HIJRAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister dalam Studi Pengkajian Islam

Oleh:

MUHAMMAD RUSYDI SAHABUDDIN NIM: 02.2.00.1.50.01.0027

PROGRAM PASCASARJANA KONSENTRASI TAFSIR-HADITS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2005

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis yang berjudul "Hijrah dalam Perspektif Al-Qur'an" yang ditulis oleh:

Nama

: MUHAMMAD RUSYDI SAHABUDDIN

NIM

: 02.2.00.1.50.01.0027

Konsentrasi

: TAFSIR-HADITS

Telah diajukan pada sidang Munaqasyah Tesis pada tanggal 22 Juli 2005 dan tesis ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Agama Islam dalam bidang Ilmu Tafsir pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta,

Oktober 2005

Tim Penguji Sidang Munaqasyah Tesis Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, MA

Penguji I

Penguji II

Dr. Yusuf Rahman, MA

Dr. Hj. Amani Lubis, MA

KATA PENGANTAR

‫ ﺍﻟﺮﲪﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ‬‫ﺑﺴﻢ ﺍ‬ ‫ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﳌﲔ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﳏﻤﺪ ﺧﺎﰎ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ﻭﺍﳌﺮﺳﻠﲔ ﻭﻋﻠىﺂﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ‬ ‫ﺍﳊﻤﺪ‬ .‫ ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ‬،‫ﻭﻣﻦ ﺗﺒﻌﻪ ﻭﻭﺍﻻﻩ‬ Segala puji bagi Allah swt. yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga segenap aktifitas dapat berjalan semestinya. Salam dan shalawat tercurah keharibaan junjungan Nabi Muhammad saw. yang telah meletakkan sendi kehidupan di persada bumi ini. Tesis yang berjudul “ Hijrah dalam Perspektif Al-Qur ’an” ini merupakan tugas akhir perkuliahan dalam rangka meraih gelar Strata Dua (S2) konsentrasi Tafsir dan Hadits pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan partisipasi banyak pihak, penulisan tesis ini tidak mungkin dapat mewujud sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, sudah menjadi kelaziman bagi penulis untuk menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih yang pertama tercurah kepada kedua orang tua penulis yang tercinta, H. Sahabuddin Hamid dan H. Marbiah Abdul Rasyid, yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayangnya baik berupa materil maupun motivasi moral sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya. Curahan terima kasih juga penulis haturkan kepada kedua mertua tercinta, H. Muhammad Natsir dan H. Marwah Taherong, yang senantiasa memberikan dukungan yang tiada terbilang jumlahnya dalam karir studi penulis. Penulis juga tak lupa menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA (Rektor UIN Jakarta), Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA (Direktur Program Pascasarjana UIN Jakarta), Dr. Fuad Jabali, MA (Asisten Direktur I Pascasarjana UIN Jakrta) dan Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA (Asisten Direktur II sekaligus Ketua Konsentrasi Tafsir-Hadits Pascasarjana UIN Jakarta) beserta segenap staf sekretariat Program Pascasarjana UIN Jakarta yang telah

iii

banyak membantu dalam proses studi penulis. Ucapan terima kasih banyak juga penulis sampaikan kepada para petugas Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan penulis dalam penelusuran literatur dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada Bapak Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA dan Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, MA yang telah bersedia menyempatkan banyak kesempatan bagi penulis untuk konsultasi dan bimbingan, baik dalam penyusunan tesis ini, maupun yang bersangkut-paut dengan materi-materi perkuliahan. Penulis juga menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang sedalamdalamnya kepada istri tercinta, Hj. Nikmawati Natsir, yang senantiasa tulus mencurahkan cintanya dan memberikan motivasi moral di segenap aktifitas keseharian penulis. Ucapan terima kasih dan do’a yang tulus juga tercurahkan buat sang buah hati, Ahmad Zulbijadain, yang selalu memberikan ketenangan dan harapan serta menghibur di saat penulis bersamanya. Bantuan dan dukungan yang tiada terkira juga penulis peroleh dari temanteman yang tak dapat disebutkan satu persatu. Kepada segenap yang telah turut membantu, penulis mohonkan semoga Allah swt. membalas segala amal kebaikannya.

Âmîn Yâ Rabbal ‘Âlamîn !

iv

ABSTRAK Tesis ini berjudul “ Hijrah dalam Perspektif al-Qur ’an” . Bahasan seputar hijrah menjadi tema sentral dalam kajian ini. Untuk itu, penulis mencoba untuk menelusurinya melalui pendekatan tematik (maudhû’i), yaitu dengan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang menyebutkan kata hijrah kemudian meneliti pertalian makna di semua ayat dan menemukan titik simpul pemaknaan yang valid. Diskursus seputar hijrah di era kekinian semakin urgen jika dikaitkan dengan fenomena praktis di tengah komunitas masyarakat. Konsep hijrah ini dipetik dari peristiwa kepindahan Nabi Muhammad saw. dari Mekkah ke Madinah demi pembumian risalah suci yang diembannya. Beliau rela meninggalkan tanah kelahirannya dan mendedikasikan segenap yang dimilikinya beserta para sahabat yang menyertainya guna meraih kebebasan dan ketenteraman menjalankan ritual keagamaan dan aktifitas kesehariannya. Permasalahan yang acapkali muncul seputar bahasan hijrah adalah pemaknaan dan relevansinya di era modern. Hal tersebut dipicu oleh adanya sebagian kalangan yang hanya membatasi hijrah pada peristiwa Nabi saw. di atas. Paradigma seperti ini seolah menganggap hijrah hanyalah sebuah konsep usang yang patut dikenang dalam sejarah tanpa mengindahkan nilai-nilai yang dikandung olehnya serta apatis untuk mengkontekstualisasikannya. Padahal, jika dikaitkan dengan dimensi kekinian, hijrah memiliki relevansi yang signifikan. Usaha pembumian konsep hijrah ini akan memberikan spektrum pemahaman yang baru. Dalam konteks al-Qur’an, hijrah diindikasikan dengan totalitas seseorang untuk menegakkan risalah ilahi yang suci. Untuk mencapai maksud tersebut, beberapa cara bisa ditempuh, yaitu secara fisik dan non fisik. Secara fisik yang dimaksud adalah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, sedangkan secara non fisik adalah hasrat yang kuat dan tulus menjauhi segala yang dilarang oleh ketentuan Allah swt dan Rasul-Nya. Kiranya, pemaknaan kedua ini banyak disinggung dalam al-Qur’an dan layak dicermati untuk menghindari persepsi yang keliru tentang konsep hijrah ini. Dalam al-Qur’an, terdapat beberapa term yang acapkali disandingkan dengan term hijrah, seperti jihâd, sabar dan selainnya. Hal tersebut dapat diamati pada Q.S. an-Nahl [16]: 110. Penyandingan term-term tersebut tentunya dapat dipahami karena hijrah tidak akan mewujud jika tidak dibarengi dengan kesungguhan dan kesabaran tinggi. Di samping mengulas tinjauan historis hijrah dalam Islam, tesis ini juga menyertakan bahasan seputar peran hijrah dalam dimensi kekinian yang disarikan dari konteks al-Qur’an. Beberapa fungsi hijrah yang dimaksud adalah: menanamkan jiwa yang sabar, menjadi sarana dakwah dalam membangun tatanan hidup baru, sebagai taktik perjuangan yang handal, dan sebagainya. Dengan demikian, kontekstualisasi hijrah menjadi sebuah keharusan karena ia telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam keseharian setiap insan. Kajian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam wacana keislaman.

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

LATIN

PENYEBUTAN

ARAB

A

A

Alif

‫ﺃ‬

B

Be

Ba

‫ﺏ‬

T

Te

Ta

‫ﺕ‬

Ts

Te-Es

Tsa

‫ﺙ‬

J

Je

Jim

‫ﺝ‬

H

Ha

Ha

‫ﺡ‬

Kh

Ka-Ha

Kha

‫ﺥ‬

D

De

Dal

‫ﺩ‬

Dz

De-Zet

Dzal

‫ﺫ‬

R

Er

Ra

‫ﺭ‬

vi

Z

Zet

Zei

‫ﺯ‬

S

Es

Sin

‫ﺱ‬

Sy

Es-Ye

Syin

‫ﺵ‬

Sh

Es-Ha

Shad

‫ﺹ‬

Dh

De-Ha

Dha

‫ﺽ‬

Th

Te-Ha

Tha

‫ﻁ‬

Zh

Zet-Ha

Zha

‫ﻅ‬

‘_

-

‘Ain

‫ﻉ‬

Gh

Ge-Ha

Ghein

‫ﻍ‬

F

Ef

Fa

‫ﻑ‬

Q

Qui

Qaf

‫ﻕ‬

K

Ka

Kaf

‫ﻙ‬

L

El

Lam

‫ﻝ‬

vii

M

Em

Mim

‫ﻡ‬

N

En

Num

‫ﻥ‬

W

We

Wau

‫ﻭ‬

H

Ha

Ha

‫ﻩ‬

`

-

Hamzah

‫ﺀ‬

Y

Ye

Ya

‫ﻱ‬

UNTUK Mad dan Diftong â ( Â ) untuk a ( A ) panjang î ( Î) untuk i ( I ) panjang û ( Û ) untuk u ( U ) panjang Catatan: Pedoman ini tidak digunakan secara ketat pada nama orang.

viii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i Lembar Pengesahan.............................................................................................. ii Kata Pengantar...................................................................................................... iii Abstrak .................................................................................................................. viii Pedoman Transliterasi .......................................................................................... vii Daftar Isi................................................................................................................ ix BAB I

PENDAHULUAN ................................................................ A. Latar Belakang Masalah ....................................................... B. Identifikasi dan Batasan Masalah......................................... C. Analisa Teoritis dan Kerangka Konseptual ......................... D. Tinjauan Pustaka ................................................................... E. Tujuan dan Signifikansi Penelitian ...................................... F. Metode dan Langkah Penelitian ........................................... G. Sistematika Pembahasan.......................................................

1 1 13 15 18 19 22 23

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HIJRAH ........................ A. Pengertian Hijrah................................................................... - Makna Hijrah Secara Bahasa ............................................. - Pengertian Hijrah Menurut Istilah ..................................... B. Hijrah dalam Al-Qur’an ........................................................ C. Sejarah dan Peristiwa Timbulnya Hijrah ............................. - Latar Belakang Hijrah Rasulullah...................................... - Hijrah ke Negeri Habasy .................................................... - Hijrah ke Madinah .............................................................. D. Hikmah Hijrah ....................................................................... - Momentum Hijrah .............................................................. - Penanggalan Hijrah.............................................................

25 25 25 28 33 49 49 55 62 71 71 82

BAB III

KONSEP HIJRAH DALAM AL-QUR’AN........................ A. Peran Hijrah dalam Al-Qur’an ............................................. B. Pengaruh Hijrah terhadap Tingkat Keimanan dalam Al-Qur’an............................................................................... C. Redaksi Al-Qur’an tentang Hijrah ....................................... DAMPAK DAN HASIL HIJRAH NABAWI ..................... A. Dampak dan Hasil Hijrah pada Masa Nabi .........................

85 85

BAB IV

viii

106 122 144 145

- Mempersaudarakan Muhajirin dan Ashar ......................... - Mendirikan Masjid sebagai Pusat Pemerintahan .............. - Membentuk Kesatuan Politik dalam Masyarakat Secara Utuh.......................................................................... - Meletakkan Dasar-Dasar Ekonomi Islam.......................... B. Dampak dan Hasil Hijrah terhadap Masa Depan................. - Hijrah sebagai Dakwah dalam Membangun Tatanan....... Dunia Baru........................................................................... - Hijrah dalam Transformasi Sosial Budaya dan Berbangsa............................................................................. - Hijrah sebagai Taktik Perjuangan yang Handal................ BAB V

146 155 161 167 174 175 185 194

PENUTUP............................................................................ 200 A. Kesimpulan ............................................................................ 200 B. Saran-Saran............................................................................ 202

DAFTAR PUSTAKA

ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’ân adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah saw. sebagai hujjah terhadap manusia, juga petunjuk dan rahmat bagi umat yang meyakininya serta petunjuk kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.1 Kitab ini juga berisikan firman dan kehendak Allah dan sumber tertinggi bagi keyakinan Islam. Ia menjadi inspirasi dalam menjalani kehidupan menurut jalan yang diperintahkan oleh Allah kepada umat manusia.2 Di samping itu, ia merupakan mukjizat paling besar dan kekal dibanding mukjizat-mukjizat lain. Tidak hanya itu, ia memiliki banyak fungsi. Salah satu di antaranya adalah menjadi bukti perjalanan, misi dan dakwah serta ajaran-ajaran Rasulullah saw. Kata hijrah merupakan satu dari sekian banyak bukti yang ditampilkan alQur’an. Kata ini memiliki keistimewaan tersendiri karena dijadikanya suatu kewajiban bagi setiap muslim yang sanggup melaksanakannya. Perkara hijrah sangat berat karena selain mengorbankan tenaga, ia juga membutuhkan pengorbanan jiwa dan raga. Adapun orang yang melaksanakannya dianggap sebagai orang asing di tengah-tengah masyarakat.

Muhammad Sayyid Yûsuf, Manhâj al-Qur ’an fî Ishlâh al-Mujtama’, (Cairo: Dâr as-Salâm, 2004), Cet. I, h. 7. 2 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Indonesia, 1999), h. 29. 1

1

2

Tindakan hijrah dan perbutan baik lainnya yang hendak dilaksanakan selayaknya lainnya memiliki motivasi atau niat jelas yang didasari oleh keinginan jernih agar perbuatan tersebut tidak sia-sia. Hal ini pernah ditegaskan oleh Rasulullah saw. ketika salah seorang sahabat berhijrah dari Mekkah ke Madinah.

‫ ﻦ‬‫ﻯ ﻓَﻤ‬‫ﺎ ﻧَﻮ‬‫ﺮِﺉٍ ﻣ‬‫ﻟِﻜُﻞﱢ ﺍﻣ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﺔ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﻨ‬‫ﻤ‬‫ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﺄَﻋ‬‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ﻪِ ﻭ‬‫ﻠَﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻮﻝَ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺻ‬‫ﺳ‬‫ ﺭ‬‫ ﺃَﻥ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬ ‫ﺎ ﺃَﻭ‬‫ﻬ‬‫ﺼِﻴﺒ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻧْﻴ‬‫ ﻟﺪ‬‫ﺗُﻪ‬‫ﺮ‬‫ ﻫِﺠ‬‫ ﻛَﺎﻧَﺖ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﻮﻟِﻪِ ﻭ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﺗُﻪ‬‫ﺮ‬‫ﻮﻟِﻪِ ﻓَﻬِﺠ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﺗُﻪ‬‫ﺮ‬‫ ﻫِﺠ‬‫ﻛَﺎﻧَﺖ‬ ِ‫ﻪ‬‫ ﺇِﻟَﻴ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﺎ ﻫ‬‫ ﺇِﻟَﻰ ﻣ‬‫ﺗُﻪ‬‫ﺮ‬‫ﺎ ﻓَﻬِﺠ‬‫ﻬ‬‫ﺟ‬‫ﻭ‬‫ﺘَﺰ‬‫ﺃَﺓٍ ﻳ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻣ‬

Artinya: Dari Umar ra. Sesungguhya Rasulullah saw. bersabda: “ Amal tergantung pada niatnya dan setiap sesuatu dibalas sesuai apa yang diniatkannya barang siapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya dan barang siapa hijrah karena (kenikmatan) dunia atau wanita untuk dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkan” .3 Langkah awal yang dilakukan Nabi saw. beserta sahabat-sahabatnya sewaktu berhijrah selain memiliki niat yang jelas juga disertai dengan mencari ridha Allah swt. Mereka yakini adanya ruh kekuatan dari yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Menjelang hijrah, kaum Muslimin berada pada posisi sulit, sangat lemah serta teraniaya. Namun, keyakinan akan datangnya kemenangan tidak pernah sirna. Hal ini disebabkan oleh tebalnya iman dan keyakinan kepada Allah swt.

Shahîh Bukhâri, (Kitab Bada ’ al-Wahy No. 1 dan Kitab al-Iman No. 52), Shahîh Muslim, (Kitab Imârat No. 3530), Sunan Turmidzi, (Kitab Fadhâil Jihâd ‘an ar-Rasûl No. 1571), Sunan anNasâ ’i, (Kitab Thahârah No. 73, Thalâq No. 3383 dan al-Imân wa an-Nudzur No. 3734), Sunan Abi Dâûd, (Kitab Thalâq No. 1882), Sunan Ibn Mâjah (Kitab az-Zuhd No. 4217), Musnad Ahmad, (No. 163), (CD Room, Kutub Tis’ah) 3

3

Umat Islam adalah umat yang satu. Tidak mungkin memiliki kesatuan dan eksistensi tanpa adanya suatu jamaah (kelompok) dan murâbithah (ikatan keimanan) yang mengikat mereka dalam satu wadah atau kelompok yang jelas. Jamaah harus berada dalam satu wadah yang jelas, bertempat tinggal di salah satu daerah dan mereka berkuasa penuh di dalamnya. Hal tersebut agar memungkinkan mereka leluasa keluar-masuk dengan aman dan tenteram dalam menjalankan aktifitas dan rutinitas agama tanpa ada suatu tekanan. Hijrah merupakan penghindaran dari penghambaan sesuatu yang bersifat materi, seperti patung-patung dan bintang-bintang yang dapat dilihat dan diraba menuju penghambaan terhadap Tuhan yang tunggal dan tidak dapat digambarkan atau dibandingkan dengan sesuatu pun di dunia ini. Ia juga memperkuat keimanan dari berbagai pemalsuan serta mensucikannya dari berbagai syubhat dan praduga. Selanjutnya, hijrah menjadikan akidah sebagai dasar keimanan dan sumber kekuatan yang bertujuan menyucikan dan memperbaiki dari berbagai sisi kehidupan.4 Peran hijrah dalam membentuk masyarakat yang kokoh dan berdedikasi dibuktikan dengan adanya penanggalan peristiwa yang dikemas dengan penanggalan Hijriyah oleh khalifah Umar Ibn Khatthab. Selain menanamkan semangat hijrah dan jihad, juga sebagai penetapan kalender Islam dalam membangun tatanan dunia baru yang sebelumnya hanya mengenal penanggalan Jahiliah menuju penanggalan yang akurat dan terpercaya. Namun, yang perlu diingat adalah bahwa penanggalan itu

4

Abdul Hamîd Abd Mun’im Madkûr, Dirâsât fî Aqîdah al-Islâmiyah, (Cairo: Dâr alTsaqâfah al-Arabiyah, t.th), h. 32.

4

bermuara pada landasan pembinaan kepribadian Islam dan juga merupakan bukti yang menunjukkan betapa kuat dan hebatnya jihâd dan perjuangan umat Islam.5 Umat Islam di saat sekarang hanya yang merasa lemah dan dihantui rasa putus asa disebabkan tidak adanya suatu tenaga yang mampu membangkitkan spirit tersebut sehingga dapat berjalan sesuai koridor yang ada. Namun, ketika mempelajari dan menghayati peristiwa hijrah, mereka akan memperoleh semangat baru, merasakan adanya kemuliaan, kekuatan, dan kemenangan karena makna hijrah selalu hidup dalam hati sanubari setiap muslim yang menghayati dan memahaminya. Hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. tidaklah seperti yang digambarkan oleh kalangan orientalis (yaitu hijrah secara materi). Peristiwa hijrah bukanlah terjadi secara kebetulan atau dilatarbelakangi oleh keuntungan-keuntungan duniawi, akan tetapi Rasulullah melaksanakannya untuk menyelamatkan keimanan dan mencari lahan yang produktif untuk menyebarkan ajaran agama. Ajakan dakwah yang

dibawanya

menyelamatkan

manusia

dari

kondisi

keyakinan

yang

memprihatinkan ke arah yang sangat menjanjikan dan menyelamatkan. Dalam menafsirkan peristiwa sejarah dan pergerakan umat manusia di muka bumi berdasarkan materi semata-mata merupakan suatu hal yang hina dan berbahaya. Lebih gawat lagi jika pandangan ini dikaitkan dengan sejarah Islam. Sebagian orang berpendapat bahwa hidup ini adalah materi, sedangkan manusia adalah pelaku ekonomi. Dengan demikian, landasan setiap usaha dan pergerakan manusia adalah

5

I, h. 24

Abû Fâris, Hijrah Nabawi Menuju Komunitas Muslim, (t.tp: Citra Islami Press, 1997), Cet.

5

segi ekonomi. Pendapat lain mengatakan bahwa lingkungan adalah kekuatan yang berpengaruh di dalam kehidupan manusia, seperti halnya pengaruh faktor keturunan. Menurut sudut pandang Islam, faktor pendorong usaha dan pergerakan manusia lebih mendalam dari pada pandangan kaum materialis. Islam melihat suatu peristiwa berdasarkan dimensi dunia dan akhirat dengan memperhatikan aspek materi dan rohani. Allah berfirman:

‫ﻟَﺎ‬‫ ﻭ‬‫ﻚ‬‫ ﺇِﻟَﻴ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﺃَﺣ‬‫ﺴِﻦ ﻛَﻤ‬‫ﺃَﺣ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻧْﻴ‬‫ ﺍﻟﺪ‬‫ ﻣِ ﻦ‬‫ﻚ‬‫ ﻧَﺼِﻴﺒ‬‫ﻟَﺎ ﺗَﻨﺲ‬‫ ﻭ‬‫ﺓ‬‫ ﺍﻟْﺂﺧِﺮ‬‫ﺍﺭ‬‫ ﺍﻟﺪ‬‫ﺎ ﺁﺗَﺎﻙَ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺘَﻎِ ﻓِﻴﻤ‬‫ﺍﺑ‬‫ﻭ‬ ‫ﻔْﺴِﺪِﻳﻦ‬‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﺤِﺐ‬‫ ﻟَﺎ ﻳ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺽِ ﺇِﻥ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭ‬‫ﺎﺩ‬‫ﻎِ ﺍﻟْﻔَﺴ‬‫ﺗَﺒ‬ Artinya: Carilah pada apa yang telah dinugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (Q.S. al-Qashash [28]: 77) Pada dasarnya, peristiwa hijrah merupakan suatu bukti sejarah yang kekal dan tidak mungkin ditafsirkan sebagai usaha untuk memenuhi kepentingan materi. Menurut pandangan rasional, peristiwa itu justru didorong oleh aspek ruhani yang berpengaruh terhadap arah kehidupan manusia. Penafsiran hijrah yang tidak selaras dengan pandangan ini tidaklah tepat. Kaum Muslimin pada masa sekarang sangat membutuhkan pemahaman yang baik tentang peristiwa hijrah. Mereka harus mengetahui pandangan yang benar sehingga terhindar dari kesalahpahaman. Pemahaman yang sebenarnya mesti sering disampaikan agar dapat memberikan wacana baru serta semangat yang besar dalam merealisasikan hijrah tersebut. Muaranya adalah dapat mengambil pelajaran yang

6

berharga dari peristiwa hijrah tersebut dan dapat memperkokoh persaudaraan serta aqidah keimanan kepada Allah dan rasul-Nya. Persaudaraan adalah perjanjian antara kaum mukminin yang di dalamnya terkandung hak dan kewajiban. Imam Bukhâri meriwayatkan bahwa setibanya kaum Muhajirin di Madinah, Rasulullah saw. mempersaudarakan Abdul Rahman bin ‘Auf (Muhâjirin) dengan Sa’ad bin Rabi’ (Anshâr). Saad ibn Rabî’ berkata kepada Abdul Rahman, “Saya orang Anshar yang terkaya dan akan memberikan separoh harta saya kepadamu, saya juga mempunyai dua istri. Pilihlah salah seorang yang engkau senangi dan setelah masa iddahnya selesai, akan saya nikahkan engkau dengannya”. Abdul Rahman menjawab, “Semoga Allah memberkatimu, keluargamu dan harta bendamu”.

‫ﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠ ﻪ‬‫ﻮﻝُ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺻ‬‫ﺳ‬‫ﻰ ﺭ‬‫ﻑٍ ﻓَﺂﺧ‬‫ﻮ‬‫ ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﻦِ ﺑ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ ﺍﻟﺮ‬‫ﺪ‬‫ﺒ‬‫ﺎ ﻋ‬‫ﻨ‬‫ﻠَﻴ‬‫ ﻋ‬‫ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺪِﻡ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ ﻋ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺿِﻲ‬‫ ﺃﻧَﺲٍ ﺭ‬‫ﻦ‬‫ٍﻋ‬ ‫ﺑِﻴﻊ‬‫ﻦِ ﺍﻟﺮ‬‫ﺪِ ﺑ‬‫ﻌ‬‫ ﺳ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ﻪِ ﻭ‬‫ﻠَﻴ‬‫ﻋ‬

Artinya: Diriwayatkan dari Anas ra. Berkata: Abdul Rahman Ibn Auf tiba di tengahtengah kami (di Madinah), maka Rasulullah langsung 6 mempersaudarakannya dengan Sa ’ad Ibn Rabi’. Ketika tanah Mekkah yang merupakan tanah kelahiran mereka sendiri menjadi lahan penyiksaan, penganiayaan, penghinaan dan pelecehan agama, mereka rela meninggalkan tanah kelahiran tersebut guna menjaga dan mempertahankan aqidahnya dibarengi dengan kesabaran dan tawakkal kepada Allah swt.

Lihat: Hadits Riwatat Bukhari, Kitab al-Buyu ’, Bab Mâ Jâa fî Qawlillahi Ta ’âla Faidzâ Qadhaytu as-shalah, No. 1907. (CD Room, Kutub Tis’ah) 6

7

‫ ﻟَﻮ‬‫ﺮ‬‫ﺓِ ﺃَﻛْﺒ‬‫ ﺍﻵﺧِﺮ‬‫ﺮ‬‫ﻟَﺄَﺟ‬‫ﺔً ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﺣ‬‫ﻧْﻴ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺋَﻨ‬‫ﻮ‬‫ﺒ‬‫ﻮﺍْ ﻟَﻨ‬‫ﺎ ﻇُﻠِﻤ‬‫ﺪِ ﻣ‬‫ﻌ‬‫ﻭﺍْ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻣِﻦ ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﻫ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻭ‬ ‫ﻛﱠﻠُﻮﻥ‬‫ﺘَﻮ‬‫ ﻳ‬‫ﻬِﻢ‬‫ﺑ‬‫ﻠَﻰ ﺭ‬‫ﻋ‬‫ﻭﺍْ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺒ‬‫ ﺻ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬ ‫ﻮﻥ‬‫ﻠَﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻛَﺎﻧُﻮﺍْ ﻳ‬ Artinya : “Dan orang-orang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada tuhan saja mereka bertawakkal.” (Q.S. an-Nahl [16]: 41-42) Kemudian dalam firman-Nya :

‫ﺎ ﻟَﻐَﻔُﻮﺭ‬‫ﺪِﻫ‬‫ﻌ‬‫ ﻣِﻦ ﺑ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﻭﺍْ ﺇِﻥ‬‫ﺮ‬‫ﺒ‬‫ﺻ‬‫ﻭﺍْ ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ ﺟ‬‫ﻮﺍْ ﺛُﻢ‬‫ﺎ ﻓُﺘِﻨ‬‫ﺪِ ﻣ‬‫ﻌ‬‫ﻭﺍْ ﻣِﻦ ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﻫ‬‫ ﻟِﻠﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ ﺇِﻥ‬‫ﺛُﻢ‬ ‫ﺣِﻴﻢ‬‫ﺭ‬

Artinya: “ Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar, sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar maha pengampun lagi maha penyayang.” (Q.S. an-Nahl [16]: 110) Hijrah merupakan langkah yang baik untuk memperoleh pertolongan, kemuliaan dan keutamaan dari Allah swt. untuk mempertahankan keimanan dan dasar-dasar agama. Hijrah adalah ajaran para nabi dan rasul sejak Nabi Adam. Dalam hal ini, Nabi Nuh juga melaksanakan hijrah dengan menggunakan kapal bersama umat yang beriman kepadanya. Allah swt. berfirman:

‫ﻮﻧًﺎ ﻓَﺎﻟْﺘَﻘَﻰ‬‫ﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﺽ‬‫ﻧَﺎ ﺍﻟْﺄَﺭ‬‫ﺮ‬‫ﻓَﺠ‬‫ﻤِﺮٍ ﻭ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﺎﺀ ﻣ‬‫ﺎﺀ ﺑِﻤ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﻟﺴ‬‫ﺍﺏ‬‫ﻮ‬‫ﺎ ﺃَﺑ‬‫ﻨ‬‫ ﻓَﻔَﺘَﺤ‬‫ ﻓَﺎﻧﺘَﺼِﺮ‬‫ﻐْﻠُﻮﺏ‬‫ ﺃَﻧﱢﻲ ﻣ‬‫ﻪ‬‫ﺑ‬‫ﺎ ﺭ‬‫ﻋ‬‫ﻓَﺪ‬ ‫ ﻛُﻔِﺮ‬‫ﻦ ﻛَﺎﻥ‬‫ﺍﺀ ﻟﱢﻤ‬‫ﺰ‬‫ﺎ ﺟ‬‫ﻨِﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺮِﻱ ﺑِﺄَﻋ‬‫ﺮ ﺗَﺠ‬‫ﺳ‬‫ﺩ‬‫ﺍﺡٍ ﻭ‬‫ﻠَﻰ ﺫَﺍﺕِ ﺃَﻟْﻮ‬‫ ﻋ‬‫ﺎﻩ‬‫ﻠْﻨ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ ﻭ‬‫ ﻗُﺪِﺭ‬‫ﺮٍ ﻗَﺪ‬‫ﻠَﻰ ﺃَﻣ‬‫ﺎﺀ ﻋ‬‫ﺍﻟْﻤ‬

8

Artinya: ”Maka dia mengadu kepada tuhannya bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah (aku), maka kami bukakan pintupintu langit dengan menurunkan) air yang tercurah. Dan kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan kami angkut Nuh ke atas bahtera yang terbuat dari papan dan paku, yang berlayar dengan pemeliharaan kami sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh).” (Q.S. al-Qamar [54]: 10-14) Hijrah adalah pemisah antara dua fase, yaitu fase pembangunan akidah (di Mekah)7 dan fase pembangunan pilar-pilar negara serta perlindungannya (di Madinah). Pada waktu itu, para Muhajirin selalu berada dalam pengayoman kekasihnya.

‫ﻭﺭِﻫِﻢ‬‫ﺪ‬‫ ﻓِﻲ ﺻ‬‫ﻭﻥ‬‫ﺠِﺪ‬‫ﻟَﺎ ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﻬِﻢ‬‫ ﺇِﻟَﻴ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﻫ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﻮﻥ‬‫ﺤِﺒ‬‫ ﻳ‬‫ﻠِﻬِﻢ‬‫ ﻣِﻦ ﻗَﺒ‬‫ﺎﻥ‬‫ﺍﻟْﺈِﳝ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﺭ‬‫ﻭﺍ ﺍﻟﺪ‬‫ﺅ‬‫ﻮ‬‫ ﺗَﺒ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻭ‬

‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ ﻧَﻔْﺴِﻪِ ﻓَﺄُﻭ‬‫ﺢ‬‫ﻮﻕَ ﺷ‬‫ﻦ ﻳ‬‫ﻣ‬‫ﺔٌ ﻭ‬‫ﺎﺻ‬‫ﺼ‬‫ ﺧ‬‫ ﺑِﻬِﻢ‬‫ ﻛَﺎﻥ‬‫ﻟَﻮ‬‫ ﻭ‬‫ﻠَﻰ ﺃَﻧﻔُﺴِﻬِﻢ‬‫ ﻋ‬‫ﻭﻥ‬‫ﺛِﺮ‬‫ﺆ‬‫ﻳ‬‫ﺎ ﺃُﻭﺗُﻮﺍ ﻭ‬‫ﻤ‬‫ﺔً ﻣ‬‫ﺎﺟ‬‫ﺣ‬

‫ﻮﻥ‬‫ﻔْﻠِﺤ‬‫ﺍﻟْﻤ‬ Artinya: ”Mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orangorang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. al-Hasyr [59]: 9) Fenomena hijrah terus berkembang di setiap masa dan tempat sejak diturunkannya risalah langit kepada umat manusia di persada bumi ini. Bermula dari

Syaikh Muhammad Amakhzum, Manhaj an-Nabi fî al-Da ’wah min Hilâl al-Sîrah asShahihah, (Cairo: Dâr as-Salâm, 2003), Cet. II, h. 21. 7

9

hijrah Nabi Adam sejak awal kehidupannya, yaitu terlihat adanya permusuhan antara Adam dan Iblis (antara kebaikan dan keburukan). Iblis sangat dendam terhadap Adam karena Allah swt. memuliakan Adam. Sejak itulah Iblis berusaha memperdaya Adam dan istrinya agar keduanya diusir dari surga.8 Allah swt. berfirman:

‫ﻦ‬‫ﺎ ﻋ‬‫ﻜُﻤ‬‫ﺑ‬‫ﺎ ﺭ‬‫ﺎﻛُﻤ‬‫ﺎ ﻧَﻬ‬‫ﻗَﺎﻝَ ﻣ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﺁﺗِﻬِﻤ‬‫ﻮ‬‫ ﺳ‬‫ﺎ ﻣِﻦ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﻭﺭِﻱ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ﻤ‬‫ ﻟَﻬ‬‫ﺪِﻱ‬‫ﺒ‬‫ ﻟِﻴ‬‫ﻄَﺎﻥ‬‫ﺸﻴ‬  ‫ﺎ ﺍﻟ‬‫ﻤ‬‫ ﻟَﻬ‬‫ﺱ‬‫ﻮ‬‫ﺳ‬‫ﻓَﻮ‬ ‫ﺎﺻِﺤِﲔ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ﺎ ﻟَﻤِﻦ‬‫ﺎ ﺇِﻧﱢﻲ ﻟَﻜُﻤ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻤ‬‫ﻗَﺎﺳ‬‫ ﻭ‬.‫ ﺍﻟْﺨَﺎﻟِﺪِﻳﻦ‬‫ ﺗَﻜُﻮﻧَﺎ ﻣِﻦ‬‫ﻦِ ﺃَﻭ‬‫ﻠَﻜَﻴ‬‫ ﺗَﻜُﻮﻧَﺎ ﻣ‬‫ﺓِ ﺇِﻟﱠﺎ ﺃَﻥ‬‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ﺬِﻩِ ﺍﻟﺸ‬‫ﻫ‬ Artinya: ”Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan setan berkata, “ Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga). Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya, ‘Ssesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua.” (Q.S. alA’râf [7]: 20-21) Ayat ini memberikan gambaran bahwa sejak awal telah terjadi peperangan antara kejelekan yang diwakili oleh iblis dengan kebaikan yang diwakili oleh Adam. Secara lahiriah, hijrah Adam as. ke dunia ini berbeda dengan hijrah yang dilakukan oleh anak keturunannya. Namun secara esensial, keduanya memiliki kesamaan.9 Begitu pula hijrah Nabi Nuh yang diutus kepada kaumnya untuk mengajak kepada ajaran tauhid sebagaimana firman Allah:

8

Muhammad Abdullah al-Khathîb, Makna Hijrah Dulu dan Sekarang, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996 M), Cet. I, h. 68. 9 Kemiripannya bermuara pada sisi meninggalkan tempat (hijrah al-makân), yaitu seseorang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Syaikh Ibn Shaleh al-Utsaimin dalam membagi hijrah ke dalam tiga bentuk, di antaranya: hijrah al-makân, amal dan amil. Lihat Syaikh Ibn Shaleh al-Utsaimin, Syarh Riyâdh as-Shâlihin, h. 15-21 dikutip dari majalah As-Sunnah edisi VI/2003.

10

‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ ﺍﻟﻄﱡﻮﻓَﺎﻥ‬‫ﻢ‬‫ﺬَﻫ‬‫ﺎ ﻓَﺄَﺧ‬‫ﺎﻣ‬‫ ﻋ‬‫ﺴِﲔ‬‫ﻤ‬‫ﺔٍ ﺇِﻟﱠﺎ ﺧ‬‫ﻨ‬‫ ﺳ‬‫ ﺃَﻟْﻒ‬‫ ﻓِﻴﻬِﻢ‬‫ﻣِﻪِ ﻓَﻠَﺒِﺚ‬‫ﺎ ﺇِﻟَﻰ ﻗَﻮ‬‫ﺎ ﻧُﻮﺣ‬‫ﻠْﻨ‬‫ﺳ‬‫ ﺃَﺭ‬‫ﻟَﻘَﺪ‬‫ﻭ‬ ‫ﻮﻥ‬‫ﻇَﺎﻟِﻤ‬ Artinya: ”Dan sesungguhnya kami telah mengutus Nuh as. kepada kaumnya, maka dia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang aniaya.” (Q.S. al-‘Ankabût [29]: 14) Allah swt. menyelamatkan Nabi Nuh dan orang-orang yang beriman dari bencana banjir yang besar dengan memberikan ketenangan dalam hati mereka. Selanjutnya, Nuh mempersiapkan hijrah dengan menggunakan kapal. Allah memberikan pertolongan serta menyelamatkan orang-orang yang beriman yang hijrah dan menenggelamkan yang lain. Allah swt. berfirman:

ِ‫ﻊ‬‫ﻨ‬‫ﺍﺻ‬‫ ﻭ‬.‫ﻠُﻮﻥ‬‫ﻔْﻌ‬‫ﺎ ﻛَﺎﻧُﻮﺍْ ﻳ‬‫ ﺑِﻤ‬‫ﺘَﺌِﺲ‬‫ ﺗَﺒ‬‫ ﻓَﻼ‬‫ﻦ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﻦ ﻗَﺪ‬‫ ﺇِﻻﱠ ﻣ‬‫ﻣِﻚ‬‫ ﻣِﻦ ﻗَﻮ‬‫ﻣِﻦ‬‫ﺆ‬‫ ﻟَﻦ ﻳ‬‫ ﺇِﻟَﻰ ﻧُﻮﺡٍ ﺃَﻧﱠﻪ‬‫ﺃُﻭﺣِﻲ‬‫ﻭ‬ ‫ﻗُﻮﻥ‬‫ﻐْﺮ‬‫ﻢ ﻣ‬‫ﻮﺍْ ﺇِﻧﱠﻬ‬‫ ﻇَﻠَﻤ‬‫ﻨِﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻻَ ﺗُﺨَﺎ ِﻃﺒ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻴِﻨ‬‫ﺣ‬‫ﻭ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻨِﻨ‬‫ﻴ‬‫ ﺑِﺄَﻋ‬‫ﺍﻟْﻔُﻠْﻚ‬ Artinya: ”Dan diwahyukan kepada Nuh bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu kecuali oaring yang telah beriman (saja). Karena itu janganlah engkau bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan penga wasan dan petunjuk wahyu kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (Q.S. Hûd [11]: 36-37) Lain halnya yang dikisahkan dalam al-Qur’an tentang hijrah Nabi Ibrahim as. dalam menghadapi penyembah berhala dan raja Namrud. Nabi Ibrahim as. menghina tuhan-tuhan mereka yang sama sekali tidak mampu mendatangkan manfaat dan

11

menolak mudharat. Nabi Ibrahim dihukum dengan dimasukkan ke dalam api. Namun, atas pertolongan Allah swt., beliau selamat. Allah berfirman:

‫ﻜِﻴﻢ‬‫ ﺍﻟْﺤ‬‫ﺰِﻳﺰ‬‫ ﺍﻟْﻌ‬‫ﻮ‬‫ ﻫ‬‫ﻲ ﺇِﻧﱠﻪ‬‫ﺑ‬‫ ﺇِﻟَﻰ ﺭ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻧﱢﻲ ﻣ‬‫ﻭ‬ Artinya: ”dan berkatalah Ibrahim, ‘Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang telah diperintahkan) tuhanku (kepadaku); sesungguhnya dialah yang maha perkasa lagi maha bijaksana’’. (Q.S. al-‘Ankabût [29]: 26) Hijrah Nabi Musa as. juga memiliki sejarah yang diabadikan dalam alQur’an melalui perlawanan dan tindakan serta dakwahnya ke jalan kebenaran. AlQur’an mengungkapkan keadaan Bani Israil di bawah kekuasaan Fir’aun yang bertindak sewenang-wenang, sombong, membuat kerusakan di muka bumi dan memproklamirkan dirinya sebagai tuhan.

َ‫ﻞ‬‫ﻌ‬‫ﺟ‬‫ﺽِ ﻭ‬‫ﻠَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭ‬‫ ﻋ‬‫ﻥ‬‫ﻮ‬‫ﻋ‬‫ ﻓِﺮ‬‫ ﺇِﻥ‬ ‫ﻮﻥ‬‫ﺆﻣِﻨ‬ ‫ﻡٍ ﻳ‬‫ ﻟِﻘَﻮ‬‫ﻖ‬‫ ﺑِﺎﻟْﺤ‬‫ﻥ‬‫ﻮ‬‫ﻋ‬‫ﻓِﺮ‬‫ﻰ ﻭ‬‫ﻮﺳ‬‫ﺈِ ﻣ‬‫ ﻣِﻦ ﻧﱠﺒ‬‫ﻚ‬‫ﻠَﻴ‬‫ﻧَﺘْﻠُﻮﺍ ﻋ‬ ‫ﻔْﺴِﺪِﻳﻦ‬‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ ﻛَﺎﻥ‬‫ ﺇِﻧﱠﻪ‬‫ﻢ‬‫ﺎﺀﻫ‬‫ﻴِﻲ ﻧِﺴ‬‫ﺘَﺤ‬‫ﺴ‬‫ ﻭﻳ‬‫ﻢ‬‫ﺎﺀﻫ‬‫ﻨ‬‫ ﺃَﺑ‬‫ﺢ‬‫ﺬَﺑ‬‫ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔً ﻣ‬‫ﺘَﻀْﻌِﻒ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺷِﻴ‬‫ﻠَﻬ‬‫ﺃَﻫ‬

Artinya: ”Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir ’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Fir ’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi ini dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak-anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir ’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. al-Qashash [28]: 3-4)

Seluruh bukti di atas memberikan kesan terhadap hijrah para nabi Allah dalam meninggalkan seluruh tindakan dan perbuatan serta aqidah yang menyesatkan yang dibuat oleh umat dan penguasa yang menolak kebenaran dari Allah swt, yaitu

12

agama yang hak. Terkhusus lagi bagi Nabi Muhammad saw. ketika meninggalkan kota Mekkah menuju kota Madinah. Perjalanan hijrah dari Mekkah ke Madinah bukanlah hal yang terjadi secara kebetulan sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian pihak. Sesungguhnya orang yang mempelajari sirah nabawiyah dengan jeli tentu akan memahami bahwa hijrah adalah proses pencarian yang panjang, observasi yang matang dan dirasah (penelitian) yang berkelanjutan terhadap situasi negara-negara dan para pemeluknya yang ada saat itu.10 Kondisi tersebut adalah berada dalam persimpangan antara petunjuk dan kebenaran, mengharapkan datangnya juru penyelamat yang sekian lama mereka tunggu dan harapkan agar membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah Mengacu pada identifikasi masalah di atas dapat dipahami bahwa dalam memahami hijrah dari perspektif al-Qur’an memerlukan peninjauan kembali hal yang melatarbelakangi timbulnya pemahaman tentang tema tersebut dalam konteks alQur’an. Selain itu, kalam Allah swt. tersebut diteliti serta dicermati kembali melalui penafsiran-penafsiran yang diutarakan oleh para mufassir. Dengan adanya ayat-ayat yang telah diramu dan dijelaskan dapat memberikan corak tentang konsep tentang isi yang dikandung al-Qur’an, begitu pula dapat memberikan pemahaman yang jelas tentang tema yang dikaji dan pembicaraan yang 10

Abû Fâris, Hijrah Nabawi ……., h. 125

13

diangkat dari tema pokok agar supaya bukti-bukti yang dikemukakan dapat mengarah tepat pada sasaran. Hijrah merupakan bagian dari unsur-unsur publikasi dakwah dapat disalurkan kepada kaum Muslimin secara umum. Pada gilirannya, hijrah juga dapat membawa masyarakat kepada kesejahteraan dan keselamatan dunia dan akhirat. Persoalan hijrah adalah persoalan antara kebenaran dan kebatilan, pertarungan antara risalah Allah dengan risalah yang menyesatkan, juga merupakan salah satu bagian yang mampu menjaga dari para pendusta dan para musuh yang menyesatkan. Apabila konsep hijrah ini digelindingkan dengan sistem sekarang yang bervarian yang memungkinkan untuk melaksanakan hijrah, yaitu dengan adanya berbagai konflik terkhusus konflik yang mengatasnamakan konflik SARA. Di lain sisi, hijrah juga menjadi hal yang sangat berkaitan dengan amar ma ’rûf nâhi munkar). Konsep hijrah menurut pandangan al-Qur’an membutuhkan kejelian dan keseriusan karena menyangkut keselamatan dan kesejahteraan manusia. Segala tindakan dan aktifitas manusia seyogianya termotivasi oleh dorongan dan ajakan alQur’an sehingga segenap tindakan dan pekerjaannya bersandar pada nilai-nilai alQur’an. Dari permasalahan di atas, penulis akan menitikberatkan pengkajian tentang bagaimana konsep hijrah dalam perspektif al-Qur ’an? Kemudian dari pertanyaan tersebut, dipandang perlu untuk merumuskan sub-sub masalah untuk mengarahkan pembahasan dalam penulisan ini. Adapun sub-sub masalah yang akan diangkat, yaitu:

14

1. Apa dan bagaimana konsep hijrah di awal masa Islam? 2. Bagaiamana al-Qur’an dalam mengungkap konsep hijrah? 3. Bagaimana penerapan hijrah dan signifikansinya di masa sekarang?

C. Analisa Teoritis dan Kerangka Konseptual Tesis ini berjudul “ Hijrah dalam Perspektif al-Qur ’an; Kajian dengan Pendekatan Tematik“ . Sebagaimana yang diutarakan oleh beberapa ulama, hijrah memiliki beberapa makna, yaitu berpindah dari negeri kufur ke negeri Islam,11 dan lebih umum lagi adalah pindah dari apa yang dilarang oleh Allah swt. menuju apa yang diridhai-Nya. Menurut Ahzami yang dikutip dalam buku al-Hijrah fî al-Qur ’ân menyatakan bahwa hijrah merupakan bagian uslûb min asâlib ad-da ’ wah serta sarana untuk menyelamatkan diri dari para musuh dan para pendusta. Beliau juga menambahkan bahwa hijrah merupakan pembicaraan konflik antara kebaikan dan keburukan.12 Hijrah dapat menciptakan lingkungan yang islami dan mampu membentuk kepribadian serta individu yang kokoh dan konsisten terhadap nilai-nilai ajaran Islam

Pendapat ini digunakan oleh beberapa ulama Seperti: Abû Bakr Ibn ‘Arabî, Ahkâm alQur ’an, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), Juz I, h. 484. Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al- Bârî, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th), Juz VI, h. 39. dan Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatâwâ , (Cairo: Dâr al-Hadits, t.th), Juz XII, h. 282. 12 Muhammad Ahzâmi Sami’un Jazûli, al-Hijrah fî al-Qur ’an al-Karim, (Riyâdh: Maktab Syarikah Riyâdh, 1996), Cet. I, h. 6, 11

15

yang tergambar dalam ayat-ayat al-Qur’an. Hijrah dapat memudahkan setiap Individu untuk mengamalkan syariat agama agar dapat memberi warna yang lebih menjanjikan serta mendidik dan membentuk mereka untuk berkarakter serta berkepribadian yang tangguh. Setidaknya, pendapat di atas memberikan kejelasan tentang bukti pentingnya hijrah sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an. Di sisi lain, hukum hijrah masih berlaku pada masa sekarang sampai hari kiamat. Adapun kaitannya dengan hadits Nabi tentang tidak adanya hijrah setelah penaklukan kota Mekkah memberikan kesan pemahaman bahwa hijrah dari Mekkah ke Madinah memang sudah berakhir, sedangkan hijrah yang merupakan sunnatullah terus berlangsung, yaitu hijrah dari negeri kafir ke negeri Islam akan terus berlangsung sampai penghujung zaman. Rasulullah bersabda:

‫ ﻭﻻ ﺗﻨﻘﻄﻊ ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ ﺣﺘﻰ ﺗﻄﻠﻊ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻣﻦ ﻣﻐﺮﲠﺎ‬, ‫ﺃﻥ ﺍﳍﺠﺮﺓ ﻻﺗﻨﻘﻄﻊ ﺣﺘﻰ ﺗﻨﻘﻄﻊ ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ‬ Artinya: “Sesungguhnya hijrah itu tidak ada hentinya hingga terhentinya tobat; dan tobat pun tidak ada hentinya hingga matahari terbit di sebelah barat.” 13 Dalam hadist lain Rasulullah bersabda:

‫ﻻ ﻫﺠﺮﺓ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻔﺘﺢ ﻭﻟﻜﻦ ﺟﻬﺎﺩ ﻭﻧﻴﺔ ﻭﺍﺫﺍ ﺍﺳﺘﻨﻔﺮﰎ ﻓﺎﻧﻔﺮﻭﺍ‬ Artinya: ”Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah, tetapi jihad dan niat. Dan jika kamu sekalian diperintah berangkat (berperang) maka berangkatlah.” 14 13

Lihat: Sunan Abi Dâud (Kitab al-Jihâd No. 2120), Sunan ad-Dârimî, (Kitab as-Sîrah No. 2401. (CD Room, Kutub Tis’ah) 14 Shahîh Muslim, (Kitab al-Hajj No. 2412, Kitab Imârât No. 3467), Sunan Turmudzi (Kitab Sîrah ‘an ar-Rasûl No. 1516), Sunan an-Nasâ ’i (Kitab Manâsik al-Hajj No. 2826, 2843 dan Kitab Bai’at No. 4100), Sunan Abi Dâûd (Kitab Manasik No. 1725, Jihâd No. 2121), Sunan Ibn Mâjah,

16

Selanjutnya yang dimaksud dengan al-Qur’an adalah nash al-Qur’an itu sendiri. Pengkajian tetap melihat dilâlah-dilâlah-nya serta asbâb an-nuzûl-nya karena status al-Qur’an adalah sumber utama penetapan hukum. Terlebih lagi bahwa tema pokok kajian penulis adalah hijrah dalam perspektif al-Qur’an. Adapun pendekatan tematik yang dimaksud adalah mengangkat tema tertentu serta mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan tema tersebut dan mengolahnya menjadi satu kesatuan. Dari uraian di atas, penulis memberikan kerangka teori yang pernah dikemukakan oleh ulama-ulama terdahulu bahwa al-Qur’an dapat diteliti dalam beberapa sudut pandang antara lain: 1. Ilmu bahasa yang menerangkan tentang nahwu, balâghah, haqiqat, majâzi, serta nilai keindahan bahasa al-Qur’an 2. Sosio-historis yang meliputi ilmu asbâb an-nuzul ayat-ayat al-Qur’an. 3. Ilmu-ilmu lain yang memberikan dukungan terhadap tema kajian tertentu.

D. Tinjauan Pustaka Dalam menyusun karya ilmiah diperlukan beberapa rujukan yang sesuai dengan topik kajian yang dibahas. Hal tersebut dijadikan sebagai pedoman dasar atau kerangka acuan dalam penyusunan yang dapat mengarahkan pada sasaran yang ingin

(Kitab Jihâd No. 2763), Musnad Ahmad, (No. 1887, 2166, 2269, 2771, 3083, 3164), Sunan ad-Dârimî, (Kitab Sîrah No. 2400. (CD Room, Kutub Tis’ah).

17

dicapai guna melahirkan suatu karya yang dapat menambah wawasan dan berkontribusi dalam dunia akademik. Karena topik ini menyangkut al-Qur’an secara langsung, maka sumber utamanya adalah ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan tema pembahasan yaitu hijrah. Selain itu, penulis juga menggunakan kitab-kitab tafsir yang berkaitan dengan tema hijrah seperti yang dikarang oleh ulama-ulama klasik maupun modern sebagai rujukan sekunder. Tafsir-tafsir tersebut setidaknya menyentuh pembahasan hijrah ketika menginterpretasikan ayat-ayat hijrah. Di antara tafsir-tafsir tersebut adalah: Tafsir at-Thabari, Tafsir Ibn Katsîr, Tafsir al-Marâghi, Tafsir al-Manâr, Tafsir Fî Zhilâl al-Qur ’ân, serta masih banyak lagi kitab tafsir lainnya. Rujukan lainnya adalah buku al-Hijrah fî al-Qur ’an al-Karim yang ditulis oleh Dr. Ahzami Sami’un Jazuli juga memaparkan esensi, urgensi dan relevansi hijrah serta bukti-bukti dari para Nabi yang melaksanakan hijrah. Di samping itu, penulis juga menjadikan kitab Al-Hijrah wa al-Muhâjirûn fî al-Qur ’an wa as-Sunnah oleh Muhammad Ibrahim bin Abdurahman sebagai bahan acuan. Buku ini mengemukakan hikmah seputar pelaksanaan hijrah Rasulullah saw.; baik yang berkenaan dengan sudut pandang al-Qur’an maupun hadits serta langkah dan signifikansinya. Dari beberapa penelitian penulis, tidak satu pun yang mengkaji hijrah dalam perspektif al-Qur’an kecuali dalam berbahasa Arab seperti yang ditulis oleh Dr. Ahzami dan Dr. Muhammad Ibrahim. Demikian halnya tidak satu pun peneliti yang

18

menulis karya-karya tesis ataupun disertasi pada Program Pascasarjana UIN Jakarta mengenai hijrah dalam perspektif al-Qur’an.

E. Tujuan dan Signifikansi Penelitian a. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari bahasan ini adalah menjelaskan makna hijrah dalam tinjauan al-Qur’an. Kajian ini dianggap sangat penting untuk dikaji kembali agar memberikan nuansa baru dalam kehidupan manusia serta dapat memberikan motivasi dalam menjalankan segala aktifitas keseharian. Bukan saja dipahami sekedar suatu perpindahan fisik, tetapi bagaimana memfungsikan hijrah melalui tindakan dan perbuatan sehingga seluruh aktifisas yang dilakukan mengarah kepada tindakan yang terpuji. Di sisi lain, penulis menginginkan agar penulisan ini dapat memberikan manfaat yang konstruktif di tengah-tengah masyarakat Islam. Adapun beberapa tujuan tersebut meliputi: 1. Untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang paradigma dan konsep hijrah dalam kajian tafsir serta menambah khazanah kepustakaan dalam meneliti alQur’an sebagai sumber pertama yang senantiasa relevan dengan kondisi zaman. 2. Untuk al-Qur’an itu tidak hanya berlaku pada Zaman Rasulullah, tetapi dapat juga berlaku di saat sekarang ini. Sesuai dengan pemahaman para ulama dalam mengungkap pesan dan kesan al-Qur’an

19

3. Untuk meneliti teknis pelaksanaan hijrah sebelum dan di masa Nabi Muhammad saw. 4. Untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata Dua (S2) Program Magister dan untuk memenuhi persyaratan guna meraih gelar magister agama. b. Signifikansi Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai nilai signifikan karena sebagian masyarakat hanya memahami persolan hijrah dalam pengertian secara fisik saja padahal hijrah secara non fisik tak kalah pentingnya. Kemudian setelah mengamati kondisi masyarakat dewasa ini dengan merajalelanya kemaksiatan, maka dampak yang dihasilkan kemaksiatan itu merusak prilaku dan menghancurkan moral generasi muda. 2. Hasil penelitian ini menjadi sumbangan praktis yang bersifat ilmiah kepada masyarakat luas mengenai kajian hijrah dalam perspektif al-Qur’an. Hal ini juga diharapkan agar dapat dimanfaatkan di kalangan akademis dan masyarakat umum.

F. Metode dan Langkah-Langkah Penelitian Dalam setiap penelitian, metode mempunyai peranan yang sangat penting. Hal tersebut disebabkan metode merupakan cara yang digunakan agar kegiatan penelitian dapat terlaksana secara terarah guna mencapai hasil yang maksimal. Penelitian yang

20

penulis lakukan ini adalah untuk menemukan konsep hijrah dalam perspektif alQur’an. Kajian ini bersifat kajian kepustakaan (library research) karena data yang dihimpun sepenuhnya merupakan data kepustakaan terutama tafsir-tafsir tentang ayat-ayat yang menyangkut hijrah. Berdasarkan sifat permasalahan yang akan dikaji, maka metode yang digunakan adalah metode tematik atau maudhû’i, yaitu tafsir yang berusaha mencari jawaban al-Qur’an terhadap masalah tertentu dengan cara menghimpun ayat-ayat yang dimaksud lalu menganalisanya lewat ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan masalah yang dibahas untuk melahirkan suatu uraian utuh tentang masalah tersebut.15 Untuk memperoleh data yang lengkap, penulis mengutip dari berbagai pustaka dan sumber primer yang membicarakan tentang konsep al-Hijratu fî alQur ’an al-Karim karya Dr. Ahzâmi Sâmiun Jazulî, al-Insân fî al-Qur ’an karya Mahmud al-‘Aqqâd, Fî Zhilâl al-Qur ’ân, Adhwâ ’ al-Bayân fî Îdhâhi al-Qur ’ân bi alQur ’ân, Tafsir al-Râzi dan masih banyak kitab-kitab tafsir lain yang berkaitan dengan pembahasan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Selanjutnya metode penulisan tesis ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah (Jakarta: IAIN Press, 2000).

‘Abd al-Hayy al-Farmâwi, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Mawdhû’i, (Cairo: Maktab alJumhuriyyah, 1997), h. 52. 15

21

G. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan dalam tulisan ini terdiri dari lima bab, yaitu: Bab pertama berisikan pendahuluan yang mengemukakan latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, analisa teoritis dan kerangka konseptual, tinjauan pustaka, tujuan dan signifikansi penelitian, metodologi dan langkah-langkah penelitian dan sistematika pembahasan. Pada bab kedua akan dibahas teori-teori dasar hijrah dengan mengungkap beberapa pandangan beberapa ulama. Pembahasan selanjutnya adalah hijrah dan pembagiannya yang meliputi latar belakang timbulnya hijrah dan hijrah yang dilakukan Rasulullah saw. dan diakhiri dengan mengetengahkan ayat-ayat hijrah dalam al-Qur’an. Bab ketiga membahas tentang hijrah dalam perspektif al-Qur’an yang dikemas dalam beberapa pembahasan di antaranya, posisi hijrah dalam al-Qur’an dan derajat hijrah terhadap iman dan redaksi redaksi yang dipakai dalam memotivasi untuk melakukan hijrah Bab keempat akan membahas analisis mengenai pengaruh dan dampak hijrah menurut al-Qur’an yang meliputi kehidupan sosial-kemasyarakatan, berbangsa, bernegara dan kehidupan beragama.

22

Bab kelima merupakan bab penutup mengemukakan kesimpulan dan saransaran dari penelitian.

23

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIJRAH

A. Pengertian Hijrah 1. Makna Hijrah Secara Bahasa Secara etimologi, kata hijrah berasal dari bahasa Arab yang berbentuk kata benda (isim) dari kata-kerja (fi’il) hajara yang berarti memutuskan hubungan, pindah, atau meninggalkan suatu tempat dan pindah kepada yang lain. Kata ini juga dapat dimaknai sebagai lawan kata (antonim) dari kata al-wasl. Pengertian hijrah sebagai lawan kata al-wasl digunakan dengan konotasi umum, sedangkan pengertian yang digunakan dengan makna keluar dari suatu daerah ke daerah yang lain merupakan pemaknaan khusus. Di sisi lain, ada juga yang mengasalkannya dari akar kata hajara, yahjuru, hajran wa hujrânan.1 Di dalam hadist dikatakan: “ Lâ yahillu li rajulin an yahjura akhâhu fawqa tsalâtsah layâl” .2 Artinya,“ Tidak dihalalkan bagi seorang muslim meninggalkan atau memutuskan hubungan dengan saudaranya melebihi tiga hari” . Yang dimaksud

Ibn Atsiir al-Jazri, Nihâyah fî Gharîb al-Hadits wa al-Atsar, (t.tp: Matba’ah ‘Utsmâniyyah, 1311 H), Juz IV, h. 239 dan Al-Jauhari, Tâj al-Lugha wa Shihhah al-Arabiyyah, (Beirut: Dâr ‘Ilm Malâyin, 1399 H/ 1979 M), Juz II, h. 85 dan Muhammad Ibrâhim ‘Abd Rahman, Hijrah wa alMuhâjirin fî al-Qur ’ân wa as-Sunnah, (Cairo: Muassasah Mukhtâr li an-Nasyr wa al-Tawzî’, 1424 H/ 2003 M), cet. I, h 19. 2 Lihat: Shahîh Muslim, Kitab “ Al-Birr wa as-Shilah wa al-Adab” No. Hadits 4641, 4642, Sunân Turmuzi kitab al-Birr wa al-Shilah ‘an Rasulillah, No. 1858, Sunân Abî Dâud kitab “ al-Adab” No. 4264, Musnad Ahmad kitab Bâqi Musnad al-Mukatsirîn No. 11630, 12230, 12580, 12857, 13420 dan Mâlik Kitab Jâmi’ No. 1411 ( CD Room, Kutub al-Tis’ah) 1

24

pada hadits ini adalah apa yang terjadi antara orang yang beriman yang membatasi (memutuskan) persahabatan merupakan tindakan mengindahkan aspek keagamaan.3 Fîroz Abâdî mengatakan, (hajarahû) hajran dengan fathah dan hijrânan dengan kasrah mengandung arti saramahû (putus atau meninggalkan), seperti kata ahjarahu, wa fî as-shaumi i’tizâl fîh ‘an nikâh (dengan berpuasa berarti meninggalkan nikah, segala kenikmatan yang ada untuk sementara). Di sisi lain juga disebutkan kalimat yang memiliki ungkapan hajara al-syirku hajran wa hujrânan, wa hijrah hasanah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kata hijrah ini, baik itu berbaris kasrah dan dhammah semuanya berarti; pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain. Hal inilah yang dinamakan dengan hijrah yang sesungguhnya (khurûj min al-ardh ila âkhar, wa qad hajar)4. Lain halnya dengan yang diketengahkan oleh Bernard Lewis dkk bahwa pengambilan kata hijrah berasal dari bahasa Latin “hegira” dan dikenal dalam bahasa Arab dengan kata hajara, yahjuru, hijrah.5 Ibn Fâris mengatakan; al-hijrah merupakan lawan kata dari wasl, suatu kaum meninggalkan suatu daerah ke daerah yang lain (hajara al-qaum min dâr ila dâr) atau meninggalkan yang pertama menuju ke yang kedua (tark al-awwal li tsâniyah), sebagaimana yang dilakukan kaum Muhajirin ketika mereka hijrah dari Mekkah ke Madinah di tahun pertama dari penanggalan Islam. 6 Muhammad Ibn Makram Ibn Mandzur, Lisân al-‘Arab, (Beirut: Dâr al-Shâdir, t.th.), h. 250. Majiddîn Muhammad Ibn Ya’qûb Fairuzabâdi, Qâmus al-Muhîth, (Cairo: Maktabah Musthafâ al-Bâb wa Awlâduh, 1952), Juz II, h. 163. 5 Lewis, et.all., The Encyclopedi of Islam, (London: Lu’zab & Co, 1972), Vol III, h. 366. 6 Ahmad Ibn Fâris Ibn Zakariyâ, Mu’jam Maqâyis al-Lughah, ditahqiq oleh Abd Salâm Hârûn (Beirut: Dâr-al-Fikr, t.th.), Juz VI, h. 34. Lihat juga Ibn Atsîr al-Jazrî, Nihâyah fî Gharîb al-Hadîts wa al-Atsar, (Mathba’ah Ustmâniyyah, 1311 H), Juz V, h, 245. Al-Jawhari, Taj al-Lugha wa Shihhah al3

4

25

Sedangkan ar-Râghib menambahkan keterangan seputar definisi di atas dengan mengatakan: al-hijru wa al-hijrân berarti manusia berpisah dengan yang lainnya (mufâraqah al-insân wa gayruh), terkadang dengan badan, lisan dan kalbu.7 Sebagaimana firman Allah swt:

ِ‫ﻀَﺎﺟِﻊ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤ‬‫ﻦ‬‫ﻭﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻫ‬‫ﻭ‬ Artinya: “Pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka.” (Q.S. an-Nisâ’ [4]: 34) Ayat ini merupakan kiasan mengenai tidak mendekati mereka dengan badan ketika istri yang telah berbuat nusyuz kepada suaminya. Permasalahan ini akan dijelaskan oleh penulis pada klasifikasi ayat-ayat hijrah.

‫ﺍ‬‫ﻮﺭ‬‫ﺠ‬‫ﻬ‬‫ ﻣ‬‫ﺁﻥ‬‫ﺬَﺍ ﺍﻟْﻘُﺮ‬‫ﻣِﻲ ﺍﺗﱠﺨَﺬُﻭﺍ ﻫ‬‫ ﻗَﻮ‬‫ﺇِﻥ‬ Artinya: “ Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur ’an ini suatu yang tidak diacuhkan”. (Q.S. al-Furqân [25]: 30) Ayat ini bermakna hijrah dengan lisan atau dengan lisan dan hati (qalb).

‫ﺎ‬‫ﻠِﻴ‬‫ﻧِﻲ ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻫ‬‫ﻭ‬ Artinya: “ Tinggalkanlah aku buat waktu yang lama”. (Q.S. Maryam [19]: 30)

‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ ﻓَﺎﻫ‬‫ﺰ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬‫ﻭ‬ ‘Arabiyyah, ditahqiq oleh Ustadz Ahmad Abd Gafur al-‘Atthâr, (Beirut: Dâr al-‘Ilm li al-Malâyin, 1399 H/ 1979 M, Juz II, h. 851. 7 Abu al-Qâsim al-Husayn Muhammad al-Ma’rûf bi al-Raghîb al-Isfahani, Mufradât alRaghîb, Juz II, h. 782.

26

Artinya: “Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah” (Q.S. alMuddatsir [74]: 5) Bermakna dorongan meninggalkan secara keseluruhan dari seluruh anggota badan.8 Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa hijrah apabila dikaitkan dengan pengertian kata-kata tersebut, pada dasarnya dimaksudkan untuk menyingkirkan diri dari tindakan-tindakan dan teror yang bersifat fisik yang dapat mencelakakan diri sendiri dan keyakinan (aqidah) sehingga dapat meraih kebebasan, utamanya kebebasan menjalankan seluruh perintah Allah swt. dan menjauhi segala larangan-Nya. 2. Pengertian Hijrah Menurut Istilah Secara istilah (syar ’i), hijrah mengandung dua pengertian. Pertama, makna atau pengertian yang bersifat umum, yaitu meninggalkan yang dilarang oleh Allah swt. menuju kepada yang diperintahkan Allah. Kedua, bermakna khusus, yaitu berpindah dari negeri yang syirik menuju ke negeri Islam.9 Ibn Rajab al-Hanbâli menyebutkan bahwa pengertian hijrah ialah meninggalkan negeri syirik dan berpindah menuju ke negeri Islam. Jika dilihat pada pengertian pertama (yang lebih dikenal dengan pengertian umum) maka ulama mendefinisikan hijrah dengan makna tersebut. Ada yang

8

Ibid. Syakh Ali al-Khudaeri, Syarh al-Ushul al-Tsalâtsah, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.), h. 54 dan Muhammad Ibrâhim ‘Abd Rahmân, Hijrah wa al-Muhâjirûn fî al-Qur ’an wa as-Sunnah, (Cairo: Muassasah Mukhtâr li an-Nasyr wa al-Tawzi’, 1424 H/ 2003 M), cet. I, h. 21. 9

27

memandang hijrah dari sisi makna terperinci (tafshîlî) dan ada pula yang berbicara secara global (ijmâlî).10 Golongan pertama yang dimotori oleh Abu Bakar Ibn ‘Arabi, Ibn Hajar al‘Asqalâni dan Syekh al-Islam Ibn Taimiyah mengatakan bahwa hijrah adalah berpindah dari daerah kufur menuju daerah Islam.11 Menurut golongan ini bahwa yang dimaksud dengan daerah kufur (dâr-al kufr) adalah daerah yang melaksanakan atau menjalankan hukum kafir melalui bentuk perundang-undangan dan sebagainya. Golongan kedua mengatakan bahwa yang dimaksud dengan makna hijrah secara syar’i adalah berpindah dari daerah zhulm (aniaya) menuju daerah yang adil dengan maksud menyelamatkan agama.12 Golongan ini memiliki beberapa alasan di antaranya:

a. Firman Allah:

ْ‫ﺍ‬‫ﺽِ ﻗَﺎﻟْﻮ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭ‬‫ﻔِﲔ‬‫ﺘَﻀْﻌ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ ﻗَﺎﻟُﻮﺍْ ﻛُﻨ‬‫ ﻛُﻨﺘُﻢ‬‫ ﻗَﺎﻟُﻮﺍْ ﻓِﻴﻢ‬‫ﻶﺋِﻜَﺔُ ﻇَﺎﻟِﻤِﻲ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢ‬‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﻢ‬‫ﻓﱠﺎﻫ‬‫ ﺗَﻮ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺇِﻥ‬ ‫ﺍ‬‫ﺼِﲑ‬‫ ﻣ‬‫ﺎﺀﺕ‬‫ﺳ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻬ‬‫ ﺟ‬‫ﻢ‬‫ﺍﻫ‬‫ﺄْﻭ‬‫ ﻣ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ﺎ ﻓَﺄُﻭ‬‫ﻭﺍْ ﻓِﻴﻬ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﺔً ﻓَﺘُﻬ‬‫ﺍﺳِﻌ‬‫ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭ‬‫ﺽ‬‫ ﺃَﺭ‬‫ ﺗَﻜُﻦ‬‫ﺃﻟَﻢ‬ Artinya: “ Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, “ Dalam keadaan bagaimana kamu ini? ” . Mereka menjawab: “ Adalah kami orangAhzâmi Sami’un Jazûlî, Al-Hijrah fî al-Qur ’an al-Karîm, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd Arab Saudi, 1996 M/1417 H), h. 26. 11 Abu Bakar Ibn al-Arabi, Ahkam a-Qur ’ân (Beirut: Dâr al-Fikr, 1972), cet. II, Juz I, h. 464. Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bâri, (Beirut: Dâr al-Makrifah, t.th.), Juz VI, h. 39 dan Syaikh Islam Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatâwa, (Jeddah: Maktab Ta’limi Sa’udi bi al-Maghrib, t.th.), Juz XII, h. 282. 12 Yang dimaksud dengan daerah adil adalah daerah yang diperintah melalui hukum kafir tetapi toleran (tasâmuh). Ini adalah pendapat kebanyakan manusia yang hidup dan berkreasi di dalamnya. Mereka mengetahui bahwa sesungguhnya hijrah tertutup. 10

28

orang yang tertindas di negeri (Mekkah). Para malaikat berkata: Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi ini?. Orangorang itu tempatnya neraka jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (Q.S. an-Nisâ’[4]: 97)

b. Nabi Muhammad saw. melakukan hijrah ke negeri Habasy sebab negeri tersebut merupakan negeri yang dipimpin oleh seorang raja yang tidak melakukan aniaya (zhulm) kepada penduduknya. Ini merupakan tanda yang jelas sebagai tempat melakukan hijrah. c. Mereka mengatakan bahwa pemerintah Muslim tidak sanggup melaksanakan peran secara menyeluruh dan komprehensif (kâmil) di dalam daerah Islam, seperti berbuat aniaya terhadap rakyatnya. Di sisi lain ditemukan di daerah kufr penguasa yang begitu toleran dalam memberikan kebebasan dalam melaksanakan syariat agama, tidak melarang penduduknya untuk menyiarkan dakwah (ajaran dan ajakan) kepada Allah bahkan memberikan bantuan dan pelayanan sehingga tujuan hijrah dapat terealisasi dengan baik. Golongan ketiga berpendapat hampir sama dengan golongan pertama yaitu; pindah dari daerah kufur dan komplik menuju daerah Islam. Akan tetapi, pengertiannya meluas pada makna hijrah yang meliputi: (a) Keluar dari daerah perang menuju daerah Islam, (menjadi wajib sebelum ditaklukkannya kota Mekkah, kemudian kewajiban ini berakhir setelah Islamnya

29

seluruh penduduknya. Akan tetapi, hijrah masih tetap berlaku sampai hari kiamat di negara manapun yang penduduknya kafir menuju daerah Islam)13. (b) Keluar dari daerah (negara) bid’ah jika tidak sanggup mendapatkan suatu perubahan dan berusaha keras memberikan nasehat kepada penduduknya.14 (c) Keluar dari daerah yang dominan di dalamnya perbuatan haram. (d) Keluar karena takut tertimpa bencana terhadap tubuh. Hal itu merupakan keringanan dari Allah swt. jika takut terjadi sesuatu terhadap dirinya. Maka sesungguhnya Allah swt. mengizinkan keluar dan hijrah untuk menyelamatkan diri dari bahaya sebagaimana dilakukan oleh Nabi Ibrahim as.

‫ﻲ‬‫ﺑ‬‫ ﺇِﻟَﻰ ﺭ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ﺇِﻧﱢﻲ ﻣ‬ Artinya: “ Sesungguhnya saya berhijrah kepada Tuhanku… (Q.S. al-‘Ankabût [29]: 26) (e) Hijrah karena takut terjangkit suatu penyakit dalam daerah yang kurang menyehatkan (membahayakan) ke daerah yang aman dan bersih. (f) Hijrah karena takut terjadi bencana terhadap harta benda, karena perlindungan harta seorang muslim seperti perlindungan, penjagaan darahnya (fa inna hurmah mâl al-muslim ka hurmah damuh).15 Râghib al-Ishfahânî berpendapat bahwa sebagai istilah agama Islam, kata hijrah biasanya mengacu kepada tiga pengertian, yaitu:

Muhammad Ibrâhim ‘Abdul Rahman, Al-Hijrah wa al-Muhâjirûn fî al-Qur ’an wa alSunnah, (Cairo: Muassasah Mukhtâr li an-Nasyr wa al-Tawzi’, 2003), Cet II, h. 24. 14 Ibid., h. 25. 15 Abu Bakr Ibn al-Arabi, Ahkâm al-Qur’ân, (Beirut: Dâr Fikr al-Islamiyah, 1972), Cet II, Juz I, h. 466. 13

30

(1) Meninggalkan negeri yang berpenduduk kafir menuju negeri yang berpenduduk muslim, seperti hijrah Rasulullah saw. dari Mekkah ke Madinah. (2) Meninggalkan syahwat, akhlak buruk, dan dosa-dosa menuju kebaikan yang diperintahkan oleh Allah swt. (3) Mujâhadah an-nafs (menundukkan hawa nafsu) untuk mencapai martabat manusia yang hakiki.16 Sedangkan makna hijrah menurut syar’î yang bersifat khusus adalah hijrahnya Rasulullah saw. bersama sahabatnya dari Mekkah ke Madinah. Oleh karena itu, sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Bukhâri yang diriwayatkan oleh Ibn Abbâs ra. bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda pada hari Fathu Makkah,

“ Tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Mekkah, akan tetapi jihad dan niat masih tetap berlaku sampai hari kiamat” . Ibn Hajar menambahkan tentang penjelasan hadits ini bahwa hijrah yang sifatnya meninggalkan negara atau daerah yang pada prinsipnya merupakan kewajiban telah berakhir dengan ditaklukkannya kota Mekkah. Dalam Islam, hijrah dari Darul Islam (negeri Islam) memiliki tiga hukum, yaitu antara wajib, boleh, dan haram. Adapun yang pertama, bahwa hijrah menjadi wajib hukumnya adalah jika seorang muslim tidak dapat melaksanakan syi’ar-syi’ar Islam, seperti shalat, puasa, zakat, adzan, haji dan sebagainya di negeri tersebut, serta mendapatkan tekanan dalam kebebasan melaksanakan ibadah. Boleh berhijrah dari Darul Islam manakala seorang muslim menghadapi bala ’ (cobaan) yang menyulitkan di negeri tersebut.

16

Raghib al-Ishfahâni, Juz II, h. 782.

31

Dalam kondisi seperti ini ia boleh keluar melaksanakan hijrah menuju negeri Islam yang lain. Sedangkan yang terakhir adalah hukumnya haram jika hijrahnya itu menyebabkan terabaikannya kewajiban Islam yaitu hijrah di daerah kaum kafir yang tidak memberikan kebebasan dalam melaksanakan seluruh ajaran syari’at.17 B. Hijrah dalam Al-Qur’an Menurut informasi yang diberikan oleh Muhammad Fu’âd ‘Abd al-Bâqî di dalam kitab “ al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâdz al-Qur ’ân al-Karîm” , kata yang terambil dari susunan huruf-huruf ha, ja dan ra ini (h-j-r), dengan berbagai derivasinya, terulang dalam al-Qur’an sebanyak 32 kali, dalam 15 surah, di 27 ayat.18 Ayat-ayat hijrah yang mengandung maksud meninggalkan (migrasi atau hijrah secara fisik) sebanyak 21 ayat, terletak dalam surat-surat sebagai berikut: alBaqarah [2]: 218, Ali ‘Imrân [3]: 195, al-Anfâl [8]: 72, 74, 75, al-Taubah [9]: 20, anNahl [16]: 41, al-Nisâ’ [4]: 34, 89, 97, 100, al-Muzzammil [73]: 10, al-Furqân [25], al-‘Ankabût [29]: 26, al-Mumtahanah [60]: 10, al-Mu’minûn [23]: 67, Maryam [19]: 46, al-Muddatsir [74]: 5, al-Hasyr [59]: 8, 9, al-Ahzâb [33]: 6, 50, an-Nûr [24]: 22. Sedangkan ayat-ayat hijrah yang berkaitan dengan makna secara non fisik terdapat di 6 ayat, di antaranya: al-Nisâ’ [4]: 34, Maryam [19]: 46, al-Mu’minûn [23]: 67, alFurqân [25]: 20, al-Muzzammil [73]: 10, al-Muddatsir [74]: 5.

17

Muhammad Sa’îd Ramadhân al-Bûtyi, Fiqh Sîrah, (Jakarta: Rabbani Press, 2002), h. 103. Muhammad Fu’âd ‘Abd al-Bâqi, Al-Mu’jam Mufahras li Alfâdz al-Qur ’ân al-Karîm, (Indonesia: Maktab Dahlân, t.th), h. 900-901. 18

32

Dari semua ayat-ayat yang tercantum, maka dapatlah disimpulkan bahwa kata hijrah dikategorikan menjadi dua bagian yaitu: hijrah secara fisik dan hijrah non fisik. a. Hijrah secara fisik adalah pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain yang bersifat fisik, atau disebut juga sisi hissî atau haraki. Yaitu makna hijrah yang berkaitan langsung dengan definisi hijrah yang sesungguhnya yaitu berpindah dari suatu daerah ke daerah yang lain (yaitu secara fisik) serta sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.19 Adapun ayat-ayat yang terdapat dalam bagian ini terdapat di dua puluh satu ayat yang menyangkut tentang hijrah serta berbagai derivasinya. Dari ayat-ayat tersebut mengandung unsur hukum serta makna yang meliputi beberapa point yaitu: 1) Ayat yang mengandung unsur hijrah, iman dan jihad Ketika diamati dan ditelusuri ayat yang berkaitan hijrah dan jihad, maka terdapat beberapa ayat di dalam al-Qur’an yang menunjukkan bahwa kedua kata itu saling bergandengan dan memiliki arti yang besar dan hikmah yang agung.20 Dari beberapa ayat yang menyangkut masalah hijrah dan jihad di ketengahkan satu ayat yang mewakili beberapa ayat yang lain, sebagaimana firman Allah swt.:

‫ ﻏَﻔُﻮﺭ‬‫ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭ‬‫ﺖ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ ﺭ‬‫ﻮﻥ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ ﻳ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺃُﻭ‬‫ﻭﺍْ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺟ‬‫ﻭﺍْ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﻫ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻮﺍْ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺇِﻥ‬ ‫ﺣِﻴﻢ‬‫ﺭ‬

Muhammad Ibrâhîm ‘Abd Rahmân, al-Hijrah wa al-Muhâjirun fî al-Qur ’ân wa al-Sunnah, t.th.), h. 43. 20 Adapun ayat-ayat yang bergandengan antara hijrah dan jihad di antaranya: Q.S. al Baqarah [2]: 218, Q.S. al-Anfâl [8]: 72, 74,75, Q.S. at-Taubah [9]: 20, Q.S. an-Nahl [16]: 41. 19

33

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Baqarah [2]: 217) Sayyid Quthub mengetengahkan maksud, tujuan hakikat dari (hijrah dan jihad) dengan mengatakan, “tujuan dan hikmah, tidak akan ditemukan hanya dengan teori, dan tidak pula hanya dengan menegakkan syi’ar-syi’ar agama di dalamnya. Akan tetapi, agama merupakan metode kehidupan (manhaj hayât) yang tidak dapat terlaksana dengan perbuatan tanpa disertai oleh pelaksanaan dan gerakan oleh seluruh anggota tubuh, seperti dalam bentuk aqidah dan keyakinan yang eksistensinya tidak dapat nampak dengan benar tanpa diaktualisasikan dengan reaksi dan gerakan yang nyata.”21 Adapun Musthafâ al-Marâghî mengatakan bahwa orang-orang yang beriman dan konsisten dalam keimanannya kepada Allah, mereka hijrah bersama Rasulullah dan memperjuangkan serta menolong agama Allah, lalu berjuang menghadapi kaum kafir demi kekuatan kaum Muslimin. Mereka itulah orang-orang yang mengharap rahmat dan kebaikan Allah. Mereka adalah manusia yang begitu pantas mendapatkan rahmat dan kebaikan Allah.22 2) Mengandung pahala orang-orang berhijrah Banyak ayat yang berbicara tentang balasan bagi para Muhajirin yang melaksanakan hijrah dengan syarat berada dalam panji Islam serta bertujuan menyelamatkan agama Allah guna li î’lâi kalimah Allah. Maka para Muhajirin tersebut berhak mendapatkan pahala dan balasan dari Allah baik laki-laki maupun Sayyid Quthub, Fî Zhilâl al-Qur ’ân, Jilid I, h. 1560. Ahmad Musthafâ al-Marâghi, Tafsir al-Marâghi, (Beirut: Dâr al-Fikr an-Nasyr wa- alTawzi’, t.th), h. 137. 21

22

34

wanita pahalanya sama di hadapan Allah swt. dan mereka masing-masing mendapatnya tanpa ada perbedaan.23 Sebagaimana yang disebutkan oleh an-Naisaburi dari Ummi Salamah yang berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, saya tidak mendengar firman Allah bagi wanita tentang hijrah”. Atas dasar peristiwa itu, maka turunlah ayat untuk menjawab keraguan dari Ummi Salamah.24 Allah swt. berfirman:

‫ﺾٍ ﻓَﺎﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻀﻜُﻢ‬ ُ ‫ﻌ‬‫ ﺃُﻧْﺜَﻰ ﺑ‬‫ ﺫَﻛَﺮٍ ﺃَﻭ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﺎﻣِﻞٍ ﻣِﻨ‬‫ﻞَ ﻋ‬‫ﻤ‬‫ ﻋ‬‫ ﺃَﻧﱢﻲ ﻟَﺎ ﺃُﺿِﻴﻊ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﻢ‬‫ ﻟَﻬ‬‫ﺎﺏ‬‫ﺘَﺠ‬‫ﻓَﺎﺳ‬ ‫ﺌَﺎﺗِﻬِﻢ‬‫ﻴ‬‫ ﺳ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﻥ‬‫ﻗُﺘِﻠُﻮﺍ ﻟَﺄُﻛَﻔﱢﺮ‬‫ﻗَﺎﺗَﻠُﻮﺍ ﻭ‬‫ﺒِﻴﻠِﻲ ﻭ‬‫ﺃُﻭﺫُﻭﺍ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﺭِﻫِﻢ‬‫ ﺩِﻳ‬‫ﻮﺍ ﻣِﻦ‬‫ﺮِﺟ‬‫ﺃُﺧ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﻫ‬ ‫ﺍﺏ‬‫ ﺍﻟ ﱠﺜﻮ‬‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ ﺣ‬‫ﻩ‬‫ﺪ‬‫ ﻋِﻨ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺪِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ ﻋِﻨ‬‫ﺎ ﻣِﻦ‬‫ﺍﺑ‬‫ ﺛَﻮ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺎ ﺍﻟْﺄَﻧْﻬ‬‫ﺘِﻬ‬‫ ﺗَﺤ‬‫ﺮِﻱ ﻣِﻦ‬‫ﺎﺕٍ ﺗَﺠ‬‫ﻨ‬‫ ﺟ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺧِﻠَﻨ‬‫ﻟَﺄُﺩ‬‫ﻭ‬ Artinya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalanKu, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (Q.S. Âli ‘Imrân [3]: 195) Ayat ini mengisyaratkan tentang keistimewaan yang diberikan kepada orangorang yang melaksanakan hijrah di jalan Allah swt. yaitu balasan yang layak di sisiNya. Syaikh Muhammad Musthafâ al-Marâghî memberikan ringkasan tentang

23

Ibid., h. 47. Abû Hasan ‘Ali Ibn Ahmad al-Wâhidi, Asbâb an-Nuzûl Qur ’ân, ditahqiq oleh Kamâl Basyûnî Saglûl, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), h. 143. 24

35

balasan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah swt. sebagaimana yang ada dalam ayat ini dengan tiga keistimewaan: §

Mengampuni dosanya serta menghapus segala kesalahannya, sebagaimana tertera dalam ayat ”la ukaffiranna ‘anhum sayyiâtihim”. Hal ini sesuai dengan permintaan mereka dengan mengatakan “ Ampunilah dosa-dosa kami dan hilangkanlah segala kesalahan kami” .

§

Memberikan pahala yang besar di sisi-Nya, sebagaimana firman Allah swt.: Wa laudhilannahum jannâtin tajrî min tahtihâ al-anhâr. Hal ini sesuai dengan keinginan mereka dengan mengatakan “ Berikanlah kepada kami atas apa yang engkau janjikan kepada kami melalui Rasul-Mu” .

§

Pahala serta pemberiannya sesuai dengan kebesaran dan kemuliaannya, sesuai dengan firman Allah: min ‘indillah” sebagaimana dengan permintaan mereka

“ Ya Allah, janganlah engkau rendahkan kami pada hari kiamat” . Oleh karena itu, pahala yang didapat oleh para Muhajirin yaitu balasan yang sempurna dari Allah swt.25 3) Mengandung standar keimanan yang benar. Allah swt. menjadikan hijrah sebagai standar dari beberapa standar keimanan yang benar (miqyâsan min maqâyis al-imân al-shâdiq) merupakan tonggak sejarah masa lalu. Sedangkan bagi orang-orang yang menolak akan kebenaran hijrah, maka Allah akan menjadikannya sebagi orang beriman yang tidak memiliki keimanan yang

25

Al-Marâghi, Tafsir al-Marâghî, Juz IV, h. 167.

36

benar dan kuat kepada Allah swt.26 Maka Allah swt. mengisyaratkan tentang hal itu sebagaimana firman-Nya:

ِ‫ﺒِﻴﻞ‬‫ﻭﺍْ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ ﻳ‬‫ﺘﱠﻰ‬‫ﺎﺀ ﺣ‬‫ﻟِﻴ‬‫ ﺃَﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ ﺗَﺘﱠﺨِﺬُﻭﺍْ ﻣِﻨ‬‫ﺍﺀ ﻓَﻼ‬‫ﻮ‬‫ ﺳ‬‫ﻭﺍْ ﻓَﺘَﻜُﻮﻧُﻮﻥ‬‫ﺎ ﻛَﻔَﺮ‬‫ ﻛَﻤ‬‫ﻭﻥ‬‫ ﺗَﻜْﻔُﺮ‬‫ﻭﺍْ ﻟَﻮ‬‫ﺩ‬‫ﻭ‬ ‫ﺍ‬‫ﻻَ ﻧَﺼِﲑ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻟِﻴ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻻَ ﺗَﺘﱠﺨِﺬُﻭﺍْ ﻣِﻨ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻮﻫ‬‫ﺪﺗﱠﻤ‬‫ﺟ‬‫ ﻭ‬‫ﺚ‬‫ﻴ‬‫ ﺣ‬‫ﻢ‬‫ﺍﻗْﺘُﻠُﻮﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﺍْ ﻓَﺨُﺬُﻭﻫ‬‫ﻟﱠﻮ‬‫ﺍﻟﻠّﻪِ ﻓَﺈِﻥ ﺗَﻮ‬ Artinya: Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong (mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong, (Q.S. an-Nisâ ’ [4]: 89) Ayat ini memberikan isyarat terhadap orang-orang mukmin yang benar mengimani. Apabila diajak untuk hijrah mereka menyambut ajakan itu dengan keadaan ridha dan lapang dada, mereka rela mengorbankan segala apa yang mereka miliki demi kecintaan kepada Allah swt. dan rasul-Nya, rela meninggalkan harta benda dan kerabat demi memperjuangkan agama Allah swt. Di sisi lain, orang-orang yang menghiasi keimanannya dengan kekufuran, di waktu pagi dia beriman dan di waktu petang dia kafir kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang tidak akan bisa menyambut ajakan hijrah, mereka lari dari panggilan Allah swt. Mereka adalah orang-orang munafik, ucapan mereka sangat berbeda dengan apa yang mereka sembunyikan dalam hati, sehingga Allah swt. mengungkapkan keadaan mereka, bahkan menjelaskan bahwa mereka menginginkan dan bercita-cita engkau kafir

26

As-Syawqâni, Muhammad Ibn Ali, Fath al-Qadîr, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1983), Juz I, h. 493.

37

kepada Allah swt, sebagai bukti kebencian dan permusuhan dari mereka agar engkau hanyut dalam kesesatan.27 4) Pemberlakuan hukum warisan dengan hijrah Pada awal datangnya Islam di masa Jahiliyah, seorang laki-laki mengadakan perjanjian dengan lelaki lain dengan mengatakan agamamu, maka hal itu merupakan kebiasaan pada masa Jahiliyah. Jika meninggal dan tidak dinamakan, maka ia mengambil seperenamnya. Lalu turunlah ayat dari Allah swt.

‫ﻟَﻰ‬‫ ﺃَﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻀﻬ‬ ُ ‫ﻌ‬‫ﺎﻡِ ﺑ‬‫ﺣ‬‫ﻟُﻮﺍْ ﺍ َﻷﺭ‬‫ﺃُﻭ‬‫ ﻭ‬‫ ﻣِﻨﻜُﻢ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ ﻓَﺄُﻭ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﻌ‬‫ﻭﺍْ ﻣ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺟ‬‫ﻭﺍْ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﻮﺍْ ﻣِﻦ ﺑ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻭ‬ ‫ﻠِﻴﻢ‬‫ﺀٍ ﻋ‬‫ﻲ‬‫ ﺑِﻜُﻞﱢ ﺷ‬‫ ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ﺾٍ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺇِﻥ‬‫ﻌ‬‫ﺑِﺒ‬ Artinya: Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. al-Anfâl [8]: 75) Setelah ayat ini turun, maka dihapuskanlah setiap transaksi perjanjian (tentang hak mewarisi dengan persaudaraan) yang terjadi di antara mereka pada masa Jahiliyah28 b. Hijrah yang ditinjau dari sisi maknawi Hijrah yang ditinjau dari non fisik sangat jauh berbeda dengan pengertian hijrah dalam bentuk fisik (yaitu berpindah dari satu daerah ke daerah yang lain) hijrah

27

Ibn Jazî, Kitâb Tashîl li Ulûmi al-Tanzîl, ditahqiq oleh Muhammad Abd Mun’im al-Yanûsi dan Ibrâhîm, (Cairo: Matba’ah al-Hasân wa an-Nasyr Dâr al-Kutub al-Hadîts, 1973), Juz I, h. 270. 28 Abu Qasim Hebatullah Ibn Salamah, al-Nasikh wa al-Mansûkh Bihâmis Asbâb an-Nuzûl li an-Naysabûrî, (Beirut: Alam Kutub, t.th.), h. 132.

38

berupa sifat, perilaku, serta segala kebiasaan jelek. Pada hijrah dari sisi ini terdapat dalam enam ayat, yang masing-masing ayat memiliki klasifikasi tersendiri sehingga dapat menghasilkan satu hukum. 1) Hijrah meniggalkan istri yang berbuat nusyuz Pada tema di atas mengetengahkan satu ayat dalam al-Qur’an mengenai proses yang dilaksanakan oleh suami jika istrinya berbuat nusyuz. Dalam ayat alQur’an, Allah swt. berfirman:

‫ﺍﻟِﻬِﻢ‬‫ﻮ‬‫ ﺃَﻣ‬‫ﺎ ﺃَﻧﻔَﻘُﻮﺍْ ﻣِﻦ‬‫ﺑِﻤ‬‫ﺾٍ ﻭ‬‫ﻌ‬‫ﻠَﻰ ﺑ‬‫ ﻋ‬‫ﻢ‬‫ﻀَﻬ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ﺎ ﻓَﻀﱠﻞَ ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ﺎﺀ ﺑِﻤ‬‫ﺴ‬‫ﻠَﻰ ﺍﻟﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﻮﻥ‬‫ﺍﻣ‬‫ﺎﻝُ ﻗَﻮ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﻦ‬‫ ﻓَﻌِﻈُﻮﻫ‬‫ﻦ‬‫ﻮﺯَﻫ‬‫ ﻧُﺸ‬‫ﺗِﻲ ﺗَﺨَﺎﻓُﻮﻥ‬‫ﺍﻟﻼ‬‫ ﻭ‬‫ﻔِﻆَ ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ﺎ ﺣ‬‫ﺐِ ﺑِﻤ‬‫ ﻟﱢﻠْﻐَﻴ‬‫ﺎﻓِﻈَﺎﺕ‬‫ ﺣ‬‫ ﻗَﺎﻧِﺘَﺎﺕ‬‫ﺎﺕ‬‫ﺎﻟِﺤ‬‫ﻓَﺎﻟﺼ‬ ‫ﺎ‬‫ﻠِﻴ‬‫ ﻋ‬‫ ﻛَﺎﻥ‬‫ ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ ﺇِﻥ‬‫ﺒِﻴﻼ‬‫ ﺳ‬‫ﻬِﻦ‬‫ﻠَﻴ‬‫ﻐُﻮﺍْ ﻋ‬‫ ﺗَﺒ‬‫ ﻓَﻼ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﻨ‬‫ ﺃَ َﻃﻌ‬‫ ﻓَﺈِﻥ‬‫ﻦ‬‫ﻮﻫ‬‫ﺍﺿْﺮِﺑ‬‫ﻀَﺎﺟِﻊِ ﻭ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤ‬‫ﻦ‬‫ﻭﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻫ‬‫ﻭ‬

‫ﺍ‬‫ﻛَﺒِﲑ‬ Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Q.S. an-Nisâ ’ [4]: 34) Ketika melirik sebab turunnya ayat ini, sebagaimana yang diutarakan oleh anNaisaburi, beliau mengatakan bahwa ayat ini turun kepada Sa’ad Ibn Rabi’ (dia adalah seorang pengembara) dan istrinya bernama Habibah binti Sa’id Ibn Abi

39

Hurairah, keduanya dari golongan Anshar. Istrinya berbuat nusyuz (durhaka) kepadanya, maka ia menampar istrinya, lantas Habibah dan bapaknya bergegas menuju Rasulullah saw. dan menceritakan kejadian tersebut. Mendengar cerita kejadian tersebut, Rasulullah saw. bersabda, dia mesti di-qishas, dia pun bergegas untuk meng-qishas suaminya dan Nabi Muhammad saw. mengatakan telah datang kepadaku Jibril as. dan Allah menurunkan ayat ini kepadaku: Q.S. an-Nisâ’ [4]: 34. Kemudian Rasulullah saw. berkata, kami menginginkan suatu keputusan, akan tetapi Allah lebih memiliki keputusan yang terbaik dan terangkatlah qishas.29 Syaikh Mahmud Syaltut telah menjelaskan secara rinci tentang hukum-hukum yang berkenaan dengan nusyuz istri. Dalam sebuah bukunya yang berjudul Al-Islâm Aqîdah wa Syari’ah, al-Qur’an telah mengajarkan bahwa wanita-wanita itu adalah yang shalehah dan taat kepada Allah dengan mengerjakan segala hak-hak suami istri, mengikuti segala perintah suaminya, meletakkan suaminya pada proporsi yang benar yaitu sebagai pemimpin rumah tangga, menjaga rahasia-rahasia suami istri dan rumah tangganya, dimana kehidupan suami istri tidak akan baik kecuali dengan menjaganya.30 Sifat-sifat yang seperti ini tidak membutuhkan kekuasaan sang suami untuk memperbaikinya, firman Allah:

‫ﻔِﻆَ ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ﺎ ﺣ‬‫ﺐِ ﺑِﻤ‬‫ ﻟﱢﻠْﻐَﻴ‬‫ﺎﻓِﻈَﺎﺕ‬‫ ﺣ‬‫ ﻗَﺎﻧِﺘَﺎﺕ‬‫ﺎﺕ‬‫ﺎﻟِﺤ‬‫ﻓَﺎﻟﺼ‬ 29 30

152.

Al-Naysaburi, op.cit., h. 155. Mahmûd Syaltût, Al-Islam Aqîdah wa Syari’ah, (Cairo: Dâr al-Qalam, 1966), Cet III, h.

40

Namun ada juga wanita-wanita yang tidak mau menjaga dan melaksanakan hak-hak suaminya. Mereka juga berupaya menentang dan melakukan nusyuz terhadap suaminya, sehingga mereka melakukan keinginannya sendiri. Maka untuk itulah mereka telah mengantarkan kehidupan keluarga kepada kehancuran dan kerusakan. Sehingga al-Qur’an telah memperbaiki dan mengembalikan mereka pemenuhan hak-haknya.31 2) Hijrah dalam waktu yang lama

‫ﻠِﻴﺎ‬‫ﻧِﻲ ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻚ‬‫ﻨ‬‫ﻤ‬‫ﺟ‬‫ ﺗَﻨﺘَﻪِ ﻟَﺄَﺭ‬‫ ﻟَﺌِﻦ ﻟﱠﻢ‬‫ﺮﺍﻫِﻴﻢ‬‫ﺎ ﺇِﺑ‬‫ﺘِﻲ ﻳ‬‫ ﺁﻟِﻬ‬‫ﻦ‬‫ ﻋ‬‫ ﺃَﻧﺖ‬‫ﺍﻏِﺐ‬‫ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺭ‬ Artinya: “ Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama". (Q.S. Maryam [19]: 46) Pada ayat ini Allah swt. menceritakan jawaban yang diberikan oleh ayah Ibrahim kepada anaknya. Terhadap seruan yang diarahkan kepadanya, bapaknya berkata, “ Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku hai Ibrahim? ” . Yaitu jika kamu tidak mau menyembahnya dan tidak menyukainya, maka janganlah kamu mencacinya, jika tidak maka aku akan menuntut balas darimu dan mencacimu, hal ini diwujudkan dalam kata-katanya, “ Maka niscaya kamu akan kurajam” . Demikianlah menurut penafsiran Ibn Abbas.32 Wahjurnî maliyyâ (tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama), yakni tinggalkanlah aku untuk selama-lamanya sebelum aku menimpakan hukuman

31

Ibid,. h. 153. Wahbah al-Zuhaylî, Tafsir al-Munîr fî al-Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, (Beirut: t.p., 1991), Cet. I, Juz XVI, h. 107. 32

41

kepadamu.33 Penafsiran ini dipilih oleh Ibn Jarir. Pada saat itulah Ibrahim berkata kepada bapaknya, ” Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu” . Ibrahim telah memintakan ampun kepada bapaknya dalam waktu yang lama bahkan setelah beliau mendirikan Ka’bah dengan mengatakan, ” Ya Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan kaum mu’min pada saat dilaksanakan hisab” . 3) Hijrah meninggalkan al-Qur’an Adapun ayat yang pertama sebagaimana firman Allah dalam surat alMu’minûn:

‫ﻭﻥ‬‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ﺍ ﺗَﻬ‬‫ﺎﻣِﺮ‬‫ ﺑِﻪِ ﺳ‬‫ﺘَﻜْﺒِﺮِﻳﻦ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬ Artinya: Dengan menyombongkan diri terhadap al-Qur'an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari. (Q.S. al-Mu’minûn [23]: 67) Imam al-Qurthubi juga mengemukakan dalam tafsirnya sebagaimana apa yang diriwayatkan oleh Sa’id Ibn Jubair dari Ibn Abbas bahwa mereka para kafir Quraisy mengatakan kata-kata keji terhadap Nabi dan ketika itu ayat ini turun. (Mustakbirîna bihi sâmiran tahjurûn), maksudnya adalah lalu Allah swt. mencela kaum yang mengatakan kata-kata keji yang jauh dari ketaatan kepada Allah swt., baik berupa cacian maupun ejekan.34 Sedangkan Imam al-Marâghî menjelaskan bahwa tafsir ayat ini bertujuan agar mereka mendengarkan ayat-ayat Allah dibacakan. Mereka ingkar dan mereka membanggakan diri sebab mereka adalah pelayan-pelayan Baitullah. Mereka mencari

33

At-Thabarî, Juz XI, h. 111. Perkataan ini dikutip oleh Muhammad Ibrâhîm ‘Abdur Rahman, Al-Hijrah wa alMuhajirun fî al-Qur’ân, h. 73. 34

42

jalan untuk mengotori al-Qur’an dan mengatakan hal itu tidak diliputi oleh kebenaran dan tidak pula dalam sisi kesucian (seluruhnya datang dari Muhammad, karena itu adalah bagian dari puisi yang dibuat-buat).35 Di sisi lain, Imam as-Syawkâni mengemukakan bahwa mereka itu adalah orang-orang musyrik yang menggunjingkan kata-kata keji di sisi Baitullah. Mereka pun meninggalkan Rasulullah (dan apa yang dibawanya) sebagaimana yang tertera dalam hadist Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Ibn Abi Saebah dan Ibn Munzir dan Ibn Abi Hatim dan Thabrani dan disahkan oleh Ibn Mardawaih, “Sesungguhnya Rasulullah saw. membacakan ayat (mustakbirina bihi sâmiran tahjurûn), ketika itu para musyrikin hijrah kepada Rasulullah dan mengatakan kata-kata keji.36 Dalam jalur lain juga dikemukakan bahwa Nabi mengharamkan kata-kata keji ketika ayat ini turun.37 Pada ayat selanjutnya tentang hijrah meninggalkan al-Qur’an sebagaimana firman Allah dalam surat al-Furqân:

‫ﺍ‬‫ﻮﺭ‬‫ﺠ‬‫ﻬ‬‫ ﻣ‬‫ﺁﻥ‬‫ﺬَﺍ ﺍﻟْﻘُﺮ‬‫ﻣِﻲ ﺍﺗﱠﺨَﺬُﻭﺍ ﻫ‬‫ ﻗَﻮ‬‫ ﺇِﻥ‬‫ﺏ‬‫ﺎ ﺭ‬‫ﻮﻝُ ﻳ‬‫ﺳ‬‫ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺮ‬‫ﻭ‬ Artinya: Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan alQur'an ini suatu yang tidak diacuhkan". (Q.S. al-Furqân [25]: 30) Makna dari ayat ini bahwa, ummat yang mengambil al-Qur’an ini serta didatangkan terhadap mereka, lalu kami perintahkan untuk disampaikan kepada yang lain.

35

Al-Marâghî, h. 37. As-Syawkânî, Fath Qadîr, Juz III, h. 491. 37 Ibid., h. 491. 36

43

Imam al-Alûsi menyebutkan bahwa ayat ini terkesan mengemukakan kesombongan terhadap apa yang mereka katakan mengenai al-Qur’an, yaitu sesuatu yang menyesatkan dan dongeng belaka menutupi kebenaran yang didatangkan alQur’an, padahal al-Qur’an adalah kitab suci yang meliputi dan mengandung di dalamnya segala unsur kemaslahatan baik hidup di dunia maupun di akhirat.38 Sebab dari hijrah mereka dari al-Qur’an adalah (jika mereka bertakwa dan tertarik lalu mereka tidak memiliki hati yang berfikir, lalu mereka tidak memperhatikan dan tidak menelaah serta menghayati al-Qur’an agar dapat meraih kebenaran di dalamnya dan dapat hidayah dari cahaya-Nya, mereka tidak memperhatikan dan tidak dapat memperoleh aturan dalam kehidupannya. Sedangkan al-Qur’an datang sebagai metode dan tuntunan kehidupan yang berdiri kokoh sepanjang jalan.39 Mereka tidak mendengar ayat-ayat al-Qur’an dibacakan dan tidak pula menghayatinya. Oleh karena itu, al-Qur’an adalah merupakan kitab Allah tidak akan mungkin sesuatu kesesatan datang dari depan dan belakangnya serta kanan dan kirinya, sehingga bagi yang meninggalkan al-Qur’an, mereka itulah orang-orang kafir yang berhak mendapat azab di hari kiamat.40 4) Hijrah dari perbuatan orang-orang musyrik Allah swt. memerintahkan kepada Rasulullah untuk meninggalkan orangorang musyrik serta membuat pembatas terhadap mereka disebabkan kekotoran hatinya, juga menyampaikan dan memberi contoh kepadanya perihal keteladanan

Al-Alusî, Rûh al-Ma ’ânî, h. 19. Sayyid Quthub, h. 2560. 40 Muhammad Ibrâhîm ‘Abd Rahman, h. 75. 38 39

44

yang baik dan menghiasi diri dengan kesabaran terhadap apa yang mereka lakukan terhadap kalian dari kebodohan bersama kaumnya.41 Makna ini terlukis pada kedua firman Allah swt.:

‫ﻤِﻴﻠًﺎ‬‫ﺍ ﺟ‬‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ ﻫ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻘُﻮﻟُﻮﻥ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻠَﻰ ﻣ‬‫ ﻋ‬‫ﺒِﺮ‬‫ﺍﺻ‬‫ﻭ‬ Artinya: Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik. (Q.S. al-Muzzammil [73]: 10) Dan firman Allah swt.:

‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ ﻓَﺎﻫ‬‫ﺰ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬‫ﻭ‬ Artinya: dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah. (Q.S. alMuddatsir [74]: 5) Ayat ini memberikan kesan terhadap pentingnya kesabaran dalam menghadapi mereka terutama atas perkataaan-perkataan yang mereka lontarkan dan diperintahkan untuk meninggalkan mereka dengan perangai yang baik yang tidak menyakiti hati mereka, sebagaimana firman-Nya: (wa ishbir ‘alâ mâ yaqûlûn wa ihjurhum hajran jamîlâ). Imam al-Marâghî mengomentari ayat ini bahwa dengan kesabaran hati dan meninggalkan perbuatan mereka dengan cara yang baik, meninggalkan kesalahan dan dosa mereka tanpa adanya hinaan dan cercaan atas mereka42. Sedangkan Ibn Salâma mengemukakan bahwa ayat ini telah dinasakh dengan ayat (al-sayf).43 Lain halnya dengan Ibn al-Jazî yang berkomentar bahwa sesungguhnya yang dihapus (mansukh) adalah rekonsiliasi atau perdamaiaan (muhâdanah) yang terjadi, sebagaimana firman Allah (wa ihjurhum hajran jamîlâ).

41

Ibid., h. 76. Al-Marâghî, Juz IX, h. 114. 43 Ibn Salamah Abu Qasim Habatullah, h. 317-318. 42

45

Adapun kesabaran adalah diperintahkan dalam setiap waktu dan keadaan apapun.44 Sedangkan hajrun jamîl, (jauhilah mereka dengan cara yang baik) adalah meninggalkan dengan nama Allah dibuktikan melalui firman Allah Swt, Q.S. alAn’am [6]: 68, dan telah menasakh firman Allah (fâ a ’ridh ‘anhum) dengan firmanNya (hatta yahûdu fî hadîtsin gayrih) dimana Nabi saw. memerintahkan untuk meninggalkan para orang-orang bodoh (sufahâ) dan membiarkan sanksi hukuman kepada tuhan mereka sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah swt: Q.S. alMuzzammil [73]: 11. Imam at-Thabari mengatakan bahwa makna kata ar-rijz adalah tuhan-tuhan yang mereka sembah, maka Allah swt. memerintahkan untuk meninggalkannya dan tidak mendatangi dan mendekatinya.45 Imam al-Marâghî mengomentari dengan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ar-rijz adalah azab (bencana) yang akan mengantarkan kepada bencana di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman Allah: Q.S. al-A’râf [7]: 134. Di akhir pembahasan klarifikasi ini, Ibn Hajar memberikan keterangan tentang pembagian hijrah secara lahir dan batin (hissî dan ma ’nawî) dengan mengatakan bahwa maksud dari hijrah yang sesungguhnya pada sisi pertama yaitu meninggalkan seluruh hal (tindakan maupun niat) yang membawa kepada ammâra bi as-sû’ dan syaitan, sedangkan yang kedua adalah lari dan pergi demi mempertahankan agama dari fitnah, seperti yang dilakukan oleh kaum Muhajirin ketika datang perintah, mereka rela untuk meninggalkan rumah dan tempat tinggal 44 45

Ibn al-Jazî, op.cit., Juz IV, h. 297. At-Thabarî, Juz XII, h. 93.

46

(dan segala kesenangan dunia) untuk hijrah demi mempertahankan (agama dan keyakinan) serta sanggup melaksanakan segala perintah Allah swt. serta menjauhi larangan-Nya, dengan keadaan tenang dan damai. Bahkan hakikat hijrah yang sesungguhnya diraih oleh orang yang hijrah meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.46 Kemudian beliau memperjelas lagi dengan mengemukakan bahwa kedua hijrah tersebut (hissî dan ma ’nawî) saling melengkapi. Jika salah satu dari keduanya hilang, maka tidak akan memiliki arti sama sekali. Sesungguhnya hijrah yang didasari dengan meninggalkan keluarga, harta dan anak di jalan Allah swt. tidak akan memiliki kesempurnaan sampai seseorang juga hijrah meninggalkan seluruh apa yang dilarang oleh Allah swt. Oleh karena itu, hijrah yang dimaksud adalah dengan diri dan ruh kepada Allah swt.47

C. Sejarah dan Peristiwa Timbulnya Hijrah Nabi Muhammad saw. 1. Latar Belakang Hijrah Rasulullah Suatu perencanaan yang akan dilakukan mestinya dilandasi motif-motif serta perencanaan tertentu yang dapat merangsang lahirnya suatu perbuatan serta tindakan yang akurat dan tepat agar dapat mengantarkan pada gerbang keberhasilan. Apalagi dikaitkan dengan tindakan Rasulullah dengan memperbolehkan kaum Muslimin untuk hijrah, pasti ada alasan yang melatarbelakangi tindakan tersebut. 46 47

Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Juz I, h. 106. Ibid., h. 107.

47

Sejarah dan peristiwa hijrah Rasulullah saw. merupakan suatu momen yang begitu penting dalam perkembangan ajaran agama Islam. Terbukti dengan tercatatnya dalam lembaran sejarah sehingga dijadikan sebagai peristiwa yang mengawali masa kejayaan Islam. Suatu fase kebangkitan dan kejayaan terhadap perkembangan misi dan dakwah ajaran ini. Dalam sejarah perkembangan agama Islam, hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. terjadi beberapa kali, yaitu hijrah ke negeri Habasy dan hijrah ke Madinah. Pada mulanya, Rasulullah menyebarkan ajarannya secara sembunyisembunyi, hanya kepada keluarga terdekat saja (Dâr Arqam Ibn Abi Arqam). Hal ini berlangsung selama tiga tahun. Kemudian Allah swt. memerintahkan beliau untuk berdakwah secara terang-terangan, sebagaimana yang termaktub dalam ayat alQur’an:

‫ﺮِﻛِﲔ‬‫ﺸ‬‫ﻦِ ﺍﻟْﻤ‬‫ ﻋ‬‫ﺮِﺽ‬‫ﺃَﻋ‬‫ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻣ‬‫ﺎ ﺗُﺆ‬‫ ﺑِﻤ‬‫ﻉ‬‫ﺪ‬‫ﻓَﺎﺻ‬ Artinya: ” Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari oarng-orang yang musyrik” . (Q.S. al-Hijr [15]: 94) Setelah perintah ini datang, maka beliau dengan penuh keyakinan keluar ke tengah masyarakat untuk mengajak mereka ke dalam Islam.48 Seruannya ini mendapatkan sambutan baik terutama dari golongan budak. Hal ini karena Islam tidak membedakan kedudukan manusia berdasarkan ras dan keturunan.

Muhammad Farîd Wajdî, Al-Sîrah al-Muhammadiyah tahta Dhaw’i al-Ilmi wa al-Falsafah, (Cairo: Dâr al-Mashriyah al-Lubnâniyyah, 1993), Cet I, h. 112. 48

48

Perkembangan dakwah Islam semakin mengalami peningkatan yang mengakibatkan kaum kafir Quraisy mengalami kekhawatiran yang besar; takut kalaukalau agama nenek moyang mereka terancam dengan datangnya Islam. Sedangkan Nabi dalam menyampaikan dakwahnya selalu memberikan kesadaran kepada kafir Quraisy akan kelemahan sesembahan mereka berupa berhala-berhala yang sama sekali tidak mampu memberikan manfaat dan menolak mudharat.49 Penyiaran Islam terus berlanjut ke seluruh kota Mekkah. Dalam menghadapi penyiaran Islam ini, kaum Quraisy tidak dapat menahan kemarahannya kepada Nabi. Namun, mereka tidak berani menyakiti Nabi karena segan terhadap pamannya, Abu Thalib, salah seorang pemuka kaum Quraisy. Karena itu mereka datang menghadap Abu Thalib dengan harapan agar ia mencegah Muhammad dari kegiatan dakwahnya.50 Akan tetapi, mereka mengalami kekecewaan karena permintaan tersebut ditolak oleh Abu Thalib. Meskipun kaum kafir Quraisy telah berkali-kali memohon kepada Abu Thalib untuk mencegah Nabi dari dakwahnya, namun kegiatan dakwah tersebut sedikitpun tidak berkurang. Kian hari kaum Muslimin semakin bertambah jumlahnya, karena itu mereka tidak dapat berbuat banyak selain mengadakan tekanan terhadap kaum Muslimin. Mereka melontarkan ejekan,

49

At-Thabari, Târîkh al-Umam wa al-Mulûk, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th), Jilid II, h. 402. Lihat juga: Ibnu Sa’ad, Thabaqât al-Kubrâ, h. 199. 50 Abu Thalib menyampaikan keluhan para kafir Quraisy kepada Rasulullah saw. agar menghentikan dakwah dan ajakan beliau tentang ajaran agama Allah swt. dengan mengatakan, “ Hai anak saudaraku, ketahuilah bahwa kaummu telah mendatangiku dan mengancam dan mereka meminta untuk kau hentikan (dakwahmu) ini demi keselamatan dirimu. Janganlah engkau bebankan sesuatu urusan yang tidak dapat aku memikulnya (hentikanlah seruanmu). Dengan tegas Nabi menjawab, Hai pamanku, Demi Allah, seandainya matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku untuk meninggalkan seruan ini (agama ini), maka aku tidak akan meninggalkannya. Farîd Wajdî, AlSirah al-Muhammadiyyah ….., h. 119.

49

mendustakan ajaran Islam, mengadakan perlawanan, bahkan sampai bersifat penyiksaan fisik. Perlawanan kaum kafir Quraisy Mekkah dalam menghadapi dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad tidak berhenti sampai di situ. Bahkan kian hari semakin bertambah terutama sekali terhadap pribadi Nabi. Karena menurut mereka, ia adalah penyebab utama perpecahan di kalangan bangsa Arab. Untuk itulah, mereka selalu berusaha mencari cara menyakiti dan menghentikan dakwah Nabi yang senantiasa mendapat kemajuan. Dalam melancarkan aksinya, kaum musyrikin tidak lagi memandang pada tali kekerabatan yang ada pada mereka dengan Nabi, mereka berani melakukan segala macam kekerasan asalkan Islam lenyap dari persada mereka. Ketika kaum kafir Quraisy melihat perkembangan agama Islam, ‘Utbah bin Rabi’ah meminta izin kepada mereka untuk berdialog dengan Nabi. Dia ingin menanyakan secara langsung apa yang dimaksud Nabi dengan dakwahnya dan apa tujuannya. Usulan ‘Utbah bin Rabi’ah ini disepakati oleh kaumnya.51 Utbah menawarkan kepada Nabi kedudukan, harta, dan wanita. Namun, Nabi hanya menjawab dengan membacakan ayat-ayat al-Qur’an:

‫ﺍ‬‫ﻧَﺬِﻳﺮ‬‫ﺍ ﻭ‬‫ﺸِﲑ‬‫ ﺑ‬,‫ﻮﻥ‬‫ﻠَﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻡٍ ﻳ‬‫ﺎ ﻟِﻘَﻮ‬‫ﺑِﻴ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻧًﺎ ﻋ‬‫ﺀ‬‫ ﻗُﺮ‬‫ﺎﺗُﻪ‬‫ﺍﻳ‬‫ ﺀ‬‫ﻠَﺖ‬‫ ﻓُﺼ‬‫ ﻛِﺘَﺎﺏ‬,ِ‫ﺣِﻴﻢ‬‫ﻦِ ﺍﻟﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ ﺍﻟﺮ‬‫ﺰِﻳﻞٌ ﻣِﻦ‬‫ ﺗَﻨ‬. ‫ﺣﻢ‬ ‫ﻣِﻦ‬‫ ﻭ‬‫ﻗْﺮ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﺍ َﺫﺍﻧِﻨ‬‫ﻓِﻲ ﺀ‬‫ﻪِ ﻭ‬‫ﻮﻧَﺎ ﺇِﻟَﻴ‬‫ﻋ‬‫ﺎ ﺗَﺪ‬‫ﺔٍ ﻣِﻤ‬‫ﺎ ﻓِﻲ ﺃَﻛِﻨ‬‫ﻨ‬‫ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻗُﻠُﻮﺑ‬‫ ﻭ‬,‫ﻮﻥ‬‫ﻌ‬‫ﻤ‬‫ﺴ‬‫ ﻟَﺎ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ ﻓَﻬ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ ﺃَﻛْﺜَﺮ‬‫ﺽ‬‫ﺮ‬‫ﻓَﺄَﻋ‬ ‫ﺎﻣِﻠُﻮﻥ‬‫ﺎ ﻋ‬‫ﻞْ ﺇِﻧﱠﻨ‬‫ﻤ‬‫ ﻓَﺎﻋ‬‫ﺎﺏ‬‫ ﺣِﺠ‬‫ﻨِﻚ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻨِﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬

Ibn Hisyam, As-Sîrah an-Nabawiyah al-Ma ’rûf bi Sîrah Ibn Hisyâm, (Cairo: Tahqiq Jamâl Tsâbit dan Muhammad Mahmûd, 1996), Juz I, Cet I, h. 241. 51

50

Artinya: Hâ mîm, diturunkan dari tuhan yang maha pemurah lagi maha penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya yakni bacaan dalam bahasa Arab untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya), maka mereka tidak mau mendengarkan. Mereka berkata: “ Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan ditelinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu, sesungguhnya kami bekerja (pula)”. (Q.S. Fusshilat [41]: 1-5) Setelah mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an yang artinya sebagaimana tersebut di atas, ‘Utbah kembali pada sahabat-sahabatnya dan mengatakan kepada mereka bahwa ia baru saja mendengarkan suatu bacaan yang belum pernah ia dengarkan sebelumnya. Bacaan itu tidak serupa dengan sya’ir atau sihir. Karena itu ia mengimbau pada kaumnya untuk tidak menghalangi dakwah Nabi.52 Ibn Ishâq mengatakan, “Setelah itu, Islam menyebar luas di Mekkah, di kalangan orang-orang laki-laki dan perempuan di kabilah-kabilah Quraisy. Orangorang kafir menahan siapa saja yang mampu mereka tahan dan menyiksa siapa saja yang mampu mereka siksa. Selama empat pekan, tepatnya selama jangka waktu yang relatif singkat, ada empat kejadian besar di mata orang-orang musyrik yang meresahkan mereka, yaitu: masuk Islamnya Hamzah yang disusul oleh Umar Ibn Khatthab, dan peristiwa Nabi Muhammad saw. menolak tawaran mereka dan kesepakatan bersama yang dijalin Bani Mutthalib dan Bani Hasyim untuk melindungi Nabi Muhammad saw.53

52 53

Farîd Wajdî, Al-Sîrah al-Muhammadiyyah ….., h. 116. Farîd Wajdî, Al-Sîrah al-Muhammadiyyah ….., h. 120

51

Kaum kafir Quraisy berkumpul di perkampungan Bani Kinanah untuk membuat kersepakatan bersama menghadapi Bani Hasyim dan Bani Mutthalib yang isinya: larangan menikah, berjual-beli, berteman, berkumpul, berbicara dan bertemu, dengan Bani Mutthalib dan Bani Hasyim kecuali mereka menyerahkan Nabi untuk dibunuh. Untuk keperluan ini, mereka melancarkan semacam program pemboikotan menyeluruh yang ditempel di dinding Ka’bah.54 Pemboikotan ini benar-benar ketat. Cadangan dan bahan makanan sudah habis, sehingga keadaan Bani Hasyim dan Bani Mutthalib benar-benar mengenaskan dan kelaparan. Untuk selama tiga tahun keadaan berjalan seperti itu. Pada bulan Muharram tahun kesepuluh kenabian, papan piagam tersebut sudah terkoyak dan isinya terhapus. Akhirnya papan piagam itu benar-benar robek dan dibatalkan. Setelah sepuluh tahun Nabi menyeruh kepada Islam, ia kehilangan dua orang yang menjadi pendukung utamanya dalam berdakwah, yaitu: Abu Thalib dan Khadijah. Dengan meninggalnya dua orang tersebut, Nabi menghadapi berbagai macam bahaya dan cobaan yang dilancarkan oleh kaum kafir Quraisy. Penganiayaan Quraisy terhadap Nabi dan pengikut-pengikutnya semakin menjadi-jadi di luar norma kemanusiaan dan sopan santun. Beliau yakin bahwa kota Mekkah tidak aman lagi untuk berdakwah.55 Karena itu dibuat rencana untuk menjalankan seruan agama Islam keluar Mekkah dengan harapan agar menemukan tempat lain yang sesuai untuk dijadikan 54

Madjid Ali Khan, Muhammad the Final Messenger, (Islamabad: International Islamic University, 1983), h. 89. 55 At-Thabarî, Jami’ul Bayân Ta ’wil al-Qur ’ân, (Beirut Libanon: Dar al-Fikr, t th), Juz II, h. 198.

52

pusat dakwah. Nabi mulai mengunjungi beberapa negeri sekitar Mekkah sambil memperkenalkan diri dan pokok-pokok ajaran agama baru itu kepada penduduk negeri-negeri tersebut. 2. Hijrah ke Negeri Habasy (Etiopia) Di awal masa permulaan Islam, Rasulullah saw. berdakwah mengajarkan agama Islam. Banyak sekali yang menolak dan menentangnya terutama dari kaum Quraisy Mekkah. Hanya beberapa belas orang saja yang mau menerima Islam. Oleh karena itu, penduduk Mekkah yang menolak ajaran Islam mengadakan tekanan, ancaman, dan siksaan kepada orang-orang yang mengikuti ajaran Rasulullah sebab mereka dianggap telah melanggar dan merusak agama nenek moyang mereka. Ancaman, tekanan dan siksaan penduduk Mekkah yang tidak menyukai agama Islam tersebut dirasakan sangat berat bagi kaum Muslimin. Atas beberapa usulan dan pertimbangan, Rasulullah memerintahkan mereka hijrah ke tempat lain56 yang lebih menjanjikan dan dapat menyelamatkan aqidah mereka serta dapat bebas dan leluasa menjalankan rutinitasnya (shalat serta ibadah yang lain) sebagai seorang muslim dan muslimah.57 Habasy adalah tempat dan tujuan pertama melakukan hijrah.58 Hijrahnya sekelompok muslim ke Habasy ini merupakan bukti jelas tentang keimanan dan kesungguhan hati. Dengan maksud menjauhi kejahatan dan kekejian orang Quraisy serta menginginkan suasana damai dalam menyembah Allah swt., mereka 56

Muhammad Isom Sumhudi, Hijrah Nabi, (Jakarta: Sociali, 1996), Cet. IV, h. 7-8. Ali Muhammad, Sîrah an-Nabawiyyah Ardh Waqâ ’i wa Tahlîl Ahdâts Durûs wa I’bar, (Cairo: Dar Fajr li-Turats, 2004), Juz I, h. 322. 58 Ahzami Samiun Jazuli, op.cit., h. 26. 57

53

memutuskan untuk meninggalkan Mekkah; meninggalkan harta, usaha, sanak dan kerabat. Akan tetapi, mereka belum tahu apa yang mesti dilakukan dan ke mana harus pergi karena mereka melihat kemusyrikan melanda seluruh jazirah Arab dan tak ada kesempatan untuk mengumandangkan asma Allah karena takut terhadap fitnah yang begitu besar. Karena itu, mereka menyerahkan masalahnya kepada Nabi saw. yang membawa agama tauhid yang berpondasikan keyakinan kepada Allah swt. Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepadanya tempat bergantung dan berserah diri.59 Nabi saw. menyadari kondisi dan keprihatinan kaum Muslimin. Ketika Rasulullah saw. melihat penderitaan yang dialami sahabat-sahabatnya, sementara beliau sendiri dalam keadaan segar-bugar karena kedudukannya di sisi Allah dan di sisi pamannya, Abu Thalib, namun ia tidak mampu melindungi mereka dari penderitaan yang dialami oleh berbagai tekanan dari para pemimpin Quraisy yang kebanyakan pengikut beliau adalah budak-budak wanita dan pria serta beberapa orang yang tak terlindungi,60 maka beliau bersabda kepada mereka, “Bagaimana kalau kalian berangkat ke negeri Habasyah, sebuah negeri yang damai lantaran rajanya seorang yang kuat dan adil serta tidak mengizinkan seorang pun dianiaya di dalamnya.” Negeri tersebut adalah negeri yang benar hingga Allah memberi jalan keluar bagi penderitaan yang kalian alami.61

59

Ali Muhammad, Op.cit., h. 322. Ja’far Subhânî, The Message, yang diterjemahkan oleh Muhammad Hasyi dan Meth Kieraha, Risalah Sejarah Kehidupan Rasulullah saw, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 1996), Cet. II, h. 201. 61 Abû Muhammad Ibn Hisyâm, Sîrah an-Nabawî li Ibni Hisyâm, Juz I, h. 321. 60

54

Tak ragu bahwa lingkungan yang bersih dan dipimpin oleh penguasa yang adil merupakan contoh surga. Satu-satunya tujuan para sahabat Nabi mendiami negeri seperti itu ialah untuk dapat menjalankan kewajiban agama dengan aman dan tenang. Kata-kata Nabi berdampak sangat luar biasa sehingga mereka yang benar-benar siap segera mengepak barang-barang menuju Jeddah pada malam hari dengan menunggang unta maupun jalan kaki tanpa sepengetahuan musuh.62 Keadaan kaum Muslimin yang disiksa oleh kaum Quraisy itu amat menyedihkan sekali. Mereka sangat menderita karena penderitaan ini. Terpikirlah oleh Rasulullah saw. untuk mengirim mereka ke negeri lain, supaya mereka terhindar dari siksaan kaum Quraisy. Ada beberapa sebab sehingga Habasy dipilih sebagai tempat hijrah yang pertama, sebagaimana yang di sebutkan oleh para sejarawan. Di antara sebab itu adalah:63 a. Untuk menyelamatkan agama Inilah sebab utama yang melatarbelakangi sehingga diadakan hijrah yaitu menyelamatkan keyakinan kepada Allah swt. Ibn Ishak menyebutkan bahwa keluarnya kaum Muslimin (para sahabat Rasulullah) melaksanakan hijrah ke daerah Habasy tak lain adalah karena takut akan fitnah (mukhâfah al-fitnah) dan lari kepada Allah dengan membawa dan mempertahankan agamanya (firâran ilâ Allâh bi dînihim).64 b. Menyebarkan ajaran Islam di luar kota Mekkah 62

Ja’far Subhânî, op cit., h. 202. Ali Muhammad, Op.cit., Juz I, h. 322. 64 Ibn Hisyam, Sîrah an-Nabawiyyah…., Juz I, h. 398. Lihat juga: Ali Muhammad, Op.cit., h.

63

322.

55

Rasulullah saw. mencari lahan garapan yang lebih produktif dibanding kota Mekkah untuk mengembangkan ajaran agama Islam serta menyampaikan kepadanya inti yang sebenarnya dari ajaran ini. Sayyid Quthub menyebutkan bahwa Rasulullah mencari proyek lain selain dari Mekkah sebagai langkah awal terciptanya keuniversalan agama Islam sehingga dapat menjaga ajaran dan aqidah ini juga menjamin kebebasan dalam melaksanakan ajarannya, menemukan titik terang dari kejumudan ajaran ini yang sudah berlangsung beberapa tahun di Mekkah yang tidak menemukan perkembangan. Hanya saja, yang dijumpai cuma penganiayaan, penindasan dan intimidasi.65 Gangguan terhadap kaum Muslimin makin menjadi-jadi hingga ada yang dibunuh dan disiksa sehingga beberapa kaum Muslimin berinisiatif untuk hijrah melalui saran Rasulullah saw. agar mereka pergi dengan berpencarpencar ke daerah Abesania (Habasy).66 Peristiwa ini terjadi pada tahun kelima sesudah Nabi diutus menjadi rasul atau pada bulan Rajab tahun 615 M. Rombongan pertama yang berangkat ke negeri tersebut terdiri dari 12 orang pria dan 4 orang wanita. Mereka ini termasuk orangorang yang mula-mula menerima ajaran Islam dan disebut sebagai Muslim Awal (assâbiqûn al-awwalûn), yaitu: Utsmân Ibn Affân, Ruqayyah (istri Utsmân Ibn Affân), Abû Hudzaifah, Ummu Hudzaifah (istri Abu Hudzaifah), Abû Salamah, Ummu Salamah (istri Abû Salamah), Amair Ibn Rabi’ah, Lailah binti Abi Haitsamah (istri Amir Ibn Rabi’), Zubair Ibn Awwâm, Abdullah Ibn Mas’ud, Mush’ab Ibn Umair,

Sayyid Quthub, Tafsir fi Dzilal al-Qur ’an, Juz I, h. 29. Husein Haekal, Hayat Muhammad, (Diindonesiakan oleh Ali Audah dengan judul Sejarah Hidup Muhammad, (Bogor: PT Pustaka Lintera Antar Nusa, 2003), Cet. XXIX, h. 105. 65 66

56

Abdurrahman Ibn Auf, Abû Sabrah bin Abî Ruhm, Abû Hâtik Ibn Amr, Suhail bin Baida’, Utsman Ibn Madz’um (selaku kepala rombongan).67 Menurut para sejarawan, Rasulullah sebelum mengutus ke negeri Habasy, terlebih dahulu mempelajari situasi negeri tersebut kemudian mengirim sebagian kaum Muslimin. Menurut mereka, hijrah ke Habasy mempunyai tujuan yang sangat banyak, di antaranya; lari dari fitnah dan tekanan serta menyelamatkan aqidah dan keyakinan kepada Allah swt. Setelah Muhajirin pertama berhasil, Muhajirin kedua menyusul yang dipimpin oleh Ja’far Ibn Abî Thalib. Migrasi ini berjalan aman. Beberapa pengungsi malah berhasil membawa perempuan dan anak-anak mereka. Kini jumlah kaum muslim di Habasy mencapai 83 orang. Bila kita masukkan pula anak-anak yang dibawa atau lahir di sana, jumlahnya tentu akan lebih banyak. Sebagaimana yang digambarkan Nabi, kaum Muslimin mendapatkan bahwa Habasy memang negeri makmur, aman dan bebas. Ummu Salamah, istri Abu Salamah, yang kemudian kawin dengan Nabi mengatakan tentang negeri Habasy, “Ketika kami berdiam di negeri itu, kami berada dalam perlindungan terbaik, kami tidak menemukan kesukaran apapun atau mendengar kata buruk siapa pun. Sebagaimana tertera dalam untaian bait syair-syairnya.68 Keadaan yang dialami oleh kaum Muhajirin di Habasy tidak luput dari berbagai rongrongan dan campur tangan dari suku Quraisy yang tidak mau melihat

67

Bidayah wa an-Nihayah, Juz III, h. 96-97, Sirah Ibn Hisyam Juz I, h. 344-352, Sirah anNabawiyyah Ardh Waqâi’ wa Tahlil Ahdats Durûs wa I’bâr oleh Ali Muhammad, Juz I, h. 328. 68 Ibn Hisyâm, Sîrah Ibnu Hisyâm, Juz I, h. 245.

57

kaum Muhajirin hidup dalam keadaan damai dan tenang. Mereka mencari jalan untuk mengembalikan mereka ke tanah Mekkah serta kembali menekannya sehingga dapat melakukan penindasan dan penyiksaan. Ketika para sesepuh Mekkah mengetahui tentang kebebasan dan kehidupan mereka yang damai, api kebencian kembali berkobar. Mereka merasa terganggu oleh kehidupan bahagia kaum muslim. Mereka sangat khawatir kalau kaum Muslimin berhubungan dengan Negus (penguasa Etiopia), lalu menariknya memeluk Islam dan kemudian mengatur invasi ke Jazirah Arab dengan pasukan yang dipersanjatai dengan baik.69 Secara cepat mereka mengadakan rapat darurat di Dâr an-Nadwa. Mereka sepakat untuk mengirim wakil ke istana raja Etiopia dengan membawa hadiah untuk sang raja dan para menterinya sebagai pernyataan niat baik, dan kemudian menghembuskan tuduhan bahwa kaum Muslimin sebagai orang-orang dungu, jahil dan mengada-adakan agama baru. Kedua wakil yang diutus oleh kafir Quraisy adalah Amr Ibn ‘Ash dan Abdullah Ibn Rabi’ah, lalu keduanya menyampaikan pesan Quraisy, “Wahai penguasa Habasy yang mulia! Beberapa orang muda dungu kami menyiarkan agama yang tidak sejalan dengan agama resmi negara tuan maupun agama nenek moyang kami, mereka kini mengungsi di negeri Tuan dan memanfaatkan secara tak semestinya kebebasan negara ini. Para sesepuh Quraisy sangat mengharapkan agar yang mulia mengeluarkan surat pengusiran, supaya mereka dapat kembali ke negeri mereka sendiri…”70 Lalu sang raja berpaling ke 69 70

Ja’far Subhâni, The Message, h. 203. Ibid., h. 204.

58

Ja’far (sebagai pimpinan delegasi kaum Muhâjirin), “ Mengapa kamu mengecam agama leluhurmu dan menganut agama yang tidak sejalan dengan agama kami dan agama leluhurmu? ” Ja’far menjawab, “ Kami dahulunya musyrik, dan tidak berpantang memakan bangkai hewan, selalu tenggelam dalam perbuatan aib dan tidak menghormati tetangga. Orang lemah dan tertindas ditekan oleh pihak yang kuat. Kami bertikai dan berperang dengan sesama saudara.71 “Sudah lama orang Quraisy hidup seperti itu, sampai seseorang dari kalangan kami sendiri, yang memiliki masa lalu cemerlang dan suci, bangkit dan mengajak kami sesuai dengan perintah Allah untuk menyembah yang esa dan satusatunya Tuhan, dan menyatakan bahwa pemujaan berhala adalah perbuatan tercela. Ia juga memerintahkan untuk mengembalikan barang yang dipercayakan orang kepada kami, menghindari hal-hal yang haram, berlaku baik terhadap sesama kaum dan tetangga kami, dan menghentikan pertumpahan darah, hubungan haram, kesaksian palsu, perampasan hak-hak anak yatim, dan perlakuan buruk terhadap wanita. Ia memerintahkan kami mendirikan salat, puasa, dan membayar zakat.72 “Kami mempercayai, dan memuji dan menyembah Allah swt. yang maha esa. Apa yang dia katakan halal, kami pandang halal. Namun, orang Quraisy berlaku kejam pada kami. Mereka menyiksa kami siang dan malam supaya kami menolak agama kami, kembali menyembah batu dan berhala, serta melaksanakan berbagai perbuatan buruk. Kami melawan mereka selama beberapa waktu hingga kami 71

Lihat: Musnad Imam Ahmad, Juz I, h. 202-203 dan Sirah an-Nabawiyyah oleh Ali Muhammad, (Cairo: Dâr Fajt li-Turâts, 2004), Juz I, Cet. I, h. 328. dan Hayât Muhammad, Muhammad Husein Haekal (terj. Ali Audah), h. 107-108. 72 Ali Muhammad, Sirah an-Nabawiyyah, h. 338 dan Husein Haekal, Hayât Muhammad, h. 107-108.

59

kehilangan daya. Kami kehilangan harapan hidup dan harta, lalu kami memutuskan mengungsi ke Habasy untuk menyelamatkan agama kami. Masyhurnya keadilan penguasa ini menggerakkan hati kami untuk hijrah ke tempat ini. Kini kami percaya sepenuhnya terhadap keadilannya.73 Itulah alasan Ja’far yang diungkapkannya di depan raja sehingga mereka yang meninggalkan negara tumpah darahnya itu diperkenakan menetap di negeri Habasy dengan aman dan sentosa74. 3. Hijrah Rasulullah ke Madinah (Yatsrib) Hijrah Rasulullah saw. ke Madinah sudah didahului dengan persiapan dan perencanaan yang matang serta sesuai dengan kehendak Allah.75 Adapun bukti perencanaan dan elemen strategi yang dilakukan oleh Nabi sebelum melakukan hijrah ke Madinah antara lain: 1. Mempelajari situasi. Pasalnya, mengetahui dan mempelajari situasi merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam membuat perencanaan. Dengan mengetahui situasi yang ada, dapat memberikan gambaran serta mengenali unsurunsur positif dan negatif sehingga dapat menyusun perencanaan yang tepat guna mengoptimalkan unsur-unsur positif serta mewaspadai unsur–unsur negatif.76 Dalam mempelajari situasi yang ada, dapat memprediksikan terwujudnya keputusan

hijrah

sehingga

dapat

digambarkan

beberapa

elemen

yang

melatarbelakanginya, di antaranya:

73

Ja’far Subhânî, The Message, h. 205. Ibn Hisyâm, Sirah Ibn Hisyâm, Juz I, h. 204, 262. 75 Muhammad ‘Ali Shallabi, Sirah an-Nabawiyyah…., h. 414. 76 Ahmad Abdul Adzim Muhammad, At-Takhtit al-Hijrah Mabâdî Ilmiyyah wa Ilhâmat, h. 74

54.

60

a. Kota Madinah telah membuka pintunya lebar-lebar menyambut kedatangan Islam. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya belasan penduduk Madinah memeluk agama Islam dan membai’at Rasulullah saw. baik dalam bai’at pertama77 maupun baiaat kedua.78 Ini merupakan lampu hijau bagi Rasulullah untuk membuka dan menemukan lahan baru dalam merealisasikan tugasnya sebagai hamba Allah yang diutus untuk menyampaikan risalahnya kepada umat manusia.79 b. Lain halnya dengan kondisi kota Mekkah yang begitu ganas dengan misi dan ajaran serta hijrah Nabi, mereka telah menggunakan sejuta cara untuk menggagalkannya. Sebagai buktinya, rasa cemas dan takut meliputi kafir Quraisy tatkala keberhasilan di tangan Islam yang akan menimbulkan kerugian di pihak Mekkah dan akan mengantarkan kehancuran perniagaan mereka ke negeri Syam. Di Dâr an-Nadwa sendiri sering dilakukan rapat darurat guna membahas penggagalan tersebut. c. Jalur yang menghubungkan antara Mekkah dan Madinah terdapat sebuah jalan yang sulit dan penuh rintangan. Terbukti padang pasir yang bersimpang

Baiât secara etimologi berarti pernyataan dan sumpah setia yang diadakan di bukit Âqabah. Sedangkan secara terminologi mengikrarkan sumpah setia kepada Rasulullah saw. dengan berjanji kepada Nabi (yang dikenal dengan nama Iqrar Aqabah Pertama), mereka mengikrarkan untuk tidak menyekutukan Allah swt., tidak mencuri, tidak berzinah, tidak membunuh anak laki-laki, tidak mengumpat dan memfitnah, baik di depan maupun di belakang. Jangan menolak berbuat kebaikan. Barang siapa mematuhi semua itu, ia mendapatkan surga, dan kalau ada yang mengecoh, maka soalnya kembali kepada tuhan. Tuhan berkuasa menyiksa, juga berkuasa mengampuni segala dosa. Bai’at pertama ini terjadi pada tahun 621 yang diikuti oleh sekitar 12 orang penduduk Yatsrib. Haikal, Hayât Muhammad, h. 167. 78 Pada tahun 622 M, bai’at kedua ini jumlahnya praktis bertambah terdiri dari tujuh puluh lima orang, tujuh puluh pria dan dua orang wanita, Ikrar ini lebih dikenal dengan Bai’at Aqabah Kedua. Lihat: Haikal, Hayât Muhammad, h. 169. 79 Adzîm Muhammad, At-Takhtit al-Hijrah ….., h. 54. 77

61

banyak dan belum dapat dipastikan ke mana arahnya, tempat yang sukar dilalui, serta kering dari air dan perbekalan. Masalah-masalah tersebut akan dapat menjadikan bumerang dalam tercapainya hijrah. Akan tetapi, Rasulullah saw. memandangnya sebagai variabel positif yang dapat disiasati dan mendatangkan keuntungan. Luasnya padang pasir, jalan yang penuh simpang, dan banyaknya tempat berguna dan membantu proses persembunyian. Banyaknya jalan juga berguna untuk mengelabui musuh dan memperlemah semangat mereka dalam mengejar orang-orang yang berhijrah.80 2. Mempelajari peluang. Peluang merupakan sarana pembuat langkah untuk mencapai tujuan. Perencanan yang baik akan berupaya beranjak dari situasi umum menuju situasi terarah dengan memanfaatkan segenaf peluang.81 Segenap potensi ini dapat kita bagi menjadi kelompok-kelompok kecil sebagai berikut: a. Peluang khusus. Peluang khusus ini adalah seputar kelebihan yang dimiliki oleh Rasulullah saw. Hal ini merupakan salah satu indikator dalam keberhasilan strategi. Di antara kelebihan yang dimiliki oleh Rasulullah tersebut antara lain: 1. Berpikir realistis dan logis serta mempunyai rambu-rambu yang jelas dalam proses pengambilan keputusan. 2. Mampu melihat masalah secara menyeluruh, tanpa terpaku pada bagian tertentu. 3. Mampu mengolah pikiran ke dalam sebuah pola pikir yang jelas dan dapat dipahami orang lain. 80 81

Adzîm Muhammad, At-Takhtit al-Hijrah ….., h. 55. Adzîm Muhammad, At-Takhtit al-Hijrah ….., h. 56.

62

4. Mampu menghadapi hal-hal yang rumit dan berpartisifasi aktif dalam situasi informasi yang kurang begitu akurat. 5. Memiliki semangat yang keras, teguh memegang prinsip, mau menderita, dan yakin terhadap pertolongan Allah.82 Di sisi lain, Abbâs Muhammad al-‘Aqqâd menyinggung potensi-potensi khusus ini dalam bukunya ‘Abqariyât Muhammad dalam sub-judul ‘Abqariyât adDâ ’î bahwa Muhammad dilengkapi dengan perangkat-perangkat yang sangat diperlukan dalam mewujudkan keberhasilan sebuah risalah agung dari sekian risalah yang mampu menghunjam dalam sejarah. Keterampilan berbahasa yang lancar dan jelas, kepiawaian merekatkan hati, sangat yakin dengan dakwahnya dan optimis terhadap keberhasilan dakwahnya.83 Rasulullah bukanlah orang yang pertama yang melakukan hijrah untuk menegakkan dan menolong gerakan dakwahnya. Akan tetapi, hijrah merupakan perbuatan yang telah dilakukan oleh mayoritas para Nabi terdahulu. Perjalanan hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah penuh dengan tantangan. Terbukti dengan kendala yang dihadapi beliau ketika meninggalkan Mekkah menuju kota Madinah. Pada tahun dimana Rasulullah saw. dan umatnya mengalami berbagai tekanan dan penindasan dari kaum Quraisy demi mempertahankan agama dan keyakinannya, mereka rela mati dan bertahan untuk melawan. Berbagai kejadian-kejadian sebelum hijrah ke Madinah di antaranya; tahun kesedihan, Isra dan Mi’raj, hijrah ke Thaif, 82

Adzîm Muhammad, At-Takhtit al-Hijrah ….., h. 56. ‘Abbâs Mahmûd al-Aqqâd, ‘Abqariyah Muhammad, yang disadur dari buku “ Strategi Hijrah Prinsir-prinsip Ilmiah dan Ilham Tuhan” oleh Ahmad Abdul Adzim Muhammad, (Solo: Tiga Serangkai, 2004), Cet. I, h. 37. 83

63

perjanjian aqabah pertama dan kedua. Baru pada tahun 622 M terpancar sinar yang cerah dalam pengembangan dakwah dimana lebih dari 70 Muslimin penduduk Yatsrib datang ke Mekkah untuk berhaji. Sesampainya di Mekkah, mereka menjalin hubungan dengan Nabi saw. Secara sembunyi-sembunyi mereka bertemu di bukit Aqabah dan melaksanakan bai’at aqabah kedua (al-Bai’ah al-Kubra). Ketika Nabi telah menerima bai’at dari beberapa orang Anshar, beliau merasa bahwa kaum Muslimin untuk segera berhijrah. Karena itu, ia memerintahkan kaum Muslimin untuk segera berhijrah. Untuk itu, beliau bersabda: “ Sesungguhnya Allah telah menyediakan buat kamu saudara (pelindung) dan tempat hijrah yang aman (Yatsrib)” . Ibn Ishaq berkata bahwa ketika Allah swt. telah mengizinkan Nabi berperang, kaum Anshar masuk ke dalam Islam. Pada tahun ke-11 kenabian, persiapan untuk mengembangkan Islam di Yatsrib (sekarang Madinah) memasuki babak permulaan. Pada musim haji, ketika duduk di dekat Aqabah (bukit atau tugu antara Mina dan Mekkah), Nabi saw. bertemu dengan enam orang dari suku Khazraj.84 Rasulullah membacakan al-Qur’an kepada mereka. Setelah mendengarkan ajaran Rasulullah saw., mereka menyatakan dirinya masuk ke dalam agama Islam. Perjanjian ini lebih dikenal dengan bai’at pertama (lebih dikenal dengan bai’at an-nisâ ’).85 Pada tahun selanjutnya, tepatnya tahun ke-12 kenabian,

84

Abû Muhammad ‘Abd Mâlik Ibn Hisyâm al-Maafiri, Sirah Ibn Hisyam, (Cairo: Muassasah Dâr-al-Hadîts, 1996), Cet I, Juz II, h. 39. 85 Bai’at tersebut dinamai baiat an-nisâ ’ karena baia’t tersebut berisi untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah, baik di depan atau di belakang, dan jangan menolak berbuat kebaikan. Barang siapa yang mematuhi semua itu ia akan mendapatkan kebaikan serta pahala sorga, dan kalau ada yang mngecoh, maka soalnya kembali kepada tuhan. Tuhan berkuasa menyiksa, juga berkuasa mengampuni segala dosa. (Lihat: Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, h. 168).

64

datang dua belas orang lainnya (10 orang dari suku Khazraj dan 2 orang dari suku Aus). Mereka itu bertemu dengan Nabi di Aqabah dan di tempat inilah mereka menyatakan ikrar atau berjanji kepada Nabi (yang dikenal dengan Iqrâr Aqabah). Ketika para sejarawan mengamati peristiwa-peristiwa yang ada dalam sejarah kenabian, khususnya persoalan hijrah, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh langkah beliau diawali oleh suatu perencanaan yang matang dan dengan sasaran yang jelas. Abu Bakar jauh-jauh hari sudah ingin berangkat hijrah ke Madinah seperti kaum Muslimin yang lain. Tidak mengherankan kalau ia meminta izin kepada Rasulullah saw. tetapi beliau tidak memberi izin kepadanya dengan berkata kepada Abu Bakar, “Wahai Abu Bakar, tidak usahlah terburu-buru karena barangkali suatu saat Allah memilihkan untukmu sahabat yang cocok”.86 Rasulullah saw. dalam perencanaan hijrah ini tidak pernah berhenti berfikir untuk menentukan kapan bisa berhijrah. Oleh karena itu, beliau senantiasa menanti izin dari Allah. Bbegitu perintah hijrah telah tiba, beliau langsung membuat semacam khitthah (garis perjuangan) dengan cermat kemudian melaksanakannya dengan seksama. Hal tersebut diawali dengan mendatangi Abu Bakar di rumahnya. Beliau juga mendapati kedua putrinya Aisyah dengan Asma. Beliau berkata kepada Abu Bakar tolong keluargamu suruh masuk sebentar! Abu Bakar menjawab “Ya Rasulullah, mereka bukan siapa-siapa, mereka adalah keluargamu sendiri!’ setelah itu beliau berkata, ”Sesungguhnya aku barusan mendapatkan izin dari Allah untuk 86

Muhammad ‘Abdul Qadîr Abû Fâris, Fî Zhilâl as-Sîrah Nabawiyyah, yang diterjemahkan oleh F.B. Marjan dengan judul Hijrah Nabawiyyah Menuju Komunitas Muslim, (t.tp: Citra Islami Press, 1997), h. 51. Imaduddin Abû al-Fidâ Isma’îl Ibn ‘Umar Ibn Katsîr al-Quraisy ad-Dimasyqi, AlBidâyah wa an-Nihâyah, Juz II, h. 206.

65

berhijrah.” Abu Bakar bertanya, “ Apakah aku boleh menemanimu?, Beliau menjawab, “ Ya, boleh …!” . Setelah beliau membuat perencanaan bersama Abu Bakar kemudian Rasulullah dan sahabatnya keluar menuju Gua Tsur87 yang terletak di sebelah selatan kota Mekkah. Beliau dan Abu Bakar tinggal selama tiga hari di gua tersebut. Pada perjalanan Nabi di malam keempat, Ali mengirim tiga ekor unta bersama seorang pemandu jalan bernama Abdullah Ibn Uraiqat. Perjalanan yang harus ditempuh Nabi Muhammad saw. ± 400 km. Untuk menempuh jarak itu, di bawah terik musim panas, diperlukan rencana yang tepat. Lagipula mereka takut bertemu dengan orang yang mungkin akan melapor kepada kaum kafir Quraisy. Jadi, mereka mengadakan perjalanan pada waktu malam hari dan istirahat pada waktu siang.88 Selama dalam perjalanan, jejak mereka pernah tertangkap oleh Suraqah bin Malik. Ia sangat tergiur untuk memperoleh hadiah 100 ekor unta. Karena berhasrat untuk mendapatkan hadiah menangkap Nabi bagi dirinya sendiri, ia mengatakan kepada kaum Quraisy bahwa yang dilihatnya itu adalah orang lain. Ia lalu pulang mempersenjatai diri dan mengejar Nabi hingga ke tempat istirahatnya.

87

Gua yang terlekak di dataran kota Mekkah, terletak di Jabal Tsûr, yaitu kira-kira 4 km sebelah selatan Masjid al-Haram. Tingginya dari permukaan air laut ialah 748 m, sedangkan dari permukaan tanah sekitar 458 m. Adapun Gua Tsûr tingginya sekitar 1,5 m dengan panjang dan lebarnya berkisar 3,5 m X 3,5 m. Gua tersebut memiliki dua pintu, yaitu di sebelah barat dan satu lagi di sebelah timur. Pintu yang di sebelah barat itulah yang digunakan masuk oleh Nabi saw. yang tingginya kira-kira 1 m. Sedangkan pintu sebelah timur, walaupun lebih luas, sengaja dibuat untuk memudahkan orang keluar masuk gua. Untuk mendaki sampai ke puncak Jabal Tsûr ini diperlukan waktu sekitar 1,5 jam. Di tempat inilah Nabi dan Abu Bakar bersembunyi ketika hendak hijrah dari Mekkah dari Madinah. Gua tersebut sangat masyhur, dan goa tersebut diabadikan dalam al-Qur’an pada surat at-Taubah ayat 40. (Lihat: al-Mubârakfûrî, Târîkh Makkah al-Mukarramah, (t.tp.: Dâr-asSalâm an-Nasyr wa al-Tawzi’, 2002), h. 96. Lihat juga: Muhammad Ilyâs ‘Abd al-Ghanî, Târîkh Makkah al-Mukarramah, (Madinah Munawwarah: t.p., 2003), h. 131-132. 88 Ibn Hisyâm, op.cit., h. 284.

66

Atas kuasa Allah, Suraqah terjatuh dari kuda dan menghempaskannya ke tanah. Suraqah sadar bahwa tangan Ilahi berperan dalam kejadian ini akibat dari niat jahatnya kepada Nabi. Karena itu, ia menghadap Nabi dan memohon maaf, dan bersedia memberikan apapun yang Nabi minta. Nabi hanya menjawab, “ Saya tidak menghendaki apa-apa dari anda ” . Nabi mengatakan kepadanya, “ Kembalilah dan yakinkan kepada yang lain supaya tidak memburu kami” . Karena itu, kepada siapa saja yang dijumpainya, Suraqah mengatakan bahwa tak ada jejak Muhammad di rute tersebut.89 Masyarakat Yatsrib setelah mendengar lolosnya Nabi dari kota Mekkah, mereka menunggu kedatangan Nabi. Akhirnya, Nabi sampai di suatu tempat yang dikenal dengan nama Quba, kira-kira tiga mil dari Yatsrib. Hampir seluruh sejarawan sependapat bahwa Nabi sampai di Quba pada hari Senin. Di sini ia tinggal beberapa hari sebelum melanjutkan perjalanan ke Yatsrib pada hari Jum’at. Namun mengenai tanggal masuk beliau ke Quba ini terdapat beberapa pendapat. Menurut sebagian sejarawan, Nabi Muhammad saw. sampai di Quba pada tanggal 12 Rabi’ul Awal. Tetapi menurut tabel perbandingan antara kalender Hijriyah dan Masehi, 12 Rabiul Awal jatuh pada hari Jum’at. Bila kita sependapat bahwa Nabi sampai di Quba pada hari Senin, maka hari tersebut bertepatan dengan tanggal 8 Rabiul Awal. Nabi Muhammad saw. tiba di Yatsrib pada hari Jum’at, 12 Rabiul Awal tahun 1 H.90

89 90

Ja’far Subhâni, The Message, h. 210. Madjid ‘Ali Khân, Muhammad The Final Mesenger, h. 145.

67

D. Hikmah Hijrah a. Momentum Hijrah Setiap perbuatan pasti dilandasi motif-motif tertentu yang mendorong lahirnya perbuatan tersebut. Terdapat banyak alasan yang akhirnya mewujudkan niat dalam tindakan. Apalagi bila dikaitkan tindakan Rasulullah memperbolehkan kaum Muslimin berhijrah, pasti ada alasan yang melatarbelakangi tindakan tersebut. Ancaman, siksaan dan cemohan yang diterima kaum Muslimin Mekkah setiap hari tidak membuat keimanan mereka luntur, malah semakin kuat, keras dan kokoh keimanan dan keyakinan mereka tentang Islam. Sebagian orang memprediksikan bahwa hijrah adalah manifestasi ketidakmampuan kaum Muslimin Mekkah menghadapi ancaman dan tekanan kaum kafir Quraisy. Pemboikotan tekanan baik secara fisik maupun mental dan materi bertubi-tubi dilancarkan kepada kaum Muslimin, Hal ini dipandang sebagai satu-satunya alasan yang melatarbelakangi peristiwa hijrah dari Mekkah ke Madinah. Anggapan lain disinyalir oleh Muhammad Abdullah al-Khatib dalam bukunya

“ Makna Hijrah Dulu dan Sekarang” bahwa orang-orang yang menganut aliran materialisme menyangka bahwa hijrah dilandasi alasan mencari keuntungan materi.91 Peristiwa hijrah ini selain didasari oleh suatu tekanan terhadap kebebasan melaksanakan dan mengaplikasikan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah, juga memiliki hikmah yang terselubung di balik peristiwa itu, apalagi dikaitkan dengan

91

Muhammad Abdullah al-Khatib, Makna Hijrah Dulu dan Sekarang, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995 ), Cet I, h. 46.

68

ayat–ayat yang turun dalam kurun waktu dua periode yang berbeda yaitu dari periode Makkiyah dan periode Madaniyah. 1. Hikmah Periode Makkiyah dan Turunnya Ayat-Ayat Aqidah Berdakwah kepada Allah di dalam masyarakat Mekkah sangatlah penting dan sulit. Para missionaris agama Masehi dan negaranya telah berusaha sekuat tenaga selama bertahun-tahun untuk menjauhkan bangsa Arab dari Ka’bah. Lalu mereka mendirikan sebuah gereja yang sangat besar di kota Yaman untuk menandingi kedudukan al-Haram. Disusul kemudian oleh Abrahah yang bergerak bersama bala tentara gajahnya untuk menghancurkan Bait al-‘Atiq. Namun, Allah menggagalkan usahanya beberapa jengkal sebelum tiba di kota Mekkah, hingga upayanya berakhir dengan sia-sia. Dengan adanya peristiwa tersebut, kesucian Ka’bah semakin bertambah. Demikian pula kedudukan orang-orang Quraisy di dalam jiwa bangsa Arab. Negara Arab sebelumnya belum pernah memiliki kesiapan menerima berbagai petunjuk agama, kesatuan politik ataupun kebangkitan nasionalisme. Di sana tidak pernah terdapat sesuatu pun yang merasa mampu mempersiapkan negeri itu untuk menerima berbagai upaya bantuan yang ditransfer dari negeri Mesir dan Syiria. Pasalnya, yang menjadi dasar bangsa Arab pada saat itu adalah berhala yang sangat mendalam yang memancangkan kedua kakinya sepanjang lintasan tahun dan berdiri kokoh tanpa tergoyahkan oleh sesuatu pun. Sementara itu kaum Quraisy menganggap Ka’bah dan berhala sebagai sumber kekayaan, kenikmatan dan kekuasaannya. Karena kedua hal itulah yang memberikan

69

dorongan kuat kepada mereka di dalam kehidupan. Mereka tidak pernah mengizinkan pembawa kitab tinggal di kota Mekkah kecuali hanya menjadi pelayan yang tidak boleh membicarakan persoalan agama yang dibawanya sebagaimana halnya mereka menggagalkan agenda pembebasan yang muncul beberapa saat sebelum masa pengutusan Rasulullah dan mengingkari penghambaan terhadap berhala-berhala. Kemudian masyarakatnya berpencar ke berbagai negara dan mengikuti ajaran alhanif yang masih merupakan sempalan ajaran Ibrahim. Rasulullah saw. memulai dakwahnya dengan mendirikan shalat secara terangterangan di dalam Ka’bah, mengajak kaum Quraisy untuk menyembah Allah dan membacakan ayat-ayat al-Qur’an yang telah diturunkan di kalangan sebagian para pemukanya. Di hari pertama, yang mempercayai dakwah beliau hanya terbatas pada orang-orang yang paling akrab dengannya, seperti istrinya, pengasuhnya dan sahabatsahabatnya. Tidak seorang pun di antara mereka yang merasa ragu-ragu untuk mempercayainya dan mempercayai ajaran yang dibawanya, seakan-akan mereka kembali berada dalam suasana dakwah. Pada saat itu, para pemuka Mekkah melihat bahwa apa yang terdapat di dalam dakwah dan al-Qur’an sangat membahayakan akidah, kedudukan dan martabat mereka. Karena itu mereka mulai menggalang perlawanan terhadap Rasulullah, menentang dakwah yang diserukannya dan menghalang-halangi jalan menuju Allah. Sejak semula mereka telah membatasi ruang gerak al-Qur’an sebagai manhaj dakwah dan da’i pada masa kini.

70

Landasan pertama yang dititikberatkan Rasulullah pada periode Mekkah adalah pembetukan aqidah. Persoalan aqidah merupakan pilar utama agama Islam yaitu: iman kepada Allah, iman kepada malaikat, kitab-kitab suci yang diturunkan Allah, para rasul utusan Allah dan percaya kepada hari kemudian (akhirat) serta iman terhadap qadar baik dan buruk.92 Setelah Rasulullah menerima wahyu pertama (6 Agustus 610 M) sebagai lambang dari pelantikan menjadi rasul, beliau kemudian menjalankan dakwah Islamiyah secara diam-diam sebagai langkah perdana mempersiapkan umat Islam. Seluruh usaha yang dilakukan oleh Rasulullah tak luput dari berbagai rintangan yang berat, sehingga pada tahap pertama ini beliau melakukan persiapan dalam bidang mental dan moral. Beliau mengajak manusia untuk: 1) Mengesakan Allah, 2) Mensucikan dan membersihkan jiwa dan hati, 3) Menguatkan barisan serta meleburkan kepentingan diri pribadi ke dalam kepentingan jamaah.93 Orang yang mula-mula didakwai oleh beliau adalah keluarga dan para sahabat yang dipercayai.

“ Maka serahkanlah (Ya Muhammad) kepada-ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (al-Qur ’an). Nanti kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui, dan aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencanaku amat teguh.” Kendati para pemuka kaum sudah berusaha keras menggalang perlawanan terhadap dakwah dengan cara menyiksa dan menyakiti orang-orang yang beriman, Muhammad Ibn Shâlih al-Utsaimin, ‘Aqîdah Ahlu Sunnah wa al-Jamâ ’ah, Departemen Urusan Keislaman, Wakaf, Dakwah dan Bimbingan Islam alihbahasa Moeslim Aboud Ma’ani 2000), h. 9. 93 A. Hasjmi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Penerbit PT. Bulan Bintang, t.th), Cet. V, h. 47. 92

71

namun tidak berpengaruh besar terhadap al-Qur’an dan kepribadian Rasulullah saw. Hikmahnya tidak menyusup ke dalam rumah-rumah mereka, menyebar luas di antara mereka dan hamba sahayanya. Hal ini tentu saja merupakan pukulan yang keras bagi kegelisahan yang selama ini dideritanya dan mereka berharap bisa menjalin kesepakatan dengan beliau hingga dapat mendekatkan beliau kepada mereka dan mulai mengadakan tawar-menawar. Namun, al-Qur’an memperingatkan beliau agar bersikap waspada terhadap berbagai upaya yang mereka lakukan.

“ Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)” . Ketika Rasulullah sedang bertawaf di sekitar Ka’bah, al-Aswad ibn alMutthalib, al-Walid Ibn Mughîrah, Umayyah Ibn Khalaf dan al-Âsh Ibn Wail, yang merupakan orang-orang yang memiliki pengaruh besar di kalangan kaumnya, memberikan penawaran kepada beliau. “Wahai Muhammad, kemarilah! Kami akan menyembah apa yang kamu sembah dan engkau menyembah apa yang kami sembah. Kami akan ikut serta bersamamu dalam berbagai macam persoalan. Jika apa yang kamu sembah memang lebih baik dari apa yang kami sembah, berarti kami telah mengambil (melaksanakan) nasib kami darinya. Jika apa yang kami sembah lebih baik dari apa yang kamu sembah, berarti engkau telah mengambil (melaksanakan) nasibmu darinya, “ ujar mereka. 2. Hikmah Periode Madaniyah dan Turunnya Ayat-Ayat Hukum, Sosial dan Kemasyarakatan

72

Allah swt. memberikan hikmah yang sangat besar dengan dipilihnya Madinah sebagai tujuan hijrah Nabi serta markas dakwah. Madinah adalah yang telah dipersiapkan oleh Allah swt. penduduknya sangat mulia, serta berbagai rahasia di dalamnya yang tak ada yang dapat mengetahui kecuali Allah swt.94 Periode Madaniyah sangat berbeda dengan masa Makkiyah. Masa Madaniyah yang notabene merupakan masa kecemerlangan dan kejayaan umat Islam dimulai ketika hijrahnya Rasulullah saw. dari Mekkah ke Madinah dengan membawa harapan baru terhadap ajaran Islam, yaitu setelah melalui perjuangan yang sangat panjang sehingga Rasulullah berhasil membangun suatu komunitas masyarakat muslim dan membentuk negara Islam yang di dalamnya diatur oleh undang-undang yang bernuansa serta berasaskan Islam. Setelah terbentuk jamaah yang beriman kepada Allah, malaikat, kitab dan rasulnya, kepada hari akhir dan qadar baik dan buruknya, serta aqidah, mereka telah diuji oleh Allah swt. dengan berbagai cobaan dari orang musyrik dan ternyata dapat mempertahankan aqidah dan keyakinannya. Dengan agamanya itu, mereka berhijrah karena lebih mengutamakan apa yang ada di sisi Allah dari pada kesenangan hidup duniawi. Dari itu nampaklah membicarakan

hukum-hukum

ayat-ayat Islam

serta

Madaniyah

yang panjang-panjang

ketentuan-ketentuannya

mengajak

berijtihad dan berkorban di jalan Allah kemudian menjelaskan dasar-dasar perundang-undangan, meletakkan kaidah-kaidah kemasyarakatan, menentukan hubungan pribadi, hubungan internasional dan antar bangsa. Juga menyingkap aib

94

Shallabi, Sîrah an-Nabawiyyah, h. 432.

73

dan isi hati orang-orang munafik, berdialog dengan ahli kitab dan membungkam mulut mereka. Inilah ciri-ciri umum ayat-ayat al-Qur’an yang Madaniyah.95 Di sisi lain, keberadaan Rasulullah di Madinah dalam mengatur dan mengaktualisasikan hukum dan undang-undang Allah dilaksanakan dengan bebas dan mudah tanpa adanya suatu hambatan dan tekanan. Terbukti dengan adanya perdamaian antara suku-suku yang bertikai sejak lama di Madinah antara Aus dan Khazraj, diadakanya persaudaraan di kalangan Muslimin serta memberikan jaminan kebebasan beragama terhadap agama lain baik Yahudi maupun Nasrani,96 serta persahabatan Rasulullah dengan pihak Yahudi. Husein Haekal menambahkan bahwa dengan adanya langakah-langkah tersebut, Rasulullah merasa tenteram. Ini merupakan langkah politik yang bijaksana dan sekaligus menunjukkan adanya suatu perhitungan serta pandangan yang jauh. Baru nampak tentang arti semua ini bila dilihat segala daya upaya kaum munafik yang hendak menjerumuskan kaum Muslimin ke dalam peperangan antara Aus dan Khazraj dan antara Muhajirin dan Anshar. Akan tetapi, suatu operasi politik yang begitu tinggi dan yang menunjukkan adanya kemampuan luar biasa ialah apa yang telah dicapai oleh Muhammad dengan mewujudkan persatuan Yatsrib dan meletakkan dasar organisasi politiknya dengan mengadakan persetujuan dengan pihak Yahudi atas landasan kebebasan dan persekutuan yang amat kuat.97

Mannâ’ Khalîl al-Qatthân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur ’an, diterjemahkan oleh Drs. Mudzakir AS, dengan judul Studi Ilmu-Ilmu al-Qur ’an, (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 2001), Cet VI, h. 71. 96 Husein Haekal, Hayât Muhammad, h. 193. 97 Husein Haekal, Hayât Muhammad, h. 198. 95

74

Penggunaan istilah ayat Madani dalam al-Qur’an tidak terlepas dari kerja keras para ulama dalam menelusuri pengistilahan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, Syaikh al-Zarqani mengatakan pengistilahan tersebut tidak terlepas dari upaya para ulama dalam mengangkat perihal Madaniyah sebagai hal yang urgen dalam kajian ilmu-ilmu al-Qur’an. Sebagian ulama mengistilahkan ayat Madaniyah sebagai ayat-ayat yang turun di Madinah, di sisi lain ada yang berpendapat bahwa khitabnya hanya kepada penduduk Madinah. Adapun pendapat yang berbeda menyebutkan bahwa Madaniyah adalah ayat-ayat yang turun setelah hijrahnya Rasulullah ke Madinah; baik itu turunnya di Mekkah ataupun di Madinah.98 Ayat-ayat Madani memiliki ciri khas yang lebih menonjolkan ciri-ciri sosial kemasyarakatan dan penerapan undang-undang Islam sebagaimana yang disebutkan oleh Mannâ’ al-Khalîl al-Qatthân bahwa ketentuan, ciri khas dan temanya meliputi: 1. Setiap surah yang berisi kewajiban atau had (sanksi) tergolong Madaniyah. 2. Surat yang di dalamnya disebutkan orang-orang munafiq adalah madani kecuali surat al-‘Ankabût yang terbilang Makkiyah. 3. Surat yang terdapat di dalamnya dialog dengan ahli kitab adalah Madaniyah.99 Beliau menambahkan selain ketentuan di atas terdapat pula ciri khas tema dan gaya bahasa dapatlah diringkaskan sebagai berikut:

Muhammad al-Zarqânî, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur ’an, (Beirut: Maktabah alAshriyyah, 1422 H/2001 M), Juz I, h. 181. 99 Al-Qatthân, Mabahits …., h. 87. 98

75

a. Surat Madaniyah menjelaskan ibadah, muamalah, hudud,100 kekeluargaan, warisan, jihad,101 hubungan sosial, hubungan internasional; baik di waktu damai dan perang, kaidah hukum dan masalah perundang-undangan. b. Seruan terhadap ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani serta ajakan kepada mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki di antara sesama mereka. 4. Menyingkap perilaku orang munafik, menganalisa kejiwaannya, membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa ia berbahaya bagi agama. 5. Suku kata dan ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.102 Dari berbagai ciri khas tema di atas dapatlah disimpulkan bahwa surat Madaniyah secara global meliputi hukum sosial dan kemasyarakatan, yang intinya penerapan undang-undang Islam, mu’amalah, sanksi, dan selainnya terbukti dengan terciptanya stabilitas dalam periode Madinah. Mengamati kedua hikmah periode tersebut di atas merupakan hal yang sangat cocok untuk direnungkan, diamalkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dalam kehidupan berbangsa. Adapun point-point tersebut antara lain:

100

Al-Zarqânî, Manahil ….., h. 185. Al-Zarqânî, Manahil ….., h. 186. 102 Al-Qatthân, Mabâhits ….., h. 88. 101

76

1. Rasulullah saw. tidak pernah putus asa dan pesimis dalam menemukan jalan keluar dari berbagai kesulitan. Tekanan fisik, psikis, hambatan ekonomi dan sebagainya dihadapinya dengan sikap tabah, tawakkal serta siap berkorban. Tabah dan tawakkal kepada Allah swt. sangat penting artinya ketika sedang berjuang membangun kembali infra struktur sosial dan akhlak bangsa untuk keluar dari berbagai kesulitan di pelbagai bidang. 2. Ketika Rasulullah saw. mulai membangun masyarakat baru, ia telah mendamaikan dua kelompok masyarakat yang sedang bermusuhan di Madinah. Melalui pencerahan dan penyadaran yang dilakukan Rasulullah saw., kedua kelompok masyarakat itu berhasil didamaikan dan seterusnya menjalin persaudaraan

yang

kuat. Masyarakat

menjadi bersatu, kokoh berhasil

didayagunakan untuk mewujudkan masyarakat madani. Insan cinta persaudaraan dan persatuan tersebut amat relevan jika ditilik dari dimensi kekinian. Tanpa ikatan persaudaraan yang kuat dan persatuan yang kokoh, dapat dipastikan umat Islam tidak akan mampu maju ke depan. 3. Masyarakat yang dibangun oleh Rasulullah saw. merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan keyakinan agama. Untuk itu, langkah yang ditempuh Rasulullah saw. dalam membangun kerukunan antar umat beragama dituangkan dalam naskah kesepakatan bersama hingga kini yang dikenal dengan piagam Madinah. Keteladanan Rasulullah saw ini sangat patut di contoh dan dikembangkan untuk mengantisipasi disintegrasi sosial yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

77

4. Setelah kekuatan dan kekuasaan berada di bawah kendali Rasulullah saw, beliau mengampuni orang-orang yang meminta maaf atas kesalahannya kendati telah berusaha membunuhnya serta mengancam dan telah merancang strategi menghancurkan Islam.

78

2. Penanggalan Hijrah Suatu keputusan yang sangat luar biasa telah dilakukan oleh Umar Ibn Khattab sebagai khalifah. Di antara keputusan terpenting yang dilakukan beliau adalah penetapan penanggalan hijriyah sebagai perhitungan tahun Islam yang dipakai oleh seluruh penjuru dunia hingga sekarang. Hal ini dilakukan pada bulan Rabi’ul Awal 16 Hijriyah.103 Masalah tersebut terangkat ketika beliau mendapatkan surat naskah dari seseorang. Beliau mendapatkan perkataan Sya’ban pada naskah tersebut, maka timbul pertanyaan pada diri beliau apakah Sya’ban yang dimaksud adalah Sya’ban tahun ini atau tahun lalu.104 Untuk menghilangkan keraguan itu, beliau mengundang majelis permusyawaratan untuk menetapkan penanggalan tahun baru Islam serta mengumpulkan orang-orang dan bertanya kepada mereka tentang persolan tersebut. Dari hari apa kita menetapkannya? Berbagai usulan bermunculan di antaranya dengan menggunakan tahun Gajah sebagai awal perhitungan dalam sejarah peperangan orang-orang Arab.105 Ali yang hadir di situ mengusulkan agar penanggalan Islam dimulai pada saat hijrahnya Rasulullah saw. ke Yatsrib sewaktu beliau meninggalkan tanah musyrik. Maksudnya tanah Mekkah dan kaum kafir di sana sebelum penaklukan kota Mekkah.106 Waktu yang memberikan cahaya masa depan Islam yang dapat lebih leluasa dalam menetapkan dan menjalankan perintah agama yang jauh dari penindasan dan tindakan semena-mena dari kaum kafir ‘Abd Hakîm Afifi, Mausû’ah Alf Hadast al-Islâmi, (Lebanon: Awraq Syarqiyyah, 1997) (Telah dialihbahasakan oleh Irwan Kurmawan,Seribu Peristiwa dalam Islam), (Jakarta: PT Pustaka Hidayah, 2002), Cet. I, h. 79. 104 Shibli Nu’mani al-Faruq, Life of Omar the Great Second Chalipt of Islam, yang diterjemah dengan judul Umar al-Khattab yang Agung, h. 394. 105 Husein Haekal, h. 642. 106 Abd Hakim Afifi, Mausuah ……, h. 79. 103

79

Quraisy, era yang memulai kejayaan Islam serta terbentuknya negara Islam. Umar pun menyambut usulan tersebut dan menetapkan bahwa tahun baru Islam dimulai pada saat hijrahnya Rasulullah ke Madinah. Kejadian ini terjadi setelah menaklukkan kota Baitul Maqdis dan membangun Mesjid al-Aqsha di Palestina. Keputusan ini tidak dilakukan oleh Umar tanpa melibatkan sahabat-sahabat yang lain. Beliau mengundang seluruh sahabat, dan para tokoh

Islam untuk membicarakan

penanggalan tersebut sehingga dapatlah disimpulkan bahwa dengan tindakan yang dilakukannya mengindikasikan adanya sifat keterbukaan. Beliau menetapkan secara bersama atau musyawarah guna mendaptkan kata sepakat. Itulah salah satu ciri khas beliau dalam memimpin umat. Kalau ditelaah secara mendalam, sesungguhnya penetapan hijrah Nabi (yang terjadi pada bulan Rabi’ul Awal) sebagai dasar penentuan tahun baru Islam sangatlah tepat. Mengingat dakwah Islam mengalami perkembangan sangat pesat setelah terjadinya peristiwa tersebut. Maka tidak mengherankan manakala peristiwa hijrah merupakan entri point dan tonggak penting sejarah perkembangan Islam. Sayangnya, apresiasi umat Islam terhadap datangnya tahun baru Islam (hijriyah) tampak belum memadai dibandingkan dengan pergantian tahun Masehi yang disambut dengan gegap gempita. Sebagai tonggak penting dari perkembangan Islam, semestinya umat Islam menyambutnya dengan semarak dan semangat, sembari melakukan renungan (muhâsabah) atas apa yang telah dilakukannya selama kurun waktu satu tahun berlalu.

BAB III HIJRAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

A. Peran Hijrah dalam Al-Qur’an Hijrah memiliki posisi penting dalam ajaran agama Islam. Ia merupakan suatu pilar keberhasilan dalam mengembangkan dan memperluas lahan dakwah juga sebagai pijakan utama dalam menampilkan suatu kebenaran yang datangnya dari Allah swt. Jaminan keberhasilan hijrah itu didasari oleh desakan kekuatan dari dalam yang diikuti siraman keikhlasan akan melahirkan suatu titik keberhasilan dan jaminan keselamatan yang abadi dari sang pencipta. Al-Qur’an mengetengahkan posisi penting dalam hijrah ini sebagai upaya penyelamatan keimanan, menjaga keimanan serta membebaskan diri dari berbagai belenggu dan kesengsaraan yang mengakibatkan hinaan dan intimidasi dan selanjutnya berujung kepada tekanan-tekanan moral dan materil. Keimanan yang dimiliki oleh Muhajirin tak terpengaruh oleh berbagai tindakan intimidasi yang pada akhirnya membuktikan keimanannya dengan rela meninggalkan segalanya demi mempertahankan keyakinannya. Pengalaman pahit yang dihadapi mereka tak akan berakhir jika mereka tidak meninggalkan tempat dimana mereka dilahirkan, dibesarkan yaitu pindah dan berjuang dalam rangka mencari nilai keimanan yang benar serta mengharap ridha Allah swt.

85

82

Keberhasilan posisi dan strategi hijrah menurut kondisi waktu merupakan suatu keajaiban. Ia telah merealisasikan berbagai sarana. Sasaran yang dicapainya menunjukkan bahwa hijrah memang pantas dianggap sebagai titik awal bagi sejarah Islam, apalagi didasari dan dimotori oleh dorongan al-Qur’an yang memberikan motivasi penuh demi tercapainya suatu keberhasilan dalam tatanan dunia baru serta merealisasikan nilai-nilai kandungan al-Qur’an. Semua elemen yang ada dalam alQur’an yang merupakan perangkat keberhasilan harus senantiasa diperhatikan dan ditanamkan dalam hati sebagai pondasi keyakinan sehingga mampu berdiri kokoh dalam segenap dimensi ruang dan waktu. a. Peran Hijrah dalam Menanamkan Jiwa Sabar Merealisasikan jiwa yang sabar dalam melaksanakan hijrah merupakan nilai utama dan tonggak dasar untuk meraih keberhasilan. Tanpa didasari jiwa tersebut, seorang muhajir tidak akan sanggup merealisasikan hijrah yang sesungguhnya, yaitu hijrah yang didasari karena Allah, menolong agama yang mereka yakini kebenarannya serta diawali pula kesabaran besar dalam menghadapinya. Keteguhan hati serta konsisten terhadap niat yang lahir dalam hati akan membawa kepada kesejahteraan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Hijrah sesungguhnya dalam Islam memiliki tempat dan posisi mengagungkan. Lahan dan tempatnya sangat signifikan dalam al-Qur’an. Al-Qur’an telah memerintahkan dengan lafadz dan gaya bahasa tertentu, bentuk kata yang berbedabeda serta uslub yang beragam. Dari satu sisi dengan bentuk perintah yang tegas, di

83

sudut lain berbentuk berita, dan kadang berupa janji serta ancaman. Hal tersebut adalah bukti tentang perhatian al-Qur’an tentang masalah hijrah dan penegasannya. Sabar merupakan salah satu posisi pilar dalam hijrah yang diketengahkan alQur’an karena merupakan elemen serta rangkaian yang dapat memacu keberhasilan dalam berhijrah. Kesabaran merupakan bekal utama seorang muhajir dalam menghadapi fitnah dan tekanan-tekanan yang terjadi sebelum melakukan hijrah yang juga akan menjadi nilai utama keberhasilan. Allah swt berfirman:

‫ﺎ ﻏَﻔُﻮﺭ‬‫ﺪِﻫ‬‫ﻌ‬‫ ﻣِﻦ ﺑ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﻭﺍْ ﺇِﻥ‬‫ﺮ‬‫ﺒ‬‫ﺻ‬‫ﻭﺍْ ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ ﺟ‬‫ﻮﺍْ ﺛُﻢ‬‫ﺎ ﻓُﺘِﻨ‬‫ﺪِ ﻣ‬‫ﻌ‬‫ﻭﺍْ ﻣِﻦ ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﻫ‬‫ ﻟِﻠﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ ﺇِﻥ‬‫ﺛُﻢ‬ ‫ﺣِﻴﻢ‬‫ﺭ‬ Artinya: Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S. an-Nahl [16]:110). Al-Mubârakfûrî mengatakan bahwa ini merupakan bukti tentang orang-orang yang lemah (mustadh’afîn) yang menetap di kota Mekkah, yang dihina dan dikucilkan oleh kaumnya lalu diuji oleh berbagai fitnah, kemudian dengan keadaan ikhlas mereka hijrah meninggalkan negeri, keluarga dan seluruh harta kekayaan mereka, mencari dan mengharap ridha Allah, ampunan-Nya, lalu bergabung di jalan orang-orang beriman, berjuang (mempertahankan keyakinan mereka) di tengahtengah orang-orang kafir, lalu sabar dalam setiap keadaan, selain jaminan keselamatan atas mereka juga ampunan akan diraih di sisi-Nya.1

1

Shafiyyu al-Rahman al-Mubârakfûrî, al-Mishbâh al-Munîr fî Tahdzîb Tafsîr Ibn Katsîr (Saudi Arabia: Dâr as-Salâm li an-Nasyr wa al-Tawzi’, 1999), h. 747.

84

Kesabaran adalah wasiat dari Allah swt. untuk seluruh Rasul-rasul-Nya dan merupakan wasiat untuk para mukmin yang disampaikan melalui rasul-Nya sebab tidak mungkin dakwah akan terealisasi kecuali ditunjang oleh kesabaran. Sabar merupakan perisai dan senjata, tempat berlindung, perjuangan jiwa, dorongan syahwat dari berbagai penyimpangan-penyimpangan yang menghancurkan sendisendi kehidupan. Kesabaran juga merupakan perjuangan melawan musuh-musuh yang tujuannya menghancurkan sarana dakwah yang meliputi tekanan dan tipu daya serta intimidasi. Semuanya ini tidak akan dapat ditekan dan dihancurkan kecuali dengan kesabaran.2 Kalau diamati secara saksama maka kesesuaian hijrah dan sabar tidak dapat dipisahkan seperti yang disebutkan pada ayat di atas. Pasalnya, manusia ketika hijrah meninggalkan keluarga dan seluruh hal yang berkaitan dengan duniawi. Mereka harus didukung oleh kesabaran sebab manusia diibaratkan sebagai musafir dimana dalam perjalanannya ditemukan berbagai hal yang mengganggu serta dihadang oleh berbagai kendala yang suatu saat akan menenggelamkan jikalau tidak dihadapi dengan kesabaran. Kesabaran manusia memiliki batas kewajaran yang harus diperhatikan. Jikalau tekanan dan intimidasi serta penganiayaan sudah mengarah kepada ancaman jiwa dan keimanan, maka harus dicari solusi tepat sehingga ancaman tersebut dapat selamat dari berbagai bentuk kerusakan serta mencari sarana lain sehingga kekurangan-kekurangan yang ada dapat terhindarkan, apalagi menyentuh batas

2

Sayyid Quthub, Fî Zhilâl al-Qur ’ân, Juz VI, h. 3747.

85

kewajaran di dalam melaksanakan kewajiban dalam hidup, kewajiban dalam berdakwah kepada Allah swt. Hal tersebut didasari oleh karena hijrah merupakan perjuangan di jalan Allah swt sekaligus sebagai panji untuk membebaskan manusia dari berbagai tindakan intimidasi dan tekanan umat kafir dan fasiq di kota Mekkah, dan jalan yang kokoh yang seharusnya ditingkatkan dalam gerakan pertahanan dalam Islam.3 Hijrah memiliki makna global yang berarti juga sebagai hijrahnya jiwa orangorang mukmin dari seluruh dosa-dosa yang dilakukan menuju petunjuk, taqwa, perbaikan diri serta kesabaran dalam menghadapi berbagai cobaan. Atas dasar itu, seorang mukmin juga hijrah (meninggalkan) seluruh apa yang dilarang oleh Allah swt. sebagaimana sabda Rasulullah:

‫ ﻋﻨﻪ‬‫ﺍﳌﻬﺎﺟﺮ ﻣﻦ ﻫﺠﺮ ﻣﺎ ﳖﻰ ﺍ‬ Artinya : Muhajir adalah orang yang meninggalkan (hijrah) apa yang dilarang oleh Allah.4 Keutamaan sabar di dalam al-Qur’an memiliki posisi penting sebagaimana yang diutarakan oleh Imam al-Razî. Allah swt. menyebutkan kata-kata sabar dengan panggilan yang terpuji, dimana penyebutannya dalam al-Qur’an lebih dari tujuh puluh kali di beberapa tempat, antara lain disandarkan banyak kebaikan serta di dalam menegakkan kebenaran sebagaimana firman Allah swt:

Ahzâmi Samîun Jazûli, Al-Hijrah fî al-Qur ’ân al-Karîm, h. 45. Lihat: Shahîh Bukharî, (Kitâb al-Imân No. 10), (Kitâb al-Riqâq No. 6484), Abû Dâûd, (Kitâb al-Jihâd, No. 2481), (Sunan an-Nasâî, No. 2481), (CD Room. Kutub Tis’ah) 3

4

86

‫ﻮﻥ‬‫ﻮﻗِﻨ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﺎﺗِﻨ‬‫ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﺑِﺂﻳ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺒ‬‫ﺎ ﺻ‬‫ﺮِﻧَﺎ ﻟَﻤ‬‫ ﺑِﺄَﻣ‬‫ﻭﻥ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﺔً ﻳ‬‫ ﺃَﺋِﻤ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺎ ﻣِﻨ‬‫ﻠْﻨ‬‫ﻌ‬‫ﺟ‬‫ﻭ‬ Artinya: Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar. (Q.S. as-Sajadah [32]: 24) Dan firman Allah:

ُ‫ ﺔ‬‫ ﻛَﻠِﻤ‬‫ﺖ‬‫ﺗَﻤ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﺎ ﻓِﻴﻬ‬‫ﻛْﻨ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﺑ‬‫ﻬ‬‫ﻐَﺎﺭِﺑ‬‫ﻣ‬‫ﺽِ ﻭ‬‫ﺎﺭِﻕَ ﺍﻟْﺄَﺭ‬‫ﺸ‬‫ ﻣ‬‫ﻔُﻮﻥ‬‫ﺘَﻀْﻌ‬‫ﺴ‬‫ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻡ‬‫ﺎ ﺍﻟْﻘَﻮ‬‫ﺛْﻨ‬‫ﺭ‬‫ﺃَﻭ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻣ‬‫ﻗَﻮ‬‫ ﻭ‬‫ﻥ‬‫ﻮ‬‫ﻋ‬‫ ﻓِﺮ‬‫ﻊ‬‫ﻨ‬‫ﺼ‬‫ ﻳ‬‫ﺎ ﻛَﺎﻥ‬‫ﻧَﺎ ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﻣ‬‫ﺩ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺒ‬‫ﺎ ﺻ‬‫ﺍﺋِﻴﻞَ ﺑِﻤ‬‫ﺮ‬‫ﻨِﻲ ﺇِﺳ‬‫ﻠَﻰ ﺑ‬‫ﻰ ﻋ‬‫ﻨ‬‫ﺴ‬‫ ﺍﻟْﺤ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬

‫ﻮﻥ‬‫ﺮِﺷ‬‫ﻌ‬‫ﻳ‬

Artinya: Dan telah sempurnalah perkatahan tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka ” . (Q.S. al-A’râf [7]: 137). Begitu pula janji Allah swt. yaitu bersama mereka sebagaimana firman-Nya:

‫ﺎﺑِﺮِﻳﻦ‬‫ ﺍﻟﺼ‬‫ﻊ‬‫ ﻣ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻭﺍ ﺇِﻥ‬‫ﺒِﺮ‬‫ﺍﺻ‬‫ﻭ‬ Artinya: Bersabarlah sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. (Q.S. al-Anfâl [8]: 46) Janji pertolongan bagi yang sabar sebagaimana firman-Nya:

ِ‫ﻠَﺎﺋِﻜَﺔ‬‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﺍﻟَﺎﻑٍ ﻣِﻦ‬‫ﺔِ ﺀ‬‫ﺴ‬‫ ﺑِﺨَﻤ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﻛُﻢ‬‫ﺪِﺩ‬‫ﻤ‬‫ﺬَﺍ ﻳ‬‫ ﻫ‬‫ﺭِﻫِﻢ‬‫ ﻓَﻮ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺄْﺗُﻮﻛُﻢ‬‫ﺗَﺘﱠﻘُﻮﺍ ﻭﻳ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺒِﺮ‬‫ ﺗَﺼ‬‫ﻠَﻰ ﺇِﻥ‬‫ﺑ‬ ‫ﻣِﲔ‬‫ﻮ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬ Artinya: ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertaqwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.” (Q.S. Ali ‘Imrân [3]: 125).5

5

Al-Râzi, Tafsîr al-Kabîr, (Beirut: Dâr al-Ihyâ’ al-Turâts, t.th), Cet. III, Juz IV, h. 152.

87

Begitu pula hubungan hijrah dengan beberapa bentuk lain tentang cobaan yang membutuhkan jiwa sabar dalam menghadapinya, sebagaimana firman Allah swt.:

‫ﺾٍ ﻓَﺎﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻀﻜُﻢ‬ ُ ‫ﻌ‬‫ ﺃُﻧْﺜَﻰ ﺑ‬‫ ﺫَﻛَﺮٍ ﺃَﻭ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﺎﻣِﻞٍ ﻣِﻨ‬‫ﻞَ ﻋ‬‫ﻤ‬‫ ﻋ‬‫ ﺃَﻧﱢﻲ ﻟَﺎ ﺃُﺿِﻴﻊ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﻢ‬‫ ﻟَﻬ‬‫ﺎﺏ‬‫ﺘَﺠ‬‫ﻓَﺎﺳ‬ ‫ﺌَﺎﺗِﻬِﻢ‬‫ﻴ‬‫ ﺳ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﻥ‬‫ﻗُﺘِﻠُﻮﺍ ﻟَﺄُﻛَﻔﱢﺮ‬‫ﻗَﺎﺗَﻠُﻮﺍ ﻭ‬‫ﺒِﻴﻠِﻲ ﻭ‬‫ﺃُﻭﺫُﻭﺍ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﺭِﻫِﻢ‬‫ ﺩِﻳ‬‫ﻮﺍ ﻣِﻦ‬‫ﺮِﺟ‬‫ﺃُﺧ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﻫ‬ ِ‫ﺍﺏ‬‫ ﺍﻟ ﱠﺜﻮ‬‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ ﺣ‬‫ﻩ‬‫ﺪ‬‫ ﻋِﻨ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺪِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ ﻋِﻨ‬‫ﺎ ﻣِﻦ‬‫ﺍﺑ‬‫ ﺛَﻮ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺎ ﺍﻟْﺄَﻧْﻬ‬‫ﺘِﻬ‬‫ ﺗَﺤ‬‫ﺮِﻱ ﻣِﻦ‬‫ﺎﺕٍ ﺗَﺠ‬‫ﻨ‬‫ ﺟ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺧِﻠَﻨ‬‫ﻟَﺄُﺩ‬‫ﻭ‬ Artinya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalanKu, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (Q.S. Âli ‘Imrân [3]: 195) Ibn Abbas mengatakan bahwa kalimat fa al-ladzîna hâjaru yaitu hijrah setelah hijrahnya Nabi dari Mekkah ke Madinah.6 Syaikh Muhammad Rasyid Ridha mengemukakan tentang kandungan ayat ini bahwa beginilah Allah swt. menyebutkan sifat orang-orang beriman, mempertahankan keimanan dan keyakinannya dengan cara hijrah kepada Allah walaupun berhadapan dengan berbagai tekanan dan intimidasi, mereka konsisten mempertahankan serta memperjuangkan dengan penuh kesabaran

Fairuzâbâdi, Tanwîr al-Miqbâs min Tafsîr Ibn ‘Abbâs, (Cairo: al-Maktab al-Tijâri al-Kubrâ, t.th), h. 63. 6

88

bahwa kalimah Allah maha tinggi, sedangkan kalimah bathil adalah yang paling rendah.7 Menegakkan kalimah Allah sebagai yang paling tertinggi sedangkan kalimah bathil adalah terendah. Untuk sampai kepada tujuan yang sesungguhnya sangatlah susah dan membutuhkan kesabaran. Adapun sabar merupakan ketetapan tuhan yang tidak akan mungkin dapat mewujud kecuali atas ridha-Nya. Firman Allah:

‫ﻭﻥ‬‫ﻜُﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻖٍ ﻣِﻤ‬‫ ﻓِﻲ ﺿَﻴ‬‫ﻟَﺎ ﺗَﻚ‬‫ ﻭ‬‫ﻬِﻢ‬‫ﻠَﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﻥ‬‫ﺰ‬‫ﻟَﺎ ﺗَﺤ‬‫ﻙَ ﺇِﻟﱠﺎ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺒ‬‫ﺎ ﺻ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﺒِﺮ‬‫ﺍﺻ‬‫ﻭ‬ Artinya: Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah. (Q.S. an-Nahl [16]: 127). Allah swt. memerintahkan kepada Rasulullah saw. untuk bersabar sebagaimana kesabaran yang dimiliki oleh rasul-rasul Allah yang tergolong ulul ‘azmi dan telah berhijrah dengan penuh kesabaran menjalani ketetapan Allah atas mereka. Firman Allah:

‫ﺜُﻮﺍ ﺇِﻟﱠﺎ‬‫ﻠْﺒ‬‫ ﻳ‬‫ ﻟَﻢ‬‫ﻭﻥ‬‫ﺪ‬‫ﻮﻋ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ ﻣ‬‫ﻥ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ ﻳ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ ﻛَﺄَﻧﱠﻬ‬‫ﻢ‬‫ﺠِﻞْ ﻟَﻬ‬‫ﺘَﻌ‬‫ﻟَﺎ ﺗَﺴ‬‫ﻞِ ﻭ‬‫ﺳ‬‫ ﺍﻟﺮ‬‫ﻡِ ﻣِﻦ‬‫ﺰ‬‫ ﺃُﻭﻟُﻮ ﺍﻟْﻌ‬‫ﺮ‬‫ﺒ‬‫ﺎ ﺻ‬‫ ﻛَﻤ‬‫ﺒِﺮ‬‫ﻓَﺎﺻ‬ ‫ ﺍﻟْﻔَﺎﺳِﻘُﻮﻥ‬‫ﻡ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﺍﻟْﻘَﻮ‬‫ﻠَﻚ‬‫ﻬ‬‫ﻞْ ﻳ‬‫ﻠَﺎﻍٌ ﻓَﻬ‬‫ﺎﺭٍ ﺑ‬‫ ﻧَﻬ‬‫ﺔً ﻣِﻦ‬‫ﺎﻋ‬‫ﺳ‬ Artinya: Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dan rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari dimana mereka melihat azab yang dicamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari (inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasiq. (Q.S. al-Ahqâf [46]: 35).

7

Muhammad Rasyid Ridha, Tafsîr al-Manâr, Juz IV, h. 307.

89

Menurut hemat penulis, sesungguhnya kesabaran merupakan modal utama dalam melakukan hijrah. Hal tersebut dipicu oleh tantangan dan hambatan yang akan dihadapi sehingga hijrah yang dilakukan tanpa didasari dengan kesabaran hanya akan melahirkan jiwa dan perilaku yang bertentangan dengan hijrah yang sesungguhnya. Begitu juga peran hijrah dalam al-Qur’an sangat begitu besar dan signifikan. Kitab samawi terakhir ini menjelaskan dan mengetengahkan hijrah sebagai suatu sarana penunjang untuk sampai kepada inti gagasan dan sasaran. Dorongan al-Qur’an terhadap jiwa sabar untuk menghadapi berbagai hal yaitu dengan cara meninggalkan sesuatu dengan cara-cara yang baik, dengan mengacu pada petunjuk Allah swt. dan tuntunan Nabi saw. Allah berfirman:

ِArtinya:

‫ﻤِﻴﻠًﺎ‬‫ﺍ ﺟ‬‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ ﻫ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻘُﻮﻟُﻮﻥ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻠَﻰ ﻣ‬‫ ﻋ‬‫ﺒِﺮ‬‫ﺍﺻ‬‫ﻭ‬ Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.(Q.S. al-Muzzamil [73]: 10)

.

b. Peran Hijrah dalam Menanamkan Jihad Al-Qur’an memberikan posisi yang sangat besar terhadap jihad kepada Allah swt. Suatu keberhasilan tidak akan diraih begitu saja karena mesti melalui jenjang perjuangan dan kesungguhan. Tanpa kesungguhan tersebut segala keberhasilan yang ada di depan mata tidak akan mungkin mewujud. Hijrah kepada Allah swt. dan Rasul-Nya merupakan bagian dari jihad. Hijrah adalah berjuang mempertahankan diri, dan keyakinanan kepada Allah swt. agar dapat lebih bebas dan konsisten dalam menjalankan ajaran agama serta dapat lebih tenang merealisasikan segala perintah Allah swt. serta meninggalkan segala larangan-Nya.

90

Allah swt. telah memerintahkan untuk berjihad secara sungguh-sungguh yaitu berjihad mempertahankan aqidah dan keyakinan sesuai dengan perintah agama (syar’i) dengan cara menghadapi orang-orang kafir dengan tujuan memberikan pertolongan terhadap agama Allah swt. Hal ini ditafsirkan oleh Rasulullah saw. sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibn Abbas ra.: “Seorang lakilaki bertanya kepada Rasulullah, “ Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan Islam? ” Rasulullah menjawab, “ Menyelamatkan hatimu dari hal-hal yang tercela dan dosa kepada Allah swt. serta seorang muslim menyelamatkan lidah dan tangannya ” . Lalu bertanya kembali, “ Yang mana yang paling afdhol? ” , Lalu Nabi berkata, “ Al-Iman” , Kemudian bertanya lagi, “ Apakah yang dimaksud dengan iman? ” beliau menjawab, “ Beriman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul dan hari kebangkitan setelah mati” . Lantas dia pun bertanya, “ Iman mana yang lebih utama? ” dijawab, “ Hijrah” , Selanjutnya, “ Apa yang dimaksud dengan hijrah? Dijawab,

“ Berperang melawan orang-orang kafir di saat engkau bertemu” , Kemudian, “ Jihad manakah yang paling utama? ” Ia menjawab, “ Dengan cara menumpahkan darah” .8 Lafadz jihad yang digunakan tidak terbatas pada jihad mengorbankan atau mempertahankan dengan diri, senjata atau jiwa, tetapi menghadapi orang-orang kafir yang tujuan dan sasarannya adalah untuk menegakkan panji-panji agama Allah. Sebagaimana hadits Rasulullah saw.: “ Seorang mujahid adalah orang yang

8

114.

Ahmad Ibn Hanbal, Musnad al-Imâm Ahmad, (Cairo: Nasyr Dâr al-Ma’ârif, t.th), Juz IV, h.

91

bersungguh-sungguh dalam mentaati Allah swt., sedangkan muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah swt” . Posisi jihad sangatlah penting dalam al-Qur’an yang tersurat dalam beberapa ayat. Firman Allah swt.

‫ ﻏَﻔُﻮﺭ‬‫ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭ‬‫ﺖ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ ﺭ‬‫ﻮﻥ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ ﻳ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺃُﻭ‬‫ﻭﺍْ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺟ‬‫ﻭﺍْ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﻫ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻮﺍْ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺇِﻥ‬ ‫ﺣِﻴﻢ‬‫ﺭ‬ Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Baqarah [2]: 217) Dari petunjuk ayat ini, dapat dirasakan tentang signifikansi hijrah dan jihad dalam merealisasikan harapan dan sasaran bertujuan menyelamatkan aqidah dan keyakinan dari berbagai hal, sehingga agama dan keyakinan itu dapat terjaga dari berbagai kerusakan. Syaikh Ibn ‘Asyûr mengemukakan pengulangan isim maushûl pada ayat ini bahwa pengulangannya menandakan kedua kata tersebut memiliki kaitan makna yang besar. Lalu keduanya berdiri sendiri dalam merealisasikan harapan dan cita-cita. Adapun isim isyârah pada ayat ini (ulâ ’ika) menunjukkan harapan mereka terhadap rahmat Allah swt. disebabkan oleh keimanan, hijrah dan jihadnya. Tentang pengulangan penyebutan isim maushûl: wa alladzîna âmanû dan wa alladzîna hâjarû, setiap penggunaan kalimat dalam Al-Qur`an pasti ada tujuannya. Digunakannya alladzîna yang pertama dan kedua yaitu pada wa alladzîna hâjarû dan wa jâhadû ini menunjukkan bahwa hijrah dan jihad adalah dua perkara yang

92

mempunyai

kemandirian

(istiqlaliyah)

sendiri-sendiri.

Jadi,

masing-masing

mempunyai eksistensi tersendiri dan keduanya bisa mendatangkan rahmat dan harapan (ar-rajâ ’) kepada Allah swt.9 Iman al-Alûsi menyebutkan bahwa penyebutannya dikarenakan memiliki tujuan dan sasaran yang sama (al-murâdu minha wâhid) yang intinya bertujuan menampakkan kebesaran dan keagungan-Nya sehingga seakan-akan merupakan syarat mendapatkan keimanan yang benar.10 Iman, hijrah dan jihad tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam al-Marâghî bahwa seorang mukmin yang memiliki keimanan yang benar (di masa Rasulullah saw. hidup) mereka itu orang yang beriman dan hijrah bersama Rasulullah saw, berhijrah guna menegakkan dan menolong agama Allah dan menegakkan kalimat Allah serta mengarahkan seluruh kemampuannya guna melawan dan menentang kaum kafir dan demi mempertahankan keimanan kepada Allah swt.11 Al-Qur’an memberikan pemilahan terhadap orang-orang yang beriman dan ikut serta dalam hijrah dan orang beriman yang tidak turut berhijrah. Terhadap yang pertama, yaitu orang yang beriman dan berhijrah. Mereka telah melalui perjuangan yang besar untuk berhijrah, berusaha memberikan yang terbaik dan menolong agama Allah. Mereka itulah para Muhajirun dan di tengah–tengah mereka terdapat orangorang yang mau memberikan bantuan ketika mereka dalam kesusahan yaitu kaum

Muhammad Thahir Ibn ‘Asyur, At-Tahrir wa at-Tanwîr, Juz II, h. 338. Al-Alusi, Ruh al-Ma ’ânî, Juz II, h. 111. 11 Musthafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghi, Jilid II, hal 131. 9

10

93

Anshar. Mereka memberikan hak perwalian terhadapnya dan saling mewarisi, mempererat hak kekerabatan sampai datangnya ayat Allah yang

menasakh

(menghapus hukumnya berganti dengan hak kekerabatan). Lain halnya dengan posisi yang kedua yaitu mereka yang sama sekali tidak memiliki keistimewaan serta derajat di sisi Allah swt.12 Ayat hijrah dan jihad yang kedua yaitu mengetengahkan seputar derajat orang-orang Muhajirin dan Muhajidin, sebagaimana firman Allah:

ِ‫ ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ﺔً ﻋِﻨﺪ‬‫ﺟ‬‫ﺭ‬‫ ﺩ‬‫ﻈَﻢ‬‫ ﺃَﻋ‬‫ﺃَﻧﻔُﺴِﻬِﻢ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﻟِﻬِﻢ‬‫ﻮ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺑِﺄَﻣ‬‫ﻭﺍْ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺟ‬‫ﻭﺍْ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﻫ‬‫ﻮﺍْ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬ ‫ﻭﻥ‬‫ ﺍﻟْﻔَﺎﺋِﺰ‬‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ﺃُﻭ‬‫ﻭ‬ Artinya: Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (Q.S. atTaubah [9]: 20) Janji dari Allah swt. kepada orang-orang yang berhijrah meninggalkan segala kesenangan dunia demi mempertahankan aqidah dan keyakinannya serta orang-orang yang berjihad dengan sebenar-benarnya akan mendapatkan kemenangan di sisi-Nya. Menurut hemat penulis, janji Allah swt. yang ditegaskan pada ayat ini adalah benar, yaitu mereka dapat merealisasikan hijrah dan jihad tersebut sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Allah swt. tidak akan pernah menyalahi janji-Nya dan ketetapan-Nya tak satu pun yang dapat menolaknya. Jaminan kemenangan dunia dan akhirat serta derajat yang paling tinggi di sisi-Nya akan diraih oleh orang-orang yang berhijrah dan berjihad. 12

Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsîr, h. 327.

94

Ketika Allah mensifati kaum Muhajirin dengan kemenangan, maka jelaslah bahwa al-Qur’an memberikan perhatian penuh terhadap persoalan ini. Apalagi seluruh manusia menginginkan kehidupan seluruhnya berada dalam kemenangan dan keberuntungan. Manusia tidak mengetahui cara menemukan kebahagiaan dan keberuntungan itu ataukah mereka telah sampai keberuntunga, akan tetapi bukan keberuntungan yang hakiki. Adapun yang akan mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan yang sesungguhnya serta derajat yang paling besar di sisi-Nya adalah orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah swt. c. Peran Hijrah dalam Mengikuti Perintah Rasulullah Mengikuti perintah Rasulullah adalah hal yang mutlak dan wajib dilaksanakan sebab tidak ada arti ibadah yang dilakukan tanpa mengikuti tuntunan-Nya. Begitupula hijrah yang dilaksanakan oleh para sahabat dari Mekkah ke Madinah harus melalui tuntunan dan ajaran dari Rasulullah saw. Di dalam al-Qur’an, hijrah memiliki peran dan tempat yang besar. Allah swt. memberikan sifat kepada orang-orang Muhajirin dan Anshar bahwa mereka itulah orang yang telah membuktikan keyakinannya dengan ikut serta berhijrah dan memberikan pertolongan serta mengikuti langkah-langkah Rasulullah. Allah swt. berfirman:

‫ﺎ ﻛَﺎﺩ‬‫ﺪِ ﻣ‬‫ﻌ‬‫ﺓِ ﻣِﻦ ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﺴ‬‫ﺔِ ﺍﻟْﻌ‬‫ﺎﻋ‬‫ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﻮﻩ‬‫ﻌ‬‫ ﺍﺗﱠﺒ‬‫ﺎﺭِ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺍﻷَﻧﺼ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﺟِﺮِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟْﻤ‬‫ ﻭ‬‫ﺒِﻲ‬‫ﻠَﻰ ﺍﻟﻨ‬‫ ﻋ‬‫ ﺍ‬‫ﻟَﻘَﺪ ﺗﱠﺎﺏ‬

ِArtinya:

‫ﺣِﻴﻢ‬‫ ﺭ‬‫ﻭﻑ‬‫ﺅ‬‫ ﺭ‬‫ ﺑِﻬِﻢ‬‫ ﺇِﻧﱠﻪ‬‫ﻬِﻢ‬‫ﻠَﻴ‬‫ ﻋ‬‫ ﺗَﺎﺏ‬‫ ﺛُﻢ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻓَﺮِﻳﻖٍ ﻣ‬‫ﺰِﻳﻎُ ﻗُﻠُﻮﺏ‬‫ﻳ‬ Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah

95

menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. (Q.S. at-Taubah [9]: 117). Imam al-Râzi mengatakan bahwa Allah swt. menggabungkan penyebutan Rasullah saw. bersama dengan penyebutan mereka (Muhajirin dan Anshar) mengindikasikan bahwa mereka memiliki derajat dan tingkatan yang besar dalam agama. Mereka telah sampai kepada satu titik yang sangat mereka harapkan disebabkan mereka mengikuti Rasulullah dalam berbagai hal. Selain itu, mereka disandingkan dengan Rasulullah dalam hal (keistimewaan dari Allah) yaitu diterimanya taubat-taubat mereka.13 Mengikuti perintah Rasulullah adalah menunjukkan hakikat keimanan, hakikat dari agama, yang mampu memilah antara iman dan kufur. Ini juga merupakan bukti kecintaan kepada Allah swt. yang bukan hanya dengan ucapan lidah atau dengan bisikan hati, tetapi harus diiringi dengan kecintaan kepada Rasulullah saw. dengan menjalankan petunjuknya yang terealisasikan dalam manhaj kehidupan. Alasannya, iman itu bukanlah ucapan belaka dan bukan pula suatu rasa yang menggelora serta hanya perasaan yang muncul, akan tetapi keimanan itu adalah taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mengamalkan segala petunjuk-Nya. Allah berfirman:

‫ﺣِﻴﻢ‬‫ ﺭ‬‫ َﻏﻔُﻮﺭ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻭ‬‫ﻜُﻢ‬‫ ﺫُﻧُﻮﺑ‬‫ ﻟَﻜُﻢ‬‫ﻐْﻔِﺮ‬‫ ﻭﻳ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﺒِﺒ‬‫ﺤ‬‫ﻮﻧِﻲ ﻳ‬‫ ﻓَﺎﺗﱠﺒِﻌ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻮﻥ‬‫ ﺗُﺤِﺒ‬‫ﺘُﻢ‬‫ ﻛُﻨ‬‫ﻗُﻞْ ﺇِﻥ‬ Artinya: Katakanlah: “ Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya, Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. ” Allah maha pengampun lagi maha penyayang. (Q.S. Âli Imran [3]: 31). Menurut Imam Ibn Katsir, ayat ini menetapkan seluruh orang yang cinta kepada Allah bukan atas dasar tharîqah Muhammadiyyah. Mereka telah mendustakan 13

Al-Râzi, Tafsir al-Kabir, Juz XVI, h. 214.

96

dirinya sampai ia cinta kepada Allah melalui ajaran dari Rasulullah pada seluruh perkataan dan perbuatan sebagaimana yang ditetapkan Nabi dalam sabdanya:

‫ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﻋﻤﻼ ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻣﺮﻧﺎ ﻓﻬﻮ ﺭﺩ‬ Artinya: Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan bukan melalui petunjukku, maka tertolak.14 Pada ayat selanjutnya, Allah swt. mengisyaratkan dengan mengatakan (qul athî’u Allah wa ar-rasûl fa in tawallaytum). Maksudnya, taatilah Allah dan rasul-Nya dengan sepenuh hati, janganlah menyalahi segala perintah-Nya. Allah swt. tidak menyukai golongan yang menyalahi perintah Allah (yaitu orang-orang kafir) karena thariqah al-kufr (jalur kekufuran) itu merupakan jalan orang-orang yang menyalahi, sedangkan barang siapa yang diberikan sifat itu, maka ia telah menyia-nyiakan dirinya serta membuat kerusakan pada dirinya dan jauh dari cinta kepada Allah dan rasul-Nya.15 Ia akan mendapatkan kebinasaan dan kesengsaraan di dunia maupun di akhirat. Para Muhajirin dan Anshar merupakan hamba yang membuktikan kecintaannya kepada Rasulullah saw. dengan rela berkorban meninggalkan harta dan segala kesenangan dunia demi apa yang diinginkan oleh Rasulullah saw. Selain itu, kecintaannya juga terbukti melalui perkataan, perbuatan walaupun dalam waktu sesulit apapun mereka tetap melaksanakan dan mengamalkan ajaran Rasulullah saw. Hal ini membuktikan bahwa mereka itulah orang-orang yang layak mendapatkan derajat yang besar dan taubat yang diterima oleh Allah swt.

14 15

Shahih Muslim, (Kitâb Muhadditsât al-Umûr, No. 1718). (CD Room Kutub Tis’ah) Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsîr, Juz III, h. 466.

97

d. Hijrah sebagai Jalan Para Nabi Al-Qur’an telah mengungkap dalam beberapa ayat bahwa sesungguhnya hijrah merupakan salah satu dari bererapa perintah Allah swt. kepada para nabi dan menjadikannya sebagai metode dan jalan yang tujuannya untuk mengokohkan keimanan yang dimiliki oleh para pengikutnya di muka bumi ini. Hal tersebut seperti tercermin pada perjalanan hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah yang bertujuan untuk melanjutkan syariat para nabi terdahulu juga untuk mengokohkan ajaran yang beliau emban sehingga dapat berkembang dan dirasakan oleh umat. Terdapat beberapa bukti yang diketengahkan al-Qur’an tentang hijrahnya para nabi Allah setelah mendapatkan tekanan, hinaan dari kaumnya, antara lain:

- Hijrah Nabi Ibrahim as. Perjalanan hijrah Nabi Ibrahim as. dimulai ketika ia mengenal Allah swt. dan beribadah hanya kepada-Nya dan meninggalkan seluruh ibadah selain-Nya seperti bintang-bintang, patung yang berada di sisi kaumnya. Ia menolak, meninggalkan dan mengadakan permusuhan terhadap mereka yang melakukan tekanan sampai ia dimasukkan ke dalam api yang menyala-nyala. Akan tetapi, Allah swt. menyelamatkannya dari kobaran api tersebut dan api menjadi dingin. Setelah itu, Nabi Ibrahim hijrah meninggalkan daerah kaumnya menuju Hawran,16 kemudian menuju Palestina sebagaimana firman Allah swt.17 16

Hawrân adalah satu daerah yang sangat luas yang letaknya di kota Damaskus (sekarang dinamakan Syiria). Posisinya dari arah Kiblat, daerah yang memiliki perkampungan, pertanian dan

98

‫ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻧﱢﻲ ﺫَﺍﻫِﺐ‬‫ ﻭ‬.‫ﻔَﻠِﲔ‬‫ ﺍﻟْﺄَﺳ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻠْﻨ‬‫ﻌ‬‫ﺍ ﻓَﺠ‬‫ﺪ‬‫ﻭﺍ ﺑِﻪِ ﻛَﻴ‬‫ﺍﺩ‬‫ ﻓَﺄَﺭ‬.ِ‫ﺤِﻴﻢ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠ‬‫ﺎﻧًﺎ ﻓَﺄَﻟْﻘُﻮﻩ‬‫ﻴ‬‫ﻨ‬‫ ﺑ‬‫ﻮﺍ ﻟَﻪ‬‫ﻨ‬‫ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﺍﺑ‬ ِ‫ﺪِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﻴ‬‫ﻲ ﺳ‬‫ﺑ‬‫ﺇِﻟَﻰ ﺭ‬ Artinya: Mereka berkata: “ Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim; lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala ” . Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka kami jadikan mereka orangorang yang hina. Dan Ibrahim berkata: “ Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada tuhanku, dan dia akan memberi petunjuk kepadaku. (Q.S. ash-Shâfât [37]: 97-99). -

Hijrahnya Nabi Musa as.

Nabi Musa as. melakukan perjalanan hijrah setelah mengajak Fir’aun untuk mengakui dan meyakini apa yang dibawa oleh Nabi Musa yaitu ajaran dari Allah swt. yang tujuannya untuk menyembah kepada satu tuhan yaitu hanya beribadah dan menyembah kepada Allah swt. Ketika Musa as. menyampaikan ajaran kepada kaumnya khususnya kepada Fir’aun, penolakan atas ajaran itu disampaikan oleh mereka. Berbagai hinaan serta penganiayaan terjadi. Setelah penganiayaan tersebut memuncak maka Nabi Musa as.bergegas melakukan hijrah ke Sina18,

industri sutra dan masih berada di kawasan Arab. Lihat: Yâqût al-Hamawî, Mu’jam al-Buldân, (Beirut: Dâr al-Bairut, 1957), Juz II, h. 317. 17 Ahzâmi Samî’un Jazûlî, al-Hijrah fî al-Qur ’ân al-Karîm, h. 54. 18 Sîna merupakan nama daerah di Syam, terletak di sebuah bukit yaitu gunung tempat Nabi Musa melakukan percakapan langsung dengan Tuhan. Tempat itu memiliki banyak pepohonan. Lihat: al-Hamawi, Mu’jam al-Buldân, Juz III, h. 300. Sekarang ini masuk dalam wilayah Republik Arab Mesir. Lihat: Muhammad Ismâ’il, Mu’jam al-Alfâdz wa al-A’lâm al-Qur ’an, (Cairo: Dâr al-Fikr alArabiyyah, t.th), h. 261.

99

‫ﻛًﺎ‬‫ﺭ‬‫ ﺩ‬‫ﺎ ﻟَﺎ ﺗَﺨَﺎﻑ‬‫ﺴ‬‫ﺒ‬‫ﺮِ ﻳ‬‫ﺤ‬‫ ﻃَﺮِﻳﻘًﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒ‬‫ﻢ‬‫ ﻟَﻬ‬‫ﺎﺩِﻱ ﻓَﺎﺿْﺮِﺏ‬‫ﺮِ ﺑِﻌِﺒ‬‫ ﺃَﺳ‬‫ﻰ ﺃَﻥ‬‫ﻮﺳ‬‫ﺎ ﺇِﻟَﻰ ﻣ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺣ‬‫ ﺃَﻭ‬‫ﻟَﻘَﺪ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻣ‬‫ ﻗَﻮ‬‫ﻥ‬‫ﻮ‬‫ﻋ‬‫ﺃَﺿَﻞﱠ ﻓِﺮ‬‫ ﻭ‬.‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺎ ﻏَﺸِﻴ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ ﺍﻟْﻴ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻮﺩِﻩِ ﻓَﻐَﺸِﻴ‬‫ﻨ‬‫ ﺑِﺠ‬‫ﻥ‬‫ﻮ‬‫ﻋ‬‫ ﻓِﺮ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻌ‬‫ ﻓَﺄَﺗْﺒ‬.‫ﻰ‬‫ﻟَﺎ ﺗَﺨْﺸ‬‫ﻭ‬

‫ﻯ‬‫ﺪ‬‫ﻫ‬

Artinya: Dan sesungguhnya telah kami wahyukan kepada Musa: “ Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah atas mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah kwatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam). Maka Fir ’aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka. Dan Fir ’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk. (Q.S.Thâhâ [20]: 77-79). -

Hijrah Nabi Luth as.

Perjalanan Nabi Luth as. untuk menyebarkan dan menyampaikan risalah dari Allah swt. kepada kaumnya diawali dengan keimanannya kepada Nabi Ibrahim dengan mengikuti petunjuknya. Kemudian dia hijrah dengan sebab yang sama dimulai dari tanah airnya di Iraq menuju daerah Syam kemudian Khalilullah Ibramim mengutusnya ke negeri Sudum19 lalu menetap di tempat itu. Firman Allah swt. Artinya: dan kami telah selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. Dan Frman Allah:

‫ﻜِﻴﻢ‬‫ ﺍﻟْﺤ‬‫ﺰِﻳﺰ‬‫ ﺍﻟْﻌ‬‫ﻮ‬‫ ﻫ‬‫ﻲ ﺇِﻧﱠﻪ‬‫ﺑ‬‫ ﺇِﻟَﻰ ﺭ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻧﱢﻲ ﻣ‬‫ ﻟُﻮﻁٌ ﻭ‬‫ ﻟَﻪ‬‫ﻦ‬‫ﻓَﺂﻣ‬ Artinya: Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim: "Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) 19

Arab).

Sudum adalah kota yang dihuni oleh kaum Luth. (Lihat: kata “ Sadama ” pada Lisan al-

100

Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. al-‘Ankabût [29]: 26). Perjalanan hijrah yang dilakukan oleh Luth bersama Ibrahim as. adalah dari daerah Irak menuju Syam kemudian menetap di daerah Sudum. Daerah ini merupakan daerah yang subur dan makmur, akan tetapi penduduknya memiliki akhlak yang jelek. Maksud dan niat mereka sangat tercela karena tidak pernah lepas dari perbuatan maksiat. Tidak ada larangan untuk melakukan hal yang munkar. Mereka adalah golongan yang sangat tercela, kaum yang paling terhina, saling memutuskan hubungan, mengkhianati teman, menceritakan segala rahasia-rahasia yang ada, serta masih banyak lagi akhlak-akhlak yang tercela yang mereka miliki. Jiwa mereka dipenuhi oleh penganiayaan dan dosa serta mereka menjadikan laki-laki sebagai pasangan mereka lalu meninggalkan lawan jenisnya (kaum wanita).20 Dari ketiga contoh hijrah di atas, penulis menganggap hal itu bisa dijadikan bukti bahwa hijrah yang dilakukan oleh para rasul terdahulu merupakan suatu keharusan dan juga termasuk bagian dari ajaran yang dibawa oleh mereka. Sehingga dengan adanya ajaran hijrah, maka akan melahirkan suatu bukti dan hikmah tentang penyebaran dakwah serta sebagai tamkîn (mengokohkan keyakinan iman) untuk orang-orang beriman. B. Pengaruh Hijrah terhadap Tingkat Keimanan dalam al-Qur’an Hijrah memiliki derajat yang sangat penting dalam al-Qur’an. Sama halnya dengan iman yang juga memiliki posisi yang sama. Hijrah dan iman tidak dapat dipisahlan karena keduanya saling melengkapi untuk meraih nilai dan derajat yang 20

Jâd al-Mawlâ, Qishash al-Qur ’an, (Mesir: Maktab Tijârah Kubrâ bi Mishr, 1952), h. 68.

101

tertinggi dan dijanjikan oleh Allah swt., yaitu kemenangan dan ampunan dari seluruh dosa serta nikmat surga. Syarat pertama yang harus dipenuhi oleh orang-orang yang mau melakukan hijrah yaitu beriman kepada Allah swt. Pasalnya, keimanan adalah modal utama dalam melakukan hijrah. Tanpa didasari oleh hal tersebut, mustahil hijrah akan terlaksana. Al-Qur’an merupakan kitab iman, yaitu kitab tauhid yang berarti alQur’an menjelaskan tauhid kepada Allah swt. serta mengemukakan tujuan penciptaan manusia yang sesungguhnya yakni mengabdi kepada-Nya. Allah berfirman:

ِ‫ﻭﻥ‬‫ﺪ‬‫ﺒ‬‫ﻌ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﻟِﻴ‬‫ﺍﻹِﻧْﺲ‬‫ ﻭ‬‫ ﺍﻟْﺠِﻦ‬‫ﻠَﻘْﺖ‬‫ﺎ ﺧ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ Artinya: Tidaklah aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepadaku. (Q.S. adz-Dzâriyât [51]: 56) Dengan tujuan dasar ini, manusia menemukan jati dirinya yang sesungguhnya. Manusia bebas untuk mampu mengeluarkan dirinya dari alam kegelapan yaitu kegelapan khurafat dan angan-angan, sikap dan taqlid dari berbagai keraguan yang menghantui. Ia akan mampu keluar dari alam itu menuju alam yang memberikan cahaya yang menyinari kegelapan, mengungkap alam perasaan ke dalam dunia pemikiran kemudian mengungkapnya di dalam realitas kehidupan21 hanya melalui iman yang sesungguhnya kepada Allah swt. a. Hubungan Hijrah dan Iman dalam Al-Qur’an Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa hubungan hijrah dan iman tidak dapat dipisahkan sebab antara satu sama lain saling melengkapi. Hijrah tidak akan dapat terlaksana dengan baik tanpa didasari oleh keimanan yang 21

Sayyid Quthub, Fî Zhilâl …., Juz V, h. 2985.

102

benar dan kuat. Keimanan merupakan sendi utama dalam melakukan hijrah di jalan Allah swt. Sebagaimana firman-Nya:

‫ ﻏَﻔُﻮﺭ‬‫ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭ‬‫ﺖ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ ﺭ‬‫ﻮﻥ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ ﻳ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺃُﻭ‬‫ﻭﺍْ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺟ‬‫ﻭﺍْ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﻫ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻮﺍْ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺇِﻥ‬ ‫ﺣِﻴﻢ‬‫ﺭ‬ Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Baqarah [2]: 217) Imam Abu Su’ûd menyebutkan bahwa penyebutan ulang isim maushûl pada ayat ini yaitu (alladzîna âmanû wa alladzîna hâjarû) adalah sama dari segi makna dan tujuannya yaitu keagungan dan kebesaran. Kedua makna tersebut sama-sama menginginkan harapan dari Allah swt. yaitu (yarjûna rahmatallâh). Mereka adalah umat-umat pilihan yang menjadikan mereka ahlu rajâ ’. Sesungguhnya barang siapa yang mengharap, maka akan memohon. Dan barang siapa takut, maka akan melarikan diri (jauh dari rahmat Allah swt).22 Pada ayat lain, Allah swt. memberikan penghargaan yang sangat besar kepada para Muhajirin yang dengan senang hati dan memiliki keimanan teguh hijrah kepada Allah swt. Saksi atas mereka adalah kemenangan dan lepas dari berbagai fitnah atas iman mereka lalu disertai dengan janji Allah swt:

‫ﻟَﻰ‬‫ ﺃَﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻀﻬ‬ ُ ‫ﻌ‬‫ﺎﻡِ ﺑ‬‫ﺣ‬‫ﻟُﻮﺍْ ﺍ َﻷﺭ‬‫ﺃُﻭ‬‫ ﻭ‬‫ ﻣِﻨﻜُﻢ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ ﻓَﺄُﻭ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﻌ‬‫ﻭﺍْ ﻣ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺟ‬‫ﻭﺍْ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﻮﺍْ ﻣِﻦ ﺑ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻭ‬ ‫ﻠِﻴﻢ‬‫ﺀٍ ﻋ‬‫ﻲ‬‫ ﺑِﻜُﻞﱢ ﺷ‬‫ ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ﺾٍ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺇِﻥ‬‫ﻌ‬‫ﺑِﺒ‬ Abû as-Su’ûd, Irsyâd al-‘Aql as-Salîm ila Mazâyâ al-Qur ’ân al-Karîm, (Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-Arabiyyah, t.th), Juz I, h. 218. 22

103

Artinya: Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. al-Anfal [8]: 75). Begitupula Allah swt. menjelaskan pengorbanan Muhajirin yang memiliki keimanan yang benar, sebagaimana firman-Nya:

‫ﻭﺍ‬‫ﺮ‬‫ﻧَﺼ‬‫ﺍ ﻭ‬‫ﻭ‬‫ﺍﻭ‬‫ ﺀ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺃَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﻟِﻬِﻢ‬‫ﻮ‬‫ﻭﺍ ﺑِﺄَﻣ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺟ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﻫ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻣ‬‫ ﺀ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺇِﻥ‬ ‫ﺘﱠﻰ‬‫ﺀٍ ﺣ‬‫ﻲ‬‫ ﺷ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺘِﻬِﻢ‬‫ﻟَﺎﻳ‬‫ ﻭ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺎ ﻟَﻜُﻢ‬‫ﻭﺍ ﻣ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ ﻳ‬‫ﻟَﻢ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻣ‬‫ ﺀ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺾٍ ﻭ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ﺎﺀ‬‫ﻟِﻴ‬‫ ﺃَﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻀُﻬ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ﺃُﻭﻟَﺌِﻚ‬

‫ﺎ‬‫ ﺑِﻤ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻣِﻴﺜَﺎﻕٌ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ ﻭ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﻡٍ ﺑ‬‫ﻠَﻰ ﻗَﻮ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﻋ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﻠَﻴ‬‫ﻳﻦِ ﻓَﻌ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪ‬‫ﻭﻛُﻢ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﺘَﻨ‬‫ﺇِﻥِ ﺍﺳ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ﻳ‬ ‫ﺼِﲑ‬‫ ﺑ‬‫ﻠُﻮﻥ‬‫ﻤ‬‫ﺗَﻌ‬

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Anfâl [8]: 72). Adapun mengenai ayat-ayat hijrah yang berhubungan dengan iman di dalam al-Qur’an sebagaimana firman-Nya:

ِ‫ﺾٍ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏ‬‫ﻌ‬‫ﻟَﻰ ﺑِﺒ‬‫ ﺃَﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻀُﻬ‬‫ﻌ‬‫ﺎﻡِ ﺑ‬‫ﺣ‬‫ﻟُﻮ ﺍﻟْﺄَﺭ‬‫ﺃُﻭ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﺎﺗُﻬ‬‫ﻬ‬‫ ﺃُﻣ‬‫ﻪ‬‫ﺍﺟ‬‫ﺃَﺯْﻭ‬‫ ﻭ‬‫ ﺃَﻧﻔُﺴِﻬِﻢ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺆﻣِﻨِﲔ‬ ‫ﻟَﻰ ﺑِﺎﻟْﻤ‬‫ ﺃَﻭ‬‫ﺒِﻲ‬‫ﺍﻟﻨ‬

‫ﺍ‬‫ﻄُﻮﺭ‬‫ﺴ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻣ‬‫ ﺫَﻟِﻚ‬‫ﻭﻓًﺎ ﻛَﺎﻥ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺋِﻜُﻢ ﻣ‬‫ﻟِﻴ‬‫ﻠُﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻭ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﺃَﻥ ﺗَﻔْﻌ‬‫ﺎﺟِﺮِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟْﻤ‬‫ ﻭ‬‫ﺆﻣِﻨِﲔ‬ ‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻣِﻦ‬

104

Artinya: Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orangorang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orangorang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudarasaudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah). (Q.S. al-Ahzab [33]: 6). -

Firman Allah swt:

‫ ﻓَﺈِﻥ‬‫ﳝﺎﻧِﻬِﻦ‬ ِ‫ ﺑِﺈ‬‫ﻠَﻢ‬‫ ﺃَﻋ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻦ‬‫ﻮﻫ‬‫ﺘَﺤِﻨ‬‫ﺍﺕٍ ﻓَﺎﻣ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ ﻣ‬‫ﺎﺕ‬‫ﺆﻣِﻨ‬ ‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﺎﺀﻛُﻢ‬‫ﻮﺍ ﺇِﺫَﺍ ﺟ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺎ ﺃَﻳ‬‫ﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﻢ ﻣ‬‫ﺁﺗُﻮﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻦ‬‫ ﻟَﻬ‬‫ﺤِﻠﱡﻮﻥ‬‫ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ﻟَﺎ ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ ﺣِﻞﱞ ﻟﱠﻬ‬‫ﻦ‬‫ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻜُﻔﱠﺎﺭِ ﻟَﺎ ﻫ‬‫ﻦ‬‫ﻮﻫ‬‫ﺟِﻌ‬‫ﺎﺕٍ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﺮ‬‫ﺆﻣِﻨ‬ ‫ ﻣ‬‫ﻦ‬‫ﻮﻫ‬‫ﺘُﻤ‬‫ﻠِﻤ‬‫ﻋ‬ ِ‫ﺍﻓِﺮ‬‫ﻢِ ﺍﻟْﻜَﻮ‬‫ﺴِﻜُﻮﺍ ﺑِﻌِﺼ‬‫ﻟَﺎ ﺗُﻤ‬‫ ﻭ‬‫ﻦ‬‫ﻫ‬‫ﻮﺭ‬‫ ﺃُﺟ‬‫ﻦ‬‫ﻮﻫ‬‫ﺘُﻤ‬‫ ﺇِﺫَﺍ ﺁﺗَﻴ‬‫ﻦ‬‫ﻮﻫ‬‫ ﺃَﻥ ﺗَﻨﻜِﺤ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﻠَﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﺎﺡ‬‫ﻨ‬‫ﻟَﺎ ﺟ‬‫ﺃَﻧﻔَﻘُﻮﺍ ﻭ‬

ِArtinya:

‫ﻜِﻴﻢ‬‫ ﺣ‬‫ﻠِﻴﻢ‬‫ ﻋ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻭ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﺤ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻳ‬‫ﻜْﻢ‬‫ ﺣ‬‫ﺎ ﺃَﻧﻔَﻘُﻮﺍ ﺫَﻟِﻜُﻢ‬‫ﺄَﻟُﻮﺍ ﻣ‬‫ﺴ‬‫ﻟْﻴ‬‫ ﻭ‬‫ﺎ ﺃَﻧﻔَﻘْﺘُﻢ‬‫ﺄَﻟُﻮﺍ ﻣ‬‫ﺍﺳ‬‫ﻭ‬

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. (Q.S. al-Mumtahanah [60]: 10)

Pada ayat ini, Allah swt. memberikan penegasan bahwa hijrah memiliki pengaruh yang besar terhadap iman, sebagaimana dalam firman-Nya: (fa imtahinû hunna). Ibn Abbas mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan ujian atas mereka dengan memberikan kesaksian bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Allah dan

105

Muhammad adalah rasul-Nya. Jika mereka telah membuktikan keyakinannya tentang hal itu, maka janganlah engkau mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir serta menyerahkan mereka kepadanya, dan kembalikanlah kepada kaum kafir maharmahar mereka yang ia telah serahkan kepada wanita yang telah beriman, dan wanitawanita tersebut halal bagi orang-orang beriman jika engkau menyerahkan mahar kepadanya.23 Kedua ayat ini meyebutkan tentang kemuliaan yang dimiliki oleh wanita yang hijrah bersama dengan Rasulullah saw. jika dibandingkan dengan wanita yang tidak melakukanya. Imam Zamakhsyari menyebutkan riwayat yang datangnya dari Ummi Hani binti Abi Thalib bahwa Rasulullah saw. melamarku, maka aku pun menolaknya dan beliau menerima penolakanku. Kemudian turunlah ayat ini dan saya tidak halal bagi Rasulullah karena tidak termasuk hijrah di jalan Allah swt., yaitu hijrah dari Mekkah ke Madinah24 Para wanita yang hijrah di jalan Allah swt. yaitu mereka yang hijrah meninggalkan suami dan keluarga demi menyelamatkan keyakinannya. Kebersamaan mereka dengan Nabi terbilang wanita yang mulia pada masanya (dibandingkan dengan wanita lain yang tidak hijrah di jalan Allah swt.). Ayat ini mengecualikan bagi wanita yang masuk pada bagian yang tidak hijrah karena termasuk wanitawanita ditalak yang masuk Islam pada Fathu Mekkah. Ayat ini juga dialamatkan kepada Rasulullah akan dihalalkannya pada beliau anak dari saudara laki-laki bapaknya, anak dari saudara perempuan bapaknya, anak dari saudara laki-laki ibunya, 23 24

As-Syaukânî, Fath al-Qadîr, Juz V, h. 217. Az-Zamakhsyari, Al-Kassyaf, (Beirut: Maktabah Dâr al-Ma’rifah, t.th), Juz III, h. 242.

106

anak dari saudara perempuan ibunya serta wanita-wanita yang ikut hijrah bersamanya, bukan wanita yang tidak melakukan hijrah.25 Imam as-Syaukâni menjelaskan kandungan ayat di atas, yaitu menunjukkan kemuliaan hijrah, kemuliaan bagi siapa yang hijrah. Yang dimaksud bersama di sini yaitu yang ikut serta dalam hijrah, bukan bersama dalam arti sahabat.26 Kemudian disebutkan bahwa mereka para wanita tidak halal bagi Rasulullah yang tidak melakukan hijrah sebagaimana firman Allah swt.:

‫ﻭﺍ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ﺘﱠﻰ ﻳ‬‫ﺀٍ ﺣ‬‫ﻲ‬‫ﻦ ﺷ‬‫ﺘِﻬِﻢ ﻣ‬‫ﻻَﻳ‬‫ﻦ ﻭ‬‫ﺎ ﻟَﻜُﻢ ﻣ‬‫ﻭﺍْ ﻣ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ ﻳ‬‫ﻟَﻢ‬‫ﻮﺍْ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻭ‬ Tujuan dan maksud dari ayat ini, sebagaimana firman Allah swt.:

‫ﻗﺪ ﻋﻠﻤﻨﺎ ﻣﺎ ﻗﺮﺿﻨﺎ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻓﻰ ﺃﺯﻭﺍﺟﻬﻢ‬ Ayat ini menjelaskan tentang tidak boleh mengikuti Rasulullah dalam masalah ini. Alasannya, beliau dikhususkan oleh Allah swt. sebagai keleluasaan dan kehormatan baginya yang tidak diberikan kepada yang lain. Seorang mukmin tidak boleh kawin melebihi empat wanita dan mesti dibarengi dengan mahar, jelas, dan memiliki wali, akan tetapi pada ayat ini beliau diperbolehkan kawin tanpa syarat tersebut (takrîman lah wa ‘uluwwan li qadarih).27 Kekhususan yang diberikan kepada wanita yang hijrah bersama Rasulullah yaitu bahwa mereka itu bisa dinikahi oleh beliau, sedangkan wanita yang tidak ikut serta dalam hijrah tidak halal untuk dikawininya. Hal ini seperti yang dialami oleh

25

Ahmad Musthafâ al-Marâghî, Tafsir al-Marâghî, (Cairo: Thaba’ Musthafâ al-Bâbî Halabî,

t.th), h. 23. 26 27

As-Syaukani, Fath al-Qadir, Juz IV, h. 291. As-Syaukani, Fath al-Qadir, Juz IV, h. 192.

107

Ummu Hâni binti Abi Thalib yang dilarang untuk dinikahi sebab tidak termasuk wanita yang hijrah (muhâjirât). Ini menandakan bahwa wanita yang hijrah telah teruji keimanan mereka sehingga dapat mempertahankan keimanannya . Begitu pula wanita yang telah dinikahi oleh Rasulullah dilarang untuk dinikahi orang lain. Ini menandakan bahwa wanita-wanita tersebut adalah wanita pilihan Allah dan Rasul-Nya.28 Pada ayat yang pertama ini menjelaskan tentang hukum-hukum sebagaimana yang disebutkan di atas yang penyebutannya merupakan kekhususan bagi Rasulullah saw. terhadap wanita-wanita yang hijrah di jalan Allah swt. Adapun pada ayat selanjutnya dalam surat al-Mumtahanah, an-Naisaburi menyebutkan sebagaimana yang disebutkan dari riwayat Ibn Abbas bahwa sesungguhnya kaum musyrikin Mekkah mengadakan perjanjian perdamaian dengan Rasulullah saw. di tahun Hudaibiyah. Adapun perjanjiannya antara lain “Barang siapa dari golongan kafir Quraisy menyeberang kepada kaum Muslimin, maka akan dikembalikan. Dan barang siapa dari kelompok kaum muslimin menyeberang kepada Quraisy tidak akan dikembalikan. Atas dasar itu, ditulislah perjanjian tersebut dan setelah berakhir penulisannya, maka datanglah seorang wanita Sabiah binti Hârits, seorang Muslimah. Selanjutnya Rasulullah menyerahkannya kepada suaminya yang kafir, lalu turunlah ayat ini.29 Dengan demikian, ayat ini merupakan teguran kepada beliau untuk tidak menyerahkan wanita tersebut kepada suaminya yang kafir.

28 29

h. 455.

As-Syaukani, Fath al-Qadir, Juz IV, h. 296. Al-Wâhidî, Asbâb an-Nuzûl al-Qur ’ân, (Beirut: Maktab Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001),

108

Dalam

keterangan

lain

disebutkan

bahwa

Rasulullah

mengadakan

perdamaiaan dengan Quraisy pada tahun Hudaibiyah. Pada waktu itu, apabila orang kafir masuk ke wilayah muslim, maka tanpa seizin walinya ia akan dikembalikan. Ketika para wanita melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah, maka beliau enggan menyerahkan kepada suami-suami mereka yang masih kafir. Jika mereka telah teruji keimanannya dengan berhijrah di jalan Allah swt. dan mengatakan bahwa mereka datang dengan membawa keimanannya yang didasari dengan cinta atas Islam dan jika ia dikembalikan kepada keluarga dan suaminya yang masih kafir, mereka akan dianiaya. Atas dasar kebijaksanaan Allah swt. maka Rasulullah menolak suami mereka untuk mengambil istri mereka yang sudah hijrah.30 Imam as-Syaukani menjelaskan tentang ujian atas wanita yang berhijrah yaitu memerintahkan bersumpah atas nama Allah dengan mengatakan kami keluar bukan didasari oleh tekanan kemarahan suami dan bukan atas kecintaan kami dari satu daerah ke daerah yang lain dan bukan pula atas iming-iming dan kenikmatan dunia, akan tetapi kami berhijrah di jalan Allah disebabkan oleh kecintaan kami kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika mereka bersumpah demikian, maka Nabi menyerahkan mahar kepada suaminya yang telah ia berikan kepada istrinya dan tidak mengembalikan istri mereka kepada suami-suaminya yang masih kafir kepada Allah swt., Disebutkan pula bahwa ujian (imtihân) ada dengan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah swt. dan Muhammad sebagai rasul-Nya.31

30 31

Al-Wâhidî, Asbâb an-Nuzûl al-Qur ’ân, h. 218. As-Syaukani, Fath al-Qadir, Juz V, h. 215.

109

Ayat ini juga menjelaskan tentang alasan (‘illat) dilarangnya mengembalikan wanita-wanita tersebut sebagaimana firman Allah swt.:

‫ﻦ‬‫ ﻟَﻬ‬‫ﺤِﻠﱡﻮﻥ‬‫ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ﻟَﺎ ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ ﺣِﻞﱞ ﻟﱠﻬ‬‫ﻦ‬‫ﻟَﺎ ﻫ‬ Artinya: Wanita-wanita tersebut halal bagi kamu dan tidak tidak halal bagi mereka (kafir). (Q.S. al-Mumtahanah [60]: 10) Ayat ini mengindikasikan keharaman wanita muslimah (yang hijrah) kepada suami mereka yang masih kafir. Alasannya, islamnnya seorang wanita akan menjadi wajib hukumnya memisahkannya dengan suaminya. Ketentuan ini berlaku secara umum bukan terbatas pada hijrahnya saja. Begitupula penetapan dan penegasan keharamannya serta akan memberikan kesan bahwa makna pertama berarti batalnya pernikahan dan yang kedua menjelaskan dilarangnya untuk nikah kembali. Tidak ada dosa atas orang-orang mukmin yang ingin menjadikannya sebagai istri mereka disebabkan mereka telah merubah keyakinannya menjadi sama dengan keyakinanmu (masuk ke dalam ajaran Islam), tetapi dengan syarat memberikan mahar kepadanya setelah lepas masa iddahnya.32 Hadist yang diriwayatkan Bukhari melalui jalur Musawwir Ibn Mahramah dan Marwan Ibn Hakâm bahwasanya Rasulullah saw. ketika mengadakan perjanjian dengan kafir Quraisy di Hudaibiyah lalu datang seorang wanita muslimah. Atas kejadian itu, Allah swt. kemudian menurunkan ayat:

ٍ‫ﺍﺕ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ ﻣ‬‫ﺎﺕ‬‫ﺆﻣِﻨ‬ ‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﺎﺀﻛُﻢ‬‫ﻮﺍ ﺇِﺫَﺍ ﺟ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺎ ﺃَﻳ‬‫ﻳ‬ Artinya: Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu wanita-wanita yang sedang berhijrah. (Q.S. al-Mumtahanah [60]: 10) 32

As-Syaukani, Fath al-Qadir, Juz V, h. 217.

110

Sampai dengan firman Allah swt:

ِ‫ﺍﻓِﺮ‬‫ﻢِ ﺍﻟْﻜَﻮ‬‫ﺴِﻜُﻮﺍ ﺑِﻌِﺼ‬‫ﻻَ ﺗُﻤ‬‫ﻭ‬ Artinya: dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir. (Q.S. al-Mumtahanah [60]: 10) Lalu Umar Ibn Khatthab langsung menceraikan istrinya yang keduanya masih dalam keadaan kafir.33 Dalam jalur lain dari Abu Daud yang diriwayatkan dari Urwa Ibn Zubair dari Musawwar Ibn Mahramah, ”Kami tidak didatangi seorang lelaki dari kaummu kecuali kami serahkan kepadamu setelah selesai perjanjian ini maka berkatalah Nabi kepada sahabatnya, “ berdirilah, bertebarlah dan ikutilah!” . Kemudian datanglah wanita muslimah lalu turunlah ayat lantas Allah swt. melarang kaum muslimin untuk menyerahkan wanita tersebut kepada suaminya dan menyerahkan mahar yang telah diberikan suaminya kepada wanita tersebut. Para wanita muslimah datang kepada Rasulullah dalam beberapa saat (setelah diadakan perjanjian), maka Allah swt. melarang menyerahkan mereka kepada suaminya yang masih kafir guna menghapus segala syarat perjanjian karena syarat tersebut dikhususkan bagi kaum lelaki.34 Ayat inilah yang dijadikan dalil oleh Abu Hanifah bahwa wanita muslimah yang melakukan hijrah dalam mempertahankan keyakinannya kepada Allah swt. boleh menikahinya tanpa adanya iddah (masa menunggu), kecuali ia dalam keadaan hamil.35

33

As-Syaukani, Fath al-Qadir, Juz V, h. 217. As-Syaukani, Fath al-Qadir, Juz VII, h. 450. 35 As-Syaukani, Fath al-Qadir, h. 78. 34

111

Menurut hemat penulis, hijrah yang dilakukan dengan dasar keimanan kepada Allah swt. yang benar akan menghasilkan suatu nilai yang tinggi juga akan mendapatkan jaminan dari Allah swt. b. Hijrah sebagai Bukti Keimanan Muhajir yang melaksanakan hijrah kepada Allah swt yaitu berusaha menyelamatkan aqidah dan keyakinannya dan membebaskan diri dari belenggu fitnah yang berkepanjangan. Dengan demikian, atas dasar iman dan keyakinan yang dimilikinya menjadi bukti bahwa mereka itu orang-orang yang kuat dalam mempertahankan dan menegakkan panji-panji Allah di muka bumi ini. Allah berfirman:

‫ﺎ‬‫ﻘ‬‫ ﺣ‬‫ﻮﻥ‬‫ﻣِﻨ‬‫ﺆ‬‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ﻭﺍ ﺃُﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻧَﺼ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ ﺁﻭ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﻭﺍ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺟ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﻫ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻭ‬ ‫ﺭِﺯْﻕٌ ﻛَﺮِﻳﻢ‬‫ ﻭ‬‫ﺓ‬‫ﻐْﻔِﺮ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﻟَﻬ‬ Artinya: Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni`mat) yang mulia. (Q.S. al-Anfâl [8]: 74). Ayat ini memberikan gambaran tentang iman yang sesungguhnya yaitu lahir dan ada secara haqiqi. Ia lahir didasari oleh kandungan nilai agama yang benar. Keimanan yang benar tidak dapat dirasakan hanya dengan pengakuan lidah atau dengan kaidah dan teori atau sekedar atraksi, akan tetapi diaktualisasikan dengan menggabungkannya dengan tindakan dan gerakan. Alasannya, dengan bentuk aqidah dan keyakinan yang terbatas pada keberadaan hukum saja (wujûd al-hukm). Ini pun

112

tidak dapat melahirkan keimanan sesungguhnya yang harus dilaksanakan dengan aqidah dan sekaligus berupa gerakan secara realitas. Sayyid Quthub mengatakan bahwa bukti keimanan yang benar adalah dengan melihat kepada kesungguhan dalam melaksanakan kewajiban, tidak merasa senang jika belum nampak apa yang diucapkan oleh lidah, di hadapannya telah terbukti kesaksian yang nyata, serta mampu merealisasikan agama ini dengan bentuk ibadah kepada Allah swt secara kasatmata. Terlebih lagi pada golongan mukminin yang berusaha kembali menghidupkan agama ini pada realitas kehidupan di dunia.36 Sedangkan Imam Ibn Katsir mengatakan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ali Ibn Abi Thalib dari Ibn Abbas dalam firman Allah:

‫ﻮﻥ‬‫ﺆﻣِﻨ‬ ‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻭﺍ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚ‬‫ﺮ‬‫ﻧَﺼ‬‫ﺍ ﻭ‬‫ﻭ‬‫ﺍﻭ‬‫ ﺀ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﻭﺍ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺟ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﻫ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻣ‬‫ ﺀ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻭ‬ ‫ﺭِﺯْﻕٌ ﻛَﺮِﻳﻢ‬‫ ﻭ‬‫ﺓ‬‫ﻐْﻔِﺮ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﺎ ﻟَﻬ‬‫ﻘ‬‫ﺣ‬ Artinya: Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang Muhajirin), mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia. (Q.S. alAnfâl [8]: 74). Kata al-munâfiqûn berarti tak ada sesuatu pun yang masuk dalam hatinya jika disebut nama Allah dalam melaksanakan kewajiban. Dia tidak beriman sedikit pun terhadap ayat-ayat Allah dan tidak bertawakkal. Mereka tidak melaksanakan shalat dan tidak menunaikan kewajiban zakatnya, maka Allah swt. memberitakan bahwa

36

Sayyid Quthub, Fî Zhilâl ……, Juz III, h. 1560.

113

mereka bukan orang-orang mukmin yang benar. Kemudian Allah swt. mensifati orang-orang mukmin dengan firman-Nya:

‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ ﻗُﻠُﻮﺑ‬‫ﺟِﻠَﺖ‬‫ ﻭ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﺇِﺫَﺍ ﺫُﻛِﺮ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻮﻥ‬‫ﺆﻣِﻨ‬ ‫ﺎ ﺍﻟْﻤ‬‫ﺇِﻧﱠﻤ‬ Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah apabila disebut nama Allah maka bergetarlah hatinya. (Q.S. al-Anfâl [8]: 8) Maka mereka langsung melaksanakan kewajibannya.

‫ﺎﻧًﺎ‬‫ ﺇِﳝ‬‫ﻢ‬‫ﺗْﻬ‬‫ ﺯَﺍﺩ‬‫ﺎﺗُﻪ‬‫ﺍﻳ‬‫ ﺀ‬‫ﻬِﻢ‬‫ﻠَﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﺖ‬‫ﺇِﺫَﺍ ﺗُﻠِﻴ‬‫ﻭ‬ Artinya: jikalau dibacakan atas mereka ayat-ayat Allah maka bertambah keimanannya. (Q.S. al-Anfâl [8]: 8) Yaitu bertambah keyakinannya

‫ﻛﱠﻠُﻮﻥ‬‫ﺘَﻮ‬‫ ﻳ‬‫ﻬِﻢ‬‫ﺑ‬‫ﻠَﻰ ﺭ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬ Artinya: kepada tuhannyalah mereka bertawakkal, yaitu tidak mengharapkan sesuatu kepada selainya. (Q.S. al-Anfâl [8]: 8) Bentuk iman yang haqiqi pada diri para Muhajirin seperti apa yang dilakukan oleh Ummu Salamah ra. ketika melakukan hijrah meninggalkan tanah Mekkah terjadi suatu ketegangan antara dia dan kafir Quraisy (keluarga yang masih kafir). Kala itu terjadi tarik-menarik terhadap anak yang ada dipangkuannya sehingga anak tersebut meninggal, dia pun sabar akan kejadian itu dan Allah swt. mempertemukan dengan suaminya. Sewaktu suaminya wafat, Rasulullah menjadikannya sebagai Ummul Mukminin. Ini merupakan bukti tentang kekuatan iman yang dimiliki oleh sahabat yang rela memperjuangkan segala apa yang dimilikinya demi menyelamatkan agama dan menegakkan panji-panji Allah di muka bumi ini.

114

Masih banyak sahabat Rasulullah yang melakukan tindakan yang sama disebabkan kokohnya keimanan dan keyakinannya seperti Ummu Habibah, Umar, Abu Bakar, dan sebagainya. Iman yang hikiki tidak begitu saja ada dalam kehidupan seorang muslim. Kekuatan hikmah dan buah dari keimanan yang hakiki melahirkan suatu pengaruh yang sangat besar dalam mengobati dan menyelamatkan jiwa manusia serta menghindarkannya dari berbagai hal yang merugikan. Adapun pengaruh dan buah dari iman yang hakiki tersebut sebagai berikut: -

Iman yang hakiki akan memberikan nilai hidup pada diri manusia.

-

Iman yang hakiki akan melahirkan jiwa yang memiliki kekuatan kepercayaan dan keimanan kepada Allah swt. dan ketenangan disisi-Nya.

-

Iman yang hakiki akan memunculkan pada diri manusia kekuatan untuk berjihad, berkorban, bersabar, bersungguh-sungguh dalam berbuat baik serta meninggalkan segala larangan Allah swt.

-

Iman yang hakiki akan melahirkan kasih sayang dan cinta sesama muslim dan menghindari segala pertentangan dan perselisihan.

c. Hijrah sebagai Fitnah atau Cobaan di Jalan Allah Perjalanan panjang yang dialami oleh Rasulullah bersama sahabatnya ketika melaksanakan hijrah dari Mekkah ke Madinah merupakan bagian dari cobaan yang diberikan Allah kepada umatnya, Cobaan merupakan ukuran atas kadar keimanan yang dimiliki oleh seorang hamba. Tanpa adanya faktor itu, maka seorang hamba tidak dapat meraih satu tahapan menuju keberhasilan yang hakiki.

115

Hijrah merupakan salah satu sarana yang membawa kepada suatu kesuksesan, keberhasilan dan kejayaan. Hijrah merupakan cobaan di jalan Allah swt. untuk mengukur sejauh mana kemampuan seorang yang melakukan hijrah dalam mengemban suatu amanah dari Allah. Mereka tidak cuma sekedar mengatakan “ kami beriman” , akan tetapi mereka realisasikan keimanan itu melalui tindakan secara fisik di tengah-tengah masyarakat dan mensosialisasikan kebenaran itu di hadapan Allah swt. sebagaimana firman-Nya:

‫ﻮﻥ‬‫ﻔْﺘَﻨ‬‫ ﻟَﺎ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻣ‬‫ﻘُﻮﻟُﻮﺍ ﺀ‬‫ ﻳ‬‫ﻛُﻮﺍ ﺃَﻥ‬‫ﺘْﺮ‬‫ ﻳ‬‫ ﺃَﻥ‬‫ﺎﺱ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ﺴِﺐ‬‫ﺃَﺣ‬ Artinya: Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (Q.S. al-‘Ankabût [29]: 2) Imam az-Zamakhsyari mengatakan bahwa kata fitnah dalam ayat ini berarti ujian berupa perintah meninggalkan daerah dan berjihad melawan musuh, merealisasikan ketaqwaan kepada Allah swt., meninggalkan segala kesenangan syahwat melalui berbagai penderitaan seperti kefakiran serta berbagai bencana terhadap diri dan harta benda dan bersabar terhadap cobaan dan penindasan yang dilakukan oleh orang kafir.37 Hijrah adalah cobaan berat yang diberikan oleh Allah swt. kepada umat Islam yang memiliki kemampuan guna merealisasikan panggilan. Cobaan ini adalah berkaitan dengan kelangsungan keimanan mereka karena standar keimanan yang benar adalah merespon segala kewajiban dari Allah swt., termasuk dalam hal hijrah. Setelah mereka melaksanakan hijrah, maka Allah berkewajiban memberikan

37

Az-Zamakhsyari, Al-Kassyâf, Juz III, h. 195.

116

perlindungan kepada mereka, melalui jaminan yang diberikan kepadanya atas usaha dan perjuangannya sebagaimana firman-Nya:

‫ﺎ ﻟَﻐَﻔُﻮﺭ‬‫ﺪِﻫ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﻭﺍ ﺇِﻥ‬‫ﺮ‬‫ﺒ‬‫ﺻ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ ﺟ‬‫ﻮﺍ ﺛُﻢ‬‫ﺎ ﻓُﺘِﻨ‬‫ﺪِ ﻣ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ﻭﺍ ﻣِﻦ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﻫ‬‫ ﻟِﻠﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ ﺇِﻥ‬‫ﺛُﻢ‬ ‫ﺣِﻴﻢ‬‫ﺭ‬ Artinya: Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S. an-Nahl [16]: 110). Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ‘Ammâr bin Yasîr disiksa hingga tidak tahu apa yang mesti dikatakannya. Demikian juga Suhaib, Abu Fukhairah, Bilâl, Ammâr bin Fukhairah, dan kaum Muslimin lainya. Ayat ini turun berkenaan dengan mereka yang telah diselamatkan oleh Allah swt. Dalam keterangan lain dikemukakan bahwa ayat ini turun untuk penduduk Mekkah yang telah menyakini Islam sebagai agamanya. Ketika kewajiban hijrah diberlakukan, maka keislaman mereka tidak diakui sebelum mereka hijrah di jalan Allah swt. Ketika mereka berangkat hijrah, para kaum musyrikin mengikutinya. Sebagian ada yang dibunuh dan sebagian lagi ada yang selamat. Lalu Allah swt. menurunkan ayat tersebut di atas.38 Ibn Katsir mengatakan bahwa Allah swt. harus memberikan cobaan kepada hambanya yang beriman sesuai dengan kadar keimanannya dan menguji keimanannya (dengan memerintahkan hijrah), serta mengharap ridha-Nya.39

C. Redaksi al-Qur’an tentang Hijrah 38 39

Al-Wâhidî, Asbab …….., h. 289. Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur ’ân ……., Juz III, h. 405.

117

a. Pujian terhadap Para Muhajirin Di dalam al-Qur’an, Allah swt. memberikan pujian yang sangat besar kepada para Muhajirin dengan uslub yang beragam. Hal ini menandakan bahwa persoalan ini sangat penting dan sangat signifikan dalam ajaran Islam yang mengandung muatan dakwah, ajaran akhlak, serta muatan aqidah kepada Allah swt. juga menjadi pelajaran yang sangat berharga dalam membentuk masyarakat yang berasaskan tauhid. Sifat-sifat yang dimiliki mereka disebabkan niat besar dan ikhlas karena Allah. Mereka berani keluar dan berjuang di jalan Allah swt., meninggalkan keluarga, tempat tinggal serta sangat membenci segala penindasan dan intimidasi dan tekanantekanan yang dilakukan oleh kafir Quraisy. Di antara uslub-uslub pujian tersebut antara lain: 1. Ikhlas Jika diamati kata ikhlas di dalam al-Qur’an mengandung arti kejernihan hati seorang hamba di dalam melakukan suatu perbuatan ibadah kepada Allah swt. Kalimat ikhlas adalah salah satu kata dan sifat yang terpuji yang dimilki oleh kaum Muhajirin ketika meninggalkan tempat yang mereka cintai demi merealisasikan keimanannya kepada Allah swt. sebagaimana firman-Nya:

‫ﻭﻥ‬‫ﺮ‬‫ﻨﺼ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻧًﺎ ﻭ‬‫ﺭِﺿْﻮ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﻦ‬‫ ﻓَﻀْﻠًﺎ ﻣ‬‫ﺘَﻐُﻮﻥ‬‫ﺒ‬‫ ﻳ‬‫ﺍﻟِﻬِﻢ‬‫ﻮ‬‫ﺃَﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﺍ ﻣِﻦ ﺩِﻳﺎﺭِﻫِﻢ‬‫ﺮِﺟ‬‫ ﺃُﺧ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺎﺟِﺮِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺍﺀ ﺍﻟْﻤ‬‫ﻟِﻠْﻔُﻘَﺮ‬ ‫ﺎﺩِﻗُﻮﻥ‬‫ ﺍﻟﺼ‬‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ ﺃُﻭ‬‫ﻮﻟَﻪ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬

Artinya; (Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. (Q.S. al-Hasyr [59]: 8)

118

Ayat ini mengisyaratkan tentang kepergian Muhajirin yang meninggalkan harta, keluarga dan rumah mereka bertujuan mencari ridha Allah swt. Hal tersebut terangkum dalam firman-Nya: (yabtagûna fadhlan min Allah wa ridhwâna). Ahzami mengatakan bahwa ini menunjukkan mereka meninggalkan rumah dan harta didasari oleh keikhlasan kepada Allah swt. dan mengharapkan ridha dari Allah swt. Ikhlas adalah kejernihan hati dalam merealisasikan perbuatan hanya kepada Allah swt. dan tidak mengarahkan niat dan tujuan kepada selainnya. Jikalau perbuatan didasari keikhlasan karena Allah, maka akan menciptakan seorang hamba senantiasa memiliki jiwa yang rendah hati dan penuh semangat. Alasannya, sifat dan jiwa tersebut akan membawa kepada kegembiraannya. Lalu Allah akan mengangkat derajatnya di sisi manusia. Barang siapa yang diletakkan oleh Allah di sisi-Nya, maka Allah akan ridha kepadanya. Jiwa dan nilai ikhlas yang paling utama pada diri seorang hamba adalah yaitu senantiasa komitmen (iltizâm) dalam menjalankan ibadah kepadanya. Hal tersebut seiring dengan firman-Nya:

‫ ﺩِﻳﻦ‬‫ﺫَﻟِﻚ‬‫ ﻭ‬‫ﻛَﺎﺓ‬‫ﺗُﻮﺍ ﺍﻟﺰ‬‫ﺆ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﻠَﺎﺓ‬‫ﻮﺍ ﺍﻟﺼ‬‫ﻘِﻴﻤ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﻔَﺎﺀ‬‫ﻨ‬‫ ﺣ‬‫ﻳﻦ‬‫ ﺍﻟﺪ‬‫ ﻟَﻪ‬‫ﺨْﻠِﺼِﲔ‬‫ ﻣ‬‫ﻭﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺪ‬‫ﺒ‬‫ﻌ‬‫ﻭﺍ ﺇِﻟﱠﺎ ﻟِﻴ‬‫ﺎ ﺃُﻣِﺮ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ِ‫ﺔ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟْﻘَﻴ‬ Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Q.S. al-Bayyinah [98]: 5) Olehnya itu, keiklasan merupakan nilai perekat para Muhajin dalam menghadapi berbagai tindakan yang dapat menghancurkan keyakinannya kepada

119

Allah swt. serta dengan tulus ikhlas memperjuangkan agama dengan penuh keyakinan. Hal tersebut dimaksudkan agar apa yang mereka harapkan di sisi Allah dapat mewujud. Keikhlasan sesungguhnya lahir dari hati dan keimanan yang benar. b. Sabar Sabar merupakan bagian yang sangat penting dalam kesuksesan dalam setiap perjuangan. Bagian ini senantiasa melekat pada jiwa seorang muslim yang tangguh dan merealisasikan cita-cita dan harapannya. Ketika para Muhajirin meninggalkan rumah dan tempat tinggal mereka, melalui jiwa kesabaran mereka mampu mempertahankan aqidahnya dan sanggup menghadapi tantangan dan penyiksaan. Inilah sifat yang sangat terpuji yang melekat pada diri mereka sehingga Allah memujinya atas jiwa kesabarannya dan mereka meraih apa yang mereka inginkan. Sifat sabar adalah sifat yang dimiliki sahabat Rasulullah yang melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah untuk mengikuti dan merealisasikan petunjuk dari Rasulullah saw. Allah swt. memberikan pujian atas hal itu, yaitu dengan memberikan ganjaran pahala besar di sisi-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:

‫ ﻟَ ﻮ‬‫ﺮ‬‫ﺓِ ﺃَﻛْﺒ‬‫ ﺍﻵﺧِﺮ‬‫ﺮ‬‫ﻟَﺄَﺟ‬‫ﺔً ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﺣ‬‫ﻧْﻴ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺋَﻨ‬‫ﻮ‬‫ﺒ‬‫ﻮﺍْ ﻟَﻨ‬‫ﺎ ﻇُﻠِﻤ‬‫ﺪِ ﻣ‬‫ﻌ‬‫ﻭﺍْ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻣِﻦ ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﻫ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻭ‬ ‫ﻮﻥ‬‫ﻠَﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻛَﺎﻧُﻮﺍْ ﻳ‬ Artinya: Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui. (Q.S. an-Nahl [16]: 41)

120

Dan firman Allah:

‫ﺎ ﻏَﻔُﻮﺭ‬‫ﺪِﻫ‬‫ﻌ‬‫ ﻣِﻦ ﺑ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﻭﺍْ ﺇِﻥ‬‫ﺮ‬‫ﺒ‬‫ﺻ‬‫ﻭﺍْ ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ ﺟ‬‫ﻮﺍْ ﺛُﻢ‬‫ﺎ ﻓُﺘِﻨ‬‫ﺪِ ﻣ‬‫ﻌ‬‫ﻭﺍْ ﻣِﻦ ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﻫ‬‫ ﻟِﻠﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ ﺇِﻥ‬‫ﺛُﻢ‬ ‫ﺣِﻴﻢ‬‫ﺭ‬ Artinya: Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. an-Nahl [16]: 110) Raghîb al-Ishfahânî mengemukakan tentang kalimat sabar, yaitu mengekang jiwa dan nafsu sehingga dapat seiring dengan petunjuk akal dan syar’i atau akal dan syara’ mengekang dorongan nafsu. Term sabar merupakan kata yang berlaku umum yang penamaannya berbeda sesuai dengan perbedaan penggunaannya. Apabila menghalangi nafsu dalam melakukan kemaksiatan, maka dinamakan sabar dan lawannya adalah juz’u dan sebagainya.40 Nilai keistimewaan sabar, adalah komitmen (iltizâm) terhadap apa yang diperintahkan oleh Allah swt. sebagaimana dalam firman-Nya:

‫ﻮﻥ‬‫ ﺗُﻔْﻠِﺤ‬‫ﻠﱠﻜُﻢ‬‫ ﻟَﻌ‬‫ﺍﺗﱠﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺍﺑِﻄُﻮﺍ ﻭ‬‫ﺭ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺎﺑِﺮ‬‫ﺻ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺒِﺮ‬‫ﻮﺍ ﺍﺻ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻣ‬‫ ﺀ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃَﻳ‬‫ﻳ‬ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (Q.S. Âli ‘Imrân [3] : 200) Ibn Katsir menjelaskan bahwa ayat ini memerintahkan untuk bersabar dalam perintah agama yang tujuannya mengharap ridha Allah swt. Pasalnya, tidak ada yang

40

Al-Raghîb, Al-Mufradât fî Gharîb al-Qur ’ân, h. 373.

121

mampu menolak dan mendatangkan manfaat kecuali Allah swt. Tiada kebaikan dan keburukan, tiada kelonggaran dan kesulitan melainkan hanya kehendak-Nya. Dengan demikian, kesabaran merupakan perisai untuk meraih keberuntungan.41 Kesabaran yang dimiliki oleh sahabat mampu merealisasikan kehendak dan tuntunan al-Qur’an. Lalu Allah swt. memujinya dengan sifat kesabarannya dan memberikan ganjaran pahala sesuai apa yang mereka harapkan, sebagaimana dalam firman-Nya:

ِ‫ﻠَﺎﺋِﻜَﺔ‬‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﺍﻟَﺎﻑٍ ﻣِﻦ‬‫ﺔِ ﺀ‬‫ﺴ‬‫ ﺑِﺨَﻤ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﻛُﻢ‬‫ﺪِﺩ‬‫ﻤ‬‫ﺬَﺍ ﻳ‬‫ ﻫ‬‫ﺭِﻫِﻢ‬‫ ﻓَﻮ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺄْﺗُﻮﻛُﻢ‬‫ﺗَﺘﱠﻘُﻮﺍ ﻭﻳ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺒِﺮ‬‫ ﺗَﺼ‬‫ﻠَﻰ ﺇِﻥ‬‫ﺑ‬ ِ‫ﺰِﻳﺰ‬‫ﺪِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺍﻟْﻌ‬‫ ﻋِﻨ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﻣِﻦ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﺎ ﺍﻟﻨ‬‫ﻣ‬‫ ﺑِﻪِ ﻭ‬‫ﻜُﻢ‬‫ ﻗُﻠُﻮﺑ‬‫ﺌِﻦ‬‫ﻟِﺘَﻄْﻤ‬‫ ﻭ‬‫ﻯ ﻟَﻜُﻢ‬‫ﺮ‬‫ﺸ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﺑ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻠَﻪ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺟ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬.‫ﻣِﲔ‬‫ﻮ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬ ِ‫ﻜِﻴﻢ‬‫ﺍﻟْﺤ‬

Artinya: ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala-bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Âli-‘Imrân [3]: 125-126) c. Shiddiq Di antara sifat terpuji yang dimiliki oleh kaum Muhajirin adalah jiwa shiddiq yang menyebabkan pujian yang diarahkan kepadanya oleh Allah swt. Sifat shiddiq adalah sifat yang melekat pada para Muhajirin dalam melakukan hijrahnya sehingga mampu melewati segala hal yang menghambat kepercayaan diri. Hal tersebut

41

Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur ’ân …….., Juz I, h. 381.

122

dikarenakan shiddiq itu lahir dari keimanan dan kepercayaan yang besar terhadap sesuatu. Allah swt. mengabadikannya dengan firman-Nya:

‫ﻭﻥ‬‫ﺮ‬‫ﻨﺼ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻧًﺎ ﻭ‬‫ﺭِﺿْﻮ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﻦ‬‫ ﻓَﻀْﻠًﺎ ﻣ‬‫ﺘَﻐُﻮﻥ‬‫ﺒ‬‫ ﻳ‬‫ﺍﻟِﻬِﻢ‬‫ﻮ‬‫ﺃَﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﺍ ﻣِﻦ ﺩِﻳﺎﺭِﻫِﻢ‬‫ﺮِﺟ‬‫ ﺃُﺧ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺎﺟِﺮِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺍﺀ ﺍﻟْﻤ‬‫ﻟِﻠْﻔُﻘَﺮ‬ ‫ﺎﺩِﻗُﻮﻥ‬‫ ﺍﻟﺼ‬‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ ﺃُﻭ‬‫ﻮﻟَﻪ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬ Artinya; (Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan(Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. (Q.S. al-Hasyr [59]: 8) Imam al-Bughuwi menjelaskan bahwa ayat (yanshurûn Allâh wa rasûlah ulâika hum as-shâdiqûn) adalah didasarkan atas keimanan mereka. Imam Qatâdah mengemukakan yaitu orang-orang yang meninggalkan rumah dan harta serta segala kesenangan dunia karena Allah dan Rasulnya serta memiliki kepercayaan penuh terhadap kebenaran Islam, walaupun mereka ditimpa berbagai bencana dan penderitaan42. Kata as-shidq memiliki muatan tinggi dalam Islam karena termasuk unsur keimanan kepada Allah swt. sehingga Allah memerintahkan untuk senantiasa komitmen dengan unsur tersebut, sebagaimana firman-Nya: d. Pengorbanan atau Jihad Di antara uslub pujian terhadap sifat yang terpuji yang dimiliki oleh para Muhajirin adalah memiliki jiwa jihad dan pengorbanan sebagaimana terangkum dalam firman Allah swt.:

42

Al-Baghawî, Tafsîr al-Baghawî, Juz IV, h. 318.

123

ِ‫ ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ﺔً ﻋِﻨﺪ‬‫ﺟ‬‫ﺭ‬‫ ﺩ‬‫ﻈَﻢ‬‫ ﺃَﻋ‬‫ﺃَﻧﻔُﺴِﻬِﻢ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﻟِﻬِﻢ‬‫ﻮ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺑِﺄَﻣ‬‫ﻭﺍْ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺟ‬‫ﻭﺍْ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﻫ‬‫ﻮﺍْ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬ ‫ﻭﻥ‬‫ ﺍﻟْﻔَﺎﺋِﺰ‬‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ﺃُﻭ‬‫ﻭ‬ Artinya: Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (Q.S. atTaubah [9]: 20) Dan firman Allah swt.

‫ ﻏَﻔُﻮﺭ‬‫ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭ‬‫ﺖ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ ﺭ‬‫ﻮﻥ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ ﻳ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺃُﻭ‬‫ﻭﺍْ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺟ‬‫ﻭﺍْ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﻫ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻮﺍْ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺇِﻥ‬ ‫ﺣِﻴﻢ‬‫ﺭ‬ Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S. al-Baqarah [2]: 218) Al-Raghib mengetengahkan tentang jihad dengan mengatakan bahwa sesungguhnya jihad terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu: berjihad melawan musuh, berjihad melawan setan dan berjihad melawan nafsu. Semuanya ini termaktub dalam firman Allah swt.:

‫ﺝٍ ﻣِﻠﱠﺔَ ﺃَﺑِﻴﻜُ ﻢ‬‫ﺮ‬‫ ﺣ‬‫ﻳﻦِ ﻣِﻦ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﻠَﻴ‬‫ﻞَ ﻋ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺟ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﻛُﻢ‬‫ﺘَﺒ‬‫ ﺍﺟ‬‫ﻮ‬‫ﺎﺩِﻩِ ﻫ‬‫ ﺟِﻬ‬‫ﻖ‬‫ﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺣ‬‫ﺎﻫِﺪ‬‫ﺟ‬‫ﻭ‬ ‫ﺍﺀ‬‫ﺪ‬‫ﺷﻬ‬  ‫ﺗَﻜُﻮﻧُﻮﺍ‬‫ ﻭ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﻠَﻴ‬‫ﺍ ﻋ‬‫ﺷﻬِﻴﺪ‬  ُ‫ﻮﻝ‬‫ﺳ‬‫ ﺍﻟﺮ‬‫ﻜُﻮﻥ‬‫ﺬَﺍ ﻟِﻴ‬‫ﻓِﻲ ﻫ‬‫ﻞُ ﻭ‬‫ ﻗَﺒ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻠِﻤِﲔ‬‫ﺴ‬‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﺎﻛُﻢ‬‫ﻤ‬‫ ﺳ‬‫ﻮ‬‫ ﻫ‬‫ﺍﻫِﻴﻢ‬‫ﺮ‬‫ﺇِﺑ‬ ‫ﺼِﲑ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ﻢ‬‫ﻧِﻌ‬‫ﻟَﻰ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﻢ‬‫ ﻓَﻨِﻌ‬‫ﻟَﺎﻛُﻢ‬‫ﻮ‬‫ ﻣ‬‫ﻮ‬‫ﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻫ‬‫ﺘَﺼِﻤ‬‫ﺍﻋ‬‫ ﻭ‬‫ﻛَﺎﺓ‬‫ﺍﺗُﻮﺍ ﺍﻟﺰ‬‫ﺀ‬‫ ﻭ‬‫ﻠَﺎﺓ‬‫ﻮﺍ ﺍﻟﺼ‬‫ﺎﺱِ ﻓَﺄَﻗِﻴﻤ‬‫ﻠَﻰ ﺍﻟﻨ‬‫ﻋ‬

Artinya: Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenarbenarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu

124

menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (Q.S. al-Hajj [22]: 78) Pengorbanan merupakan karakteristik dalam masyarakat yang islami. Ia menjadi karakteristik yang senantiasa ada pada agama Islam. Rasulullah menanamkam jiwa berkorban pada sanubari sahabatnya. Ketika diberikan kemampuan oleh Allah swt. baik berupa kemampuan materi maupun kemampuan kekuatan, mereka dengan senang hati memanfaatkannya. e. Memberikan Pertolongan kepada Allah dan Rasul-Nya Salah satu pujian yang diberikan oleh Allah kepada Muhajirin adalah memiliki jiwa yang senantiasa memberikan pertolongan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sifat ini selalu menjadi perekat dalam merealisasikan ibadah kepada Allah. Mereka dengan penuh kesadaran dan keyakinan rela memperjuangkan dan mengorbankan apa yang dimilikinya demi agama Allah. Pertolongan itu terbukti oleh beberapa sahabat yang rela membelanjakan harta dan jiwanya demi agama Allah, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Selain menolong agama Allah, juga membantu para fakir miskin yang melakukan hijrah di jalan Allah swt. sebagaimana firman-Nya:

‫ﻭﻥ‬‫ﺮ‬‫ﻨﺼ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻧًﺎ ﻭ‬‫ﺭِﺿْﻮ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﻦ‬‫ ﻓَﻀْﻠًﺎ ﻣ‬‫ﺘَﻐُﻮﻥ‬‫ﺒ‬‫ ﻳ‬‫ﺍﻟِﻬِﻢ‬‫ﻮ‬‫ﺃَﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﺍ ﻣِﻦ ﺩِﻳﺎﺭِﻫِﻢ‬‫ﺮِﺟ‬‫ ﺃُﺧ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺎﺟِﺮِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺍﺀ ﺍﻟْﻤ‬‫ﻟِﻠْﻔُﻘَﺮ‬ ‫ﺎﺩِﻗُﻮﻥ‬‫ ﺍﻟﺼ‬‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ ﺃُﻭ‬‫ﻮﻟَﻪ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬ Artinya: (Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan

125

keridhaan(Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. (Q.S. al-Hasyr [59]: 8) Ayat ini memberikan pujian kepada para Muhajirin yang dengan sukarela berhijrah meninggalkan keluarga dan hartanya demi menolong agama Allah swt. Mereka berjuang meninggalkan segala kesenangan yang ada demi memperjuangkan agama Allah. b. Janji terhadap Orang yang Berhijrah di Jalan Allah Hijrah bukan sekedar dipahami sebagai perpindahan dari suatu daerah ke daerah yang lain atau dari suatu tempat ketempat yang lain, akan tetapi hijrah adalah bukti keimanan yang benar dan kuat untuk merealisasikan panggilan agama serta menegakkan panji-panji ajaran dan agama Allah swt. Banyak ayat yang berbicara tentang balasan bagi para Muhajirin yang melaksanakan hijrah dengan syarat berada dalam panji Islam serta bertujuan menyelamatkan agama Allah. Para Muhajirin tersebut berhak mendapatkan pahala dan balasan dari Allah. Baik laki-laki maupun wanita pahalanya sama di hadapan Allah swt. dan mereka masing-masing mendapatnya tanpa ada perbedaan,43 sebagaimana yang disebutkan oleh an-Naisaburi dari Ummu Salamah yang berkata kepada Rasulullah saw, “ Wahai Rasulullah saya tidak mendengar firman Allah bagi wanita untuk berhijrah” , maka turunlah ayat untuk menjawab keraguan dari Ummu Salamah.44 Allah swt. berfirman:

43 44

Al-Baghawî, Tafsîr al-Baghawî, Juz IV, h. 47. Al-Wâhidî, Asbab …….., h. 143.

126

‫ﺾٍ ﻓَﺎﻟﱠﺬِﻳ ﻦ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻀﻜُﻢ‬ ُ ‫ﻌ‬‫ ﺃُﻧْﺜَﻰ ﺑ‬‫ ﺫَﻛَﺮٍ ﺃَﻭ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﺎﻣِﻞٍ ﻣِﻨ‬‫ﻞَ ﻋ‬‫ﻤ‬‫ ﻋ‬‫ ﺃَﻧﱢﻲ ﻟَﺎ ﺃُﺿِﻴﻊ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﻢ‬‫ ﻟَﻬ‬‫ﺎﺏ‬‫ﺘَﺠ‬‫ﻓَﺎﺳ‬ ‫ﺌَﺎﺗِﻬِﻢ‬‫ﻴ‬‫ ﺳ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﻥ‬‫ﻗُﺘِﻠُﻮﺍ ﻟَﺄُﻛَﻔﱢﺮ‬‫ﻗَﺎﺗَﻠُﻮﺍ ﻭ‬‫ﺒِﻴﻠِﻲ ﻭ‬‫ﺃُﻭﺫُﻭﺍ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﺭِﻫِﻢ‬‫ ﺩِﻳ‬‫ﻮﺍ ﻣِﻦ‬‫ﺮِﺟ‬‫ﺃُﺧ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﻫ‬ ِ‫ﺍﺏ‬‫ ﺍﻟ ﱠﺜﻮ‬‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ ﺣ‬‫ﻩ‬‫ﺪ‬‫ ﻋِﻨ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺪِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ ﻋِﻨ‬‫ﺎ ﻣِﻦ‬‫ﺍﺑ‬‫ ﺛَﻮ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺎ ﺍﻟْﺄَﻧْﻬ‬‫ﺘِﻬ‬‫ ﺗَﺤ‬‫ﺮِﻱ ﻣِﻦ‬‫ﺎﺕٍ ﺗَﺠ‬‫ﻨ‬‫ ﺟ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺧِﻠَﻨ‬‫ﻟَﺄُﺩ‬‫ﻭ‬

Artinya: “ Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (Q.S. Âli ‘Imrân [3]: 195) Adapun beberapa uslub al-Qur’an tentang janji Allah terhadap perjuangan kaum Muhajirin yang termuat dalam beberapa bahasan: 1.. Kelapangan Rezki di Dunia Jaminan Allah swt. termaktub di dalam al-Qur’an berupa kelapangan rezki di dunia ketika niat dan keinginannya diperuntukkan hanya kepada Allah swt. Hal tersebut didasari oleh keikhlasan dan ketulusan hati mereka untuk menjalankan perintah Allah swt. Kelapangan ini digambarkan al-Qur’an dan dibuktikan oleh rentetan sejarah yang meliputi mereka. Al-Qur’an memberikan jaminan terhadap hal itu melalui firman Allah swt:

127

‫ﺍ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ﺘِﻪِ ﻣ‬‫ﻴ‬‫ ﻣِﻦ ﺑ‬‫ﺝ‬‫ﺨْﺮ‬‫ﻦ ﻳ‬‫ﻣ‬‫ﺔً ﻭ‬‫ﻌ‬‫ﺳ‬‫ﺍ ﻭ‬‫ﺎ ﻛَﺜِﲑ‬‫ﺍﻏَﻤ‬‫ﺮ‬‫ﺽِ ﻣ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭ‬‫ﺠِﺪ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻳ‬‫ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ﻦ ﻳ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﺣِﻴﻤ‬‫ﺍ ﺭ‬‫ ﻏَﻔُﻮﺭ‬‫ ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ﻛَﺎﻥ‬‫ﻠﻰ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭ‬‫ ﻋ‬‫ﻩ‬‫ﺮ‬‫ ﺃَﺟ‬‫ﻗَﻊ‬‫ ﻭ‬‫ ﻓَﻘَﺪ‬‫ﺕ‬‫ﻮ‬‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﺭِﻛْﻪ‬‫ﺪ‬‫ ﻳ‬‫ﻮﻟِﻪِ ﺛُﻢ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭ‬ Artinya Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S. an-Nisâ ’ [4]: 100) Dalam ayat yang mulia ini, Allah menjanjikan bahwa orang yang berhijrah di jalan Allah akan mendapati dua hal: Pertama, “ murâghaman katsîran". Kedua, “sâ'atan” . Yang dimaksud 'murâghaman' sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Razi adalah barangsiapa berhijrah di jalan Allah swt. ke negeri lain, niscaya di negerinya yang baru itu akan mendapat kabaikan dan kenikmatan yang menjadi sebab kehinaan dan kekecewaan para musuhnya yang berada di negeri asalnya. Hal tersebut dilatari sebab orang yang memisahkan diri dan pergi ke negeri asing sehingga mendapatkan ketentraman di sana. Lalu berita itu sampai kepada negeri asalnya, niscaya penduduk asli negeri itu akan malu atas buruknya perlakuan yang mereka berikan, sehingga dengan demikian mereka merasa hina. Ibn al-Jawzi mengatakan bahwa dalam ayat

“ yajid fî al-ardhi murâghaman katsîran wa sa ’ah” berarti merasa bebas terhadap sesuatu yang menghimpitnya, sedangkan Ibn Qutaibah mengatakan bahwa kata murâghaman dan muhâjiran memiliki makna yang sama (murâghaman wa muhâjiran syay’ wâhid). Jadi kata tersebut bermakna keleluasaan pada diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan yang benar.45 45

Ibn Jawzî, Tafsîr Ibn Jawzî, Juz II, h. 179.

128

Sedangkan yang dimaksud dengan kata sâ'ah' yaitu keluasan rezki. Inilah yang dikatakan oleh Abdullah bin Abbas ra. dalam menafsirkan ayat ini. Senada dengan itu, pemaknaan ini juga dikatakan oleh ar-Rabi', adh-Dhahhâk, Athâ’ dan mayoritas ulama, Qatâdah berkata bahwa kata tersebut bermakna keluasan dari kesesatan kepada petunjuk dan dari kemiskinan kepada kekayaan yang melimpah.46 Sedangkan Imam Malik memaknainya sebagai keluasan negeri.47 Mengomentari ketiga pendapat di atas, al-Qurthubi mengatakan

bahwa

pendapat Imam Malik lebih sejalan dengan kefasihan ungkapan bahasa Arab. Alasannya, keluasan negeri dan banyaknya bangunan menunjukkan keluasan rezki. Ini juga menunjukkan kelapangan dada yang siap menanggung kesedihan dan pikiran serta hal-hal lain yang menunjukkan kemudahan.48 Terlepas dari tiga penafsiran di atas, yang jelas semuanya menunjukkan bahwa orang yang berhijrah di jalan Allah akan mendapatkan janji dari Allah berupa keluasan rezki, baik dengan ungkapan langsung maupun secara tidak langsung. Imam Ar-Razi menjelaskan kesimpulan tafsir ayat yang mulia ini dengan berkata: "Walhasil, seakan-akan dikatakan, 'Wahai manusia! Jika kamu membenci hiijrah dan tanah airmu hanya karena takut mendapatkan kesusahan dan ujian dalam perjalananmu, maka sekali-kali janganlah takut karena sesungguhnya Allah swt. akan memberimu berbagai nikmat yang agung dan pahala yang besar dalam hijrahmu. Hal Al-Qurthubî, Jâmi’ Ahkâm al-Qur ’ân, (Beirut: Dar al-Kutub al-Arabiyyah, 1967), Juz V, h. 348. Lihat juga: Ibn Katsir, Tafsîr al-Qur ’ân …….., Juz I, h. 597. 47 Al-Qurtubi, Jami’ al-Ahkam ……., Juz V, h. 348. Al-Alûsî, Ruh al-Ma ’ânî, Juz V, h. 127. 48 Al-Qurtubi, Jami’ al-Ahkam ……., Juz V, h. 348. 46

129

yang kemudian menyebabkan kehinaan musuh-musuhmu dan menjadi sebab bagi kelapangan hidupmu.49 b. Menghapus Seluruh Kesalahan dan Mengampuni Dosanya Salah satu nikmat yang diberikan oleh Allah kepada para Muhajirin adalah penghapusan segala dosa dan kesalahan mereka, Keistimewaan ini berlaku di saat mereka memperjuangkan agama dan menegakkan panji-panji Allah swt. Hal tersebut telah termaktub dalam al-Qur’an:

‫ﺌَﺎﺗِﻬِﻢ‬‫ﻴ‬‫ ﺳ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﻥ‬‫ﻗُﺘِﻠُﻮﺍ ﻟَﺄُﻛَﻔﱢﺮ‬‫ﻗَﺎﺗَﻠُﻮﺍ ﻭ‬‫ﺒِﻴﻠِﻲ ﻭ‬‫ﺃُﻭﺫُﻭﺍ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﺭِﻫِﻢ‬‫ ﺩِﻳ‬‫ﻮﺍ ﻣِﻦ‬‫ﺮِﺟ‬‫ﺃُﺧ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﻫ‬‫ﻓَﺎﻟﱠﺬِﻳﻦ‬ ِ‫ﺍﺏ‬‫ ﺍﻟ ﱠﺜﻮ‬‫ﻦ‬‫ﺴ‬‫ ﺣ‬‫ﻩ‬‫ﺪ‬‫ ﻋِﻨ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺪِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ ﻋِﻨ‬‫ﺎ ﻣِﻦ‬‫ﺍﺑ‬‫ ﺛَﻮ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺎ ﺍﻟْﺄَﻧْﻬ‬‫ﺘِﻬ‬‫ ﺗَﺤ‬‫ﺮِﻱ ﻣِﻦ‬‫ﺎﺕٍ ﺗَﺠ‬‫ﻨ‬‫ ﺟ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺧِﻠَﻨ‬‫ﻟَﺄُﺩ‬‫ﻭ‬ Artinya:

Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungaisungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik. (Q.S. Âli ‘Imrân [3]: 195).

Dan firman Allah swt;

‫ﺎ‬‫ﻘ‬‫ ﺣ‬‫ﻮﻥ‬‫ﻣِﻨ‬‫ﺆ‬‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ﻭﺍ ﺃُﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻧَﺼ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ ﺁﻭ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﻭﺍ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺟ‬‫ﻭﺍ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﻫ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻭ‬ ‫ﺭِﺯْﻕٌ ﻛَﺮِﻳﻢ‬‫ ﻭ‬‫ﺓ‬‫ﻐْﻔِﺮ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﻟَﻬ‬

Artinya: Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni`mat) yang mulia. (Q.S. al Anfâl [8]: 74)

49

Al-Râzî, Tafsîr al-Kabîr, Juz XI, h. 15.

130

Imam al-Raghib mengatakan bahwa at-takfîr yaitu menutupi segala kesalahan sehingga sampai kepada tingkatan yang tinggi atau menghapus segala kesalahan yang dimilikinya seperti penyakit yang dihilangkan pada diri orang yang sakit.50 Pengusiran yang dilakukan orang-orang kafir terhadap kaum mukminin memberikan hikmah yang luar biasa. Pasalnya, ketika dia meninggalkan segala kesenangan dunia dan mempertahankan keyakinannya kepada Allah dan dengan hati dan tulus ikhlas pergi meninggalkannya untuk memperjuangkan aqidahnya, Allah tidak menyia-nyiakan perjuangan itu dengan memberikan balasan di sisi-Nya, yaitu penghapusan segala dosa dan kesalahannya. Janji Allah ini hanya berlaku kepada orang-orang yang termasuk dalam kategori hijrah yang benar, sedangkan orang-orang yang hijrah karena latar belakang urusan dunia maka Allah akan membalasnya sesuai yang mereka niatkan. Kekhususan ini menandakan tingginya tingkatan dan derajatnya di sisi Allah yang didasari oleh perjuangan dan pengorbanannya serta oleh keinginannya mempertahankan ajaran dari Allah swt. c. Tinggi dan Besar Derajatnya di Sisi Allah Allah

tidak

menyia-nyiakan

perjuangan

para

Muhajirin

dalam

mempertahankan agamanya dengan tulus ikhlas sampai titik darah penghabisan. Hal ini dibuktikan dengan diangkatnya derajat mereka di sisi-Nya. Sebagaimana firman Allah swt:

50

Al-Raghîb al-Isfahânî, al-Mufradât fî Gharîb al-Qur ’ân, h. 435.

131

ِ‫ ﺍﻟﻠّﻪ‬‫ﺔً ﻋِﻨﺪ‬‫ﺟ‬‫ﺭ‬‫ ﺩ‬‫ﻈَﻢ‬‫ ﺃَﻋ‬‫ﺃَﻧﻔُﺴِﻬِﻢ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﻟِﻬِﻢ‬‫ﻮ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺑِﺄَﻣ‬‫ﻭﺍْ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺟ‬‫ﻭﺍْ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ﻫ‬‫ﻮﺍْ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬ ‫ﻭﻥ‬‫ ﺍﻟْﻔَﺎﺋِﺰ‬‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ﺃُﻭ‬‫ﻭ‬ Artinya: Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (Q.S. at-Taubah [9]: 20) Imam ar-Razi mengatakan bahwa tujuan manusia sesungguhnya mengarah kepada beberapa hal, di antaranya agar memiliki derajat yang tinggi. Manusia pada dasarnya terangkum dalam tiga sumber, yaitu: ruh, jasad dan harta. Adapun ruh, ketika keluar dari kekafiran, maka ia akan mengenal keimanan selanjutnya meraih derajat yang besar di sisi Allah swt., sedangkan harta dan jiwa merupakan milik manusia yang sangat dicintai. Jadi jika harta dan jiwa itu dikorbankan, maka ia juga akan meraih derajat yang tinggi di sisi Allah swt. Artinya, jika keduanya menyatu maka derajat itu akan bertambah besar di sisi-Nya.51 Orang-orang yang hijrah di jalan Allah dengan hartanya akan meraih derajat yang tinggi di sisi-Nya, yaitu derajat kemuliaan dan kesempurnaan. Orang yang mendapatkan kemuliaan di sisi Allah jauh lebih berharga dibanding kemuliaan harta dan jiwa, dimana kemuliaan di sisi Allah lebih besar dan kekal, dari segala sesuatu yang ada di bumi ini. Keistimewaan ini dirangkum oleh al-Marâghi dalam tafsirnya dengan mengatakan bahwa orang-orang yang benar-benar berhijrah karena Allah, mereka akan mendapatkan jaminan di sisi Allah dengan tiga keistimewaan, di antaranya: 51

Al-Râzi, Tafsîr al-Kabîr, Juz XII, h. 190.

132



Mengampuni dosa serta dihapus segala kesalahannya sebagaimana tertera dalam ayat la ukaffiranna ‘anhum sayyiâtihim. Hal ini sesuai dengan permintaan mereka yang menyebutkan “Ampunilah dosa-dosa kami dan hilangkanlah segala kesalahan kami”.



Memberikan pahala yang besar di sisi-Nya sebagaimana firman Allah swt: Wa la udkhilannahum jannâtin tajrî min tahtiha al-anhâr. Hal ini sesuai dengan keinginan mereka yang mengatakan “Berikanlah kepada kami apa yang engkau janjikan kepada kami melalui rasulmu”.



Pahala pemberiannya sesuai dengan kebesaran dan kemuliaan yang ada pada mereka sebagaimana firman Allah, “ min ‘indillah” yang senada dengan permintaan mereka, “Ya Allah, janganlah engkau rendahkan kami pada hari kiamat”. Oleh karena itu, pahala yang didapat oleh para muhajirin adalah balasan yang sempurna dari Allah swt.52 Balasan ini seluruhnya diperuntukkan bagi orang-orang yang meninggalkan

harta dan seluruh kesenangan dunia untuk hijrah di jalan Allah swt. dengan mengorbankan seluruhnya ketika kewajiban hijrah diperuntukkan kepada kaum muslimin. C. Ancaman Bagi Orang yang Meninggalkan Hijrah Telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya bahwa pujian dan janji bagi orang-orang yang melaksanakan hijrah di jalan Allah yang bertujuan menegakkan nilai ajaran dari Allah swt. adalah balasan yang besar serta keistimewaan yang tinggi 52

Al-Marâghî, Tafsir al-Marâghî, (Cairo: Musthâfâ Bâb al-Halabi, t.th), Juz IV, h. 167.

133

di sisi-Nya. Selain janji dan pujian, gaya bahasa al-Qur’an juga mengetengahkan ancaman bagi orang-orang yang melanggar dan enggan melakukan hijrah di jalan Allah swt. Di dalam al-Qur’an terdapat redaksi yang mengetengahkan lawan antara satu perbuatan dengan perbuatan yang lain, seperti halal dan haram, dosa dan pahala, begitu pula janji dan ancaman. Semuanya ini bertujuan untuk memberikan motivasi kepada umat Islam untuk berlomba-lomba melaksanakan segala kebaikan dan senantiasa komitmen terhadapnya. Ancaman adalah satu dari sekian banyak uslub yang ditampilkan al-Qur’an. Penampilannya terangkat ketika seseorang melanggar suatu perintah dan kewajiban kepada Allah swt. Hal tersebut dibuktikan bagi orang-orang yang tidak mau melaksanakan hijrah di jalan Allah sedangkan mereka memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Ancaman itu berupa tidak dilimpahkannya pertolongan serta Allah akan mengembalikannya ke jurang kebinasaan. Di antara redaksi ancaman yang diperuntukkan kepada orang yang melanggar dan enggan melaksanakan hijrah di jalan Allah swt. di antaranya: a. Tidak Mendapat Pertolongan dari Allah Pertolongan dari Allah swt. tidak akan datang kepada orang-orang yang enggan dan melanggar segala perintah-Nya. Hal ini berlaku secara umum atas semua ibadah yang diperintahkan, termasuk masalah hijrah. Allah swt. akan memberikan ancaman kepada orang-orang yang tidak mau berhijrah ketika hijrah diwajibkan kepada orang-orang beriman. Keengganan itu berdampak buruk terhadap diri mereka

134

sendiri juga kepada masyarakat dan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Allah dan Rasul-Nya akan berlepas diri dan tidak akan memberikan bantuan dan pertolongan kepadanya. Rasulullah tidak akan memberikan jaminan dan tanggungannya kepada mereka, sebagaimana firman-Nya:

ِ‫ﺒِﻴﻞ‬‫ﻭﺍْ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ ﻳ‬‫ﺘﱠﻰ‬‫ﺎﺀ ﺣ‬‫ﻟِﻴ‬‫ ﺃَﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ ﺗَﺘﱠﺨِﺬُﻭﺍْ ﻣِﻨ‬‫ﺍﺀ ﻓَﻼ‬‫ﻮ‬‫ ﺳ‬‫ﻭﺍْ ﻓَﺘَﻜُﻮﻧُﻮﻥ‬‫ﺎ ﻛَﻔَﺮ‬‫ ﻛَﻤ‬‫ﻭﻥ‬‫ ﺗَﻜْﻔُﺮ‬‫ﻭﺍْ ﻟَﻮ‬‫ﺩ‬‫ﻭ‬ ‫ﺍ‬‫ﻻَ ﻧَﺼِﲑ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻟِﻴ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻻَ ﺗَﺘﱠﺨِﺬُﻭﺍْ ﻣِﻨ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻮﻫ‬‫ﺪﺗﱠﻤ‬‫ﺟ‬‫ ﻭ‬‫ﺚ‬‫ﻴ‬‫ ﺣ‬‫ﻢ‬‫ﺍﻗْﺘُﻠُﻮﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﺍْ ﻓَﺨُﺬُﻭﻫ‬‫ﻟﱠﻮ‬‫ﺍﻟﻠّﻪِ ﻓَﺈِﻥ ﺗَﻮ‬ Artinya: Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorang pun di antara mereka pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong. (Q.S. an-Nisâ ’ [4]: 89) At-Thabari mengatakan bahwa dalam ayat ْ‫ﻭﺍ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﻬ‬‫ﻳ‬

‫ﺘﱠﻰ‬‫ﺎﺀ ﺣ‬‫ﻟِﻴ‬‫ ﺃَﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ ﺗَﺘﱠﺨِﺬُﻭﺍْ ﻣِﻨ‬‫ﻓَﻼ‬

berarti sampai mereka berhijrah dari daerah syirik, berpisah dengan keluarganya yang masih dalam keadaan syirik kepada Allah swt. menuju daerah Islam yang penduduknya seluruhnya mengharap ridha-Nya.53 Sedangkan Imam ar-Razi mengatakan bahwa mereka tidak mendapatkan jaminan sampai mereka masuk Islam secara kâffah dan berhijrah di jalan Allah. Oleh karena hijrah di jalan Allah tidak mungkin terealisasi kecuali mereka telah beragama Islam. Jadi, Islam merupakan syarat utama untuk berhijrah di jalan Allah swt.54 Pertolongan tidak akan datang dari Allah dan Rasul-Nya sampai mereka melakukan hijrah meninggalkan daerah kufur juga meninggalkan seluruh syariatnya 53 54

At-Thabari, Tafsir at-Thabari, Juz IX, h. 17. Al-Râzî, Tafsîr al-Kabîr, Juz X, h. 221.

135

yang hanya mementingkan urusan dunia semata serta hanya memberikan tekanan kepada mereka. Penegasan Allah swt. kepada orang-orang yang enggan itu dengan menangkap mereka atau membunuhnya disebabkan keengganan mereka (fa in tawallaw fa iqtulû hum haytsu wajadtumû hum). Keenggangan itu disebabkan tidak menganggap sebuah keharusan untuk berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Olehnya itu, janganlah engkau jadikan mereka sebagai wali untuk memimpin kalian dalam berbagai urusan serta memohon bantuan atau memberi bantuan kepada mereka karena mereka memberikan pertolongan kepada musuh-musuhmu.55 b. Memperoleh Tempat Kembali yang Buruk Di antara sanksi atas orang-orang yang menolak untuk berhijrah di jalan Allah adalah mereka akan dikembalikan ke tempat yang paling buruk di akhirat. Ganjaran tersebut sesuai dengan hasil perbuatannya yang mengingkari petunjuk dari Rasulullah untuk bersama-sama mempertahankan diri dan keyakinan kepada Allah swt. dan menyelamatkan diri dari berbagai upaya penindasan dan penekanan. Namun, hal tersebut tidaklah berlaku bagi orang-orang lemah, wanita dan anak-anak yang tidak mampu melakukan perjalanan jauh, sebagaimana firman Allah swt.:

ْ‫ﺍ‬‫ﺽِ ﻗَﺎﻟْﻮ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭ‬‫ﻔِﲔ‬‫ﺘَﻀْﻌ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ ﻗَﺎﻟُﻮﺍْ ﻛُﻨ‬‫ ﻛُﻨﺘُﻢ‬‫ ﻗَﺎﻟُﻮﺍْ ﻓِﻴﻢ‬‫ﻶﺋِﻜَﺔُ ﻇَﺎﻟِﻤِﻲ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢ‬‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﻢ‬‫ﻓﱠﺎﻫ‬‫ ﺗَﻮ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺇِﻥ‬ ‫ﺍ‬‫ﺼِﲑ‬‫ ﻣ‬‫ﺎﺀﺕ‬‫ﺳ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻬ‬‫ ﺟ‬‫ﻢ‬‫ﺍﻫ‬‫ﺄْﻭ‬‫ ﻣ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ﺎ ﻓَﺄُﻭ‬‫ﻭﺍْ ﻓِﻴﻬ‬‫ﺎﺟِﺮ‬‫ﺔً ﻓَﺘُﻬ‬‫ﺍﺳِﻌ‬‫ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭ‬‫ﺽ‬‫ ﺃَﺭ‬‫ ﺗَﻜُﻦ‬‫ﺃﻟَﻢ‬

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab: "Adalah kami orang55

Al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghi, Juz V, h. 116.

136

orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (Q.S. an-Nisâ ’ [4]: 97) Ayat ini mengisyaratkan tentang perbuatan menganiaya diri sendiri ketika enggan melakukan hijrah. Sewaktu kewajiban hijrah belaku atas orang-orang beriman, pelanggaran tersebut tidak dapat ditolerir. Namun kewajiban ini tidak berlaku atas orang-orang yang lemah dan tidak mampu melakukan perjalanan jauh. Hal tersebut disebabkan mereka memiliki uzur, yaitu lemah.

BAB IV IMPLIKASI HIJRAH NABAWI DULU DAN SEKARANG

Diskursus tentang dampak dan hasil hijrah Nabi saw., yakni perjalanan beliau dari Mekkah ke Madinah dan kondisi lingkungan Madinah, maka dampak dan hasilnya sangatlah signifikan. Melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan, Nabi saw. membuktikan bahwa hijrah yang dilakukannya bukanlah sekedar hijrah belaka, tetapi memiliki muatan hikmah yang berkesinambungan. Perjalanan panjang dilakukan oleh Rasulullah sangatlah menguras tenaganya. Beliau mengawalinya dari rumah lalu melewati sekelompok kafir Quraisy, menginap di Gua Tsur serta melakukan perjalanan melewati gunung pasir dan bebatuan untuk sampai ke Madinah. Oleh karena itu, beberapa keterangan sebelumnya memperkuat keyakinan bahwa semakin besar rintangan yang dihadapi, maka semakin berat juga resiko yang mesti ditanggung dan kian besar pula hasil yang akan diperoleh. Besarnya dampak dan hasil yang dilahirkan oleh hijrah tidak dapat dinilai dengan materi. Selain tercurah bagi umat Islam, yang tak kalah pentingnya adalah memiliki posisi yang sangat besar dalam agama. Islam memposisikan hasil hijrah itu sebagai bagian dasar keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, keimanan yang sangat membutuhkan perjuangan dan pengorbanan, baik berupa harta benda dan segala unsur kesenangan dunia. Keberhasilan seseorang dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada baru akan muncul keberhasilannya jika sudah memberikan nilai yang signifikan pada

144

139

dirinya serta dapat dirasakan oleh sosial masyarakat. Begitupula keberhasilan yang diraih oleh beliau tidak hanya terbatas pada hasil dan nilai yang kasatmata pada dirinya, tetapi juga memberi perubahan terhadap nilai-nilai suatu tradisi, kepercayaan serta hubungan antara elemen masyarakat yang dulunya menganut sistem jahiliah berubah menjadi sistem yang berada dalam naungan Islam (kedamaian). Semua perubahan itu terlihat ketika Nabi saw. hijrah ke Madinah dan merasa aman dalam mengendalikan dan menyampaikan Islam yang sesungguhnya tanpa suatu rintangan dan halangan. A. Dampak Hijrah Pada Masa Nabi Mengawali liku-liku perjalanan hijrah dalam menyebarkan dakwah agama Allah, Nabi tidak pernah merasa gentar dan takut dalam menyampaikan ajaran Islam sebab ia memiliki nilai suci dan tuntunan dari Allah. Rasulullah juga memiliki kepercayaan diri yang besar sebab mendapatkan legitimasi jaminan dari Allah swt. terhadap apa yang dibawanya, sebagaimana firman-Nya:

‫ﺎﻓِﻈُﻮﻥ‬‫ ﻟَﺤ‬‫ﺇِﻧﱠﺎ ﻟَﻪ‬‫ ﻭ‬‫ﺎ ﺍﻟﺬﱢﻛْﺮ‬‫ﻟْﻨ‬‫ ﻧَﺰ‬‫ﻦ‬‫ﺇِﻧﱠﺎ ﻧَﺤ‬ Artinya: Sesungguhnya aku yang menurunkan al-Qur ’an dan aku pulalah yang menjaganya. (Q.S. al-Hijr [15]: 9) Jaminan ini melatarbelakangi sehingga tercipta suatu nilai, dampak dan hasil yang berkesinambungan dan berlaku pada kondisi masyarakat dimana Nabi hidup serta kepada segenap umat Islam. Dampak dan hasil yang dilahirkan oleh Rasulullah pada saat beliau berada di Madinah adalah:

140

1. Mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar Persaudaraan merupakan bagian yang penting dalam ajaran Islam. Ia merupakan anjuran Nabi untuk direalisasikan dalam membentuk dasar masyarakat. Dengan adanya persaudaraan tersebut, maka akan terbina kelompok sosial dalam bingkai yang islami. Alasannya, Nabi tidak membentuk persaudaraan sebagai sarana untuk membantu kaum Muhajirin, tetapi ia memang disyari’atkan karena bertujuan untuk memperkokoh kesatuan yang menunjang tercapainya kelompok umat yang satu (ummah wâhidah). Jika semua umat Islam memperhatikan persaudaraan tersebut serta menghayati sasaran utamanya untuk direalisasikan sebagai dasar persaudaraan (mabda ’ al-ukhuwah) lalu mengikat persaudaraan itu melalui ikatan hati atau batin (qalbiyah), maka akan lahir suatu pengaruh yang kokoh dalam perkembangan hubungan kemanusiaan dalam kelompok Islam serta tercipta komunitas yang memiliki konsistensi kuat dalam kehidupannya. Persaudaraan dalam Islam memiliki tujuan yaitu melenyapkan persaingan antar suku, cinta diri yang berlebihan, sifat ego dan menghidupkan spirit saling membantu, bekerja sama dan saling mencintai dengan dasar cinta karena Allah dan Rasul-Nya.1 Nabi saw. telah memberikan perhatian besar tentang dasar persaudaraan dalam Islam. Ia bertujuan untuk menciptakan hubungan antara umat Islam dengan sesamanya. Dengan jalan persaudaraan ini pula akan menghilangkan fanatisme (ashabiyyah) karena tidak ada fanatisme kecuali untuk Islam. Sebenarnya, tidak ada Azhîm Muhammad, Al-Takhtith li al-Hijrah Mabâdî’ Ilmiyah wa Ilhâmât Rabbanîyah, (Cairo: Dâr at-Tawzî’ wa an-Nasyr al-Islamiyah, 2004), h. 88. 1

141

fanatisme golongan, keturunan, warna kulit dan daerah, sedangkan orang tidak akan memiliki keistimewaan di hadapan Allah swt. serta tidak dipandang terdepan maupun terbelakang kecuali dengan kadar ketaqwaannya.2 Nabi juga telah menjadikan persaudaraan ini sebagai ikatan kuat dan bukan sekedar ungkapan yang tidak bermakna. Perbuatan yang diikat dengan hubungan darah dan harta serta pengakuan yang muncul melalui obrolan akan tercipta jika dilatari oleh dasar saling mencintai, pengorbanan yang tinggi yang terpatri pada suri teladan yang baik yaitu Rasulullah saw.3 Adapun yang mengantarkan kepada konsistensi persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar adalah adanya keyakinan bahwa mereka adalah satu untuk bertaqwa kepada Allah swt. Mereka berdiri di atas agama yang satu (dîn al-Islam) dan

merealisasikan

agamanya

melalui

perkataan

dan

perbuatan.

Mereka

menyelaraskan antara iman dan amal seluruhnya. Firman Allah swt:

‫ﺃُﻭﻟَﺌِﻚ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﺃَ َﻃﻌ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﻤِﻌ‬‫ﻘُﻮﻟُﻮﺍ ﺳ‬‫ ﻳ‬‫ ﺃَﻥ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﺤ‬‫ﻮﻟِﻪِ ﻟِﻴ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﻋ‬‫ ﺇِﺫَﺍ ﺩ‬‫ﻣِﻨِﲔ‬‫ﺆ‬‫ﻝَ ﺍﻟْﻤ‬‫ ﻗَﻮ‬‫ﺎ ﻛَﺎﻥ‬‫ﺇِﻧﱠﻤ‬ ‫ﻮﻥ‬‫ﻔْﻠِﺤ‬‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬ Artinya: Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, "Kami mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Q.S. an-Nûr [24]: 51) Yang menjamin kekal dan berkesinambungannya persaudaraan ini adalah karena hati mereka diliputi oleh pembinaan dan komitmen yang kuat serta keimanan

2 3

h. 172.

Muhammad al-Ghazalî, Fiqh al-Sîrah, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Haditsah, t.th), h. 193. Muhammad Ibrâhim Abdur Rahman, Hijrah wa al-Muhâjirûn fî al-Qur ’an wa as-Sunnnah,

142

kokoh yang mampu melahirkan buah dari keinginan tersebut dan terus berkembang dari zaman ke zaman. Persaudaraan akan memperluas pengaruhnya ke masyarakat muslim seluruhnya sehingga dapat mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar hingga fase pemerintahan khalifah Abu Bakar ra. Setelah Wafatnya Rasulullah saw., persaudaraan tersebut tetap kokoh tanpa ada indikasi yang mengarah kepada perpecahan. Oleh karena itu, kebijakan persaudaraan dalam Islam tercipta antara Muhajirin dan Anshar di bawah naungan cinta kasih (mawaddah) bahkan mereka berlomba-lomba merealisaikannya ke dalam kehidupan bermasyarakat.4 Dalam Islam tidak ada pembatasan persaudaraan antara satu golongan dengan golongan yang lain. Rasulullah saw. mempersaudarakan mereka seperti persaudaraan antara Muhajirin dengan sesamanya Muhajirin, antara Anshar dengan sesamanya Anshar serta dalam skala luas

antara Muhajirin dan Anshar. Tujuannya adalah

sebagai proses kedekatan antara satu kabilah yang berbeda. Bahkan, beliau mempersaudarakan kabilah yang terbesar di antara kabilah-kabilah Arab. Dalam skala terkecil sekalipun, Nabi mempersaudarakan hamba sahaya dengan tuannya seperti yang terjadi antara Hamzah Ibn ‘Abd al-Mutthalib dengan Zaid Ibn Hâritsah dan antara Abû Dardâ’ dengan Salmân al-Fârisî.5 Tujuan utama dari persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar adalah untuk membentuk sebuah komunitas Islam yang terdiri dari kabilah-kabilah yang beragam. Ia juga diharapkan mampu menghilangkan segala akar intimidasi dan kemarahan

4

Muhammad Zayâd, Al-Huqbah al-Mitsâlîyah fî al-Islâm, (Beirut: Dâr Thabâ’at Muhammadiyah, 1965), h. 58. 5 Muhammad Ibrahim Abdur Rahman, Hijrah ……….., h. 174.

143

serta lahir melalui ikatan integritas cinta (mahabbah). Atas dasar itu, muncullah dua kelompok di Madinah, yaitu kelompok Islam dan kelompok non Islam (mayoritas orang-orang Yahudi). Rasulullah saw. telah menggariskan suatu langkah yang kuat untuk bersikap toleran terhadap para penduduk Madinah seluruhnya. Persaudaraan ini juga didasari oleh asas materi (maddî) yang dalam hukum warisan berlaku bagi mereka antara satu dengan yang lain untuk saling mewarisi. Persaudaraan ini lebih diutamakan ketimbang sistem persaudaraan sedarah. Persaudaraan seperti itu berlaku hingga terjadinya perang Badar yaitu ketika Allah swt. berfirman:

ِ‫ﺾٍ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏ‬‫ﻌ‬‫ﻟَﻰ ﺑِﺒ‬‫ ﺃَﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻀُﻬ‬‫ﻌ‬‫ﺎﻡِ ﺑ‬‫ﺣ‬‫ﻟُﻮ ﺍﻟْﺄَﺭ‬‫ﺃُﻭ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﺎﺗُﻬ‬‫ﻬ‬‫ ﺃُﻣ‬‫ﻪ‬‫ﺍﺟ‬‫ﺃَﺯْﻭ‬‫ ﻭ‬‫ ﺃَﻧﻔُﺴِﻬِﻢ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺆﻣِﻨِﲔ‬ ‫ﻟَﻰ ﺑِﺎﻟْﻤ‬‫ ﺃَﻭ‬‫ﺒِﻲ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺍ‬‫ﻄُﻮﺭ‬‫ﺴ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻣ‬‫ ﺫَﻟِﻚ‬‫ﻭﻓًﺎ ﻛَﺎﻥ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺋِﻜُﻢ ﻣ‬‫ﻟِﻴ‬‫ﻠُﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻭ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﺃَﻥ ﺗَﻔْﻌ‬‫ﺎﺟِﺮِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟْﻤ‬‫ ﻭ‬‫ﺆﻣِﻨِﲔ‬ ‫ ﺍﻟْﻤ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻣِﻦ‬ Artinya: Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orangorang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah). (Q.S. al-Ahzâb [33]: 6) Salah

satu

orientalis

Amerika,

Washinton

Edvange,

mengomentari

persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar dengan mengatakan bahwa Muhammad ingin membentuk Madinah menjadi sebuah negara baru buat kaum Muhajirin. Persaudaraan mereka dengan kaum Anshar -baik senang maupun duka- harus tetap dijaga. Ikatan Islam jauh lebih kuat dari hanya sekedar hubungan darah. Sistem ini bernilai positif karena menjadikan kaum Muhajirin tetap eksis di Madinah. Dengan

144

metode yang solid ini, beliau membangun pilar kekuatan yang cepat tumbuh dan berkembang sehingga menjadi satu super power dunia waktu itu.6 Sedangkan orientalis Prancis, Atin Daniel, dalam bukunya Muhammad Rasulullah

berkomentar bahwa tak dapat dilukiskan dengan kalimat bagaimana

tingginya keikhlasan dan kemuliaan ukhuwah ini, sebuah bentuk persaudaraan yang lebih dari saudara kandung, karena dinaungi agama yang suci. Oleh karena itu, semua hati yang ber-ukhuwah karena Allah ibarat segumpal hati kokoh yang menghuni banyak dada. Masing-masing memiliki cinta yang melebihi cintanya pada diri sendiri.7 Hijrah merupakan pendidikan yang memiliki banyak argumentasi logis. Pendidikan tentang ini telah melahirkan para Mujahidin tangguh yang rela mengorbankan segala yang dimiliki. Mereka menjual diri, keluarga, harta dan tempat tinggal hanya kepada Allah swt. Mereka sanggup memikul penderitaan dan keterasingan demi mencari ridha-Nya. Pada

awalnya,

Rasulullah

mengajarkan

kepada

sahabatnya

tentang

persaudaraan yang suci dan benar. Dampak dan pengaruhnya masih tetap eksis dan melekat dalam diri ummat Islam seiring dengan perputaran zaman. Beberapa pelajaran tentang landasan pendidikan hijrah serta dampak yang dirasakan oleh para sahabat tentang persaudaraan tersebut dapat disimpulkan dalam beberapa hal sebagai berikut:

6 7

Azhîm Muhammad, Al-Takhtith ………….., h. 89. Azhîm Muhammad, Al-Takhtith ………….., h. 89.

145

- Keunggulan yang dimiliki oleh sahabat ketika melihat penderitaan dan beban saudaranya. Hal tersebut dikarenakan beban dan penderitaan harus dengan cepat dihilangkan pada diri sahabatnya. Mereka berusaha dengan segala kemampuan untuk memberikan bantuan dan pertolongan agar lepas dari jeratan beban dan penderitaan meskipun mereka akan merasakan penderitaan juga jika membantu saudaranya. Mereka lebih mementinkan orang lain dari pada dirinya sendiri. Hal tersebut diabadikan dalam firman Allah swt:

‫ﻭﺭِﻫِﻢ‬‫ﺪ‬‫ ﻓِﻲ ﺻ‬‫ﻭﻥ‬‫ﺠِﺪ‬‫ﻟَﺎ ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﻬِﻢ‬‫ ﺇِﻟَﻴ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺟ‬‫ ﻫ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﻮﻥ‬‫ﺤِﺒ‬‫ ﻳ‬‫ﻠِﻬِﻢ‬‫ ﻣِﻦ ﻗَﺒ‬‫ﺎﻥ‬‫ﺍﻟْﺈِﳝ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﺭ‬‫ﻭﺍ ﺍﻟﺪ‬‫ﺅ‬‫ﻮ‬‫ ﺗَﺒ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻭ‬ ‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻟَﺌِﻚ‬‫ ﻧَﻔْﺴِﻪِ ﻓَﺄُﻭ‬‫ﺢ‬‫ﻮﻕَ ﺷ‬‫ﻦ ﻳ‬‫ﻣ‬‫ﺔٌ ﻭ‬‫ﺎﺻ‬‫ﺼ‬‫ ﺧ‬‫ ﺑِﻬِﻢ‬‫ ﻛَﺎﻥ‬‫ﻟَﻮ‬‫ ﻭ‬‫ﻠَﻰ ﺃَﻧﻔُﺴِﻬِﻢ‬‫ ﻋ‬‫ﻭﻥ‬‫ﺛِﺮ‬‫ﺆ‬‫ﻳ‬‫ﺎ ﺃُﻭﺗُﻮﺍ ﻭ‬‫ﻤ‬‫ﺔً ﻣ‬‫ﺎﺟ‬‫ﺣ‬

‫ﻮﻥ‬‫ﻔْﻠِﺤ‬‫ﺍﻟْﻤ‬

Artinya: Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orangorang yang beruntung. (Q.S. al-Hasyr [59]: 9) Imam al-Qurthubi menyebutkan tentang munasabah ayat ini bahwa ketika Rasulullah saw. mendapatkan harta rampasan perang dari suku Bani Nadhir, beliau juga melibatkan suku Anshar dalam pembagian harta rampasan dengan mengajak mereka. Hal tersebut disebabkan mereka telah memberikan bantuan sepenuhnya kepada saudaranya (Muhajirin). Selanjutnya, Rasulullah mengatakan jika engkau menyetujuinya maka bagilah harta rampasan itu antara kamu dengan mereka. Akan

146

tetapi, para penduduk Anshar mengatakan kami Ridha dan menerima atas segala keputusan dan berikanlah sepenuhnya kepada saudara kami (Muhajirin). Kemudian Nabi mendoakan mereka dengan mengatakan: “ Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar dan Bani Anshar!” . Lalu Nabi menyerahkan sepenuhnya harta rampasan kepada para Muhajirin dan tidak membagikan kepada suku Anshar kecuali kepada tiga orang.8 - Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. berkata, Wahai Rasulullah, saya mengalami kecapaian yang sangat dan Nabi bergegas menuju istrinya (untuk memberikan jamuan kepada orang tersebut). Nabi tidak menemukan sesuatu yang dapat menjamu orang itu dirumahnya dan berkata kepada sahabatnya, Adakah di antara kalian yang ingin menerima tamu untuk dijamu malam ini? Salah seorang dari kaum Anshar menjawab: Saya wahai Rasulullah. Bergegaslah ia menuju ke rumahnya (istrinya) dengan mengatakan bahwa ini adalah tamu Rasulullah. Tidakkah engkau memiliki sesuatu yang dapat menjamu tamu tersebut? Lantas istrinya berkata, Demi Allah, saya tidak memiliki simpanan makanan kecuali makanan (qût) untuk anak kita. Berkatalah suaminya, Apabila anak ingin makan, maka tidurkanlah dan padamkan lampu. Lantas istrinya melakukannya dan laki-laki itu datang kepada Rasulullah dan menceritakan apa yang terjadi. Rasulullah saw. berkata: Allah swt. begitu takjub dan gembira terhadap perbuatan si-fulan dan si-fulanah. Lalu Allah swt. menurunkan ayatnya dengan mengatakan:

Al-Qurthubî, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân, (Beirut: Dâr Ihyâ al-Turâts al-Arabî, 1965), Juz XVIII, h. 24. Al-Syawkânî, Fath al-Qadîr, (Beirut: Dâr al-Fikr al-Islâmî, t.th), Juz V, h. 201. 8

147

ٌ‫ﺔ‬‫ﺎﺻ‬‫ﺼ‬‫ ﺧ‬‫ ﺑِﻬِﻢ‬‫ ﻛَﺎﻥ‬‫ﻟَﻮ‬‫ ﻭ‬‫ﻠَﻰ ﺃَﻧﻔُﺴِﻬِﻢ‬‫ ﻋ‬‫ﻭﻥ‬‫ﺛِﺮ‬‫ﺆ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ Artinya: Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). (Q.S. al-Hasyr [59]: 9).9 - Disebutkan oleh Bukhari bahwa Abdur Rahman Ibn ‘Auf mengatakan: Setibanya di Madinah, Rasulullah langsung menpersaudarakan antara aku (Abdur Rahman Ibn Auf) dengan Sa’ad Ibn Rabi’. Lantas Sa’ad Ibn Rabi’ mengatakan bahwa aku adalah orang Anshar yang memiliki harta yang lumayan banyak, maka aku serahkan setengah dari harta yang kumiliki untuknya, dan aku memiliki istri dan juga aku halalkan baginya. Hanya saja, Abdur Rahman Ibn ‘Auf menjawab dengan mengatakan bahwa aku tidak membutuhkan hal itu.10 Inilah bukti tentang nilai persaudaraan yang dimiliki oleh sahabat dengan sahabatnya. Mereka rela menyerahkan segala kesenangan yang mereka miliki demi memberikan kepuasan dan pelayanan kepada sahabatnya. Hal demikian dibuktikan pengalaman Abdur Rahman Ibn Auf di atas. Atas dasar cinta karena Allah, mereka lebih mementingkan saudaranya ketimbang dirinya sendiri. Menurut hemat penulis, ketiga contoh di atas dapat memberikan keyakinan penuh kepada umat Islam terhadap metode pendidikan yang ditanamkan oleh Rasulullah saw. kepada para sahabatnya. Rasa peka dan perhatian besar terhadap penderitaan yang dialami oleh sahabatnya, dan realisasinya tidak terbatas pada

9

Bukhari, Kitab Mânaqib, No. 3798, Muslim, Kitab Usyribah, No. 172 dan riwayat ini dinukul juga oleh Al-Qurtubî, Al-Jâmi’………, h. 24. 10 Shahih al-Bukhâri, Kitâb al-Buyu’ No. 2048. Dan Ibn Hâjar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî, (Beirut: Dâr al-Ma’rifah, t.th), Juz IV, h. 288.

148

kondisi tertentu (yaitu sewaktu Rasulullah hidup), melainkan akan terus berkesinambungan sampai hari kiamat. 2. Mendirikan Mesjid dan Menjadikannya Pusat Pemerintahan Salah satu proyek perdana yang dikerjakan Rasulullah di Madinah adalah mendirikan Mesjid Nabawi. Tepat di tempat berderungnya unta itulah beliau memerintahkan untuk membangun mesjid. Untuk itu beliau membeli tanah tersebut dari dua anak yatim pemiliknya. Beliau terjun langsung dalam pembangunan, memindahkan bata dan bebatuan, seraya bersabda, “ Ya Allah, tidak ada kehidupan yang lebih baik kecuali kehidupan akhirat. Maka ampunilah orang-orang Anshar dan Muhajirin. 11 Mesjid menjadi tempat kaum muslimin membangun syiar-syiar, mempelajari al-Qur’an, dan memahami agama. Tempat ini juga dipakai untuk menjalankan roda pemerintahan, musyawarah, menuntut ilmu dan kantor pengadilan. Wejanganwejangan Rasulullah ketika khutbah di mesjid menjadi pilar utama dalam membina masyarakat muslim di Madinah. Khutbah beliau selalu berisi dasar-dasar manajemen, undang-undang kemanusiaan yang tidak kalah dengan produk lembaga pendidikan modern, baik manajemen maupun perundang-undangan.12 Selain itu, mesjid juga menjadi tempat tinggal kaum Muhajirin yang miskin yang datang ke Madinah tanpa memiliki harta dan tidak punya kerabat.13

11

Al-Mubârakfurî, Al-Rahîq al-Makhtûm, (Riyadh: Dâr as-Salâm, 1994), Cet. I, h. 247. Azhîm Muhammad, Al-Takhtith ………., h. 89. 13 Al-Mubârakfûrî, Al-Rahîq ……………, h. 248. 12

149

Begitu tiba di Madinah, Rasulullah langsung menyusun rencana untuk mendirikan masyarakat Islam yang berdaulat dan berasaskan kalimat tauhid berdasarkan al-Qur’an dan bercita-cita menegakkan bendera Islam. Sebagaimana layaknya perancang strategi yang mahir, Rasulullah menatap sekeliling, mempelajari realitas yang ada dan mencermati situasi dalam dan luar negeri. Hasilnya, ternyata masyarakat sangatlah heterogen.14 Kaum muslimin terbagi menjadi dua, yaitu Anshar dan Muhajirin. Kaum Anshar sendiri mempunyai pertentangan serius dan permusuhan kronis sejak lama karena dikuasai oleh fanatisme golongan. Dengan demikian, dengki mudah menyusup ke dalam hati dan menyulut peperangan. Adapun kaum Muhajirin tidak mempunyai tanah, rumah dan harta. Semuanya telah mereka tinggalkan di Mekkah. Mereka tinggal sebatang kara tanpa suaka dan tempat berlindung, kecuali Allah. Mereka juga belum mempunyai pekerjaan tetap serta tidak memiliki secuil harta untuk dapat hidup dengan layak. Kaum musyrikin berasal dari suku asli Madinah. Ada yang menyimpan dari tipu daya muslihat dan rasa permusuhan dengan Islam. Ada juga yang mendekatinya sehingga hatinya dapat menerima dengan hati yang lapang. Namun, untuk meninggalkan agama nenek moyang, mereka masih ragu. Yahudi sangat membenci dan memusuhi Islam. Mereka memandangnya penuh dengki dan jijik. Mereka sangat membenci Rasulullah karena bukan dari ras

14

Al-Mubârakfûrî, Al-Rahîq ……………, h. 248.

150

mereka. Mereka juga menentang dakwah beliau karena membuat risalah langit pindah ke negeri Arab. Benih-benih permusuhan itu sudah terlihat semenjak hari pertama hijrah, yaitu ketika Huyay bin Akhtab (pemuda Yahudi) bersama saudaranya (Abû Yasir) berupaya melakukan observasi terhadap pribadi rasul. Mereka berharap hasilnya berbeda dengan berita yang ada di Taurat. Shafiyyah binti Huyay menceritakan bahwa dia masih menjadi anak kesayangan Huyai bin Akhtab dan paman Abu Yasir waktu itu. Pada hari kedatangan Rasulullah di Madinah, keduanya pergi di pagi hari, yaitu antara fajar dan subuh, dan tidak pulang sampai matahari terbenam. Mereka datang dengan tertatih-tatih karena lelah, bahkan sempoyongan. Aku langsung menyambut mereka dengan senyum seperti biasa. Oh, demi Allah, tak satu pun dari mereka yang menoleh ke arahku. Mereka hampir tak sadarkan diri. Samar-samar terdengar Yasir berbicara dengan ayahku, “Benarkah itu dia? Ayahku menjawab “Ya, memang dialah orangnya dan aku mengenalinya”. Yasir pun bertanya, “Bagaimana perasaanmu terhadapnya?” Aku membencinya seumur hidup.”15 Syekh Sya’rawi bercerita, bahwa Ahlul kitab sebelum datang Islam jadi para pakar, hartawan, dan punya tempat terhormat di madinah. Sedangkan, Aus dan hazraj meminjam dengan system riba kepada mereka. Membeli senjata dan belajar dari mereka.lalu. ketika Islam datang, orang yahudi tak bisa apa-apa lagi. Karena itulah, mereka sakit hati. Islam merampas kekuasaan mereka yang sifatnya sementara, hal

15

Ibn Hisyâm, As-Sirah an-Nabawiyah, (Cairo: Dâr al-Hadîts, 1996), Cet. I, h. 165.

151

itulah yang menyebabkan mereka menyimpangkan kitab Allah, apakah tidak mungkin menyeret kalian kedalam kancah permusuhan?.16 Situasi masyarakat yang dihadapi oleh Rasulullah sangatlah beraneka ragam. Semua rencana tidak akan terealisasi tanpa dukungan dan persatuan golongangolongan tersebut. Kondisi luar juga yang sangat berpengaruh terhadap perencanaan Rasulullah saw. dalam mendirikan masyarakat Islam. Meskipun mereka tidak dapat lagi menahan dakwah di Mekkah, tetapi secara politik mereka masih memiliki pengaruh karena pengurusan Baitullah (Ka’bah) menjadi tanggung-jawab mereka. Dengan demikian, mereka mampu menggerakkan kaum musyrikin di semenanjung Arab untuk memboikot Madinah. Berdasarkan pemahaman atas peran dan pengaruh hubungan kemanusiaan terhadap anggota masyarakat, Rasulullah saw. menyadari bahwa pendirian Daulah Islamiyah dengan landasan yang benar memerlukan hal-hal sebagai berikut: - Jaminan keamanan dan penghidupan yang layak bagi semua muslim dan non muslim. - Mencanangkan prinsip kebebasan memilih kepercayaan dan pendapat bagi semua lapisan masyarakat sehingga fitnah dapat dihindari dan tidak ada lagi perlakuan yang tidak wajar karena aqidah dan pendapat tertentu. - Menghentikan persengketaan antar suku yang telah terjadi sejak lama antara suku Auz dan Khazraj. Persengketaan ini sudah turun dari beberapa generasi sampai kedatangan Nabi ke Madinah. Hal itulah yang mengilhami sehingga Nabi

16

Majalah Al-Liwâ ’ Islamiyah (Cairo: Maktab al-Rabiyyah, 1997), No. 262, Kamis, h. 29.

152

mempersaudarakan

kedua

suku

tersebut

setelah

terjadi

konflik

yang

berkepanjangan. - Mewujudkan keadilan sosial kepada seluruh masyarakat Madinah baik yang muslim maupun non muslim. Beliau merupakan pemimpin negara yang mengayomi seluruh masyarakatnya sehingga mereka dapat hidup damai dalam kehidupan berbangsa. Dengan demikian, berdirilah sebuah Daulah Islamiyah yang cahayanya memancar ke seantero bumi setelah lama dikungkung kegelapan. Islam meliputinya dengan keadilan setelah menangguhkan kezaliman, mengembalikan manusia kepada kemanusiaan, kehormatan dan kebebasannya yang telah dirampas oleh orang-orang aniaya. Suatu pengakuan yang dilontarkan oleh Nallino, pemikir Barat, bahwa dalam waktu yang sama, Muhammad membangun agama dan negara yang sepanjang hidupnya mempunyai garis batas yang harmonis. Begitu pula Stroutmen mengatakan bahwa Islam merupakan fenomena agama dan politik secara bersamaan karena pendirinya seorang nabi sekaligus politikus bijak dan negarawan. Begitu juga dengan Mac Donald yang mengatakan bahwa di Madinahlah terbentuk sebuah Daulah Islamiah pertama dengan prinsip-prinsip dasar hukum Islam.17 Semua pengakuan itu menunjukkan betapa besarnya negara yang telah dibangun oleh Rasulullah saw. dan kesuksesan strategi yang diterapkannya. Strategi tersebut semestinya dapat diajarkan di sekolah-sekolah dan universitas-universitas.

17

Azhîm Muhammad, Al-Takhtith ………….., h.93

153

Beliau sukses mendirikan sebuah negara dan peradaban yang memimpin dunia dari sebuah masyarakat heterogen dan memberikan cahaya di setiap sisi gelapnya dengan kebajikan. Hal menarik yang patut ditilik adalah teori ilmu-ilmu sosial menekankan bahwa masyarakat yang bersekte-sekte (ketika bersatu) akan menjadi sebuah bangsa yang kaku dalam beberapa abad kecuali setelah melewati berbagai peristiwa dan pengalaman sejarah yang menghantarkannya menjadi bangsa yang mempunyai prinsip dan nilai-nilai etika. Sepanjang sejarah, belum pernah ada dalam sejarah sebuah bangsa yang terbentuk secara mendadak kemudian berhasil bereksistensi kecuali setelah melalui proses bertahun-tahun. Meskipun demikian, Daulah Islamiyah dalam waktu yang sangat singkat mampu menghirup prinsip-prinsip Islam dan semangatnya. Kekuatan yang solid tersebut mulai menyirami dunia dengan nilai-nilai dasar yang agung dan prinsipprinsip yang paling sempurna. Bahkan, dalam kurun waktu seperempat abad saja, ia dapat menguasai dunia timur dan barat serta membebaskan manusia dari berhala dan kemusyrikan.18 3. Membentuk Kesatuan Politik dalam Masyarakat Secara Utuh Setelah Rasulullah saw. hijrah ke Madinah dan berhasil menancapkan sendisendi masyarakat Islam yang baru, ia berusaha menumpas habis akar permusuhan yang telah mendarah daging yang dapat membakar api peperangan antara kaum Auz dan Khazraj.

18

Azhîm Muhammad, Al-Takhtith ………….., h. 94.

154

Di samping mengerti betul watak orang Yahudi yang curang, beliau mengupayakan cara kaum muslimin agar dapat selamat dari mereka sekaligus menciptakan ketenteraman dalam hati. Untuk mewujudkannya, beliau mengumpulkan semua penduduk Madinah yang terdiri dari kaum Muhajirin, Anshar dan Yahudi untuk bermusyawarah. Beliau merasa sangat perlu mengatur hubungan dengan selain golongan muslim. Perhatian beliau saat itu terpusat pada penciptaan keamanan, kebahagiaan dan kebaikan bagi seluruh manusia. Beliau mengatur kehidupan di kawasan tersebut dalam satu kesepakatan. Untuk itu, beliau menerapkan undang-undang yang luwes dan tenggang rasa yang belum pernah terbayang dalam kehidupan dunia yang selalu dibayangi fanatisme. Tetangga yang paling dekat dengan orang-orang muslim di Madinah adalah orang-orang Yahudi sekalipun memendam kebencian dan permusuhan terhadap kaum Muslimin. Namun, mereka tidak berani menampakkannya. Beliau menawarkan perjanjian kepada mereka yang artinya memberikan kebebasan menjalankan agama dan tidak boleh saling menyerang dan memusuhi. Hasilnya, terbentuklah sebuah badan yang mewakili segenap lapisan masyarakat Madinah dan perjanjian dengan orang-orang Yahudi, yang memosisikan mereka secara proporsional dan mengakui keberadaan agama serta harta benda yang mereka miliki. Untuk itu beliau juga mengajukan syarat-syarat baik yang bersifat hak maupun kewajiban. Semuanya bertujuan pada Madinah yang memiliki kesatuan integral, mampu meciptakan ketahanan nasional dan membela kepentingannya. Prinsip-prinsip perjanjian ini

155

menjadi sebuah dokumen penting yang dikenal dalam sejarah sebagai hak-hak asasi manusia. Perjanjian itu sendiri dikukuhkan setelah pengukuhan perjanjian di kalangan orang-orang muslim. Berikut ini butir perjanjian tersebut: - Orang-orang Yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan orang-orang muslim. - Orang-orang Yahudi berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri begitu pula orang-orang muslim. - Mereka harus bahu-membahu dalam menghadapi musuh-musuh yang hendak membatalkan piagam perjanjian ini. - Mereka harus saling nasehat-menasehati, berbuat baik dan tidak boleh berbuat jahat. - Tidak boleh berbuat jahat terhadap seseorang yang sudah terikat dengan perjanjian ini. - Wajib membantu orang yang dianiaya. - Orang-orang Yahudi berjalan seiring dengan orang-orang muslim selagi mereka terjun dalam kancah peperangan. - Yatsrib adalah kota yang dianggap suci oleh setiap orang yang menyetujui perjanjian ini. - Jika terjadi sesuatu ataupun perselisihan di antara orang-orang yang mengakui perjanjian ini yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya adalah Allah dan Muhammad saw.

156

- Orang-orang Quraisy tidak boleh mendapatkan perlindungan dan tidak boleh ditolong. - Mereka harus saling tolong-menolong dalam menghadapi orang yang hendak menyerang Yatsrib. - Perjanjian ini boleh dilanggar kecuali memang dia orang-orang yang zalim dan jahat.19 Dengan disahkannya perjanjian ini, maka Madinah dan sekitarnya seakanakan merupakan suatu negara yang makmur, ibu kotanya dipimpin oleh Rasulullah saw. Pelaksana pemerintahan dan penguasa mayoritas adalah orang-orang muslim sehingga Madinah benar-benar menjadi ibu kota bagi Islam. Politik yang disosialisasikan pada penduduk Madinah merata, baik dalam kelompok Muslimin maupun golongan lain yang bermukim di kota Madinah yang telah melaksanakan perjanjian dengan Rasulullah saw. Perjanjian itu sangat ampuh dalam mengatur status dan hubungan mereka dan menyebarkan keadilan di antara manusia. Jamiman keadilan inilah yang merupakan pilar kebahagiaan yang senantiasa dicari dan diupayakan manusia demi ketenteraman hak-hak mereka dan berlakunya keadilan tersebut antara manusia. Dengan hikmah dan kepintaranya seperti itu, Rasulullah saw. telah berhasil memancangkan sendi masyarakat yang baru. Fenomena seperti ini –tentunyamemberikan pengaruh spiritual yang sangat besar dan bisa dirasakan setiap anggota masyarakat karena mereka menjadi pendamping Rasulullah saw. Sementara itu,

19

Ibn Hisyâm, Sîrah an-Nabawiyah, Juz I, h. 502.

157

beliau sendiri yang mendidik, membimbing, menuntut mereka kepada akhlak yang baik, menanamkan adab kasih dan sayang, persaudaraan, kemuliaan ibadah dan ketaatan. Ada seseorang yang bertanya kepada beliau, “Bagaimanakah Islam yang paling baik itu?” Beliau menjawab, “Hendaklah engkau memberi makan, mengucapkan salam kepada siapapun yang engkau kenal maupun yang engkau tidak kenal.” Masih banyak lagi yang mengutarakan keadilan Rasulullah saw. yang berlaku kepada sahabatnya sendiri maupun kepada golongan yang berada dalam pemeritahannya. Tak satu pun dari mereka dirampas dan diambil haknya. Semua hakhak dan kewajibannya dikembalikan kepada yang berhak dan bertanggung-jawab. Di samping semua itu, beliau juga menganjurkan agar mereka menahan diri dan tidak suka meminta-minta, menyebutkan keutamaan sabar dan perasaan puas. Beliau menggambarkan kebiasaan meminta-minta itu seperti kutu atau nyamuk yang menempel di wajah orang yang meminta-minta, kecuali jika sudah sangat terpaksa. Rasulullah saw. menyampaikan keutamaan dan pahala berbagai ibadah di sisi Allah swt. Ia mengingatkan mereka akan wahyu yang turun dari langit dengan suatu ikatan yang kuat. Beliau juga membacakan wahyu tersebut agar mereka merasa terlibat langsung dengan dakwah dan risalah dan mereka semakin tangguh dan senantiasa mencermatinya. Begitulah cara beliau mengangkat moral dan spirit mereka dan membekalinya dengan nilai-nilai yang luhur sehingga mampu tampil sebagai sosok yang ideal.

158

Keberhasilan beliau dalam menciptakan persatuan politik di kota Madinah disebabkan beliau memiliki sifat-sifat yang terpuji, baik lahir maupun secara batin. Di samping itu, beliau juga memiliki kesempurnaan, keutamaan, akhlak dan perangai mulia sehingga semua orang tertarik kepadanya. Setiap kalimat yang terujar dari lidahnya pasti diikuti oleh sahabatnya. Setiap kali ada bimbingan dan pengarahan yang beliau sampaikan, maka mereka akan berebut untuk melaksanakannya. Dengan cara ini, Nabi saw. mampu membangun masyarakat yang baru di Madinah, sebuah masyarakat dan mengagumkan yang memiliki catatan tersendiri dalam sejarah. Beliau juga mampu memecahkan berbagai problem yang muncul di tengah masyarakat secara tuntas. Dengan

semangat

persatuan

dan

dengan

gambaran

spiritual

yang

mengagumkan, maka segala aspek kehidupan sosial dapat tumbuh menjadi sempurna dan siap menghadapi segala tantangan yang ada di lingkungan Madinah maupun di luarnya. 4. Meletakkan Dasar-Dasar Ekonomi Islam Tak dapat dipungkiri bahwa setelah Rasulullah saw. mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar,

beliau membangun mesjid, membuat perjanjian dengan

golongan-golongan yang ada di Madinah, khususnya Yahudi. Langkah selanjutnya adalah meletakkan dasar-dasar ekonomi sebagai sarana untuk memperkuat pertahanan dan memberikan dorongan kepada kaum muslimin agar mereka berusaha dalam mencari ridha Allah swt.

159

Dasar-dasar ekonomi Islam yang diletakkan oleh Rasulullah bertujuan mewujudkan keadilan sosial serta menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dan orang banyak. Sistem ini berkonsentrasi pada hal-hal sebagai berikut: - Menghargai nilai kerja merupakan panggilan untuk menunaikan kewajiban diri setelah kewajiban kepada Allah ditunaikan. Hal tersebut termaktub dalam firman Allah swt.

‫ﻠﱠﻜُﻢ‬‫ﺍ ﻟَﻌ‬‫ ﻛَﺜِﲑ‬‫ﻭﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺍ ْﺫﻛُﺮ‬‫ﻀﻞِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬ ْ َ‫ ﻓ‬‫ﺘَﻐُﻮﺍ ﻣِﻦ‬‫ﺍﺑ‬‫ﺽِ ﻭ‬‫ﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭ‬‫ ﻓَﺎﻧْﺘَﺸِﺮ‬‫ﻠَﺎﺓ‬‫ﺖِ ﺍﻟﺼ‬‫ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻗُﻀِﻴ‬ ‫ﻮﻥ‬‫ﺗُﻔْﻠِﺤ‬ Artinya: Apabila telah ditunaikan sembahyang, bertebarlah kau di muka bumi ini dan carilah karunia Allah swt. (Q.S. al-Jum’ah [62]: 10) Ayat ini mengisyaratkan adanya anjuran untuk mencari karunia Allah swt. di muka bumi di timur dan barat. Anjuran tersebut ditujukan agar memenuhi kebutuhan jasmani manusia berupa makan dan minum serta menginfakkan sebagian harta karunia Allah di jalan-Nya. Hanya saja, anjuran ini dapat dilaksanakan setelah pemenuhan kewajiban kepada Allah telah ditunaikan. ‘Ali as-Shabûni mengomentari ayat ini bahwa fa intasyirû fî al-ardh mengisyaratkan untuk bertebaran mencari kehidupan ekonomi dan mencari kemaslahatan dunia. Namun, pensyaratan ini harus didasari oleh harapan memperoleh nikmat kemuliaan dari Allah dan mencari ridha-Nya.20 - Adil dalam pembagian harta rampasan dan warisan. Islam tidak mengakui harta terpusat pada sekelompok kecil masyarakat, sementara yang lain hidup di bawah

20

Ali as-Shabûnî, Shafwah at-Tafâsir, (Cairo: Dâr as-Shabûnî, t.th), Cet IX, Juz. III, h. 381.

160

garis kemiskinan. Keadilan Rasulullah saw. terbukti ketika beliau hendak membagi harta itu yang melibatkan seluruh kaum mukminin untuk mendapatkannya. Namun, semua tindakan Rasulullah terilhami oleh petunjuk dari Allah swt. sebagaimana firman-Nya:

ِ‫ ﻦ‬‫ﺍﺑ‬‫ﺎﻛِﲔِ ﻭ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟْﻤ‬‫ﻰ ﻭ‬‫ﺘَﺎﻣ‬‫ﺍﻟْﻴ‬‫ﻰ ﻭ‬‫ﺑ‬‫ﻟِﺬِﻱ ﺍﻟْﻘُﺮ‬‫ﻮﻝِ ﻭ‬‫ﺳ‬‫ﻟِﻠﺮ‬‫ﻯ ﻓَﻠِﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﻞِ ﺍﻟْﻘُﺮ‬‫ ﺃَﻫ‬‫ﻮﻟِﻪِ ﻣِﻦ‬‫ﺳ‬‫ﻠَﻰ ﺭ‬‫ ﻋ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺎ ﺃَﻓَﺎﺀ‬‫ﻣ‬ ‫ﻮﺍ‬‫ ﻓَﺎﻧْﺘَﻬ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﺎﻛُﻢ‬‫ﺎ ﻧَﻬ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﻝُ ﻓَﺨُﺬُﻭﻩ‬‫ﺳ‬‫ ﺍﻟﺮ‬‫ﺍﺗَﺎﻛُﻢ‬‫ﺎ ﺀ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﺎﺀِ ﻣِﻨ‬‫ ﺍﻟْﺄَ ْﻏﻨِﻴ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻭﻟَﺔً ﺑ‬‫ ﺩ‬‫ﻜُﻮﻥ‬‫ ﻟَﺎ ﻳ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﻛَﻲ‬‫ﺍﻟﺴ‬ ِ‫ ﺍﻟْﻌِﻘَﺎﺏ‬‫ﺪِﻳﺪ‬‫ ﺷ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﺇِﻥ‬‫ﺍﺗﱠﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻭ‬

Artinya: Apa saja harta rampasan (fa ’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. (Q.S. al-Hasyr [59]: 7) Al-Khâzin menyebutkan bahwa ayat ini mengindikasikan adanya harta rampasan yang Allah peruntukkan kepada kaum muslimin tanpa diawali peperangan. Ibn Abbas menyebutkan bahwa harta tersebut berasal dari harta Bani Nadzhir, Quraidzhah, Fidâk serta Tabuk.21 Ayat ini menjelaskan posisi dari harta rampasan yang diperuntukkan kepada kaum yang lemah serta yang berada di bawah garis kemiskinan. Tujuannya adalah untuk mengangkat posisi orang-orang lemah tersebut serta tidak terjadi ketimpangan sosial di antara mereka sehingga status masyarakat bisa sederajat dalam bidang ekonomi. Pada akhirnya, terciptalah umat yang satu keyakinan dan status sosial dan tidak ada lagi diskriminasi dalam bidang tertentu. 21

Ali as-Shabûnî, Shafwah ………, h. 351.

161

- Melestarikan sumber daya alam. Rasulullah saw. menanamkan dorongan kepada umatnya untuk melestarikan sumber daya alam yang ada dan memanfaatkannya sesuai dengan kepentingan dan kecenderungan masing-masing sebagaimana firman-Nya:

ً‫ﺔ‬‫ﺎﻃِﻨ‬‫ﺑ‬‫ ﻭ‬‫ﺓ‬‫ ﻇَﺎﻫِﺮ‬‫ﻪ‬‫ﻤ‬‫ ﻧِﻌ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﻠَﻴ‬‫ﻎَ ﻋ‬‫ﺒ‬‫ﺃَﺳ‬‫ﺽِ ﻭ‬‫ﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭ‬‫ﻣ‬‫ﺍﺕِ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴ‬‫ ﻣ‬‫ ﻟَﻜُﻢ‬‫ﺨﱠﺮ‬‫ ﺳ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺍ ﺃَﻥ‬‫ﻭ‬‫ ﺗَﺮ‬‫ﺃﻟَﻢ‬ Artinya: Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentinganmu) apa yang ada di langit dan di bumi dan menyempurnakan baik untukmu nikmatnya baik lahir maupun batin. (Q.S. Luqmân [31]: 20) Secara sepintas, ayat ini memberikan arahan untuk melestarikan apa yang diciptakan Allah swt. di langit dan di bumi. Penciptaan makhluk-makhluk itu demi kepentingan manusia di bumi dan pemanfaatannya dapat menambah wawasan dan keimanan kepada Allah saw. Semakin banyak manusia menggali apa yang terkandung di bumi, maka semakin besar pula manfaat yang akan diperoleh oleh manusia. - Larangan untuk tidak mengambil harta yang tidak sah, yaitu mengambil harta dengan keadaan batil. Larangan ini mencakup semua bidang, baik ekonomi maupun perdagangan sehingga menghasilkan kesetaraan, keseimbangan serta penghormatan hak-hak pemilikan orang lain. Allah berfirman:

‫ﻟَﺎ‬‫ ﻭ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﺍﺽٍ ﻣِﻨ‬‫ ﺗَﺮ‬‫ﻦ‬‫ ﻋ‬‫ﺓ‬‫ﺎﺭ‬‫ ﺗِﺠ‬‫ ﺗَﻜُﻮﻥ‬‫ﺎ ِﻃﻞِ ﺇِﻟﱠﺎ ﺃَﻥ‬‫ ﺑِﺎﻟْﺒ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ﺍﻟَﻜُﻢ‬‫ﻮ‬‫ﻮﺍ ﻟَﺎ ﺗَﺄْﻛُﻠُﻮﺍ ﺃَﻣ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻣ‬‫ ﺀ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃَﻳ‬‫ﻳ‬ ‫ﺎ‬‫ﺣِﻴﻤ‬‫ ﺭ‬‫ ﺑِﻜُﻢ‬‫ ﻛَﺎﻥ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﺇِﻥ‬‫ﻜُﻢ‬‫ﺗَﻘْﺘُﻠُﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴ‬ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. (Q.S. an-Nisâ ’ [4]: 29)

162

Ayat ini secara tegas mengharamkan memakan makanan dengan cara yang batil, seperti dengan jalan merampas, mengambil dengan paksa, mencuri dan selainnya serta mengadakan penipuan untuk kepentingan diri sendiri. Semua hal tersebut merupakan larangan dari Allah swt. Akan tetapi, jika dijalankan dengan cara sukarela serta melalui saran dan tuntunan Rasulullah saw., maka hal itu dapat dilaksanakan sesegera mungkin. - Tidak bertindak bodoh dan menimbun harta yang dimiliki. Anjuran dari Allah dan rasul-Nya untuk tidak memberikan kepercayaan penuh kepada orang yang belum sempurna akalnya disebutkan dalam firman-Nya:

‫ﻟًﺎ‬‫ ﻗَﻮ‬‫ﻢ‬‫ﻗُﻮﻟُﻮﺍ ﻟَﻬ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻮﻫ‬‫ﺍﻛْﺴ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ ﻓِﻴﻬ‬‫ﻢ‬‫ﺯُﻗُﻮﻫ‬‫ﺍﺭ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﺎﻣ‬‫ ﻗِﻴ‬‫ ﻟَﻜُﻢ‬‫ﻞَ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻌ‬‫ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﺟ‬‫ﺍﻟَﻜُﻢ‬‫ﻮ‬‫ ﺃَﻣ‬‫ﺎﺀ‬‫ﻔَﻬ‬‫ﺗُﻮﺍ ﺍﻟﺴ‬‫ﻟَﺎ ﺗُﺆ‬‫ﻭ‬ ‫ﻭﻓًﺎ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ﻣ‬ Artinya: Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang sebelum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaiaan (dari hasil harta itu). (Q.S. an-Nisâ ’ [4]: 5) Demikian halnya dengan larangan untuk tidak menimbun harta yang diamanahkan Allah. Pasalnya, hal tersebut merupakan tindakan menganiaya diri sendiri dan umat Islam. Larangan tersebut berlaku umum terhadap seluruh harta yang diberikan oleh Allah. Firman-Nya:

ٍ‫ﺬَﺍﺏٍ ﺃَﻟِﻴﻢ‬‫ ﺑِﻌ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺸﺮ‬  ‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻓَﺒ‬‫ﺎ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﻔِﻘُﻮﻧَﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻟَﺎ ﻳ‬‫ﺍﻟْﻔِﻀﱠﺔَ ﻭ‬‫ ﻭ‬‫ﺐ‬‫ ﺍﻟﺬﱠﻫ‬‫ﻭﻥ‬‫ﻜْﻨِﺰ‬‫ ﻳ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻭ‬ Artinya: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkanya di jalan Allah, beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih. (Q.S. at-Taubah [9]: 34)

163

Ayat ini mengetengahkan sanksi yang sangat besar kepada orang-orang yang menimbung harta karena dapat merusak dan membuat penganiayaan di bumi ini serta melanggar aturan yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Harta yang ditimbun tersebut akan menghalangi nilai pemanfaatannya di jalan Allah swt. - Mengeluarkan zakat. Anjuran untuk mengeluarkan zakat yang diamanahkan Allah buat orang-orang kaya (yang mencukupi syarat dan kadar ketentuan) kepada orangorang yang membutuhkan. Hal itu diterangkan oleh Allah dalam firman-Nya:

‫ﻤِﻴﻊ‬‫ ﺳ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ ﻟَﻬ‬‫ﻜَﻦ‬‫ ﺳ‬‫ﻠَﺎﺗَﻚ‬‫ ﺻ‬‫ ﺇِﻥ‬‫ﻬِﻢ‬‫ﻠَﻴ‬‫ﻞﱢ ﻋ‬‫ﺻ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ ﺑِﻬ‬‫ﻛﱢﻴﻬِﻢ‬‫ﺗُﺰ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﻗَﺔً ﺗُﻄَﻬ‬‫ﺪ‬‫ ﺻ‬‫ﺍﻟِﻬِﻢ‬‫ﻮ‬‫ ﺃَﻣ‬‫ﺬْ ﻣِﻦ‬‫ﺧ‬ ‫ﻠِﻴﻢ‬‫ﻋ‬ Artinya: Ambillah zakat dari sebahagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu membersihkan dan menyucikan mereka. (Q.S. at-Taubah [9]: 103) Pada kenyataannya, zakat yang dikeluarkan bagi orang-orang yang wajib mengeluarkannya diperuntukkan kepada orang-orang yang membutuhkan tidak dapat ditunda jika syaratnya sudah terpenuhi. Kewajiban itu sangat besar pengaruhnya karena selain membantu orang-orang yang lemah juga menghilangkan kesenjangan sosial di tengah-tengah masyarakat dan memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa harta yang diperolehnya merupakan amanah dari Allah swt. Beberapa prinsip dalam bidang ekonomi telah ditanamkan oleh Rasulullah kepada jiwa para sahabatnya. Strategi yang dijalankan oleh beliau di Madinah berhasil dengan baik dalam menciptakan keadaan yang kondusif. Dengan demikian, komponen dasar sebuah negara sudah terbentuk, yaitu rakyat, negeri, kekuasaan, dan undang-undang.

164

Rakyat terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar yang telah dipersaudarakan dalam sebuah kesatuan, yaitu hati yang telah disirami oleh cinta kepada Allah dan Rasul serta dikuasai oleh kekuatan spritual yang bersumber dari penyatuan mereka terhadap Islam. Mereka bagaikan sebuah bangsa dalam satu tubuh dan kompi tentara dalam figur seorang prajurit. Al-Qur’an mengomentarinya:

‫ﻮﺍ ﺑِﺄَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢ‬‫ َﻏﺒ‬‫ﺮ‬‫ﻟَﺎ ﻳ‬‫ﻮﻝِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﺳ‬‫ ﺭ‬‫ﻦ‬‫ﺘَﺨَﻠﱠﻔُﻮﺍ ﻋ‬‫ ﻳ‬‫ﺍﺏِ ﺃَﻥ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﻟْﺄَﻋ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻢ‬‫ﻟَﻬ‬‫ﻮ‬‫ ﺣ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﺔِ ﻭ‬‫ﺪِﻳﻨ‬‫ﻞِ ﺍﻟْﻤ‬‫ ﻟِﺄَﻫ‬‫ﺎ ﻛَﺎﻥ‬‫ﻣ‬ ‫ﻃِﺌًﺎ‬‫ﻮ‬‫ ﻣ‬‫ﻄَﺌُﻮﻥ‬‫ﻟَﺎ ﻳ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﺔٌ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺼ‬‫ﺨْﻤ‬‫ﻟَﺎ ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﺐ‬‫ﻟَﺎ ﻧَﺼ‬‫ﺄٌ ﻭ‬‫ ﻇَﻤ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺼِﻴﺒ‬‫ ﻟَﺎ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ ﺑِﺄَﻧﱠﻬ‬‫ ﻧَﻔْﺴِﻪِ ﺫَﻟِﻚ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬ ‫ﺮ‬‫ ﺃَﺟ‬‫ﻀِﻴﻊ‬‫ ﻟَﺎ ﻳ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﺇِﻥ‬‫ﺎﻟِﺢ‬‫ﻞٌ ﺻ‬‫ﻤ‬‫ ﺑِﻪِ ﻋ‬‫ﻢ‬‫ ﻟَﻬ‬‫ﻠًﺎ ﺇِﻟﱠﺎ ﻛُﺘِﺐ‬‫ﻭﱟ ﻧَﻴ‬‫ﺪ‬‫ ﻋ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺎﻟُﻮﻥ‬‫ﻨ‬‫ﻟَﺎ ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﻐِﻴﻆُ ﺍﻟْﻜُﻔﱠﺎﺭ‬‫ﻳ‬ ‫ﺴِﻨِﲔ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻟْﻤ‬

Artinya: Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang badawi yang berdiam di sekitar mereka tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut pula bagi mereka lebih mencintai diri mereka dari pada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah. Dan tidak pula menginjak suatu tempat yang membangkitkan amanah orangorang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shaleh. (Q.S. at-Taubah [9]: 120) Firman Allah swt.

`ŸWÍWTÊ WÓéSªQW£Ö@… XÄTYYY¹Sÿ ÝQWÚ uøPVÖWéWTŽ ÝWÚWè $JðW/@… WÆTTVºVK… `ØXä`~VÕWÆ ðÐHTWTÞ<ÕWª`¤VK… :†WÙWTÊ †^TÀ¹~YÉWš Artinya: Barang siapa mentaati rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka kami tidak mengutusmu menjadi pemelihara mereka. (Q.S. an-Nisâ ’ [4]: 80)

165

Sebagai aplikasi perintah Allah, kaum muslimin membaiat untuk taat dan patuh terhadap perintahnya karena tidak dibenarkan patuh kepada mahluk yang maksiat kepada sang pencipta. Adapun

yang

menjadi undang-undang adalah

al-Qur’an

yang

tidak

mengandung kebatilan sedikit pun. Kitab tersebut merupakan undang-undang dasar yang integral dari segi ibadah, muamalah, moral dan semua yang dibutuhkan oleh sebuah Daulah Islamiyah, baik di dunia maupun akhirat. Undang-undang (dustûr) langit juga mengatur hubungan seseorang dengan tuhan. Komunitas muslim dengan non muslim. Bahkan, ia juga mengatur segi ekonomi, sosial, politik dan budaya. B. Dampak dan Hasil Hijrah Terhadap Masa Depan Berbicara tentang masa lalu yang terputus dengan masa yang akan datang, pada hakikatnya hanyalah sebagai pelipur lara. Bahkan membuat orang terharu dan merenungi masa-masa keemasan. Yang terpenting dari membaca sejarah masa lalu ialah menjadikannya sebagai pelita bagi masa yang akan datang. Masa lalu bercerita tentang pengalaman dan tradisi yang baik untuk menghadapi kerancuan situasi dan kondisi. Sebagaimana petuah-petuah bijak yang menyeru kesadaran ke jalan yang benar dan menghindari segala macam kecenderungan yang mengarah pada kerusakan. Dari pemaparan ini akan melahirkan suatu pertanyaan tentang sejauhmana manfaat hijrah baik sebagai kapasitas umat Islam maupun individu dalam komunitas masyarakat Islam.

166

Kalau diamati secara tepat bahwa signifikansi hijrah tidak saja berlaku pada fase tertentu akan tetapi hikmah manfaat hijrah akan senantiasa tumbuh dan berkembang seiring berkembangannya ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya. a. Hijrah sebagai Dakwah dalam Membangun Tatanan Dunia Baru Peristiwa hijrah yang dilakukan Rasulullah saw. berserta para sahabatnya mengandung nilai yang dalam bagi kehidupan masyarakat muslim, baik dalam dimensi teologis, sosio-kultural maupun politik. Secara teologis, hijrah mengandung makna penyebaran dakwah ke segenap umat manusia dan memperkokoh ukhuwah Islamiyah yang berdasarkan risalah Allah swt. dan Rasul-Nya. Secara sosio-kultural, hijrah bermakna transformasi sosial dan budaya menuju masyarakat yang menyakini keesaan Allah swt. dan tiada kekuatan yang menandingi kekuatannya. Sedangkan secara politik, hijrah merupakan strategi perjuangan handal yang tak mungkin gentar melawan musuh-musuh Islam serta dengan gigih mempertahankan aqidah tauhid. Setelah hijrah, ajaran Islam tersebar ke seantero jazirah Arab. Malahan, dalam tempo yang tergolong singkat telah mencakup lebih dari separoh permukaan bumi. Secara efektif, kota Madinah memiliki akar spiritual yang sama dengan Islam sehingga amat memungkinkan penerimaan atas risalah Islam. Penerimaan ini berimplikasi pada mobilisasi sosial yang besar, yaitu memberikan nasib baik bagi masyarakat dan agama Islam. Kenyataan ini, tentu saja, membimbing umat Islam serta sikapnya untuk akomodatif terhadap kekuatankekuatan sosial yang ada, termasuk dalam upaya mencari dukungan dari kaum

167

Yahudi dan beberapa kelompok kecil setempat di Madinah. Di samping itu, hal tersebut juga disebabkan oleh kesiapan pengikut Nabi untuk rela berkorban dalam melancarkan misi kerasulan yang diemban Nabi Muhammad saw. baik yang ditunjukkan oleh kaum Anshar maupun kaum Muhajirin. Kesediaan berkorban inilah yang menjadi faktor mendasar bagi keberhasilan hijrah kaum Muslimin. Snouck Hurgronje dalam karyanya yang berjudul Le Voile des Mesulmanes menjelaskan bahwa melakukan hijrah berarti melepaskan diri dari apa yang dikasihi di masa lampau, sanak keluarga, harta benda, tanah kelahiran mereka untuk menghadapi masa depan yang penuh bahaya dan tidak menentu22 untuk mengabdi kepada Allah yang dengan demikian membuktikan keimanan mereka.23 Dalam hal ini, Rasulullah telah memberikan teladan tentang pengorbanan. Ketika Rasulullah saw. menyampaikan kepada Abu Bakar bahwa Allah memerintahkan untuk berhijrah bersama, sahabat tersebut menangis kegirangan. Seketika itu juga ia membeli dua ekor unta dan menyerahkannya kepada Rasul untuk memilih yang dikehendaki.24 Hanya saja, Rasulullah menolaknya dengan mengatakan: “ Aku tidak akan mengendarai unta yang bukan milikku” , demikian katanya, “ Unta ini kuserahkan untukmu,” balas Abu Bakar. “ Baiklah, tetapi aku akan membayar harganya ” , jawab Rasulullah. Setelah Abu Bakar bersikeras agar unta itu diterima sebagai hadiah, namun Nabi tetap menolak. Akhirnya Abu Bakar menerima pemberian Rasul dari 22

Snouck Hurgrunje, Kumpulan Karangan Snouk Hurgrunje II, (Jakarta: Percetakan INIS, 1995), h. 111. 23 Snouck Hurgrunje, Kumpulan Karangan …………, h. 112. 24 Muhammad Husein Haekal, Hayat Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad), (Jakarta: Litera Antar Nusa, 2003), Cet. XX, h. 179.

168

unta yang diberikannya. Apa yang dikehendaki Rasul bahwa beliau ingin mengajarkan kepada umatnya untuk mencapai sesuatu usaha besar dibutuhkan pengorabanan maksimal dari setiap orang. Rasulullah berhijrah, sebagaimana disebutkan Quraish Shihab, dengan segala daya yang dimilikinya, berupa tenaga, pikiran, materi bahkan jiwa dan raga.25 Nilai yang semacam inilah yang telah menginternalisasi dalam kepribadian masyarakat muslim di masa Rasul. Tak pelak lagi, peristiwa hijrah itu menjadi titik emas sejarah masyarakat muslim yang semula hidup teraniaya dalam kekejaman dan keganasan orang-orang kafir menjadi kelompok yang berkuasa dan mampu mendistribusikan kesejahteraan di seluruh Jazirah Arab secara adil. Sebagai ungkapan pengagungan atas peristiwa hijrah, pada tahun 639 Khalifah Umar Ibn Khatthab menjadikannya sebagai permulaan kalender Islam. Penanggalan ini didasarkan atas peredaran bulan. Hal ini dimaksudkan oleh khalifah kedua ini agar umat Islam di masa selanjutnya tetap memiliki kesadaran historis serta mewarisi semangat pergorbanan, kepercayaan diri, etos kerja dan komitmen terhadap kebenaran Islam.26 Praktek hijrah yang berfungsi untuk menyelamatkan keimanan dari segala bentuk intimidasi kaum yang ingkar kepada Allah swt. sudah menjadi tradisi para nabi, seperti Musa, Ibrahim, Nuh dan Syua’ib. Yang menarik untuk diperhatikan dari kisah hijrah para nabi sebagaimana diungkap dalam al-Qur’an adalah bahwa setelah melakukan hijrah, kaum beriman mendapatkan kemenangan dalam mempertahankan 25 26

Quraish Shihab, Membumikan al-Qur ’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 346. Wahyudi, Islamologi Terapan, (Surabaya: Gitamedia Press, t.th), h. 163.

169

nilai-nilai keimanan mereka dan terjadinya kehancuran masyarakat yang ingkar pada risalah Allah melalui sebuah keajaiban. Sebagai contoh adalah kaum ‘Ad yang dibinasakan oleh Allah sebagaimana firman Allah swt:

‫ﺆﻣِﻨِﲔ‬ ‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ ﺃَﻛْﺜَﺮ‬‫ﺎ ﻛَﺎﻥ‬‫ﻣ‬‫ﺔً ﻭ‬‫ ﻟَﺂﻳ‬‫ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚ‬‫ ﺇِﻥ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻠَﻜْﻨ‬‫ ﻓَﺄَﻫ‬‫ﻮﻩ‬‫ﻓَﻜَﺬﱠﺑ‬ Artinya: Maka mereka mendustakan Hud, lalu kami binasakan mereka, sesungguhnya yang pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. (Q.S. al-Syuarâ ’ [26]: 139) Angin badai menyapu bersih segala sesuatu kecuali bangunan-bangunan yang diiringi dengan rasa dingin. Hal tersebut disebabkan karena mereka menutup diri dari ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud sehingga Allah memusnahkannya.27 Demikian halnya dengan umat Nabi Shaleh, yaitu kaum Tsamud yang dimusnahkan oleh Allah dengan gempa bumi. Allah berfirman:

‫ﺎﺛِﻤِﲔ‬‫ ﺟ‬‫ﺍﺭِﻫِﻢ‬‫ﻮﺍ ﻓِﻲ ﺩ‬‫ﺤ‬‫ﺒ‬‫ﻔَﺔُ ﻓَﺄَﺻ‬‫ﺟ‬‫ ﺍﻟﺮ‬‫ﻢ‬‫ﺬَﺗْﻬ‬‫ﻓَﺄَﺧ‬ Artinya: Karena itu mereka ditimpa gempa maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat mereka. (Q.S. al-A’râf [7]: 78) Begitu pula dengan azab petir,

‫ﺎ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ‬‫ﻮﻥِ ﺑِﻤ‬‫ﺬَﺍﺏِ ﺍﻟْﻬ‬‫ﺎﻋِﻘَﺔُ ﺍﻟْﻌ‬‫ ﺻ‬‫ﻢ‬‫ﺬَﺗْﻬ‬‫ﻯ ﻓَﺄَﺧ‬‫ﺪ‬‫ﻠَﻰ ﺍﻟْﻬ‬‫ﻰ ﻋ‬‫ﻤ‬‫ﻮﺍ ﺍﻟْﻌ‬‫ﺒ‬‫ﺘَﺤ‬‫ ﻓَﺎﺳ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻨ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ ﻓَﻬ‬‫ﻮﺩ‬‫ﺎ ﺛَﻤ‬‫ﺃَﻣ‬‫ﻭ‬ ‫ﻮﻥ‬‫ﻜْﺴِﺒ‬‫ﻳ‬ Artinya: Adapun Tsamud maka mereka telah kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu, maka mereka disambar azab

27

Ali as-Shabûnî, Shafwah ………, Juz II, h. 389.

170

petir yang menghinakan disebabkan apa yang mereka telah kerjakan. (Q.S. Fusshilat [41]: 17) Firman Allah:

ِ‫ﺘَﻈِﺮ‬‫ﺤ‬‫ﺸِﻴﻢِ ﺍﻟْﻤ‬‫ ﻓَﻜَﺎﻧُﻮﺍ ﻛَﻬ‬‫ﺓ‬‫ﺍﺣِﺪ‬‫ﺔً ﻭ‬‫ﺤ‬‫ﻴ‬‫ ﺻ‬‫ﻬِﻢ‬‫ﻠَﻴ‬‫ﺎ ﻋ‬‫ﻠْﻨ‬‫ﺳ‬‫ﺇِﻧﱠﺎ ﺃَﺭ‬ Artinya: Sesungguhnya kami menimpakan satu suara yang sangat keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput-rumput kering (yang dikumpulkan) oleh yang punya kandang binatang. (Q.S. al-Qamar [54]: 31) Umat Nabi Syu’aib, kaum Madyan, ditumpas oleh Allah dengan gempa bumi sebagaimana firman-Nya.

‫ﻮﺩ‬‫ ﺛَﻤ‬‫ﺕ‬‫ﻌِﺪ‬‫ﺎ ﺑ‬‫ ﻛَﻤ‬‫ﻦ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺍ ﻟِﻤ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺃَﻟَﺎ ﺑ‬‫ﺍ ﻓِﻴﻬ‬‫ﻮ‬‫ﻐْﻨ‬‫ ﻳ‬‫ ﻟَﻢ‬‫ﻛَﺄَﻥ‬ Artinya: Seolah-olah mereka belum pernah tinggal di tempat itu. Ingatlah, binasalah penduduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud (juga) telah binasa. (Q.S. Hûd [11]: 94) Adanya dua kejadian yang selalu mengiringi sejarah para nabi setelah berhijrah yaitu kemenangan kaum beriman dan kehancuran kaum kafir. Ini menandakan bahwa Allah swt. turut mengontrol peristiwa-peristiwa sejarah. Allah, seperti disebut Montgomery Watt, adalah The Lord of History (penguasa sejarah).28 Dengan demikian, hijrah yang dilakukan para Nabi, termasuk Nabi Muhammad adalah bagian dari dakwah mereka juga sebuah pola yang relevan bagi upaya pengendalian Allah atas jalannya peristiwa-peristiwa sejarah.29 Keterlibatan Allah dalam proses ini melalui tiga cara, yaitu: Pertama, Allah mengintervensi hukum-hukum alam dalam menghasilkan peristiwa-peristiwa tertentu,

28

Montgomery Watt, Kristen dan Islam Dewasa Ini; Suatu Sumbangan Pemikiran untuk Dialog, (Jakarta: Gaya Media Pratama, t.th), h. 155. 29 Montgomery Watt, Kristen dan Islam …………., h. 158.

171

seperti yang merupakan azab bagi kaum yang tak beriman dan penyelamatan bagi kaum yang beriman. Berbagai kemukjizatan yang diterima oleh rasul seperti mendatangkan air bah, membelah lautan, menyembuhkan orang lumpuh dan menghidupkan mayat, tidak mempan dibakar dan partisipasi malaikat membela Nabi saat peperangan dengan kaum kafir menunjukkan keterlibatan Allah saw. melalui cara pertama. Kedua adalah dengan pemberian wahyu kepada para rasul yang membawa prestasi-prestasi positif yang besar yang sarat dengan berbagai pemecahan masalahmasalah sosial, sebagaimana yang diterima oleh Nabi Ibrahim, Musa, Isa dan Muhhammad saw. Adapun cara ketiga yaitu dengan adanya penguatan oleh Allah swt. atas kaum yang adil dan beriman dan pelemahan atas para pelaku kejahatan, baik secara individu maupun kolektif.30 Berkenaan dengan peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw., Allah terlibat dalam sejarah masyarakat Islam melalui ketiga cara tersebut sekaligus. Ketiga cara ini saling terkait dan berkesinambungan. Cara pertama dapat ditemukan pada penyelamatan Allah atas Rasulullah dari rencana pembunuhan orang-orang kafir Quraisy Mekkah di saat akan meninggalkan kediamannya dan ketika beliau bersama Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur. Dalam keadaan yang sulit dan sangat membahayakan ini, Allah menghadirkan beberapa keajaiban yang memungkinkan Rasulullah saw. selamat dari usaha

pembunuhan

30

orang-orang

kafir.

Wahyudi, Islamologi Terapan, h. 166.

Cara

yang

kedua

bahwa

Allah

172

menginformasikan saat yang tepat kepada Rasulullah untuk melaksanakan hijrah melalui wahyu-Nya. Sedangkan cara yang ketiga adalah terbukti dari kemenangan demi kemenangan yang banyak berpihak pada kaum muslimin yang dipimpin Nabi dan sekaligus dapat menaklukkan kekuasaan kaum kafir. Hal ini dapat dipahami karena saat itu Allah telah memberi kaum muslim suatu kekuatan dan keterampilan serta keteguhan jiwa yang diperlukan dalam al-Qur’an. Berikut ini terlihat penegasan Allah

betapa

dia

telah

membantu

kaum

yang

dikehendaki-Nya

bahkan

memerintahkan para malaikat untuk menyabarkan hati orang-orang yang beriman. Mungkin berlandaskan pada perspektif sejarah ini, Muhammad Iqbal, sebagaimana dikutip oleh Wahyudi memandang bahwa sampai sekarang tuhan tetap immanen dalam proses sejarah manusia yang suatu saat akan memberi pertolongan bagi nasib baik masyarakat muslim dari hegemoni kekuasaan dunia barat dewasa ini jika mereka menunjukkan komitmen dan pengorbanan yang sungguh-sungguh untuk berhijrah di jalan Allah swt. sebagaimana yang ditunjukkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya.31 Dengan demikian, harus segera diupayakan realisasi komitmen perjuangan yang kuat di jalan Allah swt. serta bersedia mengorbankan yang lebih besar secara sungguh-sungguh hingga tercapai keberhasilan yang mulia (al-fawz al-‘adzhîm). Sebelum Rasulullah saw. hijrah, sudah terdapat imperium-imperium besar yang berkuasa, yaitu Romawi dan Paris. Mereka berupaya untuk menguasai dunia. Para pembangun kekaisaran sebelum hijrah mempunyai gagasan tentang tatanan

31

Wahyudi, Islamologi Terapan, h. 168.

173

dunia yang menempatkan umat manusia dalam empat penjuru dalam satu sistem kekuasaan. Mereka senantiasa berfikir bagaimana memalingkan umat manusia kepada satu agama yaitu agama mereka.32 Proses pendirian kekaisaran dunia dan penaklukan dan pemalingan kepada satu agama tersebut ialah dengan kekuatan dan ketidaktoleransian. Hal tersebut tercermin pada yang dilakukan oleh Abrahah ketika hendak menghancurkan Ka’bah, akan tetapi segala niat busuk Abrahah digagalkan oleh Allah dengan mendatangkan penyakit cacar yang menimpa pasukannya. Mereka pun tewas satu persatu termasuk Abrahah.33 Negara Islam yang didirikan oleh Rasulullah saw. setelah masa hijrah bukanlah sekedar sebuah negara, tetapi juga merupakan tatanan dunia yang menyeluruh dan meliputi sistem-sistem politik yang dikenal oleh dunia sampai saat ini. Sistem pembentukan Islam ini berbeda dengan sistem Bizantium dan Persia, keduanya memilki sistem kekaisaran 34. Dalam Islam tidak dikenal istilah kekaisaran, kesukuan dan kebanggaan diri dan golongan, akan tetapi Islam mengenal istilah persaudaraan (al-ukhuwah alIslamiah). Istilah ini terbentuk oleh suatu ikatan kokoh yang mampu mempersatukan kawasan yang berbeda di bawah satu panji Islam yaitu ‘Lâ Ilâha Illallâh (Tiada Tuhan selain Allah).

Ali Muhammad Shallabi, Sirah an-Nabawiyah Ardh al-Waqâi’ wa Tahlîl al-Ahdâts Durûs wa I’bâr, Juz I, h. 14. 33 Husaein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, h. 41. 34 Ali Muhammad Shallabi, Sirah an-Nabawiyyah ………….., h. 15. 32

174

Rasulullah ketika tiba di Madinah menjumpai tiga golongan yang masingmasing memiliki masalah dan kecenderungan yang berbeda-beda sehingga beliau membutuhkan tenaga ekstra dalam menghadapinya. Ketiga golongan tersebut adalah sahabatnya sendiri (yang ikut melaksanakan hijrah dari Mekkah ke Madinah), kaum musyrik (yang belum memeluk agama Islam) dan orang-orang Yahudi yang menetap di Madinah (baik Yahudi yang menerima kedatangan Nabi maupun yang menolak kedatangannya). Untuk dapat mempersatukan mereka dalam satu wadah dan tidak terjadi benturan-berturan antara satu golongan dengan golongan yang lain, maka Rasulullah menanamkan kepada sahabatnya sifat persaudaraan dengan kelompok. Bagi musyrik dan Yahudi membuat suatu perjanjian dan undang-undang yang mengatur sistem muamalah antara mereka sehingga tidak terjadi kecenderungan sepihak. Salah satu keberhasilan Rasulullah saw. dalam misi ini adalah dalam menyampaikan dakwah yang dapat diterima oleh khalayak ramai (penduduk Madinah). Penyampaiannya santun, berkesan, penuh wibawa serta membawa misi perdamaiaan dan keselamatan dunia dan akhirat. Hanya dalam beberapa tahun saja, wajah Madinah dapat dirubah seketika menjadi kota yang berperadaban. Islam pun berkembang dan disebarkan oleh para mujahid sehingga dalam beberapa waktu saja Islam dapat tersebar di daratan Eropa dan Afrika. Penyebaran Islam dan perluasannya tak lepas dari semangat para sahabat dalam menyebarkan agama Islam. b. Hijrah dalam Transformasi Sosial Budaya dan Berbangsa

175

Dalam istilah sekarang, kata budaya hanya dibagi ke dalam dua kubu yang dikenal dengan budaya timur dan barat. Istilah budaya atau kebudayaan sangat beragam sesuai dengan minat dan kecenderungan serta keahliaan orang yang merumuskannya. A.L. Krober dan Clide Kluchron (1952) mencatat bahwa tidak kurang dari 164 definisi kebudayaan yang telah dikemukakan. 35 Islam lebih dari sekedar sebuah agama formal. Ia merupakan risalah yang agung bagi transformasi sosial dan tantangan bagi kepentingan–kepentingan pribadi. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh penekanannya kepada pesan zakat yang sasarannya

adalah

mendistribusikan

kekayaan

kepada

fakir

dan

miskin,

membebaskan budak-budak, membayar hutang mereka yang berhutang dan memberikan kemudahan bagi ibnu sabil.36 Berbicara tentang hijrah, hampir selalu dikaitkan dengan peristiwa ketika Nabi dan para sahabatnya meninggalkan kota Mekkah setelah menghadapi ancaman dan situasi

37

yang tidak kondusif untuk misi profetik menuju Madinah yang

menjunjung nilai-nilai keadaban. Pada masa kekhalifahan Umar Ibn Khatthab, peristiwa bersejarah ini diabadikan menjadi nama tahun dalam Islam (tahun Hijriyah). Sedangkan pada fase-fase berikutnya, term hijrah dijadikan sebagai harakah dan transformasi umat.

35

A.L. Krober dan Clide Kluckhorn, Culture a Critical of Concept and Definitions (Cambridge: Mass,1952), h. 123. 36 Asghar Ali Engineer, Islam dan Pembebasan, (Yogyakarta: LkiS dan Pustaka Pelajar, 1993), h. 6. 37 Ja’far Subhâni, Risâlah Sejarah Kehidupan Muhammad saw, (Jakarta: Lentera Basri Tama, 1996), Cet II, h. 269.

176

Kedatangan Islam tidak hanya sebagai gerakan pembebasan tetapi juga sebagai aqidah revolusioner yang aktif. Artinya, jika ia menyentuh hati manusia dengan cara yang benar, maka dalam hati itu akan terjadi suatu revolusi. Revolusi dalam konsep, revolusi dalam perasaan, revolusi dalam menjalani kehidupan, dan trevolusi dalam meniti hubungan individu dan kelompok. Revolusi yang berdasarkan perasaan mutlak antara seluruh umat manusia. Seseorang tidak lebih baik dari yang lainnya kecuali ketaqwaannya. Perubahan-perubahan yang dibawa Islam sangat mendasar dan komprehensif, baik dalam sudut pandang keimanan dan aqidah. Ia merepresentasikan suatu loncatan dari penghambaan sesuatu yang nyata (tangible things) menuju penghambaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat digambarkan dengan sesuatu pun di dunia ini. Allah swt berfirman:

‫ﺨﺒِﲑ‬ َ ْ‫ ﺍﻟ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻄِﻴﻒ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺼ‬‫ﺭِﻙُ ﺍﻟْﺄَﺑ‬‫ﺪ‬‫ ﻳ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺼ‬‫ ﺍﻟْﺄَﺑ‬‫ﺭِﻛُﻪ‬‫ﻟَﺎ ﺗُﺪ‬ Artinya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-An’âm [6]: 103) Allah swt. hanya dapat diketahui dengan apa yang dia gambarkan tentang dirinya sendiri melalui firman-Nya yang diwahyukan kepada rasul-Nya tanpa tamtsîl (representasi), tasybih (antropomorfisme), nâfi (negasi), atau ta ’thil (konsep teologi yang menolak segala sifat tuhan).38 Membaca fenomena bangsa pada hari ini, dengan kompleksitas persoalannya, baik dalam skala makro, seperti utang luar negeri yang terus membengkak, image

38

Mun’im Sirri, Masyarakat Madani, (Jakarta: PT Gema Insani Press, 1999), h. 78.

177

negatif dan eksistensi negara di tengah-tengah pergaulan internasional yang makin terpinggirkan, maupun yang berskala mikro seperti urusan domestik, kemiskinan, kebodohan, kesehatan, keamanan, pelanggaran HAM, dekadensi moral bangsa dan sejumlah daftar lainnya, tampaknya mengharuskan untuk direnungkan kembali relevansi hijrah yang sesungguhnya. Seteleh empat belas abad lebih peristiwa hijrah berlalu, agama Islam memang menjadi salah satu agama yang mempunyai jumlah penganut terbesar di dunia. Namun, jika dilihat dari posisi dan kondisi sosial ekonomi dan politik, nasib umat Islam masih sangat memprihatinkan. Posisi umat Islam yang pernah mengalami masa kejayaan (sejak zaman Nabi sampai Dinasti Turki Utsmani di Turki) kini tinggal kenangan. Negara-negara Islam, utamanya yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), hampir tidak mempunyai bargaining position yang kuat dalam menghadapi kekuatan hegemonik barat dan zionis. Seperti yang digambarkan Nabi, posisi mereka ibarat 'buih di lautan'. Dalam bidang ekonomi, mereka mempunyai pendapatan per-kapita yang rendah. Hanya sedikit yang mempunyai pendapatan per-kapita yang tinggi misalnya Brunei Darussalam, Kuwait, Uni Emirat Arab, Saudi Arabia dan lain-lain. Itu pun bukan karena hasil kreasi dan inovasi teknologi, melainkan karena 'berkah minyak' (oil boom). Negara-negara muslim rata-rata masuk kelompok negara-negara sedang berkembang (developing countries). Fenomena serupa juga terjadi dalam bidang teknologi.

178

United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2001 menerbitkan suatu laporan tentang Technology Achievement Index. Dalam laporan tersebut, negara-negara dikelompokkan menjadi empat, yaitu: -

Leaders, yakni negara-negara yang menjadi kampiun dalam pengembangan teknologi.

-

Potential leaders, yaitu negara-negara yang potensial menjadi kampiun.

-

Dynamic adopters, yakni negara-negara yang secara dinamis mengadopsi teknologi.

-

Marginalized, atau marginal dalam pengembangan teknologi.

Tidak ada satu negara pun yang berpenduduk mayoritas muslim yang masuk kelompok pertama (leaders). Hanya Malaysia yang masuk dalam kelompok kedua (potential leaders) sejajar dengan Singapura. Selebihnya, termasuk Indonesia, masuk kelompok ketiga dan keempat. Dalam Indeks Pengembangan Manusia (IPM) juga masih terlihat rendah. Hanya Malaysia yang relatif baik (ranking 61), sedang Indonesia berada di ranking 109. Dari berbagai gambaran di atas, betapa kondisi negara berpenduduk mayoritas muslim masih memprihatinkan. Apalagi jika dikaitkan dengan kondisi kekinian bangsa Indonesia. Negara yang berpenduduk mayoritas muslim, bahkan terbesar di dunia ini, mendapat stigma (cap) yang kurang baik, yaitu sebagai negara terkorup di dunia dengan tingkat resiko yang sangat tinggi (high risk country). Negara ini juga masih belum beranjak dari krisis multi dimensional yang sangat akut. Antara lain, menguatnya fanatisme suku (tribalisme), kelompok, politik

179

(partai) dan berbagai primordialisme negatif lainnya serta kecenderungan penggunaan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Peristiwa hijrah Nabi, sekalipun nampaknya bersifat fisik, namun menyimpan muatan dan energi yang sangat besar dalam memberi spirit perubahan sosial dan transformasi masyarakat ke arah yang lebih baik. Di dalamnya terdapat kesabaran, ketabahan, keberanian, pengorbanan, visi serta gagasan yang akurat dan cemerlang serta mampu memberikan kesadaran penuh akan eksistemnsi dirinya sebagai hamba Allah swt. Sejarah mencatat bahwa hijrah yang dilakukan Nabi telah mengubah ketandusan dan kegersangan menjadi wajah Madinah yang damai dan sejahtera, kebengisan dan kezaliman aristokrat Quraisy berubah menjadi pribadi-pribadi santun dan bermoral, serta kepicikan pola pikir berubah dengan sinar ilmu. Bahkan, terjadi perluasan teritorial yang sangat luar biasa dan kekuatan pengaruh yang mengagumkan yang membuat geger dua negara adidaya pada saat itu, Romawi dan Persia. Berangkat dari semangat hijrah yang digambarkan Nabi, terdapat beberapa point penting yang harus kita jadikan modal untuk transformasi kehidupan berbangsa. Adanya i'tikad baik dan visi yang jelas dari pemimpin bangsa ini untuk menata Indonesia menjadi lebih baik dan bermartabat. Kemauan ini dibarengi dengan agenda perubahan yang akurat, feasible, accountable dan komprehensif, sebagaimana nilai akhlak yang dimiliki oleh Rasulullah yang dilingkupi oleh sifat-sifat spiritual dan lahiriyah sehingga hati dan jiwa merasa cenderung kepadanya. Hal tersebut

180

terbukti setiap kali Rasulullah melontarkan kata-kata, maka dengan lapang dada para sahabat menerima dan melaksanakannya.39 Niat dan i’tikad baik merupakan landasan utama dalam memulai setiap tindakan sebab keberhasilan dan kesuksesan ditentukan dari niat dan ketulusannya. Hanya niat yang ikhlas yang dinilai oleh Allah swt. Ikhlas yang berarti kesucian jiwa dari seluruh keinginan untuk mendapatkan sesuatu selain ridha Allah swt. itu merupakan konsekuensi logis dari persaksian dan keyakinan dari “ Lâ Ilâha Illallah” (tiada tuhan selain Allah).40 Jika hanya ridha Allah saja yang dikejar dalam seluruh aktifitas, maka tidaklah mungkin untuk melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah karena kedurhakaan kepada Allah dengan sengaja bertentangan dengan upaya meraih ridha Allah swt. Keikhlsan ini yang merupakan sumber dari sifat-sifat mulia seperti keberanian berkorban di jalan Allah dan memperjuangkan sesuatu yang benar. Dampak dari itu akan melahirkan i’tikad baik dan ketenangan jiwa dalam mengendalikan dan mengatur urusan-urusan bernegara. Selain itu, orang yang ikhlas berjuang tidak akan bersifat munafik, pengecut dan mudah putus asa karena tujuan hidupnya adalah ridha Allah swt. semata. Hanya orang ikhlaslah yang mampu menghadapi godaan dan tipu daya syaitan.

39

Al-Mubârakfûri, Ar-Rahîq ……….., h. 259. Muhammad Arif Marzuki, Indahnya Perjuanagan Islam, (Makassar: Darul Istiqamah Press, 2005), Cet. I, h. 48. 40

181

Penataan dalam membangun suatu negara membutuhkan keterampilan dan kecakapan dalam mengenal dan memetakan masalah, merumuskan skala prioritas, mengatur strategi dan langkah konkret perubahan, ketajaman analisis dalam membaca situasi dan keadaan, meramu dan mempertimbangkan aspek-aspek yang bertalian dengan piranti kehidupan berbangsa, seperti faktor sosiologis yang meliputi: agama, budaya, geografis, ekonomis, politik dan filosofis bangsa. Semangat mesti mendorong penataan pemerintahan yang profesional dan akuntable. Dalam konteks ini, penempatan posisi aparat pemerintahan mulai dari atas sampai ke level bawah harus menghindari praktek korupsi, nepotisme, dan unsur koneksitas. Yang menjadi perhatian adalah the right man in the right place. Menempatkan sesuatu pada tempatnya juga hal yang sangat urgen. Begitu pula menempatkan seseorang pada profesi yang ia geluti adalah suatu keharusan sebab jika tidak demikian akan melahirkan suatu bencana besar. Jauh hari sebelumnya, Nabi saw. memperingatkan secara tegas bahwa memberikan tugas dan tanggung-jawab kepada sesesorang yang bukan ahlinya akan mendatangkan kebinasaan. Profesionalisme dan akuntabilitas akan melahirkan manusia-manusia yang handal dan sanggup menatap ke depan serta memposisikan sesuatu pada tempatnya. Kondisi demikian juga akan melahirkan perubahan yang berarti ketimbang pemerintahan-pemerintahan sebelumnya sehingga kinerja pemerintahan memiliki daya dorong dan energi percepatan untuk melakukan perubahan dalam segala hal, di samping tingkat pertanggungjawaban publik yang memadai. Building of governance

182

seperti ini tampak jelas pada masyarakat Madinah. Pasalnya, penempatan posisi sahabat yang dilakukan oleh Nabi sangat menjunjung rasa profesionalisme dan akuntabilitas. Ali bin Abi Thalib adalah panglima perang unggulan dan merupakan perisai Nabi, sementara Abdur Rahman bin Aruf sebagai pelopor ekonomi di kalangan sahabat. Keberanian dalam mengusung agenda perubahan. Bangsa Indonesia memiliki beban sejarah yang kompleks. Moralitas pejabat publik yang mengalami degradasi pada orde-orde sebelumnya telah menyisakan krisis multidimensi. Budaya KKN, kemiskinan, kebodohan, utang luar negeri dan separatisme memenuhi daftar keprihatinan bangsa. Sifat keberanian mesti dimiliki oleh pemimpin karena sifat inilah yang diperlukan untuk memenangkan perintah Allah atas kehendak seluruh manusia. Sifat ini diperlukan untuk menyebarkan nilai–nilai kebenaran di tengahtengah masyarakat. Sifat ini juga diperlukan untuk memutuskan satu perkara yang benar dengan tidak ragu-ragu serta menghilangkan segala kebiasaan–kebiasaan bawahan yang terlena dengan korupsi. Pada akhirnya, sifat ini diperlukan untuk menatap masa depan dengan penuh optimisme. Adapun akar dari sifat ini adalah tawakkal kepada Allah swt. Semangat hijrah mengajarkan kepada bangsa ini untuk tidak selalu paralel dengan keinginan realitas, kepentingan golongan, dan kecenderungan elit, tetapi harus selalu mengedepankan kepentingan yang lebih luas, yaitu rakyat dan bangsa Indonesia. Keberanian menegakkan hukum dan HAM (law inforcement), memberantas KKN dan menghadang ekonomi kapitalis merupakan prasyarat yang tidak bisa

183

ditawar-tawar untuk dapat keluar dari lingkaran krisis. Di samping itu, amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar harus dijadikan ruh dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA), mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan melestarikan khazanah serta aset bangsa. Tak kalah pentingnya adalah kesabaran dan konsistensi menegakkan perubahan. Energi ini sangat dibutuhkan karena gelombang perubahan selalu mendapat perlawanan dari barisan yang merasa tidak diikutsertakan. Kekuatan antitesis ini akan muncul dengan multi wujud dan bergerak dalam berbagai segmen kehidupan masyarakat, yaitu sebagai borjuis, politikus busuk, intelijen hitam, provokator, publik figur dan sebagainya. Keteguhan jiwa dan ketahanan untuk terus maju dan survive merupakan titik simpul akan kelanggengan agenda perubahan. Pada tataran ini, patriotisme dan jiwa kepahlawanan seorang pemimpin diuji dan dipertaruhkan. Point selanjutnya adalah semangat kebersamaan. Dalam politik modern, partisipasi publik merupakan salah satu syarat yang menentukan dalam menata kehidupan berbangsa. Dalam mengembangkan partisipasi publik, pemerintah harus membuka seluas-luasnya kesempatan masyarakat untuk mendirikan lembagalembaga mandiri berupa LSM dan Pers yang memiliki fungsi sebagai public empowering atau civic education sebagai agen kepentingan masyarakat vis a vis negara serta menjadi kontrol ekstra parlementer.

184

c. Hijrah sebagai Taktik Perjuangan yang Handal Terminologi perancangan strategi yang ditegaskan dalam konteks hijrah mengimplikasikan keterkaitan antara target dan resiko serta sikap yang tidak terburuburu untuk meraih target. Sikap terburu-buru dalam meraih cita-cita akan memutarbalikkan umat Islam itu sendiri kepada keterpurukan. Untuk menegakkan syari’at Allah di belahan bumi ini, diharuskan ada kemapanan stabilitas politik, sosial, ekonomi dan taktik perang yang mampu mewujudkan cita-cita tersebut dan menerapkannya dalam sistem ketatanegaraan. Inisiatif yang dijalankan Rasulullah untuk melaksanakan hijrah patut diacungkan jempol. Atas dasar tindakannya itu, beliau berhasil dalam membentuk masyarakat yang beragam di Madinah dan menjadikannya masyarakat yang satu, yaitu berada dalam pemerintahan dan undang-undang Islam. Di awal hijrah, Rasulullah telah menanamkan pertahanan yang kuat pada diri dan jiwa sahabat, sebuah landasan awal sebelum melangkah ke tahapan selanjutnya yaitu menanamkan jiwa tauhid dan ubudiyah hanya kepada Allah serta menanamkan keyakinan bahwa hanya dengan kekuatan segala sesuatu bisa terwujud. Landasan aqidah dijadikan oleh para sahabat sebagai perisai pertahanan dalam menghadapi berbagai tekanan, cobaan dan rintangan guna melakukan hijrah di jalan Allah swt. Aqidah adalah penentu segala tindakan diterima atau tidaknya di sisi Allah swt. Hijrah merupakan bagian dari jihad karena berusaha mempertahankan segala sesuatu dari berbagai tekanan yang dapat merusak keyakinan kepada Allah swt. juga

185

memberikan semangat besar pada muhajirin untuk berjuang mempertahankan apa yang dimilikinya. Hijrah memainkan peran penting dalam mempertahankan ideologi Islam. AlQur’an telah memberikan penekanan yang besar pada keutamaan konsep ini. Dapat diutarakan bahwa dalam hal ini, semua usaha dan tenaga dilakukan semata-mata untuk ridha Allah semata. Tidak boleh ada unsur lainnya, betapa pun kecilnya, yang melekat dalam usaha ini, seperti yang berbau pengkultusan pribadi, kemegahan atau keuntungan pribadi dalam bentuk apapun juga. Nabi Muhammad menjelaskan hal ini ketika seseorang datang kepadanya dan berkata: “ Seseorang berperang untuk memperoleh kasut musuhnya, yang seseorang untuk mendapat pujian, dan yang seseorang lagi untuk menunjukkan keberaniannya; yang manakah di antara mereka yang berperan di jalan Allah ? ” Nabi suci menjawab: “ Orang yang berperang untuk menegakkan ayat-ayat Allah mendapat kemuliaan di jalan Allah.” Al-Qur’an menekankan keutamaan jihad sebagai berikut:

ِ‫ﻮﻟِﻪ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﻮﻥ‬‫ﺆﻣِﻨ‬ ُ‫ﺬَﺍﺏٍ ﺃَﻟِﻴﻢٍ * ﺗ‬‫ ﻋ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺠِﻴﻜُﻢ‬‫ﺓٍ ﺗُﻨ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻠَﻰ ﺗِﺠ‬‫ ﻋ‬‫ﻟﱡﻜُﻢ‬‫ﻞْ ﺃَﺩ‬‫ﻮﺍ ﻫ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻣ‬‫ ﺀ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃَﻳ‬‫ﻳ‬ ‫ﻮﻥ‬‫ﻠَﻤ‬‫ ﺗَﻌ‬‫ﺘُﻢ‬‫ ﻛُﻨ‬‫ ﺇِﻥ‬‫ ﻟَﻜُﻢ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ ﺧ‬‫ َﺫﻟِﻜُﻢ‬‫ﺃَﻧْﻔُﺴِﻜُﻢ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﻟِﻜُﻢ‬‫ﻮ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺑِﺄَﻣ‬‫ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﻭﻥ‬‫ﺎﻫِﺪ‬‫ﺗُﺠ‬‫ﻭ‬ Artinya:Wahai orang-orang yang beriman, maukah engkau aku tunjukkan perdagangan yang akan menyelamatkan dari siksa yang pedih? beriman pada tuhan dan Rasulnya, dan berjuanglah sekeras-kerasnya di jalan Allah dengan harta dan nya wamu. Yang demikian itu adalah terbaik bagi kamu, jika kamu mengetahui” . (Q.S. ash-Shaff [61]: 10-11) Ayat di atas membimbing orang-orang yang beriman untuk melakukan perdagangan yang menyelamatkan mereka dari siksaan yang pedih. Perdagangan ini

186

terjadi antara Allah swt. dan hamba. Allah swt. memberikan jaminan ampunan dan surga sebagai ganti dari jiwa dan harta yang mereka korbankan guna tegaknya kalimah Allah swt. Urgensi konsep jihad dalam kehidupan sangat perlu disosialisasikan dan diterapkan baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Abdullah Nâshih ‘Ulwân mengungkapkan bahwa jihad tidak terbatas pada mengangkat senjata dan maju ke medan perang serta melawan musuh yang ingin menghancurkan, tetapi lebih jauh beliau membagi jihad dalam beberapa bagian antara lain: 1. Jihad dengan harta (jihâd al-mâl) 2 Jihad tablig 3. Jihad pendidikan (ta ’limi) 4. Jihad politik 5. Jihad peperangan (jihâd al-qitâl)41 Kelima macam jihad yang dikemukakan oleh ‘Ulwân ini seluruhnya bermuara pada jihad yang pertama sebab keempat jihad tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa ditunjang oleh materi. Jihad tablig membutuhkan harta berupa buku-bukun penerbitan, koran ataupun majalah sebagai penunjang terlaksananya jihad dalam bidang tablig. Menurutnya, jihad adalah jihad yang meliputi pengorbanan harta benda serta seluruh anggota badan.42

Abdullah Nâshih ‘Ulwân, Hattâ Ya ’lam as-Sabab, (Cairo: Dâr as-Salâm li at-Taba’ah wa al-Nasyr wa al-Tawzî’, 1998), Cet IX, h. 66. 42 Abdullah Nâshih ‘Ulwân, Hattâ Ya ’lam as-Sabab, h. 67. 41

187

Menurut hemat penulis bahwa dengan adanya hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah akan dapat mengubah dan memperkuat pertahan diri, sosial dan agama sebab ia adalah merupakan taktik dan strategi untuk menciptakan kekuatan pertahanan yang handal. Pada konteks sekarang, hijrah dipahami sebagai cara atau jalan untuk sampai kepada suatu kesuksesan karena suatu peningkatan dalam berbagai bidang tidak akan mewujud kecuali diadakan hijrah. Hal tersebut telah menjadi tuntutan dan hukum alam.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan. Setelah mengemukakan pembahasan seputar signifikansi hijrah yang kaitannya dengan ayat-ayat al-Qur’an dan klasifikasinya, secara sederhana dapat disimpulkan beberapa hal sebagai jawaban atas permasalahan tesis ini sebagai berikut: 1. Tidak dapat dipungkiri bahwa hijrah merupakan suatu keharusan yang dilaksanakan oleh manusia ketika menginginkan suatu keberhasilan. Hal tersebut terilhami oleh perjalanan yang dilakukan Nabi saw. ketika melaksanakan hijrah dari Mekkah ke Madinah. Sewaktu beliau berada di Mekkah, dengan berbagai upaya yang dilakukan namun tak ada titik terang yang nampak. Bahkan, cacian dan hinaan serta tekanan menggerogoti kehidupan Nabi sehingga niat suci terealisasi melalui hijrah. Harapan dan citacita beliau dapat mewujud di kota Madinah. 2. Terdapat kesalahpahaman di sebagian masyarakat dalam memahami konsep hijrah. Pemahaman mereka hanya terbatas pada apa yang dilakukan Nabi pada 14 abad yang silam. Padahal hijrah berlaku seterusnya terlepas dari dimensi waktu. Lebih khusus lagi dimotori oleh hal-hal yang penulis sebutkan pada tulisan ini.

200

190

3. Nuansa dan hikmah hijrah mestinya senantiasa hidup dalam kehidupan, baik dalam sisi pribadi, keluarga dan sosial masyarakat sehingga dapat terwujud kepercayaan diri, ketenangan dan semangat yang besar dalam melaksanakan perintah Allah swt. dan menjauhi segala larangan-Nya. 4. Secara umum, pengungkapan al-Qur’an tentang hijrah tidak hanya terbatas dalam pengertian fisik, tetapi juga mengungkap hal yang lebih penting yaitu meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah swt. yaitu dari dosa kepada perbuatan baik serta dari sifat tercela kepada sifat yang terpuji dan sebagainya. 5. Adapun penerapan hijrah pada masa sekarang, khususnya penerapannya pada dimensi kekinian, sangatlah dibutuhkan karena keterpurukan yang terjadi pada bangsa ini terjadi dalam pelbagai sektor sangatlah memprihatinkan sehingga mengharuskan dimunculkannya kembali semangat dan intisari hijrah yang dikandung baik dalam al-Qur’an maupun hadits Rasulullah saw. agar dapat keluar dari krisis yang berkepanjangan. 6. Semangat dan motivasi hijrah harus senantiasa hidup pada diri, baik dalam bentuk fsik maupun non fisik. Secara fisik, hijrah adalah dari suatu daerah ke daerah yang memungkinkan berkreasi dan berinovasi, berkarya serta menemukan hal baru sehingga dapat meningkat dalam hal tatanan ekonomi, budaya dan teknologi serta menciptakan manusia-manusia yang handal dalam berbagai bidang. Adapun hijrah dalam pengertian non fisik yaitu hijrah dari akhlak tercela yang dapat mengantarkan kepada jurang kebinasaan menuju

191

akhlak yang terpuji dan mulia, dari bathil ke yang hak, dari hal yang berlumuran dosa menuju kepada hal yang meneguhkan dan merperkuat aqidah. Semuanya diharapkan agar perpaduan hijrah secara fisik dan non fisik akan mengantarkan manusia kepada kesempurnaan dunia dan akhirat yaitu maju dalam sisi teknologi, ekonomi, dan budaya serta unggul dalam segi perangai dan pembawaan. Sekali lagi hijrah hendaknya dijadikan sebagai batu loncatan dalam menggapai tatanan dunia baru dan sebagai motivator keberhasilan dan kejayaan umat Islam sehingga dapat lepas dari jeratan dan belenggu imperialisme. Semoga kejayaan umat Islam akan kembali seperti pada masa kejayaannya dulu ketika Rasulullah menguasai kurang lebih separoh dunia (dari timur sampai barat) dan menjadikan ajaran yang dibawanya sebagai best of the best. Kerjasama yang baik, komitmen kuat dan cita-cita yang tinggi dari benak umat saat ini harus ditanamkan sejak dini karena hanya hal itulah yang mampu menyelamatkannya. B. Saran-Saran. Untuk lebih

mengetahui secara detil tentang konsep hijrah

yang

sesungguhnya, maka dipandang perlu untuk mengadakan penelusuran yang komprehensif. Metode tersebut adalah melalui tinjauan al-Qur’an dan Sunnah. Semakin sering dan banyak menggali al-Qur’an dan Sunnah, maka semakin banyak pula informasi yang ditemukan. Beberapa kajian yang telah tersebar bertemakan hijrah –sedikitnya- dapat menambah informasi, wacana dan menjawab kekurangan yang ada. Penulis berharap

192

semoga pembaca lebih memahami konteks yang sesungguhnya sesuai konsep alQur’an dan Sunnah sehingga menjadi motivator dan penggerak untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Akhirnya, penulis mengharap kepada masyarakat agar jangan menjadikan hijrah sebagai informasi dan bahan bacaan semata, akan tetapi hijrah dijadikan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah swt. demi tercapainya sasaran yang sesungguhnya yaitu pemahaman, penghayatan dan pengamalan pesan, kesan dan hikmah hijrah dalam hidup berbangsa dan bermasyarakat menuju tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat.

193

DAFTAR PUSTAKA ‘Abduh, Azhîm Muhammad Ahmad, Al-Takhtîth li al-Hijrah Mabâdî’ Ilmiyyah wa Ilhâmât Rabbanîyyah, Cairo: Dâr At-Tawzî’ wa An-Nasyr al-Islâmiyyah, 2004 Abû Fâris, Muhammad ‘Abdul Qadîr, Fî Dzilîl al-Sîrah Nabawiyyah, yang diterjemahkan oleh F.B Marjan dengan judul “ Hijrah Nabawiyyah Menuju Komunitas Muslim, t.tp: Citra Islami Press, 1997 Ad-Dimasyqî, Imâduddin Abî al fidâ Ismail Ibn Umar Ibn Katsir al-Qurasî “ Bidâyah wa Nihâyah” Cairo: Dâr al- Fada al-‘Arabi, 1991 Afîfî, Abd Hakim, Mausû’ah alf Hadast al-Islami, Lebanon: Awraq Syarqiyah, 1997 Ahmad, Jâd al-Mawli Muhammad, Qishash al-Qur ’an, Mesir: Maktab Tijârah Kubra bi Misr, 1952 Al-Alûsi, Sihâbuddin, Rûh al-Ma ’âni, Bairut: Dâr al-Ihyâ wa-al-Turâts al-Arabi, t.th. Al-Aqqâd, ‘Abbâs Mahmûd, ‘Abqâriat Muhammad, yang disadur dari buku Strategi Hijrah Prinsir-Prinsip Ilmiah dan Ilham Tuhan oleh Ahmad Abdul ‘Adzîm Muhammad, Solo: Tiga Serangkai, 2004 Al-‘Asqalânî, Ibn Hajar, Fath al-Bâri, Beirut: Dâr al-Ma’rifah, t.th. Al-Bâqî, Muhammad Fu’âd ‘Abd, Al-Mu’jam Mufahras li Alfâdz al-Qur ’ân alKarîm, Indonesia: Maktab Dahlan, t.th. Al-Bûthî, Muhammad Sa’îd Ramadhân, Fiqhu Sîrah, Jakarta: Rabbani Press, 2002 Âmakhzum, Syekh Muhammad, Manhaj an-Nabi Shallalallahu ‘Alaihi Wasallam fi al-Da ’wa min Hilâli al-Sira al-Sahiha”, Cairo: Dâr as-Salâm, 2003 CD Room, Kutub al-Tis’ah Engineer, Asghar Ali, Islam dan Pembebasan, terjemah Hairus Salim dan Imam Baihaqi, Yogyakarta: LkiS dan Pustaka Pelajar, 1993 Fairuz Abâdi, Majiddin Muhammad Ibn Ya’qub, Qamus al-Muhith, Mesir: Maktabah Musthafâ al-Bâb wa Awlâduh, 1952

194

Al-Farmâwî, ‘Abd al-Hayy, Al-Bidâyah fi Tafsir al-Mawdhu’î, Cairo: Maktab alJumhûriyyah, 1997 Al-Fâruq, Shibli Nu’mânî, Life of Omar the Great Second Calipt of Islam, India: Muhammad Asraf Lahore, t.th. Al-Garnâti, Ibn Jazî, al-Kalabi, Kitâb tashîl liulûmi al-Tanzîl, ditahqiq oleh Muhammad ‘Abd Munim al-Yanusi dan Ibrâhîm Atwah Iwad, Cairo Mesir: Mathba’ah al-Hasân wa an-Nasyr Dar al-Kutub al-Hadîts, 1973 Hebatullah, Ibn Salamah Abû Qâsim, al-Nasikh wal-Mansukh, Bairut Libanon: Dar Alim al-Kutub, t.th. Haekal, Muhammad Husein, Hayat Muhammad, diterjemahkan oleh Ali Audah dengan judul Sejarah hidup Muhammad, Bogor: PT Pustaka Lintera Antar Nusa, 2003 Hanbal, Imam Ahmad Ibn, Musnad Imâm Ahmad, Cairo Mesir: Dar al-Ma’ârif, t.th Hasjmi, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, t.th. Hurgrounje, Snouck, Kumpulan Karangan Snouck Hurgrounje II, Jakarta: Inis, 1995 Ibn al-Arabi, Abû Bakr, Ahkâm a-Qur,an, Beirut Libanon: Dâr Fikr al-Islamiyah, Juz I, 1972 Ibn Hisyam, Abu Muhammad Abdul Malik, as-Sîrah an-Nabawiah al-Ma ’rûf bi Sîrah Ibn Hisyâm, Cairo: t.p., 1996 Ibnu Fâris, Ahmad, Mu’jam Maqâyis al-Lughah ditahqiq oleh ‘Abd Salam Harun, Beirut: Dâr al-Fikr, t.th. Ibn Mandzur, Muhammad Ibn Makram Lizan al-‘Arab, Beirut: Dâr al-Shâdir Libanon, t.th. Ibn Salamah, Abu Qâsim Hebatullah, An-Nâsikh wa al-Mansûkh Bihamis Asbab Nuzul li Naysabûri, Beirut: Alam Kutub, t.th. Ibn Taimiyah, Majma ’ al-Fatâwa, Jeddah: Maktab Ta’limi Sa’udi bi al-Maghrib Jamma’ t.th. Ibn Ya’qub, Firudz Abadi Abu Thahir Muhammad, Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas, Cairo Mesir: Al-Maktab al-Tijari al-Kubra, t.th.

195

Ira. M / Lafidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Indonesia, 1999 Al-Ishbahânî, Râghîb, Mufradat fi Gharîb al-Qur ’an, Kairo: Maktabah al-Anjalo 1970 Al-Jazri, Ibn Atsîr, Nihayah fî Gharîb al-Hadits wa al-Atsar, t.tp: Mathba’ah Utsmaniyyah, 1311 H _______, Tâj al-Lughah wa Shihhah al-Arabiyyah, al-Jawhari, ditahqiq oleh Ustadz Ahmad ‘Abd Ghafûr al-‘Attar, Beirut: Dar Ilm Malayin, 1399H/ 1979M Khan, Madjid Ali, Muhammad The Final Messenger, Islamabad: International Islamic University, 1983 Al-Khatîb, Muhammad ‘Abdullah, Makna Hijrah Dulu dan Sekarang, diterjemahkan oleh ‘Abdul Mu’in HS & Misbahul Huda, Jakarta: Gema Insani Press, 1416 H/ 1996 M Al-Khudhayrî, Syakh Ali, Syarh al-Ushûl al-Tsalâtsa, Beirut: Dâr al-Fikr, t.th. Kluckhorn, A.L. Krober dan Clide, Culture A Critical. of Concept and Definitions, Cambridge: Mass,1952 Kurmawan, Irwan, Seribu Peristiwa dalam Islam, Jakarta: PT Pustaka Hidayah, 2002 Lewis, et.all., The Encyclopedi of Islam, London: Lu’zab dan Co, 1972 Al-Mâfiri, Abû Muhammad ‘Abd Mâlik Ibn Hisyâm, Sirah Ibn Hisyam, Cairo: Muassasah Dâr al-Hadist, 1996 Al-Marâghî, Ahmad Musthafâ, Tafsir al-Marâghi, Beirut: Dâr al-Fikr an-Nasr wa alTawzi’, t.th. Marzuki, Muhammad Arif, Indahnya Perjuangan Islam, t.tp. Dârul Istiqamah Press, 2005 Muhammad, Ahmad ‘Abdul Adzîm, at-Takhtit al-Hijrah Mabadiy ‘Ilmiyyah wa Ilhamat Rabbaniyyah, Cairo: Dâr at-Tawzi’ wa an-Nasr al-Islamiyyah, t.th. Muhammad Ahzâmi, Sami’un Jazuli, al-Hijratu fi al-Qur ’an al-Karim, Riyadh: Maktab Syarikah Riyadh, 1996M/1417H

196

Mun’im Madkur, Abdul Hamid ‘Abd, Dirâsât fi ‘Aqîdah al-Islâmiyyah, Cairo Mesir: Dâr al-Tsaqâfah al-‘Arabiyah, t.th. Al-Naysabûrî, Abu Hasan ‘Ali Ibn Ahmad al-Wâhîdî, Asbâb an-Nuzul al-Qur ’an, Beirut Libanon: Maktab Dâr Kutub al-‘Ilmiyah, 2001 Al-Qatthân, Mannâ’ Khalîl, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur ’an, diterjemahkan oleh Drs. Mudzakir AS dengan judul Studi Ilmu-Ilmu al-Qur ’an, Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 2001 Rahmân, Al-Mubarakfûrî Shafiyyul, al-Rahîq al-Makhtûm, Bahtsun fî Sîrah anNabawiyyah ala Shahibiha Afdhalish Shalâti wa as-Salâm, Riyadh: DarSalam, 1994 Rahmân, Muhammad Ibrahim Abd, Hijrah wal- Muhajirin fi al-Qur ’an wa asSunnah, Cairo: Muassasah Mukhtar li an-Nasyr wa al-Tawzi’, 1424H/ 2003M Ar-Râzi, Fahrurrâzi Muhammad ‘Umar Ibn Husain ibn Hasan, Tafsir al-Kabir, Beirut: Dar al-Ihya al-Turast, t.th. Sayyid Yusuf, Muhammad, Manhaj al-Qur ’an fî Ishlâhi al-Mujtama’, Cairo: Dâr alSalâm, 2004 Shallabi, Ali Muhammad, Sirah an-Nabawiyyah Ardh Waqai wa Tahlîl Ahdâts Durûs wa I’bar, Cairo: Dâr Fajr li-Turâts al-Qâhirah, 2004 Shihab, Quraish, Membumikan al-Qur ’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Penerbit Mizan, 1992 Sumhudi, Muhammad Isom, Hijrah Nabi, Jakarta: t.p., 1996 Syaltut, Mahmud, Al-Islâm ‘Aqîdah wa Syariah, Cairo Mesir: Dar al-Qalam, 1966 As-Syaukânî, Muhammad Ibn ‘Ali, Fathu al-Kadir al-Jâmi’ baina al-Fann wa alRiwâyah wa Dirâyah min ‘Ilmi Tafsir, Beirut Libanon: Dâr al-Fikr, t.th. As-Su’ûd, Abu, Tafsir Abi Su’ûd al-Musamma bi Irsyâd al-Aql al-Salîm ila Mazâya al-Qur ’an al-Karim, Beirut Libanon: Dâr Ihya Turâts al-‘Arabiyyah, t.th. Al-Thabarî, Muhammad Ibn Jarîr, Jamiul Bayân Ta ’wil al-Qur ’ân, Beirut Libanon: Dâr al-Fikr, t th.

197

Thahir, Ibn ‘Asyur Muhammad, At-Tahrir wa at-Tanwir, Tunisia: Dâr Maktabah alTunisiyyah, t.th. Al-‘Ulwânî, ‘Abdullah Nashih, Hatta Ya ’lamu as-Sabab, Cairo Mesir: Dâr as-Salâm li-Tabaati wa Nashri wa al-Tawzi’, 1998 Al-Utsaimin, Muhammed Ibn Shâlih, ‘Aqîdah Ahlusunnah wa al-Jamâ ’ah, Departemen Urusan Keislaman, Wakaf, Dakwah dan Bimbingan Islam (alih bahasa Moeslim Aboud Ma’ani), t.tp: 2000 Wahyudi, Islamologi Terapan, Surabaya: Gitamedia Press, t.th. Wajdi, Farid, Al-Sirah al-Muhammadiyyah tahta Dhaw’i al-Ilmi wal-Falsafah, Cairo Mesir: Dâr al-Mashriyyah al-Libnaniyyah, 1993 Watt, William Montgomery, Kristen dan Islam Dewasa Ini: Suatu Sumbangan Pemikiran untuk Dialog, Jakarta Indonesia: Gaya Media Pratama, t.th. Zarqânî, Muhammad ‘Abd ‘Adzim, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur ’an, Beirut: Maktabah al-Ashriyyah, 1422 H/2001 M Zayâd, Ibrahim Ali Syûth dan Mahmud Muhammad, Al-Huqbat al-Mitsâlîyah fî-alIslâm, Beirut: Dâr Thabât Muhammadiyyah, 1965 Al-Zuhaylî, Wahbah, Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, Beirut Libanon: t.p., 1991

Muhammad Rusydi Sahabuddin_Hijrah dalam Perspektif al-Quran.pdf ...

There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Muhammad ...

1017KB Sizes 5 Downloads 322 Views

Recommend Documents

DALAM KOTA.pdf
16 31470036 ALVITA SAFFA HADIAN SMP NASIONAL 1. 17 31101067 DIMAS ARYAPUTRA SMP ISLAM AL-FAJAR. 18 31430125 HADID AHMAD GHIFARI ...

Muhammad Bilal.pdf
... was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Muhammad Bilal.pdf.

Menjadi-Kaya-Dalam-40-Hari.pdf
Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Menjadi-Kaya-Dalam-40-Hari.pdf. Menjadi-Kaya-Dalam-40-Hari.pdf. Open.

Muhammad Sony Maulana.pdf
terjadi dengan mudah. Konferensi melalui. telepon genggam maupun video conference. menjadi salah satu alternative dalam. melakukan koordinasi virtual tim.

Life of Muhammad
followed the following system adopted by the ...... hiding, the tracker said that Muhammadsa was either in the cave ... according to the plan, two fleet camels were.

Muhammad Ali's Speeches.pdf
Cassius had won a golden medal at. the Olympics in 1960, but threw it in. the Ohio River after being refused. service in a whites only restaurant. He claimed that ...

teknik-permainan-dalam-bimbingan-kelompok-untuk-meningkatkan ...
Try one of the apps below to open or edit this item. teknik-permainan-dalam-bimbingan-kelompok-untuk-meningkatkan-percaya-diri-siswa.pdf.

DALAM PERSEKITARAN KATA-KATA.pdf
(e) Penggunaan kata ganda. Buktinya, Engkau beri kami kata-kata. menjelajah pulau-pulau, dan berlabuh. di pantai-pantai semenanjung. Kata-kata yang ...

ICT DALAM PDP.pdf
Lampiran. Kandungan. Page 3 of 39. ICT DALAM PDP.pdf. ICT DALAM PDP.pdf. Open. Extract. Open with. Sign In. Main menu. Displaying ICT DALAM PDP.pdf.

PDGK4104 - Perspektif Pendidikan SD (6).pdf
Whoops! There was a problem loading more pages. Retrying... PDGK4104 - Perspektif Pendidikan SD (6).pdf. PDGK4104 - Perspektif Pendidikan SD (6).pdf.

Ahmad Mas'ari_Rekonstruksi Ushul Fikih Perspektif Hasan al-Turabi ...
Fikih yang ditawarkan oleh cendikiawan asal Sudan ini, H{asan al- Tura>bi>. ... PDF. Ahmad Mas'ari_Rekonstruksi Ushul Fikih Perspektif Hasan al-Turabi.PDF.

Muhammad Ali's Speeches.pdf
Page 2 of 5. ○ In 1984, Muhammad Ali was. diagnosed with Parkinson's. Diseased, which affected his speech. ○ He earned the Presidential Medal of. Freedom, the highest U.S. civilian honor. in 2005. ○ Muhammad officially retires in 1981. with a r

Muhammad the Greatest
and rates them in order of their excellence from No. .... overwhelming number of his customers will be from the 250 million Christians and the ... Of course he did.

Sirah Nabi Muhammad SAW.pdf
... Sejarah 36. Pengajaran dan Pedoman 36. Siri Tarbiyyah. Page 1 of 113 ... yang sahih. Page 3 of 113. Main menu. Displaying Sirah Nabi Muhammad SAW.pdf.

Bab-3-Ilmu-Gerak-Dan-Ilmu-Pendukung-Dalam-Pendidikan-Jasmani ...
... jarak, kecepatan, serta aliran. gerak. Page 3 of 51. Bab-3-Ilmu-Gerak-Dan-Ilmu-Pendukung-Dalam-Pendidikan-Jasmani-Olahraga-Dan-Kesehatan.pdf.

Benny Hifdul Fawaid_al-Balad Dalam al-Quran.pdf
Benny Hifdul Fawaid_al-Balad Dalam al-Quran.pdf. Benny Hifdul Fawaid_al-Balad Dalam al-Quran.pdf. Open. Extract. Open with. Sign In. Main menu.

percepatan-rezeki-dalam-40-hari-dengan-otak-kanan.pdf
percepatan-rezeki-dalam-40-hari-dengan-otak-kanan.pdf. percepatan-rezeki-dalam-40-hari-dengan-otak-kanan.pdf. Open. Extract. Open with. Sign In.

122. Roh Dalam Keraton.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. 122. Roh Dalam ...

File 42 Ran Dalam Bahaya.pdf
Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. File 42 Ran Dalam Bahaya.pdf. File 42 Ran Dalam Bahaya.pdf.

Faidatin_Sumpah Allah dalam al-Quran.pdf
Jakarta, 14 April 2007. ( Faidatin Askan ). Page 3 of 173. Faidatin_Sumpah Allah dalam al-Quran.pdf. Faidatin_Sumpah Allah dalam al-Quran.pdf. Open. Extract.

DALAM PERSEKITARAN KATA-KATA.pdf
menggunakannya dalam pertuturan di mana-mana sahaja dan pada bila-bila masa. RANGKAP 3. Penulis berkata bahawa bahasa menjadikan sesuatu bangsa ...