jenazah yang dimuat dalam mobil tersebut yang datang dari Ponpes UBK dengan tujuan Desa O’o, Dompu, tempat jenazah tersebut rencananya akan dimakamkan. Kesaksian Hamdan, anggota Polri Polres Bima. Rabu tanggal 13 Juli 2011 ia berada di Ponpes UBK untuk mengawasi olah TKP. Kamis tanggal 14 Juli 2011 sekitar jam 11.00 wita ia ikut lagi bersama Tim Inafis Polres Bima dalam pelaksanaan olah TKP di Ponpes UBK. Dari olah TKP itulah ditemukan buku tulis kecil

179

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

semacam agenda, yang berisi tentang gambar denah lokasi Polsek Madapangga dan terdapat tulisan yang berkaitan dengan target nama anggota Polsek Madapangga termasuk dengan namanya dengan jabatan Kapolsek Madapangga. Saat sidang berlangsung menjabat Kanit P3D (Pelayanan, Pengaduan dan Penegakan Disiplin) atau sekarang Kasi Propam Polres Bima. Ia menjadi Kapolsek Madapangga pada tahun 2007-2009. Buku yang ditemukan itu berisi denah lokasi Polsek Madapangga dan tulisan yang berkaitan dengan target nama Anggota Polsek Madapangga. Ia sebagai Kapolsek dan menjadi target teror pihak Ponpes UBK. Dalam buku tersebut telah tergambar lokasi target Polsek Madapangga dan tercatat nama-nama calon target personil atau anggota Polsek Madapangga. Nama Hamdan tercatat pada urutan nomor 1 di antara nama target lainnya. Kesaksian Tarmizi, anggota Polri Polres Bima. Ia mengaku kenal dengan Ustad Abrory sejak tahun 2005 karena Abrory sering lewat depan rumahnya yang berjarak sekitar 200 meter dari Ponpes UBK. Abrory sering salat di masjid yang ada di desa Sanolo yaitu masjid Nurul Huda dan memberikan khotbah. Setiap kali memberikan khotbah di masjid, ia mengaku tidak pernah mendengar adanya ceramah tentang jihad dan sepengetahuannya Ponpes UBK mengajarkan tentang pendidikan umum, masalah agama dan ditambah latihan bela diri tangan kosong dan lari-lari yang kerap lewat depan rumahnya. Sekitar 20 orang biasanya lari dengan menggunakan celana di atas mata kaki dan lari dengan berbaris dua. Sebagai warga Sanolo, ia mengaku sering juga masuk ke dalam Ponpes UBK dan melihat latihan bela diri seperti latihan tinju dengan menggunakan sasaran yang digantung di pohon. Namun, setelah ia menjadi polisi tahun 2006, ia hanya sekali masuk ke UBK dan melihat kegiatan di ponpes tersebut. Ia melihat masih seperti dahulu, halaman pondok digunakan

180

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Abrori memeriksa barang bukti yang dihadirkan oleh jaksa, Lalu Rudi Gunawan di depan sidang

Tim JPU memperlihatkan barang bukti lainnya ketika sidang pemeriksaan para saksi

warga dan para santri untuk bermain bola. Dan usai main bola para santri latihan push up. Kehidupan normal itu terjadi di ponpes sebelum pembunuhan anggota Polsek Bolo oleh Syakban. Namun setelah anggota Polsek Bolo meninggal karena dibunuh oleh salah seorang santri Ponpes UBK, akses menuju Ponpes UBK diperketat

181

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dan tidak semua orang boleh masuk ke dalam Ponpes UBK. Oleh pihak pondok, akses menuju pondok dijaga dengan menempatkan penjagaan di pos-pos yang dianggap startegis menuju ke Ponpes UBK dan melakukan pemeriksaan kepada masyarakat yang melewati jalan menuju Ponpes UBK serta juga santri melakukan sweeping dengan membawa senjata tajam berupa samurai, parang dan panah serta senjata tajam lainnya. Saat ledakan terjadi ia mendengar adanya suara ledakan keras yang berasal dari Ponpes UBK dari jarak sekitar 200 meter. Informasi ledakan ini ia berikan kepada Kanit Pulbaket Polsek Bolo (Brigadir Yamin) dan anggota Intel Polres Bima, Kasat intel dan juga Kasat Reskrim Polres Bima. Setelah mendengar ledakan tersebut ia terus melakukan pemantauan di sekitar Ponpes UBK saja. Ia tidak berani masuk ke dalam karena para santri mengenalnya sebagai seorang polisi. Sekitar pukul 19.00 wita, dari pintu rumahnya yang terbuka, ia melihat di halaman rumahnya, ada empat orang santri yang tidak dikenalnya. Mereka membawa senjata tajam. Ia berniat menghampiri untuk mengenali mereka namun para santri langsung lari kembali ke Ponpes UBK. Peristiwa itu membuatnya merasa tidak tenang walaupun tinggal di rumah sendiri karena diharuskan waspada dan ketakutan akan kedatangan para santri dari Ponpes UBK. Jangan sampai peristiwa pembunuhan terhadap polisi anggota Polsek Bolo bisa terjadi pada dirinya. Karena informasi yang didengarnya, para santri menganggap bahwa polisi adalah kafir dan membunuh orang kafir tidaklah berdosa dan halal darahnya untuk ditumpahkan. Ia tetap melakukan pemantauan dengan cara berada di dalam ruang tamu rumahnya dengan tujuan agar dapat melihat apa yang terjadi di sekitar Ponpes UBK dan terus memberi informasi kepada pimpinannya termasuk rencana pengambilan jenazah. Saat melakukan pemantauan itu, ia melihat ada mobil angkot warna

182

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

kuning keluar dari Ponpes UBK yang lewat di depan rumahnya yang diikuti oleh empat motor dari arah belakang. Ia juga sempat melihat orang/penumpang yang ada dalam angkot karena saat itu kaca mobil dengan pintu masuk yang ada di samping motor terbuka sehingga ia dapat melihatnya dengan jelas. Ia melihat dan mengenali wajah pengemudi motor karena sebagiannya tidak menggunakan helm (yang dibonceng). Namun ia tidak mengenal meraka karena sepertinya bukan dari desa tempatnya tinggal. Ia langsung meenginformasikan soal angkot pembawa jenazah itu kepada pimpinannya, tidak lama kemudian ia mendapat telefon dari anggota Polres Bima yang mengatakan bahwa angkot tersebut telah berhasil ditahan dan ia diminta untuk mengamankan diri sementara di Polres Bima sekitar jam 11.00 wita dan kembali ke rumah sekitar jam 14.00 wita. Setibanya kembali di rumah, ia melihat di Ponpes UBK masih banyak para santri yang berjaga-jaga. Namun sekitar jam 16.00 wita ia melihat banyak santri keluar meninggalkan Ponpes UBK. Ia merasakan suasana mencekam di sekitar Desa Sanolo setelah ledakan bom terjadi. Kesaksian M. Yamin, Anggota Polri Polres Bima bagian intel. Tanggal 30 Juni 2011 sekitar jam 03.50 wita ia mendapat informasi bahwa telah terjadi pembunuhan terhadap Brigadir Rokhmad Saefudin anggota Polisi Polsek Bolo Bima. Ia bergegas menuju ke Polsek Bolo menemukan Syakban telah ditangkap dan berada di dalam sel Polsek Bolo tersebut. Ia sempat bertemu dengan Syakban di sel dan sempat menanyakan kepada Syakban alasannya membunuh, yang dijawab Syakban “membunuh karena perintah Allah”. Setelah itu ia menuju ke Puskesmas Bolo tempat Rokhmad dilarikan untuk mendapatkan pertolongan namun ia melihat rekannya itu sudah meninggal dunia dengan luka di perut dan sekitarnya. Setelah kejadian itu, oleh pimpinannya ia diperintahkan memonitor Ponpes UBK karena Syakban merupakan santri Ponpes

183

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

UBK. Ia menemukan Ponpes UBK dijaga oleh para santri dengan membawa senjata tajam seperti parang. Ia terus memonitor tiap pergerakan di UBK dan ia mendapat informasi bahwa Abrory ikut mengawal jenazah Firdaus dibonceng oleh Furqon. Tanggal 15 Juli 2011 sekitar pukul 19.00 wita, ia mendapat informasi bahwa dalam kejadian di UBK ada orang bernama Furqon. Tanggal 16 Juli 2011 sekitar pukul 16.30 Wita, ia mendatangi rumah orang tua Furqon meminta ijin untuk membawa Furqon ke Polres Bima untuk dilakukan interogasi. Usai Interogasi dilakukan, ia kembali mengantar Furqon ke rumahnya. Pada hari Senin, 18 Juli 2011, sekitar pukul 17.40 wita ia mendapat informasi dari Penyidik Polda NTB yang tengah memeriksa Abrory.Berdasarkan hasil pemeriksaan Abrory bahwa Furqon mengetahui tentang tempat sisa bahan pembuatan bom dibuang dan yang membuangnya adalah Furqon dan Tauhid. Ia mendengar langsung percakapan antara Abrory dan Furqon melalui HP yang pengeras suaranya dibuka. Intinya Abrory menanyakan kepada Furqon apakah masih ingat di mana tempatnya barang yang dibuangnya. ”Tunjukkan saja tapi jangan kamu yang ambil,” kata Abrory lewat telefon. Hari itu juga ia membawa Furqon di sekitar daerah wisata Wadu Pa’a Dusun Sowa Desa Kananta Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima, yang jaraknya dari Ponpes UBK sekitar satu jam perjalanan, untuk mencari casing bom yang pernah dibuangnya pada tanggal 12 Juli 2012, sehari setelah ledakan bom terjadi. Setelah 15 menit mencarinya, ia menemukan barang berupa sambungan pipa besi (casing bom) serta baterai kotak. Hari itu casing bom yang ditemukan belum langsung diangkat melainkan sehari kemudian, tanggal 19 Juli 2011 sekitar pukul 09.00 wita. Tim Olah TKP dan Tim Jihandak melakukan olah TKP dan ditemukan barang-barang berupa kabel, regulator kompor gas, sambungan pipa besi yang diikat dengan tali rafia warna kuning, penutup sambungan

184

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pipa dan pecahan pipa besi. Dan setelah ledakan di Ponpes UBK ia pernah masuk ke UBK ketika dilakukan olah TKP dan ia melihat ada salah satu ruangan yang terbakar atap dan temboknya. Sebagai anggota intel, ia mengamati situasi Desa Sanolo dan menemukan masyarakat khususnya yang tinggal sekitar Ponpes UBK setelah terjadinya ledakan merasa ketakutan dan khawatir kalau ada kejadian serupa. Perubahan sikap pihak pondok dari terbuka menjadi sangat tertutup mulai terjadi sejak pembunuhan anggota polisi yang dilakukan Syakban. Pascaledakan di Ponpes UBK situasi di sekitarnya mencekam. Hal ini bisa dilihat dari indikasi masyarakat takut keluar rumah apabila hari sudah malam. Sidang ketiga, Rabu, 25 Januari 2012, mendengarkan keterangan saksi ahli dan Harry Kuncoro serta Mujahidulhaq. Kesaksian Harry Kuncoro. Ia mengenal Abrory di Ponpes UBK, di Desa Sanolo, Kabupaten Bima. Di sekitar tahun 2009 sebelum lebaran Idul Fitri, ia pernah datang ke Ponpes UBK di Desa Sanolo, Kabupaten Bima. Ia diperkenalkan dengan Abrory oleh Mujahidulhaq alias Mujahidulhaq, salah seorang pengajar di UBK. Ia ke Ponpes UBK dengan maksud bersembunyi dari kejaran Densus 88 Polri. Harry kenal dengan Mujahidulhaq ketika di Pondok Pesantren Gading Solo. Ia lalu menjadi santri di Ponpes UBK sekitar 3 bulan dan dengan alasan ada urusan, ia pun ke Jakarta dan sejak itu tidak pernah kembali lagi ke Ponpes UBK. Selama tinggal di Ponpes UBK yang diajarkan adalah hafalan Alquran dan pelajaran formil lainnya. Awalnya Abrory tidak mengetahui bahwa Harry Kuncoro adalah DPO Densus 88. Namun setelah kira-kira 2 atau 3 hari ia tinggal di Pondok Pesantren UBK, ia pun bilang kepada Mujahidulhaq bahwa ia dikejar-kejar oleh Densus 88 karena ia merupakan adik

185

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

iparnya Dulmatin, tersangka kasus Bom Bali. Saat itu Mujahidulhaq menjawab, ”tidak apa-apalah yang penting diam-diam, kamu tinggal di sini saja (Ponpes UBK)”. Sehingga ia pun tinggal di Ponpes UBK. Beberapa hari kemudian, ia bilang kepada Abrory dengan kalimat, ”Ana mau ngomong nih, bahwa aku adalah adik iparnya Dulmatin, bisa jadi aku masuk dalam list dalam persembunyian Dulmatin”. Kalimat pemberitahuan itu dijawab Abrory, ” Insya Allah tidak apaapa, tenang saja, biasa saja, antum tinggal di sini saja”. Lalu ia pun tinggal di Ponpes UBK dengan maksud untuk bersembunyi dari kejaran Densus 88 Polri sambil belajar menghafal Alquran. Sebelum tinggal di Ponpes UBK, ia terlibat dalam kasus peledakan Bom Hotel Marriot di Jakarta. Selama tinggal di Ponpes UBK, ia tidak membayar dan yang memberi kebutuhan hidupnya sehari-hari selama berada di Ponpes UBK Bima adalah Abrory. Setelah keluar dari Ponpes UBK, ia jarang berhubungan dengan Abrory namun pernah berkomunikasi lewat handphone. Sekitar tahun 2011, ia pernah bertemu dengan Abrory di Pasar Glodok di Jakarta. Sebelumnya, Abrory pernah mentransfer uang ke Harry Kuncoro melalui Pos Giro sebesar Rp 25 juta, yang dilakukan dalam beberapa tahap, ke Rekening atas nama Joko Nugroho dan atas nama Wahyu Nugroho yang merupakan nama Harry Kuncoro juga. Uang yang dikirim kepada Harry Kuncoro oleh Abrory itu untuk membantu biaya perjalanan Harry ke Philipina. Ketika Abrory bertemu dengan Harry Kuncoro di Pasar Glodok, Abrory sempat memesan untuk dibelikan senjata api berupa pistol, dengan alasan untuk membela diri apabila ia akan ditangkap oleh Densus 88 seperti Mujahidulhaq, sehingga ia dapat melakukan perlawanan. Namun uang yang dikirimkan tersebut, belum sempat dipergunakan untuk membeli senjata pesanan Abrory karena Harry Kuncoro sudah ditangkap oleh Densus 88. Terhadap keterangan Harry Kuncoro, tanggapan Abrory, membenarkan semua keterangannya.

186

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Dalam persidangan yang memeriksa Abrory, juga terungkap pengakuan Abrory bahwa ia pernah tiga kali ke Jakarta ke rumah keluarga untuk silaturahmi. Ia pernah bertemu dengan Joko alias Harry Kuncoro sekitar bulan Maret 2011 di pasar Glodok Jakarta yang sebelumnya ia sudah membuat janji dengan Harry melalui telefon. Saat itu sudah ada niat untuk membeli senjata api, dengan maksud untuk persiapan berjihad di jalan Allah dan membela diri apabila ia hendak ditangkap oleh polisi yang suka menangkap ustad-ustad. Abrory pernah ke Ambon Maluku di Pulau Buru tahun 2001 untuk belajar membuat bom selama dua bulan dan materi yang diajarkan langsung praktek dengan Deto (pemicu untuk sebuah ledakan high) asli. Ia mau belajar membuat bom, karena ada yang mau mengajarinya. Ia juga pernah ke Poso selama kurang-lebih 25 hari (bulan Februari 2011), tetapi tidak untuk belajar bom. Dalam keterangan di depan sidang, Abrory menarik kembali keterangan yang pernah diberikan di depan penyidik bahwa ia pernah melakukan survey ke Senggigi Lombok (objek wisata, icon Nusa Tenggara Barat) sebagai target pengeboman. Namun, saat tiba di Senggigi Lombok, ia masih melihat banyak sekali orang shalat di mushola-mushola di Senggigi. Karena itu ia urungkan niatnya untuk menjadikan Senggigi sebagai target bom (keterangan ini disampaikannya saat penyidikan polisi dalam BAP). Namun dalam persidangan ia menarik kembali keterangan itu dan mengaku tidak pernah melakukan survey ke Senggigi Lombok Barat pada tahun 2004 untuk mengebom Senggigi. JPU sempat membacakan pengakuan Abrory secara lengkap mengenai hal ini yang tercantum dalam BAP dan dalam tulisan tangan Abrory sendiri. Abrory mengatakan bahwa ia dengan sengaja mengungkapkan hal tersebut (melakukan survey Senggigi sebagai target bom) untuk mengetes penyidik polisi dan Jaksa, bahwa ketika hal ini diungkapkan di persidangan, maka Jaksa harus bisa membuktikan bahwa ia memang pernah mensurvey Senggigi untuk maksud mengebom. Penarikan keterangan ini oleh Abrory sempat menjadi perdebatan dengan JPU dalam persidangan beragendakan pemeriksaan terdakwa ini.

187

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

JPU membaca BAP berulang-ulang yang berisi pengakuan Abrory. Namun, Abrory mengatakan “bahwa pernyataan bahwa ia pernah melakukan survey ke Senggigi di Pulau Lombok untuk mengebom senggigi” tersebut adalah hanya karangannya sendiri, yang sengaja dikatakan dan dituliskannya, untuk “mengetes Jaksa”, apakah hal tersebut akan diungkapkan di depan persidangan, sehingga Jaksa harus membuktikan kebenarannya. Kesaksian Mujahidulhaq. Ia kenal dengan Abrory sejak tahun 2001 ketika belajar di Pondok Pesantren Al Muttaqin Jepara. Ia pernah menjadi tenaga pengajar di Ponpes UBK Sanolo Bima sekitar tahun 2004. Mujahidulhaq mengetahui Ponpes UBK Sanolo Bima berdiri di tahun 2004 dan sebagai pimpinannya adalah Abrory sedangkan ia menjadi sekertaris. Ia menjadi Sekretaris Ponpes UBK sampai tahun 2006 dan tugas pokoknya sehari-hari adalah mengajar hafal Alquran dan dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada pimpinan pondok pesantren yaitu Abrory. Mujahidulhaq mengaku ia dan Abrory pernah dibai’at menjadi anggota JAT tahun 2009 di kantor JAT Bima dan yang membai’atnya adalah Ustad Abu Bakar Ba’asyir. Ia berhenti menjadi sekretaris di UBK tahun 2009 sampai ia ditangkap polisi yang dikaitkan dengan bantuan pendanaan untuk latihan militer di Aceh. Materi yang diajarkan di Ponpes UBK adalah hafalan Alquran dan pelajaran formil lainnya ditambah lagi dengan pelajaran lainnya yaitu lari-lari dan menembak burung. Abrory mengajar aqidah dan tenaga pengajar lain seperti Ustad Firdaus mengajar olah raga. Mujahidulhaq mengetahui adanya ledakan bom di Ponpes UBK melalui internet. Menurut Mujahidulhaq, Ubait pernah datang ke Bima bersama Abu Tholut bulan Oktober tahun 2009 ke kantor sekretariat JAT Bima. Setelah sampai di Bima kemudian ia membawa mereka ke Ponpes UBK Bima, tetapi waktu itu santri sedang libur. Mujahidulhaq kenal dengan Ubait sejak tahun 1997 di Pondok

188

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Mujahidulhaq, salah seorang staf pengajar Ponpes UBK memberi kesaksian pada sidang Abrory

Pesantren Darusahada Boyolali sebagai kakak tingkatnya. Ia juga memperkenalkan Ubait kepada Abrory, tetapi perkenalannya itu tidak bertemu muka hanya ia memberitahukan bahwa ia mempunyai teman seorang ustad yang bernama Ubait dari Magetan Jawa Timur yang dulu pernah satu pondok pesantren dengannya. Mujahidulhaq pernah meminta uang kepada Abrory di bulan Nopember 2009 di Ponpes UBK secara bertahap sehingga terkumpul sekitar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Uang tersebut berasal dari uangnya sendiri, uang Ustad Khaeri dan uang dari Abrory. Uang tersebut awalnya untuk akomodasi bulanan Pondok Pesantren Ubait kawannya Mujahidulhaq di Magetan. Juga untuk biaya para janda dari mereka yang diduga teroris yang ditembak mati oleh Densus 88 Anti Teror. Saat meminta uang tersebut, ia mengatakan kepada Abrory bahwa Ubait membutuhkan dana untuk biaya para janda yang suaminya ditembak mati Densus 88 Anti Teror. Abrory memberikan

189

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dana tersebut secara bertahap dan setelah terkumpul kemudian oleh Mujahidulhaq dikirimkan ke nomor rekening Bank Muamalat atas nama Sus Hidayat dengan jumlah keseluruhan adalah Rp 25.000.000,dalam dua kali pengiriman, yang pertama Rp. 13.000.000,- dan yang kedua Rp. 12.000.000,-. Dalam keterangan yang diberikan Abrory saat ia diperiksa, tentang hal ini adalah ia memang pernah memberikan sumbangan kepada Ubait melalui Mujahidulhaq sebesar kurang lebih Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk pembangunan Pondok Pesantren orang Ubait. Namun oleh Ubait dipakai untuk membiayai latihan militer di Aceh sekitar tahun 2009/2010. Mujahidulhaq mengatakan pada Abrory saat itu bahwa ayah Ubait sedang bangun Pondok Pesantren di Magelang, tetapi kekurangan dana. ”Apakah kamu mau membantu?,” kata Mujahidulhaq. Abrory lalu menjawab ”mau” (ditirukan Abrory dalam sidang). Kemudian ia memberikan uang kepada Ubait melalui Mujahidulhaq sebesar Rp 10.000.000,dengan cara mencicil sebanyak dua kali. Uang tersebut menurut Mujahidulhaq telah dikirimkan ke rekening Ubait. Dan pada awal bulan Maret 2010, Mujahidulhaq melihat berita televisi bahwa Ubait menjadi DPO Densus 88 terkait kasus pelatihan militer di Aceh. Setelah itu ia bertemu Abrory dan Khaeri di Ponpes UBK dan mengatakan menginformasikan bahwa Ubait menjadi DPO, terkait kasus pelatihan militer di Aceh. ”Jangan-jangan uang kita dipakai untuk pelatihan itu,” kata Mujahidulhaq yang dijawab Abrory dengan ”wallahualam”. Dialog ini dikutip langsung oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang mendengarkan keterangan saksi Mujahidulhaq. Kemudian sekitar tanggal 3 Desember 2010, Mujahidulhaq pun ikut ditangkap Densus 88 Polri dan setelah ditangkap itulah ia baru tahu yang sebenarnya bahwa uang yang telah dikirimkannya tersebut oleh Ubait dipergunakan untuk membiayai pelatihan militer di Aceh.

190

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Suasana haru mewarnai sidang mendengarkan kesaksian Harry Kuncoro dan Mujahidulhaq. Usai sidang digelar, Abrory dan kawan-kawan merangkul erat kedua sahabatnya itu dengan hangat dalam suasana yang mengharukan

Mujahidulhaq juga mengungkapkan kenal dengan Harry Kuncoro, tetapi waktu itu yang ia tahu namanya Joko saja. Sejak tahun 2000 di Ma'had Ali An Nur di Gading Solo saat ia sedang kuliah, Joko minta diajari mengaji dan bahasa Arab. Pada awal tahun 2009, Joko menelpon Mujahidulhaq

191

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

mengatakan kalau ia mau belajar di Ponpes UBK. Akhirnya ia jadi datang dan tinggal di Ponpes UBK untuk belajar Alquran. Setelah beberapa hari berada di Ponpes UBK Bima Joko (Harry Kuncoro) bercerita ke Ustad Firdaus yang mengatakan bahwa dirinya sedang dicari-cari oleh Densus 88 Polri karena ia merupakan adik ipar Dulmatin yang terlibat dalam Bom Bali I. Ustad Firdauslah yang memberitahukan Mujahidulhaq kalau Harry Kuncoro terlibat kasus Bom Bali I dan ia tengah dicari Polisi. Saat Mujahidulhaq mengkonfirmasi hal tersebut kepada Joko, bahwa ia merupakan DPO polisi, Joko membetulkan. Abrory membenarkan semua keterangan yang disampaikan oleh Mujahidulhaq tersebut.

Keterangan Ahli Ngurah Wijaya Putra, S.Si, M.Si, Anggota Polri (Laboranfor Muda Unit Kimbiofor), Polda Bali yang ikut melakukan pemeriksaan terhadap sampel barang bukti yang dimintakan untuk dilakukan pemeriksaan dan pemeriksaan terhadap barang bukti tersebut dilakukannya bersama-sama dengan tim yaitu Harmeidi Irianto, S.Si dan I Gede Budiartawan S. Barang-barang yang telah diperiksa/teliti bersama tim yaitu sampel rambut dan darah milik Firdaus, selendang warna hitam, baju kaos warna hitam, selendang warna putih, sobekan kain, dan kain sarung, untuk dilakukan pemeriksaan ada/tidaknya darah pada masing-masing barang yang diperiksa, barang–barang yang positif terdapat darah dilanjutkan untuk pemeriksaan golongan darahnya. Dan dari hasil penelitian atau pemeriksaan atas sampel barang bukti yang dilakukannya bersama tim diperoleh hasil bahwa pada sample rambut yang diperiksa tidak terdapat darah (darah negatif). Sampel darah diketahui positif darah manusia dengan golongan “B”. Pada selendang warna hitam diketahui positif darah bergolongan

192

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

”B”, pada baju kaos warna hitam diketahui positif darah bergolongan ”B”, pada selendang warna putih diketahui positif darah bergolongan ”B”, pada sobekan kain diketahui positif darah bergolongan ”B” dan pada kain sarung diketahui positif darah bergolongan ”B” dan dari hasil pemeriksanan yang telah dilakukan bersama tim terhadap sampel barang bukti, ia tidak menemukan adanya golongan darah lain selain satu golongan darah yaitu golongan darah ”B”. Selain sampel rambut dan darah Firdaus, selendang warna hitam, baju kaos warna hitam, selendang warna putih, sobekan kain, dan kain sarung, terdapat benda atau barang lain yang diperiksanya yaitu 15 anak panah dan 20 mata panah. Bersama tim ia telah memeriksa mata panah dengan ciri–ciri terbuat dari besi dengan panjang 11 cm dan memiliki ekor terbuat dari tali plastik rafia, sedangkan ciri-ciri dari anak panah adalah panjang keseluruhan 39 cm dengan bentuk mata panah terbuat dari besi, pegangan mata panah dari bambu yang memiliki ekor dari bahan plastik. Ia melakukan penelitian dan pemeriksaan atas mata panah dan anak panah untuk menguji kandungan racun organik adalah dengan menggunakan metode kromatografi Gas–Spektrofotometri Massa (GCMS) yaitu benda atau barang yang diduga mengandung racun diekstraksi dengan Hexana kemudian Disentrifugasi hingga didapatkan fasa Hexana yang jernih, kemudian disuntikkan ke dalam alat GCMS yang kemudian akan didapatkan hasilnya, sedangkan untuk pemeriksaan jenis racun anorganik (arsen) adalah dengan cara Reinch-test (tes pendahuluan). Benda yang diduga mengandung racun diekstraksi dengan Asam Nitrat kemudian dipanaskan dengan suhu 100ºC yang terlebih dahulu dimasukan kawat tembaga terpilin. Apabila hasil pemeriksaan positif Arsen, maka kawat tembaga berubah warna menjadi abu–abu. Tindakan yang dilakukan setelah diketahui positif Arsen, akan dilanjutkan dengan metoda Atomic Absorption Spektrofotometri (AAS) dan hasil penelitian dan pemeriksaan terhadap mata panah dan anak panah

193

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yang telah dilakukan itu diperoleh hasil bahwa tiap–tiap mata anak panah dan mata panah tidak terdapat kandungan racun baik racun organik ataupun racun anorganik. Anang Kusnadi, S.Si, Anggota Polri (Perwira urusan Unit Balistik dan Metalurgi Forensik pada Laboratorium Forensik Cabang Denpasar), ikut melakukan kegiatan olah TKP (Tempat Kejadian Perkara) peledakan bom yang ada di Ponpes UBK dan ia juga melakukan pemeriksaan serta penelitian barang bukti. Ia juga melakukan pemeriksaan serta penelitian barang bukti yang didapat atau yang ditemukan di Ponpes atau pun barang bukti lain yang berkaitan dengan peledakan di Ponpes UBK. Di samping itu, Anang melakukan kegiatan pemeriksaan TKP/olah TKP di Ponpes UBK dan ia melakukan pemeriksaan barang bukti yang didapatkan dari hasil kegiatan olah TKP Ponpes UBK sebagai TKP. Ia melakukannya bersama dengan I Gusti Adi Putu Dana, S.Sos. Pemeriksaan secara laboratories kriminalistik dikerjakan secara simultan sampai dengan tanggal 6 Agustus 2011. Terhadap barang–barang atau benda–benda (barang bukti) yang didapat atau ditemukan di TKP Ponpes UBK dilakukan pemeriksaan secara laboratoris kriminalistik secara simultan mulai dari pemeriksaan dan penemuan barang bukti tanggal 13 Juli 2011 sampai dengan tanggal 6 Agustus 2011. Pemeriksaan secara kriminalistik juga dilakukan atas barang bukti lain yang didapati atau yang diketemukan oleh petugas dari Kepolisian Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB atas barang bukti yang diduga ada hubungannya dengan ledakan bom di Ponpes UBK, sehingga akan diketahui keterkaitan antara barang bukti yang ada di TKP (Ponpes UBK) dengan barang bukti yang ditemukan di TKP yang lain. Hasil yang ditemukan dikaitkan dengan pengetahuan, keahlian serta mengacu pada hasil olah TKP, penelitian/pemeriksaan barang bukti disimpulkan bahwa ledakan yang ada di Ponpes UBK Bima adalah ledakan bom dengan jenis low explosive, karena menggunakan

194

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

campuran bahan peledak Potassium Chlorate dan Sulfur, menggunakan kawat nikelin dari lampu natal yang diberi sumber energi untuk memicu ledakan serta menggunakan baut sebagai shrapnel untuk menambah efek kerusakan yang kemudian dikemas di dalam pipa sambungan 1 ¼ dim yang dikenal dengan Bom Pipa. Barang bukti yang merupakan bagian dari bom pipa rakitan meliputi korek api kayu yang mempunyai kandungan Potassium Chlorate sebagai bahan peledak utama, sambungan pipa besi sebagai wadah/casing, Lampu natal dan lampu halogen sebagai pemicu/ inisiator, baterai sebagai sumber arus serta baut dan mur sebagai shrapnel. Barang bukti berupa empat buah potongan besi (pecahan dari sambungan pipa L besi ukuran 1 ¼ dim) adalah identik dengan potongan logam terbuat dari besi yang tertancap ke dalam tembok batu bata yang ditemukan di TKP. Bahan peledak yang digunakan adalah Potassium Chlorate dan Sulfur. Potassium dan Sulfur adalah bahan peledak jenis Low Explosive. 16 anak panah dan 20 anak panah kecil dengan ekor rafia tidak mengandung racun (arsenik). Berdasarkan hasil pemeriksaan tingkat kerusakan TKP ledakan serta pengumpulan dan pemeriksaan barang bukti, diperoleh fakta bahwa ledakan yang terjadi di TKP Ponpes UBK adalah merupakan ledakan bom dengan analisa teknis bahwa kerusakan yang terjadi di dalam kamar sebelah barat dapur di bagian utaranya adalah dari efek tekanan, panas dan fragmentasi yang timbul dari ledakan bom. Adanya pemanasan yang cukup tinggi pada beberapa barang bukti misal pada kaos warna hitam, kain warna abu-abu dan pada tali rafia warna kuning, hal tersebut terjadi akibat dari efek panas. Adanya mark bekas benturan dari serpihan bom, yaitu pada pondasi tembok yang terbentur benda keras akibat efek tekanan. Adanya potongan logam yang tertancap cukup dalam sebagai akibat efek fragmentasi. Adanya serpihan bagian-bagian bom yang tersebar di seluruh ruangan akibat efek fragmentasi.

195

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Analisa juga dilakukan terhadap potongan logam terbuat dari besi yang tertancap ke dalam tembok batu bata yang diidentifikasi sebagai wadah (casing bom) dan setelah dibandingkan dengan barang bukti hasil dari pengembangan lanjutan Satgas Polda NTB didapatkan bahwa besi tersebut identik dengan sambungan L pipa besi ukuran 1 ¼ dim. Adapun bom yang menggunakan pipa dikenal dengan nama bom pipa. Bom yang meledak menggunakan bahan peledak dari jenis low explosive, hal ini berdasarkan hasil pemeriksaan residu yang menunjukkan bahwa serpihan barang bukti yang ditemukan di TKP ledakan bom positif mengandung residu Potassium Chlorate dan Sulfur. Dari hasil pemeriksaan yang menunjukkan pada crater dan beberapa serpihan barang bukti positif bahan bakar jenis bensin, kemudian juga dengan ditemukannya tutup botol warna kuning di TKP ledakan, maka dianalisa bahwa pada saat bom pipa meledak terdapat botol-botol berisi bensin (molotov) di sekitarnya, sehingga akibat efek tekanan yang ditimbulkan oleh ledakan menyebabkan pecahnya botol-botol tersebut dan menumpahkan bensin yang ada di dalamnya. Ditemukan sisa lampu natal yang masih utuh di TKP ledakan bom menunjukkan bahwa pemicu/Inisiator proses ledakan pada bom dimaksud diperkirakan adalah dengan menggunakan kawat nikelin dari lampu natal. Secara teknis dapat dijelaskan bahwa lampu natal tersebut dihubungkan dengan kabel dan apabila diberi sumber energi (baterai, accu dan lain-lain), maka kawat nikelin pada lampu tersebut akan menyala, timbul panas dan akan meledakkan bahan peledak jenis low explosive. Barang bukti baut yang ditemukan di lantai keramik adalah berfungsi untuk memperbesar efek kerusakan (shrapnel). Abrory menolak semua keterangan ahli dan meminta agar ahli mencoba meledakkan bom yang dijadikan sebagai barang bukti dalam perkara ini,

196

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Jaksa Penuntut Umum pada persidangan Syakban, Sugiyanta, SH., menunjukkan barang bukti kepada saksi berupa jaket yang dikenakan Syakban ketika terjadinya pembunuhan di Polsek Bolo dini hari

untuk dibuktikan bisa meledak atau tidak. Kalau meledak, baru dapat dikatakan bom, karena ia yakin ukuran bom yang kecil-kecil yang ditemukan di Wadu Pa’a yang dijadikan barang bukti tidak akan meledak, sehingga tidak dapat dikatakan sebagai bom. Terjadi perdebatan kecil antara Abrory dengan saksi ahli Anang Kusnadi dari Labfor Cabang Denpasar, tentang ukuran dan kemampuan ledakan bom rakitan dalam casing bom ukuran kecil yang sudah didisposal yang ditemukan di Wadu Pa’a. Suasana menggelitik, ketika saksi ahli menjelaskan kerusakan yang akan terjadi jika bom-bom tersebut meledak dan Abrory “menantang” sang ahli untuk membuktikan apakah bom rakitan dengan ukuran kecil tersebut dapat meledak. Menurut pendapatnya (yang juga pernah mempelajari pembuatan bom di Ambon dan Poso), bom rakitan dalam casing besi yang digerinda segi empat kotak-kotak kecil itu, akan sulit meledak karena campuran bahannya yang tidak banyak. “Menurut ilmu yang pernah saya dapatkan, bom sekecil ini tidak akan dapat meledak. Saksi ahli jangan hanya bisa bicara, buktikan di sini, kalau itu memang bisa meledak,” ujar Abrory dengan tenang. Ia merasa yakin, bom dengan ukuran tersebut tidak akan dapat meledak dan ia

197

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

ingin ada keadilan dalam membuktikannya. Ketika Abrory dengan tersenyum mengucapkan hal tersebut, seluruh yang hadir dalam ruang sidang tersebut, ikut tergelitik. Namun, Anang Kusnadi menjelaskan berdasarkan ilmu yang didapatnya, bahwa semakin besar casing sebuah bom dan semakin banyak bahan yang dicampurkan, maka daya ledak dan jangkauan radius kerusakannya akan semakin luas. Saksi juga menjelaskan, bahwa bom rakitan jenis ini, mudah sekali dipelajari dan tidak membutuhkan latihan khusus yang lama untuk membuatnya. Saksi ahli, DR. Ramelan, SH., MH., Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisaksti. Ia menjelaskan secara normatif pengertian tindak pidana terorisme adalah dirumuskan dalam pasal 1 angka 1 Perpu nomor 1 tahun 2002 jo. Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 yaitu segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang sesuai dengan ketentuan Perpu nomor 1 tahun 2002 jo. Undang-Undang nomor 15 tahun 2003. Ia juga menjelaskan tentang ciri-ciri dari terorisme. Perbuatan terorisme adalah tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan sewaktu-waktu yang tidak dapat diduga dan bersifat acak yang mengandung karakter politik. Hasil yang diharapkan segera adalah timbulnya rasa takut, pemerasan, perubahan politik radikal, penderitaaan terhadap hak-hak azasi manusia dan kebebasan dasar pihak-pihak yang berulah serta kepuasan tuntutan politik lain. Targetnya adalah manusia dan harta kekayaan baik yang bersifat publik maupun privat dan pribadi, dengan sasaran politik tertentu serta pada umumnya memiliki kaitan internasional. Metode yang digunakan adalah kekerasan atau ancaman kekerasan termasuk penculikan, penyanderaan, pembunuhan penduduk sipil. DR. Ramelan juga menjelaskan maksud dan tujuan melakukan terorisme secara historis bahwa ada kelompok yang disebut “Zealot” yang hidup pada 66-73 Masehi yang menentang penjajahan Roma terhadap Yodea (Yahudi) dan menuntut kemurnian religius dan

198

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

ancaman dari segala bentuk tindakan yang bersifat anti Yahudi. Tindakan Terorisme yang dilakukan dipicu oleh motivasi yang berlandaskan ajaran agama dan didukung oleh Kitab Suci. Namun, dalam perkembangannya, terorisme dilandasi oleh motivasi idiologi dan politik yaitu sebagai cara-cara mencapai tujuan politik seperti memperoleh kemerdekaan nasional atau memisahkan diri dari suatu negara untuk berdiri sendiri sebagai negara merdeka. Kekerasan dalam terorisme dengan tujuan politik ini disebut juga sebagai bentuk kekerasan politik. Terorisme ini berkembang menjadi terorisme internasional karena dibentuk dengan keyakinan bersama atau berdasarkan kepentingan politik yang sama, sehingga mendapat bantuan pihak ketiga baik oleh suatu negara resmi atau pun oleh kelompok tidak resmi. Kini terorisme memiliki motivasi yang berbeda bukan hanya motivasi politik atau idiologi, tetapi mereka membentuk organisasi berdasarkan keyakinan atau kepercayaan yang tidak jelas, organisasinya ada tetapi tidak jelas strukturnya seolaholah berdasarkan keyakinan agama tetapi tindakannya menyalahi ajaran agamanya. Terorisme baru memiliki sponsor yang berbeda bukan lagi negara tetapi mencari dana sendiri. Mereka membentuk jaringan kerja yang sangat efektif, rapi, sangat sabar, terlatih serta memiliki disiplin yang bagus dan bersifat global. Terorisme merupakan kejahatan yang dilakukan oleh suatu kelompok secara bersamaan, terorganisasi dan bersifat trans nasional. Terorisme merupakan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan Internasional, sehingga karenanya Dewan Keamanan PBB dengan Resolusi nomor 1373 (2001) yang diterima 28 September 2001 telah menyerukan kepada seluruh negara-negara anggota PBB untuk meningkatkan sistem perundang-undangannya serta melakukan kerjasama untuk melawan terorisme. Ketentuan perundang-undangan Indonesia untuk memberantas terorisme diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1 Tahun 2002 tanggal 18 Oktober 2002 yang

199

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

telah ditetapkan menjadi Undang-Undang berdasarkan UndangUndang nomor 15 tahun 2003 tanggal 4 April 2003. Ketentuan tindak pidana terorisme yang diatur dalam Undang-Undang disebut antara lain tentang penegasan bahwa tindak pidana terorisme bukan tindak pidana Politik (pasal 5), perumusan tindak pidana Terorisme (pasal 6 s/d pasal 19). Perumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana terorisme (pasal 20 s/d pasal 24). Rumusan pasal 6 Undang-undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang adalah merupakan perumusan tindak pidana meterial atau biasa disebut delik material karena yang menjadi pokok formuleringnya atau perumusannya adalah mengenai akibatnya, yang dianggap pokok untuk dilarang adalah akibatnya. Hal ini ternyata dari kalimat yang berbunyi “…… dengan sengaja menggunakan kekerasan ”menimbulkan” suasana terror…… dan seterusnya”. Rumusan kata menimbulkan” menunjukkan adanya akibat yang dituju dan dilarang. Adapun akibat yang dilarang menurut pasal 6 ini adalah, menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas; atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain; atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional. Secara teoritis, menghadapi delik atau tindak pidana dirumuskan secara material harus dibuktikan terlebih dahulu adanya akibat atau keadaan tertentu yang dilarang. Untuk menentukan unsur kelakuan yang menimbulkan akibat tersebut harus dibuktikan dengan menggunakan ajaran tentang hubungan kausal, hubungan sebab akibat yaitu adanya akibat yang dilarang adalah karena kelakuan seseorang yang telah ditetapkan menjadi terdakwa atau terdakwa.

200

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Terkait dengan perumusan pasal 6 Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang maka salah satu dari ketiga akibat yang disebutkan harus dibuktikan terlebih dahulu dan akibat tersebut terjadi karena disebabkan atau dengan kata lain ada hubungan kausal dengan kelakuan orang yang telah ditetapkan sebagai terdakwa atau terdakwa. Sedangkan kelakuan yang digunakan adalah dengan cara menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dengan memahami unsur-unsur pasal 6 Undang-undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang sebagaimana delik material yang dijelaskan dalam jawaban nomor 6 bahwa penerapan hukumannya adalah terlebih dahulu membuktikan adanya akibat yang disebut oleh pasal 6 yaitu, timbulnya suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas; atau timbulnya korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain; atau kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional. Ketiga akibat tersebut dalam pasal 6 dirumuskan secara alternatif yaitu antara rumusan akibat yang satu dengan akibat yang lain dipisahkan dengan kata ”atau”. Hal ini berarti bahwa dalam penerapan hukumnya ketiga akibat tidak perlu seluruhnya dibuktikan, cukup jika salah satu akibat telah terbukti maka terdakwa atau terdakwa dinilai telah terbukti pula melakukan tindak pidana terorisme. Memang lebih baik apabila fakta-faktanya mendukung, ketiga akibat tersebut dibuktikan. Jika fakta-fakta hanya membuktikan salah satu akibat yang disebut dalam pasal 6, perbuatan terdakwa atau terdakwa juga sudah terbukti sebagai tindak pidana terorisme.

201

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Setelah memahami pembuktian hubungan kausal yang digunakan dalam tindak pidana pasal 6 Undang-undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang maka selanjutnya perlu dipahami pengertian dari unsur-unsur rumusan tindak pidana atau delik. Hal ini dilakukan dengan menggunakan metode penafsiran hukum yaitu sebagai berikut; unsur dengan sengaja menggunakan kekerasan ancaman kekerasan. Yang dimaksud dengan kekerasan menurut pasal 1 angka 4 adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi badan, nyawa dan kemerdekaan orang termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya. Yang dimaksud dengan ancaman kekerasan menurut pasal 1 angka 5 adalah setiap perbuatan yang dengan sengaja dilakukan untuk memberikan pertanda atau peringatan mengenai suatu keadaan yang cenderung dapat menimbulkan rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara meluas. Unsurnya, menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas; atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain; atau mengakibatkan kerusakan atau hancurnya terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional. Pengertian atau penafsiran dari unsur-unsur tersebut adalah, teror: Undang-Undang tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan teror. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KUBI), teror memiliki pengertian sebagai usaha menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Takut: menurut KUBI, berarti merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana. Meluas: menurut KUBI berarti bertambah luas (banyak dan sebagainya)

202

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

atau merata. Obyek vital yang strategis: menurut pasal 1 angka 10, yang diartikan dengan obyek vital yang strategis adalah tempat, lokasi atau bangunan yang mempunyai nilai ekonomis, politis, sosial budaya dan pertahanan serta keamanan yang sangat tinggi, termasuk fasilitas internasional. Fasilitas publik: menurut pasal 1 angka 11 yang dimaksud dengan fasilitas publik adalah tempat yang dipergunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Rumusan pasal 7 berbeda dengan pasal 6 karena dalam rumusan pasal 7 Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang terdapat tambahan pasal, kata “bermaksud untuk” di depan kata menimbulkan, sehingga dengan demikian baru sikap batin saja yaitu bermaksud tidak harus benar-benar telah timbul akibat, perbuatan tersebut sudah dilarang dan diancam dengan pidana. Dengan demikian penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan belum sampai menimbulkan akibat, tetapi sikap batinnya sudah tertuju pada akibat. Rumusan pasal 7 menitik beratkan pada formulering kelakuan, artinya kelakuan dengan menggunakan kekuatan atau ancaman kekerasan dimaksudkan untuk menimbulkan akibat. Pengertian rumusan “bermaksud” menurut teori hukum pidana sebagai suatu sikap batin terdakwa. Permasalahan yang timbul untuk membuktikan unsur ini apakah harus dibuktikan berdasarkan keadaan objektif yaitu apa yang sesungguhnya terjadi dari perbuatan terdakwa. Menurut doktrin yang berkembang dan diikuti bahwa dalam hal “akibat belum terjadi", maka unsur “maksud” diartikan secara sempit yaitu dibuktikan berdasarkan tujuan atau maksud yang hendak dicapai terdakwa. Dalam hal akibat telah timbul unsur “maksud” diartikan secara luas yaitu apa yang telah terjadi sebagai realisasi maksud atau niat terdakwa. Ia juga menjelaskan, dengan demikian rumusan pasal 7

203

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, mengandung pengertian bahwa pertama, maksud terdakwa dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan “tidak” menimbulkan akibat suasana teror dan seterusnya sebagaimana dimaksud pasal 6 atau kemungkinan kedua akibat tersebut dapat benar-benar terjadi sebagai realisasi dari maksud atau niat terdakwa. Berdasarkan pasal 6 Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang maka sekalipun akibat berupa suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas dan seterusnya itu, tidak menjadi kenyataan akan tetapi penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan oleh terdakwa memang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat tersebut, perbuatan terdakwa sudah cukup dianggap terbukti melakukan tindak pidana terorisme. Sedangkan pengertian unsur-unsur lain dari rumusan pasal 7 yang rumusannya sama dengan pasal 6 Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Perbuatan yang dilarang dalam pasal 9 Undang-undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang ada dua unsur yaitu, unsur pertama adalah memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan/ atau dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan

204

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya. Perbuatan yang dirumuskan dalam unsur ini sifatnya alternatif artinya tidak seluruh perbuatan yang dirumuskan dalam pasal tersebut harus dibuktikan, salah satu perbuatan misalnya memasukkan ke Indonesia sudah terbukti, terdakwa atau terdakwa sudah dipandang cukup terbukti melakukan tindak pidana terorisme pasal 9 UndangUndang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UndangUndang. Sifat alternatif ini tidak menghalangi untuk membuktikan perbuatan-perbuatan lainnya secara kumulatif sepanjang fakta perbuatannya terbukti. Rumusan ini bersifat alternatif karena antara rumusan katakata yang digunakan, dipisahkan dengan tanda koma, misalnya antara frasa kata “memasukkan ke Indonesia” dengan frasa kata “membuat” dipisahkan tanda baca koma yang mengandung makna pilihan. Rumusan berupa perbuatan yang dilarang dalam pasal 9 tersebut terdapat kata-kata yang saling bertentangan, misalnya frasa kata “memasukkan ke Indonesia” dan frase kata “mengeluarkan ke dan/tau dari Indonesia” menunjukkan perbuatan yang tidak mungkin dilakukan secara bersamaan oleh seorang terdakwa pada waktu yang sama pula. Jika rumusan perbuatan yang dilarang tersebut dimasukkan sebagai kumulatif, maka diantara kata-kata yang dirumuskan dipisahkan dengan kata “dan”. Perbuatan yang dilarang menurut pasal ini harus dilakukan secara melawan hukum yaitu melanggar ketentuan yang berlaku tentang senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak dan bahanbahan lainnya yang berbahaya. Dalam penerapan hukumnya unsur melawan hukum ini harus dibuktikan. Unsur kedua adalah dengan maksud melakukan tindak pidana

205

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

terorisme. Istilah "dengan maksud" dalam hukum pidana diartikan sebagai adanya hubungan antara kehendak terdakwa dengan perbuatannya yang merupakan arah daripada apa yang dilakukan itu. Dengan maksud berarti melakukan sesuatu dengan maksud diteruskan sampai terjadi tindak pidanan yang tertentu, dalam hai ini terorisme, tetapi tidak sampai selesai atau tidak sampai terjadi. Oleh karena itu pengertian unsur “dengan maksud melakukan tindak pidana terorisme” dalam pasal 9 ini tidak harus dibuktikan telah terjadi tindak pidana terorisme. Bahwa Pasal 9 Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang adalah merupakan rumusan delik formal atau tindak pidana formal karena yang menjadi pokok dalam formuleringnya adalah kelakuan yaitu kelakukan secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan/ atau dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya. Menurut teori hukum pidana, penerapan hukum terhadap delik-delik formal dilakukan dengan metode pembuktian unsur-unsur pasal tindak pidana. Tentang akibat dari kelakukan tersebut tidak dipandang penting dalam formuleringnya atau perumusan tindak pidana, sehingga terhadap akibat tidak perlu dibuktikan. Asalkan kelakuan yang dirumuskan dalam pasal tersebut telah terbukti, maka cukup sudah pembuktian tindak pidana dimaksud. Berhubung macammacam perumusan kelakuan tersebut dirumuskan secara alternatif maka pembuktian terhadap pasal 9 Undang-undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

206

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang tidak perlu seluruh rumusan unsur-unsur disusun secara alternatif tersebut terbukti, maka rumusan unsur-unsur yang lain tidak perlu lagi dibuktikan. Selanjutnya terhadap unsur yang kedua yaitu” dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme” tidak lagi dibuktikan adanya akibat telah terjadi tindak pidana terorisme, yang perlu dibuktikan cukup “niat” atau sikap subjektif terdakwa yaitu apa yang sesungguhnya dikehendaki oleh terdakwa. Dalam hal perbuatannya belum selesai, pengertian perbuatan diartikan sebagai tujuan subyektif terdakwa yaitu terdakwa harus sungguh-sungguh menginginkan keadaan tersebut. Jika perbuatannya telah selesai, istilah “dengan maksud” dapat diartikan secara obyektif artinya bukan saja kalau keadaan atau akibat yang terjadi dikehendaki oleh terdakwa, tetapi juga bagaimana keadaan yang tampak dalam kenyataan. Bahwa Pasal 13 Undang-undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang termasuk bentuk pembantuan melakukan tindak pidana, akan tetapi pembantuan yang diamaksud berbeda dengan bentuk pembantuan yang diatur dalam pasal 56 KUHP. Jika pasal 56 KUHP hanya mengatur bentuk pembantuan ”saat tindak pidana dilakukan” (dirumuskan dalam pasal 56 ayat ke 1 KUHP dengan kalimat ”mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan”) dan mengatur bentuk pembantuan “sebelum tindak pidana dilakukan” (rumusan pasal 56 ke 2 KUHP “mereka yang sengaja memberi kesempatan sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan”). Sedangkan pasal 13 ini mengatur bentuk pembantuan pada saat tindak pidana dilakukan dan sebelum dilakukan tindak pidana maupun pembantuan setelah tindak pidana dilakukan. Pembantuan

207

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yang diberikan menurut pasal ini berupa daya upaya yang secara liminatif disebutkan, memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan lainnya kepada pelaku tindak pidana terorisme; menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme; atau menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Daya upaya yang dirumuskan dalam pasal 13 tersebut adalah bersifat alternatif, hal mana dari cara merumuskan tiga bentuk daya upaya tersebut dipisahkan dengan tanda "titik koma" sebelum bentuk ketiga sebagai yang terakhir didahului dengan “atau”. Dengan rumusan alternatif ini berarti jika salah satu bentuk daya upaya pembantuan saja yang terbukti pelaku sudah dapat dipidana berdasarkan pasal 13 Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa pembantuan yang dirumuskan dalam pasal 13 ini adalah pembantuan pada saat tindak pidana dilakukan dan sebelum dilakukan maupun setelah dilakukan. Pembantuan ini dapat diketahui dari bunyi penjelasan pasal 13 yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “bantuan” adalah tindakan memberikan bantuan baik sebelum maupun pada saat tindak pidana dilakukan. Yang dimaksud dengan “kemudahan” adalah tindakan memberikan bantuan setelah tindak pidana dilakukan. Bahwa Penerapan ketentuan pasal ini Undang-undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang dijelaskan bahwa pasal 13 ini adalah merupakan delik formal sehingga cukup dibuktikan unsur-unsur tindak pidananya yaitu, memberi bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme. Jadi bantuan pada saat tindak pidana dilakukan ataupun sebelum tindak pidana dilakukan. Selain itu bantuan tersebut dapat juga diberikan

208

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dnegan memberikan bantuan setelah tindak pidana dilakukan. Bantuan atau kemudahan tersebut diberikan orang yang baru disangka atau didakwa atau yang telah dijatuhi pidana karena tindak pidana terorisme. Tidak harus disyaratkan pelaku diberi bantuan benar-benar telah melakukan tindak pidana terorisme atau tindak pidana terorisme benar-benar telah terjadi. Bentuk bantuan yang diberikan dapat berupa seluruhnya, ketiga daya upaya yang disebut dalam pasal 13, tetapi dapat juga bantuannya hanya berupa salah satu dari ketiga daya upaya yang disebut dalam pasal 13. Rumusan merencanakan dalam pasal 14 Undang-undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang menunjukkan pengertian merencanakan yang lebih luas dibanding dengan pengertian merencanakan yang dirumuskan dalam tindak pidana umum seperti pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana). Pengertian direncanakan terlebih dahulu (voorbedachte raad) atau dolus praemeditatus pasal 340 KUHP adalah suatu saat untuk menimbangnimbang dengan tenang. Istilah ini lawan dari istilah “ogenblikkelijke gemoedsopwelling” yaitu suatu pertumbuhan kehendak untuk membunuh itu secara demikian tadi (tiba-tiba), tetapi melakukan perbuatannya dengan hati tenang. Kedua pengertian istilah tersebut termasuk dalam pengertian direncanakan terlebih dahulu. Pasal 14 memiliki pengertian yang lebih luas yaitu bukan saja memidana orang yang merencanakan tindak pidana terorisme, tetapi juga memidana orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme. Sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan pasal 14 tersebut yaitu, ketentuan ini ditujukan kepada aktor intelektual. Yang dimaksud dengan “menggerakkan” adalah melakukan hasutan dan provokasi, pemberian hadiah atau uang atau janji-janji.

209

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Perluasan pengertian “merencanakan” dalam pasal 14 memiliki implikasi bahwa tindakan yang masih dalam persiapan untuk melakukan tindak pidana terorisme, sudah dapat dipidana. Penerapan pasal 14 Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang dengan melakukan pembuktian unsur, merencanakan dan/atau menggerakan orang lain, tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12. Undang-undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi undang-undang tidak seluruh pasal tersebut harus dibuktikan tetapi dapat hanya satu pasal saja sesuai dengan fakta-fakta perbuatan yang dapat dibuktikan. Yang perlu diperhatikan untuk penerapan pasal ini (pasal 14) tidak harus orang yang digerakkan atau tindak pidana terorisme yang direncanakan benar-benar terjadi. Yang penting adalah adanya kesengajaan untuk merencanakan atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme. Bahwa rumusan pasal 15 Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang adalah rumusan yang merujuk pada ketentuan umum KUHP, kecuali pengertian dari unsur pembantuan. Unsur permufakatan jahat, percobaan dan unsur pembantuan dalam pasal ini dirumuskan secara alternatif artinya unsur permufakatan jahat terpisah dari unsur percobaan maupun pembantuan. Oleh karena dalam menerapkan pasal ini, ketiga unsur tersebut tidak harus seluruhnya didakwakan atau dibuktikan, tetapi cukup satu saja yang relevan dengan pembuktian fakta-fakta perbuatan. Pengertian permufakatan jahat dalam pasal

210

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

15 ini merujuk pada pengertian pasal 88 KUHP yaitu bahwa yang dikatakan ada permufakatan jahat apabila dua orang atau lebih telah sepakat melakukan kejahatan, dalam hal ini tindak pidana terorisme. Pengertian percobaan dalam pasal 15 ini merujuk pada ketentuan pasal 53 ayat (1) KUHP yaitu mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Sedangkan pengertian pembantuan telah dirumuskan dalam penjelasan pasal 15 yaitu meliputi pembantuan sebelum, selama dan setelah kejahatan dilakukan. Dalam penerapan pasal 15 ini yang utama harus dibuktikan adalah unsur permufakatan jahat atau percobaan atau pembantuan. Sedangkan tindakan-tindakan yang dirumuskan dalam pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10. Pasal 11 dan pasal 12 Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang tidak harus benar-benar terjadi. DR. Ramelan memberikan tambahan penjelasan terorisme adalah kejahatan terorganisasi yang dilakukan oleh lebih dari dua orang atau lebih. Karena itu dalam penerapan hukum tindak pidana terorisme perlu diperhatikan ketentuan hukum tentang penyertaan (deelneming), baik doktrin maupun yurisprudensi memberikan pengertian turut serta adalah, mereka para pelaku bekerjasama erat untuk melakukan tindak pidana, akan tetapi jangan memandang perbuatan masing-masing peserta secara satu persatu berdiri sendiri, tetapi harus dilihat dalam hubungan dengan peserta-peserta lainnya sebagai satu kesatuan. Masing-masing peserta tidak harus perbuatan yang dilakukan memenuhi seluruh unsur tindak pidana, tetapi sesuai kesepakatan pembagian peran masing-masing melakukan perbuatannya tetapi secara keseluruhan perbuatan mereka para

211

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

peserta telah mewujudkan delik atau tindak pidana. Adalah mungkin sekali ada turut serta melakukan tindak pidana tanpa kehadiran salah satu pelaku turut serta di tempat dilakukannya delik. Peranan pelaku peserta tidak harus terlibat dalam pelaksanaan tindak pidana, tetapi juga dapat terlibat dalam permufakatan perencanaan, persiapan dan permulaan pelaksanaan. Jika kegiatan-kegiatan yang diutarakan dalam pernyataan tersebut merupakan fakta perbuatan yang dikuatkan dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah maka kegiatan-kegiatan tersebut dapat diringkas. Abrory pernah belajar membuat bom selama enam bulan di pulau Buru tahun 2001. Tahun 2003 mendirikan Ponpes UBK di Bima. Pondok pesantren telah menamatkan lima orang santri yang mendapat ajaran jihad yang garis besarnya adalah memerangi orang kafir sampai syariah Islam dapat ditegakkan menjadi syariah Islam yang paling tinggi. Yang dikategorikan orang kafir adalah orang yang menentang syariah Islam dengan dicontohkan sebagai orang kafir adalah orang dalam lembaga pemerintahan Indonesia seperti DPR, MPR, Presiden, Kepolisian, Kejaksaan, Hakim. Dalam mengajarkan jihad sering digunakan ightiyalat yang berarti membunuh musuh secara diam-diam dan istisyadiyah artinya menjual dirinya untuk kepentingan agama Islam (agama Allah) dengan mengorbankan dirinya sendiri untuk membunuh orang kafir yang akan dijadikan target, meskipun dirinya meninggal dunia. Yang menjadi target istisyadiyah adalah sama dengan target ightiyalat hanya caranya yang berbeda, dengan mengambil contoh Bom Bali, Bom Mariot dan Bom Hotel Ritz Carlton. Abrory pernah ke Jakarta bertemu Joko alias Harry Kuncoro sekitar bulan Mei 2011 dengan niat membeli senjata. Uang sudah diserahkan kepada Harry Kuncoro serta berturut-turut mencapai Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Harry Kuncoro kemudian ditangkap oleh Densus 88 Polri karena terlibat kasus terorisme. Sebelum tertangkap Harry Kuncoro pernah tinggal di

212

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Ponpes UBK Bima untuk bersembunyi dari kejaran Densus 88 Polri. Pada tanggal 30 Juni 2011 salah seorang santri yang bernama Syakban melakukan pembunuhan secara diam-diam terhadap seorang anggota polisi Polsek Bolo yang bernama Brigadir Rokhmad sebagai perwujudan dari ajaran Abrory di Ponpes UBK. Santri-santri Ponpes UBK beserta simpatisannya yang dipimpin Abrory telah melakukan penjagaan pondok untuk menghadapi kemungkinan penyerangan balasan dari polisi, untuk maksud tersebut Abrory memerintahkan membuat anak panah, bom molotov, bom rakitan, telah satu bom rakitan meledak menewaskan Ustad Firdaus dan melukai Ustad Annas. Fakta kegiatan tersebut bila diterapkan terhadap UndangUndang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UndangUndang dapat secara ringkas diberikan pendapat, pembunuhan terhadap Brigadir Rokhmad dan peristiwa meledaknya bom rakitan yang menewaskan Ustad Firdaus dan melukai Ustad Annas jika mengakibatkan masyarakat setempat merasa ngeri dan ketakutan maka perbuatan tersebut dapat dikwalifikasikan sebagai kejadian yang mengakibatkan suasana teror atau rasa takut secara meluas sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Akan tetapi jika kedua peristiwa tersebut belum menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, perbuatan tersebut dihubungkan dengan kegiatan Abrory mengumpulkan anak panah, senjata dan membuat bom maka perbuatan tersebut dapat atau baru dimaksudkan untuk menimbulkan suasana teror dan rasa takut secara meluas. Tindakan pembunuhan dan peledakan bom bunuh diri

213

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tersebut dapat dikwalifikasikan sebagai penggunaan kekerasan atau setidak-tidaknya bila dihubungkan dengan kegiatan pengumpulan anak panah, pembelian senjata api, pembuatan bom merupakan perbuatan penggunaan ancaman kekerasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 atau pasal 7, Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Tindakan Abrory menyembunyikan Harry Kuncoro di Ponpes UBK Bima dapat dikwalifikasikan sebagai memberi bantuan atau kemudahan melakukan tindak pidana Terorisme sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Pendapat ini disertai dengan catatan asal dapat dibuktikan adanya perbuatan Harry Kuncoro untuk melakukan tindak pidana terorisme, sekalipun terorismenya belum terjadi. Seluruh keterangan saksi ahli DR. Ramelan ditanggapi tidak tahu oleh Abrory. saksi mahkota

Saksi Mustakim Rabu, 1 Februari 2012 Setelah tamat dari SDN 26 Dompu tahun 2008 Mustakim langsung masuk sebagai santri di Ponpes UBK yang dipimpin Abrory. Ia masuk pondok UBK karena diajak oleh kakaknya (Ustad Firdaus) yang menjadi pengajar di ponpes tersebut. Namun, setelah mengikuti proses belajar mengajar selama lima bulan, sekitar pertengahan tahun 2009, ia keluar dan berhenti sebagai santri, karena ajaran yang diberikan oleh terdakwa Abrory dinilai tidak sesuai dengan hati nuraninya. Selama mondok dan belajar 214

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

di Ponpes UBK, ia dan para santri diajarkan tentang ajaran jihad, yaitu, memerangi orang kafir, dengan cara membunuhnya, karena halal darahnya untuk dibunuh. Yang dimaksud dengan orang kafir adalah orang-orang yang menyembah selain Allah SWT, termasuk juga Polisi, DPR, TNI, POLRI, karena mereka tidak melaksanakan Syari’at Islam, tetapi menjalankan undang-undang buatan manusia. Ajaran jihad tersebut tidak diberikan secara khusus, tetapi disampaikan/diajarkan oleh Ustad Abrory dan Ustad Heri melalui dakwah/ceramah setiap selesai salat subuh atau salat duhur. Hari Minggu tanggal 10 Juli 2011 sekitar jam 05.40, sehari sebelum ledakan terjadi, ia ditelepon oleh kakaknya tersebut yang meminta ia agar hari itu juga datang ke Ponpes UBK untuk membantu menjaga pondok yang dikhawatirkan akan diserang pascakejadian pembunuhan polisi di Polsek Bolo. Dan pada hari itu juga sekitar jam 06.05 dengan menumpang angkutan umum dari Dompu, ia datang ke Ponpes UBK dan tiba sekitar pukul 09.00 Wita. Saat tiba di UBK ia melihat para santri dan ikhwan melakukan penjagaan dilengkapi dengan berbagai jenis senjata tajam seperti pedang, samurai, tombak, panah dan katapel. Ia langsung ikut bergabung dengan para santri dan ikhwan melakukan penjagaan yang dikoordinasikan oleh Ustad Atif dan sudah dibentuk empat kelompok yang dipimpin oleh ikhwan yang dipercaya oleh Ustad Abrory, yang salah satunya ia kenal bernama Suhael. Ia juga ikut melakukan penjagaan dan mempersenjatai diri dengan sebilah pedang/samurai yang dipinjam dari santri bernama Jaisul. Ia mengaku sehari setelah ikut berjaga di Ponpes UBK, tepatnya Senin tanggal 11 Juli 2011 sekitar pukul 11.00 wita ia disuruh oleh Ustad Abrory dan Ustad Heri untuk membeli korek api dan ia diberi uang Rp 10.000,- oleh Ustad Abrory. Ia pun membeli dua pak korek api di kios yang terletak di depan ponpes UBK. Selain ia, santri-santri dan ikhwan yang ada di ponpes tersebut juga disuruh

215

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

oleh Ustad Abrory dan Ustad Heri untuk membeli korek api dan disuruh untuk menggerus pentol korek tersebut, dikerok bersama kelompok yang diketuai oleh Suhael menggunakan alat yaitu kertas amplas. Setelah pekerjaan mengerok pentol korek api tersebut selesai, serbuk korek api itu dikumpulkan menggunakan piring. Lalu piring berisi serbuk korek api tersebut diserahkan oleh salah seorang ikhwan kepada Ustad Abrory dan Ustad Heri. Setelah itu Ustad Abrory memberikan serbuk korek api tersebut kepada Ustad Annas dan Ustad Firdaus untuk dibuat bom. Pada saat Mustakim sedang berjaga dengan para santri bernama Opik, Sukron, Jaesul, Hamjah Wahdi, Subhan dan Arafik, hari itu, sekitar pukul 15.30 wita terdengar suara ledakan dan terlihat kepulan asap di ruang perpustakaan. Ia segera menuju ke lokasi ledakan. Saat itu, sekitar 20 meter dari lokasi ledakan, Ustad Abrory meminta para santri agar tidak mendekat, dan berselang beberapa menit kemudian Ustad Abrory memanggil Mustakim masuk ke ruangan tahassus tempat bom meledak. Saat itulah ia baru tahu yang kena bom tersebut adalah kakak kandungnya Ustad Firdaus yang telah terkapar di lantai bersimbah darah. Ia bersama ayahnya Abdullah ada di tempat itu. Dan di ruang perpustakaan tempat meledaknya bom ia melihat ada sembilan buah botol besar (seperti botol kecap atau botol saos bakso) yang berisi bahan peledak berserakan di lantai. Ia melihat luka-luka yang dialami Ustad Firdaus pada saat itu yaitu luka robek di pipi bagian kanan dan Firdaus dalam keadaan sekarat. Sedangkan seorang lagi Ustad Annas yang juga terkena bom saat itu, masih hidup dengan luka di bagian belakang pinggang dan entah bagaimana keadaan selanjunya ia tidak tahu. Ia bercerita bahwa pada hari Senin tanggal 11 Juli 2011 sebelum terjadi ledakan bom itu, ia sempat mendengar perbincangan dari para ustad di UBK yang mengatakan bahwa bom tersebut

216

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dirakit untuk tujuan perencanaan meledakkan petugas polisi dan masyarakat bila datang menyerang pondok tersebut sehubungan dengan terbunuhnya polisi Polsek Bolo. Mustakim juga mengaku pernah mendengar ceramah atau tausiyah dari Ustad Heri ataupun Ustad Abrory saat ia masih mondok maupun saat ikut pengajian bersama di ponpes tersebut setiap kali terdakwa datang ke ponpes tersebut. Ceramah dan tausiyah itu selalu mengajarkan atau memberikan doktrin yang berkaitan dengan jihad yang mana doktrin yang disampaikan yaitu setiap orang kafir halal hukumnya untuk dibunuh karena mereka itu adalah setan (thogut) begitu juga yang disampaikan oleh Ustad Jainudin yang berasal dari Sumba saat ia sempat mondok di Ponpes Usman Bin Affan O’o Dompu, selalu mengajarkan hal yang sama dimana membunuh orang-orang kafir adalah halal hukumnya karena orang-orang kafir adalah orang-orang yang dholim dan ketegori orang kafir yang halal hukumnya untuk dibunuh yaitu kafir Kristen, Hindu, Budha dan yang menyembah berhala termasuk di dalamnya Polisi dan TNI atau pun pemerintah yang tidak mengikuti hukum dan syariah Islam. Ia melanjutkan ceritanya, yakni saat terkena ledakan, Firdaus belum meninggal dan tidak ada upaya pihak pondok untuk membawanya ke rumah sakit untuk mendapat perawatan/ pengobatan dalam keadaannya yang sekarat itu. Berdasarkan keterangan para saksi tersebut, alat bukti surat, dihubungkan dengan barang bukti dan dibenarkan oleh Mustakim, maka diperoleh petunjuk yaitu ada perakitan bom di dalam Ponpes UBK oleh Ustad Abrory, Ustad Firdaus, Ustad Annas yang salah satu elemennya menggunakan pentol korek api yang telah dihaluskan yang dibuat olehnya dan para ikhwan dan kemudian bom yang dirakit di dalam Ponpes UBK meledak pada tanggal 11 Juli 2011 sekitar pukul 15.30 wita dan menewaskan Ustad Firdaus serta melukai Ustad Annas. Mustakim mengetahui perakitan serta ledakan bom tersebut, namun ia tidak melaporkannya kepada aparat berwajib,

217

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dan justru bermaksud segera menguburkan Firdaus namun dapat digagalkan oleh pihak berwajib. Berdasarkan alat-alat bukti yang telah diajukan di persidangan sesuai yang ditentukan dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana berupa keterangan saksi-saksi, surat, keterangan tersangka, petunjuk serta adanya barang bukti maka diperoleh fakta-fakta hukumnya. Tanggal 30 Juni 2011 terjadi penikaman/penusukan yang dilakukan oleh santri UBK Syakban terhadap seorang polisi, Rokhmad Saefudin, yang sedang piket jaga di Kantor Polsek Bolo menggunakan pisau hingga meninggal dunia. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh Santri Syakban, dilatarbelakangi pemahaman makna tauhid jihad yang diajarkan Abrory dan para pengajar/guru Ponpes UBK adalah perang dalam arti menegakkan syariat Islam dengan memerangi orang-orang kafir untuk tegaknya syariat Islam. Materi jihad yang diajarkan oleh Abrory adalah pengertian jihad, tahapantahapan jihad, fadilah-fadilah jihad, dan jihad secara garis besar adalah memerangi orang kafir sampai tegaknya syariat Islam dan syariah Islam yang paling tinggi dan yang dikategorikan orang kafir yang menurut Abrory adalah orang yang menentang syariat Islam. Contohnya orang-orang yang membuat undang-undang selain "Undang-Undang Allah" termasuk orang-orang yang melaksanakan undang-undang buatan manusia sebagai contoh orang kafir dalam lembaga Pemerintahan Indonesia adalah DPR, MPR, Presiden, Kepolisian selaku alat negara, Kejaksaan, Hakim adalah orang- orang yang membuat dan menegakkan syariat yang dibuat oleh manusia. Dalam pengajaran-pengajaran di Ponpes UBK tentang makna tauhid jihad juga diajarkan istilah ightyalat dan istisyadiyah, dimana igthyalat adalah membunuh musuh secara diam-diam, dalam ightyalat yang menjadi target dipantau diawasi terus menerus dengan mencari waktu lengahnya dan pada waktu lengahnya tersebut target kemudian dibunuh dengan apa saja yang penting sasaran bisa

218

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dibunuh dengan cara apapun juga dan dalam ajaran tersebut apabila yang menjadi sasaran dapat dibunuh maka yang membunuh akan mendapat pahala sebagaimana pahala jihad. Sedangkan yang menjadi target ightyalat adalah orang yang paling memusuhi umat Islam atau memata-matai umat Islam atau memata-matai kaum muslimin, pemimpin kekafiran yaitu pemimpin yang tidak menjalankan atau melaksanakan syariah Islam. Sedangkan istisyadiyah adalah menjual dirinya untuk kepentingan agama Islam (agama Allah) dengan mengorbankan dirinya sendiri untuk membunuh orang kafir yang menjadi target meskipun dirinya meninggal dunia, contohnya bom bunuh diri atau bom syahid. Setelah terjadinya pembunuhan terhadap anggota Polsek Bolo tersebut, untuk menghalangi masuknya petugas kepolisian atau pun pihak lain ke dalam Ponpes UBK, Abrory kemudian memerintahkan kepada para santri dan ikwan termasuk Mustakim untuk melakukan penjagaan secara ketat terhadap Ponpes UBK dan mempersenjatai diri dengan berbagai macam senjata yaitu busur panah, anak panah, pedang, parang, bom molotov serta melakukan sweeping terhadap orang-orang yang lewat di sekitar Ponpes UBK. Sedangkan Abrory bersama dengan Firdaus, Heri dan Annas mempersiapkan bom yang akan diledakkan kepada polisi atau masyarakat yang datang ke Ponpes UBK. Sekitar pukul 15.30 wita terjadi ledakan dan Mustakim mendekati asal suara ledakan dan melihat kakaknya (Firdaus) dan Ustad Annas menderita luka-luka yang akhirnya Ustad Firdaus meninggal dunia. Mustakim mengetahui ledakan tersebut merupakan ledakan bom, namun ia tidak melaporkannya kepada pihak berwajib. Ia bersama ayahnya (Abdullah) malah berencana membawa jenazah kakaknya ke Desa O’o, Dompu untuk segera dikubur. Namun baru berjalan sekitar 400 meter dari Ponpes UBK di dekat jembatan Desa Sanolo terdakwa bersama rombongan dihentikan oleh aparat gabungan Polres Bima dan Brimob Polda NTB. Mustakim ditangkap bersama

219

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yang lainnya untuk dimintai keterangan hingga akhirnya ia ditetapkan sebagai tersangka. Terhadap keterangan yang diberikan Mustakim di persidangan ini, Abrory membenarkan. Namun ia menolak pernah mengajarkan jihad kepada Mustakim. Dan korek api yang dibeli oleh Mustakim, digerus tidak untuk bahan bom, karena bom tersebut sudah jadi/ selesai dibuat.

Saksi Rahmat Hidayat Awalnya ia tidak tahu terjadinya ledakan bom di Ponpes UBK. Namun sehari setelah kejadian, Selasa, 12 Juli 2011 sekitar pukul 08.00 wita, sehabis mandi ia bertemu dengan Ismail sepupu Ustad Firdaus di rumahnya di Desa O’o yang mengatakan bahwa Ustad Firdaus telah meninggal dunia di Ponpes UBK Sanolo, akibat kena ledakan kompor gas. Mendengar kabar tersebut, ia pamit kepada bos tempatnya bekerja untuk pergi melayat Ustad Firdaus. Menggunakan sepeda motor, ia menyusul mengikuti keluarga Ustad Firdaus yang hendak menjemput jenazah, yang terlebih dahulu berangkat menggunakan angkot. Setibanya di Ponpes UBK ia baru tahu kalau Ustad Firdaus meninggal akibat kena ledakan bom rakitan. Hal itu disampaikan Mustakim dan beberapa orang santri yang ada di tempat tersebut yang tidak ia kenal. Rahmat Hidayat kenal Mustakim hanya sebatas teman karena kebetulan sama-sama menjadi santri di Pondok Pesantren Usman Bin Affan O’o Dompu dan sama-sama pernah menjadi santri di Ponpes UBK Sanolo. Sedangkan dengan Ustad Firdaus ia kenal sebagai pengajar di Pondok Pesantren Usman Bin Affan Desa O’o Dompu dan pengajar di Ponpes UBK Desa Sanolo. Ia bertemu dengan Mustakim di dalam ruangan tempat jenazah

220

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Ustad Firdaus, ketika hendak melihat keadaan mayat. Saat masuk di dalam ruangan tersebut ia hanya melihat Abdullah (ayah dari Ustad Firdaus dan Mustakim), sedang berdiri di samping mayat bersama dengan Ustad Djalil. Ia melihat keadaan mayat Ustad Firdaus dengan posisi terlentang tidak bergerak di lantai dengan ditutupi selembar kain batik coklat. Ia sempat melihat keadaan mayat tersebut saat Mustakim membukakan kain penutup mayat. Saat itulah ia melihat muka atau pipi bagian kanan Ustad Firdaus dalam keadaan terluka namun sudah ditutupi kapas. Setelah itu ia langsung keluar ruangan kelas tempat jenazah tersebut disimpan. Saat ia keluar, di depan ruangan ia melihat sudah ada sekitar tiga orang ikhwan (bukan santri) yang berjaga di depan ruangan dengan memegang masing-masing satu bilah pedang. Ia juga melihat keluarga Ustad Firdaus dari Desa O’o yang datang menjemput mayat bersama mobil angkot. Ustad Atif datang membawa kain kafan langsung mendekatinya dan menyuruhnya untuk memanggil Ustad Heri. *** Ia mengenal para ustad yang ada di Ponpes UBK, seperti Abrory, Ustad Heri, Ustad Atif, dan Ustad Djalil. Pertama kali ia kenal dengan Abrory dan Ustad Atif saat mereka menjadi pengajar di Pondok Pesantren Usman Bin Affan O’o Dompu. Kemudian semakin mengenalnya saat ia menjadi santri di Ponpes UBK Sanolo setelah pindah dari Pondok Pesantren Usman Bin Affan O’o Dompu. Abrory adalah ketua Yayasan Ponpes UBK Sanolo merangkap pengajar, dan ia tambah mengenal Ustad Busron alias Ustad Atif karena menjadi pengajar di Ponpes UBK Sanolo juga, sedangkan Ustad Heri ia kenal saat ia menjadi santri di Ponpes UBK Sanolo sebagai pengajar, Ustad Djalil yang ia tahu ustad pengajar di Pondok Pesantren Usman Bin Affan O’o Dompu.

221

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Rahmat Hidayat keluar dari Ponpes UBK karena doktrin atau ajaran yang diberikan kepada para santri tidak sesuai dengan pemahaman yang diyakininya. Pihak Ponpes UBK Sanolo memberikan pemahaman dan doktrin tentang ajaran Islam berjihad yang keras (radikal). Doktrin atau ajaran jihad yang diajarkan oleh Abrory dan para ustad di Ponpes UBK adalah “memerangi orangorang kafir dan membunuh orang kafir tidaklah berdosa dan halal hukumnya, dan bila kami mati, mati sahid karena melaksanakan jihad, akan mendapatkan surga dan akan ditunggu oleh para bidadari di surga serta akan mendapatkan rezeki di sisi Allah”. Bahwa jihad yang dimaksud oleh Abrory dan para ustad di Ponpes UBK Sanolo adalah perang dan perang yang dimaksud adalah perang terhadap orang-orang kafir. Jihad yang dimaksud oleh para ustad di Ponpes UBK Sanolo ada dua yaitu jihad secara berda’wah dan jihad dengan cara perang. Bahwa orang kafir yaitu golongan orang-orang Yahudi, Nasrani (di luar Agama Islam) dan orang yang tidak menyembah selain Allah dan juga termasuk orang-orang yang menentang tegaknya syariat Islam. Dan yang dimaksud orang-orang yang menghalagi tegaknya syariat islam dan harus diperangi dan halal untuk dibunuh yaitu pemerintah termasuk polisi. Ia tidak ingat apa doktrin jihad yang paling menonjol yang selalu diberikan pemahaman di Ponpes UBK oleh Abrory, Ustad Heri Ustad Atif dan Ustad Firdaus. Hanya Ustad Firdaus yang kadang-kadang saja memberikan pemahaman tersebut, dan santri diberikan pemahaman dan doktrin tentang jihad oleh para ustad yang ia sebutkan itu pada saat tausiyah atau ceramah saat apel pagi sebelum masuk ruangan sekolah dan kadang di mushola setelah selasai salat subuh. Inilah yang pernah dialaminya. Berdasarkan pengalamannya saat menjadi santri di ponpes tersebut selain santri mendapatkan tausiyah atau ceramah tentang

222

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

jihad yang diberikan ada juga pelatihan-pelatihan fisik berupa lari pagi sambil menyanyi untuk menumbuhkan semangat jihad yaitu, Assahid, Ijjah, Kuah, Sabar dan ada juga nyanyi semangat jihad lain yang biasa dinyanyikan para santri saat latihan fisik tersebut, berbunyi “Sahid aku sahidlah daku, mataku terpejam daku terluka, selamat tinggal ayah bunda kan kita jumpa di alam fana, kan jumpa untuk slama-lamanya” (lagu Imam Samudra). Selain lari, santri juga diajarkan latihan militer berupa merayap, rolling, push up, loncat harimau dan latihan pedang untuk dapat memegang pedang sesungguhnya. Ustad yang melatih hal tersebut adalah Ustad Atif dan Ustad Firdaus. Ia juga menjelaskan saat sebelum keluar dari Ponpes UBK di tahun 2008, saat ia menerima tausiyah/ceramah, Ustad Abrory meminta kepada para santri untuk memerangi pemerintah yang tidak menjalankan syariat Islam, sementara Ustad Heri mengarahkan tentang jihad untuk memerangi yang menghalangi tegaknya syariat Islam seperti polisi. *** Ketika proses mengkafani Ustad Firdaus dan jenazah siap dibawa pulang, ia pun mehidupkan motor dan membonceng Sahril dan jalan mengikuti mobil yang membawa jenazah tersebut. Setelah mobil angkot yang memuat jenasah berjalan, ia dan Sahrir mengikuti dari arah belakang dengan menggunakan sepeda motor. Di tengah perjalanan sekitar jarak 400 meter dari Ponpes UBK, rombongan pengantar jenazah dihentikan paksa oleh polisi di jembatan Sanolo. Sempat terjadi keributan antara keluarga dan polisi karena keluarga ingin tetap membawa jenazah ke O’o sedangkan polisi membutuhkan jenazah itu untuk divisum. Saat itulah ia melihat Rahmad Ibnu Umar datang dari arah belakang menggunakan sepeda motor dengan maksud ingin ikut mengawal mobil angkot pembawa jenazah agar dapat berjalan dengan lancar sampai di tempat tujuan. Tapi, saat itu Rahmad Ibnu Umar jatuh dan ditahan oleh polisi dan pihak polisi memintanya dan pihak keluarga penjemput menunduk

223

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dan keluar dari angkot. Saat itulah polisi menggeledah angkot dan sepeda motor pengiring jenazah, termasuk motornya. Di dalam jok sepeda motornya ditemukan ketapel (sebagai pelontar anak panah) dan busur anak panah sebanyak lima buah. Ketapel dan busur anak panah sebanyak yang ditemukan di dalam jok sepeda motor itu adalah miliknya yang ia simpan di dalam jok sepeda motor sejak saat ia datang bersilaturahmi di dalam Ponpes UBK Sanolo sekitar seminggu sebelum terjadinya ledakan bom yang mengakibatkan Ustad Firdaus meninggal dunia. Barang tersebut diberikan oleh Ustad Abdussalam, ustad pengajar pada Pondok Pesantren Usman Bin Affan O’o Dompu atas perintah Abrory. Tampaknya karena ia saat bersilaturahmi dan menginap di ponpes tersebut serta kebetulan ia adalah bekas santri sehingga ia dianggap Ikhwan oleh Ustad Abdussalam dan Abrory, makanya ia diberikan senjata untuk jaga diri. Karena menurut Abrory, semua santri termasuk ikhwan harus mempersenjatai diri untuk mejaga masuknya penyusup kafir. Penyusup kafir yang dimaksud oleh Ustad Abrory sendiri, ia tidak tahu. Ia ingat diberikan ketapel (sebagai pelontar anak panah) dan busur anak panah dari Ustad Abdussalam atas suruhan Abrory sehabis salat duhur selesai. Ketapel tersebut dibuat terlebih dahulu oleh Ustad Abdussalam setelah salat duhur hari itu lalu setelah selesai dibuat sekitar pukul 14.00 wita baru diserahkan kepadanya oleh Ustad Abdussalam. Setelah mendapat senjata tersebut, ia disuruh bergabung dengan santri maupun para ikhwan untuk ikut menjaga, saat itu ia menjaga di kelompok 1 yaitu di mushola pondok di bawah pimpinan Ustad Abdussalam. Motivasi dan tujuan ia menerima senjata itu hanya untuk jaga diri karena santri yang lain juga memilikinya walaupun ia bukan lagi santri di ponpes tersebut.

224

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Ia bersilaturahmi ke Ponpes UBK hanya ingin bertemu dengan kawan lamanya, Jaisul asal Sumba. Ia berada di Ponpes UBK hanya satu hari satu malam saja setelah itu ia pulang ke Dompu. Ia tidak tahu siapa yang bisa atau yang ahli untuk membuat atau merakit bom di pondok tersebut, namun saat ia masih menjadi santri di pondok tersebut sekitar tahun 2008 pernah suatu ketika ia mendengar pengakuan dari Ustad Firdaus bahwa suatu saat ustadnya tersebut akan membuat bom. Terbukti juga pada saat ia berada satu hari di ponpes tersebut untuk bersilaturahmi, ia pernah melihat Jaisul, Anhar dan ada beberapa orang lagi yang ia tidak kenal namanya, yang jelas mereka berjumlah sembilan orang sedang mengerok/mengupas isi korek api yang melekat di kayu korek api, di dalam mushala Ponpes UBK. Usai mengupas atau mengerok isi korek api, yang ia lihat saat itu, korek api sebanyak 10 kotak yang mana satu kotaknya berisi 10 kotak kecil lalu mereka mengumpulkan korek api yang telah dikerok atau dikupas isinya tersebut ke dalam piring dan saat itulah ia mengetahui dan mencurigai bahan korek api yang dikumpulkan tersebut untuk pembuatan atau perakitan bom. Ia sendiri pernah melihat orang membuat bom rakitan di Sumba dengan cara yang sama yaitu mengupas kepala korek api dari batangnya dan dikumpulkan menjadi satu, saat itu ia melihat korek api dikumpulkan di dalam piring. Ditambah lagi pengakuan Mustakim kepada petugas polisi yang ia dengar bahwa yang membeli korek api tersebut adalah Mustakim dan Rijal asal dari Padang namun tinggal di Kota Bima. Saat itu ia lihat hanya korek api saja dan ia tidak bertanya kepada siapa pun, karena sudah mengetahui maksud dan tujuan dikumpulkan korek api tersebut yaitu untuk merakit bom. Ia tidak mengetahuinya dengan jelas akan dipergunakan untuk apa bom yang dirakit tersebut. Menurut infromasi yang didengarnya, bom tersebut akan dipergunakan untuk menyerang orang kafir secara umum dan ia tidak mengetahui ditujukan kepada siapa orang

225

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

kafir tersebut dan kapan bom tersebut akan diledakkan. Setahunya bom adalah bahan peledak yang biasa digunakan untuk meledakan sesuatu. Ia mengetahui bila bom meledak akan terjadi kerusakan dan kehancuran. Demikian halnya yang terjadi terhadap Ustad Firdaus. Sepengetahuannya, hal itu sangat tidak wajar karena ajaran itulah maka ia keluar setelah lebih-kurang tujuh bulan menjadi santri Ponpes UBK Sanolo sekitar tahun 2008. Saat ia menjadi santri di Pondok Pesantren Usman Bin Affan ia sempat mendengar tausiyah dari Ustad Jainudin tentang jihad yaitu perang terhadap kaum kafir yaitu orang-orang kafir yang dimaksud yaitu orang-orang Yahudi, Kristen, orang-orang yang menyembah berhala serta orang-orang yang tidak menjalankan syariat Islam seperti pemerintah, polisi, jaksa mau pun hakim. Ia mengenal Syakban karena pada tahun 2008 pernah bersama di Pondok Pesantren Usman Bin Affan O’o Dompu. Ia adalah adik kelas Syakban. Ketika ia duduk di kelas 1, Syakban duduk di kelas 2. Sekitar empat bulan ia belajar di Pondok Pesantren Usman Bin Affan O’o Dompu, ia kemudian pindah ke Ponpes UBK. Dan setelah empat bulan menjadi santri di Ponpes UBK Sanolo, barulah ia bertemu lagi dengan Syakban yang juga pindah dari Pondok Pesantren Usman Bin Affan O’o Dompu ke Ponpes UBK Sanolo. Rahmat Hidayat kenal pasti yaitu barang bukti yang diperlihatkan seperti, satu unit mobil angkot warna kuning milik Muslamin yang digunakan untuk mengangkut mayat Ustad Firdaus dan barang bukti lainnya yang diperlihatkan berupa pedang atau samurai, parang, pisau, ketapel, anak panah, double stick, dan senapan angin serta barang bukti miliknya. Ia kenal karena barang-barang tersebut yang biasa dipegang dan dipergunakan oleh para ikhwan maupun santri untuk menjaga Ponpes UBK Sanolo. Atas keterangan Rahmat Hidayat, Abrory memberikan tanggapan membenarkan semua keterangan tersebut.

226

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Saksi Syakban Kehidupan sehari-hari yang dijalankannya adalah sebagai santri pada Ponpes UBK. Itulah yang menyebabkan ia lebih sering bertempat tinggal di Ponpes UBK. Ia hanya sesekali pulang ke rumah orang tuanya di Sila untuk keperluan minta uang untuk bekal sekolah atau pun keperluan lainnya. Syakban telah melakukan pembunuhan terhadap seorang anggota polisi, Rokhmad Saefudin yang bertugas di Polsek Bolo, yang sesungguhnya tidak ia kenal namanya. Peristiwa itu terjadi pada hari Kamis tanggal 30 Juni 2011, sekitar pukul 03.45 wita, di ruang penjagaan Polsek Bolo yang terletak di Desa Rato Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Ia baru mengetahui nama korbannya yang bernama Brigadir Rokhmad Saefudin setelah tertangkap tangan langsung pada saat sedang melakukan pembunuhan terhadap korban di Mapolsek Bolo dan kemudian dalam pemeriksaan juga dijelaskan tentang identitas korbannya tersebut bernama Rokhmad Saefudin. Pembunuhan yang dilakukannya menggunakan senjata tajam berupa pisau sejenis belati buatan dengan mata pisau terbuat dari besi dan gagang terbuat dari kayu jati yang dicat dengan warna hitam yang diakui sebagai miliknya. Belati itu sudah dibawanya dari rumah ketika ia mendatangi Kantor Polsek Bolo. Ia mengaku sudah tidak ingat lagi waktu mulai memiliki pisau tersebut. Ia hanya menyebutkan sekitar lima bulan sebelum kejadian pembunuhan. Dan selanjutnya dalam pemeriksaan berikutnya diakui pisau tersebut sudah dimilikinya sejak sekitar satu tahun sebelum terjadinya pembunuhan tersebut. Ia memperoleh pisau tersebut dengan memesan kepada Ustad Abdussalam yang berasal dari Dompu dengan ongkos pembuatan sebesar Rp 50.000. Ketika ia meminta Ustad Abdussalam untuk membuatkannya belati tersebut, disamping menyerahkan ongkos pembuatannya, ia juga menyerahkan besi yang sudah berbentuk parang tanpa gagang. Ia minta agar bentuk parang yang sudah 227

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

ada tersebut diubah menjadi pisau. Bertempat di tempat jaga/ balai-balai yang ada di dekat lapangan di areal Ponpes UBK, Ustad Abdussalam memberikan gambaran contoh bentuk pisau yang akan dibuatkan untuknya. Bentuk belati yang digambarkan itu disetujui oleh Syakban yang kemudian menyerahkan bahan besinya termasuk uang ongkos untuk biaya pembuatannya. Pisau belati milik Syakban tersebut dibuat dengan maksud untuk berjaga-jaga di sekitar lingkungan Ponpes UBK dan untuk melawan serta membunuh orang-orang kafir. Belati itu ia terima dari Ustad Abdussalam sekitar dua minggu setelah pemesanan. Sejak itu, Syakban mengaku selalu membawa pisau tersebut ketika bepergian keluar areal Ponpes UBK yang selalu disimpannya dalam tas. Saat kejadian pembunuhan terhadap Brigadir Rokhmad Saefudin, ia mengaku membawa pisau belati tersebut dengan cara diselipkan dalam jaket yang dikenakannya, dimana pada bagian dalam jaket terdapat jahitan kain yang sengaja dibuat untuk menyimpan senjata tajam tersebut. Syakban mengakui masih mengenal dan ingat dengan ciri-ciri dari pisau miliknya berupa sebilah pisau bermata satu, pada bagian ujungnya runcing dan berbentuk belati king kobra, dengan mata pisau terbuat dari besi bekas parang miliknya yang telah dirubah menjadi berukuran panjang sekitar 20 cm dan gagang pisau terbuat dari kayu jati yang telah dicat warna hitam. Dalam pemeriksaan dirinya barang bukti dimaksud ditunjukkan padanya, ia mengakui dan membenarkan bahwa pisau belati itu sebagai miliknya yang digunakan untuk membunuh Brigadir Rokhmad Saefudin di Kantor Polsek Bolo, pada hari Kamis tanggal 30 Juni 2011 sekitar pukul 03.45 wita. Ketika melakukan pembunuhan terhadap Rokhmad Saefudin, dilakukannya dengan cara menikam/menusuk perut korban yang masih dalam keadaan tidur terlentang di atas bangku panjang yang ada di ruang penjagaan Polsek Bolo (TKP) dengan menggunakan

228

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pisau belati yang dipegang menggunakan kedua tangannya pada bagian perut di sekitar pusaran perut. Setelah ia menikam pertama kalinya, membuat korban terbangun dari tidurnya sambil berusaha berdiri dan berteriak kesakitan mencoba melawan, ia lalu mencabut tusukan pisau yang masih menancap pada perut korban dengan memegang menggunakan tangan kanannya. Selanjutnya kembali ia menusukkan pisau belatinya untuk kedua kali dengan posisi pegangan satu tangan kanan pada bagian perut dekat ulu hati. Saat itulah datang tiga orang rekan korban yang juga sebagai anggota polisi bertugas pada Polsek Bolo yang sama-sama tengah melaksanakan jaga/piket. Mereka berusaha menangkap dan mengamankan Syakban yang masih sempat melakukan perlawanan. Setelah pisau belati yang dipegangnya berhasil direbut/dilepaskan dari pegangan tangan kanannya, saat itulah ia melihat korban tersungkur jatuh ke lantai bersimbah darah. Sebelum kejadian pembunuhan, ia mengaku menginap di rumah kakak iparnya sudah tiga hari sebelum penusukan terjadi. Rumah iparnya yang dekat dengan Mapolsek Bolo, jaraknya sekitar 500 meter, membuat ia leluasa melakukan pengamatan untuk membaca situasi sekitar. Ia telah merancang pelaksanaan niatnya itu pada malam pertama. Ia datang ke rumah iparnya itu pada hari Senin tanggal 27 Juni 2011 sekitar pukul 19.00 wita langsung tidur, kemudian pada pagi hari menjelang subuh hari Selasa tanggal 28 Juni 2011 sekitar pukul 04.00 wita, ia langsung menuju Polsek Bolo. Tiba di sekitar Polsek Bolo ia menjumpai para polisi yang melaksanakan tugas jaga sudah bangun sehingga ia menunda untuk membunuh polisi Polsek Bolo dan ia langsung pulang menuju ke rumah orang tuanya. Pada sekitar pukul 09.00 wita ia mengaku dijemput temannya sesama santri yang bernama Sukron sekaligus memberitahukan untuk mengikuti ujian di Ponpes UBK. Pada malam kedua, ia kembali

229

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

datang ke rumah kakak iparnya setelah magrib sekitar pukul 19.00 wita. Ia juga mengaku langsung tidur kemudian bangun menjelang subuh. Pada hari Rabu tanggal 29 Juni 2011 sekitar pukul 04.00 wita, ia langsung menuju ke Kantor Polsek Bolo, juga dijumpai polisi yang sudah mulai melaksanakan tugas jaga sudah bangun sehingga rencana untuk membunuh polisi Polsek Bolo kembali dibatalkannya dan ia langsung pulang ke rumah orang tuanya. Pada siang harinya, ia sempat pergi ke sawah untuk mengantarkan makanan untuk orang tuanya. Pada malam ketiga; ia datang kembali ke rumah kakak iparnya dalam waktu yang sama sehabis magrib. Ia tidur di ruang tamu dengan merubah rencana untuk bangun agak lebih cepat dari para polisi itu, sehingga ia menyetel alarm pada jam waker yang sudah disiapkannya. Jam waker yang digunakan untuk membantu agar dapat terbangun lebih awal itu dibelinya di Pasar Sila Desa Rato Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, bersama Ustad Firdaus sekitar dua bulan sebelum kejadian, dengan harga Rp 64.000. Pada hari Kamis tanggal 30 Juni 2011, sekitar pukul 02.30 wita ia terbangun oleh suara waker yang sudah disetelnya, langsung menuju Kantor Polsek Bolo. Dalam perjalanan menuju ke Kantor Polsek Bolo yang terlintas dalam pikirannya adalah situasi di Kantor Polsek Bolo dalam keadaan sepi sehingga dapat memudahkan untuk melakukan pembunuhan terhadap polisi yang ada di Polsek Bolo dan tidak diketahui oleh orang lain. Setibanya di sekitar Mapolsek Bolo, seperti sebelumnya, terlebih dahulu ia mengamati situasi beberapa saat. Setelah dianggap aman, barulah ia masuk ke dalam Kantor Mapolsek Bolo dan melakukan pembunuhan terhadap korban. Menurut Syakban, niat untuk melakukan pembunuhan terhadap Polisi yang ada di Polsek Bolo tersebut diakui sudah ada sejak sekitar seminggu sebelum kejadian. Awalnya ia mengaku termotivasi untuk melakukan pembunuhan terhadap polisi khususnya yang bertugas di Polsek Bolo adalah karena merasa jengkel dan tidak terima atas

230

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tindakan polisi khususnya anggota Polsek Bolo yang dianggap selalu mengintai semua kegiatan khususnya kegiatan yang dilakukan oleh para ustad yang ada di Ponpes UBK. Dalam pemeriksaan lebih lanjut Syakban juga mengakui melakukan pembunuhan tersebut karena termotivasi dari pemahaman dan ajaran jihad yang diterimanya yang diajarkan oleh para ustad termasuk Abrory selaku pimpinan Ponpes UBK. Pemahaman dan ajaran jihad yang diterimanya diberikan melalui tausiyah yang dilaksanakan di mushola Ponpes UBK dan dari ajaran jihad yang diberikan itu. Inti pemahaman yang diyakini oleh Syakban adalah melakukan perlawanan kepada pemerintah atau membunuh polisi dan merampas senjatanya, selanjutnya senjata itu digunakan untuk memerangi musuh-musuh Islam, memerangi orang-orang yang dianggap kafir dan tidak beriman, karena halal hukumnya dan bisa masuk surga. Syakban mengaku selama mondok dan belajar di Ponpes UBK, ia diajarkan tentang ajaran jihad oleh Abrory, dalam pengertian memerangi orang kafir, dengan cara membunuhnya, karena halal darahnya untuk dibunuh. Yang dimaksud dengan orang kafir adalah orang-orang yang menyembah selain Allah SWT (orang yang tidak beragama Islam), termasuk juga polisi, hakim dan jaksa. Karena mereka tidak melaksanakan Syari’at Islam, tetapi menjalankan undang-undang buatan manusia. Atas semua keterangan yang disampaikan Syakban, Abrory memberikan tanggapan membenarkan semua keterangan saksi.

Saksi Abrory Abrory memberikan kesaksian dalam persidangan dirinya. Abrory bekerja sebagai pimpinan Ponpes UBK, yang bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang ada di dalam pondok pesantren. Selain itu organisasi yang pernah dijalaninya adalah Jamaah Anshor Tauhid (JAT) dengan pimpinan pusatnya Ustad Abu Bakar Ba’asyir 231

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dari Tahun 2010. Ia keluar dari JAT Januari 2011 karena ada masalah pribadi ia dengan pengurus JAT Bima. Ketua JAT Bima adalah Ustad Abdul Hakim. Ia tidak tahu siapa saja anggotanya. Ia mengaku pernah dibai’at (janji setia) di Sekretariat JAT Bima oleh Ustad Abu Bakar Ba’asyir dengan kata-kata yang diucapkan ”untuk saling tolong menolong di atas kebaikan dan taqwa” dan ”tidak tolong menolong di atas kemaksiatan dan dosa”. Ia dibai’at dengan cara sambil duduk dan yang membaca ikrarnya langsung oleh Ustad Abu Bakar Ba’asyir. Di Ponpes UBK terdapat empat kelas yaitu Kelas 1 Mualimin yang memiliki delapan orang santri dengan wali kelasnya adalah Ustad Atif. Kelas 2 Mualimin ada enam santri dengan wali kelasnya Ustad Firdaus. Ada juga kelas Hafalan Alquran dengan delapan orang santri dan kelas Hafalan Alquran 2 sebanyak lima santri (yang mau tamat). Di samping itu, ada kelas hafalan Alquran anak kecil yang diikuti delapan satri dengan wali kelasnya Ustad Junaidi. Jadi jumlah santri Ponpes UBK secara keseluruhan 35. Struktur organisasi dari Ponpes UBK tidak berbeda dengan lembaga pendidikan agama lainnya. Ada yayasan yang menaunginya yakni, Yayasan Umar Bin Khattab yang diketuai awalnya oleh Muhammad Taqiyuddin (2003 s/d 2006) kemudian diganti Muhammad Ismail (2006-sekarang). Abrory hanya tahu itu, selebihnya, siapa sekretaris, bendahara, seksi panti asuhan dan humas, tidak diketahuinya. Abrory membidangi seksi pendidikan dan operasionalnya adalah Ponpes UBK. Dalam struktur organisasi Ponpes UBK, bertindak sebagai Ketua/Pimpinan pondok pesantren adalah Abrory. Sekretarisnya sering diganti dan saat kejadian adalah Ustad Firdaus yang meninggal akibat ledakan bom tersebut. Bendahara dan seksi kesantrian adalah Ustad Junaidi. Seksi Keamanan dipercayakan kepada Ustad Firdaus, Seksi Bahasa Ustad Atif, Seksi Dapur Ustad Arif dan Ustad Junaidi.

232

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Ponpes UBK bergerak di bidang pendidikan Keagamaan Islam yang mengambil kurikulum Ponpes UBK. Materi yang diajarkan di Ponpes UBK adalah Aqidah dan Tafsir Alquran yang diberikan oleh Ustad Abrory, Bahasa Arab diberikan oleh Ustad Atif yang berasal dari Kecamatan Wera Kabupaten Bima. Tajwid diberikan oleh Ustad Ilyas asal Sumba, Hadist diberikan oleh Ustad Firdaus asal Dompu, Fiqih diberikan oleh Ustad Khaeri alias Heri asal Lombok, Ilmu Waris /Faroid diberikan oleh Ustad Ilyas, Hafalan Alquran, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris diberikan oleh Ustad Junaidi asal Donggo Kabupaten Bima, Kosa Kata Bahasa Arab diberikan oleh Ustad Arif asal Woha Bima, Matematika diberikan oleh Bunyamin asal Sila-Bima, Komputer diberikan oleh Furqon asal Sila-Bima, Beladiri, Menembak, Renang, Memanah dan Pedang diberikan oleh Ustad Firdaus, Jihad diberikan oleh Ustad Abrory dan Ustad Firdaus kepada kelas hafalan Alquran 1 dan 2, seminggu sekali. Para santri di Ponpes UBK diajarkan beladiri Teratai Mas oleh Ustad Firdaus. Beladiri yang diajarkan terdiri dari beladiri tangan kosong dan memakai alat berupa pedang, panah, pisau dan menembak dengan senapan angin. Para Ustad yang mengajar di Ponpes UBK adalah kenalan Abrory yang dikenalnya di Bima. Ia melobi mereka untuk mau mengajar di Ponpes UBK. Kecuali Ustad Furqon yang ia kenal di Jepara karena sama-sama satu ponpes dengannya dan kemudian bertemu lagi di Bima. Para ustad ada juga yang tinggal di lingkungan Ponpes UBK seperti Ustad Abrory, Ustad Firdaus, Ustad Elias, Ustad Junaidi, Ustad Furqon, Ustad Atif dan Ustad Arif. Abrory mengambil pelajaran Aqidah dari Arab Saudi karangan Syeh Muhammad Bin Abdul Wahab, Syeh Sholeh Fauzan Al Fauzan, Abdurahman Bin Sholaiman. Tafsir Alqu’ran diambil dari tafsir As Sya’di, Tafsir Ibnu Katsir. Bahasa Arab diambil dari panduan Bahasa

233

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Arab Libya, Tajwid diambil dari yang biasa dipakai oleh ustadustad lainnya. Sedangkan Hadits diambil dari Hadist Arbain, Imam Nawawi. Ilmu Fiqih dari karangan Sholi fiqih Sunah. Ilmu Waris/ Faroid diambil dari karangan Ilmu Mawaris dari seorang dosen di Arab yang namanya tidak diingat lagi. Untuk Hafalan Alquran, para santri harus menyetorkan ayat suci Alquran yang telah dihafalnya, setiap harinya. Demikian juga dengan Kosa Kata Bahasa Arab yang dibuat sendiri oleh Ponpes UBK. Ilmu Matematika mengacu pada yang biasa diberikan di sekolah-sekolah umum lainnya berdasarkan tingkatan kelasnya. Sedangkan Bahasa Indonesia diambil dari materi pelajaran SD, SMP dan SMA, Bahasa Inggris diambil yang simpel-simpel untuk percakapan sehari-hari. Komputer dari hasil kursus dan kemampuan Ustad Furqon. Beladiri, menembak, renang, memanah dan bermain pedang diajarkan oleh Ustad Firdaus. Tidak ada panduannya. Hanya pengembangan bakat dan untuk menjaga diri serta memelihara kesehatan. Pelajaran Jihad diambil dari Al Jihad Sabiluna. Ponpes UBK memiliki dua ruang belajar, dua ruangan asrama santri, ada perpustakaan merangkap kantor, ruangan ustad bujang, ruangan dapur, mushola yang dipakai sekaligus sebagai tempat belajar hafalan Alquran. Terdapat enam kamar mandi. Luas lahan lokasi Ponpes UBK kurang lebih 70 are yang tanahnya adalah milik Yayasan Umar Bin Khattab. Pelajaran ektra kurikuler berupa tausiyah diberikan sebelum apel pagi yang disampaikan secara bergantian oleh ustad pengajar selama 7 sampai dengan 10 menit. Kegiatan para santri di Ponpes UBK dimulai usai salat subuh yang dilanjutkan dengan mengaji dan setor hafalan Alquran. Lalu kegiatan mandi dan bersih serta persiapan belajar. Proses belajar mengajar dimulai pukul 07.30 wita masuk kelas, pukul 10.30 wita istirahat, pukul 11.00 wita masuk kelas sampai duhur, pukul 12.30 wita istirahat makan siang, pukul 14.00 wita tidur sampai dengan menjelang salat asar, pukul 15.30

234

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

wita salat asar. Dan pukul 16.00 wita melaksanakan ektra kurikuler seperti beladiri, main bola, latihan memanah, latihan menembak, latihan pedang dan latihan main pisau. Pukul 17.30 wita waktu istirahat dan pukul 18.30 wita, seluruh santri melaksanakan salat magrib yang dilanjutkan dengan mengaji dan salat isya pukul 18.30 wita. Kegiatan dilanjutkan dengan acara makan malam kemudian belajar lagi di kelas hingga pukul 21.30 wita, dan setelah itu, para santri beristirahat/tidur. Saat terjadinya ledakan di Ponpes UBK, Abrory mengaku benar memiliki lima santri yang diberikan hafalan Alquran. Mereka itu adalah Syakban dari Desa Rato, Sila-Bima, yang setelah tamat SMP masuk Ponpes UBK di bulan Juli 2007/2008. Jaisul yang berasal dari Sumba Nusa Tenggara Timur. Rofiq yang berasal dari Desa Pai, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima. Totok dari Kampung Nae Kota Bima dan Abdul Aziz berasal dari Wera Timur. Mereka berlima masuk ke Ponpes UBK tahun ajaran 2007/2008 bulan Juli dan telah menempuh ujian akhir pada bulan Mei 2011 dan telah diwisuda bulan Juni 2011. Tetapi kelima santri tersebut belum menerima ijazah dari Ponpes UBK karena belum memberikan cap tiga jari dan belum menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Ponpes. Tugas yang diberikan pondok pesantren menjadi pengajar di Ponpes dan menjadi da’i di masyarakat selama satu tahun. Ini merupakan syarat dari Ponpes UBK yang harus dijalani para santri yang tamat untuk dapat menerima ijazah. Jadi kelima orang tersebut masih berstatus santri di Ponpes UBK tetapi tidak lagi belajar di Ponpes UBK. Sebelum para santri yang tamat dan diwisuda, tidak ada tausiyah-tausiyah yang diberikan kepada para santri terutama yang menyangkut masalah Jihad. Yang mengajari pelajaran jihad adalah Abrory dan apabila saat itu ia sibuk maka digantikan oleh Ustad Firdaus. Pelajaran jihad dilakukan seminggu sekali yang diberikan kepada kelas hafalan Alquran 1 dan 2. Yang diberikan

235

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

adalah pembekalan dakwah untuk ceramah di masyarakat sekitar Bima terutama di desa-desa sekitar Ponpes UBK. Ponpes UBK menamatkan santri sejak tahun 2008 sebanyak tiga kali. Tamatan keempat sebanyak 15 santri belum selesai. Para santri yang mengikuti proses belajar mengajar di Ponpes UBK sebagian besar berasal dari daerah Bima dan sekitarnya, namun ada juga berasal dari luar daerah seperti Sumba dan Flores NTT. Jumlah santri secara keseluruhan yang mengikuti proses belajar mengajar sampai saat ledakan terjadi adalah sekitar 35 orang. Tenaga pengajar di Ponpes UBK sembilan orang. Mereka adalah Ustad Abrory yang sekaligus sebagai Pimpinan Pondok Pesantren, Ustad Firdaus yang berasal dari Dompu, Ustad Junaidi dari Donggo Bima, Ustad Elias dari Sumba Nusa Tenggara Timur, Ustad Furqon dari Sila Bima, Ustad Atif berasal dari Wera Bima, Ustad Arif berasal dari Woha Bima dan Ustad Bunyamin berasal dari Sila Bima. Ada juga Ustad Khaeri berasal dari Lombok yang tinggal di Sila Bima. Bahwa seseorang yang akan mengikuti proses belajar mengajar di Ponpes UBK adalah mereka yang sudah menyelesaikan pendidikan SD maupun SMP. Sedangkan untuk santri, mereka yang telah mengikuti pendidikan SD yang diajarkan untuk membaca dan menghafal Alquran. Santri yang sudah menyelesaikan pendidikan umum SMP diajarkan menghafal Alquran dan mempelajari Bahasa Arab. Tidak ada syarat yang mengikat. Hanya dibutuhkan ijasah SD dan SMP serta pas foto. Sumber dana yang selama ini digunakan untuk mendukung operasional Ponpes UBK berasal dari donatur tetap, seperti dr. H. Jatmiko (dokter Puskesmas Bolo), Abdus Salam (pedagang) berasal dari Sila Bima dan Hafid (pemilik apotik di Kota Bima). Sedangkan donatur tidak tetap berasal dari zakat yang diberikan oleh masyarakat yang bersimpati kepada Ponpes UBK yang setiap bulannya bisa mencapai Rp 2.000.000. Dana ini biasanya digunakan

236

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

untuk kegiatan menggaji para ustad dan untuk membeli beras dan kebutuhan lain santri. Setelah menyelesaikan pendidikan di Ponpes UBK, para santri diberikan ijazah ponpes, bukan ijazah seperti pendidikan umum, sehingga ijazah yang diberikan tidak dapat digunakan untuk mengikuti ke jenjang pendidikan umum. Apabila ada santri yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi, maka santri tamatan Ponpes UBK akan direkomendasikan untuk mengikuti pendidikan lanjutan ke lembaga pendidikan yang bernama LIPIA (Lembaga Ilmu Pendidikan Indonesia Arab) di Jakarta atau bisa direkomendasikan ke ALBIR Makassar. Tausiyah atau dakwah yang diberikan adalah setiap hari oleh para ustad secara begiliran bersifat umu. Isi tausiyah atau dakwah adalah tentang hal-hal yang bersifat umum yakni memotivasi para santri untuk giat belajar dan taat beragama serta menjalankan syariat Islam. Sedangkan kalau tausiyah yang bersifat khusus tidak ada, kata Abrory. Makna jihad yang diajarkan oleh para ustad di Ponpes UBK adalah perang dalam arti menegakkan syariat Islam dengan memerangi orang-orang kafir untuk tegaknya syariat Islam yang paling tinggi. Dan yang dikategorikan orang kafir menurut Abrory adalah orang yang menentang syariat Islam contohnya orang-orang yang membuat undang-undang selain "undang-undang Allah" termasuk orang yang melaksanakan undang-undang buatan manusia. Dan ini juga masuk dalam ajaran tauhid. Tahapan-tahapan jihad yang diajarkan, jihad dakwah ialah jihad dengan jalan mendakwahi manusia untuk kembali ke syariat Islam. Inilah yang ditekankan kepada para santri terutama santri yang akan tamat dengan cara menjelaskan dalil-dalil Alquran dan hadits nabi serta perkataan para ulama. Sebagai contohnya, ”Islam itu dibangun dengan dua pondasi, Alquran sebagai pemberi petunjuk dan pedang sebagai penguat dan penolongnya”, perkataan Ibnu Taimiah. Berikutnya adalah jihad membela diri (mempertahankan diri) adalah

237

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

jihad yang diijinkan berperang bagi orang yang diperangi. Misalnya kalau ada sebuah daerah yang diserang oleh orang kafir maka wajib bagi kaum muslimin mempertahankan dan membela daerah itu hingga musuh itu keluar dari daerah itu. Contohnya kejadian di Poso dan kejadian Ambon. Selanjutnya, jihad global yakni memerangi orang kafir secara keseluruhan sebagaimana orang kafir menyerang kaum muslimin secara keseluruhan. Contohnya perang global yang melawan kaum muslimin. Ada juga pemahaman tentang jihad memerangi orang munafik dan dholim, yakni jihad terhadap penentang dan pelawan syariat Islam dengan cara dakwah dan pedang. Diperbolehkan untuk membunuh dengan menggunakan pedang terhadap orang-orang yang menentang syariat Islam. Fadilah-fadilah dari jihad tersebut adalah akan diampuni dosa-dosanya tatkala darah pertama yang tertumpah (meninggal saat melaksanakan amal jihad), misalnya dalam kondisi perang yang sesungguhnya. Yang kedua adalah mereka yang berjihad akan terbebas dari azab kubur, tidak mendapatkan goncangan di hari kiamat kelak. Kemudian rohnya akan dibawa terbang oleh burung hijau ke dalam surga. Serta akan memberikan safaat kepada 70 keluarga yang ditinggalkannya. Ia juga akan mendapatkan 72 bidadari. Orang-orang yang dimaksudkan kafir sesuai dengan pemahaman yang diberikan para ustad, adalah, orang-orang yang tidak melaksanakan syariat Islam dan/atau orang-orang yang menghalang-halangi pelaksanaan syariat Islam. Orang-orang yang tidak melaksanakan hukum Allah atau ajaran Alquran dan orangorang yang bersekutu dengan hukum manusia. Pemahaman itu diperoleh Abrory dari mempelajari Alquran dan juga sering mendengarkan tausiyah yang diberikan oleh Ustad Abu Bakar Ba’asyir setiap datang ke Bima dan juga saat ia mondok di Pondok Pesantren Al Mutaqim Jepara, Jawa Tengah. Ustad Abu Bakar Ba’asyir pernah datang ke Ponpes UBK

238

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

sekali. Saat itu untuk membai’at anggota JAT. Kedatangan Ustad Abu Bakar Ba’asyir ke Sila waktu itu hendak memberi ceramah. Ia kemudian mampir di Ponpes UBK selama kurang lebih 30 menit untuk melaksanakan salat ashar dan tidak ada memberikan tausiyah. Ia hanya melihat-lihat Ponpes UBK saja. Kedatangan Ustad Abu Bakar Ba’asyir ke Ponpes UBK karena usai diba’iat, Abrory memberitahukan kepadanya bahwa ia memiliki sebuah ponpes. Maka Ustad Abu Bakar Ba’asyir tertarik untuk mampir ke ponpes tersebut. Menurut Abrory, ajaran Ustad Abu Bakar Ba’asyir yang paling esensi adalah diwajibkan untuk melaksanakan syariat Islam, karena bagi siapa yang tidak melaksanakan syariat Islam dapat dinyatakan sebagai orang kafir. Dengan demikian seluruh pemimpin yang melaksanakan hukum Alquran harus dipatuhi. Jika seorang pemimpin tidak melaksanakan hukum Alquran boleh untuk tidak dipatuhi termasuk larangan-larangan yang dibuatnya. Sejak tanggal 25 Juni 2011, praktis tidak ada kegiatan yang dilakukan Abrory karena saat itu adalah masa liburan ponpes dari tanggal 15 Juni 2011-12 Juli 2011. Saat itu seluruh santri meninggalkan pondok untuk berlibur kecuali santri yang mendapatkan giliran jaga pondok selama tiga hari dan setelah melaksanakan tugas jaga mereka pulang ke rumahnya masing-masing. Kecuali santri yang berasal dari luar daerah seperti Flores, Sumba, tetap berada di pondok saat itu. Abrory melakukan kegiatan dari sore hari sekitar pukul 16.00 wita17.30 wita yakni menonton sepak bola di areal pondok. Waktu itu, untuk mengisi liburan, pondok mengadakan pertandingan sepak bola antarsantri dan para simpatisan Ponpes UBK. Pada tanggal 25 Juni 2011, setelah magrib, ia duduk di pos jaga bersama Ustad Atif sembari berbincang santai. Saat itulah, Syakban datang untuk minta ijin pamit pulang ke rumah orang tuanya. Abrory sempat menggoda santrinya itu dengan kalimat, ”ada keperluan ya, atau ada janji sama pacar ya?” yang dijawab Syakban, ”tidak, Ustad,

239

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

hanya pulang saja”. Dalam sidang mendengarkan kesaksian Abrory ini juga diungkapkan perkenalannya dengan Mujahidulhaq. Ia kenal dengan Mujahidulhaq sudah lama dan mulai akrab sekitar tahun 2007 dan kemudian sama–sama mengajar di Ponpes UBK, dimana ia selaku pimpinannya dan Mujahidulhaq sebagai tenaga pengajar hafalan Alquran. Tahun 2008 Mujahidulhaq menangani hafalan Alquran di kota Bima, kerena ia tidak memiliki fasilitas bangunan, maka kegiatan tersebut dipindahkan di Ponpes UBK. Dalam perjalanannya, Mujahidulhaq bercerita kepada Abrory mengenai pesantren milik bapaknya (Ubait)yang membutuhkan dana untuk pembangunan, kemudian ia bersedia untuk membantu (baca kesaksian Mujahidulhaq). Demikian juga dengan perkenalan dengan Harry Kuncoro lewat jejaring sosial. Media ini mereka gunakan untuk berkomunikasi dan bertukar pikiran mengenai perjuangan untuk menegakkan syariat Islam. Awalnya yang ia tahu, Harry Kuncoro bernama Joko dan baru mengetahui nama Harry Kuncoro itu saat ia bertemu langsung. Ia mengaku ada kecocokan dan persamaan faham dengan Harry Kuncoro, sehingga membuat hubungan mereka semakin dekat. Saat ia bertemu dengan Harry Kuncoro mereka berbicara masalah perjuangan dalam menegakkan syariat Islam. Karena itu, saat Abrory memintanya untuk membelikan senjata laras pendek, langsung disetujui oleh Harry Kuncoro yang mengatakan akan diusahakan. Abrory tidak ingat lagi persisinya jumlah uang yang telah ia kirimkan ke yang bersangkutan. Yang diingatnya sekitar Rp 8.000.000 yang dikirim secara bertahap hingga mencapai antara Rp 25.000.000 - Rp 28.000.000. Sejak pertemuan terakhir dengan Harry Kuncoro di Jakarta pada bulan Maret 2011, Abrory mengaku sudah tidak pernah bertemu lagi dan hanya berkomunikasi lewat jejaring sosial serta senjata yang dipesannya tidak pernah dikirim sampai akhirnya ia mendengar kabar bahwa Harry Kuncoro ditangkap

240

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

polisi. Persidangan juga membicarakan masalah keakhlian perakitan bom yang dimiliki Abrory. Jenis-jenis bom yang pernah dipelajari Abrory di Ambon adalah low explosive yang daya ledakan rendah dengan bahan-bahan potassium, black powder, belerang, casing, kabel, saklar, lampu hias, dengan suara cukup keras dan itu tergantung banyak tidaknya bahan-bahan yang dipakai. Midle explosive yang daya ledaknya pertengahan dan jarang dipakai orang. Serta high explosive yang daya ledaknya besar yang terbuat dari bahan-bahan TNT, C4, RDX dan casing. Jika ingin menghancurkan gedung besar harus mempergunakan casing yang besar pula sedangkan deto yang dipakai adalah asli yang dibuat pabrik. Barang bukti berupa bom pipa yang diperlihatkan dalam persidangan dikenali oleh Abrory karena dialah yang membeli lampu natal yang bisa meledak yang biasanya dipakai sebagai detonator. Lampu itu ia beli di Jakarta sekitar bulan Maret 2011 Abrory mengaku dalam persidangan itu, ia tidak membantu Firdaus membuat bom melainkan hanya mencoba menggerinda sebagian dari pipanya. Setelah menggerinda pipa ia letakkan kembali dan menyerahkannya kepada Ustad Firdaus. Ia tidak mengajari Ustad Firdaus cara membuat bom namun hanya mengarahkan saja. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk membuat bom adalah korek api, gula pasir halus, kabel, pipa besi, lampu 12 volt, baterai 9 volt yang kotak, mur, baut, lak ban hitam, tali rafia, kertas sampul buku, baterai HP, saklar sepeda motor, gerinda. Hanya itu yang diingatnya karena yang membuat bom adalah Ustad Firdaus. Ia memang menyuruh Mustakim untuk membeli korek api dan memberikan uang sebesar Rp 10.000. Namun, ujarnya, korek api itu untuk keperluan dapur, bukan untuk membuat bom, karena bom sudah selesai dibuat semuanya. Ia hanya memberi izin Ustad Firdaus untuk membuat bom di ponpes setelah adanya pembunuhan anggota polisi Polsek Bolo

241

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yang dilakukan oleh Syakban yang masih berstatus anggota santri di Ponpes UBK. Firdaus telah membuat kurang lebih 20 buah bom yang terdiri dari pipa ½ inci, 1 inci dan 1½ inci yang masing-masing jumlahnya tidak ia tahu. Pembuatan bom tersebut dilakukan karena ada isu bahwa keluarga korban dan polisi akan menyerang pondok. Makanya begitu ada inisitif Firdaus untuk membuat bom ia setujui. Sebagai pimpinan pondok ia bantu untuk membeli bahan-bahannya. Inisiatif untuk membuat bom datang dari Ustad Firdaus yang sebelumnya meminta ijin kepadanya. Satu kutipan dialog yang disampaikan Abrory dalam persidangan mengenai hal ini. ”Gimana kalau bikin bom untuk jaga pondok pesantren tatkala mau diserang oleh keluarga korban maupun polisi,” kata Firdaus. Abrory menjawab, ”Ya, silahkan tidak apa-apa”. Abrory pun menyiapkan tempat di kamar khusus yaitu di kamar bujang. Seingat Abrory, tiga hingga empat hari sebelum kejadian pembunuhan anggota polisi pada tanggal 30 Juni 2011, Syakban sudah tidak kelihatan di pondok. Ia tidak ingat apakah sebelum tanggal 30 Juni 2011, Syakban sempat kembali ke Ponpes UBK atau tidak karena saat itu ada pertandingan sepak bola UBK Club yang diikuti 24 grup dari Bima, Dompu, Sila, Tente dan Kota Bima. Kemungkinan saja Syakban datang ke Ponpes UBK untuk melihat pertandingan sepak bola. Pada awalnya sekitar tanggal 14 Juni 2011, ia memberikan tausiyah liburan kepada para santri kemudian para santri berkemaskemas untuk pulang ke rumah masing-masing kecuali yang mendapatkan giliran jaga Ponpes. Jadi yang ada di Ponpes adalah santri yang berasal dari luar daerah seperti Sumba, Flores, termasuk ada sebagaian santri yang tidak pulang ke rumahnya dan juga ada sebagian santri yang dalam liburan pulang ke rumah masing-masing, tetapi datang lagi ke pondok. Saat Syakban ijin untuk pulang, ia tidak tahu apa yang dibawanya pulang.

242

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Ia tahu adanya pembunuhan tersebut setelah diberitahu oleh dr. Jatmiko yang pagi itu sekitar jam 06.00 wita melalui telefon. Kutipan dialog tersebut diungkapkan di depan persidangan. ”Apa Ustad tahu Syakban membunuh polisi?,” kata dr. Jatmiko lewat telefon. Yang dijawab Abrory dengan nada kaget, ”di mana?”. Dr. Jatmiko melanjutkan, ”Polisinya di puskesmas ambil visum”. Dalam kekagetannya, ia segera mencari informasi yang didapat dari intel Ponpes UBK adalah Ponpes hendak diserang oleh keluarga korban dan dari polisi. Dan isu tersebut sudah luas termasuk tukang bakso sudah tahu. Pada saat terjadinya pembunuhan oleh Syakban ia tengah berada di Ponpes bersama keluarganya termasuk Ustad Firdaus, Ustad Ilyas, Ustad Atif, Ustad Arif (dalam liburan itu ia pulang dan datang lagi karena rumahnya dekat Pondok Pesantren), Ustad Junaidi, Ustad Furqon, Ustad Heri dan para santri yang ia ingat Jaisul dengan para santri yang kena giliran piket. Setelah Syakban pamit pulang ke rumah orang tuanya, ia tidak pernah bertemu lagi dengannya meskipun ada kemungkinan ia datang ke pondok untuk menonton pertandingan sepak bola. Karena itulah ia kaget mendengar bahwa Syakban melakukan pembunuhan. Begitu mendengar kabar tersebut, ia langsung memberitahukan kepada semua ustad dan santri untuk bersiap-siap dan berjaga-jaga di semua pintu masuk dan di belakang pondok secara bergiliran. Adanya informasi tersebut membuat para santri dewasa kembali ke pondok kemudian menyiapkan segala sesuatunya. Sebagian santri membawa pisau dari luar pondok, karena yang ada di pondok hanya pedang dan panah. Mereka juga diminta untuk waspada dengan melakukan sweeping kepada warga yang tidak dikenal, yang hendak masuk ke dalam pondok atau melintas di sekitar pondok pesantren. Simpatisan pondok pesantren yang datang di antaranya adalah Mustakim, Rahmat Hidayat, Rahmad Ibnu Umar, Abdullah (orang

243

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tua Firdaus), Tauhid, Ustad Annas dan masih banyak yang tidak diingatnya lagi. Ia juga tidak ingat kapan persisnya, mereka ini datang ke pondok. Yang jelas, setelah Syakban membunuh anggota polisi (saat itu kabar dari intel pondok) ponpes hendak diserang. Ia memberitahukan Ustad Heri untuk datang ke pondok, sedangkan yang lainnya datang sendiri. Mustakim dan orang tuanya diberitahu oleh Ustad Firdaus. Dan mereka semua datang tidak bersamaan. Ada yang datang tanggal 30 Juni 2011, ada yang tanggal 1 Juli 2011 ada yang datang tanggal 2 Juli 2011 dan itu tidak dihafalnya. Mereka datang ke pondok dan pulang ke rumah masing-masing secara bergantian membawa parang dan pisau. Ponpes UBK membeli botol, sabun colek, paku, pentil, tali rafia, bensin, korek gas, gerinda, gula pasir, korek api, pipa besi dan tutupnya amplas. Biaya untuk membeli semua itu dari dana pondok yang diserahkan oleh Abrory. Sejak dua hari pascakejadian pembunuhan polisi oleh Syakban itulah para santri dan simpatisan mulai menjaga Ponpes UBK sambil membuat panah dan mulai membuat bom serta bom molotov. Simpatisan pondok yang datang, ada yang membuat anak panah dari besi, ada yang mengasah pedang dan pisau. Aada yang membuat ketapel baik dari bambu maupun besi dengan pentil termasuk terdakwa juga ikut membuatnya, tanpa terkecuali. Yang jelas semua yang ada di pondok membuatnya, kata Abrory. Bahan-bahan tersebut dibeli oleh para santri atas perintah Abrory dan Ustad Firdaus. Ia tidak tahu persis karena bahan membuat bom dan bom molotov gampang dicari. Sedangkan cara mencari bahan-bahan tersebut dilakukan secara bertahap, tidak sekaligus. Abrory sempat memberikan arahan kepada Ustad Firdaus tentang cara membuat bom di ruangan ustad yang masih bujang, tetapi karena Ustad Firdaus sudah punya dasar membuat bom maka dengan mudah menerima arahan tersebut. Yang memberikan uang untuk membeli korek api kepada Mustakim sebesar Rp 10.000 adalah Abrory. Dan yang paling banyak membeli korek sebagai

244

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

bahan untuk pembuatan bom adalah Ustad Firdaus hingga satu ball besar dengan memberikan uang sejumlah Rp 1.000.000. Namun ia tidak tahu di mana bahan-bahan itu dibeli. Yang mempunyai inisiatif untuk membuat bom adalah Ustad Firdaus, antara tanggal 1 atau tanggal 2 Juli 2011, sekitar usai salat asar di masjid pondok. Yang mengetahui tentang perakitan bom tersebut adalah Abrory dan Ustad Annas saja. Kamar bujang sebagai tempat pembuatan bom tersebut, oleh Abrory diisolir. Tidak semua santri boleh masuk dan melihat kegiatan perakitan bom tersebut. Yang boleh masuk ke dalam kamar bujang saat itu adalah Ustad Firdaus, Ustad Abrory dan Ustad Annas, sedangkan ustad lainnya tidak berani karena takut meledak. Tidak ada yang mengawasi perakitan bom tersebut, ia hanya sesekali mengontrol Ustad Firdaus dan Ustad Annas yang sedang membuat bom sambil bertanya tentang progres perakitannya. Ia hanya sempat membantu membuat bom dengan menggerinda pipa besi. Yang membantu Ustad Firdaus membuat bom adalah Ustad Annas. Bom molotov yang sudah dibuat kurang lebih 27 buah bom baik ukuran ½ - 1 ½ . Ada juga yang besar yang pembuatannya memakan waktu agak lama sekitar 4 - 5 hari baru selesai. Proses perakitan bom yang memakan waktu paling lama adalah menggerus korek api. Yang dilakukan oleh Rahmat Hidayat, Rahmad Ibnu Umar, Abdullah, Tauhid dan santri lainnya adalah menjaga pondok pesantren dari serangan keluarga korban penusukan dan polisi. Selama sepuluh hari masa penjagaan itu, mulai pagi hari para santri dan ustad melakukan kegiatan rutin menjaga pondok pesantren secara bergiliran. Pada hari kesebelas, usai dhuhur Abrory mengumpulkan beberapa ustad ponpes terutama Ustad Firdaus termasuk Ustad Annas di masjid. Dialog Abrory dengan para ustad tersebut dikutip dalam persidangan. Abrory mengatakan, ”ini kan sudah aman, jinakkan saja bom itu dengan memasukkannya ke air”.

245

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Setelah itulah Ustad Firdaus dan Ustad Annas masuk ke ruangan tempat menyimpan bom. Saat proses penjinakan bom tersebut, Abrory tidak berada di dalam ruangan tempat bom disimpan melainkan ia duduk di gardu bersama santri yang jaga pondok. Selang beberapa saat sebelum salat asar sekitar jam 15.30 wita, tiba-tiba kamar tempat menyimpan bom tersebut meledak dengan suara yang sangat keras. Suara ledakan itu terdengar hingga radius kurang lebih satu kilometer. Bom yang meledak itu ukurannya 6 kali lebih besar dari bom yang ditemukan dan disita oleh polisi sebagai barang bukti. Ketika mendengar ledakan itu, Abrory langsung tahu kalau yang meledak adalah bom. Suara ledakan itu mengagetkan seluruh penghuni pondok dan juga masyarakat yang mendengarnya. Mendengar ledakan itu, Abrory langsung bergegas ke kamar bujang tempat bom meledak yang jaraknya kurang lebih 15 meter dari tempatnya duduk. Ia langsung masuk melalui pintu depan. Ia sempat melihat sepintas pintu depannya berlobang di bagian bawah, genteng atap ruangan bujang banyak yang pecah. Abrory menyaksikan dua orang yaitu Ustad Firdaus dan Ustad Annas terkapar dan bersimbah darah dengan posisi tubuh bagian kepala Ustad Firdaus berada di utara dalam posisi tengkurep. Banyak luka di bagian muka robek besar mengeluarkan darah yang cukup banyak. Juga ada luka lecet di tubuhnya. Sedangkan kepala Ustad Annas juga berada di arah utara dengan posisi tubuh tengadah dan terdapat luka yang sangat parah di bagian pinggang serta banyak mengeluarkan darah namun tidak sebanyak Ustad Firdaus. Ia masuk ke ruangan itu dan diikuti oleh Rahmad Ibnu Umar. Mereka memindahkan Ustad Annas ke ruangan dekat perpustakaan yang jaraknya kurang lebih delapan meter yang dijaga oleh santri atau simpatisan pondok. Setelah itu ia bersama Rahmad Ibnu Umar kembali lagi ke ruangan tempat bom meledak untuk memindahkan Ustad Firdaus yang telah terkapar dengan luka yang

246

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

sangat parah. Proses memindahkan Ustad Firdaus, tidak dilakukan lewat teras pondok, melainkan dengan cara menjebol bedek sebagai pembatas antara ruang bujang tempat bom meledak dengan ruang perpustakaan tempat untuk memindahkan Ustad Annas dan Ustad Firdaus. Bedek yang dijebol selebar jendela, di bagian utara ruangan tersebut. Sedangkan posisi jendela dan pintu ruangan bujang dengan perpustakaan itu berada di sebelah selatan. Saat akan memindahkan Ustad Firdaus dari ruang bujang ke perpustakaan, Abrory keluar ruangan memanggil Ustad Furqon dan Mustakim yang sedang berjaga di pos yang jaraknya 20 meter dari ruang bujang. Mereka diminta membantu memindahkan Firdaus yang tidak bergerak lagi namun masih hidup kala itu. Mereka berdua diminta untuk menerima tubuh Ustad Firdaus dari ruang perpustakaan melalui bedek yang dijebol tersebut. Ia dan Rahmad Ibnu Umar yang mengangkat tubuh Ustad Firdaus dari ruang bujang melalui bedek yang telah dijebol itu dan diterima oleh Ustad Furqon dan Mustakim, di ruang perpustakaan. Selang beberapa saat, Abdullah (ayah kandung Ustad Firdaus dan Mustakim) datang dan langsung menjaga serta membersihkan luka Firdaus. Setelah itu ia pergi salat asar di masjid ponpes. Usai salat asar ia kembali lagi ke ruang bujang untuk membersihkan bekas bom yang meledak dan darah kedua rekannya itu bersama Rahmad Ibnu Umar. Sisa-sisa bom itu ia masukkan ke dalam karung. Sedangkan sisa mesiu yang dikeluarkan dari bom tersebut, ia masukkan ke dalam ember yang berisi air agar tidak meledak lagi dan ia simpan di dalam kamar. Ia mengepel darah-darah tersebut dengan harapan agar tidak diketahui orang kalau yang meledak adalah bom. Setelah itu ia masuk ke kamar tempat Annas dan Firdaus. Firdaus dijaga oleh Abdullah dan Mustakim. Sedangkan Ustad Annas yang dijaga para santri keadaannya tidak separah Firdaus. Saat itulah ia melihat luka kedua rekannya, terutama Firdaus parah sekali karena masih keluar darah terus menerus. Ia pun kembali ke masjid pondok

247

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

untuk melaksanakan salat magrib. Setelah selesai salat magrib ia diberitahu oleh Mustakim melalui santri bahwa Ustad Firdaus telah meninggal dunia. Ia menuju ruangan tempat Ustad Firdaus tergeletak dan ia melihat Ustad Firdaus telah meninggal dunia. Abrory mencium jenazah Firdaus dan melihat Abdullah dan Mustakim menangis di samping jenazah Firdaus. Setelah salat isya, Abrory masuk ke ruangan tempat bom meledak dan mengambil ember yang berisi air dan mesiu selanjutnya ia buang ke tempat penampungan air mandi di bagian barat samping selatan pondok. Usai membuang sisa mesiu tersebut ia mengusulkan agar jenazah Firdaus dikuburkan di Ponpes UBK, tetapi orang tuanya (Abdullah) bersikeras tidak mengijinkan puteranya itu dikubur di pondok, melainkan dibawa pulang ke Desa O'o. Kepada para ustad dan santri yang jaga, Abrory memerintahkan agar jika ada yang bertanya tentang suara ledakan tersebut, jawab saja ”itu ledakan kompor”. Pagi harinya sekitar pukul 06.30 wita, ia menyuruh Furqon dan Asrak untuk membuang sisa ledakan dan sisa bom tersebut. Dialog mereka dikutip dalam persidangan. ”Tolong buangkan pipapipa bom ini ke laut”. Kedua orang tersebut setuju melaksanakan tugas itu sambil menyiapkan sepeda motor dan langsung berangkat. Sesungguhnya ia tidak tahu benar ke mana benda-benda itu dibuang. Yang jelas ia menyuruhnya untuk membuang ke laut demi menghilangkan jejak kalau di pondok pesantren ada bom. Setelah membuang sisa bom Furqon melapor kepadanya. Sehari setelah kematian Firdaus datang rombongan keluarganya dari Dompu menggunakan angkot dan sepeda motor untuk menjemput jenazah Ustad Firdaus. Saat itu juga jenazah dikafani. Setelah semua persiapan selesai, sekitar pukul 11.00 wita rombongan berangkat dari ponpes dengan posisi jenazah di angkot bersama keluarga dan dikawal oleh beberapa sepeda motor, di antaranya Abrory yang dibonceng

248

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Furqon, Rahmad Ibnu Umar, Rahmat Hidayat, Mustakim, Abdullah termasuk Zulkifli, Muslamin dan keluarga lainnya. Setibanya di jembatan Sanolo, rombongan pengantar jenazah dihadang polisi dan berhenti. Dalam kericuhan polisi dan rombongan pengantar jenazah itulah, Abrory yang dibonceng Furqon menyalip jenazah lewat samping. Ia langsung menuju ke rumah orang tuanya di Desa Kananga Sila. Setelah mengantar Abrory, Furqon kembali lagi ke tempat rombongan jenazah dihadang. Keberadaan Ustad Annas tidak diketahui oleh Abrory, karena pagi hari sekitar pukul 06.00 wita istri Ustad Annas datang ke ponpes untuk mengurus suaminya dan ia sempat menawarkan luka Annas untuk dijahit. Abrory juga menawarkan pada istri Annas untuk memanggilkan mantri tukang suntik di sekitar ponpes, namun ditolak. ***

249

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

250

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Sidang tuntutan

Tuntutan Terhadap Abrory

Beberapa pertimbangan JPU dikemukakan untuk mengajukan tuntutan pidana terhadap terdakwa Abrory yaitu: hal-hal yang memberatkan adalah bahwa akibat perbuatan terdakwa tersebut, telah menimbulkan korban, yaitu satu orang meninggal dunia dan satu orang luka-luka. Perbuatan terdakwa telah menimbulkan rasa takut atau teror yang mengakibatkan keresahan yang berkepanjangan di masyarakat, perbuatan terdakwa sangat menghambat dan tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas tindak pidana terorisme, yang sangat mengganggu stabilitas perekonomian dan keamanan nasional. Perbuatan terdakwa dapat mencoreng nama baik Bangsa dan Negara Indonesia serta umat Muslim di mata dunia internasional. Sedangkan hal yang meringankan adalah bahwa terdakwa belum pernah dihukum. Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini, dengan

251

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

memperhatikan ketentuan undang-undang, menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Abrory terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dalam dakwaan Pertama Kesatu Primer, melanggar Pasal 14 jo. Pasal 7 UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UndangUndang dan dakwaan Kedua yang kedua, melanggar Pasal 13 huruf b Undang-Undang Nomor: 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. JPU meminta agar Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Abrory dengan pidana penjara selama seumur hidup dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan menyatakan barang bukti dalam perkara ini dirampas untuk dimusnahkan. Serta membebankan biaya perkara kepada terpidana Abrory sebesar Rp 5.000. Tuntutan Terhadap Syakban

Di depan persidangan telah ditemukan adanya kesalahan terdakwa, dan tidak ditemukan adanya alasan pada diri terdakwa yang dapat menghapus unsur kesalahan dan pertanggunjawaban pidana tersebut, baik alasan pemaaf maupun alasan pembenar, terhadap dakwaan yang telah dinyatakan terbukti dan terpenuhi tersebut, dengan demikian maka terdakwa harus dijatuhi pidana. Juga berdasarkan analisa yuridis dan pertangungjawaban pidana, Penuntut Umum dalam perkara ini berkesimpulan bahwa terdakwa Syakban telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah: “bermufakat jahat melakukan Tindak Pidana Terorisme”

252

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Kedua yaitu: Pasal 7 jo. pasal 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan PERPU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. JPU mengemukakan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan adalah bahwa perbuatan terdakwa telah menghilangkan nyawa korban Rokhmad Saefudin dan menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi keluarga yang dtinggalkan. Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat karena menimbulkan suasana teror, ketakutan, kecemasan, dan kegelisahan bagi masyarakat sekitar Ponpes UBK, sekitar Polsek Bolo dan masyarakat Kabupaten/Kota Bima bahkan Provinsi NTB, karena kekhawatiran bagi pihak-pihak yang dianggap/dinyatakan sebagai orang kafir akan dijadikan target/ sasaran jihad berikutnya dengan cara pembunuhan atau pun dengan peledakan bom. Terdakwa sebagai warganegara asli Indonesia yang dilahirkan, dibesarkan dan hidup di Indonesia, dalam berbangsa dan bernegara tidak mentaati dan tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang disepakati oleh para pahlawan/pejuang pendiri bangsa. Terdakwa tetap merasa lega dan berhasil melaksanakan jihad, tidak merasa bersalah (khilaf) dan tidak menunjukkan rasa penyesalan. JPU juga menyampaikan hal-hal yang meringankan terdakwa yakni belum pernah dihukum dan masih berusia sangat muda (19 tahun) sehingga masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri dalam berbangsa dan bernegara. Dengan memperhatikan seluruh peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan perkara ini, JPU menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan Putusan dengan amar: menyatakan terdakwa Syakban, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah: “bermufakat jahat melakukan Tindak Pidana Terorisme” melanggar pasal 7 jo. pasal 15 Undang-Undang Nomor

253

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

15 Tahun 2003 tentang Penetapan PERPU No.1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UndangUndang, sebagaimana dakwaan kedua. Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Syakban dengan pidana penjara selama 17 tahun. Memerintahkan agar lamanya terdakwa ditahan dikurangkan sepenuhnya terhadap hukuman yang dijatuhkan tersebut dan agar terdakwa tetap ditahan di Rumah Tahanan Negara. Serta membebankan biaya perkara kepada terpidana Syakban sebesar Rp 5000. Tuntutan Terhadap Rahmat Hidayat

Berdasarkan fakta-fakta persidangan dan analisa yuridis terhadap perkara Rahmat Hidayat, JPU berkesimpulan bahwa terdakwa Rahmat Hidayat telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Terorisme “Dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme“, sebagaimana Dakwaan Alternatif Kedua Pasal 13 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Selama persidangan berlangsung, tidak ditemukan adanya alasan pemaaf atau alasan pembenar yang dapat menghapuskan pidananya, atas perbuatan yang telah dilakukannya. Beberapa pertimbangan disampaikan JPU dalam mengajukan tuntutan pidana atas Rahmat Hidayat yakni: hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat, perbuatan terdakwa dapat menimbulkan rasa takut pada masyarakat, terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas terorisme. Sedangkan hal yang meringankannya adalah terdakwa masih muda

254

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

sehingga masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri. Ia juga sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum. Memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, JPU menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa Rahmat Hidayat, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme”, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 13 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, dalam Surat Dakwaan Altenatif Kedua. JPU juga menuntut agar hakim menjatuhkan pidana terhadapnya berupa pidana penjara selama 4 (empat) tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan sementara dan menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan. Serta menetapkan biaya perkara sebesar Rp 5.000 dibebankan kepada terdakwa. Tuntutan Terhadap Asrak, Furqon dan Rahmad Ibnu Umar

Fakta persidangan dikemukakan JPU bahwa unsur ”dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme” dalam perkara Furqon, Asrak dan Rahmad Ibnu Umar, telah terpenuhi. Karena semua unsur-unsur dari pasal 13 huruf c UndangUndang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002

255

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UndangUndang, telah terpenuhi, dengan demikian dakwaan ketiga telah terbukti secara sah dan meyakinkan dan oleh karenanya dakwaan alternatif selebihnya tidak perlu dibuktikan. Selama pemeriksaan dalam persidangan tidak ditemui adanya alasan pemaaf dan pembenar dalam diri para terdakwa, maka terdakwa harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatannya. Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam mengajukan tuntutan pidana terhadap Furqon, Asrak dan Rahmad Ibnu Umar adalah ada hal-hal yang memberatkan, yaitu perbuatan terdakwa telah memberikan ruang gerak dan menyuburkan terjadinya tindak pidana terorisme. Sedangkan yang meringankan adalah keduanya belum pernah dihukum dan mereka bersikap kooperatif sehingga memperlancar jalannya persidangan. Selain itu keduanya masih berusia muda sehingga masih terbuka kesempatan untuk memperbaiki diri dan menyesali perbuatannya. JPU menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan dalam sidang terpisah, menyatakan para terdakwa Furqon, Asrak dan Rahmad Ibnu Umar, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana Dakwaan Ketiga: Pasal 13 Huruf c Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Furqon, Asrak dan Rahmad Ibnu Umar dengan pidana penjara selama empat tahun dikurangi masa penahanan yang telah dijalani, dengan perintah agar para terdakwa tetap ditahan. Membebankan biaya perkara kepada para terdakwa sebesar Rp 5.000.

256

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Mustakim: “Rasanya Seperti Anak Raja”

Setelah pada sidang tuntutan, 1 Februari 2012, Jaksa Penuntut Umum menuntut Mustakim 1 tahun 6 bulan, maka pada sidang kelima (seminggu kemudian), Rabu, 8 Februari 2012, hakim akhirnya menjatuhkan putusan 1 tahun penjara kepada Mustakim. Perjalanan Mustakim sampai ke meja hijau tidak lepas dari perannya, memberikan bantuan terorisme dan menyembunyikan informasi tentang keberadaan jenazah Firdaus (sesuai dakwaan dan sesuai putusan hakim). Ia didakwa melanggar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Anti Terorisme pasal 13 huruf c. Mustakim adalah satu dari tujuh terdakwa terorisme kasus ledakan di Ponpes UBK. Remaja berusia 16 tahun ini adalah siswa kelas 3 sekolah menengah tingkat pertama yang juga pernah mengenyam pendidikan di Ponpes UBK. Mustakim ditangkap pada 12 Juli 2011, saat penghadangan jenazah Firdaus (kakak kandungnya) korban ledakan di UBK oleh polisi di jembatan Sanolo tidak jauh dari Ponpes UBK.

257

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Karena ia masih tergolong anak-anak, seluruh proses penegakan hukumnya dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku di negara ini. Sebagai anak yang sedang berhadapan dengan hukum, Mustakim diberikan perlindungan khusus sejak dalam penyidikan yang dilakukan Satgas Polda NTB hingga pascaputusan hakim. Ia diperlakukan secara manusiawi, didampingi, disediakan sarana dan prasarana khusus oleh para penyidik jajaran Polda NTB, Kejaksaan Tinggi NTB hingga Pengadilan Negeri Tangerang. Masa panjang Mustakim berhadapan dengan aparat hukum adalah ketika ia menjalani penyidikan di Polda NTB. Ia mengakui, di awal-awal ia ditangkap dan ditahan, ia merasa takut dan kaget dengan status dirinya yang akhirnya “terlibat” dalam persoalan ledakan di Ponpes UBK yang menewaskan Firdaus, kakak kandungnya. Namun, rasa takut itu kemudian terkikis dengan perlakukan baik dan bersahabat dari para penyidik Polda NTB. Selama menjalani sidang pertama ini, difasilitasi oleh Kejati NTB, dari Mataram ia ditemani oleh seorang kakaknya mewakili orang tua Mustakim (ibu) yang tengah sakit. Kakaknya ini diberi kesempatan untuk mendampinginya tiap kali sidang berlangsung. Namun karena alasan harus menjalani kuliah di Mataram, maka ia menyerahkan pendampingan terhadap adiknya tersebut kepada pembimbing kemasyarakatan dari BAPAS Banten, secara resmi. Selama menjalani proses hukum, mulai dari pemeriksaan di Bima, Mustakim didampingi pembimbing kemasyarakatan dari BAPAS Bima yang kemudian melimpahkan pembimbingan tersebut kepada BAPAS Mataram saat ia menjalani pemeriksaan di Mapolda NTB serta BAPAS Banten selama menjalani sidang di Pengadilan Tangerang Banten. Sebelum menjalani proses pemeriksaan dan penyidikan oleh Satgas Polda NTB dalam perkara ini, penyidik polda telah melakukan koordinasi dan konsultasi dengan pihak BAPAS NTB yang akhirnya melakukan penelitian terhadap kasus yang melibatkan Mustakim

258

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yang nota bene adalah anak-anak ini. Kementerian Hukum dan HAM Kanwil NTB, Rutan Kelas II B, Raba Bima pada tanggal 21 Juli 2011, mengeluarkan hasil penelitian kemasyarakatan untuk sidang pengadilan, sebagai bahan pemikiran dan pertimbangan dalam mengadili perkara Mustakim. Hasil penelitian ini berisi tentang permasalahan, latar belakang kasus serta kronologi kejadian yang menggambarkan tentang bahwa telah terjadi tindak pidana menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme yang dilakukan Mustakim dengan penjelasan sesuai dengan hasil penyidikan polisi. Selain itu, juga berisi tentang akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya, yakni, terhadap dirinya bahwa atas kejadian itu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menjalani proses pemeriksaan. Akibat bagi keluarga dalam hal ini terutama orang tuanya yang sangat kaget dan menyesalkan kejadian tersebut. Demikian juga terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya yang merasa kaget atas kejadian tersebut karena selama ini Mustakim dikenal sebagai anak yang baik dan penurut. Ia belum pernah melakukan tindakan kriminal lain sebelumnya. Penelitian itu juga menyangkut riwayat hidup Mustakim yang menyatakan bahwa sejak dalam kandungan ibundanya hingga proses kelahirannya, ia tidak mengalami hal buruk atau dalam keadaan sehat dan normal. Demikian pula dengan perkembangan kesehatannya sejak kecil ia tidak pernah menderita penyakit serius yang dapat mengancam jiwanya namun hanya mengalami penyakit biasa sehingga perkembangan fisik dan mentalnya berjalan normal hingga ia menghadapi kasus ini. Penelitian ini juga mencatumkan tentang riwayat pendidikan yang menjelaskan bahwa setelah tamat sekolah dasar, ia tidak dapat melanjutkan sekolah karena ketiadaan biaya. Ia hanya mendapatkan pendidikan luar sekolah dari keluarga dan lingkungannya. Pandangan terhadap masa depan Mustakim yang tercantum dalam penelitian ini adalah adanya harapan dan cita-cita Mustakim

259

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

agar masalah yang yang dihadapinya dapat diselesaikan dengan secepatnya agar ia dapat dikembalikan ke tengah keluarganya dan dapat membantu orang tuanya. Ia mengaku sangat menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya. Hubungan intern mereka dalam keluarga, Mustakim dengan orang tua dan saudara-saudaranya dinilai baik. Demikian pula dengan hubungan sosial keluarga dengan lingkungannya juga baik. Situasi sosial ekonomi keluarga yang petani tergolong pas-pasan. Mereka tinggal dalam strata kehidupan sosial Desa O’o yang prasejahtera dengan pendapatan rata-rata tergolong masih pas-pasan dengan pekerjaan sebagai petani, buruh tani, tukang batu dan ada juga yang pegawai negeri sipil. Terhadap kasus yang dihadapinya, keluarganya berharap agar seluruh masalah yang dihadapi segera bisa diselesaikan dan jika ia terbukti bersalah agar dihukum seringan-ringannya. Sementara masyarakat dan pemerintah setempat yang diwakili Kepala Desa O’o menilai Mustakim anak yang baik dan dalam pergaulannya selama ini belum pernah melakukan pelanggaran hukum. Diharapkan agar Mustakim dapat dikembalikan kepada orang tuanya karena ia masih anak-anak yang masih memiliki masa depan. Dan kesimpulan dari penelitian tersebut mengatakan bahwa Mustakim baru pertama kali ini melakukan perbuatan melanggar hukum dengan latar belakang menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme saat ia ikut membawa jenazah Firdaus (kakaknya) yang meninggal akibat ledakan bom rakitan. Ia masih kecil dan masih memiliki masa depan, masih dapat dibina karena orang tuanya masih mampu membimbing, membina dan mendidiknya. Jika pun ia dihukum, orang tua dan pemerintah setempat berharap ia dijatuhi hukuman seringan-ringannya. Mustakim mengaku menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatannya. Saran yang disampaikan pembimbing kemasyarakatan Perwakilan Balai Pemasyarakatan Sumbawa (Rutan Negara Raba

260

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Bima) menyatakan dalam kasus Mustakim adalah dengan tidak mengurangi hak dan kewenangan hakim agar dapat memberikan putusan dengan menyatakan agar Mustakim dijatuhi hukuman seringan-ringannya. Mustakim yang berasal dari Desa O’o Dompu ini, dibawa ke Polda NTB untuk menjalani penyidikan terhadap kasus UBK yang melibatkannya. Sebagai tahanan polisi, ia tidak ditempatkan di sel, melainkan di sebuah kamar kos yang menurut ukurannya bagus sekali dengan didampingi polisi. “Sebelumnya saya tinggal di mess polisi yang 'mewah', lalu sempat tinggal di wisma seputar Polda NTB,” katanya, sampai akhirnya ia tinggal di sebuah kamar seputar Jalan Trunojoyo Mataram. Menurut Mustakim, selama masa penahanan itu, ia bebas melakukan aktivitas sehari-hari, normal seperti biasa. Bersama polisi yang mendampinginya, yang disebutnya sebagai polisi yang baik itu, ia kerap diajak jalan-jalan, liburan ke tempattempat wisata yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan olehnya. “Tiap hari saya jalan-jalan dan jarang pulang ke kos. Kadang saya menginap di rumah mas polisi,” ujarnya. Tidak ada yang berubah dari kesehariannya, kecuali ia tengah menjalani serangkaian proses penyidikan kasus tersebut. “Saya boleh jalan-jalan ke mana pun saya butuhkan, tidak hanya di seputar Mataram bahkan hingga sampai ke Praya Lombok Tengah,” ujarnya. Ia juga bebas bertemu dengan keluarganya kapan pun ia butuhkan. Ia juga boleh menginap di kos-kosan kakaknya yang kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Mataram. Kakaknya tersebut, tidak jarang juga menginap di kos-kosannya. “Kalau sedang keluar saya ditemani polisi bahkan dibolehkan pergi sendiri. Saya juga boleh pinjam sepeda motor mas polisi untuk pergi ke mana yang saya butuhkan,” lanjut remaja kelahiran 12 Mei 1996 ini. Mustakim merasa dimanja, tidak ada yang marah-marah padanya. Tak seorang pun pernah menyentuhnya dalam artian

261

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

melakukan kekerasan pada dirinya. “Minta apa saja selalu dituruti, minta celana, baju, sepatu atau apa saja, selalu diberikan,” ujarnya. “Rasanya seluruh kebutuhan hidup saya dijamin sepenuhnya. Bahkan saya merasa selama dalam masa tinggal bersama polisi di Mataram, kebutuhan hidup saya lebih terjamin ketimbang saat berada di kampung halaman. Saya rasanya seperti anak raja," ungkap Mustakim sesaat sebelum menjalani sidang perdana kasus UBK di Pengadilan Negeri Tangerang, 11 Januari 2012. Ia lahir sebagai anak kedelapan dari 10 bersaudara dari keluarga biasa nan sederhana di Desa O’o, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu. Firdaus, kakaknya yang tewas dalam ledakan di UBK, adalah anak keempat di keluarganya. Ia mulai merasakan kesulitan ekonomi sejak berusia 10 tahun. Memiliki saudara yang begitu banyak, ia dan orang tuanya yang petani itu menjalani kehidupan yang sederhana. Praktis kebutuhan di luar kebutuhan pokok sangat jarang bisa terpenuhi. Hal inilah yang kemudian ia bandingkan dengan situasinya ketika berada di Mataram sebagai tahanan Polda NTB. Meskipun, ia mengaku tidak bangga dengan statusnya sebagai tersangka dalam kasus ini. “Tiap hari saya selalu pegang uang belanja diberikan oleh Pak Suryo (Ketua Tim Penyidik Kasus UBK). Bahkan nilainya banyak sekali,” ungkapnya polos. Uang tersebut sampai bingung mau dipakai untuk apa, karena seluruh kebutuhan dan keperluannya, baik primer maupun sekunder dijamin oleh Satgas Polda NTB. “Apa saja kesulitan saya selalu dibantu,” katanya. Ia menjalin hubungan yang baik dengan para penyidik yang selalu bersamanya maupun yang memeriksanya di Polda NTB. Ia diberikan keleluasaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya. Selama enam bulan menjadi “tahanan” Polda NTB, ia belajar komputer dan hasilnya, kini ia "jago" mengoperasikan komputer. “Meskipun komputer sempat rusak beberapa kali saat saya belajar, mas-mas polisi tidak pernah memarahi saya,” katanya. Tiap kali ia berkabar kepada orang tua dan keluarganya

262

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

di Dompu, ia selalu meminta mereka untuk tenang dan sabar menghadapi kasusnya. Ia meyakinkan keluarganya bahwa ia baikbaik saja dan diperlakukan dengan sangat baik oleh polisi. Hal inilah yang membuat keluarganya di Dompu merasa tenang melepas ia menjalani proses hukumnya. Hal ini juga tampak ketika ia menjalani proses rekonstruksi di Bima. Orang tua dan keluarganya datang menjenguknya di hotel tempatnya menginap bersama penyidik dan tim rekonstruksi dari Satgas Polda NTB. Ia bercerita banyak tentang perlakuan baik polisi yang menanganinya. “Keluarga saya di Dompu tidak merasa tertekan selama saya menjalani proses hukum ini,” katanya. Ia begitu terkenang dengan perlakuan penyidik yang menangani kasusnya. Hingga akhirnya ia sama sekali tidak berniat untuk melarikan diri padahal kesempatan untuk itu –menurut kaca matanya-- sangat terbuka dan mudah ia lakukan. “Tidak sedikit pun terlintas dalam pikiran saya untuk lari. Hati saya sudah terlalu baik sama polisi. Jika saya melarikan diri, maka saya menjadi orang yang bodoh dan menambah masalah baru,” katanya. Meski diakuinya ada pihak yang merayunya untuk melarikan diri karena kemudahan dan fasilitas yang diberikan polisi itu. Namun, ia kukuh untuk menjalani proses hukumnya apa pun yang terjadi. “Orang sudah baik sama saya, masak saya menelikungnya? Itu sama saja dengan mencari musuh. Lari tidak akan menyelesaikan masalah tapi malah menimbulkan masalah baru. Saya tidak ingin mengecewakan polisi yang sudah terlalu baik pada saya dengan melarikan diri. Saya ingin hubungan baik saya dengan polisi tetap terjaga sampai kapan pun,” akunya. Terhadap apa yang terjadi pada dirinya, ia berserah diri. “Jika saya salah saya minta maaf sebesar-besarnya, pada siapa saja termasuk minta maaf pada negara,” ujarnya. Perlakuan manusiawi yang diterapkan Satgas Polda NTB terhadap semua tersangka kasus UBK, khususnya Mustakim ini, tidak lepas dari perintah Kapolda NTB, untuk menyelesaikan penyidikan

263

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

kasus ini dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. “Selama dalam proses penegakan hukum, Mustakim yang tergolong anakanak ini, dipastikan harus mendapatkan hak-haknya sesuai dengan ketentuan dan aturan hukum yang berlaku,” ungkap Kapolda NTB. "Perlakukan ia senyaman mungkin, buat ia merasa di rumahnya sendiri. Persoalan ia dan yang lainnya dalam kasus UBK, ini masih dalam proses, persidanganlah yang akan memutus mereka bersalah atau tidak. Mustakim dan lainnya hanya lalai, ia tetap manusia yang harus diperlakukan manusiawi pula," pesan Arif kepada para Penyidik Satgas Polda NTB. Dalam penangan kasus ini, khususnya pada Mustakim, polisi melakukannya sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak. Selama penyidikan, Satgas Polda NTB menyediakan petugas pendamping khusus bagi Mustakim serta menyediakan sarana dan prasarana khusus, seperti tempat tinggal yang nyaman agar ia dapat berkembang dengan baik. Ia diberikan keleluasaan untuk mengembangkan minat dan bakatnya. Ia juga diberikan keleluasaan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga. Menjalani proses hukum, tidak menjadikannya jauh dari orang tua dan keluarganya. Minat dan bakatnya di bidang musik pun akhirnya mulai terlihat dan ia telah mencobanya. Bersama kawan-kawan satu kos ia membentuk grup band. Dari tangan Mustakim, lahirlah sebuah lagu cinta khas anak muda. Petugas yang mendampinginya memberikan ia keleluasaan untuk mengembangkan bakatnya di bidang musik. Pendekatan yang dilakukan polisi pada rekan-rekan satu kosnya turut membuat ia diterima dengan baik. “Saya bercerita jujur kepada kawan-kawan kos bahwa saya diduga terlibat kasus UBK. Mereka mau menerima saya dan tidak menjauhi saya,” katanya. “Setelah salat yang utama, musik bisa bikin hati saya tenang,” ujarnya. Selama ini, diakuinya, kesenangannya pada bidang musik tidak pernah dapat

264

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Mustakim berdiri mendengarkan pembacaan putusan oleh hakim Pengadilan Negeri Tangerang

Asludin Hatjani, SH., Penasehat Hukum berdiskusi dengan Mustakim tentang keputusan hakim yang menghukumnya 1 tahun 6 bulan

tersalurkan ketika ia berada di kampung halamannya yang nota bene tak memiliki fasilitas untuk itu. Inilah hikmah terbaik yang dapat dipetiknya dari kasus ini dan dari pengalamannya bersama “Mas Polisi” di Polda NTB.

265

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Kini setelah ia divonis hakim bersalah dan menjalani hukuman satu tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tangerang, ia bertekad memperbaiki hidupnya kelak. Ia menyesali semua yang telah terjadi pada dirinya dan berjanji akan lebih berhati-hati menyikapi tiap situasi tidak umum yang disodorkan pada dirinya. Catatan Persidangan

Fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan di persidangan berupa keterangan saksi-saksi dari kelompok aparat desa Sanolo, kelompok buser yang melakukan penghadangan jenazah Firdaus, kelompok rombongan pengangkut jenazah, saksi ahli, saksi dari kelompok UBK dan keterangan Mustakim sebagai terdakwa serta alat bukti lainnya. I Made Widiana, anggota Buser Polres Bima yang menangkap pengantar jenazah termasuk Mustakim, yang sebelumnya tidak mengenal Mustakim dan tidak memiliki hubungan keluarga membenarkan bahwa pada tanggal 30 Juni 2011 terjadi penikaman terhadap anggota Polsek Bolo Rokhmad Saefudin oleh santri Ponpes UBK bernama Syakban sampai meninggal dunia. Setelah peristiwa penikaman tersebut disusul dengan terjadi ledakan bom pada 11 Juli 2011, membuatnya ikut serta melakukan pengamanan di lokasi kejadian bersama Tim Buser Polres Bima. Pengamanan terhadap Ponpes UBK itu dilakukan dari jarak jauh dan tidak bisa masuk ke areal Ponpes UBK karena di sekitar Ponpes tersebut telah dijaga ketat oleh para santri yang menggunakan berbagai macam senjata tajam seperti pedang, tombak dan panah. Saat melakukan pengamanan tersebut, tanggal 12 Juli 2011 ia mendapat informasi jika mereka yang diduga terlibat dalam ledakan itu akan keluar dari Ponpes UBK dan salah seorang yang menjadi korban ledakan bom rakitan di dalam Ponpes UBK akan dibawa secara diam-diam oleh pihak keluarga yang datang menjemputnya

266

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dari Desa O’o Dompu, dengan menggunakan kendaraan roda empat (bemo) berwarna kuning dan diangkut menuju rumahnya di Desa O’o Kabuapten Dompu. Sekitar pukul 11.00 wita informasi tersebut rupanya benar. Sebuah kendaraan angkot berwarna kuning yang diduga mengangkut korban ledakan keluar dari dalam Ponpes UBK dikawal orang-orang bersepeda motor dan membawa senjata tajam. Dalam kesaksiannya, Widiana mengatakan ia bersama Tim Buser Polres Bima yang dibantu pasukan Brimob dari Kompi I Bima berusaha menghentikan dan melakukan penghadangan terhadap rombongan pembawa jenazah tersebut, tapi mendapat perlawanan dari pengantar jenazah yang berupaya terus melaju dan tidak mau berhenti. Polisi akhirnya berhasil menghentikan rombongan tersebut tepat di jembatan Desa Sanolo, tidak jauh dari Ponpes UBK. Setelah berhasil menghentikan mobil yang diduga mengangkut jenazah korban ledakan bom tersebut, polisi melakukan pemeriksaan terhadap angkot tersebut dan menemukan jenazah yang kemudian diketahui bernama Firdaus, salah seorang pengajar di Ponpes UBK. Mereka yang ikut di dalam mobil pengangkut jenazah tersebut pada waktu itu adalah Muslamin yang mengemudikan kendaraan angkot, Abdullah (orang tua korban ledakan bom, Firdaus), Mustakim (adik kandung Firdaus) dan Zulkifli Bin Yasin. Polisi akhirnya mengamankan jenazah Firdaus yang kemudian mayatnya dibawa ke Rumah Sakit Umum Bima untuk dilakukan pemeriksaan. Suratman, juga anggota Buser Polres Bima yang menangkap pengantar jenazah termasuk Mustakim, memberikan keterangan yang sama. Mahfudin, anggota buser lainnya menambahkan, setelah polisi berhasil mengamankan jenazah Firdaus, ia ikut masuk ke dalam Ponpes UBK bersama anggota Brimob Polda NTB untuk melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) ledakan bom. Pada saat olah TKP di dalam Ponpes UBK itulah ditemukan

267

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

berbagai macam senjata seperti tombak, pedang, parang, anak panah, ketapel, di berbagai tempat. Tidak hanya itu, ditemukan juga senapan angin. Ia juga melihat kalau di dalam Ponpes UBK, tepatnya di dalam sebuah ruangan, ditemukan bekas terjadinya ledakan bom yang mengakibatkan kerusakan/ lobang di lantai keramik. Selain itu ditemukan tiga buah rangkaian bom yang sudah meledak yang dibuang di tempat sampah. Dan pada saat olah TKP pada tanggal 14 Juli 2011 di dalam Ponpes UBK, tepatnya di dalam sebuah ruangan yang menjadi tempat kediaman Firdaus, ditemukan 1 (satu) buah buku agenda warna merah yang berisi sket/denah Kantor Polsek Madapangga dan nama-nama anggota Polsek Madapangga yang menjadi target teror. Ia juga mengikuti jalan proses rekonstruksi di dalam Ponpes UBK Desa Sanolo tersebut. Anggota Polres Bima bernama Hamdan, Kanit P3D (Pelayanan Pengaduan dan Penindakan Disiplin) atau sekarang Kasi Propam Polres Bima, juga ikut memberikan kesaksian. Ia mengatakan, bersama anggota Polres Bima pada hari Rabu tanggal 13 Juli 2011 dan pada hari Kamis tanggal 14 Juli 2011 Brimob Polda NTB dan Tim Inafis Polres Bima masuk ke TKP di dalam Ponpes UBK. Ia mengawasi anggota melakukan oleh TKP dan di dalam Ponpes UBK ditemukan barang-barang berupa bom molotov, ada sumbu, baut, paku, anak panah, pedang, senapan angin, bom rakitan. Selain ditemukannya benda-benda tersebut juga ada ditemukan buku tulis kecil, setelah melihat di dalamnya berisi denah lokasi Polsek Madapangga dan tulisan yang berkaitan dengan target nama anggota Polsek Madapangga termasuk dirinya. Namanya tercantum sebagai target teror diperkirakan sejak lama, karena yang tercantum dalam buku yang ditemukan tersebut Hamdan dengan jabatan sebagai Kapolsek Madapangga. Ia menjadi Kapolsek di tempat tersebut pada tahun 2007-2009. Mengetahui hal tersebut, ia mengaku merasa terancam keselamatan jiwa dan merasa

268

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

ketakutan serta was-was. Ridwan Yusuf, Kades Sanolo, yang mengetahui adanya ledakan dan ikut menjadi saksi penggeledahan di UBK pada hari Rabu tanggal 13 Juli 2011 dan pada hari Kamis Tanggal 14 Juli 2011 mengungkapkan, setelah kejadian pembunuhan anggota Polsek Bolo, para santri menaruh curiga terhadap orang yang lewat sekitar ponpes. Ada penjagaan yang dilakukan oleh para santri di tiap sudut pada pagi, siang dan malam dengan membawa senjata pedang, parang, tombak dan anak panah. Menurutnya, kejadian pembunuhan anggota Polsek Bolo, peledakan bom dan penjagaan yang dilakukan para santri yang membawa senjata, membuat warga masyarakat merasa takut dan terancam melewati jalan sekitar pondok tersebut, untuk pergi ke kebun atau sawah. Ketika penggeledahan yang dilakukan polisi di UBK, ia melihat barang-barang yang diamankan di Tempat Kejadian Perkara, berupa pedang, samurai, parang, anak panah, tombak, bom molotov, ketapel, busur panah, buku-buku jihad, VCD-VCD jihad dan buku agenda warna merah berisi gambar sket/denah Polsek Madapangga dan nama-nama anggota Polsek Madapangga. Keterangan yang sama dengan Kades Sanolo dalam persidangan ini diberikan Syarifudin AR, Sekretaris Desa yang juga ikut menyaksikan penggeledahan serta mendengar informasi akibat ledakan bom tersebut ada yang meninggal bernama Firdaus dan ada yang luka bernama Annas. Ia mendengar ledakan di Ponpes UBK dari Rusdin anggota Polsek Bolo melalui handphone miliknya. Supir angkutan umum yang dipakai mengangkut jenazah Firdaus, Muslamin, memberikan keterangan dalam persidangan tersebut. Pada hari Selasa, 12 Juli 2011 sekitar pukul 06.30 wita Muslamin mendapat telepon dari seorang bernama Zulkifli yang mengabarkan bahwa Ustad Firdaus telah meninggal di Ponpes UBK. Zulkifli meminta bantuannya untuk menjemput jenazah Ustad Firdaus ke UBK dengan angkutan umumnya tersebut dengan harga

269

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

sewa Rp 150.000. Ia pun setuju dan melajukan angkot miliknya, pukul 09.00 wita dari Desa O’o Dompu menuju Ponpes UBK. Ikut dalam rombongan penjemput saat itu adalah Zulkifli, Abdul Rasyd, H. Arifin, Syahril H. Marhaeni. Namun dalam perjalanan, Syahril H. Marhaeni rupanya mabuk dan ia meminta berhenti. Saat berhenti, ia berpapasan dengan sebuah sepeda motor yang rupanya dikendarai oleh Rahmat Hidayat yang ingin menjemput keluarga Firdaus ke O’o. Syahril pun berboncengan dengan Rahmat Hidayat menuju Ponpes UBK. Setiba di Ponpes UBK, ia melihat Ustad Abrory dan Ustad Heri berdiri di masjid Ponpes UBK sambil memegang pisau dan panah, sedangkan Busron, Abdullah, Mustakim dan orang-orang yang tidak dikenalnya keliling lokasi ponpes berjaga-jaga. Di sanalah ia baru mengetahui kalau Ustad Firdaus meninggal karena terkena ledakan bom rakitan. Informasi ini ia peroleh langsung dari Ustad Abrory. Oleh Abdullah (orang tua Firdaus), ia diminta membantu mengkafani jenazah Firdaus yang pada saat itu sudah terbaring di dalam ruangan tempat penyimpanan jenazah. Ia melihat luka-luka Firdaus di bagian wajah sebelah kanan hancur/luka terbelah atau terbuka, luka terbuka pada atas mata kaki kiri sebelah luar. Setelah itu, ia membantu mengangkut jenazah Firdaus, memasukkannya ke dalam angkot miliknya. Yang ikut dalam kendaraan itu adalah Zulkifli, Abdullah, istri Firdaus dan Mustakim. Saat mobil keluar Ponpes UBK, dekat jembatan Desa Sanolo, rombongan dihentikan petugas Polres Bima dan diminta menepi ke pinggir jalan. Mereka yang berada di dalam mobil angkot yaitu Zulkifli dan Abdullah berteriak kepadanya agar jangan berhenti dan diminta terus melajukan kendaraan, namun ia tetap menghentikan kendaraan tersebut. Setelah polisi berhasil menghentikan laju kendaraan pembawa jenazah itu, ia bersama rombongan pengantar jenazah yang lain diamankan ke Polres Bima. Ia mengaku terakhir kali bertemu dengan Firdaus pada tahun 2009 di Ponpes UBK dalam

270

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

rangka Taklim (bedah buku) yang berjudul Ahkamudimah (HukumHukum Menumpahkan Darah) dengan penceramah Ustad Heri (salah seorang guru di UBK) yang diikuti oleh kelompok-kelompok Islam yang ada di Bima. Bahwa inti dari ceramah mengenai buku Ahkamudimah tersebut adalah “orang-orang yang tidak menganut Hukum Islam adalah orang kafir dan yang termasuk orang kafir yaitu Polisi, Jaksa dan Hakim." Menurutnya, tidak semua peserta yang hadir pada saat acara taklim (bedah buku) Ahkamudimah tersebut sependapat dengan inti ceramah. Saksi lain adalah Nurudin Ismail, salah seorang yang ikut dalam rombongan pengantar jenazah. Ia mengaku pernah ikut pengajian di Ponpes UBK yang dilakukan oleh Ustad Takiyudin yang karena pindah ke Dompu, kemudian diganti oleh Ustad Abrory. Oleh Abrory ia diminta untuk membantu membangun perumahan di Ponpes UBK. Dari sanalah ia mengetahui ketua di Ponpes UBK adalah Abrory dan para ustadnya seperti Heri, Firdaus dan Atif. Ia mengatakan pernah mendengar berulangkali tauisyah tentang jihad dari Ustad Abrory. Jihad yang dikatakan Abrory adalah seperti memerangi kaum kafir yang tidak menyembah Tuhan selain Allah, memerangi orang-orang yang tidak menjalankan syari’at Islam seperti Polisi, TNI sehingga menumpahkan darah orangorang kafir tersebut tidak berdosa dan halal hukumnya. Ia juga kenal dengan Syakban mantan santri di Ponpes UBK dan sering membantu pekerjaan membangun perumahan di Ponpes UBK. Ia mengungkapkan terakhir bertemu dengan terdakwa Syakban adalah satu minggu sebelum terjadi pembunuhan terhadap anggota Polisi Polsek Bolo. Kala itu ia tengah bekerja menggali lubang WC, Syakban datang ke tempat ia bekerja untuk meminjam sekop. Ia juga menyaksikan bahwa setelah terjadinya pembunuhan terhadap anggota polisi, para santri melakukan penjagaan secara ketat dan ia termasuk salah seorang yang ikut melakukan penjagaan

271

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

karena isunya akan ada penyerangan oleh masyarakat. Penjagaan dilakukan dengan membentuk kelompok. Ia masuk dalam salah satu kelompok yang diketuai Abdussalam. Masing-masing kelompok beranggotakan 11 - 13 orang yang menjaga empat pos. Ia bertugas pada malam hari atas perintah Ustad Abrory. Ketika berjaga, para penjaga ini dilengkapi dengan senjata pedang, parang, pisau dan panah dan semuanya tersedia di Ponpes UBK dan yang membuat anak panah adalah Ustad Abdussalam atas perintah Ustad Abrory. Ia berjaga selama tiga hari hanya pada waktu malam saja. Ketika terjadi ledakan, ia sedang tidur di mushola ponpes tersebut dan terbangun karena mendengar ledakan dari arah sebelah timur dari ruangan perpustakaan. Asap putih kehitaman keluar dari ruangan perpustakaan. Ketika ledakan itu terjadi ia melihat Ustad Abrory berdiri di sebelah timur perpustakaan tersebut. Ia juga diperintahkan oleh Ustad Atif agar ia dan ihkwan lain kembali ke pos masing-masing, untuk berjaga di jembatan sebelah barat Ponpes UBK. Yosi, juga memberikan keterangan yang tidak jauh berbeda dari yang lainnya. Ia menambahkan pada hari Selasa tanggal 12 Juli 2011 sekitar pukul 07.00 wita berangkat ke Ponpes UBK dengan menggunakan sepeda motor sendirian dan bisa langsung masuk areal pondok karena santri yang berjaga sudah mengenalnya. Saat ia memarkir sepeda motornya, ia melihat Furqon membonceng seseorang yang tidak dikenalnya keluar dari pondok tanpa ia ketahui hendak ke mana. Lebih-kurang dua jam kemudian barulah mereka kembali ke pondok tersebut. Ia mengaku melihat Abrory seperti orang kebingungan dan panik saat itu. Saat ia tiba di Ponpes UBK, ia telah melihat ada sebuah angkutan umum warna kuning yang mengangkut jenazah Firdaus. Kesaksian penting disampaikan Abrory, bahwa Mustakim sempat menjadi santri di Ponpes UBK tidak lebih dari 1 tahun. Mustakim datang ke ponpes tersebut untuk membantu menjaga

272

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

ponpes, tapi Abrory tidak tahu siapa yang mengundang Mustakim datang ke ponpes. Ia sempat menyuruh Mustakim untuk membeli korek api kayu sebanyak satu pak dengan memberikannya uang Rp 10.000. Ia juga menyuruh Mustakim untuk membantu menggerus korek api bersama santri yang lain. Kesaksian Rahmat Hidayat, salah seorang santri yang diminta ikut menjaga pondok mengatakan bertemu dengan Mustakim di Ponpes UBK dan ikut dalam rombongan mengantar jenazah Ustad Firdaus untuk dibawa ke Desa O’o Dompu. Ia kenal dengan Ustad Firdaus dan Mustakim hanya sebatas teman karena kebetulan sama-sama menjadi santri di Ponpes Usman Bin Affan Desa O’o Dompu dan sama-sama pernah menjadi santri di Ponpes UBK Desa Sanolo. Saat berada di Ponpes UBK, Rahmat Hidayat bertemu Mustakim di dalam ruangan kelas 1 Ponpes UBK tempat mayat Ustad Firdaus diletakkan. Saat masuk ke ruangan itu, ia melihat keadaan mayat Ustad Firdaus dengan posisi telentang tidak bergerak di lantai dengan ditutupi selembar kain batik coklat. Ia sempat melihat keadaan jenazah tersebut karena Mustakim membukakan kain penutup jenazah. Saat itulah ia sempat melihat muka atau pipi bagian kanan Ustad Firdaus dalam keadaan terluka dan ditutupi kapas. Rahmat Hidayat tidak tahu sejak kapan Mustakim dan ayahnya Abdullah berada di Ponpes UBK. Namun yang jelas saat ia dan rombongan penjemput jenazah tiba, Mustakim sudah berada bersama orang tuanya dan ia bertemu dengannya di dekat jenazah Ustad Firdaus di dalam ruangan kelas berbatasan dengan ruangan tempat terjadinya ledakan bom. Kesaksian Furqon yang ikut berjaga di dekat kamar mandi pondok, bahwa ia mengaku kenal dengan Mustakim. Ia bertemu dengan Mustakim pada hari Senin tanggal 11 Juli 2011 di Ponpes UBK. Ia bersama Mustakim menerima jenazah Ustad Firdaus dari

273

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Ustad Abrory saat dipindahkan dari ruang ledakan ke ruang di sampingnya. Sebelum akhirnya ia ikut mengantar jenazah Firdaus, ia mengaku sempat diminta oleh Abrory untuk membuang barang yang ada di dalam tas bersama Asrak. Setelah terjadinya ledakan di Ponpes UBK ia sempat melihat Mustakim sedang berjaga di depan Ponpes UBK. Ia juga melihat Mustakim memasuki ruang kelas satu (tahasus) setelah dipanggil oleh Abdullah (ayahnya) untuk melihat Ustad Firdaus yang sedang terluka parah karena ledakan bom dan setelah itu tidak tahu apa yang dilakukan Mustakim di ruangan tersebut. Kesaksian Asrak, yang juga mengenal Mustakim, mengaku bertemu dengan Mustakim pada hari Senin tanggal 11 Juli 2011 di Ponpes UBK dan ikut mengantar jenazah Ustad Firdaus. DR. Ramelan, SH. MH, Saksi Ahli Pidana Menurut Saksi Ahli, terorisme adalah kejahatan terorganisasi yang dilakukan oleh lebih dari dua orang atau lebih. Karena itu dalam penerapan hukum tindak pidana terorisme perlu diperhatikan ketentuan hukum tentang penyertaan (deelneming). Baik doktrin maupun yurisprudensi memberikan pengertian turut serta adalah: a. Mereka para pelaku bekerjasama erat untuk melakukan tindak pidana. b. Akan tetapi jangan memandang perbuatan masing-masing peserta secara satu persatu berdiri sendiri, tetapi harus dilihat dalam hubungan dengan peserta-peserta lainnya sebagai satu kesatuan. c. Masing-masing peserta tidak harus perbuatan yang dilakukan memenuhi seluruh unsur tindak pidana, tetapi sesuai kesepakatan pembagian peran masing-masing melakukan perbuatannya tetapi secara keseluruhan perbuatan mereka para peserta telah mewujudkan delik atau tindak pidana. d. Adalah mungkin sekali ada turut serta melakukan tindak

274

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pidana tanpa kehadiran salah satu pelaku turut serta di tempat dilakukannya delik. e. Peranan pelaku peserta tidak harus terlibat dalam pelaksanaan tindak pidana, tetapi juga dapat terlibat dalam permufakatan, perencanaan, persiapan dan permulaan pelaksanaan. Menurutnya, kejadian di Ponpes UBK adalah terorisme. Untuk menilai fakta tersebut tidak boleh hanya sepotong-sepotong, tetapi harus dilihat secara keseluruhan karena tindak pidana terorisme merupakan suatu rangkaian dan dilakukan oleh sekelompok orang dan kelompok bisa menentukan sendiri tujuannya. Kalau ada orang yang mengetahui ada informasi terorisme tapi tidak melaporkannya merupakan tindak pidana terorisme yang diatur dalam pasal 13 huruf c. Saksi ahli Ngurah Wijaya Putra S.Si, M.Si, yang bertugas pada Labfor cabang Denpasar Bali sejak bulan Oktober 1999 sampai dengan sekarang dan Anang Kusnaidi, S.Si., saksi ahli, bertugas pada Labfor cabang Denpasar Bali sejak tahun 1999 sampai dengan sekarang. keduanya memberikan kesaksian mengenai beberapa barang bukti yang diambil dari Ponpes UBK yang diperiksa di Laboratorium Forensik, yang memperkuat bahwa korek api yang digerus (oleh Mustakim) adalah dapat menjadi bagian dari bom rakitan. Dalam persidangan ini, Mustakim menjelaskan bahwa ia berada di Ponpes UBK atas permintaan kakaknya, Ustad Firdaus untuk ikut membantu menjaga pondok bersama santri dan simpatisan pondok, sehari sebelum ledakan terjadi (baca kesaksian Mustakim pada persidangan Abrory). Saat terkena ledakan, kakaknya Ustad Firdaus belum meninggal namun tidak ada upaya dari pihak pondok untuk membawanya ke rumah sakit agar mendapat perawatan/pengobatan dalam keadaannya yang sekarat itu. Dalam persidangannya, semua kesaksian yang diberikan para

275

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

saksi dibenarkan oleh Mustakim. Hanya kesaksian dari saksi ahli saja yang dijawabnya tidak tahu. Ia mengaku menyesal dan kalau dinyatakan terbukti bersalah supaya dihukum ringan supaya bisa melanjutkan sekolah. Berdasarkan keterangan para saksi tersebut, alat bukti surat, dihubungkan dengan barang bukti dan dibenarkan oleh Mustakim, maka diperoleh petunjuk yaitu ada perakitan bom di dalam Ponpes UBK oleh Ustad Abrory, Ustad Firdaus, Ustad Annas, yang salah satu elemennya menggunakan pentol korek api yang telah dihaluskan yang dibuat olehnya dan para ikhwan dan kemudian bom yang dirakit di dalam Ponpes UBK meledak pada tanggal 11 Juli 2011 sekitar pukul 15.30 wita dan menewaskan Ustad Firdaus serta melukai Ustad Annas. Mustakim mengetahui perakitan serta ledakan bom yang mengakibatkan Ustad Firdaus meninggal dan Ustad Annas terluka parah, namun ia tidak melaporkannya kepada aparat berwajib, dan justru bermaksud segera menguburkan Firdaus namun dapat digagalkan oleh pihak berwajib. Atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap Mustakim (baca sidang tuntutan Mustakim), Tim Penasehat Hukum yang diketuai Asludin Hatjani, SH., langsung menyampaikan pembelaan lisan hari itu juga. PH tidak sependapat dengan JPU yang menyatakan Mustakim terbukti bersalah, sebab harus dilihat bahwa tidak ada tindak pidana yang dilakukan itu berdasarkan unsur niat. Dalam perkara ini tidak dilihat adanya niat atau pun maksud dari Mustakim untuk dengan sengaja datang ke Ponpes UBK dan membantu merakit bom. Ia datang ke UBK karena ditelepon oleh kakaknya Ustad Firdaus yang meminta bantuan agar ia bisa ikut menjaga mengamankan pondok setelah mendengar isu bahwa pondok akan diserang warga. Hal ini diperkuat dengan keterangan Kepala Desa Sanolo, Ridwan Yusuf, dalam kesaksiannya dalam persidangan sebelumnya, yang pernah melarang masyarakat untuk tidak menyerang pondok. Kalaupun ada berkaitan dengan senjata, maka pasal yang tepat

276

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

adalah Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, tentang Bahan Peledak dan Senjata Tajam. Penasehat Hukum meminta agar Mustakim dibebaskan dari dakwaan pasal 13 huruf c, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Namun jika hakim berpendapat lain, mohon keadilan bagi Mustakim, seadil-adilnya dan putusan yang seadil-adilnya. Selain penasehat hukum yang memberikan pembelaan di depan sidang, Mustakim juga menyampaikan pembelaan pribadinya. Ia mengatakan bahwa ia masih ingin melanjutkan sekolah dan meminta maaf jika ia bersalah. “Saya masih mau melanjutkan sekolah dan kalau saya bersalah, saya minta maaf. Saya berjanji akan lebih berhatihati dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama,” ujarnya. ***

277

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

278

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pledoi Abrory

Pengadilan Negeri Tangerang, Rabu, 29 Februari 2012, sidang kedelapan, Pembacaan Pledoi oleh Tim Penasehat Hukum yang diketuai oleh Asludin Hatjani, SH., dengan anggota Nurlan HN. SH, Tamin Idrus SH, Ahyar SH dan Ahmad Basuki SH, untuk keenam terdakwa, termasuk Abrory. Pledoi ini prinsipnya menilai tuntutan Penuntut Umum terlalu dini menyebut keenam terdakwa itu sebagai teroris. Menurut Asludin, perbuatan mereka belum ada yang mengarah pada tindak pidana sebagaimana dituduhkan, karena hanya baru perencanaan. Itu pun menurutnya perencanaan untuk mengantisipasi jika ada serangan dari warga atau aparat, ketika mencuat informasi bahwa Ponpes UBK Pimpinan Abrory itu dituding sarang teroris. Dalam kesempatan pledoi ini, Abrory juga melakukan pembelaan pribadi yang ditulisnya selama berada dalam tahanan. Sidang ini diwarnai suasana haru dan dihadiri pula oleh orang tua dan saudara-saudara Abrory. Inilah pledoi pribadi yang disampaikan

279

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Abrory yang sesekali mengusap *** air mata selama membacakan pembelaan dirinya. Abrory membacakan pembelaannya yang ditulis sendiri. Pembelaan yang menyentuh dan mengharukan ini, sempat membuat suasana sidang penuh emosi. Ayahanda, ibunda dan saudarasaudaranya yang sempat hadir menyaksikan sidang ini, tak mampu menahan haru. Mereka menangis mengiringi Abrory membacakan pembelaannya. Dan puncaknya, Abrory menangis dan tampak beberapa kali mengusap air matanya. Penasehat hukumnya, Asludin Hatjani, SH., menyampaikan pledoi terlebih dahulu dan disusul oleh Abrory yang membacakan sendiri pembelaan dirinya di muka persidangan. Pledoi Penasehat Hukum

Pledoi yang diajukan bagi pimpinan Ponpes UBK, Abrory, di muka sidang intinya mengemukakan bahwa, tuntutan hukuman seumur hidup terhadap Abrory sungguh sangatlah berat dibandingkan dengan apa yang telah lakukannya, yaitu menyetujui penjagaan terhadap Ponpes UBK yang dipimpinnya dari kemungkinan serangan yang akan dilakukan oleh kelompok masyarakat akibat perbuatan yang dilakukan oleh salah seorang santri Ponpes UBK. PH mengakui adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Abrory ketika menyetujui dan mengetahui pembuatan alat-alat untuk berjaga dan mempertahankan diri dari serangan, khususnya pembuatan satu buah bom rakitan yang terbuat dari pipa yang agak besar dan puluhan bom pipa lainnya yang kecil-kecil. Namun, pelanggaran tersebut bukanlah pelanggaran dalam tindak pidana terorisme, sebab pembuatan bahan peledak tersebut bukanlah dimaksudkan untuk melakukan tindak pidana terorisme melainkan semata-mata hanyalah untuk menjaga diri. Terjadinya kecelakaan, meledaknya bom tersebut diawali oleh niat baik Abrory yang

280

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

menyuruh ustad Firdaus untuk menyiram bomnya dengan air agar tidak bisa lagi digunakan, karena ia saat itu merasa keadaan sudah aman dan tidak ada tanda-tanda ada penyerangan. Tuntutan seumur hidup terhadap Abrory dinilai PH sungguhlah berat, karena orang-orang yang dikenal luas saja sebagai pelaku tindak pidana terorisme tidak dihukum seberat dirinya. Misalnya, Abu Tholut yang dianggap terlibat dalam pelatihan di Jalin Jantho Aceh yang dihukum 8 tahun, Ubait alias Luthfi Khoidarah yang merupakan koordinator dan bendahara yang juga selalu memberikan tausiyah kepada para peserta pelatihan di Jalin Jantho Aceh hanya dihukum 10 tahun penjara. Demikian juga dengan Ustad Abdul Haris Amir Falah Ketua JAT DKI Jakarta hanya dihukum 4 tahun penjara dan banyak lagi yang lainnya yang melakukan hal-hal yang lebih berat dari Abrory yang dihukum jauh lebih ringan, termasuk Ustad Abu Bakar Ba’asyir yang hanya divonis 9 tahun oleh Pengadilan Tinggi DKI, meskipun juga ia dituntut seumur hidup oleh jaksa yang menuntutnya dalam persidangan. Oleh karena itu, PH sangat berharap Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini dapat bertindak adil dan bijaksana sesuai keyakinannya untuk dapat memutus perkara ini dengan baik sesuai dengan kejadian yang sebenarnya sesuai dengan fakta-fakta hukum yang ditemukan selama dalam pemeriksaan perkara ini. Barang bukti yang disita dalam perkara ini, yang diperlihatkan dalam persidangan, seperti anak panah, ketapel, bom pipa kecil yang sudah diurai atau diamankan atas perintah Abrory, menurut PH, karena ukurannya yang kecil akan mustahil meledak meskipun diledakkan. Demikian pula dengan serpihan bom pipa besar yang meledak sendiri karena terjadinya kesalahan penanganan oleh Ustad Firdaus sebagai orang yang membuatnya. Dari fakta-fakta yang terungkap pada persidangan-persidangan yang sudah dijalani, PH kemudian mengemukakan analisa yuridis terhadap perkara ini. Dalam pembuktian sebuah perkara pidana dalam Pasal 184 ayat

281

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

(1) KUHAP telah ditegaskan bahwa alat bukti yang syah adalah; keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam analisa fakta hukum ini sangat tergantung dari seberapa jauh kehendak berbagai pihak penegak hukum untuk tetap berpegang teguh pada tatanan aturan hukum dengan penafsiran hukum menurut undang-undang dan senantiasa meletakkan posisi hukum sebagai panglima, bukan algojo. Berdasarkan Pasal 1 ayat (27) KUHAP yang dimaksud dengan keterangan saksi adalah “salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu“. Jika dikaji secara naluri tentang eksistensi saksi-saksi yang diperiksa dalam persidangan ini, di luar saksi mahkota, dari sekian banyak saksi yang diperiksa tidak ada satu pun yang merupakan saksi korban. Saksi yang diperiksa hanyalah saksi-saksi sesama mereka sendiri, kalau pun ada saksi lainnya hanyalah saksi dari pihak penangkap yang pada umumnya hanya menerangkan tentang teknis penangkapan Abrory. Dengan demikian, nilai kesaksian saksi-saksi tersebut sangatlah lemah dan karenanya harus diperlukan saksi lain atau alat bukti lain yang dapat menjelaskan bahwa pelaku peristiwa pidana adalah benar-benar terdakwa Abrory. Karena saksi dianggap dapat menjelaskan bahwa perbuatan peristiwa pidana yang dilakukan oleh Abrory diketahui oleh saksi sejak dari dimulainya rencana untuk melakukan kejahatan hingga dapat dibuktikan bahwa rencana pelaku terwujud yang dapat dibuktikan dengan keterangan saksi korban atau saksi lain yang melihat wujud tindakan pelaku. Berkenaan dengan apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa Abrory didakwa melakukan perbuatan terorisme, oleh karena itu sudah sepantasnya harus ada bukti lain berupa keterangan saksi yang dapat menjelaskan bahwa benar terdakwa telah diketahui

282

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

sejak awal telah mempersiapkan segala kebutuhan/alat untuk melakukan kejahatan terorisme sebelum peristiwa terjadi. Dengan demikian dalam pengambilan keputusan untuk menghukum terdakwa, keterangan saksi korban dapat dikatakan bersesuaian dengan keterangan saksi yang lain yaitu saksi dari seorang atau lebih intelijen atau bersesuaian dengan alat bukti surat berupa laporan intelijen serta bersesuaian pula dengan keterangan terdakwa. Fakta hukum yang terungkap dalam persidangan bahwa tidak satu pun saksi di luar saksi mahkota yang dapat mengetahui bahwa benar terdakwa Abrory adalah pelaku kejahatan terorisme yang dimaksudkan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Dalam perkara a quo yang dapat menjelaskan bahwa terdakwa benar sebagai pelaku tindak pidana hanyalah diperoleh dari saksi mahkota dan keterangan terdakwa. Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung No. Reg. 381 K/ Pid/1995 Dalam perkara atas nama terdakwa Yudi Astono, maka diangkat Abstrak Hukum sebagai berikut, “penyidik memecahmecah (splitsing) Berita Acara Penyidikan menjadi beberapa berkas perkara (BAP), dimana para terdakwa dijadikan saksi dan sebaliknya saksi dijadikan terdakwa dalam berkas perkara yang dipisahkan satu sama lain yang disebut saksi mahkota. Hal yang demikian ini adalah bertentangan dengan hukum acara pidana yang menjunjung tinggi hak asasi manusia”. Dengan demikian atas dasar uraian tersebut alat bukti keterangan saksi dalam perkara a quo belum dapat dikategorikan sebagai alat bukti yang syah menurut hukum. Dalam proses persidangan perkara a quo telah didengarkan keterangan saksi-saksi yang pada umumnya adalah saksi di antara para terdakwa sendiri atau saksi mahkota. Dalam pasal 27 ayat (2) PERPU RI. Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah dirubah dengan UU RI. No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan PERPU No. 1 Tahun 2002 Menjadi Undang-

283

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Undang, yang menjadi alat bukti dalam pemeriksaan tindak pidana terorisme. Selain alat bukti yang dimaksudkan dalam Pasal 184 KUHAP, juga ada alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau yang sejenisnya, huruf, tanda, angka, simbol atau porforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. Dalam Pasal 26 ketentuan hukum tersebut di atas juga mengatur tentang bukti permulaan yang cukup dalam sangkaan terhadap perbuatan tindak pidana terorisme dapat menggunakan laporan intelijen. Untuk membuktikan seorang dianggap bersalah dan dapat dijatuhi hukuman harus didukung oleh sekurang-kurangya dua alat bukti yang syah menurut hukum. Status hukum sejumlah saksi korban yang diperiksa haruslah dipandang sebagai saksi sebagaimana saksi korban dalam tindak pidana lainnya yang seharusnya mengetahui benar terdakwalah yang melakukan kejahatan atas diri saksi, namun kenyataannya tidak satu pun saksi yang didengar keterangannya dalam perkara ini yang menjelaskan bahwa terdakwalah pelaku tindak pidana terorisme. Tentang saksi mahkota status hukumnya juga adalah saksi sebagai alat bukti tetapi keterangan saksi mahkota dalam hukum tidak syah menurut hukum sebagaimana disebutkan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. Reg. No. 381 K/Pid/1995, dalam perkara atas nama terdakwa Yudi Astono, kata Asludin. Dengan demikian, dalam perkara a quo, alat bukti keterangan saksi mahkota haruslah dikesampingkan. Alat bukti yang dapat dipergunakan dalam menjatuhkan pidana atas diri terdakwa hanyalah

284

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

alat bukti keterangan terdakwa yang syah menurut hukum untuk dipergunakan dalam menjatuhkan pidana, dengan demikian tidak satu pun alat bukti yang dapat dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagaimana alat bukti dalam perkara tindak pidana terorisme ini dapat membuktikan terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana terorisme. Untuk menentukan seseorang terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana, khususnya dalam perkara ini melakukan tindak pidana terorisme, maka semua unsur yang didakwakan kepadanya harus terpenuhi. Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya membuktikan dua dakwaan, yaitu melanggar pasal 14 jo. pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No. 1/2002 yang ditetapkan menjadi UU.R.I. No. 15/2003 dan pasal 13 huruf b Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No. 1/2002 yang ditetapkan menjadi UU RI No. 15/2003. Pasal 14 jo. pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No. 1/2002 yang ditetapkan menjadi UU RI No. 15/2003. Unsur-unsur yang harus terpenuhi dalam pasal ini dan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No. 1/2002 yang ditetapkan menjadi UURI No. 15/2003 yang didakwakan kepada terdakwa adalah Unsur Setiap Orang, Unsur telah Merencanakan dan/atau menggerakan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, Unsur dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, Unsur bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dan Unsur dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik.

285

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Unsur Setiap Orang Yang dimaksud dengan setiap orang dalam unsur ini adalah setiap orang sebagai subyek hukum yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatan dan tindakannya secara hukum, dalam hal ini adalah terdakwa Abrory dalam persidangan ini. Namun untuk menyatakan unsur ini terbukti atau tidak maka terlebih dahulu harus dibuktikan unsur lainnya, karena unsur ini menunjukkan pada seseorang yang dianggap sebagai pelaku tindak pidana, khususnya pelaku tindak pidana terorisme. Unsur telah Merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme Berdasarkan teori hukum yang diyakininya, JPU menyatakan dan menyimpulkan bahwa unsur ini telah terbukti dilakukan oleh terdakwa berdasarkan fakta hukum tuntutannya yang menyebutkan antara lain bahwa pada tahun 2004 Abrory mendirikan sebuah pondok pesantren yang diberi nama Ponpes UBK yang berlokasi di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, dimana terdakwa menjabat sebagai Ketua Pondok Pesantren tersebut. Selain sebagai Ketua Pondok Pesantren, ia juga menjadi (guru) di Pondok Pesantren tersebut bersama-sama dengan Khaeri Alias Heri, Annas dan Abdussalam (ketiganya melarikan diri/DPO). Selama menjadi ketua di Ponpes UBK, ia secara rutin dan khusus memberikan materi tentang “tauhid jihad“ kepada seluruh santri. Pemahaman tentang tauhid jihad yang ditanamkan kepada para santri adalah perang dalam arti menegakkan syariat Islam dengan memerangi orang-orang kafir (thogut) untuk tegaknya syariat Islam. Pengertian orang kafir (thogut) yang ditekankan kepada para santri adalah orang yang menentang syariat Islam, contohnya orangorang yang membuat undang-undang selain undang-undang Allah yakni undang-undang buatan manusia, termasuk juga orang yang melaksanakan undang-undang buatan manusia tersebut.

286

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Pemahaman yang ditanamkan oleh Abrory sebagai terdakwa kepada para santri mengenai siapa yang dimaksud orang-orang kafir (thogut) yaitu, orang-orang yang tidak melaksanakan syariat Islam dan/atau orang-orang menghalang-halangi pelaksanaan syariat Islam. Orang-orang yang tidak melaksanakan hukum Allah atau ajaran Alquran dan orang-orang yang bersekutu dengan hukum manusia. Terdakwa juga mencontohkan kepada para santri mengenai siapa saja yang termasuk kategori orang kafir (thogut) dalam lembaga pemerintahan Indonesia di antaranya adalah DPR, MPR, Presiden, Kepolisian selaku Alat Negara, Kejaksaan dan Hakim. Sedangkan tahapan-tahapan jihad yang diajarkan oleh terdakwa kepada para santrinya yaitu, jihad dakwah, adalah jihad dengan jalan mendakwahi manusia untuk kembali ke syarat Islam, di mana pemahaman jihad ini ditekankan kepada para santri yang mau tamat. Jihad membela diri (mempertahankan diri), adalah jihad yang diizinkan berperang bagi orang-orang diperangi dalam arti kalau ada sebuah daerah diserang oleh orang kafir maka wajib kaum muslimin mempertahankan dan membela daerah itu hingga musuh itu keluar dari daerah itu, dicontohkan kejadian di Poso dan Ambon. Jihad global, adalah memerangi orang kafir secara keseluruhan sebagaimana orang kafir yang menyerang kaum muslimin secara keseluruhan, dicontohkan seperti perang global melawan kaum muslimin. Jihad memerangi orang munafik dan dholim, adalah jihad yang menentang dan melawan syariat Islam dengan cara dakwah dan pedang dalam arti diperbolehkan untuk membunuh dengan menggunakan pedang terhadap orang-orang yang menentang syariat Islam. Selain memberikan pemahaman tentang tahapan-tahapan jihad, untuk mendorong para santri supaya mau berjihad, terdakwa juga menyampaikan beberapa fadilah atau keutamaan jihad yaitu, akan diampuninya dosa-dosa tatkala darah pertama yang tertumpah (meninggal saat itu) baik dalam kondisi perang benaran dalam arti

287

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

sewaktu melaksanakan amal jihad meninggal dunia, akan terbebas dari azab kubur, tidak akan mendapatkan goncangan hari kiamat, rohnya akan dibawa terbang oleh burung hijau di dalam surga, memberikan syafaat 70 (tujuh puluh) keluarga dan akan mendapatkan bidadari sebanyak 72 (tujuh puluh dua) bidadari. Selain itu, terdakwa juga mengajarkan pemahaman-pemahaman tentang tata cara dalam pelaksanaan jihad, yaitu, ightyalat, adalah cara membunuh musuh (thogut) secara diam-diam. Dalam ightyalat, musuh (thogut) yang akan menjadi target sasaran dipantau dan diawasi secara terus menerus, untuk dicari kelengahannya, kemudian saat musuh (thogut) dalam keadaan lengah, maka musuh (thogut) langsung dibunuh, dengan cara apapun. Dalam ightyalat, siapa pun (santri) yang melakukan pembunuhan terhadap musuh (thogut), akan mendapat pahala sebagaimana pahala jihad. Dalam ightyalat, orang yang dapat dijadikan sebagai target sasaran (thogut) adalah orang-orang yang memusuhi umat Islam atau orang-orang yang suka memata-matai kaum muslimin, dan pemimpin-pemimpin kafir, yaitu pemimpin yang tidak menjalankan atau melaksanakan syariah Islam. Istisyhadiah, adalah menjual dirinya untuk kepentingan Agama Islam. Dalam istisyhadiah, setiap orang (santri) yang mengorbankan dirinya hingga meninggal dunia, demi untuk membunuh musuh (thogut), adalah mati syahid/mati dalam jihad, dengan jaminan masuk surga, contohnya adalah bom bunuh diri. Seluruh pemahaman-pemahaman mengenai tauhid jihad tersebut ditanamkan kepada seluruh santri yang belajar di Ponpes UBK dan lebih khusus lagi terutama kepada para santri tingkat akhir atau santri yang akan lulus dan akan diwisuda pada tahun 2011. Pemahaman-pemahaman tentang tauhid jihad yang diajarkan atau ditanamkan secara terus menerus oleh terdakwa kepada seluruh santri yang belajar di Ponpes UBK tersebut, pada akhirnya menjadi sebuah “doktrin” bagi seluruh santri, yang diyakini harus

288

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

atau wajib ditaati dan dilaksanakan, terutama pemahaman tentang jihad, bahwa membunuh musuh-musuh Allah (thogut) yang dalam hal ini adalah pemerintahan thogut dan orang-orang yang menjaga serta melindungi pemerintahan thogut. Di mana yang dianggap sebagai thogut adalah setiap orang yang tidak mengikuti, mentaati dan beribadah selain Allah SWT, termasuk setiap syetan yang menyerupai manusia termasuk golongannya, adalah kafir dan halal hukumnya untuk dibunuh. Dan jika dapat membunuh orang-orang kafir (thogut) tersebut, maka akan dapat masuk syurga dan tidak akan disiksa oleh Allah dan akan kena azab api neraka (siksaan). Doktrin yang ditanamkan oleh terdakwa tersebut, pada akhirnya mampu merubah cara hidup dan cara pandang seluruh santri, yang menumbuhkan rasa kebencian yang sangat dalam pada diri seluruh santri, terutama terhadap orang-orang yang ada/bekerja di lembaga pemerintahan Indonesia di antaranya adalah DPR, MPR, Presiden, Kepolisian selaku Alat Negara, Kejaksaan dan Hakim. Rasa kebencian yang sangat dalam pada diri seluruh santri tersebut sebagai akibat doktrin yang diajarkan terdakwa, tampak secara nyata telah ditaati dan dilaksanakan sebagai suatu “amaliyah” oleh santri yang belajar di Ponpes UBK, yang salah satunya adalah seorang santri tingkat akhir yang bernama Syakban, yang telah melakukan pembunuhan terhadap anggota polisi dari Kepolisian Sektor Bolo, Kabupaten Bima. Sebelumnya, santri yang bernama Syakban, diberitahu oleh terdakwa dan para pengajar/guru lain yang mengajar di Ponpes UBK, bahwa Kepolisian Sektor Bolo sering menginteli, mematamatai atau mengawasi seluruh kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh para ustad di Ponpes UBK. Mendengar hal tersebut, maka timbul niat dari santri yang bernama Syakban tersebut untuk segera melakukan jihad, dengan cara “ightyalat” yaitu membunuh musuh (thogut) secara diam-diam terhadap anggota polisi yang bertugas di Kepolisian Sektor Bolo, sesuai dengan ajaran/doktrin

289

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yang diajarkan dan ditanamkan oleh terdakwa selama Syakban mondok dan belajar di Ponpes UBK . Syakban merupakan salah seorang dari lima orang santri tingkat akhir di Ponpes UBK, yang sudah sejak lama dibina dan dipersiapkan oleh terdakwa sebagai “pengantin”, yaitu santri (kader) yang akan melaksanakan rencana aksi teror dalam skala besar pada waktu dan tempat yang telah direncanakan oleh terdakwa, yang sudah sejak lama direncanakan dan dipersiapkan oleh terdakwa, termasuk pembunuhan terhadap anggota polisi di Sektor Bolo. Akhirnya pada hari Jum’at tanggal 30 Juni 2011 sekitar pukul 03.45 wita, dini hari, Syakban benar-benar melaksanakan jihad dengan cara “ightyalat”, yaitu melakukan pembunuhan secara diamdiam terhadap salah seorang anggota polisi yang bernama Brigadir Rokhmad Saefudin, yang bertugas di Kepolisian Sektor Bolo, Kabupaten Bima. Tindakan atau perbuatan Syakban melakukan pembunuhan terhadap polisi tersebut, ternyata dilandasi suatu pemahaman secara keliru tentang jihad untuk memerangi orangorang thogut dan sebagai amaliah jihadiyah. Pemahaman yang tertanam di dalam pikiran Syakban terprovokasi oleh adanya tausiyah dan ajaran yang disampaikan oleh terdakwa. Sebelumnya terdakwa memang sudah sejak lama mempersiapkan dan atau merencanakan kegiatan aksi teror. Pada tahun 2001, terdakwa pernah pergi ke Pulau Buru di Ambon Maluku, untuk belajar membuat bom selama enam bulan dengan menggunakan deto (pemicu untuk sebuah ledakan high) asli dan juga belajar merakit bom. Sekitar tahun 2004, sebelum terdakwa mendirikan Ponpes UBK, terdakwa pergi ke Pulau Lombok untuk melakukan survey di daerah wisata Senggigi di Kabupaten Lombok Barat, dengan maksud untuk melakukan pengeboman, tetapi terdakwa belum mewujudkan atau melaksanakan niatnya tersebut, dengan dalih atau alasan masih banyak warga di Senggigi yang melaksanakan salat, padahal sebenarnya terdakwa belum

290

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

mewujudkan atau melaksanakan niatnya tersebut, semata-mata karena belum adanya kesempatan dan sarana pendukungnya. Kemudian, untuk dapat mewujudkan maksudnya tersebut, sepulangnya dari Pulau Lombok, masih sekitar tahun 2004 terdakwa mendirikan Ponpes UBK , di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, untuk lebih mudah mendapatkan dana para donatur dan juga mengumpulkan pengikut dari pemudapemuda muslim yang masih sangat mudah untuk dipengaruhi dan diarahkan keyakinannya, sesuai dengan keinginan terdakwa dan hal ini diperkuat dengan fakta bahwa terdakwa mampu memberikan bantuan dana Rp 25 juta kepada Ubait dan pengiriman dana sebesar Rp 25 juta kepada Harry Kuncoro yang menurut rencana untuk membeli sejata api. Sekitar bulan Februari 2011, saat terdakwa masih menjadi Ketua Ponpes UBK, kembali terdakwa pergi ke Poso selama 25 hari untuk belajar membuat atau merakit bom secara lebih mendalam. Bulan Maret 2011, sepulangnya dari Poso, terdakwa ke Jakarta untuk membeli detonator jenis lampu, yang akan digunakan sebagai alat pemicu bom dan hal ini terdapat persesuaian dengan bom pipa yang meledak di Ponpes UBK bahwa sebagai konektor adalah sejenis lampu natal/hias yang telah dipecahkan kacanya. Maret 2011 terdakwa bertemu dengan Harry Kuncoro di pasar Glodok Jakarta yang yang sebelumnya sudah membuat janji bertemu melalui telefon. Telah ada niat untuk membeli senjata api jenis pistol melalui Harry Kuncoro dan total uang yang telah ditransfer ke rekening Harry Kuncoro untuk membeli pistol sebesar Rp 25.000.000, namun sebelum senjata api dibelikan Harry Kuncoro ditangkap polisi. Atas hal-hal yang dikemukakan Jaksa Penuntut Umum tersebut, Tim Penasehat Hukum tidak sependapat dengan menyatakan bahwa unsur ini terbukti secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh terdakwa. Sebab ada beberapa hal yang harus diluruskan sesuai dengan fakta

291

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yang terungkap di persidangan, yaitu antara lain, bahwa tidak benar tauhid jihad diajarkan secara rutin oleh terdakwa di Ponpes UBK karena tidak ada mata pelajaran yang khusus membahas tentang jihad. Tidak benar pula terdakwa dan ustad-ustad lainnya pernah memberikan tausiyah tentang jihad, namun apa yang disampaikan oleh terdakwa dan ustad-ustad adalah materi jihad sesuai dengan ajaran Alquran yang banyak diceramahkan oleh ustad-ustad pada umumnya. Terdakwa juga tidak pernah mengajarkan untuk membunuh polisi, jaksa dan hakim, terdakwa hanya memberikan tausiyah bahwa setiap umat muslim wajib berhukum dengan hukum Allah. Dari awal terdakwa tidak mengetahui bahwa salah seorang murid Ponpes UBK bernama Syakban akan melakukan penikaman terhadap salah seorang anggota polisi. Berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalan persidangan dan diakui pula oleh jaksa dalam tuntutannya bahwa ketika Syakban akan meninggalkan pondok pamit kepada terdakwa dan beberapa ustad lainnya untuk pulang kampung. Berdasarkan hal tersebut, maka tidak terlihat adanya kehendak dari terdakwa untuk menggerakan orang lain, dalam hal ini saksi Syakban untuk melakukan penikaman terhadap anggota polisi yang mengakibatkan matinya korban. Kematian anggota polisi yang ditikam oleh Syakban tidak ada hubungannya dengan terdakwa. Karena itu tidak bisa dikaitkan dengan terdakwa, apalagi dalam perkara ini terdakwa dianggap sebagai orang yang merencanakan atau menggerakkan Syakban untuk melakukan penikaman merupakan hal yang sangat keliru. Hal ini terbukti, sebab mulai dari tingkat penyidikan sampai pada pemeriksaan di depan persidangan perkara ini saksi Syakban menyatakan dengan tegas bahwa, tidak ada perintah dari Ustad Abrory untuk melakukan pembunuhan terhadap polisi. Itulah fakta hukum yang terungkap di persidangan. Maka menurut PH, unsur ini tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa.

292

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Unsur Dengan Sengaja Menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan Fakta yang terungkap dalam persidangan selain terdakwa, dan saksi mahkota tidak ada saksi lain yang diajukan oleh saudara jaksa dalam perkara ini yang menerangkan bahwa terdakwa secara melawan hukum dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik keterangan terdakwa maupun keterangan saksi mahkota dalam persidangan tidak ada yang menerangkan bahwa terdakwa dalam perkara ini menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan seperti akan menyerang kelompok-kelompok tertentu, atau pihak-pihak tertentu atau melakukan tindakan lainnya berupa kekerasan atau ancaman kekerasan. Jaksa Penuntut Umum menyatakan unsur ini terbukti berdasarkan fakta-fakta hukum bahwa perbuatan Syakban yang menjadi santri Ponpes UBK, membunuh polisi bernama Brigadir Rokhmad Saefudin, pukul 03.45 wita dengan cara “ightyalat”, yang dilandasi suatu pemahaman secara keliru. Tetapi telah diyakini sebagai suatu kebenaran yang mutlak sehingga menjadi suatu “doktrin” tentang jihad, yaitu untuk memerangi orang-orang thogut dan sebagai amaliyah jihadiyah, sebagaimana yang telah diajarkan oleh terdakwa kepada seluruh santri yang belajar di Ponpes UBK. Dan lebih khusus lagi terutama kepada para santri tingkat akhir atau santri yang akan lulus dan akan diwisuda pada tahun 2011 di antaranya adalah Syakban. Bahwa pemahaman-pemahaman tentang tauhid jihad yang diajarkan atau ditanamkan secara terus menerus oleh terdakwa kepada seluruh santri yang belajar di Ponpes UBK tersebut, pada akhirnya menjadi sebuah doktrin bagi seluruh santri, yang diyakini harus atau wajib ditaati dan dilaksanakan. Pemahaman tentang jihad, bahwa membunuh musuh-musuh Allah (thogut) yang dalam hal ini adalah pemerintahan thogut dan orang-orang yang menjaga serta melindungi pemerintahan thogut. Doktrin yang telah diajarkan dan

293

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

ditanamkan oleh terdakwa tersebut, pada akhirnya mampu merubah cara hidup dan cara pandang seluruh santri, yang menumbuhkan rasa kebencian yang sangat mendalam pada diri seluruh santri, terutama terhadap orang-orang yang ada/bekerja di lembaga pemerintahan Indonesia di antaranya adalah DPR, MPR, Presiden, Kepolisian selaku Alat Negara, Kejaksaan dan Hakim. Tindakan pembunuhan Rokhmad yang dilakukan oleh Syakban dan pembuatan bom pipa dapat dikwalifikasikan sebagai penggunaan kekerasan atau setidak-tidaknya bila dihubungkan dengan kegiatan pengumpulan anak panah, pembelian senjata api, pembuatan bom merupakan perbuatan penggunaan ancaman kekerasan. PH menegaskan bahwa Jaksa Penuntut Umum berkesimpulan unsur ini terbukti karena tindakan pembunuhan Rokhmad yang dilakukan oleh Syakban dan pembuatan bom pipa, hal ini sungguh sangat keliru karena sebagaimana dikemukakan oleh PH, ketika menganalisa unsur kedua, maka penikaman yang mengakibatkan meninggalnya Brigadir Rokhmad tidak terbukti ada kaitannya dengan terdakwa. Mengenai pembuatan bom pipa, jika ditinjau secara hukum memang merupakan suatu pelanggaran hukum, namun terbukti sesuai fakta hukum yang terungkap di persidangan bahwa pembuatan bom pipa tersebut dilakukan untuk berjaga-jaga ketika ada kabar yang sudah tersebar di masyarakat bahwa Ponpes UBK akan diserang oleh warga yang merupakan keluarga korban penikaman oleh Syakban yang merupakan santri dari Ponpes UBK. Karena itu, jelas tidak dimaksudkan untuk melakukan tindak pidana terorisme, tapi semata-mata dimaksudkan untuk menjaga diri apabila diserang oleh warga, dan beruntung warga tidak jadi menyerang setelah diberi arahan oleh tokoh-tokoh masyarakat, termasuk Kepala Desa Sanolo, Ridwan Yusuf yang menyampaikan bahwa persoalan tersebut sudah ditangani oleh polisi dan pelakunya sudah ditangkap. Hal ini sesuai dengan keterangannya di depan

294

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

persidangan. Ketika merasa keadaan sudah aman, maka terdakwa menyuruh ustad Firdaus untuk menjinakkan bom yang sudah dibuat dengan cara memasukannya ke dalam air agar tidak meledak. Namun, entah bagaimana kejadiannya terjadi kecelakaan, bom meledak mengakibatkan meninggalnya ustad Firdaus. Jika keberadaan bahan peledak yang karena adanya niat baik dari terdakwa menyuruh ustad Firdaus untuk menjinakkannya, namun kemudian terjadi kecelakaan dan meledak, itu yang dijadikan dasar untuk menuntut terdakwa, maka seharusnya terdakwa dituntut sesuai dengan tuntutan pasal 1 ayat (1) undang-undang Darurat nomor 12 Tahun 1951, bukannya dituntut dengan tindak pidana terorisme. Sesuai fakta hukum yang terungkap di persidangan tersebut, menurut JPU terbukti bahwa Unsur Dengan Sengaja Menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan. Namun menurut PH, tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa. Unsur bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal Salah satu unsur penting dalam pasal 14 jo. pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 2002 yang telah disahkan Menjadi Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah adanya unsur “bermaksud” dan apabila dikaitkan dengan ilmu hukum pidana maka ada tiga kesengajaan yaitu, kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kepastian, kesengajaan sebagai kemungkinan. Kalimat “maksud” di sini adalah tindakan yang dilakukan memang dimaksud oleh pelaku dan akibatnya adalah memang maksud pelaku. Jadi, bukan hanya niat saja dari pelaku dan akibatnya, melainkan juga memang keinginan dari pelaku itu sendiri sehingga pada Pasal 14 jo. pasal 7 adalah meliputi ketiga-tiganya. Namun,

295

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dalam perkara ini tidak ada yang bisa dikaitkan dengan terdakwa, yaitu baik kesengajaan sebagai kemungkinan, kesengajaan sebagai maksud dan kesengajaan sebagai kepastian, sama sekali tidak bisa dibuktikan dalam perkara ini. Hal ini dapat dilihat dari keterangan para saksi dan terdakwa yang semuanya didengar keterangannya berdasarkan sumpah, dalam persidangan terungkap sesuai fakta hukum bahwa terdakwa memang terlibat dalam kegiatan yang dilakukan di Ponpes UBK seperti pembuatan anak panah dan bahan peledak. Namun semua itu dilakukan untuk berjaga-jaga karena isunya pondok pesantren akan diserang oleh warga masyarakat akibat Syakban membunuh seorang anggota polisi bernama Brigadir Rokhmad. Isu rencana penyerangan oleh warga ini terbukti kebenarannya karena sudah beredar di masyarakat dan dapat dibuktikan sesuai keterangan saksisaksi yang memberikan keterangan di bawah sumpah, yaitu Ridwan Yusuf, Nurudin Ismail, Yosi, Rahmad Ibnu Umar, Rahmat Hidayat, Furqon, Asrak dan Mustakim. Dengan demikian maka jelaslah bahwa unsur "dengan maksud melakukan tindak pidana terorisme", tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa. Berdasarkan fakta hukum tersebut, maka jelas unsur ini juga tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa karena pembuatan bahan peledak bukan dimaksudkan untuk meneror orang atau kelompok tertentu tapi untuk menjaga diri apabila pondok pesantren diserang. Unsur dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik Untuk menyatakan unsur ini terbukti dilakukan oleh terdakwa Jaksa Penuntut Umum menguraikan dasar-dasar dan alasan terdakwa mendirikan sebuah Ponpes UBK. Selain sebagai ketua pondok,

296

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

terdakwa juga menjadi guru di pondok pesantren, juga rutin dan khusus memberikan materi tentang “tauhid jihad“ dan penanaman doktrin-doktrin tentang orang-orang yang disebut kafir seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, kepada seluruh santri. Ajaran tentang pemahaman-pemahaman dan fadilah/keutamaan serta tata cara jihad kepada para santri Ponpes UBK. Bahwa seluruh pemahamanpemahaman mengenai tauhid jihad tersebut ditanamkan kepada seluruh santri yang mondok atau belajar di Ponpes UBK dan lebih khusus lagi terutama kepada para santri tingkat akhir atau santri yang akan lulus dan akan diwisuda pada tahun 2011, di antaranya Syakban. Dan jihad itu akhirnya dilaksanakan oleh Syakban. Sebagai pelaku penikaman yang mengakibatkan meninggalnya Brigadir Rokhmad, Syakban, dalam persidangan menyatakan bahwa apa yang dilakukannya tidak ada hubungannya dengan terdakwa. Dengan demikian maka unsur ini juga tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa dalam perkara ini, dan oleh karena itu maka semua unsur dalam pasal ini, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh terdakwa. Pasal 13 huruf b Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No. 1/2002 yang ditetapkan menjadi UU RI No. 15 Tahun 2003. Unsurunsur yang terdapat dalam pasal 13 huruf b Perpu No. 1 Tahun 2002 ini, adalah setiap orang, dengan sengaja dan memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme. Unsur Setiap Orang Yang dimaksud dengan setiap orang dalam unsur ini adalah setiap orang sebagai Subyek Hukum yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatan dan tindakannya secara hukum, dalam hal ini adalah terdakwa Abrory. Namun untuk menyatakan unsur ini terbukti atau tidak maka terlebih dahulu harus dibuktikan unsur lainnya, karena unsur ini menunjukkan pada seseorang yang

297

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dianggap sebagai pelaku tindak pidana, khususnya pelaku tindak pidana terorisme. Unsur Dengan Sengaja Unsur ini dinyatakan terbukti oleh saudara Jaksa Penuntut Umum karena keterlibatan dan perkenalan terdakwa dengan Harry Kuncoro yang sempat menginap dan belajar hafalan Alquran di Ponpes UBK. Kaitan tersebut karena terdakwa dianggap menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme, khususnya DPO Bom Bali I. Namun, berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, yaitu dari keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa terungkap fakta bahwa sekitar tahun 2009, Harry Kuncoro datang ke Kabupaten Bima menemui Mujihadulhaq. Oleh Mujahidulhaq, Harry Kuncoro dikenalkan kepada terdakwa, di mana saat itu Harry Kuncoro secara terus terang memberitahukan kepada terdakwa kalau dirinya sedang dicari atau buronan Densus 88 Polri terkait keterlibatannya sebagai pelaku dalam Kasus Bom Bali I, yang mana Harry Kuncoro adalah adik ipar dari Dulmatin (buronan Bom Bali I dan kasus terorisme Aceh yang telah meninggal dunia). Abrory yang sudah mengetahui bahwa Harry Kuncoro adalah buronan atau pelarian yang sedang dicari atau diburu (DPO) oleh Densus 88, tidak melaporkannya kepada pihak kepolisian, malah terdakwa mengizinkan Harry Kuncoro untuk tinggal dan bersembunyi di Ponpes UBK. Selama berada di Ponpes UBK, Harry Kuncoro ikut belajar hafalan Alquran bersama-sama dengan santri yang lain, sambil menunggu hingga situasi sudah dirasakan aman. Setelah Lebaran Haji (Hari Raya Idul Adha), Harry Kuncoro berpamitan kepada terdakwa untuk pulang kembali ke Jawa, karena sudah merasa aman dan juga ada urusan yang hendak ia selesaikan yaitu untuk mengurus visa keluar negeri. Berdasarkan hal tersebut, saat Harry Kuncoro tinggal bersama terdakwa di Ponpes UBK, dimana menurut JPU, terdakwa selaku

298

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pimpinan pondok pesantren tersebut, mengetahui jika Harry Kuncoro adalah DPO, terdakwa melakukan dengan sengaja, menyadari sepenuhnya dan memahami tentang perbuatannya dan apa akibatnya. Kesimpulan Jaksa Penuntut Umum tersebut sungguh sangat keliru, karena Harry Kuncoro bukanlah Daftar Pencarian Orang (DPO) pelaku bom Bali I. Hal ini dapat dibuktikan dengan persidangan sekarang ini yang dijalani oleh Harry Kuncoro yang didakwa karena memiliki senjata yang dibawa dari Filipina. Dengan demikian dasar JPU menentukan unsur ini terbukti dilakukan oleh terdakwa, terbantah dengan sendirinya karena Harry Kuncoro bukanlah DPO kasus Bom Bali I. Oleh karena itu maka jelas unsur ini tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa sebagaimana disimpulkan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya. Unsur Memberikan Bantuan atau Kemudahan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Terorisme dengan Menyembunyikan Pelaku Tindak Pidana Terorisme Menurut PH, terlihat dengan jelas untuk membuktikan unsur memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme ini. Jaksa Penuntut Umum kembali mendasarkan pada kedudukan atau status dari Harry Kuncoro yang dinyatakan sebagai DPO dalam kasus Bom Bali I, namun sebagaimana yang dikemukakan dalam analisa unsur dengan sengaja, maka Harry Kuncoro bukanlah DPO pelaku Bom Bali 1 sebagaimana diungkapkan oleh JPU. Harry Kuncoro menjalani persidangan di pengadilan dengan dakwaan menguasai dan memiliki senjata api. Dengan demikian jelas dan terbukti bahwa unsur ini juga tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa. Oleh karena itu maka secara keseluruhan unsur memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan pelaku tindak pidana

299

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

terorisme tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa dalam perkara ini. Dan oleh karena itu pula maka sudah sepantasnya terdakwa dibebaskan dari seluruh dakwaan terorisme. Tim Penasehat Hukum terdakwa secara objektif menilai bahwa apa yang dilakukan oleh terdakwa yang dilakukan sebagai wujud pertanggungjawabannya sebagai pimpinan pondok pesantren memang telah melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, namun itu bukanlah pelanggaran terhadap tindak pidana terorisme, melainkan pelanggaran terhadap Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951. Penasehat Hukum menyampaikan hal-hal yang meringankan terdakwa antara lain, selama dalam persidangan terdakwa tidak pernah mempersulit jalannya persidangan. Terdakwa selalu berlaku sopan dalam persidangan. Dan terdakwa masih muda serta masih mempunyai masa depan sebagai tulang punggung keluarga, khususnya anak-anak terdakwa yang masih kecil-kecil berjumlah enam orang. Berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan dalam pledoi/nota pembelaan ini, adalah merupakan fakta-fakta yang telah terungkap di persidangan yang mencakup segala sesuatu yang terjadi. Serta terbukti secara sah dan meyakinkan terdakwa tidak melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana yang telah didakwakan dan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum terhadapnya. Dan berdasarkan kesimpulan tersebut, maka Penasehat Hukum memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan, untuk menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme dengan melanggar pasal 14 jo. pasal 7 PERPU No. 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan PERPU No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme

300

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dengan melanggar pasal 13 huruf PERPU No. 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan PERPU No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sesuai pasal 1 ayat (1) UndangUndang Darurat No. 12 Tahun 1951. Membebaskan Terdakwa dari segala Dakwaan dan Tuntutan terorisme. Mengembalikan harkat dan martabat serta merehabilitasi nama Terdakwa akibat dakwaan dan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum karena sangkaan sebagai pelaku tindak pidana terorisme. Menetapkan biaya perkara ditanggung oleh negara. Atau apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang berpendapat lain, maka PH memohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono) dan dengan hukuman yang seringan-ringannya. ***

301

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

302

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

PLEDOI PRIBADI ABRORY:

"Firaun yang Bersalah"

Pada kesempatan sidang pembelaan itu, menurut Abrory, ia merasa didzolimi oleh aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah. Inilah curahan hati Abrory dalam pembelaan yang disampaikannya di muka sidang pengadilan hari itu yang diberinya judul "Firaun yang Bersalah". Pledoi ini disampaikannya dengan suara yang lantang dan tegas, khas khotbah yang biasa dilakukannya selama ini. Berikut petikannya. Sungguh, Firaun dan Haman bersama bala tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. Adakah kesamaannya dengan rezim hari ini? Akankah sejarah terulang kembali? Apakah hatinya ada kemiripan dengan rezim sekarang? Apakah Firaun akan muncul setiap zaman? Adakah rezim Firaun sekarang? Saya telah ridho Allah sebagai Rabb. Saya telah ridho Islam sebagai dien. Saya telah ridho Muhammad sebagai Nabi. Renungan dan pelajaran. Segala puji hanya milik Allah. Kami memuji-Mu, kami

303

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Abrory membacakan pledoi pribadinya berjudul “Firaun yang Bersalah”

Abrory tidak mampu menahan haru ketika membacakan pledoi pribadinya di depan hakim Pengadilan Negeri Tangerang

meminta pertolongan, ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari keburukan nafsu dan kejelekan amal-amal kami. Barang siapa yang Allah beri petunjuk, maka tak ada seorang pun

304

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yang bisa menyesatkannya. Barang siapa yang disesatkannya, maka tak seorang pun yang mampu menunjukinya. Aku bersaksi tiada Allah (sesembahan) yang haq, melainkan hanya Allah satu-satunya, tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi pula sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah dan hamba-Nya. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah, nabi akhir zaman yang tiada nabi lagi setelahnya. Barang siapa yang mengaku nabi setelah diutus Muhammad bin Abdullah maka dia telah berdusta. Salawat dan salam juga kepada keluarganya, sahabatsahabatnya, tabi’in, tabiut tabiin dan orang-orang yang senantiasa menapaki jalan mereka sampai akhir zaman. Para jaksa, para hakim dan para hadirin sekalian. Pada hari ini saya akan membacakan pledoi yang mudah-mudahan bermanfaat dan bisa diambil pelajaran dan i’tibar. Kemarin (tanggal 22 Februari 2012), saya dituntut seumur hidup. Jaksa Penuntut Umum menuntut seperti itu tanpa mendengar dan peduli terhadap para saksi yang mereka datangkan sendiri. Begitu juga saksi mahkota. Dengan begitu sombong dan beraninya menyalahkan Alquran dan As-Sunah dengan penyataan bahwa pemahaman kami ini keliru. Kami berlindung kepada Allah dari yang demikian itu. Sehingga pada kesempatan hari ini, saya akan meluruskannya, dengan judul Fir'aun yang Bersalah. Sungguh Firaun dan Haman bersama bala tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. Allah menjelaskan bentuk-bentuk kesalahan Firaun dalam kitab-Nya yang mulia. Pertama, Firaun adalah manusia yang melampaui batas dengan sombong dia menyatakan dirinya sebagai Rabb (tuhan) yang paling tinggi. Ia lalu mengutip firman Allah yang tercantum dalam Alquran dengan arti, pergilah engkau kepada Firaun. Sesungguhnya ia telah melampaui batas. Seraya berkata, Akulah tuhanmu yang paling tinggi. Tuhan dalam bentuk apakah yang dimaksud oleh Firaun? Apakah tuhan pencipta langit dan bumi? Atau apakah tuhan yang

305

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

bisa mendatangkan manfaat dan bisa menghindarkan dari bahaya? Atau tuhan yang bisa mengetahui perkara-perkara yang gaib? Atau tuhan yang mengatur dan membuat undang-undang? Untuk menjawab semua pertanyaan di atas, perhatikan ayatayat Allah dalam kitabnya. Artinya, Firaun bertanya, siapa tuhan seluruh alam itu? Dia (Musa) menjawab, Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya (itulah tuhanmu), jika kamu mempercayainya. Dalam ayat ini, Firaun tidak membantah sedikit pun ketika Musa menjawab pertanyaannya bahwa Rabb (Tuhan) semesta alam adalah Rabb pencipta langit dan bumi. Ini menunjukkan bahwa Firaun bukan Tuhan pencipta langit dan bumi. Firaun juga bukanlah tuhan yang mampu mendatangkan manfaat dan bukan juga tuhan yang mampu menghilangkan mudharat dan bahaya. Sebagai bukti, tatkala Allah kirimkan kepada rezim Firuan topan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum berubah menjadi darah) dia (Firaun) tak mampu menghindarkan dirinya dan rakyatnya dari bencana dan bahaya yang menimpanya. Bahkan memohon kepada Musa agar berdoa kepada Rabb (Tuhan-Nya) untuk menghilangkan bencana yang menimpanya (Firaun dan rakyatnya). Sebagaimana Allah berfirman yang artinya, maka kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka kaum yang berdosa. Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu), mereka pun berkata, wahai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu sesuai dengan janji-Nya kepadamu. Jika engkau dapat menghilangkan azab itu dari kami, niscaya kami benar-benar akan beriman kepadamu dan pasti akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu. Firaun juga tidak mengklaim dirinya sebagai tuhan yang mengetahui perkara-perkara yang gaib. Sebagai bukti Firaun telah mengambil dan mengasuh Musa yang akan menjadi musuhnya bahkan yang merobohkan singgasananya dan menjatuhkan rezimnya

306

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

serta menjadikan kesedihan baginya. Seandainya Firaun mengetahui perkara gaib, maka mesti Musa akan dibunuhnya, sebagaimana Allah berfirman yang artinya, maka dia dipungut oleh keluarga Firaun agar kelak dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Terus, Tuhan yang bagaimana, Tuhan macam apakah yang diklaim Firaun tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini pun, tidak boleh lepas dari Alquran Kalamullah dan hadits Rasulullah. Kita orang yang mengaku muslim dan mengklaim diri sebagai orang yang beriman. Allah telah berfirman, yang artinya, mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi) dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah dan juga Al-Masih Putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Illah (Tuhan) yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Maha suci Dia dari apa yang mereka persekutukan. Rasulullah menerangkan maksud dari pengangkatan orangorang alim (para cendekia) dan ahli-ahli ibadah sebagai Tuhan. Diriwayatkan oleh Al-Iman Ahmad dan At-Tirmidzi, sesungguhnya Adi bin Hatim ketika datang kepada Rasulullah dan di lehernya ada kalung salib yang terbuat dari perak, nabi membaca ayat ini. “Mereka menjadikan orang-orang alim (para cendekia) dan ahli-ahli ibadah sebagai tuhan selain Allah”. Adi berkata: saya berkata sesungguhnya mereka tidak beribadah kepada mereka (orang-orang alim dan ahli ibadah). Maka nabi bersabda, iya, bukankah sesungguhnya mereka telah mengharamkan yang halal kepada mereka? Dan mereka menghalalkan yang haram terhadap mereka? Mereka pun mengikutinya. Yang demikian itulah ibadahnya mereka kepadanya (orang alim dan ahli ibadah). Dengan ayat di atas Allah memvonis dengan beberapa vonis yaitu; 1. Rakyat mengangkat orang-orang alim, para cendekia dan ahli ibadah (para ustad dan kiyai) sebagai Tuhan selain Allah. 2. Orang-orang alim, para cendekia, ahli ibadah (para ustad dan kiyai) mengangkat dirinya sebagai Tuhan.

307

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

3. Mereka, rakyat dan penguasa melanggar kalimat tauhid. 4. Mereka telah melakukan kesyirikan (persekutuan) dalam hukum dan undang-undang. 5. Allah pun memvonis mereka dengan orang-orang musyrik. Jelaslah pengklaiman Firaun sebagai tuhan bukanlah tuhan pencipta langit dan bumi, bukan tuhan yang bisa mendatangkan manfaat dan mampu menghilangkan mudharat dan bahaya, bukan pula tuhan yang mengetahui perkara-perkara gaib. Akan tetapi yang dimaksudkan Firaun adalah tuhan yang membuat aturan dan undang-undang diterapkan di tengah-tengah rakyat dan diikutinya serta dipaksa tunduk kepada aturan dan undang-undang tersebut. Ini kesalahan pertama rezim Firaun. Yang kedua, tatkala ada seseorang yang mengajak kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka tak segan-segannya rezim Firaun akan membunuhnya. Allah berfirman, dan Firaun berkata kepada pembesar-pembesarnya, biar aku yang membunuh Musa dan suruh dia memohon kepada Tuhanmu. Sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di bumi. Ini kesalahan rezim Firaun yang kedua. Yang ketiga, tatkala ada seorang yang mengajak untuk kembali kepada aturan dan undang-undang Allah, maka rezim Firaun akan memenjarakannya, sebagaimana Allah berfirman, dia Firaun berkata, sungguh jika engkau menyembah Tuhan selain aku, pasti aku masukkan engkau ke dalam penjara. Kesalahan keempat rezim Firaun. Tatkala ada seorang yang mau tunduk dan taat pada aturan dan undang-undang Tuhan pencipta langit dan bumi, maka rezim Firaun akan mengancamnya dengan berbagai macam siksa sebagaimana Allah berfirman, lalu para penyihir itu merunduk bersujud, seraya berkata kami telah percaya pada tuhannya Harun dan Musa. Dia Firaun berkata, apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi ijin kepadamu? Sesungguhnya itu pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu. Maka sungguh, akan

308

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

kupotong tangan dan kakimu secara bersilang, kaki kiri dan tangan kanan atau sebaliknya dan sungguh akan aku salib kamu pada pangkal pohon kurma dan sungguh kamu pasti akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksaannya. Ini yang keempat. Kesalahan kelima. Rezim Firaun mengirim bala tentaranya untuk mematai-matai mewaspadai setiap orang yang lantang menyuarakan untuk kembali kepada Rabb (Tuhan) semesta alam, untuk berhukum kepada undang-undang dan aturannya. Allah berfirman, kemudian Firaun mengirimkan orang ke kota-kota untuk mengumpulkan (bala tentaranya). Firaun berkata, sesungguhnya mereka Bani Israil hanya sekelompok kecil dan sesungguhnya mereka telah berbuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita dan sesungguhnya kita semua harus selalu waspada. Kesalahan keenam. Ketika ada seseorang yang mau merubah aturan dan undang-undang rezim Firaun dengan aturan dan undangundang Allah, itu dianggap makar, menentang rezin dan subversif. Sebagaimana Allah berfirman, Firaun berkata, mengapa kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi ijin kepadamu? Sesungguhnya ini benarbenar makar, tipu muslihat, pelanggaran hukum yang telah kamu rencanakan di kota ini, untuk mengusir penduduknya, kelak kamu akan mengetahui akibat perbuatanmu ini. Memang Firaun tidak pernah mengakui kesalahan-kesalahan ini. Kenapa dan why? Yang namanya rezim tak akan pernah mau mengakui kesalahan-kesalahannya karena dialah pemilik undangundang, pembuat aturan dan yang menjalankannya di tengah-tengah rakyatnya baik mereka suka atau tidak suka. Akan tetap Allah telah memvonisnya sebagai seorang yang bersalah. Sekarang kita bandingkan dengan rezim dan penguasa sekarang. Adakah kesamaannya? Apakah rezim Firaun akan muncul setiap masa dan zaman? Apakah hati Firaun ada kesamaan hati dengan rezim hari ini? Terus apakah rezim Firaun telah muncul hari ini? Adakah sejarah terus terulang satu persatu kesalahan Firaun ada

309

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

kemiripan dan kesamaan dengan kesalahan rezim hari ini karena hatinya sama dan serupa, sebagaimana Allah berfirman, hati mereka serupa (sama). Kesalahan pertama, rezim Firaun mengklaim diri sebagai Rabb (tuhan) pembuat undang-undang dan aturan-aturan untuk diterapkan di tengah-tengah rakyatnya, baik mereka suka maupun tidak suka. Rezim hari ini pun mempunyai lembaga yang telah ditetapkan oleh undang-undang dasar untuk membuat aturan dan undang-undang untuk diterapkan dan dilaksanakan di tengah-tengah masyarakatnya meski bertentangan dengan aturan dan undang-undang Allah. Kalau di Indonesia ada MPR, DPR, Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan pelaksanaannya dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan dan kehakiman. Kesalahan kedua, rezim Firaun akan membunuh seseorang yang ingin mengganti undang-undangnya. Tak beda dengan rezim hari ini tatkala ada seorang yang ingin kembali pada Rabb (tuhan) pencipta langit dan bumi, kepada aturan dan ketetapannya dan rasul diancam dibunuh. Kesalahan ketiga, rezim Firaun akan memenjarakan setiap orang mengambil Ilah (tuhan) pembuat undang-undang, aturanaturan, ketetapan-ketetapan selain dirinya. Mirip dengan rezim hari ini tatkala ada seorang yang menjadikan hanya undang-undang Allah sebagai aturan yang diterapkan, maka akan diancam penjara. Kesalahan keempat, rezim Firaun mengancam setiap orang yang mau kembali ke pencipta alam semesta dengan berbagai macam siksaan. Sama dengan rezim hari ini, tatkala ada seorang yang berani merubah undang-undang , aturan-aturan, ketetapan-ketetapan tuhan selain Allah, maka diancam dengan berbagai macam siksaan seperti dipukul, disetrum, dicabut kukunya, diduduki pakai meja, digergaji, dibor dan lain-lain. Kesalahan kelima, rezim Firaun akan memata-matai dan mewaspadai setiap orang yang mau kembali hanya kepada Allah.

310

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Serupa dengan rezim hari ini akan memata-matai dan selalu waspada pada setiap orang dan gerakan yang hanya beriman kepada Allah dan mengkufuri setiap peribadatan selain Allah. Rezim akan mengirim tentaranya baik polisi, tentara maupun sipil untuk memata-matai dan mewaspadainya. Kesalahan keenam, rezim Firaun menganggap sebagai makar, penentang undang-undang apabila ada seseorang yang merubah ketetapan dan aturannya. Tak ada bedanya dengan rezim hari ini, apabila ada seseorang dan gerakan yang ingin merubah dasar negara dengan undang-undang dan ketetapan Allah dan rasulnya dianggap makar, melawan pemerintah thoghut dan lain-lain. Kalau saya divonis salah oleh pemerintah thoghut itu sesuatu yang wajar karena mereka adalah rezim yang berkuasa, rezim yang membuat undang-undang, rezim yang memaksa setiap ketetapannya, rezim yang menjadikan dirinya sebagai tuhan, rezim yang menyombongkan diri terhadap Allah, rezim yang melawan kekuasaan Allah pencipta dirinya dan alam semesta. Akan tetapi ada hakim yang agung, hakim yang paling adil, hakim tidak menerima suap, hakim yang tidak menzalimi walau sedikit pun yaitu Allah. Dia memvonis rezim Firaun dan rezim yang serupa, sehati, sama dengannya dengan vonis rezim yang bersalah. Sesungguhnya Firaun dan Haman bersama bala tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. Saya berlepas diri dari keputusan ini karena diputus dengan hukuman dan undang-undang thogut, undang-undang yang bertentangan dengan hukum Allah, hukum jahiliyah dan kafir, fasiq dan dzolim. Intinya hukum manusia yang diwahyukan oleh syetan, hukum pesanan Amerika (USA), begitu kata ahli pidana. Saya hanya bisa berkata sebagaimana tukang-tukang sihir Firaun yang telah beriman kepada apa yang dibawa oleh rasul Allah yaitu Harun dan Musa. Allah berfirman, mereka para penyihir yang sudah beriman,

311

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

berkata, kami tidak akan memilih, tunduk, kepadamu atas buktibukti nyata mukjizat yang telah datang kepada kami dan atas Allah yang telah menciptakan kami. Maka putuskanlah yang hendak engkau putuskan sesungguhnya engkau hanya dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini. Kita pun akan berada di pengadilan yang paling adil, pengadilan yang tidak meninggalkan yang kecil maupun yang besar. Termasuk pada keputusan ini, saya berada pada pihak yang bersalah. Pada hari kiamat terdapat waktu pertemuan kita, di depan Rabb (tuhan) semesta alam. Di hari kiamat ada qishas, hari saat berdiri di depan mahkamah Rabb yang maha adil, di hadapan Allah, tertulis pada pintunya: pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya. Allah mengampuni apa yang dia kehendaki atas hak-Nya yang tidak dipenuhi, tetapi tidak mengampuni sedikit pun atas hak-hak para hamba yang terampas, hak-hak para hamba yang terdzalimi. Renungkanlah, jika kalian berlaku zalim terhadap hamba-Nya yang terampas, dengan kaki mana kalian akan berdiri di hadapan Rabbmu pada hari itu, dengan telinga mana kamu akan mendengar perkataan yang akan disampaikan. Renungkanlah, pada hari diperlihatkan semua amal di hadapan Allah, pikirkanlah keadaanmu, bagaimana kamu, sementara hati telah dipenuhi rasa gentar, sedih dan takut, gemetar seluruh tubuh, sampai ke tenggorokan, nafas tersengal-sengal dan usus pun terburai. Renungkanlah, ketika seluruh umat berkelompok-kelompok di mahsyar, di mana para pendusta yakin dirinya akan binasa, sengsara dan merana, sedangkan para nabi, rasul, siddiq dan para pengikut mereka yang setia menyerukan diriku, diriku. Renungkanlah, keadaan dirimu dan kamu berada dalam kondisi di atas, para hamba yang telah kamu dzalimi loncat kepadamu, menyerang dan menuntutmu, mereka mengitarimu dan menjulurkan

312

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tangannya kepadamu yang ini mengambil tanganmu yang itu menjambak rambutmu dan salah seorang dari mereka berkata, ya Rabbku, dia telah memukulku yang lain berkata dia telah memakiku, yang ketiga berkata, dia telah merampas hak keluargaku, dia telah merampas hartaku, dia telah menghinaku, dia telah memutus dengan hukuman thoghut kepadaku, sehingga aku masuk penjara ya Rabbku. Renungkanlah, ketika kamu berada dalam keadaan seperti itu, kamu tidak tahu apa yang harus kamu katakan, tidak tahu apa yang harus kamu lakukan, ke mana kamu akan lari, bagaimana kamu bisa bebas, sedangkan urusan telah mengagetkanmu, keadaan telah membingungkanmu saat mendengar seorang penyeru berseru, pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini, sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya. Renungkanlah, kalian telah merampas hak-hakku, kalian telah mendzalimiku, merampas hak-hak keluargaku, merampas hak-hak anakku, merampas hak-hak saudara-saudaraku dan lebih khusus lagi kalian telah merampas hak-hak ibu dan bapakku. (Abrory tak kuasa menahan emosi karena haru. Berkali-kali ia menangis dan mengusap air matanya. Namun ia terlihat tetap tegar dan nada suaranya tetap lantang dan kuat. Ia melanjutkan pembelaannya dalam derai air mata). Renungkanlah, sehari di sisi Allah sama dengan seribu tahun dalam hitungan kalian di dunia. Sesungguhnya sehari di sisi Rabbmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung. Renungilah, sehari yang kalian dzalimi, sehari yang kalian rampas hak-hak kami, sehari yang menyebabkan kami masuk penjara akan dibalas di pengadilan yang maha adil, di mahkamah Allah dengan seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung. Seminggu adalah tujuh hari, sebulan adalah tiga puluh hari, setahun adalah tiga ratus enam puluh hari. Kalikan saja setahun dengan 360 hari kali seribu

313

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tahun, sama dengan 360.000 tahun atau sama dengan 129.600.000 hari. Renungilah, ini baru setahun, bagaimana kalau dua tahun, tiga tahun, sepuluh tahun, lima belas tahun atau dua puluh tahun? Kalau jam, 24 x 129.600.000 = 3.110.400.000 jam. Siksaan ini akan semakin bertambah keras setiap detiknya. Allah berfirman, maka karena itu rasakanlah. Maka tidak ada yang akan kami tambahkan kepadamu selain azab, siksaan. Renungkanlah, hari-hari bagi orang yang dzalim di dalam penjara neraka. Rasulullah menggambarkan, bahwa neraka itu telah dibakar selama seribu tahun hingga warnanya menjadi putih. Kemudian dibakar lagi selama seribu tahun hingga warnanya berubah menjadi merah. Kemudian kembali dibakar selama seribu tahun hingga warnanya berubah lagi menjadi hitam yaitu warna hitam pekat dan gelap sekali, sehingga apinya tidak bercahaya saking hitamnya. Saya pun masuk penjara dunia. Tetapi di akhirat saya pun akan membuat surat dakwaan kepada Allah sebagai hakim di atas hakim, king of the king. Apakah saya yang bersalah atau jaksa penuntut umum atau hakim yang telah memutuskan dan memvonis saya masuk penjara yang salah? Apakah saya yang bersalah atau JPU dan hakim yang telah memutuskan dengan hukum thoghut yang bersalah? Begitu juga kepada para polisi yang membela dan menolong hukum thoghut. Apakah saya yang bersalah atau polisi yang menangkap saya dan kawan-kawan saya yang bersalah? Penjara dunia tidaklah sedahsyat penjara akhirat. Penjara dunia kita masih bisa rehat dan tidur, masih bisa makan dan minum yang menyehatkan badan, beralaskan tikar, berselimut, masih tersenyum dan tertawa, masih bisa beribadah dengan tenang. Tetapi penjara neraka bagi mereka yang bersalah, penjara yang lantai, dinding dan atapnya dari api, tikar dan selimut dari api, penjara yang tidak bisa rehat dan tidur, penjara yang makanannya dari pohon

314

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Penasehat Hukum Abrory, menyerahkan tulisan berupa curahan hati keluarga Abrory kepada Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang

zaqqum, pohon yang tumbuh dari dasar neraka bentuknya seperti kepala syetan, yang apabila diteteskan satu tetes di dunia maka akan merusak seluruh kehidupan, penjara yang makanannya adalah pohon berduri yang tertahan di tenggorokan, tidak masuk tidak bisa keluar. Ada pun minumannya adalah air yang sangat puncak rasa panasnya, minumannya adalah lelehan timah, air nanah yang keluar dari daging dan kulit para penghuni neraka. Nanah yang bercampur darah yang menyebabkan kulit dan dagingnya berjatuhan sedikit demi sedikit, mereka hanya bisa menangis dan menangis sampai mengeluarkan air mata darah. Mereka ingin kembali ke dunia lagi untuk beramal saleh dan berhukum dengan apa yang Allah turunkan, mereka menyesal telah berhukum dengan hukum buatan manusia, hukum jahiliyah, hukum thoghut, mereka menyesal telah membela dan berperang dengan hukum thoghut. Inilah hukuman bagi orang yang bersalah di penjara akhirat yang setiap detiknya bertambah besar siksaannya selama-lamanya. Kalau

315

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

pun tidak selamanya, tidaklah berkurang azab dan siksaannya. Saya bersaksi, tidak ada Illah yang haq kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad bin Abdullah adalah hamba dan utusanNya. Yang terdzalimi, Maskadov dan kawan-kawan. Usai Abrory membacakan pledoi pribadinya, giliran orang tuanya menyerahkan tulisan berupa curahan hati keluarga yang mencintai Abrory. Tulisan yang tidak masuk dalam materi persidangan (keterangan keluarga di luar persidangan) ini, oleh penasehat hukumnya diberikan kepada hakim dan jaksa. ***

316

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Pledoi Syakban:

Islam Agama Solusi

Selain Abrory yang membacakan pledoi pribadinya, Syakban juga melakukan hal yang sama pada sidang hari Rabu, 29 Februari 2012. Diawali dengan pembacaan pledoi oleh Penasehat Hukum yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan pledoi/pembelaan diri oleh Syakban. Pledoi dari Penasehat Hukum. Syakban melakukan pembunuhan terhadap anggota Polisi Rokhmad Saefudin pada hari Kamis tanggal 30 Juni 2011, sekitar pukul 03.45 wita, di Kantor Polsek Bolo. Sesungguhnya ia tidak mengetahui nama polisi yang dibunuhnya. Niat awal Syakban adalah mencari anggota polisi yang bernama Agus, sebagai targetnya, karena dinilainya sering menginteli Ponpes UBK. Ia mengetahui anggota polisi bernama Agus, dari sebuah peristiwa sebelum ia membunuh anggota Polisi. Suatu hari, ada orang yang mengaku berasal dari Bali dan tersesat di Bima kemudian masuk Ponpes UBK dan berpura-pura ingin menjadi Santri. Gelagat

317

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

orang tersebut tampak mencurigakan sehingga sempat diinterogasi oleh Abrory dan Atif. Orang tersebut lalu mengaku bernama Akbar dan mengatakan disuruh oleh Polisi bernama Agus untuk mematamatai Pondok UBK. Syakban membunuh Rokhmad Saefudin menggunakan senjata tajam berupa pisau belati yang sudah disiapkannya. Saat melaksanakan amaliyah jihad membunuh Brigadir Rokhmad Saefudin, ia membawa pisau belati tersebut dalam sebuah kantong di balik jaket yang dikenakannya, yang telah dijahit secara khusus. Ia berangkat dari rumah kakaknya yang berjarak sekitar 400 meter dari Polsek Bolo, dengan berjalan kaki. Selama dua hari ia mengamati situasi Polsek Bolo, situasinya selalu ramai. Maka pada hari ketiga, ia datang lebih awal dari sebelumnya untuk melaksanakan niat pembunuhan tersebut. (Proses perencanaan waktu pembunuhan dan ketika pembunuhan terjadi serta motif pembunuhan, baca persidangan pemeriksaan Syakban sebagai saksi pada persidangan Abrory). Usai mengungkapkan fakta-fakta di persidangan, PH melakukan analisa yuridis terhadap perkara ini berdasarkan hal tersebut. Salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Inilah penjelasan Pasal 1 ayat (27) KUHAP tentang keterangan saksi. Melihat dasar tersebut, PH mengajukan pendapatnya bahwa jika dikaji secara naluri eksistensi saksi-saksi yang diperiksa dalam persidangan di luar saksi mahkota, dari sekian banyak saksi yang diperiksa dalam perkara ini, tidak ada saksi korban. Saksi yang diperiksa hanyalah saksi-saksi sesama mereka sendiri. Kalau pun ada saksi lainnya, ia hanyalah saksi dari pihak penangkap yang pada umumnya hanya menerangkan tentang teknis penangkapan terdakwa. Dengan begitu, menurut PH, nilai kesaksian saksi-saksi

318

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tersebut sangatlah lemah dan karenanya diperlukan saksi lain atau alat bukti lain yang dapat menjelaskan bahwa pelaku peristiwa pidana adalah benar-benar terdakwa. Saksi ini dapat menjelaskan bahwa perbuatan peristiwa pidana yang dilakukan oleh terdakwa diketahui oleh saksi sejak dari dimulainya rencana untuk melakukan kejahatan hingga dapat dibuktikan bahwa rencana pelaku terwujud yang dapat dibuktikan dengan keterangan saksi korban atau saksi lain yang melihat wujud tindakannya. Menurut PH, apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap Syakban, bahwa ia telah melakukan perbuatan terorisme, sepantasnya harus ada bukti lain berupa keterangan saksi yang dapat menjelaskan bahwa benar terdakwa telah diketahui sejak awal telah mempersiapkan segala kebutuhan/alat untuk melakukan kejahatan terorisme sebelum peristiwa terjadi. Dengan demikian dalam pengambilan keputusan untuk menghukum terdakwa keterangan saksi korban dapat dikatakan bersesuaian dengan keterangan saksi yang lain yaitu saksi dari seorang atau lebih intelijen atau bersesuaian dengan alat bukti surat berupa laporan intelijen serta bersesuaian pula dengan keterangan terdakwa. Fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, tidak satu pun saksi di luar saksi mahkota yang dapat mengetahui bahwa benar terdakwa adalah pelaku kejahatan terorisme sesuai maksud JPU. Tidak ada saksi yang menerangkan dan menjelaskan adanya niat dan maksud dari terdakwa untuk melakukan tindak pidana terorisme. Dalam perkara a quo yang dapat menjelaskan bahwa terdakwa benar sebagai pelaku tindak pidana terorisme, tidak ada. Yang ada hanyalah tindak pidana umum yang diperoleh dari saksi termasuk saksi mahkota dan keterangan terdakwa. PH juga mengkritik tentang dihadapkannya saksi mahkota dalam perkara ini. PH kembali mengutip sebuah Yurisprudensi Mahkamah Agung No. Reg. 381 K/Pid/1995 dalam perkara atas

319

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

nama terdakwa Yudi Astono. Diangkat abstrak hukumnya bahwa penyidik memecah-mecah (splitsing) Berita Acara Penyidikan menjadi beberapa berkas perkara (BAP), di mana para terdakwa dijadikan saksi dan sebaliknya saksi dijadikan terdakwa dalam berkas perkara yang dipisahkan satu sama lain yang disebut saksi mahkota. Hal tersebut, menurut PH, bertentangan dengan hukum acara pidana yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa alat bukti keterangan saksi dalam perkara a quo belum dapat dikategorikan sebagai alat bukti yang syah menurut hukum. Dalam proses persidangan perkara a quo telah didengarkan keterangan saksi-saksi yang pada umumnya adalah saksi di antara para terdakwa sendiri atau saksi mahkota. Dalam pasal 27 ayat (2) PERPU RI. Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah diubah dengan UU RI. No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan PERPU No. 1 Tahun 2002 Menjadi Undangundang, yang menjadi alat bukti dalam pemeriksaan tindak pidana terorisme, selain alat bukti yang dimaksudkan dalam Pasal 184 KUHAP, juga ada alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas atau yang terekam secara elektronik, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau yang sejenisnya, huruf, tanda, angka, simbol atau porforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. Dalam Pasal 26 ketentuan hukum tersebut di atas juga mengatur tentang bukti permulaan yang cukup dalam sangkaan terhadap perbuatan tindak pidana terorisme dapat menggunakan laporan intelijen. Untuk membuktikan seorang dianggap bersalah

320

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dan dapat dijatuhi hukuman haruslah didukung dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang syah menurut hukum. Status hukum sejumlah saksi korban yang diperiksa haruslah dipandang sebagai saksi sebagaimana saksi korban dalam tindak pidana lainnya yang seharusnya mengetahui benar terdakwalah yang melakukan kejahatan atas diri saksi. Namun kenyataannya tidak satu pun saksi yang didengar keterangannya dalam perkara ini yang dapat menjelaskan bahwa terdakwalah pelaku tindak pidana terorisme, yang ada hanyalah keterangan tentang penikaman yang dilakukan oleh terdakwa terhadap anggota polisi yang bernama Brigadir Rokhmad yang mengakibatkan kematian yang merupakan tindak pidana umum yang seharusnya dijerat berdasarkan ketentuan KUHP. Tentang saksi mahkota status hukumnya juga adalah saksi sebagai alat bukti tetapi keterangan saksi mahkota dalam hukum tidak syah menurut hukum sebagaimana disebutkan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. Reg. No. 381 K/Pid/1995 dalam perkara atas nama terdakwa Yudi Astono. Dengan demikian dalam perkara a quo alat bukti keterangan saksi mahkota haruslah dikesampingkan. Alat bukti yang dapat dipergunakan dalam menjatuhkan pidana atas diri terdakwa hanyalah alat bukti keterangan terdakwa yang syah menurut hukum untuk dipergunakan dalam menjatuhkan pidana, dengan demikian tidak satu pun alat bukti yang dapat dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagaimana alat bukti dalam perkara tindak pidana terorisme ini dapat membuktikan terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana terorisme. Dengan demikian selama proses persidangan dalam perkara a quo yang sangat melelahkan hanyalah menemukan satu alat bukti yang syah menurut hukum yaitu keterangan terdakwa itu sendiri yang tidak bisa dijadikan dasar untuk menghukum terdakwa. Berikutnya adalah sistem pembuktian yang dianut oleh Kitab

321

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu sistem pembuktian secara negatif dalam menentukan salah tidaknya terdakwa yang telah melakukan tindak pidana, tergantung dari keyakinan hakim yang didasarkan pada alat-alat bukti yang syah dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan in casu alat bukti menurut Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme jo. Undang-Undang RI No. 15 tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Meskipun hakim mempunyai keyakinan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana, hakim harus menyatakan terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana jika berdasarkan alat-alat bukti yang syah terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana. Dalam Pasal 183 KUHAP menyebutkan bahwa “hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang syah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Berdasarkan ketentuan hukum tersebut dihubungkan dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan tidak ditemukan cukup alat bukti (dua alat bukti) yang syah menurut hukum untuk menyatakan bahwa terdakwa benar melakukan kejahatan terorisme dalam kasus ini. PH juga menilai dakwaan JPU cacat yuridis. Apabila surat dakwaan dan tuntutan penuntut umum terhadap diri Syakban ditinjau dan dianalisa uraian hukumnya secara formal, maka surat dakwaan dan tuntutan tersebut adalah kurang cermat, kurang jelas dan tidak lengkap, sementara surat dakwaan harus sesuai pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP (yaitu uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh para

322

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

terdakwa), sehingga dakwaannya cacat yuridis dan harus dibatalkan dan atau batal demi hukum sebagaimana menurut pasal 143 ayat (3) KUHAP. Fakta yang terungkap di muka persidangan yang didukung oleh keterangan para saksi maupun keterangan terdakwa sendiri. Dalam perkara ini bukan hanya terdakwa saja, akan tetapi masih ada para terdakwa lain yaitu Ustad Abrory, Mustakim Abdullah, Asrak, Rahmat Hidayat dan Furqon serta Rahmad Ibnu Umar yang juga telah diproses dalam persidangan pada Pengadilan Negeri Tangerang. Dakwaan JPU tidak menerapkan pasal 55 dalam dakwaan, dengan demikian berarti Jaksa Penuntut Umum berpendapat bahwa secara yuridis keterlibatan para terdakwa tidak sesuai pasal 55 KUHP Bahwa seharusnya Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan dan tuntutannya harus menyertakan Pasal 55, tetapi karena hal ini tidak dilakukan JPU maka jelas tidak menggambarkan apa peranan masing-masing para terdakwa dalam kasus ini apakah dia sebagai pelaku, turut serta melakukan ataukah membantu melakukan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 55 KUHP. Apalagi dalam perkara ini terdakwa hanya dibuatkan berkas sendiri-sendiri (displit) dengan tujuan para terdakwa dapat memberikan kesaksian terhadap para terdakwa lainnya. Ini bertentangan dengan Pasal 189 ayat 3 KUHAP yang berbunyi, keterangan para terdakwa hanya dapat dipergunakan terhadap dirinya sendiri. Dipertegas lagi di dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP yang berbunyi, alat bukti yang sah adalah, keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk. PH mengkaji dan mencermati dakwaan/tuntutan JPU sama sekali tidak menggambarkan peranan masing-masing para terdakwa terhadap kasus ini. Apakah dia sebagai pelaku atau turut serta melakukan atau membantu melakukan. Maka berdasar fakta hukum tersebut maka dakwaan/tuntutan JPU dianggap kabur “Obscuur Libel”.

323

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI, tanggal 10-091979 No. 234 K/Kr/1978 tentang syarat-syarat tuduhan berbunyi “karena tuduhan tidak jelas, tuduhan tersebut harus dinyatakan batal demi hukum”. Begitu juga dengan putusan Mahkamah Agung RI tanggal 8 Januari 1983 No. 492 K/Kr/1981, yang menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin tanggal 20 April 1981 No. 18/1981/Pid.S/PT.Bjm., yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Tenggarong tanggal 4 Desember 1980 No. 25/Pts. Pid/1980/Pn.Tgr, memberi fatwa hukum, “Pengadilan Tinggi telah tepat dengan pertimbangannya bahwa dakwaan yang samar-samar/ kabur harus dinyatakan batal demi hukum”. Berdasarkan fakta hukum tersebut, untuk kesempurnaan surat dakwaan/tuntutan penuntut umum, seharusnya para terdakwa kasus ini diajukan di muka persidangan secara bersama-sama dan tidak dipisahkan (displit untuk mengungkap peranan dan tugas serta keterlibatannya dalam perkara ini dan tidak lain untuk menemukan kebenaran materil dalam proses perkara pidana). Jika dicermati dan dikaji dakwaan JPU, maka sama sekali tidak bisa dibuktikan dakwaan pasal 7 jo. pasal 15 sebagaimana didakwakan. Karena itu maka berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut maka sangat berdasar dan beralasan hukum untuk menyatakan dakwaan JPU adalah batal demi hukum karena pembuktian yang diterapkan JPU dalam perkara ini tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku dan melanggar yurisprudensi. Dan berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, sesuai keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa sendiri, dikaitkan dengan analisa yuridis tersebut, maka seharusnya terdakwa Syakban dalam perkara ini didakwa sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), bukannya didakwa telah melakukan tindak pidana terorisme. Karena bagaimana mungkin tindak pidana terorisme dilakukan oleh seorang pelaku. Karena terorisme adalah suatu

324

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

kelompok yang memiliki jaringan yang luas dan mempunyai tujuan dari kelompok tersebut dan bukan tujuan pribadi dari pelaku. Oleh karena itulah, PH memilih untuk tidak akan membuktikan unsur-unsur dalam pasal 7 jo. pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Saat mengakhiri analisa yuridis ini, Penasehat Hukum Syakban menyampaikan hal-hal yang meringankan seperti, selama dalam persidangan Syakban tidak pernah mempersulit jalannya persidangan. Ia juga selalu berlaku sopan dalam persidangan dan selalu berterus terang akan perbuatannya. Syakban masih muda (akan menamatkan SMA) dan masih mempunyai masa depan yang baik. PH kemudian membuat sebuah kesimpulan dan permohonan atas diri Syakban, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap di persidangan yang mencakup segala sesuatu yang terjadi, dan terbukti secara sah dan meyakinkan Syakban tidak melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana yang telah didakwakan dan dituntut oleh JPU. Karena itu, Penasehat Hukum memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan, menyatakan Syakban sebagai terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme dengan melanggar pasal 7 jo. pasal 15 PERPU No. 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan PERPU No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. PH meminta agar membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan melakukan tindak pidana terorisme. Menyatakan terdakwa telah terbukti melanggar Ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dan menetapkan biaya perkara ditanggung oleh Negara.

325

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Namun, apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang berpendapat lain, maka dimohonkan putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono) dan hukuman yang seringan-ringannya bagi diri Syakban. Pledoi Pribadi Syakban

Dengan wajah dingin dan sesekali gemetar, Syakban membacakan pembelaan dirinya yang ditulis dengan tangan sendiri selama ia ditahan di Rutan Tangerang. Inilah pledoi bertanggal 22 Februari 2012, yang disampaikannya dengan nada dan intonasi yang “dingin” namun lantang. Segala puja dan puji hanyalah milik Allah Rabb semesta alam. Kepada-Nyalah kami menyembah, taat dan patuh. Dan kepadaNyalah kami beriman dan beramal shaleh. Dan kepadanya pulalah segala sesuatu kami kembalikan dan serahkan urusan, baik senang maupun susah, baik pahit maupun manis. Dia Allah yang Maha Kuat dan Kuasa atas segala makhluknya. Salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada yang diamanahi Al Islam dan Alquran sebagai kebenaran dan timbangan keadilan yang paling benar, paling adil dan hakiki yaitu Nabiyullah Muhammad SAW. Kepada Hakim, Jaksa dan kepada siapa pun. Pada kesempatan ini, mungkin ini yang pertama dan terakhir dan semoga kesempatan ini tidak kita sia-siakan sebelum bertemu Rabb yang Maha Adil atas segala keadilan. Dan di tangan-Nyalah akan diadili setiap kejahatan dan kedzoliman makhluk, baik kedzoliman manusia terhadap manusia lainnya maupun kedzoliman manusia terhadap Allah. Pada hari ini, saya selaku yang sedang Bapak dakwai dan adili, saya menyeru dan memanggil, mari bertaubat dan kembali kepada Islam dan Alquran. Kaji dan renungi apa dan bagaimana sesungguhnya Al Islam menurut pandangan Allah dan rasul-Nya,

326

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Syakban ketika membacakan pledoi pribadinya berjudul Islam Agama Solusi

bukan menurut pandangan dan pikiran manusia yang hina dan tidak bertanggung jawab. Dan Islam bukan hanya status yang tertera di KTP tapi harus dengan penerapan yang menyeluruh. Baik dari penerapan ibadah, penerapan hukum, politik dan sebagainya yang telah termuat dalam Alquran maupun hadits. Hakim, Jaksa dan kepada siapa pun. Ketahuilah bahwa Islam adalah agama sumber kebenaran. Kebenarannya tidak terbantahkan, keadilannya tidak tertandingi dan inilah yang diakui oleh manusia baik itu kawan maupun lawan, baik orang Islam maupun orang kafir. Dan seluruh manusia memang pantas untuk mengakuinya kecuali mereka yang sombong, angkuh dan tidak waras. Saya pun yakin, Bapak Hakim dan Jaksa mengakui akan kehebatan Islam saat membaca sejarah kejayaan Islam dan kaum muslimin yang mana dengan keadilan dan kebenarannya mampu menekan angka kedzoliman, kejahatan dan kriminalitas lainnya. Dan bahkan orang kafir sekali pun mengakui akan keadilan dan

327

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

keampuhan hukum dan syariat Islam masa itu. Dan mari kita bandingkan dengan masa sekarang. Kedzoliman, kejahatan dan kriminalitas merajalela di mana-mana. Kenapa? Karena dicampakkannya hukum-hukum dan syariat Islam dan ditegakkannya hukum thogut dan hukum-hukum syirik karya akal dan pikiran manusia hina dan tidak bertanggung jawab. Wahai… orang-orang berakal. Hakim, Jaksa dan kepada siapa pun. Ketahuilah bahwa Islam bukan agama ritual belaka. Islam bukan di pesantren dan masjid saja sebagaimana pengertian agama menurut selera sekuler dan liberal. Tapi Islam adalah Ad-Dien yang salah satu definisinya adalah sistem hukum, aturan hidup dan pedoman bagi kehidupan bernegara. Hukum dan negara adalah nafas bagi Islam karena di dalamnya terdapat kejujuran dan keadilan bagi seluruh umat manusia, baik muslim maupun non muslim, kaya maupun miskin, yang berkulit hitam maupun putih, semuanya akan mendapatkan keadilan. Pak Hakim, Jaksa dan kepada siapa pun. Mari dengarkan firman Allah yang tertera dalam surat Al-Araf: 54, yang berarti ingatlah, Dialah yang menciptakan dan berhak mengatur dan memerintah. Ini adalah firman Allah yang menjadi tolok ukur setiap akal sehat dari setiap kaum muslimin dan umumnya makhluk Allah yang telah menciptakan langit dan bumi beserta isinya dan Allah pulalah yang telah menciptakan kepala-kepala kita semua. Dan Dia pula yang lebih tahu kondisi makhluknya. Sebagai yang Maha Tahu, maka wajarlah Dia ingin hukumnya yaitu Alquran berhak menata dan mengatur makhluk-Nya. Tidak ada seorang pun yang berhak mengambil dan mencampuri urusan-Nya. Hak menentukan, mengatur dan memerintah adalah Hak mutlak milik Allah. Jika ada manusia atau makhluk lain yang mencoba merampas apalagi merampok, maka itulah syirik dan orangnya

328

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

musyrik. Jika orang Islam yang melakukannya, maka itu perbuatan kufur dan orang murtad sekaligus musuh bagi Allah. Wahai orang-orang yang berakal, engkau bernafas lega dan leluasa, itu semua pemberian Allah yang harus engkau syukuri dengan taat dan patuh pada hukum yang tinggi di sisinya sebagai timbal balik yang layak ditujukan kepada-Nya oleh setiap makhluk khususnya manusia di mana saja berada. Wahai orang-orang yang berakal. Engkau sadar bahwa dirimu diciptakan dan Allah yang menciptakannya tapi kenapa engkau tidak sadari bahwa dirimu ada yang berhak mengatur yaitu Allah. Dialah Allah yang dalam doamu engkau katakan, ya… Allah, Engkaulah yang menciptakanku, memberi rezeki padaku, hidup dan mematikanku dan sebagainya. Wahai orang-orang yang berakal, ada apa dengan dirimu? Apakah engkau berbuat seperti ini hanya karena secuil dunia yang hina dan miskin? Jika iya, maka sungguh hina jiwa-jiwa yang seperti itu. Sungguh kasihan, dunia diraih, akhirat dilepas. Neraka diambil, syurga pun dibuang. Hakim, Jaksa dan kepada siapa pun. Kembali saya tegaskan agar disadari, Islam adalah agama yang hak dan punya hak untuk mengatur. Islam adalah pandangan hidup, pedoman hukum dan tolok ukur keadilan. Allah maha mengatur dan Islam adalah aturannya. Allah tidak memiliki sekutu dalam menentukan aturannya. Maha besar Allah dengan segala firmannya. Dan Dia Allah tidak mengambil seorang pun menjadi sekutunya dalam menetapkan hukum keputusannya. Kutipan Alquran surat Al-Kahfi: 26. Dan firmannya, sesungguhnya sistem dan aturan yang diterima di sisi allah hanyalah Islam. Surat Al-Imron:19. Dan bagi mereka yang mengambil sistem dan aturan selain Islam, maka Allah menjawab: tidak akan diterima di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi. Surat AlImron: 85. Hakim, Jaksa dan kepada siapa pun.

329

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Islam agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari pada Islam. Islam adalah agama keadilan dan sumber keadilan itu sendiri. Islam agama solusi dan tempat curahan untuk masyarakat, negara dan dunia. Hakim, Jaksa dan kepada siapa pun. Demi Allah, jiwa keadilan tidak akan lahir dan tidak akan pernah ada seiring dengan dahsyatnya penentangan makhluk terhadap Sang Khalik dan pengatur yang paling adil yaitu Allah. Yang mana mereka membuat undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang yang telah ditetapkan oleh Allah yaitu Alquran dan mereka hanya menjadikan Alquran sebagai kover untuk menutupi kemunafikan dan kekafiran mereka di hadapan manusia. Dan khusus kepada Bapak Jaksa. Ini berkaitan dakwaan yang menyangkut Ustad Abrory. Bahwa di dalam dakwaan diterangkan yang menyuruh saya melakukan pembunuhan terhadap seorang polisi adalah Ustad Abrory. Wahai Bapak Jaksa, bukankah saya telah menjelaskan dan menerangkan di dalam persidangan bahwa Ustad Abrory tidak pernah menyuruh saya untuk melakukan pembunuhan terhadap seorang polisi. Dan bukankah saya telah menjelaskan kepada Bapak Jaksa bahwa saya hanya minta ijin pulang untuk ambil beras saja bukan minta ijin untuk membunuh polisi. Dan bahkan saya telah memberi keterangan pada penyidik saya di Polda NTB bahwa Ustad Abrory tidak pernah menyuruh saya untuk membunuh polisi. Tetapi kenapa dalam berkas perkara saya dan Ustad Abrory, masih menyatakan bahwa Ustad Abrory yang menyuruh saya. Apakah ini sengaja dilakukan oleh Bapak dan para aparat untuk menjerat Ustad Abrory? Wallahu A’lam, hanya Allah yang tahu. Wahai Bapak Jaksa. Atas dasar apa Anda menuntut Ustad Abrory dengan angka yang sangat tinggi? Apakah tuntutan seumur hidup ini bersumber dari Anda ataukah pesanan dari para aparat? Wallahu A’lam.

330

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Hakim, Jaksa dan kepada siapa pun. Oleh sebab itu, kami sebagai orang Islam yang tertindas dan terdzolimi dengan ini, saya dan agamaku tercinta menuntut di hadapan Allah kepada orang-orang yang mendzolimi dan menindas kami. Kami dan Islam menuntut di hadapan Allah kepada siapa saja yang menolak dan menentang hukum Allah dan menggantikannya dengan hukum thogut yang hina dan rusak. Kami dan Islam menuntut di hadapan Allah kepada siapa saja yang bermain api dan besi dalam memadamkan cahaya Allah dan mencampakkan syariatNya yang agung. Kami dan Islam menuntut di hadapan Allah pada setiap putusan berdasarkan hawa nafsu dan atas dasar yang merugikan kepentingan Islam, kaum muslimin dan orang-orang lemah. Kami dan Islam menuntut di hadapan Allah kepada siapa saja yang menimpakan kejahatan atas hamba-hamba Allah yang hanya karena mereka membela yang benar dan menolak kedzoliman. Kami dan Islam menuntut di hadapan Allah kepada siapa saja yang membantu dan menolong orang kafir dalam rangka menjalankann, mengusir dan memerangi kaum muslimin. Kami dan Islam menuntut di hadapan Allah kepada siapa saja yang menjadi pengkhianat Agama Islam dari kaum muslimin kemudian menjadi kaki tangan pemerintah durhaka lagi murtad. Kami dan Islam menuntut. Kepada setiap peradilan yang dusta dan penuh dengan kepalsuan terencana. Hakim, Jaksa dan kepada siapa pun. Demikianlah coretan dari kami, mudah-mudahan bisa membuka hati-hati yang angkuh dan sombong terhadap Sang Pencipta. Bapak Hakim dan Bapak Jaksa, siapa pun. Demikian pledoi ini saya sampaikan, mudah-mudahan dapat dipahami dan dipraktekkan di negeri yang tercinta ini. Saya bersaksi bahwa tiada Illah sesembahan yang hak untuk diibadahi kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah nabi dan utusan Allah. Tangerang, 22 Februari 2012, Umar Syakban dan kawan-kawan. ***

331

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

332

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Pledoi Rahmat Hidayat

Rahmat Hidayat menyampaikan pledoi yang ditulisnya, berjudul: Islam adalah Agama yang Adil. Namun sebelumnya, tim penasehat hukumnya menyampaikan pledoi untuk kasusnya di depan persidangan. Pledoi Penasehat Hukum

Diawali dengan mengungkapkan fakta-fakta persidangan berisi salah satunya keterangan saksi-saksi. Suratman dan I Made Widiana, mengemukakan bahwa pada hari Selasa tanggal 12 Juli 2011 sekitar jam 11.00 wita, ia mengetahui dan ikut bersama tim Polres Bima serta pasukan Brimob, menghandang sebuah kendaraan roda empat angkutan umum berwarna kuning yang berisi jenazah Firdaus di jembatan Sanolo, tidak jauh dari Ponpes UBK. Jenazah ini hendak dibawa menuju Desa O’o, Kecamatan Dompu, Kabuapten Dompu. Saat itu para penjemput yang ada dalam angkot adalah Muslamin bin Thalib (supir angkot), Abdullah

333

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

(orang tua Firdaus), Julkifli, Mustakim (adik kandung Firdaus). Selain angkot yang mengangkut jenazah, polisi juga menghadang beberapa sepeda motor pengawal jenazah, yang salah satunya dikendarai oleh Rahmat Hidayat yang berboncengan dengan seseorang. Suratman melakukan pemeriksaan dan penggeledahan pada sepeda motor yang dikendarai oleh Rahmat Hidayat dan menemukan lima buah anak panah dan satu ketapel di bawah jok yang menurut pengakuan Rahmat Hidayat diperolehnya dari Abdussalam. Hamdan, Kapolsek Madapangga (tahun 2007-2009) adalah saksi yang ikut melakukan olah TKP pada tanggal 13 dan 14 Juli 2011 dan menemukan beberapa benda yang kemudian dijadikan alat bukti seperti denah dan nama-nama polisi yang merupakan rencana target, termasuk dirinya dalam kapasitasnya sebagai Kapolsek. Tarmiji anggota Polisi Polres Bima yang tinggal sekitar 200 meter dari Ponpes UBK. Pascaledakan terjadi, ia menyaksikan dan memantau kegiatan di Ponpes UBK dari ruang tamu rumahnya secara diam-diam. Ia mengetahui penjagaan dan sweeping yang dilakukan oleh pihak UBK. Ia juga mengetahui pergerakan rombongan pengantar jenazah karena lewat di depan rumahnya. Ia adalah salah seorang polisi yang merasa was-was dan takut apa yang terjadi pada Brigadir Rokhmad, polisi di Polsek Bolo yang tewas dibunuh Syakban, juga terjadi pada dirinya. Karena kabar yang didengarnya, polisi menjadi target kelompok ini. Apalagi tempat tinggalnya begitu dekat dengan Ponpes UBK. Karena ada kejadian, dimana dua santri UBK yang memegang senjata tajam pernah masuk ke halaman rumahnya namun ketika ia hendak mendekat., kedua santri itu lari. Saat rombongan jenazah lewat depan rumahnya, ia melihat dan mengenali wajah seorang pengemudi sepeda motor yang melakukan pengawalan, salah satunya Rahmat Hidayat. Syarifudin AR dan Ridwan Yusuf, Sekretaris dan Kepala Desa Sanolo, yang memberikan keterangan seputar kegiatan Ponpes UBK,

334

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yakni penjagaan yang dilakukan santri dengan berbagai senjata tajam yang membuat cemas masyarakat sekitar ponpes tersebut dan juga keterangan-keterangan lainnya. Muslamin (pengemudi angkot) penjemput jenazah menerangkan bahwa Rahmat Hidayat membonceng Syahril H. Marhaeni, salah seorang penumpang penjemput jenazah yang mabuk angkot. Karena tidak tahan mabok, Syahril turun dari angkot kemudian berpindah naik sepeda motor yang kebetulan lewat yang rupanya pengendaranya adalah Rahmat Hidayat yang juga tengah menuju ke UBK hendak ikut menjemput jenazah Firdaus. Ketika tiba di Ponpes UBK untuk menjemput jenazah, ia melihat dan bertemu dengan Abrory, Heri, Busro, Junaidin, Abdussalam, Abdullah (ayah Firdaus), Mustakim, termasuk Rahmat Hidayat dan para santri lainnya. Rahmat Hidayat ikut mengawal jenazah Firdaus dari belakang mobil angkot saat keluar dari Ponpes UBK. Nurdin Ismail dan Yosi, juga memberi keterangan sama dengan keterangan yang diberikan pada persidangan Abrory. Abrory memberi keterangan bahwa Rahmat Hidayat pernah menjadi santri di Ponpes UBK , namun tidak sampai setahun ia kemudian keluar. Pada hari Sabtu tanggal 2 Juli 2011, Rahmat Hidayat ikut melakukan penjagaan di Ponpes UBK. Pejagaan tersebut dikoordinir oleh Ustad Firdaus atas perintah Abrory di lima titik sekitar Ponpes UBK yang dirasa perlu dilakukan penjagaan. Pada hari Selasa, 12 Juli 2011, ia melihat Rahmat Hidayat di Ponpes UBK dan ikut mengawal jenazah Firdaus menggunakan sepeda motor dengan membonceng seseorang. Informasi yang menyebutkan pondok hendak diserang membuat pihak pondok siaga sehingga para santri yang masih berstatus santri pondok maupun yang sudah keluar serta simpantisan pondok lain, termasuk Rahmat Hidayat, datang kembali ke pondok. Penjagaan pondok dilakukan dengan senjata tajam dan juga melakukan sweeping bagi warga yang tidak dikenal jika hendak masuk ke dalam pondok

335

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

atau melintas di sekitar pondok. Yang dilakukan oleh Rahmat Hidayat, Rahmad Ibnu Umar, Abdullah, Tauhid dan santri lainnya adalah menjaga pondok dari serangan keluarga korban penusukan dan polisi. Rahmad Ibnu Umar menerangkan bahwa ia melihat Rahmat Hidayat di Ponpes UBK pada hari Sabtu tanggal 2 Juli 2011 saat makan siang. Pada tanggal 12 Juli 2011, ia ikut mengawal jenazah Firdaus menggunakan sepeda motor. Setiap orang yang ada di Ponpes UBK dalam melakukan penjagaan pondok oleh Firdaus atas perintah Abrory diwajibkan untuk memiliki senjata tajam, seperti anak panah dan apabila ditemukan ada santri atau penghuni yang tidak memiliki senjata tajam atau anak panah maka akan dikenakan sanksi seperti jungkir, lari, push up dan lain-lain. Keterangan Furqon, pengajar Ilmu Komputer di Ponpes UBK menerangkan kalau Rahmat Hidayat menjadi santri tidak sampai tamat tapi hanya sekitar tujuh bulan kemudian keluar karena tidak betah. Ia bertemu kembali dengan Rahmat Hidayat pada bulan Juni 2011 saat menonton pertandingan sepak bola di lapangan Ponpes UBK. Pertemuan berikutnya pada hari Sabtu, 2 Juli 2011 setelah terjadinya pembunuhan anggota Polsek Bolo, ikut melakukan penjagaan Ponpes UBK. Ia juga melihat Rahmat Hidayat di Ponpes UBK beberapa kali bersama santri, saat tugas jaga dan saat jam makan atau pun pada saat salat di mushola Ponpes UBK. Ia melihat Rahmat Hidayat datang mengendarai sepeda motor ikut menjemput dan mengawal jenazah Firdaus. Mustakim memberikan keterangan bahwa ia kenal dengan Rahmat Hidayat di Dompu ketika menjadi santri di Ponpes Usman Bin Affan Dompu. Kemudian sama-sama menjadi santri di Ponpes UBK. Ia melihat dan bertemu dengan Rahmat Hidayat ketika datang ke Ponpes UBK mengendarai sepeda motor sambil membonceng Sahrir H. Marhaeni dan langsung ke ruangan tempat jenazah Firdaus berada. Rahmat Hidayat berdiri di samping jenazah Firdaus. Saat

336

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

angkot pembawa jenazah bergerak keluar pondok, Mustakim yang berada dalam angkot jenazah melihat beberapa sepeda motor yang ikut mengawal termasuk Rahmat Hidayat. Polisi yang memeriksa dan menggeledah para pengantar jenazah menemukan anak panah di dalam jok sepeda motor yang dikendarai Rahmat Hidayat. Ngurah Wijaya Putra, S.Si, M.Si, dan Anang Kusnadi, S.Si., (keduanya ahli forensik), dan DR. Ramelan, SH.MH, (Ahli Hukum Pidana) juga ikut memberi keterangan sebagai Saksi Ahli. Berdasarkan keterangan saksi Suratman, I Made Widiana, Muslamin Thalib, Abrory, Rahmad Ibnu Umar, Furqon, Mustakim Abdullah, alat bukti surat, dihubungkan dengan barang bukti yang dibenarkan oleh terdakwa, maka diperoleh petunjuk bahwa Rahmat Hidayat mengetahui dan melihat pada hari Sabtu tanggal 2 Juli 2011 para santri yang ia kenal di Ponpes UBK yaitu Anhar dan Jaisul sedang mengerok anak korek api dengan menggunakan amplas yang beralaskan piring di mushola. Ketika itu juga ada Abrory dan ia mengetahui kerokan korek api tersebut digunakan sebagai bahan untuk membuat bom rakitan. Kemudian pada hari Selasa, 12 Juli 2011, ia mengetahui dan melihat di Ponpes UBK Firadus telah meninggal dunia dan Annas luka-luka karena terkena ledakan bom rakitan. Seharusnya terdakwa melaporkan kepada pihak yang berwajib. Ia memberikan bantuan atau kemudahan dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme dan melakukan pengawalan terhadap jenazah Firdaus dengan menggunakan sepeda motornya untuk mempermudah atau memperlancar perjalanan menuju Desa O’o dengan maksud supaya tidak diketahui oleh pihak berwajib dan melengkapi diri dengan senjata anah panah dan ketapel yang ia persiapkan di bawah jok sadel sepeda motor yang dikendarainya. Bahwa adanya perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, sesuai dengan Pasal 188 Ayat (1)

337

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

KUHAP, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Rahmat Hidayat.

Keterangan yang Diberikan oleh Rahmat Hidayat Ia pernah bersekolah di Ponpes Usman Bin Affan di Kabupaten Dompu sampai kelas II. Sekitar tahun 2008 pindah ke Ponpes Umar Bin Khattab (Ponpes UBK) di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima mulai kelas I. Ia pindah sekolah ke Ponpes UBK karena menurutnya Bahasa Arabnya bagus, kebutuhan air lancar, biaya sekolah diringankan karena ia berasal dari jauh. Ia hanya selama tujuh bulan di Ponpes UBK kemudian keluar. Ia keluar dari Ponpes UBK karena ketatnya aturan pondok. Jika melakukan kesalahan dihukum dipukul, disiram dengan air kotor, lari dan sebagainya. Itu yang membuatnya tidak betah. Setelah keluar dari Ponpes UBK ia pergi ke Sumba ke rumah orang tuanya, sekitar tiga bulan yakni akhir 2008 sampai dengan awal 2009. Saat ia keluar ia pernah memberitahukan kepada Mujahidulhaq bahwa ia keluar karena tidak kuat. Lalu ia ke Mataram selama tiga bulan kemudian pulang lagi ke Sumba. Barulah setelah itu ia ke Dompu dan bekerja di sebuah toko bangunan. Sesekali ia masih berkunjung ke Ponpes UBK jika ada kegiatan seperti pada bulan Juni 2011 untuk menonton pertandingan sepak bola yang digelar di halaman pondok. Demikian pula pada tanggal 2 Juli 2011 ia datang lagi ke Ponpes UBK untuk bersilaturahmi. Saat itulah ia sudah melihat ada orang berjaga-jaga di pondok itu. Ia juga melihat berbagai kegiatan pembuatan senjata untuk berjaga seperti panah dan lainnya. Di Ponpes UBK ia bertemu dengan Abdussalam yang biasa dipanggilnya Ustad yang sedang membuat anak panah di luar di samping kamar santri, dengan bahan dari besi kemudian ditempa dan digerinda. Abdussalam sempat menawarkan kepada Rahmat Hidayat untuk dibuatkan panah, namun ditolaknya. Namun,

338

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Abdussalam mengatakan bahwa diwajibkan memiliki panah bagi semua orang yang menjaga di Ponpes UBK. Ia pun mendapat lima buah panah dan ketapel dari Abdussalam. Malam hari mereka berkumpul di lapangan membagi diri menjadi empat kelompok jaga. Panah tersebut tidak digunakannya melainkan disimpan di bawah jok sepeda motornya. Ia sempat datang dan pergi ke Ponpes UBK. Sampai ia kembali lagi pada hari Selasa, 12 Juli 2011 untuk ikut menjemput jenazah Firdaus yang meninggal akibat ledakan, setelah mendapat informasi dari Ismail (sepupu Firdaus) di Desa O’o. Mendengar informasi Firdaus meninggal ia bergegas pergi melayat ke Ponpes UBK dengan sepeda motor miliknya. Namun di tengah jalan, ia bertemu dengan rombongan jenazah yang berangkat lebih awal namun perjalanannya terhenti karena ada penumpangnya yang mabok. Karena akhirnya Rahmat Hidayat diketahui hendak ke UBK juga, maka supir angkot ini menitip penumpang tersebut (Sahril H. Marhaeni), untuk dibonceng Rahmat Hidayat. Mereka tiba lebih dulu di Ponpes UBK, setelah itu angkot yang membawa rombongan penjemput juga tiba. Saat angkot pembawa jenazah bergerak keluar pondok, dengan sepeda motornya, Rahmat Hidayat ikut mengawal jenazah menuju Desa O’o Dompu. Rombongan lalu dihadang polisi di jembatan Sanolo dan dalam pemeriksaan dan penggedahan yang dilakukan di lokasi itu, ditemukan anak panah dan ketapel di bawah jok sepeda motor yang dikendarai Rahmat. Dalam pledoi ini, Penasehat Hukum melakukan analisa yuridis terhadap perkara Rahmat Hidayat untuk membuktikan sesuai faktafakta hukum yang terungkap di persidangan tersebut, apakah benar kesimpulan yang diambil Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme. Dalam tuntutannya, JPU membuktikan Pasal 13 huruf c

339

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang dan tiba pada satu kesimpulan bahwa tindakan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pasal yang dimaksud, namun Tim Penasehat Hukum terdakwa tidak sependapat dengan kesimpulan JPU. Unsur-unsur dalam Pasal 13 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UndangUndang adalah, setiap orang, dengan sengaja, memberi bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Unsur Setiap Orang Yang dimaksud dengan setiap orang dalam unsur ini adalah setiap orang sebagai subyek hukum yang dapat mempertanggung jawabkan secara hukum segala perbuatannya, dalam hal ini Rahmat Hidayat. Unsur ini sangat erat kaitannya dengan tindak pidana terorisme yang didakwakan JPU, karena itu untuk menyatakan unsur ini terbukti atau tidak maka harus dibuktikan dulu unsur-unsur yang lainnya. Unsur Dengan Sengaja Memberikan Bantuan atau Kemudahan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Terorisme PH tidak sependapat dengan JPU yang menyatakan bahwa unsur ini terbukti secara sah dan meyakinkan, oleh karena dari fakta yang terungkap di persidangan tidak ada satu pun saksi-saksi yang dihadirkan oleh JPU yang melihat atau pun mendengar dan mengetahui bahwa Rahmat Hidayat menyembuyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Dalam persidangan baik berdasarkan

340

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

keterangan saksi-saksi maupun keterangan Rahmat Hidayat sendiri dapat dibuktikan yang merupakan fakta hukum dalam persidangan perkara ini, bahwa memang benar ia telah melakukan penjagaan di Ponpes UBK, namun tidak benar seperti yang diuraikan jaksa dalam analisa yuridisnya bahwa ia bermaksud melakukan tindak pidana terorisme ketika berada di pondok tersebut. Berdasarkan fakta hukum tersebut, keterlibatan terdakwa yang tanpa disadarinya ikut menjaga Ponpes UBK karena adanya isu penyerangan oleh warga masyarakat setelah terjadinya penikaman yang dilakukan oleh Syakban. Ini dilakukannya karena ia adalah salah seorang mantan santri Ponpes UBK. Hal ini jelas dan terbukti bukan “sengaja sebagai niat atau pun sebagai maksud” sebagaimana menurut Pasal 13 huruf c Undang-undang No. 15 tahun 2003. Juga bukan “sengaja insaf akan kemungkinan”, di mana dalam perbuatan itu telah diinsafi kemungkinan yang dapat terjadi dengan dilakukannya perbuatan itu. Salah satu unsur penting dalam pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 2002 yang telah disahkan menjadi Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah adanya unsur “bermaksud” dan apabila dikaitkan dengan ilmu hukum pidana maka ada tiga kesengajaan yaitu, kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kepastian dan kesengajaan sebagai kemungkinan. Kalimat “maksud” di sini adalah tindakan yang dilakukan memang dimaksud oleh pelaku dan akibatnya adalah memang maksud pelaku, bukan hanya niat saja dari pelaku dan akibatnya juga memang keinginan dari pelaku itu sendiri. Sehingga pada Pasal 13 huruf c adalah meliputi ketiga-tiganya. Tapi dalam perkara ini tidak ada yang bisa dikaitkan dengan terdakwa, yaitu baik kesengajaan sebagai kemungkinan, kesengajaan sebagai maksud dan kesengajaan sebagai kepastian, sama sekali tidak bisa dibuktikan dalam perkara ini.

341

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Hal ini dapat dilihat dari keterangan para saksi yang semuanya didengar keterangannya berdasarkan sumpah, yang kesemuanya menerangkan bahwa penjagaan yang dilakukan memang benarbenar untuk mengantisipasi adanya rencana serangan terhadap pondok. Yang juga dapat dibuktikan dengan keterangan dari saksisaksi di muka persidangan seperti Ridwan Yusuf, Yosi, Nurdin Ismail, Rahmad Ibnu Umar, Furqon, Mustakim dan Asrak. Dengan keterangan-keterangan saksi tersebut jelaslah bahwa unsur, dengan maksud melakukan tindak pidana terorisme tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa. Berdasarkan hal tersebut pula, salah satu unsur dalam pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tidak terbukti. Maka otomatis sesuai doktrin hukum, semua unsur yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti dalam perkara ini. PH juga menganalisa unsur terakhir dari pasal 13 huruf c yaitu menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Dalam surat tuntutannya JPU menyatakan bahwa unsur ini terbukti dilakukan oleh terdakwa. Jaksa antara lain menyatakan, Rahmat Hidayat pindah sekolah dari Pesantren Usman Bin Affan ke Ponpes UBK. Ia keluar dari Ponpes UBK karena dua masalah yaitu pertama tidak sepaham tentang pemahaman perang atau jihad dan masalah kedua karena ketatnya aturan pondok jika melakukan kesalahan dihukum dipukul, disiram dengan air kotor, lari dan ajaran jihad radikal (keras) diberikan oleh Abrory dan Heri. Pengertian jihad yang diberikan memerangi orang kafir dan memerangi orang-orang yang tidak menjalankan hukum syariat Islam atau thogut, orang kafir wajib diperangi seperti Jaksa, TNI, Hakim wajib dibunuh dengan dipenggal lehernya, ditumpahkan darahnya. Meski sudah keluar, ia masih sering ke Ponpes UBK, termasuk

342

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

ikut berjaga ketika pondok ini dikabarkan akan diserang. Rahmat Hidayat juga melihat para santri yang beberapa orang di antaranya seperti Anhar dan Jaisul yang ia kenal sedang melakukan pengerokan anak korek api dengan menggunakan amplas dan dikumpulkan dalam satu piring. Pentol korek api kayu ini memiliki kandungan potassium chlorate yang dipakai sebagai bahan peledak utama, merupakan bagian dari bom pipa rakitan. Kegiatan ini dilakukan di mushola pondok. Ia juga bertemu dan melihat Abdussalam sedang membuat anak panah dan memberikan ketapel serta anak panah kepadanya untuk dipakai berjaga. Pada kedatangannya kali ini, ia kembali pulang ke Dompu untuk bekerja sebagai penjaga toko. Dan pada tanggal 12 Juli 2011 ia datang lagi ke Ponpes UBK untuk ikut menjemput jenazah Firdaus. Ia juga mengetahui dan melihat bahwa di Ponpes UBK Firdaus telah meninggal dunia dan Annas mengalami luka parah karena terkena ledakan bom rakitan. Ia dianggap telah memberikan bantuan atau kemudahan dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme dan mengawal jenazah Firdaus menuju Desa O’o untuk dimakamkan dengan tujuan supaya tidak diketahui oleh orang lain, ia tidak melaporkan kepada pihak yang berwajib atau pihak yang berwenang. Ini merupakan fakta persidangan yang diyakini JPU sehingga berkesimpulan dalam tuntutannya bahwa unsur ini terbukti dilakukan oleh terdakwa. Menurut PH hal ini sangat keliru, sebab tindak pidana terorisme yang bagaimana yang disembunyikan Rahmat Hidayat dari aparat, khususnya kepolisian? Apakah karena ia ikut berjaga-jaga di pondok karena adanya isu serangan terhadap pondok bisa dikategorikan sebagai menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme, ataukah hanya karena ditemukannya anak panah di jok sepeda motornya dapat dikategorikan sebagai menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme? Jelas

343

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tidak, kata Penasehat Hukum. Jika pun terbukti terdakwa memiliki anak panah dan bila itu merupakan pelanggaran hukum, maka seharusnya terdakwa didakwa dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat nomor 12 Tahun 1951 bukannya didakwa telah melakukan tindak pidana terorisme. Menurut PH, berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan sesuai dengan keterangan para saksi yang diperiksa, maka jelas unsur ketiga ini juga tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh terdakwa. Oleh karena itu secara keseluruhan maka terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana terorisme sesuai pasal 13 huruf c PERPU No. 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Oleh karena tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti berdasarkan pasal 184 ayat (1) KUHAP, maka berdasarkan pasal 183 KUHAP terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan. Penasehat Hukum menyampaikan hal-hal yang dapat meringankan bagi terdakwa Rahmat Hidayat, yakni, selama dalam persidangan ia tidak pernah mempersulit jalannya persidangan, selalu berlaku sopan selama persidangan dan masih muda serta masih mempunyai masa depan yang baik. Untuk itu setelah PH menganalisa secara yuridis faktafakta yang terungkap di persidangan yang menjadi fakta hukum, disimpulkan bahwa berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap di persidangan yang mencakup segala sesuatu yang terjadi, terbukti secara sah dan meyakinkan terdakwa tidak melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana yang telah didakwakan JPU. Penasehat Hukum meminta kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan, menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme dengan melanggar pasal 13 huruf c PERPU

344

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

No. 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan PERPU No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UndangUndang. Menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh terdakwa. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan dan membebaskan terdakwa dari tahanan serta mengembalikan harkat dan martabat serta merehabilitasi nama terdakwa akibat dakwaan dan tuntutan JPU dan menetapkan biaya perkara ditanggung oleh negara. Namun, apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya dengan hukuman yang seringan-ringannya. ***

345

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

346

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Pledoi pribadi Rahmat Hidayat:

Islam adalah Agama yang Adil

Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita memujiNya, memohon pertolongan kepada-Nya dan memohon ampunanNya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kita dan keburukan amal perbuatan kita. Dialah Allah yang Maha Kuat, Maha Kuasa atas segala makhluk-Nya. Salawat dan salam tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah diamanahi Al Islam dan Alquran sebagai kebenaran dan timbangan yang adil atau pun yang hak. Bapak Hakim. Pada kesempatan ini kami selaku yang Bapak dakwai dan adili, ini pertama dan mungkin pula yang terakhir, semoga kesempatan ini tidak terbuang dengan sia-sia. Sebagai orang lemah lagi tak berdaya, marilah kita sama-sama mengintrospeksi diri yakni menegakkan kebenaran, keadilan dan kejujuran menurut agama yang diridhoi di sisi Allah yaitu Al Islam dan dialah Rasulullah Muhammad yang menjadi suri tauladan bagi kita semua.

347

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Sesungguhnya telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Al-Ahzab:21). Bapak Hakim. Jiwa keadilan tidak akan lahir dan tidak akan pernah ada seiring dengan dahsyatnya arus penentang makhluk terhadap Sang Khalik seiring mengalirnya kebodohan, kedustaan dan kepalsuan dan derasnya kedzoliman terhadap Islam dan kaum muslimin serta jeritan orang-orang lemah tidak berhenti dan air matanya tidak mengering. Bapak Hakim. Kita sebagai hamba Allah, hari ini kita berada dalam keterasingan yang hebat, kita tidak tahu di mana bisa menemukan panutanpanutan yang baik itu karena sekarang kita hidup di suatu zaman yang telah berubah pemahamannya, timbangan-timbangannya telah terbalik dan banyak anak bangsa yang sudah terbalik akalnya. Kondisi itu seperti disabdakan oleh Rasulullah. Akan datang pada manusia tahun-tahun yang menipu. Pada saat itu orang-orang yang berdusta dibenarkan dan orang yang benar didustakan, orang khianat diberi amanah dan orang yang terpecaya dikatakan pengkhianat dan orang yang lemah berbicara tentang urusan umat (HR Ahmad Ibnu Maja). Bapak Hakim. Di sini terasa sangat penting bagi kita untuk menentukan langkah guna melahirkan generasi yang bersikap shidiq (jujur, adil dan benar) kepada Allah sehingga Allah pun akan bersikap jujur, adil dan benar pula kepadanya. Semua mengalirkan kebaikan melalui tangan-tangan-Nya. Bapak Hakim. Hal itu tidak akan terwujud kecuali dengan mengikuti Nabi Muhammad dan pendahulu kita yang mulia. Keadaan generasi akhir umat ini tidak akan menjadi baik kecuali dengan mengikuti perkara

348

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yang lebih baik dari generasi yang awal. Sebab kejujuran, keadilan dan kebenaran merupakan perkara yang agung yang mulia yang di atasnya dibangun semua kebajikan. Bapak Hakim. Inilah umat manusia yang Allah menjadikan mereka sebagai sebab keluarnya seluruh umat manusia dari kegelapan menuju cahaya. Di dalam surat Al Imron: 110, Allah berfirman, kamu adalah yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia untuk menyeru kepada yang makhruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah. Bapak Hakim. Sesungguhnya ini adalah amanat yang telah ditinggalkan oleh banyak generasi umat Islam. Akan tetapi mereka malah pergi menjulurkan lidahnya terhadap dia yang hina ini serta syahwatnya. Mereka lupa bahkan sengaja melupakan hikmah yang untuknya Allah menciptakan mereka. Kemudian Allah ingatkan dalam firmannya: dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepadaku (Az-Zaniyat:56). Maka betapa umat ini sangat perlu untuk bersikap jujur, adil dan benar kepada Allah agar Dia memberi petunjuk bahkan menjadikan mereka seperti perantara petunjuk untuk umat-umat lain di sekitarnya. Bapak Hakim. Kami mengajak, marilah kita sama-sama menegakkan kebenaran dan keadilan. Kami menyeru wahai jiwa yang lemah, takutlah kalian kepada Allah atas setiap keputusan yang diambil. Pikirkanlah sebelum datang hari penyesalan yakni dunia dan akhirat. Karena apa yang kita perbuat di dunia akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Ini dari saya yang menginginkan kebenaran, keadilan dan kejujuran. Bapak Hakim. Berkas perkara yang ada di tangan bapak-bapak, saya sangatlah yakin Bapak menguasainya dan sangatlah paham apa dan bagaimana

349

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

yang sebenarnya. Apalagi ditambah dengan saksi yang dihadirkan semua telah menerangkan dan menjawab dengan sebaiknya. Bapak Hakim. Bapak sudah tahu apa dan bagaimana sepak terjang saya. Namun di sini saya sangat terkejut karena Bapak Jaksa menuntut saya dengan tuntutan empat tahun penjara. Apakah tuntutan ini benar-benar dari hati nurani Bapak? Wahai Bapak Jaksa, begitu hebatnya perbuatan dan kejahatan yang saya lakukan sehingga saya dituntut dengan angka di luar akal pikiran manusia yang sehat dan di luar dugaan semua orang. Subhanallah. Ini adalah musibah di atas penderitaan hamba ya Allah. Apakah Bapak tahu kondisi saya baik awal penangkapan sulit diceritakan dan bahkan sampai sekarang. Apakah Bapak bertanggung jawab dunia dan akhirat atas setiap tetesan dan rintihan keluarga terutama kedua orang tua saya? Bapak Hakim. Bukankah bapak-bapak telah ketahui apa yang saya lakukan di Pondok UBK tidak ada yang menyangkut dengan peneroran? Dan Bapak sudah ketahui bersama bahwa kepergian saya ke Pondok UBK tidak lain hanyalah silaturrahmi ingin bertemu dengan seorang teman. Kemudian hari berikutnya yaitu untuk melihat dan menjemput jenazah Ustad Firdaus. Ada pun tujuan dari kedua hal yang saya lakukan adalah itu benar-benar hanyalah mengharap keridhaan dari Allah. Demi Allah, sedikit pun tidak ada niat dalam hati saya untuk melakukan teror kepada siapa pun. Jika benar saya adalah teroris kemudian di manakah orang-orang yang saya teror itu? Bapak Hakim. Bukankah saya telah menerangkan dan menjelaskan pada persidangan bahwa saya tidak melapor karena saya mengira kejadian itu sudah dilaporkan oleh orang pondok atau keluarga almarhum tentang kematian Ustad Firdaus. Begitu terkejutnya saya ketika Bapak Jaksa mengatakan saya telah meresahkan atau pun menimbulkan rasa

350

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

teror terhadap masyarakat dan saya dituduh telah menyembunyikan informasi teroris. Sebelum saya ditangkap saya benar-benar tidah tahu menahu siapakah yang dimaksud dengan teroris itu? Apakah beliau Ustad Abrory, Ustad Heri, Ustad Firdaus atau pun yang lain? Demi Allah saya tidak mengenal mereka sebagai teroris melainkan sebagai ustad pengajar di Ponpes UBK. Bapak Hakim. Apabila demikian, mengapa saya selalu diseret dengan kasus tidak jelas itu? Mengapa orang yang betul-betul tahu kasus ini sangat ringan hukumannya dibanding saya yang hanya mengira bahwa kasus ini sudah dilaporkan kepada pihak yang berwenang atau pun pihak yang berwajib. Bapak hakim. Bapak mengetahui orang-orang yang oleh kasus ini mengetahui benar sebagian besar mereka telah dibebaskan walaupun dengan sengaja tidak melapor kepada pihak yang berwajib. Bahkan ada yang membantu dalam aksi teror yang dikatakan ini seperti membantu mengumpulkan bahan peledak (bom), menjaga pondok dan lainlain. Bahkan lebih parah lagi dengan sengaja menyembunyikan informasi teror agar tidak diketahui oleh pihak berwajib antara lain Mustakim dan telah dituntut 1,5 tahun dan telah divonis satu tahun. Lalu dengan saya yang tidak jelas tahu kasus ini berapa? Wallahualam. Saya yakin bapak-bapak mempunyai hati nurani yang sehat yang dapat membedakan mana kasus yang kecil dan mana kasus yang besar. Bapak hakim. Bukankah sudah maklum dan bukan rahasia lagi bahwa perbuatan saya ini hanyalah ujung kuku, sangat jauh jika dibandingkan dengan kasus teman-teman saya. Sangat jelas terlihat kalau saya ini tidak sebesar yang dibayangkan. Demikianlah sesungguhnya saya dan fakta persidangan yang ada dan anak bangsa yang terdzolimi. Anak bangsa yang dirampas hak-haknya, anak bangsa yang hanya

351

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

menyembah yang Esa. Anak bangsa yang menjadikan Islam pandangan hidupnya, anak bangsa yang menginginkan kejujuran, kebenaran, keadilan dan anti kedustaan. “Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran agar kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu. Dan janganlah kamu menjadi menantang bagi orang yang tidak bersalah karena membela orang-orang yang berkhianat”, (An-Nisa:105). Kemudian di dalam QS Al Maidah: 08, Allah berfirman, hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadikan saksi dengan adil dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Demikian pledoi ini saya buat di bumi Allah. Tangerang, 29 Februari 2012, Rahmat Hidayat dan teman. ***

352

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Fakta Persidangan dan Pledoi Rahmad Ibnu Umar, Furqon dan Asrak

Dalam sidang perkara Rahmad Ibnu Umar, Asrak dan Furqon dihadirkan saksi-saksi dalam sidang terpisah. Mereka adalah Hamdan, Tarmizi, Ridwan Yusuf, Muslamin Bin Thalib, Syarifudin AR, I Made Widiana, Nurdin Ismail, Jamaludin alias Yosi, Suratman, Furqon, Mustakim Abdullah, Abrory dan Syakban. Saksi ahli adalah Anang Kusnadi S.Si, Ngurah Wijaya Putra, S.Si. M.Si. dan DR. Ramelan, SH.MH. Sedangkan dalam perkara Furqon dan Asrak, selain saksi-saksi tersebut juga hadir saksi tambahan yakni Muhammad Yamin.

Fakta Persidangan Rahmad Ibnu Umar Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan termasuk dari keterangan para saksi yang dihadirkan, inilah pledoi yang disampaikan oleh PH dalam perkara Rahmad Ibnu Umar. Diawali dengan mengemukakan fakta-fakta hukum yang terungkap 353

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

di persidangan. Rahmad Ibnu Umar atau terdakwa kenal dengan ustad Abrory karena sering memberikan ceramah pada masjid-masjid yang ada di kota Bima. Ia datang ke Ponpes UBK pada tanggal 1 Juli 2011 karena ustad Firdaus bercerita bahwa Ponpes UBK akan diserang oleh warga masyarakat karena salah seorang santri pondok UBK yang bernama Syakban telah membunuh seorang anggota polisi. Maka ia pun datang ke Ponpes UBK untuk ikut menjaga ponpes dari kemungkinan serangan masyarakat. Ia berjaga menggunakan senjata tajam dan ikut membuat panah. Ketika terjadi ledakan bom di Ponpes UBK terdakwa sedang duduk-duduk di lapangan dan siap-siap akan pulang karena keadaan sudah aman. Akibat ledakan tersebut jatuh korban meninggal dunia Ustad Firdaus dan korban luka ustad Annas. Karena itu terdakwa ikut membantu ustad Abrory untuk memindahkan ustad Firdaus ke ruangan sebelah, kemudian terdakwa juga ikut membersihkan darah Ustad Firdaus yang kemudian meninggal dunia akibat ledakan tersebut. Selasa, 12 Juli 2011 sekitar jam 09.30 wita terdakwa ikut mengawal jenazah Ustad Firdaus yang akan dibawa ke kampung halamannya untuk dimakamkan dengan mengendarai sepeda motor dibonceng oleh Pasole. Jenazah Ustad Firdaus diangkut menggunakan mobil bemo (angkot) warna kuning oleh keluarganya. Rahmad Ibnu Umar ikut mengawal jenazah di belakang angkot yang mengangkut jenazah Ustad Firdaus.

Fakta Persidangan Furqon Ia menjadi Pengajar Komputer di Ponpes UBK. Saat ledakan yang terjadi di Ponpes UBK pada hari Senin tanggal 11 Juli 2011, ia tidak berada di Ponpes. Mengetahui ada kejadian ledakan tersebut dari informasi tetangga di tempatnya tinggal (Desa Leu) yang jaraknya sekitar 7 km dengan Ponpes UBK, hari itu juga.

354

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Setelah mendapat informasi kejadian itu, menggunakan sepeda motor ia menuju Ponpes UBK. Saat tiba di gerbang Ponpes UBK, ia melihat santri sedang berjaga-jaga lengkap dengan masing-masing membawa senjata tajam berupa pedang dan panah. Ia juga melihat Ustad Annas diangkat keluar dari ruangan tempat ledakan oleh Ustad Abrory, Rizal dan ustad Atif ke ruangan yang ada di sebelah timurnya. Ia lalu dipanggil Abrory yang menyuruhnya membantu mengangkat Ustad Firdaus yang sudah dalam keadaan terluka di bagian pipi kanannya yang penuh dengan darah. Ia membantu mengangkat ustad Firdaus untuk dipindahkan dari ruangan tempat ledakan ke ruangan yang ada di sebelahnya. Ketika memindahkan Ustad Firdaus, mereka tidak keluar dari dalam ruangan melainkan melalui dinding pembatas yang terbuat dari bedek/bambu yang telah dilubangi sehingga proses pemindahan tidak dapat dilihat oleh orang lain. Ia membantu mengangkat Firdaus bersama dengan Rahmad Ibnu Umar, Abdullah, Ustad Abrory dan Rizal, kemudian diletakkan di lantai. Ia mendengar Ustad Firdaus telah meninggal dunia ketika menjelang salat Isya. Keesokan hari, Selasa, 12 Juli 2011, Furqon diperintah ustad Abrory untuk membuang benda yang sudah berada di dalam tas ransel warna hitam. Dengan membonceng Asrak, ia pergi menggunakan sepeda motor melaksanakan perintah untuk membuangnya ke laut. Ia tidak mengetahui apa isi dari tas tersebut, karena tidak pernah membukanya. Sepulang membuang isi ransel itu, ia dipanggil Abrory untuk memboncengnya dengan sepeda motor tersebut mengiringi angkot yang membawa mayat Ustad Firdaus. Setelah kejadian pembunuhan anggota polisi pada sektor Bolo, ia juga terkadang melakukan penjagaan di Ponpes UBK. Ia juga

355

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

sering mengawal Ustad Abrory ketika memberikan cermah di luar Ponpes UBK. Ia mengakui barang bukti yang diperlihatkan di muka persidangan berupa kabel, regulator kompor gas, sambungan pipa besi, yang diikat dengan tali rafia warna kuning, penutup sambungan pipa dan pecahan pipa besi, baterai kotak, baterai Hp adalah yang ia buang di Wadu Pa’a bersama Asrak.

Fakta Persidangan Asrak Ia datang ke Ponpes UBK pada pagi hari Senin tanggal 11 Juli 2011, untuk melatih bela diri Boxer. Ia datang atas permintaan ustad Firdaus yang kebetulan masih iparnya. Sebelumnya ia sudah sering diminta untuk melatih bela diri Boxer para santri di Ponpes UBK tapi baru pada hari itulah ia bisa memenuhinya. Ia bukan pengajar di Ponpes UBK. Ketika ia tiba di Ponpes UBK, ia langsung menemui ustad Firdaus dan ia melihat para santri dan ustad berjaga-jaga di depan pintu Ponpes UBK membawa pedang, senapan angin, panah dan benda-benda lainnya. Ia memang sempat bertanya kepada Ustad Firdaus tentang kenapa mereka membawa senjata tajam. Jawaban yang diterimanya adalah untuk menjaga ponpes karena hendak diserang masyarakat. Ia juga sempat melihat ada sekitar tujuh orang, di antaranya Ustad Firdaus dan Annas sedang menggerus korek api menggunakan amplas, di musholla ponpes. Tapi ia tidak tahu untuk apa korek api itu digerus amplas. Aktivitas lain yang dilihatnya adalah orang-orang yang tidak dikenalnya tengah membuat anak panah di belakang asrama santri. Ada juga yang sedang mencoba anak panahnya dengan melontarkan panah pada sasaran serta ada yang tengah latihan menembak pada sasaran pohon. Ia pun bergabung dan meminjam senapan angin untuk menembak dengan sasaran burung yang terbang di lokasi

356

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Ponpes UBK. Asrak tidak ikut menjaga baik sebelum maupun sesudah kejadian ledakan tanggal 11 Juli 2011. Ketika ledakan terjadi, ia berada di lapangan di depan Ponpes UBK. Keesokan harinya, ia bersama Furqon membuang benda yang ada di dalam tas hitam atas perintah ustad Abrory. Analisa Yuridis Tim Penasehat Hukum dalam perkara Rahmad Ibnu Umar, Asrak dan Furqon Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, PH membuktikan apakah benar kesimpulan JPU yang menyatakan bahwa para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme. Analisa yuridis PH terhadap Pasal 13 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, dengan satu kesimpulan bahwa tindakan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pasal yang dimaksud dalam perkara Rahmad Ibnu Umar, sama dengan analisa yuridis terhadap perkara Asrak dan Furqon. Karena pasal yang didakwakan kepada ketiganya sama. Dalam tuntutannya, JPU membuktikan Pasal 13 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, dengan satu kesimpulan bahwa tindakan para terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pasal yang dimaksud. Namun Tim Penasehat Hukum para terdakwa tidak sependapat dengan kesimpulan JPU tersebut. Unsur-unsur dalam Pasal 13 huruf c Undang Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan

357

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UndangUndang adalah, setiap orang, dengan sengaja, memberi bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Yang dimaksud dengan "setiap orang" dalam unsur ini adalah setiap orang sebagai subyek hukum yang dapat mempertanggungjawabkan secara hukum segala perbuatannya, dalam hal ini adalah terdakwa Rahmad Ibnu Umar, Asrak dan Furqon. Menurut PH, unsur ini sangat erat kaitannya dengan tindak pidana terorisme yang didakwakan oleh JPU, karena itu untuk menyatakan unsur ini terbukti atau tidak maka harus dibuktikan dulu unsur-unsur yang lainnya. Tim PH tidak sependapat dengan JPU yang menyatakan bahwa unsur ini terbukti secara sah dan meyakinkan, oleh karena fakta yang terungkap di persidangan tidak ada satu pun saksi-saksi yang dihadirkan JPU, yang melihat atau pun mendengar dan mengetahui bahwa Rahmad Ibnu Umar, Asrak dan Furqon menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Fakta hukum yang terungkap di persidangan berdasarkan keterangan saksi dan para terdakwa sendiri, keterlibatan para terdakwa yang ikut menjaga Ponpes UBK, karena adanya rencana penyerangan oleh warga masyarakat setelah terjadinya penikaman yang dilakukan oleh Syakban yang merupakan salah seorang murid Ponpes UBK jelas dan terbukti bukan “sengaja sebagai niat atau pun sebagai maksud” sebagaimana menurut Pasal 13 huruf c Undang-undang No. 15 tahun 2003, juga bukan “sengaja insaf akan kemungkinan”, di mana dalam perbuatan itu telah diinsafi kemungkinan yang dapat terjadi dengan dilakukannya perbuatan itu. Kemudian, unsur ”dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme“. Di

358

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

sini, PH tidak sependapat dengan JPU yang menyatakan bahwa unsur ini terbukti secara sah dan meyakinkan. Oleh karena dari fakta yang terungkap di persidangan tidak ada satu pun saksisaksi yang dihadirkan oleh JPU yang melihat atau pun mendengar dan mengetahui bahwa Rahmad Ibnu Umar, Asrak dan Furqon menyembuyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Dalam persidangan, baik berdasarkan keterangan saksi-saksi maupun keterangan para terdakwa dapat dibuktikan yang merupakan fakta hukum dalam persidangan perkara ini, bahwa memang benar mereka telah melakukan penjagaan di Ponpes UBK, namun tidak benar seperti yang diuraikan jaksa dalam analisa yuridisnya bahwa mereka bermaksud melakukan tindak pidana terorisme ketika berada di Ponpes tersebut. Berdasarkan fakta hukum tersebut, maka keterlibatan para terdakwa yang tanpa disadarinya ikut menjaga Ponpes UBK karena adanya rencana penyerangan oleh warga masyarakat setelah terjadinya penikaman yang dilakukan oleh Syakban yang merupakan salah seorang murid Ponpes UBK jelas dan terbukti bukan “sengaja sebagai niat ataupun sebagai maksud” sebagaimana menurut Pasal 13 huruf c Undang-undang No. 15 tahun 2003. Juga bukan “sengaja insaf akan kemungkinan”, dimana dalam perbuatan itu telah diinsafi kemungkinan yang dapat terjadi dengan dilakukannya perbuatan itu. Salah satu unsur penting dalam pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 2002 yang telah disahkan Menjadi Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah adanya unsur “bermaksud” dan apabila dikaitkan dengan ilmu hukum pidana maka ada tiga kesengajaan yaitu, kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kepastian, kesengajaan sebagai kemungkinan. Bahwa benar kalimat “maksud” di sini adalah tindakan yang dilakukan memang dimaksud oleh para pelaku dan akibatnya adalah

359

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

memang maksud para pelaku, bukan hanya niat saja dari mereka dan akibatnya, memang keinginan dari mereka itu sendiri. Sehingga pada Pasal 13 huruf c adalah meliputi ketiga-tiganya. Tetapi dalam perkara ini tidak ada yang bisa dikaitkan dengan terdakwa, yaitu baik kesengajaan sebagai kemungkinan, kesengajaan sebagai maksud dan kesengajaan sebagai kepastian, sama sekali tidak bisa dibuktikan dalam perkara ini. Hal ini dapat dilihat dari keterangan para saksi yang semuanya didengar keterangannya berdasarkan sumpah, yang kesemuanya menerangkan bahwa penjagaan yang dilakukan memang benarbenar untuk mengantisipasi adanya rencana serangan terhadap ponpes. Yang juga dapat dibuktikan dengan keterangan dari saksisaksi di muka persidangan seperti, Ridwan Yusuf, Yosi, Nurdin Ismail, Rahmad Ibnu Umar, Furqon, Mustakim dan Asrak serta Muhammad Yamin. Dengan keterangan-keterangan saksi tersebut jelaslah bahwa unsur, dengan maksud melakukan tindak pidana terorisme tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa. Berdasarkan hal tersebut pula, salah satu unsur dalam pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tidak terbukti. Maka otomatis sesuai doktrin hukum, semua unsur yang didakwakan kepada para terdakwa tidak terbukti dalam perkara ini. PH juga menganalisa unsur terakhir dari pasal 13 huruf c yaitu menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Dalam surat tuntutannya JPU menyatakan bahwa unsur ini terbukti dilakukan oleh para terdakwa. JPU antara lain menyatakan, dalam perkara Asrak dan Furqon bahwa ia dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. PH tidak sependapat dengan JPU yang menyatakan bahwa unsur ini terbukti secara sah

360

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

dan meyakinkan, oleh karena fakta yang terungkap di persidangan tidak ada satu pun saksi-saksi yang dihadirkan oleh JPU yang melihat atau pun mendengar dan mengetahui bahwa terdakwa Asrak dan Furqon menyembuyikan informasi tentang tindak pidana terorisme, dalam persidangan baik berdasarkan keterangan saksi-saksi maupun keterangan para terdakwa sendiri dapat dibuktikan yang merupakan fakta hukum dalam persidangan perkara ini. Benar keduanya telah melakukan penjagaan di Ponpes UBK. Namun tidak benar seperti yang diuraikan jaksa dalam analisa yuridisnya bahwa mereka bermaksud melakukan tindak pidana terorisme ketika berada di Ponpes tersebut. Bahkan maksud semula dari kedatangan Asrak ke Ponpes UBK adalah diundang untuk melatih boxer karena memang terdakwa berprofesi sebagai pelatih boxer. Berdasarkan fakta hukum tersebut maka keterlibatan terdakwa yang ikut menjaga Ponpes UBK terjadi secara kebetulan karena saat itu terdakwa hadir di sana diundang untuk melatih boxer. Namun ketika mereka berada di ponpes dan mendengar ada rencana penyerangan oleh warga masyarakat terhadap ponpes setelah terjadinya penikaman yang dilakukan oleh Syakban yang merupakan salah seorang santri Ponpes UBK, karena itulah keduanya turut serta melakukan penjagaan. Apalagi Furqon dalam kedudukannya sebagai salah seorang tenaga pengajar di ponpes sudah pasti akan terpanggil untuk mengamankan ponpes tempatnya mengajar. Ini merupakan fakta persidangan yang diyakini JPU sehingga berkesimpulan dalam tuntutannya bahwa unsur ini terbukti dilakukan oleh para terdakwa. Menurut PH hal ini sangat keliru, sebab tindak pidana terorisme yang bagaimana yang disembunyikan Rahmad Ibnu Umar, Asrak dan Furqon dari aparat, khususnya kepolisian? Apakah karena ketiganya ikut berjaga-jaga di ponpes karena adanya isu serangan terhadap ponpes bisa dikategorikan sebagai menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme? Ataukah hanya karena Rahmad Ibnu Umar ikut membuat anak

361

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

panah bisa dikategorikan sebagai menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme? Atau karena Furqon dan Asrak ikut membuang sisa-sisa bahan peledak di Wadu Pa’a? Ataukah hanya karena mereka ikut mengantarkan jenazah ustad Firdaus, dapat dikategorikan sebagai menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme? "Jelas tidak", ungkap PH. Kalau pun Rahmad Ibnu Umar terbukti ikut membuat anak panah dan Furqon bersama Asrak terbukti membuang sisa bahan peledak, maka seharusnya jika hal-hal tersebut merupakan pelanggaran hukum, ketiganya didakwa dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat nomor 12 Tahun 1951, bukannya didakwa telah melakukan tindak pidana terorisme. Menurut PH, berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan sesuai dengan keterangan para saksi yang diperiksa berdasarkan sumpah, maka jelas unsur ketiga ini juga tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh para terdakwa. Oleh karena itu secara keseluruhan maka terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana terorisme sesuai pasal 13 huruf c PERPU No. 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Oleh karena tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti berdasarkan pasal 184 ayat (1) KUHAP, maka berdasarkan pasal 183 KUHAP terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan. Tim Penasehat Hukum para terdakwa menyampaikan hal-hal yang meringankan seperti, selama dalam persidangan para terdakwa tidak pernah mempersulit jalannya persidangan, para terdakwa selalu berlaku sopan dalam persidangan, para terdakwa masih muda dan masih mempunyai masa depan yang baik, terutama Rahmad Ibnu Umar yang mempunyai tanggung jawab terhadap istri dan anaknya yang masih kecil. PH membuat kesimpulan bahwa berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap di persidangan yang mencakup segala sesuatu yang

362

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

terjadi, terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa ketiga terdakwa tidak melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana yang telah didakwakan dan dituntut oleh JPU. Tim Penasehat Hukum para terdakwa mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme dengan melanggar pasal 13 huruf c PERPU No. 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan PERPU No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UndangUndang. Kemudian juga menyatakan dakwaan JPU tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh para terdakwa. Meminta agar membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan, membebaskan terdakwa dari tahanan, mengembalikan harkat dan martabat serta merehabilitasi nama terdakwa akibat dakwaan dan tuntutan dari JPU serta menetapkan biaya perkara ditanggung oleh Negara. Atau jika Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang berpendapat lain, PH meminta agar putusan yang seadil-adilnya dengan hukuman yang seringan-ringannya. ***

363

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

364

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

sidang Putusan

Setelah melewati persidangan sejak 11 Januari 2012, akhirnya Rabu, 28 Maret 2012 Hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutus perkara kasus ledakan di Ponpes UBK Sanolo. Setelah membaca berkas perkara, mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan pada persidangan, memeriksa dan memperhatikan barang bukti yang tercantum dalam berkas perkara dan juga yang dihadirkan di depan persidangan. Hakim juga mendengarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaandakwaannya yang dibuktikan dengan menghadirkan saksi-saksi ke persidangan, menimbang pula pengajuan pembelaan Penasehat Hukum dan Pledoi Pribadi Abrory. Atas pembelaan tersebut hakim juga menimbang replik dari JPU yang intinya menyatakan tetap pada dakwaan semula. Hakim menimbang keterangan yang diberikan Abrory. Pertimbangan penting lainnya yang dikemukakan hakim di depan persidangan adalah berdasarkan fakta-fakta persidangan

365

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

apakah terdakwa Abrory dapat dimintai pertanggungjawaban pidana berdasarkan dakwaan Penuntut Umum yang mengajukan dakwaan kombinasi atas diri Abrory (baca-sidang pembacaan dakwaan Abrory). Karena JPU menyusun dakwaan dalam bentuk kombinasi alternatif dan kumulasi, pertimbangan hakim sampai pada memilih dakwaan yang lebih tepat untuk dipertanggungjawabkan kepada terdakwa Abrory sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam perkara ini. Dengan alasan dakwaan alternatif, hakim mempertimbangkan dakwaan Pertama kesatu yang memuat dakwaan yang bersifat subsidaritas dengan terlebih dahulu mempertimbangkan dakwaan Pertama Kesatu Primair Pasal 14 jo. Pasal 7 UU Nomor 15 Tahun 2003, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, dengan segala unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, seperti unsur setiap orang, merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objekobjek vital strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik. Menimbang kelima unsur yang terdapat dalam pasal tersebut, setelah memeriksa identitas terdakwa sebagai subyek hukum sehat jasmani rohani dan mampu menjawab seiap pertanyaan yang diajukan padanya tanpa suatu halangan, Majelis Hakim menganggap bahwa unsur setiap orang sebagaimana yang dimaksud dalam dakwaan JPU telah terpenuhi. Unsur merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, juga terpenuhi setelah hakim mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap

366

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

di persidangan, yang terbukti di mana Abrory sebagai pimpinan Ponpes UBK yang bertanggungjawab atas seluruh pengajaran dan menggariskan mata pelajaran di ponpes tersebut, termasuk salah satunya adalah pemahaman tentang tauhid jihad. Selain itu hakim juga menimbang keterangan saksi-saksi seperti Syakban dan Mustakim, bahwa selama mereka belajar di Ponpes UBK, Abrory dan ustad lainnya telah mengajarkan jihad memerangi orang kafir yang disebutnya thogut, kepada para santrinya. Jihad-jihad yang diajarkannya adalah jihad dakwah, jihad membela diri, jihad global dan jihad memerangi orang munafik dan dholim. Selain itu ia telah memberikan pemahaman tahapantahapan jihad dan fadilah-fadilah keutamaan jihad seperti, akan diampuni dosa-dosanya, akan terbebas dari adzab kubur, tidak akan mendapat goncangan di hari kiamat, rohnya akan dibawa terbang oleh burung hijau di dalam surga, memberikan syafaat kepada 70 keluarga dan akan mendapatkan 72 bidadari. Pelaksanaan jihad yang diajarkan terhadap para santri yang hendak lulus yakni dengan cara ightyalat dan itsisyadiah. Pertimbangan hakim juga didasarkan pada keterangan Mustakim dan Rahmat Hidayat yang mengundurkan diri, keluar dari Ponpes UBK karena alasan ajaran jihad yang disampaikan Abrory selaku terdakwa dalam perkara ini terlalu keras dan tidak sesuai dengan hati nurani mereka. Syakban sebagai salah seorang santri tetap tinggal dan belajar di Ponpes UBK. Dan terbukti dalam persidangan, ajaran jihad yang diberikannya beserta ustad lain akhirnya mampu mengubah hidup dan cara pandang santri yang menjiwai ajaran tersebut. Ini terbukti pada apa yang terjadi pada diri Syakban yang akhirnya melakukan pembunuhan terhadap seorang anggota polisi bernama Rokhmad Saefudin. Syakban mengaku membunuh polisi karena “perintah Allah” dengan melakukan ightyalat membunuh musuh (thogut) secara diam-diam. Oleh karena itu hakim menimbang, bahwa perbuatan Syakban membunuh

367

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

polisi tersebut terbukti terdakwa berhasil menggerakkan Syakban melakukan amaliah jihadnya. Terdakwa berhasil menggerakkan Syakban untuk melakukan pembunuhan tersebut adalah juga merupakan terorisme. Kesaksian DR. Ramelan selaku saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan yang menyebutkan ciri-ciri terorisme juga menjadi salah satu pertimbangan penting majelis hakim. Pertimbangan hakim mengenai hal ini juga mengaitkan dengan cara terdakwa memberikan pemahaman-pemahaman jihad secara terus menerus dan cara terdakwa menggerakkan santri khususnya Syakban. Dengan alasanalasan pertimbangan tersebut, maka unsur merencanakan atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme sesuai yang dimaksud dalam dakwaan, dinyatakan terbukti oleh hakim. Unsur dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, juga oleh hakim dinyatakan terpenuhi setelah menimbang fakta persidangan tentang ajaran yang diberikan terdakwa kepada santri, salah satunya tauhid jihad. Dimana terdakwa juga membuat kategori pemahaman siapa-siapa yang disebut dengan orangorang kafir, yakni, yang tidak melaksanakan atau orang-orang yang menghalang-halangi pelaksanaan syariat Islam. Orang yang tidak melaksanakan hukum Allah atau ajaran Alquran dan orang-orang yang bersekutu dengan hukum manusia. Orang-orang yang duduk di lembaga pemerintahan Indonesia seperti Presiden, DPR, MPR, Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim. Pemahaman dua cara berjihad, ightyalat dan itsisyadiah yang diajarkan telah dilaksanakan salah satunya yakni ightyalat oleh santri Ponpes UBK bernama Syakban yang membunuh seorang polisi dengan mempersiapkan pisau sebagai alat penikam dan jam waker sebagai pengatur waktu untuk pelaksanaan pembunuhan tersebut. Hakim menimbang bahwa pengajaran tentang jihad seperti yang diajarkan di Ponpes UBK tersebut adalah pengajaran yang

368

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Hakim menimbang pula kesaksian Hamdan mantan Kapolsek Madapangga (menjadi Kapolsek Madapangga tahun 2007-209) yang namanya tercantum dalam daftar target nomor 1, bersama anggota lainnya dalam buku agenda kecil yang ditemukan saat olah TKP yang berlangsung di Ponpes UBK. Dalam buku agenda tersebut berisi pula tentang denah lokasi Polsek Madapangga Bima, membuktikan bahwa telah lama membuat rencana teror yang mengancam polsek tersebut yang menyebabkan anggota Polsek Madapangga menjadi ketakutan. Unsur "dengan maksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal", juga oleh hakim dinyatakan terpenuhi. Hakim menimbang bahwa setelah mendengar informasi dari dr. Jatmiko bahwa Syakban telah membunuh seorang polisi bernama Rokhmad Saefuddin, terdakwa memerintahkan kepada semua santri dan ustad untuk menjaga pondok di setiap pintu masuknya dengan berbagai senjata tajam, pisau, tombak, ketapel, panah dan lain-lain. Selain penjagaan dilakukan di pintu-pintu masuk Ponpes UBK seluruh akses jalan keluar masuk orang yang akan melewati pondok dilakukan pemeriksaan (sweeping). Akibatnya setiap orang yang lewat merasakan suasana yang mencekam dan menegangkan. Fakta persidangan yang menjadi pertimbangan hakim selanjutnya adalah terdakwa menyetujui dan memberikan pengarahan kepada Ustad Firdaus untuk membuat berbagai jenis bom baik bom dari pipa besi maupun bom molotov, sebagai persiapan karena kecurigaan terdakwa bahwa pondok akan diserang oleh masyarakat sekitar dan polisi. Terdakwa pernah menyuruh Mustakim membeli korek api kayu yang disangkal terdakwa bahwa korek api tersebut dibeli bukan sebagai bahan pembuatan bom melainkan sebagai kebutuhan memasak di dapur dan yang bertanggung jawab terhadap pembuatan bom tersebut adalah Ustad Firdaus.

369

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Hakim mempertimbangkan keberatan terdakwa tersebut dan mempertimbangkan pula kesaksian Mustakim (baca kesaksian Mustakim), yang jika dihubungkan dengan hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Bareskrim Polri, Laboratorium Forensik Cabang Denpasar, bahwa barang bukti yang diperoleh dari Ponpes UBK adalah merupakan bagian dari bom pipa rakitan, meliputi korek api kayu yang mempunyai kandngan Potasium Cholarate sebagai bahan peledak. Dihubungkan pula dengan terdakwa yang pernah belajar membuat bom di Ambon. Ini membuktikan bahwa terdakwa mengerti seluk beluk pembuatan bom. Hakim menimbang pula bahwa dalam tiap keterangan yang diberikan Abrory selalu menyatakan korek api yang dibeli untuk keperluan dapur dan yang bertanggung jawab terhadap perakitan bom adalah Ustad Firdaus sedangkan yang bersangkutan sudah meninggal dunia karena ledakan bom tersebut, tidak dapat dibenarkan. Pertimbangan lain dari hakim adalah bahwa setelah bom meledak berdasarkan kesaksian Ridwan Yusuf, Kepala Desa Sanolo, membuat suasana di sekitar Sanolo menjadi mencekam dan masyarakat merasa sangat ketakutan. Dan berdasarkan keterangan saksi M. Yamin, anggota Polres Bima, ketakutan juga dialami keluarga anggota-anggota polisi di Bima karena sebelumnya telah terjadi pembunuhan polisi di Polsek Bolo. Demikian pula dengan unsur "dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objekobjek vital strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik", juga dinyatakan terpenuhi oleh hakim. Ternyata unsur ini juga bersifat alternatif sehingga apabila salah satu dari unsur ini dilakukan maka terhadap unsur ini harus dinyatakan terpenuhi dan terbukti. Hakim menimbang fakta persidangan mulai dari pemahaman dan ajaran jihad yang diajarkan terdakwa, kejadian pembunuhan

370

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

anggota Polsek Bolo yang merupakan pelaksaan dari jihad tersebut sampai meninggalnya Ustad Firdaus akibat ledakan bom rakitan di Ponpes UBK. Hilangnya nyawa Rokhmad Saefudin dan Ustad Firdaus adalah tidak terlepas dari perbuatan terdakwa yang termasuk dalam lingkup tindak pidana terorisme. Karenanya hakim menilai unsur ini dinyatakan terbukti. Menjelang akhir putusan, hakim kembali menyampaikan pertimbangan bahwa ternyata seluruh unsur yang terkandung dalam Pasal 14 jo. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang dalam dakwaan Pertama Kesatu Primair telah terpenuhi seluruhnya, sehingga dakwaan tersebut dinyatakan terpenuhi. Menimbang pula Dakwaan Kesatu Primair, Subsidair, Lebih Subsidair dan Lebih-Lebih Subsidair. Hakim mempertimbangan dakwaan kumulasi dari Pasal 13 huruf a, b dan c UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Juga dakwaan yang memuat dakwaan alternatif yakni dakwaan kedua. Hakim memilih dakwaan yang lebih tepat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa sebagaimana fakta-fakta yang terungkap di persidangan sehingga memilih dan menentukan Dakwaan Pertama Kumulatif Kedua yang kedua, yakni Pasal 13 huruf b UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, yang memiliki unsur "setiap orang, dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme", yang kesemuanya oleh hakim dinyatakan telah terpenuhi (berkaitan dengan kedatangan Harry Kuncoro ke Ponpes UBK-baca kesaksian Harry Kuncoro dan Mujahidulhaq). Hakim menimbang juga keberatan penasehat hukum. Atas

371

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

hal tersebut Majelis Hakim berpendapat sebagaimana telah dipertimbangkan sebelumnya bahwa ternyata seluruh unsur yang terdapat dalam dakwaan pertama Kesatu Primair pada Pasal 14 jo. Pasal 7 UU RI No. 15 tahun 2003 tentang penetapan Perpu. Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang dan dakwaan pertama kumulatif kedua yang kedua yaitu Pasal 13 huruf b UU RI No. 15 tahun 2003 tentang penetapan Perpu. Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, telah terbukti. Karenanya seluruh keberatan Penasehat Hukum tersebut dikesampingkan. Oleh karena terdakwa telah dinyatakan terbukti maka dengan memperhatikan dakwaan, tuntutan, alat bukti dan nota pembelaan dari penasehat hukum, hakim berkesimpulan bahwa Abrory alias Abrory M. Ali alias Maskadov alias Abrory Al Ayyubi, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme melanggar Pasal 14 jo. Pasal 7 UU RI No. 15 tahun 2003 tentang penetapan Perpu. Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang dan Pasal 13 huruf b UU RI No. 15 tahun 2003 tentang penetapan Perpu. Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang dalam persidangan yang diketuai Imam Gultom, SH. MH., dengan Partahi T. Hutapea, SH. MH., dan Anhar Mujiono, SH., selaku hakim anggota, menjatuhkan pidana penjara selama 17 tahun kepada Abrory. Pada persidangan putusan untuk kelima terdakwa lain di hari yang sama, dalam persidangan terpisah dengan majelis hakim berbeda, juga memutuskan mereka bersalah dan dihukum masingmasing, 15 tahun penjara bagi Syakban, Rahmad Ibnu Umar, Asrak dan Furqon, masing-masing 3,5 tahun dan Rahmat Hidayat 3 tahun penjara.

372

***

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Tentang Penulis Naniek I. Taufan, memilih menjadi jurnalis dan penulis selepas kuliah di Fakultas Hukum Universitas Mataram. Dalam menjalankan tugas jurnalistiknya sebagai Wartawati Tabloid Tokoh (Bali Post Grup), ia kerap meliput berbagai peristiwa termasuk peristiwa hukum khususnya di Nusa Tenggara Barat. Salah satunya adalah peristiwa ledakan bom rakitan di Pondok Pesantren Umar Bin Khattab, Sanolo Bima. Perjalanan penegakan hukum terhadap kasus UBK Sanolo yang dilakukan oleh Polda NTB dan Kejati NTB, membuatnya tertarik merekam peristiwa tersebut dalam sebuah buku karena inilah kali pertama kasus terorisme ditangani oleh daerah. Buku ini melengkapi karya-karya sebelumnya. Buku-buku yang telah ditulisnya antara lain, Langkah Pariwisata NTB: Menerobos Pasar Dunia, yang merekam tentang perjalanan pembangunan pariwisata NTB (2009). Demi Masa yang ditulisnya berdasarkan kenangan perjalanan karir seorang tokoh dan birokrat perempuan yang juga budayawan NTB, DR. Hj. Siti Maryam Salahuddin (2010). Eksotika Budaya Sumbawa Barat, tentang keunikan budaya Sumbawa Barat, (2011), Menyapa Dengan Budaya, sebuah memoar atau rekaman kenangan tentang sosok Brigjen. Pol. Drs. Arif Wachjunadi, (2011). Tradisi Dalam Siklus Hidup Masyarakat Sasak Samawa Mbojo, keunikan kebiasaan dalam siklus hidup masyarakat Suku Sasak Samawa Mbojo (2012).

373

Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima

Hasil penelitiannya tentang kekerasan terhadap perempuan di NTB, menjadi bagian dari sebuah buku berjudul Ikhtiar Tiada Henti untuk Perempuan Memperjuangkan Hak Melawan Kekerasan, yang diterbitkan oleh LBH APIK NTB (2006). Di tengah kesibukannya sebagai wartawan, kini, ia juga tengah menyiapkan buku-buku lain yang menggambarkan tentang kekayaan budaya Nusa Tenggara Barat. ***

374

Soft Power.pdf

There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Soft Power.pdf.

55MB Sizes 1 Downloads 341 Views

Recommend Documents

Soft push Hard push Soft pull Hard pull
Page 1. Soft push. Hard push. Soft pull. Hard pull.

Soft Starters
If a large motor is on a smaller power distribution network or on a generator ..... [6] Mungenast, J., “Design and Application of a Solid-State AC Motor Starter,” ...

Soft Matter
In this article we report a Monte Carlo (MC) simulation study of the Kern–Frenkel model from the Janus case down to the hard-sphere case, providing a complete picture of the behavior of this model for all possible patch widths. We focus our investi

Soft Timers
This paper proposes and evaluates soft timers, a new operating system facility that allows the ... Permission to make digital/hard copy of part or all of this work for personal or classroom use ..... OSes, uses the 8253 timer chip to drive its timing

Soft Starters
account for up to 80% of our country's energy usage. There are generally ... A full voltage, across- the-line, or direct on-line (DOL) start uses a contactor, which is a heavier duty three- ... starting time, limited speed control, and energy savings

Soft Matter
divided into many small windows of size DN. For each window i in the interval N ∈ [Ni, Ni + DN], we have carried out a grand- canonical MC simulation, avoiding the insertion or deletion of particles outside the range of the window.51 This procedure

Soft-launchingMRI.pdf
Atas berkat Rahmat dan Karunia Allah SWT jualah “Laporan dalam Gambar. Peresmian Soft Launching Museum Rawa Indonesia (MRI) dan Taman Baca‐MRI”.

2017 SOFT schedule.pdf
Tue 4/18 Waco University Away JV/V 5/7. Fri 4/21 A&M Consolidated* Home JV/V 5/7. Playoffs. Page 1 of 1. 2017 SOFT schedule.pdf. 2017 SOFT schedule.pdf.

sagar soft drinks.pdf
... SOFT DRINKS & HIMALAYA BOTTLING. COMPANY. We are racing ahead to be among the leading companies in Indian. non-alchoholic beverage industry.

Gilsonite Soft offer -
Address: No.29 of Nine East Street,Shaghayegh Blvd. Tehran-Iran. Zipcode:1483767144. Tel: 0098-21-44162881 / Fax: 0098-21-44171614 / Web: www.gilsonite-bitumen.com. Date: Nov.08. 2008. Ref: 13081378-1-01. Gilsonite Soft offer. A.(Ash content upto 5%)

Family-Soft-Touch.pdf
Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Family-Soft-Touch.pdf. Family-Soft-Touch.pdf. Open. Extract.

final soft copy.pdf
This discussion will introduce you to the Wireless. Sensor Network Technology. Some of the important. hardware constraints are being discussed in brief. A.

EMS Soft Skills.pdf
Page 1 of 1. Page 1 of 1. EMS Soft Skills.pdf. EMS Soft Skills.pdf. Open. Extract. Open with. Sign In. Details. Comments. General Info. Type. Dimensions. Size.

final soft copy.pdf
several fields like Vehicle traffic control, Military. etc.. is being discussed. The routing protocols of. WSN starting with simple flooding to the complex. Directed ...

Soft Corporate Offer
Soft Corporate Offer. Used Rail Scrap (R50-R65). Date of Issue: February 17, 2014. Valid Until: Stock Available. *WE DO NOT NEGOTIATE ON ... Contract via email. Buyer returns Final Contact signed and sealed to the Seller through email with port of di

Soft Matter PAPER
Jul 9, 2012 - addition to the contact area effect, the tube geometry results in a .... center distance is 1.8 Ж 0.3 μm (n $ 100), measured via fluores- ... (OH-SAM) tip (R z 22.5 μm) in aqueous solutions, pH ¼ 5.5 (0.01 M NaCl) and 2.0 (0.01 M ..

SOFT COMPUTING TECHNIQUE.pdf
www.parikshapapers.in. Page 1 of 1. SOFT COMPUTING TECHNIQUE.pdf. SOFT COMPUTING TECHNIQUE.pdf. Open. Extract. Open with. Sign In. Main menu.

Anscombe, Soft Determinism.pdf
Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Anscombe, Soft Determinism.pdf. Anscombe, Soft Determinism.pdf. Open.

Soft Body Simulation
Apr 6, 2008 - my company mentor and came up with the idea of implementing soft bodies to fit my interest in ... 2 Game development at Playlogic Game Factory . ...... speed in Ageia PhysX is an indication that the software technology might ..... objec

Soft-In Soft-Out Decoding of Reed–Solomon Codes ...
codes that is based on Vardy and Be'ery's optimal soft-in hard-out algo- rithm. .... Associated with is the bi- nary Bose–Chaudhuri–Hocquenghem (BCH) code.

Soft pneumatic actuators for legged locomotion
Conference on Robotics and Automation, pp. 1591-1596, 2005. [5] Brunner, M., Bruggemann, B., Schulz, D. (2012, November). Motion planning for actively ...

ECLP-V-Soft-Floral_VintageGlamStudio.pdf
Call. Call. forget today today. w kend. pretty 5 cents. love this! Page 1. ECLP-V-Soft-Floral_VintageGlamStudio.pdf. ECLP-V-Soft-Floral_VintageGlamStudio.pdf.

Pressure Model of Soft Body Simulation
problems appear with the Green function approach (see [6]) - com- plexity of implementation is ... model further, we can ”close the object” and put the ”wind source” within it. .... vector are multiplied by scalar coefficient to get effects o

ECLP-V-Soft-Floral_VintageGlamStudio.pdf
don't email. don't email. today. Call. Call. forget today today. w kend. pretty 5 cents. love this! Page 1 of 1. ECLP-V-Soft-Floral_VintageGlamStudio.pdf.