SUMPAH ALLAH DALAM AL-QUR’AN (Telaah terhadap sumpah Allah yang berkenaan dengan waktu )

TESIS Diajukan kepada Program pascasarjana Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Magister Agama

Oleh :

FAIDATIN Nim : 02.2.00.1.05.01.0142

SEKOLAH PASCASARJANA KONSENTRASI TAFSIR HADITS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2007

KATA PENGANTAR ‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ‬ Segala puji dan syukur penulis sampaikan kepada ke hadirat Allah swt. Atas segala karunia, rahmat dan hidayah-Nya yang telah dianugerahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan tesis ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada pahlawan revolusioner nabi Muhammad saw. yang telah mengajarkan kepada umatnya rambu-rambu ajaran Islam lewat hadits-hadits beliau sehingga dapat menganggat martabat manusia sebagai makhluk yang sempurna. Banyak pihak yang telah membantu penulisan tesis ini yang rasanya sulit untuk desebutkan satu persatu, tanpa mengurangi penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak, berikut ini secara khusus penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, MA. Dan bapak Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA., keduanya selaku pembimbing kami

yang telah memberikan bimbingan dalam

menyelesaikan tesis ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan tesis ini. 3. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA., Bapak Prof. Salman Harun, dan bapak Dr. Fuad Jabali MA., selaku tim penguji yang telah memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan tesis ini. 4. Bapak direktur Program Pascasarjana dan Rektor IUN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program pascasarjana (S2) dengan berbagai fasilitasnya.

5. Sekolah Budi Mulia dua bintaro yang telah memberikan izin kepada penulis untuk tidak mengajar setiap hari Selasa guna mencari maraji’ tesis dan menyelesaikan studi ini. 6. Orang tua penulis bapak H. Askan Syukur dan ibunda Hj. Khalifah juga kakak-kakak penulis al ; As’umi, Aslamiyah, Khairul Anam MA., Fathimah Askan MA., Ahsan Askan Lc. MA., semuanya telah memberikan perhatian dan dukungan yang sangat besar kepada penulis dalam menyelesaikan studi ini. 7. Teman-teman seangkatan dan teman-teman yang telah membantu penulis dan memberikan fasilitas dalam menyelesaikan tesis ini. Akhirnya semoga Allah memberikan balasan yang setimpal atas segala kabaikan, bantuan dan dorongan tersebut, penulis hanya dapat mengucapkan banyak terima kasih, jakamulllah khairan. Semoga tesis ini bermanfaat dan menggugah pembacanya untuk berlomba dalam memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin.

Jakarta, 14 April 2007

( Faidatin Askan )

DAFTAR ISI PENGESAHAN TIM PENGUJI KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… i ABSTRAK ……………………………………………………………………………. iii DAFTAR ISI …………………………………………………………………………. v PEDOMAN TRANSLITRASI ………………………………………………………….vii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang …………………………………………………………... 1 B. Identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah ………………………. 6 C. Tujuan dan signifikansi penelitian ………………………………………. 7 D. Tinjauan Pustaka ………………………………………………………… 8 E. Methodologi Penelitian …………………………………………………. 11 F. Sistematika Pembahasan …………………………………………………12 BAB II. WAWASAN SUMPAH (QASAM ) DALAM AL-QUR’AN A. Devinisi sumpah (qasam) ……………………………………………… 14 B. Kata-kata yang memiliki makna sumpah dalam al-Qur’an …………… 15 a. Qasam b. Hilf c. Yamin d. Aliyyah C. Unsur-unsur yang membentuk sumpah (qasam) dalam al-Qur’an ……...29 a. Muqsam bih b. Muqsam ‘Alaih c. Fi’il al-Qasam dan Adawat al-Qasam D. Macam-macam sumpah (qasam) dalam al-Qur’an ……………………. 42 E. Tujuan sumpah (qasam) dalam al-Qur’an ……………………………... 61 BAB III. WAKTU DALAM KEHIDUPAN A. Definisi waktu …………………………………………………………. 64 B. Term waktu dalam al-Qur’an ………………………………………….. 65 C. Kata yang mempunyai makna bagian waktu dalam al-Qur’an ……….. 70 D. Karakteristik waktu dan urgensinya dalam al-Qur’an ………………… 83 E. Korelasi waktu dengan aspek-aspek kehidupan ………………… …. 88 a. Waktu dalam akidah …………………………………………… 90 b. Waktu dalam ibadah …………………………………………… 91 1. Waktu shalat 2. Waktu puasa 3. Waktu zakat 4. Waktu haji c. Waktu dalam syari’ah ………………………………………… 103 1. Waktu bermuamalah 2. Waktu jihad 3. Waktu pernikahan 4. Waktu perceraian d. Waktu dalam akhlak …………………………………………. 110

F. Kewajiban manusia terhadap waktu dan akibat menyia-nyiakannya… ………………………………………………… 112 BAB IV. WAKTU-WAKTU YANG DIGUNAKAN ALLA UNTUK BERSUMPAH ( Antara penafsiran Sayyid Quthb dan Quraish Shihab) A. Waktu Fajar (sumpah Allah dalam QS. al-Fajr ) …………………… 114 B. Waktu Subuh (sumpah Allah dalam QS. al-Muddatstsir dan at-Takwir) ………………………………………………………….. 120 C. Waktu Dhuha (sumpah Allah dalam QS. asy-Syams dan adh-Dhuha ) ………………………………………………………… 122 D. Waktu Nahar (sumpah Allah dalam QS. asy-Syams dan al-Lail) ……. 143 E. Waktu Ashr (sumpah Allah dalam QS. al-Ashr) …………………….. 144 F. Waktu Malam (sumpah Allah dalam QS. al-Lail, al-Insyiqaq dan al-Muddatstsir) …………………………………………………… 149 G. Waktu Kiamat ( sumpah Allah dalam QS. al-Qiyamah ) ……………...160 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………………….164 B. Saran-saran …………………………………………………………….167

PEDOMAN TRANSLITRASI ARAB – LATIN ARAB ‫أ‬ ‫ﺐ‬ ‫ﺖ‬ ‫ث‬

INDONESIA a b t ts

ARAB ‫ض‬ ‫ﻃ‬ ‫ﻇ‬ ‫ع‬

INDONESIA dl th zh `

‫ج‬

J

‫غ‬

gh

‫ح‬ ‫خ‬ ‫د‬ ‫ذ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺰ‬ ‫س‬ ‫ش‬ ‫ص‬ ‫ﺀ‬

h kh d dz r z s sy sh a

‫ف‬ ‫ﻖ‬ ‫ﻚ‬ ‫ﻞ‬ ‫م‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻬ‬ ‫ي‬

f q k l m n w h y

Vokalisasi Vokal pendek

Vokal panjang

a

â

i

î

u

û

‫أﻮ‬

au

‫أي‬

ai

Diftong

Singkatan-singkatan Singkatan

Kepanjangan

SWT.

Subhanahu wa ta’ala

SAW.

Shalla Allahu ‘alaihi wa sallam

QS.

Qur’an surat

Ra.

Radhiya Allahu ‘anhu

a.s.

‘Alaihi sallam

HR.

Hadits riwayat

H.

Hijriyah

M.

Masehi

w.

Wafat

Cet.

Cetakan

h./hal.

Halaman

t.p.

Tanpa penerbit

tt.p.

Tanpa tempat terbit

t.th.

Tanpa tahun

Syaddah Syaddah atau tasydid dalam bahasa Arab dilambangkan dengan tanda ( ّ ) dalam translitrasi dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi syaddah tersebut, Rabbana ditulis ‫ رّﺑﻨﺎ‬dan sebagainya.

‫ﺑﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻟﺮﲪﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ‬ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi masyarakat muslim, al-Qur’an adalah Firman Allah yang dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad untuk menjadi petunjuk bagi seluruh manusia.1 Karena Muhammad sebagai penerima dan penyampai al-Qur’an diyakini sebagai Nabi terahir,2 tidak ada lagi Nabi dan Rasul sesudahnya. Ini artinya tidak akan ada lagi kitab samawi lain yang diturunkan. Al-Qur’an berperan sebagai pembeda antara yang hak dengan yang batil (al-Furqân)3 sebagai penjelas bagi segala sesuatu4,

sebagai

nasihat

(maw’izhah)

dan

lain-lain.

Kesemuanya

ini

menunjukkan bahwa al-Qur’an mempunyai cakupan sangat luas, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat. Keluasan cakupan masalah yang dibahas di dalam al-Qur’an tidak didukung dengan metode pembahasan yang sistematis. Suatu masalah dibahas diberbagai tempat, bukan pada satu ayat atau surat. AlQur’an tidak menggunakan metode sebagaimana metode penyusunan buku-buku ilmiah. Di samping hal tersebut, al-Qur’an sangat jarang menyajikan suatu masalah secara rinci. Ia lebih banyak menyajikannya secara ijmal atau garis besar yaitu prinsip pokok-pokoknya saja dan secara parsial (juz’i secara terpisah-pisah).

Muhammad Ismail Ibrahim, al-Qur ’an wa I’jazuh al-‘Ilmi (Kairo : Dâr al-Fikr al‘Arabi, t.th,) h. 12 Secara istilah, al-Qur’an adalah firman Allah (kalâmullah) yang menjadi mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad, ditulis dalam mushaf, disampaikan secara mutawâtir, dan menjadi ibadah dengan membacanya. lihat Amir ‘Abd al-‘Aziz, Dirasat fi ‘Ulûm al-Qur ’an (Beirut : Dâr al-Furqân, 1403 H/1983 M), h. 10 2 Lihat QS. 33 : 40 3 lihat QS. al-Baqarah : 185 4 lihat QS. al-Nahl : 89 1

1

Keberadaan al-Qur’an yang demikian inilah antara lain yang menjadi sebab kenapa ia terus menerus menjadi obyek kajian para intelektual muslim maupun non-muslim dan diyakini orang muslim sebagai kitab suci yang tetap aktual sepanjang masa. Rasyid Ridla mengatakan bahwa jika al-Qur’an diturunkan dan disusun menurut gaya bahasa buku atau disusun berbab-bab akan hilanglah keistimewaannya dari kitab-kitab lainnya.5 Perlu ditegaskan bahwa al-Qur’an yang berada di tengah-tengah kita sekarang ini, sebagaimana dikatakan Quraish Shihab, diyakini tidak berbeda sedikitpun dengan al-Qur’an yang disampaikan Nabi Muhammad 15 abad yang lalu.6 Berbagai macam masalah yang dibicarakan al-Qur’an, diantaranya adalah tentang waktu dan sumpah Allah. Masih banyak manusia dan hamba Allah yang belum memanfaatkannya dengan baik, padahal al-Qur’an telah memerintahkan kepada umatnya untuk

memanfaatkan waktu semaksimal mungkin, dan

mengisinya dengan berbagai amal yang baik dan berguna baik di dunia maupun di akhirat.7 Sumpah Allah, mengapa Allah banyak bersumpah dalam al-Qur’an Kenapa Allah banyak bersumpah dengan memakai term waktu ? Oleh karena itu dalam hal ini penulis akan membahas secara spesifik mengenai sumpah Allah berkenaan dengan waktu dalam al-Qur’an , apa hikmah dibalik itu semua.

5

Muhammad Rasyid Ridla, al-Wahy al-Muhammadi (Kairo : al-Maktab al-Islâmi, t.th.), h. 143-144 6 M. Quraish Shihab, Posisi Sentral al-Qur’an dalam Studi Islam, dan Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed)., Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1995), h. 135 7 Lihat QS. al-Ashr : 1-3

2

Selain itu ada beberapa alasan yang mendorong untuk mengkaji masalah waktu, al: Pertama : menyadari betapa besarnya perhatian islam terhadap waktu, baik yang diamanatkan oleh al-Qur’an maupun sunnah.8 Kedua : memperhatikan sejarah orang-orang muslim generasi pertama (sebagai genarasi terbaik) yang sangat memperhatikan waktu, dibanding generasi berikutnya. Ketamakan mereka dalam memanfaatkan waktu mengalahkan ketamakannya dalam hal dirham ataupun dinar. Dan besarnya perhatian mereka terhadap waktu telah menghasilkan antara lain : sejumlah ilmu yang bermanfaat, amal shaleh, jihad yang baik, kemenangan yang nyata, dan sebuah peradaban yang mengakar kokoh dengan panji yang menjulung tinggi. Hal ini dapat dilihat dari sejarah para sahabat, tabi’in, dan generasi-generasi ilmuwan dan filosof. Ketiga : melihat kondisi

real kaum muslimin sekarang cenderung kurang

memanfaatkan waktu dengan baik. Dengan demikian yang menajdi fokus dalam kajian ini adalah ayat-ayat waktu secara umum dan ayat-ayat sumpah dengan memakai term waktu dalam alQur’an. Hal ini kiranya salah satu yang mendorong penulis untuk mengangkat tema di atas yaitu : “ Sumpah Allah Dalam al-Qur ’an ; Telaah terhadap sumpah

8

Dari sunnah dapat dilihat dari hadits nabi SAW. “ Carilah yang lima sebelum datang yang lima, yaitu : Manfaatkanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu ( dengan ibadah ), gunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu ( dengan amal shaleh), gunakanlah masa kayamu sebelum datang masa miskinmu ( dengan sedekah ), gunakanlah masa hidupmu sebelum datang masa matimu ( mencari bekal untuk hidup mati ), gunakanlah masa senggangmu sebelum masa sempitmu. Ibnu al-Mubarak mengetengahkan dalam az-Zuhd Juz.. 2, Abu Naim dalam kitab al-Hilyah juz. 4, h. 148, Ibnu Abu Syaibah, hadits no. 34319, al-Qudha’I dalam Musnad asySyihab ( 729), al-Baihaqi dalam asy-Syuab hadits no. 10250 melalui Amr bin Maimun. alMisykat hadits no. 5174. dan iman Hakim mengetengahkan (hadits no. 7846 ) melalui Ibnu Abbas. Lihat Aidh bin Abdullah al-Qarni, Siyathul Qulub, terjemahan ( Bandung : Ibs, 2004 ) h. 100

3

Allah yang berkenaan dengan waktu” .

Mengingat betapa pentingnya waktu

dalam kehidupan ini, sehingga Allah menggunakannya bersumpah dalam alQur’an. Pada prinsipnya, dimensi waktu dan masa itu tidak berlaku pada dzat Allah SWT. dia tidak mengenal adanya siang ataupun malam, masa sekarang, masa yang telah lalu, dan masa yang akan datang. Allah SWT. pun tidak berkembang, berkurang, ataupun berubah. Dia tidak mengenal anak-anak, yang kemudian beranjak dewasa, lalu menjadi tua. Dia tidak berawal dan tidak berakhir. Maka ketika al-Qur’an menyebutkan Allah swt itu sebagai dzat yang Maha pertama dan yang terakhir, bukan berarti ada permulaan dan ada berakhirnya. Zaman atau waktu yang berlalu ini adalah ciptaan Allah, sebagaimana juga makhluk yang lainnya. Karenanya, Dia Maha ada sebelum adanya makhluk di alam jagat raya ini. Maha kekal dan Maha abadi setelah hancur leburnya seluruh makhluk pada hari akhir nanti. Waktu yang dialami manusia di dunia berbeda dengan waktu yang dialaminya kelak di akhirat. Ini disebabkan dimensi kehidupan akhirat berbeda dengan dimensi kehidupan dunia. Waktu adalah sesuatu yang relative, oleh karena itu Allah tidak barada di dalam waktu dan tidak pula terikat oleh waktu seperti kita. Bagi Allah tidak ada siang dan tidak ada malam, tidak ada masa lalu dan tidak ada masa kemudian. Allah tidak kadaluarsa, tidak berubah dan tidak berkembang, tidak menua dan tidak membesar dan tidak berkesudahan . Dzat yang awal dan akhir. Tetapi Keawalan dan keakhiran-Nya bukanlah temporal. 4

Bagi Allah SWT. tidak ada soal “sebelum” dan “sesudah”, karena waktu dan alam semuanya adalah ciptaannya.9 Berbeda dengan manusia tidak dapat melepaskan dari waktu dan tempat. Mereka mengenal masa lalu, kini dan masa depan. Pengenalan manusia tentang waktu berkaitan dengan pengamalan empiris dan lingkungan. Kesadaran kita tentang waktu berhubungan dengan

bulan dan matahari, baik dari segi

perjalannya (malam saat terbenam dan siang saat terbitnya) maupun kenyataan bahwa sehari sama dengan sekali terbit sampai terbenamnya matahari, atau sejak tengah malam hingga tengah malam berikutnya. Perhitungan semacam ini telah menjadi kesepakatan bersama. Namun harus digarisbawahi bahwa walaupun hal itu diperkenalkan dan diakui oleh alQur’an (seperti setahun sama dengan dua belas bulan pada surat al-Taubah ayat 36), al-Qur’an juga memperkenalkan adanya relativisme waktu sebagaimana di atas. Al-Qur’an juga berbicara tentang waktu yang ditempuh malaikat menuju hadirat-Nya. Salah satu ayat al-Qur’an menyatakan perbandingan waktu dalam sehari kadarnya sama dengan lima puluh ribu tahun bagi makhluk lain (manusia)

.ٍ‫ﺔ‬‫ﻨ‬‫ ﺳ‬‫ ﺃﹶﻟﹾﻒ‬‫ﺴِﲔ‬‫ﻤ‬‫ ﺧ‬‫ﻩ‬‫ﺍﺭ‬‫ﻡٍ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻣِﻘﹾﺪ‬‫ﻮ‬‫ﻪِ ﻓِﻲ ﻳ‬‫ ﺇِﻟﹶﻴ‬‫ﻭﺡ‬‫ﺍﻟﺮ‬‫ﻠﹶﺎﺋِﻜﹶﺔﹸ ﻭ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺝ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬ Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (QS. al-Ma’arij : 4)

9

Musthafa Mahmud, Min Asrâri Qur ’an, terjemahan, Pustaka Firdaus, Cet. Ke-3, h. 15

5

Sedangkan dalam ayat lain disebutkan bahwa masa yang ditempuh oleh para malaikat tertentu untuk naik ke sisi-Nya adalah seribu tahun menurut perhitungan manusia.

ٍ‫ﺔ‬‫ﻨ‬‫ ﺳ‬‫ ﺃﹶﻟﹾﻒ‬‫ﻩ‬‫ﺍﺭ‬‫ﻡٍ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻣِﻘﹾﺪ‬‫ﻮ‬‫ﻪِ ﻓِﻲ ﻳ‬‫ ﺇِﻟﹶﻴ‬‫ﺝ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﺽِ ﺛﹸﻢ‬‫ﺎﺀِ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﻟﺴ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﻟﹾﺄﹶﻣ‬‫ﺮ‬‫ﺑ‬‫ﺪ‬‫ﻳ‬ . ‫ﻭﻥﹶ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺗ‬‫ﻣِﻤ‬ Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. Ini berarti bahwa perbedaan sistem gerak yang dilakukan oleh satu pelaku mengakibatkan perbedaan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu sasaran. Batu, suara, dan cahaya masing-masing membutuhkan waktu yang berbeda untuk mencapai sasaran yang sama. Kenyataan ini pada akhirnya mengantarkan kita kepada keyakinan bahwa ada sesuatu yang tidak membutuhkan waktu demi mencapai hal yang dikehendakinya. sesuatu itu adalah Allah SWT. Dalam penelitian ini penulis akan lebih banyak membahas mengenai waktu-waktu yang ada dalam kehidupan dunia sebagaimana yang kita rasakan sekarang. Berkenaan dengan eksistensi, urgensi, dan cara mengisi dan memanfaatkan waktu. Serta mengetahui keutamaan waktu yang ada dalam alQur’an sebagaimana Allah kemukakan melalui sumpahnya, yaitu : waktu Fajar, waktu Subuh, waktu Dhuha, waktu Siang, malam sore dan waktu Malam. B. Identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah Berdasarkan pada uraian di atas, dapat ditemukan sebuah permasalahan mendasar dalam penelitian ini : Kitab suci al-Qur’an sebagai petunjuk kehidupan bagi umat manusia mencakup berbagai macam pokok permasalahan, diantaranya 6

mengenai waktu dan sumpah. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah ; Allah SWT. memiliki hak untuk bersumpah atas sesuatu. Dia hanya bersumpah dengan diriNya yang mempunyai sifat-sifat khusus serta dengan bukti-bukti kekuasaan-Nya yang semakin mengukuhkan eksistensi-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa, apabila Allah bersumpah dengan sesuatu makhluknya (dalam pembahasannya ini – waktu ), maka hal tersebut merupakan sebagian dari bukti kekuasaan-Nya yang agung.10 Bagaimana kita mengetahui sesuatu yang agung itu dan bagaimana pula kita memanfaatkannya. Dengan demikian identifikasi penelitian ini adalah menguak ayat-ayat alQur’an yang berkaitan dengan sumpah Allah dengan makhluknya (waktu). . Meliputi hakekat dan makna sumpah dalam al-Qur’an, hakekat dan makna waktu dalam al-Qur’an serta korelasinya dengan aspek kehidupan. Untuk mengarahkan pertanyaan di atas, maka sebagai pembatasan dan perumusan masalah ini adalah : Bagaimana konsep sumpah Allah yang berkenaan dengan waktu dalam al-Qur’an. Khususnya menurut penafsiran Sayyid Quthb dalam tafsirnya F Î Zhilâl al-Qur ’ân dan Quraish Shihab dalam tafsirnya alMisbah. Keduanya telah memanfaatkan waktuya sehari-hari khususnya dalam menuangkan ilmunya yang menjadi sebuah karya tafsir yang populer. C. Tujuan dan signifikansi Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah, sebagai berikut : a. Menjelaskan sumpah Allah dalam al-Qur’an

Lihat, Ibnu Qayyim al-Jauzyyah, al-Tibyân fi Aqsâm al-Qur ’an (Beirut : Dâr al-Fikr, 1998 ), h. 3 10

7

b. Menjelaskan waktu dalam al-Qur’an dan urgensinya dalam kehidupan c. Menganalisis redaksi ayat-ayat sumpah yang berkenaan dengan waktu dan signifikasi penelitian tersebut adalah : 1. Manfaat ilmiah : untuk memperkaya khazanah ilmiah di bidang tafsir al-Qur’an 2. Manfaat untuk masyarakat : menambah wawasan bagi yang membacanya dan secara khusus dapat memberikan kontribusi positip mengenai keagungan waktu yang digunakan Allah untuk bersumpah. 3. Manfaat untuk diri sendiri : memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan kuliah program Magister Agama Islam di UIN Syarif Hidayatullah jakarta . E. Tinjauan Pustaka Dilihat dari penafsiran secara tematik mengenai sumpah Allah berkenaan dengan waktu memang belum kita temukan, namun tulisan tentang waktu dan sumpah Allah secara umum banyak ditemukan dalam berbagai tulisan, diantaranya ada tulisan yang khusus membahas sumpah-sumpah Allah tersebut, seperti kitab yang ditulis oleh Ibnu Qayyim al-Jauzi yang diberi judul at-Tibyân fi Aqsâmi al-Qur ’ân. Dalam kitab yang hanya terdiri dari satu jilid ini, Ibnu Qayyim berusaha untuk menguraikan makna sumpah-sumpah Allah dalam al-Qur’an. Uraian-uraian tersebut nampaknya diarahkan untuk membuktikan sebuah teori 8

yang diperkenalkannya seperti tertulis pada bagian awal kitabnya, yaitu ; bahwa obyek-obyek yang dipilih oleh Allah dan digunakan dalam sumpah-Nya merupakan tanda-tanda kekusaannya yang agung.11 Uraian tentang waktu dan sumpah Allah juga banyak ditemukan dalam kitab-kitab tafsir, seperti kitab tafsir Fî Dhilâl al-Qur ’an karya Sayyid Qutb. Kitab ini merupakan tafsir kontemporer bercorak fundamentalis atau pergerakan, terdiri dari 30 juz dan disusun dengan menggunakan methode tahlili12 dengan memberikan judul atau tema setiap sub pokok pembahasan di setiap surat. Buku ini ditulis dengan gaya bahasa sastra yang tinggi dengan kandungan hujjah yang kuat sehinga mampu menggugah nurani iman yang membacanya. Adapun mengenai pembahasan ayat yang berhubungan dengan sumpah, Sayyid Quthb tidak pernah memberikan tema sumpah secara khusus, namun beliau lebih cenderung kepada makna muqsam bih. Seperti dalam QS. al-Fajr, beliau memberikan tema demi fajar dan malam sepuluh, dalam QS. asy-Syams beliau memberikan tema fenomena alam semesta, dalam QS. adh-Dhuha, beliau memberikan tema berhentinya wahyu dan kesenangan sementara waktu dan sebagainya. Menurut penulis, tafsir ini merupakan tafsir yang unik yang enak untuk dikaji mengingat penulis tafsir adalah seorang mujahid yang berjuang dan berdakwah pada zamannya dan orang yang memperjuangkan waktunya untuk alQur’an hingga akhir hayatnya. Lihat, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, al-Tibyân fi Aqsâm al-Qur ’an, Ibid Metode tafsir tahlili adalah satu metode yang digunakan dalam menafsirkan al-Qur’an dengan cara berusaha menjelaskan kandungan al-Qur’an dari seluruh aspeknya dan menerangkan arti ayat-ayat tersebut, kata-demi kata secaraberurutan berdasarkan urutan-urutannya dalam mushaf, Lihat Abd al-hayy al-Farmawi, al-Bidâyat fi Tafsîr al-Qur ’ân (Mesir : Maktabah alJumhuriyyah, 1977),h. 52 11

12

9

Uraian tentang waktu dan sumpah Allah juga ditemukan dalam kitab tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab. Kitab ini merupakan kitab tafsir kontemporer Indonesia. Terdiri 30 juz menjadi 15 jilid dan disusun dengan menggunakan metode tafsir tahlili. Yang menguraikan ayat-ayat al-Qur’an menurut urutan mushaf. Sehingga setiap ayat yang mengandung sumpah dibahas sendiri-sendiri dan terpencar-pencar diberbagai tempat dalam tafsir tersebut. Berbeda dengan tafsir Fi Dzilal al-Qur ’an, Quraish Shihab dalam tafsirnya tidak memberikan judul atau tema secara khusus di setiap surat. Beliau berusaha menjelaskan ayat ayat tersebut dengan mengambil banyak pendapat dari mufassir lain. Perlu diketahui penulis adalah orang yang istiqamah memanfaatkan waktu fajar dan subuh untuk menuangkan ilmu-ilmunya yang dimiliki hingga terbitlah tafsir alMisbah ini. Uraian menarik tentang sumpah Allah juga dapat ditemukan dalam tafsir yang disusun oleh seorang doctor wanita yang dikenal dengan sebutan Bint alSyathi’ dengan judul al-Tafsir al-Bayâni li al-Qur ’an al-Karîm. Nilai lebih dari tafsir ini dapat dilihat pada pengkajian ayat-ayat al-Qur’an secara mendalam dengan diusut dari arti linguistik setiap kata dalam al-Qur’an, serta mempelajari konteks spesifik kata itu dalam ayat-ayat dan surah-surah tertentu sarta konteks umumnya dalam al-Qur’an. Salah satu temuan penting dari pendekatan linguistik ini adalah bahwa setiap kata yang dipergunakan oleh al-Qur’an tidak dapat digantikan oleh kata yang lain meskipun kata-kata tersebut dianggap sebagai sinonim dalam kitab-kitab kamus tafsir. 10

Berbeda dengan semua uraian yang terdapat dalam kitab-kitab di atas. Dalam tulisan ini, penulis ingin berusaha menjelaskan konsep sumpah Allah berkenaan dengan waktu dalam al-Qur’an secara tematik dengan menjelaskan sumpah dan waktu dalam al-Qur'an terlebih dahulu kemudian mengkaji seluruh ayat-ayat sumpah yang berkenaan dengan

waktu khususnya berdasarkan

penafsiran

Quthb.

Quraish

Shihab

dan

Sayyid

Bagaimana

keduanya

mengungkapkan keagungan waktu tersebut. F. Metodologi Penelitian Untuk mendapatkan hasil kajian yang lebih komprehensif dan utuh, dalam penelitian ini akan digunakan metodologi yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Sumber Penelitian Penelithan ini bersifat library research, dalam artian semua sumber data yang digunakan berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Adapun sumber primer yang dipakai dalam menulis tesis ini adalah : AlQur’an tarjamahan 30 juz, guna mengetahui berbagai sumber dalil yang berkaitan dengan pembahasan tesis. Sedangkan buku skundernya adalah terdiri dari buku-buku Tafsir, bukubuku Ulumul Qur’an khususnya yang berhubungan dengan pembahasan sumpah Allah dalam al-Qur’an, buku-buku yang membahas tentang waktu dan buku-buku lain yang menunjang pembahasan tesis. 2. Methodologi pendekatan analisis Karena obyek penelitian ini adalah ayat-ayat al-Qur’an yang tergelar 11

dalam berbagai surat dan terfokus pada satu tema, maka penelitian

ini

menggunakan pendekatan tafsir tematik atau tafsir maudlu’i. yang dimaksud dengan tafsir adalah pendekatan yang berdasarkan pada interpretasi mufassir terhadap suatu masalah, sedangkan maudlu’i dimaksudkan sebagai upaya menafsirkan al-Qur’an dengan cara menghimpun ayat-ayat al-Qur’an dengan cara menghimpun ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai surat yang berkaitan dengan masalah atau topik tertentu yang telah ditentukan sebelumnya . Ayat-ayat tersebut dianalisis dan dibahas kandungan-kandungannya sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.13 Disamping pendekatan tafsir tematik, dalam penelitian ini akan digunakan juga pendekatan filosofis, yaitu pembahasan yang manitik beratkan pada pengungkapan hikmah dan pokok pikiran yang terkandung dalam suatu pernyataan atau teori. Dan untuk menganalisis data, metode yang ditempuh adalah metode deduktif, induktif dan komparatif. 3.Tehnik Penulisan Penulisan tesis ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi dan Desertasi IAIN Syarif Hidayatullah (Jakarta : IAIN Press. 2000) G. Sistematika Pembahasan Pembahasan dalam penelitian ini dapat disistematikan sebagai berikut : pembahasan diawali dengan pendahuluan yang menguraikan seputar kelayakan studi ini. bagian ini merupakan bab pertama yang berisi latar belakang, permasalahan: identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, kajian pustaka,

13

Lihat Quraish Shihab, Membumikan al-Qur ’an, (Bandung :Mizan, 1995), h. 87

12

tujuan dan signifikansi penelitian, metodologi penelitian, analisa teori dan sistematika penulisan. Selanjutnya pembahasan ini menguraikan tentang wawasan sumpah (qasam) dengan tujuan untuk mengantarkan dalam memahami penafsiran ayatayat sumpah (qasam), dalam bab ini pembahasan terdiri dari definisi sumpah, term sumpah / kata-kata yang mempunyai makna sumpah dalam al-Qur’an, unsurunsur yang membentuk sumpah, Macam-macam sumpah (qasam) dalam alQur’an, serta tujuan sumpah (qasam) dalam al-Qur’an. Bab ketiga penulis mencoba mengemukakan tentang waktu dan kehidupan yang terdiri dari definisi waktu, term waktu dalam al-Qur’an, korelasi waktu dengan aspek keidupan, karakteristik waktu, kewajiban manusia terhadap waktu, serta akibat menyia-nyiakannya. Bab keempat merupakan jawaban dari bab-bab sebelumnya, yang menjelaskan tentang sumpah Allah yang berkenaan dengan waktu antara penafsiran Quraish Shihab dan Sayyid Quthb. Misalnya : waktu Fajr, waktu Subuh, waktu Dhuha, waktu nahar/ Siang, waktu Ashr, waktu Malam, dan waktu Qiyamah. Bab kelima merupakan bab terakhir dari penelitian ini yang terdiri dari kesimpulan, sebagai jawaban permasalahan di atas dan saran-saran.

13

BAB II WAWASAN SUMPAH DALAM AL-QUR’AN A.

Pengertian Sumpah Secara bahasa sumpah adalah terjemahan dari kata qasama,1 hilf,2 dan

aiman.3 Sedangkan secara istilah, dalam kamus bahasa indonesia, ada tiga pengertiannya, yaitu : 1. Pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggap suci untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhannya. 2. Pernyataan disertai

tekad melakukan sesuatu untuk

menguatkan kebenarannya atau berani menderita sesuatu kalau pernyataan itu tidak benar. 3. Janji atau ikrar yang teguh akan menunaikan sesuatu4. Menurut Jurjani, sumpah adalah menguatkan salah satu dua berita dengan menyebutkan nama Allah atau sifatnya. Menurut Kazim Fathi al-Rawi, sebagaimana yang dikutib oleh Hasan Mansur Nasution sumpah / qasam adalah sesuatu yang dikemukakan untuk menguatkan apa yang dikehendaki oleh yang bersumpah. Hal ini ada kalanya dimaksudkan untuk menegaskan atau untuk mengingkari.

5

Dari

berbagai definisi di atas, pengertian sumpah dalam pembahasan ini lebih cenderung kapada makna sumpah adalah

sesuatu yang dikemukakan untuk

menguatkan berita yang ada. dan yang dimaksud dengan sumpah Allah adalah

1

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir : Kamus Arab Indonesia , Surabaya : Penerbit Pustaka Progessif, 1997, h. 1119 lihat juga Ibnu Mandzur, Lisân al-‘Arab, (Beirut : Dâr al-Fikr, tth ) jilid. 12, h.478 2 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir : Kamus Arab Indonesia ,.h.289 lihat juga Ibnu Mandzur, Lisân al-‘Arab,.jilid 9, h.53 3 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir : Kamus Arab Indonesia. h.1590 lihat juga Ibnu Mandzur, Lisân al-‘Arab, jilid.13, h.462 4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai pustaka, 1995 ), h. 974 5 Hasan Mansur Nasution, Rahasia Sumpah Allah dalam al-Qur ’an, ( Jakarta : Khazanah Baru, 2002 ) h. 6

14

menguatkan berita dari Allah melalui firman- Nya dengan menggunakan unsurunsur sumpah B.

Kata-kata yang mempunyai makna sumpah dalam al-Qur’an Adapun kata-kata yang mempunyai makna sumpah dalam al-Qur’an adalah

sebagai berikut : (Qasam digunakan dalam al-Qur’an sebanyak 33x, Hilf 13x, yamin sebanyak 71x dan aliyyah 2x. )6 B. 1. Qasam Secara bahasa kata Qasam berasal dari bahasa Arab yang bentuk jama’ nya adalah aqsâm yang berarti sumpah.7 Secara istilah ada beberapa pengertian qasam menurut ulama nahwu, antara lain : menurut az-Zarkasyi, Qasam adalah suatu pernyataan yang diungkapkan untuk memperkuat (ta ’kid) suatu berita.8 Menurut Muhammad Bakr Ismail, Qasam adalah salah satu uslub Qur ’ani yang dimaksudkan untuk memperkuat (ta ’kid) pembicaraan dan menampakkan maknanya. 9 Kata qasam muncul dalam Al-Qur’an dalam bentuk berikut:10 1.

Qa sa ma, dalam bentuk fiil madhi 1x, mudhari’ 1x, isim maf’ul (maqsum) 1x dan al-qismah sebanyak 3x.

2.

Dengan tambahan alif sin dan ta ’ (Istaqsama) sebanyak 1x.

3.

Dengan mudha ’af ain (muqassimat) 1x.

Muhammad Mukhtar as-Salami, al-Qasam fi al-lughah wa fi al-Qur ’an, (Cairo : Dâr Arab al-islâmi, 1999 ), Cet. Ke-I, h. 21-34 7 Ibnu Mandzur, Lisan al-‘Arab, jilid.12, h. 478. lihat juga Ahmad Warson Munawwir, alMunawwir : Kamus Arab Indonesia, h. 1119 8 Badr ad-Dîn Muhammad bin Abd Allah az-Zarkasyi, al-Burhân fi ‘Ulūm al-Qur ’an, tahqiq, ‘Abd al-Qadir Atha’ (Beirut Dâr al-Kutub al-Islamiyyah, 1988) juz. 3 h. 45 9 Muhammad Bakr Ismail, Dirasat fi ‘Ulūm al-Qur ’an, (Kairo : Dâr al-Manan, 1991) h. 363 10 Muhammad Mukhtar as-Salami, al-Qasam fi al-lughah wa fi al-Qur ’an, h. 24 6

15

4.

Bersumpah dengan fi’il madhi 8x dan mudhari’ 12x.

5.

Qâ sama: Madhi 1x

6.

Taqâsama: Madhi 1x

7.

Iqtasama dengan isim fail 1x.

8.

Qasam: Isim 1x.

Dengan melihat kepada maknanya, kita dapat membagi menjadi 3 bagian utama: Bagian pertama: Yang mencakup jenis yang pertama qasama, dan yang kedua istaqsama, dan yang ketiga qassama, ketiga jenis ini digunakan untuk menunjukkan kepada pengeluaran bagian (ifrâz an-nashîb), sedangkan kata qasam yang ditambahkan dengan huruf-huruf ziyadah seperti sin dan ta ’ yang menunjukkan permintaan atau permohonan, dan yang menggunakan tadh’if menunjukkan kekuatan dan berlebih-lebihan. Dalam menggunakan qasam ini, terkadang muncul salah satu dari dua konsekuensi di atas menjadi lebih kuat dari bagian yang lain sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah, “ Nahnu qassamna bainahum….” Yang menunjukkan kepada bagian yang ditentukan sekaligus juga menunjukkan penentuan masing-masing bagian sendiri-sendiri. Sedangkan firman Allah, “ Laha sab’atu abwâb…” menunjukkan kepada suatu penentuan masing-masing bagian saja, sedangkan firman Allah, Wa an tastaqtasimu bi al-azlâm, dimaksudkan untuk mengetahui bagian yang ditentukan saja.

16

Bagian kedua: Mencakup jenis keempat: aqsama dan kelima: qâ sama, keenam: Taqâsama, kedelapan al-qasam. Aqsama berarti hilf, diambil dari kata qasâmah yang berarti sumpah (aymân)11 . Adanya kesamaan makna (sinonim) dalam bahasa Arab bisa terjadi dikarenakan adanya keterkaitan beberapa kabilah dengan bangsa Quraisy, dan kedudukan ka’bah dalam diri bangsa Arab disertai dengan perbedaan dialek (lahjat) dan istilah-istilah bahasa mereka yang mengharuskan kita mendapati adanya serapan dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab terutama dipengaruhi oleh pertemuan berbagai bangsa pada musim haji dan melebarnya jaringan pasar. Atas dasar inilah, Subhi Shaleh meyakini adanya sinonim dalam Al-Qur’an, karena Al-Qur’an telah diturunkan dengan bahasa Quraisy

yang memiliki

keindahan gaya bahasa dan cara pengekspresiannya. Bahasa ini telah memberikan banyak gesekan untuk menerima dialek bahasa Arab lainnya dan mengadopsi beberapa kosakata dari bahasa tersebut, hingga akhirnya bahasa-bahasa kabilah itu menjadi bagian dari bahasa Arab yang dipakai, maka tidak heran jika Al-Qur’an menggunakan kata-kata baru yang diadopsi dari bahasa lain disamping menggunakan bahasa Quraisy yang murni. Dengan ini, penafsirkan adanya sinonim antara kata aqsama dengan hilf dalam firman Allah, Wa aqsamu billahi jahda aimânihim, dan yahlifuna billah ma qalu… sebagaimana sinonimnya kata ba ’atsa dengan arsala.12

11

Dikutib Muhammad Mukhtar as-Salami, al-Qasam fi al-lughah wa fi al-Qur ’an, h. 24-

12

Dikutip Muhammad Mukhtar as-Salami, al-Qasam fi al-lughah wa fi al-Qur ’an, h. 25-

25 26

17

Hal ini berbeda dengan penelitian Bintu Syathi’ yang membedakan antara aqsama dan hilf.13. Menurut penulis apa yang telah disebutkan bahwa Al-Qur’an menggunakan aqsama hanya pada tempat-tempat yang tidak mengandung pengkhinatan/penyalahan sumpah itu juga kurang benar. Hal itu dikarenakan dalam menggunakan kata aqsama, Al-Qur’an tidak hanya mengkhususkan selamanya pada sumpah yang jujur dan baik saja, tetapi Al-Qur’an juga menggunakan aqsama dalam beberapa tempat berikut a.

Dalam tempat-tempat yang di dalamnya terdapat sumpah yang jujur, seperti sumpah yang disandarkan kepada Dzat-Nya Yang Maha Tinggi.

‫ﻢ‬‫ﺎﻟﹸﻬ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻋ‬‫ﺒِﻄﹶﺖ‬‫ ﺣ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻌ‬‫ ﻟﹶﻤ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ ﺇِﻧ‬‫ﺎﻧِﻬِﻢ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺟ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻗﹾﺴ‬‫ﻟﹶﺎﺀِ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺆ‬‫ﻮﺍ ﺃﹶﻫ‬‫ﻨ‬‫ ﺀَﺍﻣ‬‫ﻘﹸﻮﻝﹸ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬

َ‫ﺎﺳِﺮِﻳﻦ‬‫ﻮﺍ ﺧ‬‫ﺤ‬‫ﺒ‬‫ﻓﹶﺄﹶﺻ‬ Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benarbenar beserta kamu?" Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. (QS Al-Ma’idah: 53),

‫ﺎﺕ‬‫ﺎ ﺍﹾﻵﻳ‬‫ﻤ‬‫ﺎ ﻗﹸﻞﹾ ﺇِﻧ‬‫ ﺑِﻬ‬‫ﻦ‬‫ﻣِﻨ‬‫ﺆ‬‫ﺔﹲ ﻟﹶﻴ‬‫ ﺀَﺍﻳ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺀَﺗ‬‫ ﺟ‬‫ ﻟﹶﺌِﻦ‬‫ﺎﻧِﻬِﻢ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﻮﺍ ﺑِﺎﷲِ ﺟ‬‫ﻤ‬‫ﺃﹶﻗﹾﺴ‬‫ﻭ‬ .

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻣِﻨ‬‫ﺆ‬‫ ﻻﹶ ﻳ‬‫ﺎﺀَﺕ‬‫ﺎ ﺇِﺫﹶﺍ ﺟ‬‫ﻬ‬‫ ﺃﹶﻧ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ﻌِﺮ‬‫ﺸ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻣ‬‫ ﺍﷲِ ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﻋِﻨ‬

13

Menurut Bint Syathi’ “ apa –apa yang menurut ahli- ahli linguistik dianggap sebagai sinonim, ternyata tidak pernah muncul dalam al-Qur’an dalam pengertian yang benar-benar sama pada saat al-Qur’an menggunakan sebuah kata. Karena itu , kata tersebut tidak dapat di tukar dengan kata lain yang biasanya dipandang sebagai sinonim kata pertama tadi dalam kamu-kamus bahasa Arab dan kitab-kitab tafsir. Hal ini seperti kata aqsama dan hilf yang dianggap sebagai sinonimnya ternyata setelah diteliti diseluruh tempat al-Qur’an tentang ke dua kata tersebut dengan berbagai bentuknya, Bint Syathi’ berkesimpulan bahwa aqsama digunakan untuk jenis sumpah sejati yang tidak pernah dilanggar. Sedangkn hilf selalu digunakan untuk menunjukkan sumpah palsu yang selalu dilanggar

18

Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mu`jizat pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: "Sesungguhnya mu`jizat-mu`jizat itu hanya berada di sisi Allah". Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mu`jizat datang mereka tidak akan beriman. (QS Al-An’am: 109),

ِ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﺍ ﻋ‬‫ﺪ‬‫ﻋ‬‫ﻠﹶﻰ ﻭ‬‫ ﺑ‬‫ﻮﺕ‬‫ﻤ‬‫ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﺚﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻌ‬‫ﺒ‬‫ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ﺎﻧِﻬِﻢ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺟ‬‫ﻤ‬‫ﺃﹶﻗﹾﺴ‬‫ﻭ‬ .

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺱِ ﻻﹶ ﻳ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ ﺃﹶﻛﹾﺜﹶﺮ‬‫ﻟﹶﻜِﻦ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻘ‬‫ﺣ‬

Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguhsungguh: "Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati". (Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (QS An-Nahl: 38).

b.

Dalam sumpah-sumpah yang dusta sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah

‫ﺓﹶ‬‫ﺎﺩ‬‫ﻬ‬‫ ﺷ‬‫ﻢ‬‫ﻜﹾﺘ‬‫ﻟﹶﺎ ﻧ‬‫ﻰ ﻭ‬‫ﺑ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺫﹶﺍ ﻗﹸﺮ‬‫ﻟﹶﻮ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﺮِﻱ ﺑِﻪِ ﺛﹶﻤ‬‫ﺘ‬‫ﺸ‬‫ ﻟﹶﺎ ﻧ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺒ‬‫ﺗ‬‫ﺎﻥِ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺇِﻥِ ﺍﺭ‬‫ﻘﹾﺴِﻤ‬‫ﻓﹶﻴ‬ .

‫ ﺍﻟﹾﺂﺛِﻤِﲔ‬‫ﺎ ﺇِﺫﹰﺍ ﻟﹶﻤِﻦ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺇِﻧ‬

… lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu raguragu: "(Demi Allah) kami tidak akan menukar sumpah ini dengan harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa".(Al-Maidah: 106).

Sumpah yang disebutkan dalam ayat ini adalah sumpah yang mengandung suatu kedustaan. Hal ini dibuktikan dengan kesaksian Al-Qur’an bahwasanya Allah berfirman setelahnya:

19

‫ﻖ‬‫ﺤ‬‫ﺘ‬‫ ﺍﺳ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺎ ﻣِﻦ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻘﹶﺎﻣ‬‫ﺎﻥِ ﻣ‬‫ﻘﹸﻮﻣ‬‫ﺍﻥِ ﻳ‬‫ﺮ‬‫ﺎ ﻓﹶﺂﺧ‬‫ﻘﱠﺎ ﺇِﺛﹾﻤ‬‫ﺤ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﺍﺳ‬‫ﻤ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻰ ﺃﹶﻧ‬‫ ﻋ‬‫ﺜِﺮ‬‫ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﻋ‬ ‫ﺎ ﺇِﺫﹰﺍ‬‫ﺎ ﺇِﻧ‬‫ﻨ‬‫ﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﺍﻋ‬‫ﻣ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﺗِﻬِﻤ‬‫ﺎﺩ‬‫ﻬ‬‫ ﺷ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻖ‬‫ﺎ ﺃﹶﺣ‬‫ﻨ‬‫ﺗ‬‫ﺎﺩ‬‫ﻬ‬‫ﺎﻥِ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻟﹶﺸ‬‫ﻘﹾﺴِﻤ‬‫ﺎﻥِ ﻓﹶﻴ‬‫ﻟﹶﻴ‬‫ ﺍﻟﹾﺄﹶﻭ‬‫ﻬِﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬ .

‫ ﺍﻟﻈﱠﺎﻟِﻤِﲔ‬‫ﻟﹶﻤِﻦ‬

Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu) memperbuat dosa, maka dua orang yang lain di antara ahli waris yang berhak yang lebih dekat kepada orang yang meninggal (memajukan tuntutan) untuk menggantikannya, lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah: "Sesungguhnya persaksian kami lebih layak diterima daripada persaksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas, sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang menganiaya diri sendiri". (QS. al-Mâidah: 107),

‫ﻮﺍ‬‫ ﻛﹶﺎﻧ‬‫ﺔٍ ﻛﹶﺬﹶﻟِﻚ‬‫ﺎﻋ‬‫ ﺳ‬‫ﺮ‬‫ﺎ ﻟﹶﺒِﺜﹸﻮﺍ ﹶﻏﻴ‬‫ﻮﻥﹶ ﻣ‬‫ﺠﺮِﻣ‬  ‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻘﹾﺴِﻢ‬‫ﺔﹸ ﻳ‬‫ﺎﻋ‬‫ ﺍﻟﺴ‬‫ﻘﹸﻮﻡ‬‫ ﺗ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﻓﹶﻜﹸﻮﻥﹶ‬‫ﺆ‬‫ﻳ‬. Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; "Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)". Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). (QS. ar-Rūm: 55)

Di dalam ayat ini jelas menunjukkan sumpah yang dusta, mengingat penutup ayat tersebut adalah “ kadzâlika kânu yu’fakūn” , berarti berpaling dari I’tiqad yang benar kepada I’tiqad yang batil, dari ucapan yang jujur menjadi ucapan yang bohong, dari perbuatan yang bagus menjadi perbuatan yang buruk. Bagaimana sumpah mereka dinilai sebagai sumpah yang jujur, sedangkan Allah berfirman,

‫ﺬِﻱﺭ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ﺎﺀَﻛﹸﻢ‬‫ﺟ‬‫ ﻭ‬‫ﺬﹶﻛﱠﺮ‬‫ ﺗ‬‫ﻦ‬‫ ﻓِﻴﻪِ ﻣ‬‫ﺬﹶﻛﱠﺮ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ ﻣ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﻧ‬‫ﻟﹶﻢ‬‫ﺃﹶﻭ‬ 20

". Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? (QS. al-Fathir: 37)

Yang menunjukkan bahwa sumpah itu adalah sumpah yang dusta dan dimasukkan dalam catatan mereka oleh Allah pada hari kiamat. Demikian pula dengan ayat: (Al-An’am: 24),

.‫ﻭﻥﹶ‬‫ﺮ‬‫ﻔﹾﺘ‬‫ﻮﺍ ﻳ‬‫ﺎ ﻛﹶﺎﻧ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻞﱠ ﻋ‬‫ﺿ‬‫ ﻭ‬‫ﻔﹸﺴِﻬِﻢ‬‫ﻠﹶﻰ ﺃﹶﻧ‬‫ﻮﺍ ﻋ‬‫ ﻛﹶﺬﹶﺑ‬‫ﻒ‬‫ ﻛﹶﻴ‬‫ﻈﹸﺮ‬‫ﺍﻧ‬ Lihatlah, bagaimana mereka telah berdusta terhadap diri mereka sendiri dan hilanglah dari pada mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka ada-adakan.

. ‫ﺼﺒِﺤِﲔ‬  ‫ﻣ‬

‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﺼﺮِﻣ‬  ‫ﻮﺍ ﻟﹶﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺔِ ﺇِﺫﹾ ﺃﹶﻗﹾﺴ‬‫ﻨ‬‫ ﺍﻟﹾﺠ‬‫ﺎﺏ‬‫ﺤ‬‫ﺎ ﺃﹶﺻ‬‫ﻧ‬‫ﻠﹶﻮ‬‫ﺎ ﺑ‬‫ ﻛﹶﻤ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻧ‬‫ﻠﹶﻮ‬‫ﺎ ﺑ‬‫ﺇِﻧ‬

Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil) nya di pagi hari, (Al-Qalam: 17) Jadi, sumpah di sini merupakan sumpah yang dinilai Allah sebagai sumpah yang dusta. Setelah memaparkan berbagai pendapat di atas, maka pendapat yang dinilai rajih yaitu bahwa aqsama dan hilf jika dilihat kepada asli peletakan katanya jelas tedapat perbedaan antara satu kata dengan kata lainnya, tetapi jika di lihat dalam penggunaan, kedua bahasa ini memiliki kesesuaian dan kesamaan, sehingga makna salah satunya juga merupakan makna yang lain, Bagian ketiga : apa yang dikandung kata qismah yang berarti pembagian (tauzi’) dan mengandung kemungkinan arti sumpah (yamin), sebagaimana disebutkan dalam firman Allah (Al-Hijr: 90-91).

‫ﺀَﺍﻥﹶ ﻋِﻀِﲔ‬‫ﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮ‬‫ﻌ‬‫ ﺟ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬.‫ﺴِﻤِﲔ‬‫ﻘﹾﺘ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺎ ﻋ‬‫ﺰﻟﹾﻨ‬ ‫ﺎ ﺃﹶﻧ‬‫ﻛﹶﻤ‬

.

21

Sebagaimana (Kami telah memberi peringatan), Kami telah menurunkan (azab) kepada orang-orang yang membagi-bagi (Kitab Allah), (yaitu) orang-orang yang telah menjadikan Al Qur'an itu terbagi-bagi.

B.2. Hilf Secara bahasa kata hilf adalah berasal dari bahasa Arab dari kata halafa – hilfan – wa halifan billahi sama dengan Aqsama billâhi yang berarti bersumpah dengan nama Allah. Kata hallafa wa ahlafa wa astahlafa berarti menyuruh bersumpah. Al-hilfu wal uhlufatu sama dengan al-yamin yang berarti sumpah. Hilfun kadzibun berarti sumpah palsu.14 Menurut Ibnu Mandzur dalam kitabnya lisân al-Arab dijelaskan bahwa hilf berasal dari kata al-hilfu wa al halifu, yang keduanya menunjukkan sumpah, jadi hilf

merupakan sinonim dari aqsama.

Yahlifu – hilfan – hilfn – mahlufan.15 Adapun secara istilah, terdapat beberapa pengertian antara lain : menurut Zamakhsyari sebagaimana yang dinukil oleh Muhammad Mukhtar as-Salami, hafl adalah kata yang digunakan untuk menekankan suatu sumpah.16 Menurut penulis “Karena kata hilf itu digunakan Al-Qur’an sebanyak 13x tanpa terkecuali seluruhnya menunjukkan bahwa hilf

itu digunakan untuk sumpah yang

dikhianati. Dengan demikian hilf adalah kata yang digunakan untuk menekankan suatu sumpah yang dikhianati. Bentuk kata hilf dalam al-Qur’an terdiri dari jumlah ismiyyah hanya ada pada ayat, wala tuti’ kulla hallâfin mahin. Dan di ayat-ayat lainnya yang

14

Ahmad warson Munawwir, al-Munawwir, h. 289-290 Ibnu Mandzur, Lisân al-Arab, jilid. 9, h. 53 lihat juga Muhammad Mukhtar as-Salami, al-Qasam fi al-lughah wa fi al-Qur ’an, h. 21-23 16 Muhammad Mukhtar as-Salami, al-Qasam fi al-lughah wa fi al-Qur ’an, h. 21-23 15

22

berjumlah 12, seluruhnya diungkapkan dalam bentuk jumlah fi’liyyah: Dengan fiil madhi 1x, sedangkan dengan fi’il mudhari’ 11x.17 Al-Qur’an tidak menggunakan kata hilf kecuali untuk menunjukkan bahwa orang yang mengucapkannya itu bisa jadi berdusta atau berkhianat dalam sumpahnya. Kesesuaian antara susunan yang diungkapkan Al-Qur’an dan antara makna yang dibawa oleh kata hilf itu sendiri memberikan suatu gambaran kemu’jizatan kejelasan (I’jaz bayani) Al-Qur’an, dan menunjukkan bahwasanya Al-Qur’an itu benar berasal dari Allah. Hal itu dikarenakan jumlah ismiyyah— sebagaimana yang ditetapkan oleh para ulama balaghah—biasanya dimaksudkan untuk menetapkan atau memantapkan sesuatu, sedangkan jumlah fi’liyyah dimaksudkan untuk memperbaharui sesuatu dan menunjukkan suatu peristiwa yang terjadi. Memperbaharui sesuatu dengan menggunakan fi’il mudhari; itu lebih jelas maknanya

daripada

fi’il

menggunakan

madhi.

Karena

itu,

Al-Qur’an

mengungkapkan hilf dengan menggunakan fi’il madhi hanya satu kali saja, dan dikhususkan penggunaanya untuk kaum mukminin saja, tepatnya ketika mereka meneguhkan kejujuran sumpah sebagai penekanan atas tekad mereka di masa mendatang. Dengan demikian, pengungkapan hilf dengan fi’il madhi bermaksud untuk memberikan kuatnya realisasi atas sumpah-sumpah mereka, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah,

“ Dzâlika

kaffâratu Aimânikum idza

hilftum.

17

Muhammad Mukhtar as-Salami, al-Qasam fi al-lughah wa fi al-Qur ’an, h. 23

23

Dalam ayat lainnya, kata hilf diungkapkan dengan fi’il mudhari’ yang menunjukkan kepada suatu perbaruan di masa mendatang, yaitu apa yang sesuai—dari segi bentuk—dengan realitas mereka dan pendustaan mereka terhadap Rasulullah dan kaum mukminin, sampai-sampai kata hilf yang diungkapkan Al-Qur’an dengan menggunakan jumlah ismiyyah itu memakai bentuk shighah mubâlaghah yang menunjukkan perbaruan sumpah dari sumpah yang dusta ini. Allah berfirman, wala tuthi’ kulla hallâfin mahin. B.3. Yamin Secara bahasa, kata yamin berasal dari bahasa Arab yang jama’nya aimunu wa aimân, sama dengan al-Qasamu artinya sumpah.18 Sedangkan secara istilah, yamin berarti kata untuk memperkuat sesuatu perkara dengan menyebut nama Allah. Sumpah harus ditepati, bila seseorang melanggar sumpahnya, maka orang tersebut wajib membayar kaffarat.19 Dan sumpah yang tidak disengaja karena tergelincir lidah dan sebagainya tidak ada dosa, karena itu tidak perlu membayar kaffarat.20 Dalam

Al-Qur’an,

Yamin

selalu

disebutkan

dalam

bentuk

isim.

Sebagaimana paparan di bawah ini :

18

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir : Kamus Arab Indonesia, h. 1590. lihat juga Ibnu Mandzur, Lisân al-Arab, jilid 13, h.458. lihat juga Allâmah kamal faqih Imani, Tafsir Nūrul Qur ’ân, terjemahan ( Jakarta : al-Huda, 2003) jilid. 2. h. 218. lihat juga Rahmad Taufiq Hidayah, Khazanah Istilah al-Qur ’an (Bandung : Mizan 1996) Cet. Ke-6 h. 33 19 QS. 66 : 12, Adapun kaffarahnya adalah : memberi makan 10 orang miskin, atau memberi pakaian kepada 10 orang miskin, atau memerdekakan seorang budak, atau puasa selama 3 hari . (lihat QS. al-Maidah /5 : 89 ) 20 QS. al-Baqarah /2 : 225 dan surat al-Maidah /5 : 89

24

a.

Al-Qur;an menggunakan kata yamin baik dalam bentuk mufrad (yamin) atau jamak (aymân), atau dengan shighah af’ala (aymâna) atau dengan shighah maf’alah (maymanah).

b.

Kata yamin diulang sebanyak 9 kali dalam Al-Qur’an yang menunjukkan tangan kanan yang dalam keseluruhan penggunaannya selalu menggunakan bentuk mufrad seperti firman Allah (AshShaffât:93). .

ِ‫ﻤِﲔ‬‫ﺎ ﺑِﺎﻟﹾﻴ‬‫ﺑ‬‫ﺿﺮ‬  ‫ﻬِﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﺍﻍﹶ ﻋ‬‫ﻓﹶﺮ‬

Lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya (dengan kuat). Ada pula yamin yang disandarkan kepada Allah sebagaimana dalam ayat (Az-Zumar: 67) .

‫ﺮِﻛﹸﻮﻥﹶ‬‫ﺸ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻤ‬‫ﺎﻟﹶﻰ ﻋ‬‫ﻌ‬‫ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﺎﻧ‬‫ﺤ‬‫ﺒ‬‫ﻤِﻴﻨِﻪِ ﺳ‬‫ ﺑِﻴ‬‫ﺎﺕ‬‫ﻄﹾﻮِﻳ‬‫ ﻣ‬‫ﺍﺕ‬‫ﻤﺎﻭ‬‫ﺍﻟﺴ‬‫ﻭ‬...

Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.

Ayat (Az-Zumar: 67) ini termasuk ayat yang mengandung unsur mutasyabih yang disikapi ulama dengan: menerima teks ayat tersebut terlebih dahulu disertai dengan penyucian yang sempurna (tanzih kamil) kepada Allah dari segala sesuatu yang menyerupai-Nya. Cara pertama : Menetapkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk diri-Nya sendiri dan menyucikan-Nya dari segala penyerupaan dengan makhluk-Nya. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dari Malik bin Anas yang ditanya tentang makna firman Allah (QS. Thâha: 5), 25

.

‫ﻯ‬‫ﻮ‬‫ﺘ‬‫ﺵِ ﺍﺳ‬‫ﺮ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ﺍﻟﺮ‬

(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy. Ia pun mengangkat kepalanya dan berkata, “Maksud dari bersemayam (istiwa’) itu tidak diketahui, lalu bagaimana cara bersemayamnya juga tidak dapat menembus logika, mengimani hal ini merupakan kewajiban, karena manusia hanya mempunyai otak yang terbatas. Cara kedua: Menggunakan cara pengungkapan majaz, yang mana kata yamin menunjukkan kepada kesempurnaan kekuasaan dan pengaturan yang sempurna dalam seluruh langit, serta kepemilikannya yang tidak ada seorang pun yang menyerupainya.. Cara ketiga : Bahwa kata yang mutasyabih di atas tidak mengandung arti yang sesungguhnya dan tidak pula mengandung arti kiasan, tetapi hal itu hanya merupakan penggambaran akan keagungan Allah , dengan tanpa mengartikan kata qabdhah (pemegangan kekuasaan) atau yamin itu secara sesungguhnya atau secara kiasan. Kata ini hanyalah merupakan suatu bentuk perumpamaan. “Katakata mutasyabih merupakan suatu peringatan akan Maha dahsyatnya keagungan Allah dan kesempurnaan kekuasaan-Nya, dan amat remehnya perbuatan para makhluk yang dibuat bingung dengan ilusi-ilusi yang dinisbahkan kepada kekuasaan Allah. Selain itu, kata ini juga menunjukkan bahwa kehancuran alam merupakah hal yang sangat mudah dan hina bagi-Nya. Seluruh hal ini disajikan melalui bentuk perumpamaan dan imajinasi, tanpa mengungkapkan kata qabdhah atau yamin secara hakikat ataupun majaz.

26

Cara-cara pengungkapan seperti ini—meskipun berbeda zhahirnya—tetapi pada akhirnya berakhir pada satu hal: yaitu menyucikan Allah secara sempurna. Kata yamin diulang sebanyak 16 kali dengan menggunakan bentuk mufrad dan jamak. Kata yamin terkadang menunjukkan sisi yang realistis (nyata)21, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah: (QS. al-Kahfi: 17) .

ِ‫ﻤِﲔ‬‫ ﺍﻟﹾﻴ‬‫ ﺫﹶﺍﺕ‬‫ﻔِﻬِﻢ‬‫ ﻛﹶﻬ‬‫ﻦ‬‫ ﻋ‬‫ﺭ‬‫ﺍﻭ‬‫ﺰ‬‫ ﺗ‬‫ﺖ‬‫ ﺇِﺫﹶﺍ ﻃﹶﻠﹶﻌ‬‫ﺲ‬‫ﻤ‬‫ﻯ ﺍﻟﺸ‬‫ﺮ‬‫ﺗ‬‫ﻭ‬

Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan kata hilf dan yamin. Menurut Ibrahim Anis dkk. Bahwa qasam sama dengan yamin yang mempunyai makna sama-sama sumpah,22 begitu juga hilf. Kata Yamin selain bermakna sumpah, juga bermakna kanan, sebagaimana firman Allah yang artinya : “dan golongan kanan”, alangkah bahagianya golongan kanan itu”.23 Sedangkan yamin yang bermakna sumpah adalah merupakan kata isti’arah (kata pinjaman) dari al-Yadd (tangan) sebagai suatu ungkapan terhadap yang dilakukan orang yang bersumpah dengan orang lain.

24

3.4. Aliyyah Secara bahasa Aliyyah berarti juga sumpah, jamaknya Alâyâ, sedangkan bentuk fi’ilnya yaitu alâ, yûlî, Ilâ ’, i’tala, ya ’tali, I’til, dan ta ’alla, yata ’alla, ta ’alliyan, yang memiliki sinonim dengan kata aqsama, dan hilf.25 Menurut asSayyid Sabiq Alâ secara bahasa berarti menolak dengan bersumpah (al-Imtina bi Muhammad Mukhtar as-Salami, al-Qasam fi al-lughah wa fi al-Qur ’an, Ibid, h. 31-35 Ibrahim Anis dkk., Mu’jam al-Wasith, juz. II, Cet. Ke-2 (Mesir : Dâr al-Ihya al-Turâts al- “Arabi, 1973), h. 735. 23 Lihat QS. Al-waqiah : 27 24 Husain ibn Muhammad al-Raghib al-Isfahani, Mufradât fi Gharîb al-Qur ’an, juz. I, (Mesir : al-Maktabah al-Hadîtsah, 1970 ), h. 184. 25 Ibid, h. 35 21

22

27

al-yamin). Adapun menurut istilah adalah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya selama beberapa waktu.26 Materi dasar dari Aliyyah ini disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak dua kali. a. .

Dalam bentuk mudhari dari Alâ, (Al-Baqarah: 226)

‫ﺣِﻴﻢ‬‫ ﺭ‬‫ ﻏﹶﻔﹸﻮﺭ‬‫ﺮٍ ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﻓﹶﺎﺀُﻭﺍ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻬ‬‫ﺔِ ﺃﹶﺷ‬‫ﻌ‬‫ﺑ‬‫ ﺃﹶﺭ‬‫ﺺ‬‫ﺑ‬‫ﺮ‬‫ ﺗ‬‫ﺎﺋِﻬِﻢ‬‫ ﻧِﺴ‬‫ﻟﹸﻮﻥﹶ ﻣِﻦ‬‫ﺆ‬‫ ﻳ‬‫ﻟِﻠﱠﺬِﻳﻦ‬

Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalam bentuk mudhari dari I’tala (An-Nur: 22)

b.

‫ﺎﻛِﲔ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻰ ﻭ‬‫ﺑ‬‫ﻮﺍ ﺃﹸﻭﻟِﻲ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮ‬‫ﺗ‬‫ﺆ‬‫ﺔِ ﺃﹶﻥﹾ ﻳ‬‫ﻌ‬‫ﺍﻟﺴ‬‫ ﻭ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻞِ ﻣِﻨ‬‫ﻞِ ﺃﹸﻭﻟﹸﻮ ﺍﻟﹾﻔﹶﻀ‬‫ﺄﹾﺗ‬‫ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ِﻔﺮ‬‫ﻐ‬‫ﻮﻥﹶ ﺃﹶﻥﹾ ﻳ‬‫ﺤِﺒ‬‫ﻮﺍ ﺃﹶﻟﹶﺎ ﺗ‬‫ﻔﹶﺤ‬‫ﺼ‬‫ﻟﹾﻴ‬‫ﻔﹸﻮﺍ ﻭ‬‫ﻌ‬‫ﻟﹾﻴ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ ﻓِﻲ ﺳ‬‫ﺎﺟِﺮِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬ .

‫ﺣِﻴﻢ‬‫ ﺭ‬‫ ﻏﹶﻔﹸﻮﺭ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻭ‬

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema`afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Aliyyah dalam dua ayat di atas dimaksudkan untuk menekankan larangan bersumpah. Dalam ayat pertama, untuk menekankan larangan bagi suami yang bertekad tidak menggauli istrinya dan mendatangkan bahaya bagi istrinya tersebut (tidak 26

As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, ( Kairo : al-Fath al-i’lam al-‘Araby, 2004 ) h. 600

28

digauli dan tidak pula diceraikan) yang dimaksudkan oleh suaminya untuk menghukum atau menyiksa istrinya itu. Dalam ayat kedua, menekankan larangan bersumpah bagi orang-orang yang memiliki kelebihan anugerah bahwa mereka tidak akan memberikan bantuan kelebihan anugerah yang dimilikinya kepada kaum kerabat, atau orang-orang fakir, atau masing-masing dari keduanya. Setelah dilihat dari berbagai konteks al-Qur’an yang berhubungan dengan sumpah Allah, maka penulis berkesimpulan, walaupun kata qasam, hilf, aiman, dan aliyyah mempunyai arti yang sama yaitu sumpah, namun terdapat perbedaan dalam pemakaiannya. Kata qasam dalam al-Qur’an sering menunjukkan adanya makna kesungguhan dan keseriusan, dengan makna lain qasam berarti sumpah sejati. Kata hilf dalam al-Qur’an selalu dikaitkan dengan pelanggaran , kedustaan, dan orang-orang munafiq. Dengan makna lain hilf berarti sumpah palsu atau sumpah yang dilanggar. Kata aiman dalam al-Qur’an menunjukkan sumpah dalam pengertian yang umum yaitu mencakup makna qasam dan hilf. Sedangkan kata aliyyah dalam al-Qur’an digunakan untuk menolak dengan bersumpah.

C.

Unsur-unsur yang membentuk sumpah Allah dalam al-Qur’an Lahirnya

suatu

sumpah

dikarenakan

adanya

unsur-unsur

yang

mendukungnya. Sedikitnya ada tiga unsur yang harus dipenuhi untuk sampai menjadi sebuah sumpah, yaitu : muqsam bih, muqsam ‘alaih dan adât al-qasam.

29

C.1. Muqsam bih Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang muqsam bih, penulis jelaskan terlebih dahulu tentang muqsim. Muqsim atau qasim adalah yang bersumpah. Dalam al-Qur’an ditemukan bahwa yang bersumpah itu tidak hanya Allah, tetapi juga manusia baik mukmin atau kafir, juga setan. Adapun yang berkaitan dengan manusia sebagai yang bersumpah dijelaskan dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 62 yang artinya : “ kemudian mereka orang-orang munafik datang kepadamu sambil bersumpah : “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki penyelesaian yang baik dan perdamaian yang jujur”. Maksud dari ayat di atas adalah merupakan gambaran tentang sifat buruk yang lain dari orang munafik, yaitu ketika mereka ditimpa musibah. Ayat di atas menggunakan bentuk pertanyaan yang mengandung makna keheranan, yang mempertanyakan: jika demikian itu halnya orang-orang munafik, maka bagaimanakah haknya apabila mereka ditimpa sesuatu musibah sebagai hukuman atas keengganan mereka mengikuti tuntunan Allah, hukuman yang disebabkan dengan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu dalam keadaan tunduk dan mengemukakan dalih sambil bersumpah dengan sumpah palsu bahwa, “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki, dengan keinginan thaghut sebagai hakim, bahkan dalam segala tindakan dan perbuatan kami, selain penyelesaian yang berdampak kebaikan menyeluruh terhadap semua pihak , dan penyesuaian yang sempurna antara mereka yang berselisih sehingga tidak timbul pertikaian yang lebih parah. Kami bukannya bermaksud menolak keputusanmu, bukan juga enggan menerimnya, karena itu jangan kecam kami”.

30

Adapun kata tsumma yang diterjemahkan dengan kemudian, memberi isyarat betapa jauh jarak antara sikap mereka diajak menuju kepada tuntunan ilahi, yakni penolakan yang jelas dengan sikap mereka ketika ditimpa musibah dan kehadiran mereka kepada rasul menyampaikan dalih dan penyesalan. 27 Sedangkan yang berkaitan dengan syetan sebagai yang bersumpah hanya satu kali dijelakan dalam al-Qur’an dengan memakai qasama, yang artinya : “ Dan dia syetan bersumpah kepada keduanya; sesungguhnya saya adalah termasuk orang yng memberi nasihat kepada kamu berdua. (QS. al-A’raf : 21 ) . maksud dari ayat di atas adalah : bahwa iblis tidak hanya membisikkan atau meyeru tetapi ia juga bersumpah. sementara ulama memahami ayat ini bahwa terjadi sumpah dari masing-masing pihak. Iblis bersumpah tentang maksud baiknya, sedang Adam dan Hawa as. bersumpah untuk mengikutinya, atau bersumpah

bahwa

ia baru percaya bila iblis bersumpah. Pendapat ini

dianggapnya kurang benar karena jika demikian, itu berarti bahwa ada tekad dari Adam dan Hawa untuk melanggar, padahal Allah menyatakan bahwa pelanggaran itu karena mareka lupa atau lengah. “Dan sesungguhnya telah kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak kami dapati padanya kemuauan yang kuat”. (QS. Thaha : 115 ). Pendapat yang lebih tepat adalah yang memahami kata tersebut dengan arti berulang-ulang bersumpah . ini berarti bahwa iblis berupaya sekuat kemampuan untuk menjerumuskan Adam as.

27

M. Quraisy Shiab, Tafsir al-Misbah, vol. 2, h. 62

31

dan pasangannya, sekaligus mengisyaratkan bahwa sebenarnya hati keduanya tidak cenderung untuk melakukan maksiat28. Adapun yang berkaitan dengan Allah sebagai yang bersumpah, akan penulis kemukakan sebagian di bab empat. Adapun muqsam bih (penguat sumpah ) adalah sesuatu yang dengannya sumpah dilakukan. Misalnya, Allah bersumpah dengan Allah sendiri atau sebagian dengan makhluk-Nya. tentang sumpah Allah dengan makhluk Allah sendiri dapat diperhatikan pendapat yang mengatakan bahwa pada hakikatnya terdapat mudlaf yang tidak diungkapkan secara nyata dalam al-Qur’an seperti wa al-laily pada surat al-lail ayat satu dimana hakekatnya adalah wa Rabb al-lail (demi Tuhan dari malam). Dengan demikin berarti Allah tidak bersumpah dengan al-lail melainkan dengan Tuhan al-lail yang bermakna bahwa Allah bersumpah dengan Allah juga. Bukan dengan yang lain. Tentang mudhâf yang tidak diungkapkan, al-Suyuthi memberikan contoh dengan wat-tîn dan was- syams, dimana maksudnya adalah wa Rabb al-tîn dan wa Rabb al-syams29 yang bermakna demi Tuhan buah tin (QS. al-Tin :1) dan demi Tuhan matahari (QS. alSyams : I ) Allah dapat bersumpah dengan apa saja yang dikehendaki, sedangkan manusia dilarang bersumpah kecuali dengan dzat-nya atau sifat-Nya. Hal ini sesuai dengan hadits : “diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah saw. mendapati Umar Ibn Khaththab sedang berjalan di tempat rombongan berkendaraan dan sedang bersumpah dengan nama ayahnya. Kemudian Rasulullah 28

Quraish shihab. Tafsir al-Misbah,, Vol. 5, h. 49 Abd Rahman jalaluddin As-Syuyuthi, al-Ithqan fi ‘Ulum al-Qur ’an (Beirut: Dar alFikri, 1979 ) juz. II, h. 134 29

32

saw. bersabda : “Seungguhnya Allah melarang kamu bersumpah dengan nama ayah kamu. Siapa yang berumpah harus dengan nama Allah atau diam. (tidak bersumpah)”. (HR. al-Darimi)30 dalam hadits lain juga di jelaskan. 31

‫ﻣﻦ ﺧﻠﻒ ﺑﻐﲑ ﺍﷲ ﻓﻘﺪ ﻛﻔﺮ ﺃﻭ ﺃﺷﺮﻙ‬

Artinya : Barang siapa bersumpah dengan selain (nama) Allah, maka ia telah kafir atau mempersekutukan Allah.

Tentang manusia yang melanggar

sumpahnya harus membayar kifarat

sumpah adalah sebagaimana hadits : “ diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw. bersabda : “siapa yang bersumpah kemudian mengetahui yang lebih baik daripadanya, maka dia harus membayar kifarat sumpahnya dan berbuat yang lebih baik’ (HR. Malik).32 Keberadaan demikian menyebabkan muqsam bih dalam al-Qur’an yang lahir dari sumpah sangat beragam, tetapi yang lahir dari sumpah manusia tidak demikian adanya. Berbagai muqsam bih pertanyaan

yang lahir dari sumpah

Allah, melahirkan

tentang kenapa Allah bersumpah dengan sebagian kecil dari

makhluknya padahal Allah adalah maha Kuasa. Dengan demikian, apakah tidak mengurangi kemuliaan Allah ? berkaitan dengan ini ada dua macam jawaban yang mungkin dikemukakan, yaitu :

30

Abdullah Ibn Abd al-Rahman al-Darimi al-Samarqandi, Sunan al-Darimi, (Kairo : Dar al-Hayyan li al-Turats, 1987 ) Jilid II, h. 242. menurut A.J. Wensink telah ditemukan lima buah hadits Nabi dengan lafal yang berbeda tentang larangan bersumpah dengan selain Allah . lihat dalam kitabnya Mu’jam Mufahras li al-Fath al-Hadits al-Nabawi, (leiden : Maktabah Brill, 1936), Juz. I, h. 498-499 31 Hadits Tirmidzi yang dinilainya hasan dan dinilai shaheh oleh Hakim 32 Malik bin Anas, al-Muwaththa ’ (t,tp, kitab al-Syaib, 1951 ), h. 498-499

33

1.

Menurut kenyataan sejarah dijelaskan

bahwa

orang-orang Arab

mengagungkan makhluk-makhluk tertentu yang terdapat di alam ini dan mereka biasa bersumpah dengan makhluk-makhluk tersebut sebelum alQur’an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad . dalam keterangan lain disebutkan bahwa sumpah telah dilakukan orang pada zaman dahulu. AlQur’an yang diturunkan ternyata mengikuti apa yang mereka lakukan itu. Dijelaskan bahwa al-Qur’an itu diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad supaya dia menceritakan kepada orang-orang jahiliyyah, anak dan cucu mereka. 2.

Seseorang yang melakukan sumpah dengan sesuatu yang dimuliakan karena lebih tinggi dari padanya. Keterangan lain menyebutkan bahwa muqsam bih seharusnya dengan sesuatu yang dimuliakan pada dzat Allah atau karena ada manfaat atau agar hal itu diperhatikan33. Adapun muqsam bih dalam al-Qur’an , sebagaimana dijelaskan di atas

terdiri dari dua bagian, yaitu muqsam bih dengan

)

pada tujuh tempat

nama Allah

(yang terdapat

dan dzat Allah.34 Adapun muqsam bih dengan nama Allah

adalah : 1.

Ayat 53 surah Yunus .

‫ﺠِﺰِﻳﻦ‬‫ﻌ‬‫ ﺑِﻤ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﺃﹶﻧ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻖ‬‫ ﻟﹶﺤ‬‫ﻪ‬‫ﻲ ﺇِﻧ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ ﻗﹸﻞﹾ ﺇِﻱ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ ﻫ‬‫ﻖ‬‫ ﺃﹶﺣ‬‫ﻚ‬‫ﺒِﺌﹸﻮﻧ‬‫ﻨ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬

Dan mereka menanyakan kepadamu: "Benarkah (azab yang dijanjikan) itu?" Katakanlah: "Ya, demi Tuhan-ku, sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (daripadanya)".

Muhmmad Bakr Ismail, Dirâsat Fi ‘Ulūm al-Qur ’an, (Kairo : Dâr al-Manâr li alThiba’ah wa an-Nasyir wa al-Tauzi, 1991 ), h. 364 34 Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani, Zubdah al-Itqan fi Ulūm al-Qur ’ân. Alih bahasa Drs. Rasihan Anwar, (Bandung : Pustaka Setia, 1999), h. 355 33

34

2.

Ayat 7 surah at-taghabun

‫ﺎ‬‫ﻥﱠ ﺑِﻤ‬‫ﺆ‬‫ﺒ‬‫ﻨ‬‫ ﻟﹶﺘ‬‫ ﺛﹸﻢ‬‫ﺜﹸﻦ‬‫ﻌ‬‫ﺒ‬‫ﻲ ﻟﹶﺘ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ﻠﹶﻰ ﻭ‬‫ﺜﹸﻮﺍ ﻗﹸﻞﹾ ﺑ‬‫ﻌ‬‫ﺒ‬‫ ﻳ‬‫ﻭﺍ ﺃﹶﻥﹾ ﻟﹶﻦ‬‫ ﻛﹶ ﹶﻔﺮ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻢ‬‫ﻋ‬‫ﺯ‬ .

‫ﺴِﲑ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻳ‬‫ ﻋ‬‫ﺫﹶﻟِﻚ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻤِﻠﹾﺘ‬‫ﻋ‬

Orang-orang yang kafir mengatakan, bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: "Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. 3. Ayat 3 surah Saba’

‫ﺐِ ﻟﹶﺎ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻟِﻢِ ﺍﻟﹾﻐ‬‫ ﻋ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻨ‬‫ﺄﹾﺗِﻴ‬‫ﻲ ﻟﹶﺘ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ﻠﹶﻰ ﻭ‬‫ﺔﹸ ﻗﹸﻞﹾ ﺑ‬‫ﺎﻋ‬‫ﺎ ﺍﻟﺴ‬‫ﺄﹾﺗِﻴﻨ‬‫ﻭﺍ ﻟﹶﺎ ﺗ‬‫ ﻛﹶ ﹶﻔﺮ‬‫ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻭ‬ ‫ﻟﹶﺎ‬‫ ﻭ‬‫ ﺫﹶﻟِﻚ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺮ‬‫ﻐ‬‫ﻟﹶﺎ ﺃﹶﺻ‬‫ﺽِ ﻭ‬‫ﻟﹶﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‬‫ﺍﺕِ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ﺓٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴ‬‫ ﻣِﺜﹾﻘﹶﺎﻝﹸ ﺫﹶﺭ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﺏ‬‫ﺰ‬‫ﻌ‬‫ﻳ‬ . ٍ‫ﺒِﲔ‬‫ﺎﺏٍ ﻣ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﻓِﻲ ﻛِﺘ‬‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻛﹾﺒ‬ Dan orang-orang yang kafir berkata: "Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami". Katakanlah: "Pasti datang, demi Tuhanku Yang mengetahui yang ghaib, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada tersembunyi daripada-Nya seberat zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)",

4.

Ayat 68 surah Maryam

‫ﺎ‬‫ ﺟِﺜِﻴ‬‫ﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻬ‬‫ﻝﹶ ﺟ‬‫ﻮ‬‫ ﺣ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻧ‬‫ﻀﺮ‬ ِ ‫ﺤ‬‫ ﻟﹶﻨ‬‫ ﺛﹸﻢ‬‫ﺎﻃِﲔ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻧ‬‫ﺮ‬‫ﺸ‬‫ﺤ‬‫ ﻟﹶﻨ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ﻓﹶﻮ‬. Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka bersama syaitan, kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahannam dengan berlutut. 5.

Ayat 92 surah al-Hijr .

‫ﻌِﲔ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﺟ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺄﹶﻟﹶﻨ‬‫ﺴ‬‫ ﻟﹶﻨ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ﻓﹶﻮ‬

Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua,

35

6.

Ayat 65 surah an-Nisa’

‫ﻭﺍ‬‫ﺠِﺪ‬‫ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ ﺛﹸﻢ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ﺠﺮ‬  ‫ﺎ ﺷ‬‫ ﻓِﻴﻤ‬‫ﻮﻙ‬‫ﻜﱢﻤ‬‫ﺤ‬‫ﻰ ﻳ‬‫ﺘ‬‫ﻮﻥﹶ ﺣ‬‫ﻣِﻨ‬‫ﺆ‬‫ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ﻓﹶﻠﹶﺎ ﻭ‬ .

‫ﺎ‬‫ﻠِﻴﻤ‬‫ﺴ‬‫ﻮﺍ ﺗ‬‫ﻠﱢﻤ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﺖ‬‫ﻴ‬‫ﺎ ﻗﹶﻀ‬‫ﺎ ﻣِﻤ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ ﺣ‬‫ﻔﹸﺴِﻬِﻢ‬‫ﻓِﻲ ﺃﹶﻧ‬

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.

7.

Ayat 40 surah al-Ma’arij

‫ﻭﻥﹶ‬‫ﺎ ﻟﹶﻘﹶﺎﺩِﺭ‬‫ﺎﺭِﺏِ ﺇِﻧ‬‫ﻐ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺎﺭِﻕِ ﻭ‬‫ﺸ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺏ‬‫ ﺑِﺮ‬‫ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺃﹸﻗﹾﺴِﻢ‬. Maka Aku bersumpah dengan Tuhan Yang Mengatur tempat terbit dan terbenamnya matahari, bulan dan bintang; sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa.

٣٥

Muqsam bih selain nama Allah yaitu 1.

:

Muqsam bih dengan menggunakan kehidupan nabi Muhammad, terdapat hanya terdapat pada ayat 72 surat al-Hijr. .

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻬ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﺗِﻬِﻢ‬‫ﻜﹾﺮ‬‫ ﻟﹶﻔِﻲ ﺳ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ ﺇِﻧ‬‫ﻙ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﻟﹶﻌ‬

(Allah berfirman): "Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)". 2.

Muqsam bih dengan menggunakan hari kiamat. Terdapat dua kali salah satunya dapat dijumpai dalam ayat 1- surat Qiyamah .

ِ‫ﺔ‬‫ﺎﻣ‬‫ﻡِ ﺍﻟﹾﻘِﻴ‬‫ﻮ‬‫ ﺑِﻴ‬‫ﻟﹶﺎ ﺃﹸﻗﹾﺴِﻢ‬

Aku bersumpah dengan hari kiamat,

35

Muhammad Mukhtar as-Salami, al-Qasam fi al-lughah wa fi al-Qur ’an, h. 104

36

3.

Muqsam bih dengan menggunakan al-Qur’an. Terdapat tiga kali, dan yang menggunakan lafadz al-Qur’an juga tiga kali. Contohnya dapat dijumpai dalam ayat 1-3 surat Yasin .

‫ﻠِﲔ‬‫ﺳ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻟﹶﻤِﻦ‬‫ﻚ‬‫ ﺇِﻧ‬.ِ‫ﻜِﻴﻢ‬‫ﺀَﺍﻥِ ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹸﺮ‬‫ ﻭ‬.‫ﻳﺲ‬

Yaa Siin. Demi Al Qur'an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul, 4.

Muqsam bih dengan menggunakan benda-benda angkasa (al-Uluwiyyât). Yaitu : langit 6 kali, matahari sekali, bulan sekali, bintang 2 kali, syafaq sekali, bumi 2 kali, laut sekali. Contoh tersebut salah satunya

dapat

dijumpai dalam ayat 1-2 surat an-Najm dan ayat 1-2 , surat asy-Syam .

‫ﻯ‬‫ﺎ ﻏﹶﻮ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺎﺣِﺒ‬‫ﻞﱠ ﺻ‬‫ﺎ ﺿ‬‫ ﻣ‬.‫ﻯ‬‫ﻮ‬‫ﻢِ ﺇِﺫﹶﺍ ﻫ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﻭ‬

Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, .

‫ﺎ‬‫ﻠﹶﺎﻫ‬‫ﺮِ ﺇِﺫﹶﺍ ﺗ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹶﻤ‬‫ ﻭ‬.‫ﺎ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺿﺤ‬  ‫ﺲِ ﻭ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ﻭ‬

Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, 5.

Muqsam bih yang menggunakan benda-benda bumi (as-Sufliyat) Contohnya terdapat pada ayat 1-4 surat at-Tin

‫ﺎﻥﹶ ﻓِﻲ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﺍﻟﹾﺈِﻧ‬‫ﻠﹶﻘﹾﻨ‬‫ ﺧ‬‫ ﻟﹶﻘﹶﺪ‬.ِ‫ﻠﹶﺪِ ﺍﻟﹾﺄﹶﻣِﲔ‬‫ﺬﹶﺍ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬.‫ﻃﹸﻮﺭِ ﺳِﻴﻨِﲔ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﻮﻥ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻟﺰ‬‫ﲔِ ﻭ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ﻭ‬ .

ٍ‫ﻘﹾﻮِﱘ‬‫ﻦِ ﺗ‬‫ﺴ‬‫ﺃﹶﺣ‬

Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

37

6.

Muqsam bih dengan menggunakan waktu (Malam 8 kali, Siang 2 kali, Fajr sekali, Subuh dua kali, Dhuha 2 kali, Ashr sekali. contohnya terdapat ayat 1-2 surat al-Ashr .

ٍ‫ﺮ‬‫ﺴ‬‫ﺎﻥﹶ ﻟﹶﻔِﻲ ﺧ‬‫ﺴ‬‫ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﹾﺈِﻧ‬.ِ‫ﺼﺮ‬  ‫ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻭ‬

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, 7.

Muqsam bih dengan menggunakan tempat-tempat yang dimuliakan Allah, yaitu : at-Thur 2 kali, dan Baitil Ma’mur sekali. contoh dapat dijumpai dalam QS. at-Thur : 1

: ِ‫ﺍﻟﻄﱡﻮﺭ‬‫ﻭ‬

Demi bukit 8. 9.

Muqsam bih dengan jiwa / nafs hanya sekali. Contohnya dapat dilihat dalam QS. Muqsam bih dengan Qalam/kalam hanya terdapat sekali dalam QS. alQalam : .

.‫ﻭﻥﹶ‬‫ﻄﹸﺮ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻣ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹶﻠﹶﻢِ ﻭ‬‫ﻥ ﻭ‬

Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis C.2. Muqsam ‘alaih Muqsam ‘alaih disebut juga jawab al-qasam. Dalam keterangan lain dijelaskan

bahwa tujuan qasam adalah untuk mewujudkan dan menguatkan

muqsam ‘alaih, yaitu pernyataan yang karenanya sumpah diucapkan, karena itu muqsam ‘alaih haruslah berupa hal-hal yang layak didatangkan sumpah baginya, seperti hal-hal yang ghaib dan yang tersembunyi, jika sumpah itu dimaksudkan untuk menetapkan keberadaannya. Atau masalah- masalah yang ghaib dan yang tersembunyi

diperkuat

dengan

sumpah

untuk

menetapkannya

atau

memositifkannya, atau untuk lebih menjelaskan ke-Maha Kuasa-an Allah dan keterbatasan jangkauan rasio manusia yang diberikan Allah.

38

Dalam keterangan lain disebutkan bahwa muqsam ‘alaih adalah sesuatu yang dimaksudkan untuk menguatkannya, mengagungkannya, atau untuk menjadi perhatian terhadap hal yang terdapat padanya pengajaran-pengajaran dan pandangan-pandangan, maanfaat dan kemudaratan. Dapat dipahami bahwa sesuatu yang terkenal dan mudah dimengerti pada umumnya tidak dijadikan muqsam ‘alaih melainkan dijadikan muqsam bih. Hal ini bukan berarti

bahwa seluruh muqsam bih adalah sesuatu yang mudah

dipahami melainkan di antaranya ada yang ghaib seperti tentang hari kiamat. Untuk mengetahui muqsam ‘alaih dapat diperhatikan dari empat macam huruf yang mengawalinya, yaitu : inna, ma, lam, dan ta ’. Dua huruf di antaranya mempositifkan sesuatu yaitu : inna dan lam, dan dua huruf lainnya menafikan sesuatu, yaitu ma dan la. Kemudian timbul pertanyaan tentang huruf in yang mengawali muqsam a ‘laih, seperti pada surat al-Thariq : 4. dalam hal ini Ibn Khuwalaih mengatakan bahwa in dalam muqsam ‘alaih itu maksudnya ma seperti firman Allah in anta illa nadzir maksudnya adalah ma anta illâ nadzîr. ? Secara umum dapat dikatakan bahwa muqsam ‘alaih kadang-kadang disebutkan, dan inilah yang biasa, tetapi kadang-kadang juga tidak disebutkan. Atau kadang juga muqsam ‘alaih didahulukan dari muqsam bih, seperti huruf shad pada surat Shad di mana maksudnya adalah al-shadiq, yaitu bahwa Allah atau Muhammad itu benar (Shid). Begitu juga pada kalimat sesudahnya pada ayat yang sama (ayat pertama), yaitu tentang al-Qur’an adalah muqsam bih. Contoh muqsam ‘alaih yang dihilangkan adalah terdapat dalam QS. al-Fajr : 1-6. yang maksudnya adalah waktu –waktu yang baik untuk diisi dengan amal-

39

amal shaleh, sehingga sangat tepat Allah bersumpah dengannya (muqsam bih). Maksud dari ayat itu adalah bahwa orang-orang kafir Makkah akan disiksa. Namun demikian ada yang mengatakan bahwa jawab qasam dalam surat ini ayat 14 : “Inna Rabbika la bil mirshâd”. (sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi) tetspi pendapat lain mengatakan bahwa yang benar dan yang sesuai adalah tidak perlunya jawab qasam dalam surat al-Fajr : 1-6 C.3. Fi’il al-qasam dan Adawat al-Aqsam Lafal-lafal sumpah dalam al-Qur’an terdiri atas dua bentuk, yaitu : fiil dan huruf. Fiil yang dipakai al-Qur’an untuk menunjukkan sumpah Allah seluruhnya berbentuk fiil mudhari’ uqsimu serta selalu didahului oleh huruf la dan diikuti oleh huruf ba ’. Bentuk ini ditemukan sebanyak delapan kali dalam tujuh surat, yaitu : surat al-Ma’arij/70 : 40, al-Waqi’ah / 56 : 75, al-Haqqah / 69 : 38, atTakwir / 81 : 15, al-Insyiqaq / 84 : 16, al-Balad / 90 : 1, dan al-Qiyamah / 75 : 1-2. Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan kedudukan huruf la tersebut. Pendapat pertama mengatakan bahwa huruf tersebut adalah huruf nafiah. Namun

mereka

tidak

sepakat

dalam

menggunakannya.

Ada

yang

menggunakannya untuk menafikan kalimat yang dihilangkan sebelum sumpah dan ada yang menggunakannya untuk menafikan sumpah. Sedangkan pendapat yang kedua mengatakan bahwa huruf tersebut adalah huruf zaidah yang berfungsi untuk menambah tingkat penegasan.36

M. Quraish shihab, Tafsir al-Qur ’ân al-Karîm ; Tafsir atas surat-surat berdasarkan urutan turunnya wahyu, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1999), h. 785 36

40

pendek

Adapun huruf-huruf qasam yang dipakai dalam al-Qur’an adalah : ba ’ (‫) ﺏ‬, waw (‫ ) ﻭ‬dan ta ’ (

‫) ﺕ‬. Ketiga macam huruf sumpah tersebut biasa diterjemahkan

dengan “demi”37. Huruf ba ’ tidak terdapat dalam al-Qur’an kecuali selalu didahului oleh fi’il qasamnya. Namun az-Zarkasyi menyebutkan bahwa di dalam al-Qur’an terdapat huruf ba’ yang berdiri sendiri sebagai huruf qasam tanpa didahului oleh kata kerjanya. Namun pendapat tersebut ditolak oleh Syuyuthi. Misalnya huruf ba ’ pada kata billah dalam surat Luqman /31 : 13. mereka mengartikan dengan : “Wahai anakku, janganlah kamu berbuat syirik, demi Allah sesungguhnya syirik itu benar-benar suatu kedhaliman yang besar.” Huruf ta ’ hanya khusus dipakai bersama nama Allah. Huruf ta ’ yang disambung dengan nama Allah ditemukan sebanyak 9 kali dalam al-Qur’an.38 Namun yang menunjukkan sumpah hanya ditemukan pada dua ayat, yakni dalam surat an-nahl / 16 : 56 dan 63 berikut ini : Huruf waw adalah huruf yang paling banyak ditemukan dalam penggunaannya sebagai sumpah Allah dalam al-Qur’an. Huruf tersebut pada umumnya digunakan untuk sesuatu yang nyata atau bersifat inderawi (asma ’ zhahirah ). Sealain huruf –huruf tersebut, ada pula huruf lain yang berfungsi seperti huruf qasam. Misalnya dalam surat al-Hijr / 15 : 72 : “ Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka (kaum Luth ) benarbenar terambang ambing dalam kemabukan (kesesatan )”

37 38

Quraish shihab, Tafsir al-Amânah, (Jakarta : Pustaka Kartini, 1992 ), Cet. Ke-1, h. 190 Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras li alfâzh al-Qur ’ân al-Karîm, h. 87-89

41

Dalam surat di atas, Allah bersumpah dengan kehidupan nabi Muhammad saw. Menurut Ibnu ‘Abbas, kata la amruka bermakna wa hayatika wa ‘amrika wa baqâ ’ika fi ad-dunya (demi kehidupan, demi umurmu, dan demi kekekalan ajaranmu di dunia.39 D.

Macam –macam sumpah dalam al-Qur’an D.1. Sumpah yang dipakai oleh Allah Adapun ayat-ayat yang menunjukkan didalamnya terdapat sumpah yang

dipakai oleh Allah adalah :

‫ﻭﺍ‬‫ﺠِﺪ‬‫ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ ﺛﹸﻢ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ﺠﺮ‬  ‫ﺎ ﺷ‬‫ﻙ ﻓِﻴﻤ‬ ‫ﻮ‬‫ﻜﱢﻤ‬‫ﺤ‬‫ﻰ ﻳ‬‫ﺘ‬‫ﻮﻥﹶ ﺣ‬‫ﻣِﻨ‬‫ﺆ‬‫ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﻭ‬.١ . ‫ﺎ‬‫ﻠِﻴﻤ‬‫ﺴ‬‫ﻮﺍ ﺗ‬‫ﻠﱢﻤ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﺖ‬‫ﻴ‬‫ﺎ ﻗﹶﻀ‬‫ﺎ ﻣِﻤ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ ﺣ‬‫ﻔﹸﺴِﻬِﻢ‬‫ﻓِﻲ ﺃﹶﻧ‬ Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. an-Nisa’ : 65 ) tergolong surat Madaniyyah. .

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻬ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﺗِﻬِﻢ‬‫ﻜﹾﺮ‬‫ ﻟﹶﻔِﻲ ﺳ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ ﺇِﻧ‬‫ﻙ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ ﻟﹶﻌ‬.٢

(Allah berfirman): "Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)". (QS. al- Hijr : 72 ) tergolong surat Makkiyah

Sementara ulama memahami kata tersebut sebagai sumpah menyangkut kehadiran Muhammad saw. di pentas bumi ini. Kata umurmu, terambil dari kata (

‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﻋ‬

‫ﻙ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫( ﻟﹶﻌ‬la’umraka ) demi

) ‘amr atau umur yaitu usia. Jika kata ini

digunakan dalam konteks sumpah –seperti ayat di atas- maka ia diucapkan dengan 39

al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur ’an al-Azhim, jilid 4. h. 550

42

fathah yakni ‘amr seperti pada ayat ini, dan jika tidak dalam konteks sumpah , maka ia diucapkan dengan dlammah yakni ‘umr. Kata tersebut mengandung makna memakmurkan yang merupakan lawan dari membinasakan. Umur adalah masa yang dilalui jasmani dalam rangka memakmurkan hidup. Karena itu ia berbeda dengan keberadaan pada masa tertentu, sebab tidak selalu keberadaan sesuatu menghasilkan kemakmuran hidup. Kata yang digunakan ayat ini mengandung makna sumpah, dan karena itu sumpah biasanya menggunaka kata yang menunjukkan keagungan. Maka kata tersebut

bagaikan menyatakan demi keagungan

yang dianugerahkan

Allah

kepadamu, wahai Nabi Muhammad. Dan tidak seorangpun yang disebut umurnya sebagai sumpah oleh Allah swt. kecuali nabi Muhammad saw. hal ini mengisyaratkan betapa tinggi

kedudukan

beliau di sisi Allah, sekaligus

menunjukkan bahwa masa yang dilalui beliau benar-benar beliau isi dengan aktivitas yang memakmurkan

jiwa, baik jiwa beliau sendiri maupun jiwa

manusia.40 .

‫ﻌِﲔ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﺟ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺄﹶﻟﹶﻨ‬‫ﺴ‬‫ ﻟﹶﻨ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ ﻓﹶﻮ‬.٣

Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, (QS. alHijr: 92) tergolong surat makkiyah

‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﻛﹸﻨ‬‫ﻤ‬‫ ﻋ‬‫ﺄﹶﻟﹸﻦ‬‫ﺴ‬‫ﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻟﹶﺘ‬‫ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺯﻗﹾﻨ‬ ‫ﺎ ﺭ‬‫ﺎ ﻣِﻤ‬‫ﺼِﻴﺒ‬‫ﻮﻥﹶ ﻧ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ﻠﹸﻮﻥﹶ ﻟِﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺠ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬.٤ .

40

Quraish shihab, Tafir al-Misbah Vol. 7, h. 154

43

‫ﻭﻥﹶ‬‫ﺮ‬‫ ﹾﻔﺘ‬‫ﺗ‬

Dan mereka sediakan untuk berhala-berhala yang mereka tiada mengetahui (kekuasaannya), satu bahagian dari rezki yang telah Kami berikan kepada mereka. Demi Allah, sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu adaadakan. (QS. an-Nahl : 56 )

‫ﻮ‬‫ ﻓﹶﻬ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻟﹶﻬ‬‫ﻤ‬‫ﻄﹶﺎﻥﹸ ﺃﹶﻋ‬‫ﻴ‬‫ ﺍﻟﺸ‬‫ﻢ‬‫ ﻟﹶﻬ‬‫ﻦ‬‫ﺰﻳ‬ ‫ ﻓﹶ‬‫ﻠِﻚ‬‫ ﻗﹶﺒ‬‫ﻢٍ ﻣِﻦ‬‫ﺎ ﺇِﻟﹶﻰ ﺃﹸﻣ‬‫ﻠﹾﻨ‬‫ﺳ‬‫ ﺃﹶﺭ‬‫ﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻟﹶﻘﹶﺪ‬‫ ﺗ‬.٥ .

‫ ﺃﹶﻟِﻴﻢ‬‫ﺬﹶﺍﺏ‬‫ ﻋ‬‫ﻢ‬‫ﻟﹶﻬ‬‫ ﻭ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ ﺍﻟﹾﻴ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻟِﻴ‬‫ﻭ‬

Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih. (QS. Nahl : 63 ) Ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya yang menceritakan tentang sikap dan ucapan kaum musyrikin yang menyakitkan hati nabi Muhammad saw. maka dalam ayat ini Allah kembali menenangkan dan menghibur Muhammad dengan bersumpah menggunkana huruf ta ’ yang dirangkaikan dengan nama Allah untuk lebih meyakinkan kaum musyrikin tentang keanehan sikap dan ucapan mereka serta keniscayaan ancaman Allah.41

.

‫ﺎ‬‫ ﺟِﺜِﻴ‬‫ﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻬ‬‫ﻝﹶ ﺟ‬‫ﻮ‬‫ ﺣ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻧ‬‫ﻀﺮ‬ ِ ‫ﺤ‬‫ ﻟﹶﻨ‬‫ ﺛﹸﻢ‬‫ﺎﻃِﲔ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻧ‬‫ﺮ‬‫ﺸ‬‫ﺤ‬‫ ﻟﹶﻨ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ ﻓﹶﻮ‬.٦

Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka bersama syaitan, kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahannam dengan berlutut. (QS. Maryam : 68 ) .

ٍ‫ﻘِﻴﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻁٍ ﻣ‬‫ﻠﹶﻰ ﺻِﺮ‬‫ ﻋ‬.‫ﻠِﲔ‬‫ﺳ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻟﹶﻤِﻦ‬‫ﻚ‬‫ ﺇِﻧ‬.ِ‫ﻜِﻴﻢ‬‫ﺀَﺍﻥِ ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹸﺮ‬‫ ﻭ‬.‫ ﻳﺲ‬.۷

Yaa Siin. Demi Al Qur’an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul, (yang berada) di atas jalan yang lurus, (QS. Yasin : 1-4 )

41

Quraish shihab, Tafsir al-Misbah , vol. 7, h. 271

44

‫ﻜﹸﻢ‬‫ ﺇِﻥﱠ ﺇِﻟﹶﻬ‬.‫ﺍ‬‫ﺎﺕِ ﺫِﻛﹾﺮ‬‫ﺎﻟِﻴ‬‫ ﻓﹶﺎﻟﺘ‬.‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ﺟ‬‫ﺍﺕِ ﺯ‬‫ﺍﺟِﺮ‬‫ ﻓﹶﺎﻟﺰ‬.‫ﺎ‬‫ﻔ‬‫ﺎﻓﱠﺎﺕِ ﺻ‬‫ﺍﻟﺼ‬‫ ﻭ‬.٨ .

‫ﺍﺣِﺪ‬‫ﻟﹶﻮ‬

Demi (rombongan) yang bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya, dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan ma`siat), dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran, Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa. (QS. Shaffat : 1-4 ) .

ٍ‫ﺷِﻘﹶﺎﻕ‬‫ﺓٍ ﻭ‬‫ﻭﺍ ﻓِﻲ ﻋِﺰ‬‫ ﻛﹶ ﹶﻔﺮ‬‫ﻞِ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ ﺑ‬.ِ‫ﺀَﺍﻥِ ﺫِﻱ ﺍﻟﺬﱢﻛﹾﺮ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹸﺮ‬‫ ﺹ ﻭ‬.٩

Shaad, demi Al Qur’an yang mempunyai keagungan. Sebenarnya orangorang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. (QS. Shad : 1-2 ) .

‫ﻘِﻠﹸﻮﻥﹶ‬‫ﻌ‬‫ ﺗ‬‫ﻠﱠﻜﹸﻢ‬‫ﺎ ﻟﹶﻌ‬‫ﺑِﻴ‬‫ﺮ‬‫ﺎ ﻋ‬‫ﺀَﺍﻧ‬‫ ﻗﹸﺮ‬‫ﺎﻩ‬‫ﻠﹾﻨ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺟ‬‫ ﺇِﻧ‬.ِ‫ﺒِﲔ‬‫ﺎﺏِ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺍﻟﹾﻜِﺘ‬‫ ﻭ‬.‫ ﺣﻢ‬.١٠

Haa Miim. Demi Kitab (Al Qur’an) yang menerangkan. Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami (nya). (QS. Zuhruf : 1-3 ) .

‫ﺬِﺭِﻳﻦ‬‫ﻨ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ﺎ ﻛﹸﻨ‬‫ﻛﹶﺔٍ ﺇِﻧ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺒ‬‫ﻠﹶﺔٍ ﻣ‬‫ ﻓِﻲ ﻟﹶﻴ‬‫ﺎﻩ‬‫ﺰﻟﹾﻨ‬ ‫ﺎ ﺃﹶﻧ‬‫ ﺇِﻧ‬.ِ‫ﺒِﲔ‬‫ﺎﺏِ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺍﻟﹾﻜِﺘ‬‫ ﻭ‬.‫ ﺣﻢ‬.١١

Haa Miim. Demi Kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (QS. ad-Dukhan : 1-3 )

‫ ﻓﹶﻘﹶﺎﻝﹶ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ ﻣِﻨ‬‫ﺬِﺭ‬‫ﻨ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﺎﺀَﻫ‬‫ﻮﺍ ﺃﹶﻥﹾ ﺟ‬‫ﺠِﺒ‬‫ﻞﹾ ﻋ‬‫ ﺑ‬.ِ‫ﺠِﻴﺪ‬‫ﺀَﺍﻥِ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹸﺮ‬‫ ﻕ ﻭ‬.۱۲ . ‫ﺠِﻴﺐ‬‫ﺀٌ ﻋ‬‫ﻲ‬‫ﺬﹶﺍ ﺷ‬‫ﻭﻥﹶ ﻫ‬‫ﺍﻟﹾﻜﹶﺎﻓِﺮ‬ Qaaf. Demi Al Qur’an yang sangat mulia. (Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir: “Ini adalah suatu yang amat ajaib”.(QS. Qaf :1-2 )

45

ِ‫ﺎﺕ‬‫ﻤ‬‫ﻘﹶﺴ‬‫ ﻓﹶﺎﻟﹾﻤ‬.‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ﺴ‬‫ﺎﺕِ ﻳ‬‫ﺎﺭِﻳ‬‫ ﻓﹶﺎﻟﹾﺠ‬.‫ﺍ‬‫ﺎﻣِﻠﹶﺎﺕِ ﻭِﻗﹾﺮ‬‫ ﻓﹶﺎﻟﹾﺤ‬.‫ﺍ‬‫ﻭ‬‫ﺎﺕِ ﺫﹶﺭ‬‫ﺍﻟﺬﱠﺍﺭِﻳ‬‫ ﻭ‬.۱۲ ‫ﻜﹸﻢ‬‫ ﺇِﻧ‬.ِ‫ﻚ‬‫ﺒ‬‫ﺎﺀِ ﺫﹶﺍﺕِ ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﺴ‬‫ ﻭ‬.‫ﺍﻗِﻊ‬‫ ﻟﹶﻮ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﺪ‬‫ ﻭ‬.‫ﺎﺩِﻕ‬‫ﻭﻥﹶ ﻟﹶﺼ‬‫ﺪ‬‫ﻮﻋ‬‫ﺎ ﺗ‬‫ﻤ‬‫ ﺇِﻧ‬.‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ﺃﹶﻣ‬ .

ٍ‫ﻠِﻒ‬‫ﺘ‬‫ﺨ‬‫ﻝٍ ﻣ‬‫ﻟﹶﻔِﻲ ﻗﹶﻮ‬

Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan sekuat-kuatnya, dan awan yang mengandung hujan, dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah, dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan, sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar, dan sesungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi. Demi langit yang mempunyai jalan-jalan, sesungguhnya kamu benarbenar dalam keadaan berbeda-beda pendapat, (QS. ad-Dariyat : 1-8 )

.ِ‫ﻮﺭ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺖِ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﺒ‬‫ ﻭ‬.ٍ‫ﻮﺭ‬‫ﺸ‬‫ﻨ‬‫ ﻣ‬‫ﻕ‬‫ ﻓِﻲ ﺭ‬.ٍ‫ﻄﹸﻮﺭ‬‫ﺴ‬‫ﺎﺏٍ ﻣ‬‫ﻛِﺘ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﺍﻟﻄﱡﻮﺭ‬‫ ﻭ‬.۱٤ . ٍ‫ﺍﻓِﻊ‬‫ ﺩ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺎ ﻟﹶﻪ‬‫ ﻣ‬.‫ﺍﻗِﻊ‬‫ ﻟﹶﻮ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﺬﹶﺍﺏ‬‫ ﺇِﻥﱠ ﻋ‬.ِ‫ﻮﺭ‬‫ﺠ‬‫ﺴ‬‫ﺮِ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻟﹾﺒ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﻓﹸﻮﻉ‬‫ﺮ‬‫ﻘﹾﻒِ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺍﻟﺴ‬‫ﻭ‬ Demi bukit, dan Kitab yang ditulis, pada lembaran yang terbuka, dan demi Baitul Ma`mur, dan atap yang ditinggikan (langit), dan laut yang di dalam tanahnya ada api, sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorangpun yang dapat menolaknya, (QS. at-Thur : 1-8 )

ِ‫ﻦ‬‫ ﻋ‬‫ﻄِﻖ‬‫ﻨ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬.‫ﻯ‬‫ﺎ ﻏﹶﻮ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺎﺣِﺒ‬‫ﻞﱠ ﺻ‬‫ﺎ ﺿ‬‫ ﻣ‬.‫ﻯ‬‫ﻮ‬‫ﻢِ ﺇِﺫﹶﺍ ﻫ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ ﻭ‬.١٥ . ‫ﻯ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻬ‬ Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.(QS. an-Najm : 1-3 )

‫ﺀَﺍﻥﹲ‬‫ ﻟﹶﻘﹸﺮ‬‫ﻪ‬‫ ﺇِﻧ‬.‫ﻈِﻴﻢ‬‫ﻮﻥﹶ ﻋ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﺗ‬‫ ﻟﹶﻮ‬‫ﻢ‬‫ ﻟﹶﻘﹶﺴ‬‫ﻪ‬‫ﺇِﻧ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﻮﻡ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻗِﻊِ ﺍﻟﻨ‬‫ﻮ‬‫ ﺑِﻤ‬‫ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺃﹸﻗﹾﺴِﻢ‬.١٦ .

ٍ‫ﻮﻥ‬‫ﻜﹾﻨ‬‫ﺎﺏٍ ﻣ‬‫ ﻓِﻲ ﻛِﺘ‬.‫ﻛﹶﺮِﱘ‬

Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui, sesungguhnya Al Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh), (QS. al-Waqiah : 75-78 )

46

ِ‫ﻞ‬‫ ﺃﹶﻫ‬‫ﻭﺍ ﻣِﻦ‬‫ ﻛﹶﻔﹶﺮ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺍﻧِﻬِﻢ‬‫ﻮ‬‫ﻘﹸﻮﻟﹸﻮﻥﹶ ﻟِﺈِﺧ‬‫ﺎﻓﹶﻘﹸﻮﺍ ﻳ‬‫ ﻧ‬‫ﺮ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ ﺗ‬‫ ﺃﹶﻟﹶﻢ‬.١٧ ‫ﻢ‬‫ﺇِﻥﹾ ﻗﹸﻮﺗِﻠﹾﺘ‬‫ﺍ ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺍ ﺃﹶﺑ‬‫ﺪ‬‫ ﺃﹶﺣ‬‫ ﻓِﻴﻜﹸﻢ‬‫ﻄِﻴﻊ‬‫ﻟﹶﺎ ﻧ‬‫ ﻭ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻌ‬‫ ﻣ‬‫ﻦ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ﺨ‬‫ ﻟﹶﻨ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺮِﺟ‬‫ ﺃﹸﺧ‬‫ﺎﺏِ ﻟﹶﺌِﻦ‬‫ﺍﻟﹾﻜِﺘ‬ .‫ﻮﻥﹶ‬‫ ﻟﹶﻜﹶﺎﺫِﺑ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ ﺇِﻧ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﺸ‬‫ ﻳ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻭ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻧ‬‫ﺼﺮ‬  ‫ﻨ‬‫ﻟﹶﻨ‬ Apakah kamu tiada memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli Kitab: “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersama kamu; dan kami selamalamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu”. Dan Allah menyaksikan, bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. (QS. al-Hasr : 11)

‫ﻚ‬‫ ﺇِﻧ‬‫ﻠﹶﻢ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻮﻝﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﺳ‬‫ ﻟﹶﺮ‬‫ﻚ‬‫ ﺇِﻧ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﺸ‬‫ﺎﻓِﻘﹸﻮﻥﹶ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻧ‬‫ﻨ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺎﺀَﻙ‬‫ ﺇِﺫﹶﺍ ﺟ‬. ١٨ . ‫ﻮﻥﹶ‬‫ ﻟﹶﻜﹶﺎﺫِﺑ‬‫ﺎﻓِﻘِﲔ‬‫ﻨ‬‫ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﺸ‬‫ ﻳ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﻟﹸﻪ‬‫ﺳ‬‫ﻟﹶﺮ‬ Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (QS. al-Munafiqun : 1) .

ٍ‫ﻮﻥ‬‫ﻨ‬‫ﺠ‬‫ ﺑِﻤ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ﺔِ ﺭ‬‫ﻤ‬‫ ﺑِﻨِﻌ‬‫ﺖ‬‫ﺎ ﺃﹶﻧ‬‫ ﻣ‬.‫ﻭﻥﹶ‬‫ﻄﹸﺮ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻣ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹶﻠﹶﻢِ ﻭ‬‫ ﻥ ﻭ‬.١٩

Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis, berkat ni’mat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. (QS. al-Qalam : 1-2 )

.ٍ‫ﻮﻝٍ ﻛﹶﺮِﱘ‬‫ﺳ‬‫ﻝﹸ ﺭ‬‫ ﻟﹶﻘﹶﻮ‬‫ﻪ‬‫ ﺇِﻧ‬.‫ﻭﻥﹶ‬‫ﺼِﺮ‬‫ﺒ‬‫ﺎ ﻟﹶﺎ ﺗ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬.‫ﻭﻥﹶ‬‫ﺼﺮ‬ ِ ‫ﺒ‬‫ﺎ ﺗ‬‫ ﺑِﻤ‬‫ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺃﹸﻗﹾﺴِﻢ‬.٢٠ ‫ﺰِﻳﻞﹲ‬‫ﻨ‬‫ ﺗ‬.‫ﻭﻥﹶ‬‫ﺬﹶﻛﱠﺮ‬‫ﺎ ﺗ‬‫ﻝِ ﻛﹶﺎﻫِﻦٍ ﻗﹶﻠِﻴﻠﹰﺎ ﻣ‬‫ﻟﹶﺎ ﺑِﻘﹶﻮ‬‫ ﻭ‬.‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻣِﻨ‬‫ﺆ‬‫ﺎ ﺗ‬‫ﺎﻋِﺮٍ ﻗﹶﻠِﻴﻠﹰﺎ ﻣ‬‫ﻝِ ﺷ‬‫ ﺑِﻘﹶﻮ‬‫ﻮ‬‫ﺎ ﻫ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ . ‫ﺎﻟﹶﻤِﲔ‬‫ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﺏ‬‫ ﺭ‬‫ﻣِﻦ‬ Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat. Sesungguhnya Al Qur’an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan Al Qur’an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya.

47

Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. (QS. al-Haqqah : 3843 )

‫ﻝﹶ‬‫ﺪ‬‫ﺒ‬‫ﻠﹶﻰ ﺃﹶﻥﹾ ﻧ‬‫ ﻋ‬.‫ﻭﻥﹶ‬‫ﺎ ﻟﹶﻘﹶﺎﺩِﺭ‬‫ﺎﺭِﺏِ ﺇِﻧ‬‫ﻐ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺎﺭِﻕِ ﻭ‬‫ﺸ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺏ‬‫ ﺑِﺮ‬‫ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺃﹸﻗﹾﺴِﻢ‬.٢١ .

‫ﻮﻗِﲔ‬‫ﺒ‬‫ﺴ‬‫ ﺑِﻤ‬‫ﻦ‬‫ﺤ‬‫ﺎ ﻧ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺍ ﻣِﻨ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ﺧ‬

Maka Aku bersumpah dengan Tuhan Yang Mengatur tempat terbit dan terbenamnya matahari, bulan dan bintang; sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa. Untuk mengganti (mereka) dengan kaum yang lebih baik dari mereka, dan kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan.(QS. al-Ma’arij : 40-41 )

.ِ‫ﺮ‬‫ﻯ ﺍﻟﹾﻜﹸﺒ‬‫ﺪ‬‫ﺎ ﻟﹶﺈِﺣ‬‫ﻬ‬‫ ﺇِﻧ‬.‫ ﹶﻔﺮ‬‫ﺢِ ﺇِﺫﹶﺍ ﺃﹶﺳ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﺼ‬‫ ﻭ‬.‫ﺮ‬‫ﺑ‬‫ﻞِ ﺇِﺫﹾ ﺃﹶﺩ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹶﻤ‬‫ ﻛﹶﻠﱠﺎ ﻭ‬.٢٢ .

ِ‫ﺮ‬‫ﺸ‬‫ﺍ ﻟِﻠﹾﺒ‬‫ﺬِﻳﺮ‬‫ﻧ‬

Sekali-kali tidak, demi bulan, dan malam ketika telah berlalu, dan subuh apabila mulai terang. Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia. (QS. al-Mudatssir :32-36 )

‫ﺎﻥﹸ‬‫ﺴ‬‫ ﺍﻟﹾﺈِﻧ‬‫ﺐ‬‫ﺴ‬‫ﺤ‬‫ ﺃﹶﻳ‬.ِ‫ﺔ‬‫ﺍﻣ‬‫ﻔﹾﺲِ ﺍﻟﻠﱠﻮ‬‫ ﺑِﺎﻟﻨ‬‫ﻟﹶﺎ ﺃﹸﻗﹾﺴِﻢ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﺔ‬‫ﺎﻣ‬‫ﻡِ ﺍﻟﹾﻘِﻴ‬‫ﻮ‬‫ ﺑِﻴ‬‫ ﻟﹶﺎ ﺃﹸﻗﹾﺴِﻢ‬.٢٣ .

‫ﻪ‬‫ ﻋِﻈﹶﺎﻣ‬‫ﻊ‬‫ﻤ‬‫ﺠ‬‫ ﻧ‬‫ﺃﹶﻟﱠﻦ‬

Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? (QS. al-Qiyamah : 1-3 )

.‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ﺸ‬‫ﺍﺕِ ﻧ‬‫ﺎﺷِﺮ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ ﻭ‬.‫ﻔﹰﺎ‬‫ﺼ‬‫ﺎﺻِﻔﹶﺎﺕِ ﻋ‬‫ ﻓﹶﺎﻟﹾﻌ‬.‫ﻓﹰﺎ‬‫ﺮ‬‫ﻠﹶﺎﺕِ ﻋ‬‫ﺳ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻭ‬.٢٤ . ‫ﺍﻗِﻊ‬‫ﻭﻥﹶ ﻟﹶﻮ‬‫ﺪ‬‫ﻮﻋ‬‫ﺎ ﺗ‬‫ﻤ‬‫ ﺇِﻧ‬.‫ﺍ‬‫ﺬﹾﺭ‬‫ ﻧ‬‫ﺍ ﺃﹶﻭ‬‫ﺬﹾﺭ‬‫ ﻋ‬.‫ﺍ‬‫ﺎﺕِ ﺫِﻛﹾﺮ‬‫ﻠﹾﻘِﻴ‬‫ ﻓﹶﺎﻟﹾﻤ‬.‫ﻗﹰﺎ‬‫ﻓﹶﺎﻟﹾﻔﹶﺎﺭِﻗﹶﺎﺕِ ﻓﹶﺮ‬ Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan, dan (malaikat-malaikat) yang terbang dengan kencangnya, dan (malaikat-malaikat) yang menyebarkan (rahmat Tuhannya) dengan seluas-luasnya, dan (malaikatmalaikat) yang membedakan (antara yang hak dan yang bathil) dengan sejelasjelasnya, dan (malaikat-malaikat) yang menyampaikan wahyu, untuk menolak alasan-alasan atau memberi peringatan, sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu itu pasti terjadi.(QS. al- Mursalat : 1-7 )

48

.‫ﺎ‬‫ﺤ‬‫ﺒ‬‫ﺎﺕِ ﺳ‬‫ﺎﺑِﺤ‬‫ﺍﻟﺴ‬‫ ﻭ‬.‫ﻄﹰﺎ‬‫ﺸ‬‫ﺎﺷِﻄﹶﺎﺕِ ﻧ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ ﻭ‬.‫ﻗﹰﺎ‬‫ﺎﺕِ ﹶﻏﺮ‬‫ﺎ ِﺯﻋ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ ﻭ‬.٢٥ .

‫ﺍﺟِﻔﹶﺔﹸ‬‫ ﺍﻟﺮ‬‫ﻒ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ ﺗ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ ﻳ‬.‫ﺍ‬‫ﺮ‬‫ﺍﺕِ ﺃﹶﻣ‬‫ﺮ‬‫ﺑ‬‫ﺪ‬‫ ﻓﹶﺎﻟﹾﻤ‬.‫ﻘﹰﺎ‬‫ﺒ‬‫ﺎﺑِﻘﹶﺎﺕِ ﺳ‬‫ﻓﹶﺎﻟﺴ‬

Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut, dan (malaikatmalaikat) yang turun dari langit dengan cepat, dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang, dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia). (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncangkan alam, (QS. an-Naziat : 1-6 )

‫ﺢِ ﺇِﺫﹶﺍ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﺼ‬‫ ﻭ‬.‫ﺲ‬‫ﻌ‬‫ﺴ‬‫ﻞِ ﺇِﺫﹶﺍ ﻋ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﺲ‬‫ﺍﺭِ ﺍﻟﹾﻜﹸﻨ‬‫ﻮ‬‫ ﺍﻟﹾﺠ‬.ِ‫ﺲ‬‫ﻨ‬‫ ﺑِﺎﻟﹾﺨ‬‫ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺃﹸﻗﹾﺴِﻢ‬.٢٦ . ٍ‫ﻮﻝٍ ﻛﹶﺮِﱘ‬‫ﺳ‬‫ﻝﹸ ﺭ‬‫ ﻟﹶﻘﹶﻮ‬‫ﻪ‬‫ ﺇِﻧ‬.‫ﻔﱠﺲ‬‫ﻨ‬‫ﺗ‬ Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam, demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing, sesungguhnya Al Qur’an itu benarbenar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), (QS. at-Taqwir : 15-19)

‫ﻦ‬‫ﻛﹶﺒ‬‫ﺮ‬‫ ﻟﹶﺘ‬.‫ﻖ‬‫ﺴ‬‫ﺮِ ﺇِﺫﹶﺍ ﺍﺗ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹶﻤ‬‫ ﻭ‬.‫ﻖ‬‫ﺳ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻣ‬‫ﻞِ ﻭ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﻔﹶﻖ‬‫ ﺑِﺎﻟﺸ‬‫ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺃﹸﻗﹾﺴِﻢ‬.٢٧ .

ٍ‫ﻖ‬‫ ﻃﹶﺒ‬‫ﻦ‬‫ﻘﹰﺎ ﻋ‬‫ﹶﻃﺒ‬

Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja, dan dengan malam dan apa yang diselubunginya, dan dengan bulan apabila jadi purnama, sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (QS. al-Insyiqaq : 16-19 )

‫ ﻗﹸﺘِﻞﹶ‬.ٍ‫ﻮﺩ‬‫ﻬ‬‫ﺸ‬‫ﻣ‬‫ﺎﻫِﺪٍ ﻭ‬‫ﺷ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﻮﺩ‬‫ﻋ‬‫ﻮ‬‫ﻡِ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻴ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﻭﺝ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺀِ ﺫﹶﺍﺕِ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﺴ‬‫ ﻭ‬.٢٨ .

ِ‫ﻭﺩ‬‫ﺪ‬‫ ﺍﻟﹾﺄﹸﺧ‬‫ﺎﺏ‬‫ﺤ‬‫ﺃﹶﺻ‬

Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, dan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. (QS. al-Buruj : 1-4 )

49

‫ ﺇِﻥﹾ ﻛﹸﻞﱡ‬.‫ ﺍﻟﺜﱠﺎﻗِﺐ‬‫ﻢ‬‫ﺠ‬‫ ﺍﻟﻨ‬.‫ﺎ ﺍﻟﻄﱠﺎﺭِﻕ‬‫ ﻣ‬‫ﺍﻙ‬‫ﺭ‬‫ﺎ ﺃﹶﺩ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﺍﻟﻄﱠﺎﺭِﻕ‬‫ﺎﺀِ ﻭ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﺴ‬‫ ﻭ‬.٢٩ .

‫ﺎﻓِﻆﹲ‬‫ﺎ ﺣ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﺎ ﻋ‬‫ﻔﹾﺲٍ ﻟﹶﻤ‬‫ﻧ‬

Demi langit dan yang datang pada malam hari, tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?, (yaitu) bintang yang cahayanya menembus, tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya. ( QS. at- Thariq : 1-4 )

‫ﺎ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬.‫ﻞﹲ‬‫ﻝﹲ ﻓﹶﺼ‬‫ ﻟﹶﻘﹶﻮ‬‫ﻪ‬‫ ﺇِﻧ‬.ِ‫ﻉ‬‫ﺪ‬‫ﺽِ ﺫﹶﺍﺕِ ﺍﻟﺼ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﻊ‬‫ﺟ‬‫ﺎﺀِ ﺫﹶﺍﺕِ ﺍﻟﺮ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﺴ‬‫ ﻭ‬.٣٠ .

ِ‫ﻝ‬‫ﺰ‬‫ ﺑِﺎﻟﹾﻬ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬

Demi langit yang mengandung hujan, dan bumi yang mempunyai tumbuhtumbuhan, sesungguhnya Al Qur’an itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil, dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau. (QS. at-Tthariq : 11-14 )

‫ﻞﹾ ﻓِﻲ‬‫ ﻫ‬.ِ‫ﺮ‬‫ﺴ‬‫ﻞِ ﺇِﺫﹶﺍ ﻳ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﺮ‬‫ﺗ‬‫ﺍﻟﹾﻮ‬‫ﻔﹾﻊِ ﻭ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ ﻭ‬.ٍ‫ﺮ‬‫ﺸ‬‫ﺎﻝٍ ﻋ‬‫ﻟﹶﻴ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﺠﺮ‬  ‫ﺍﻟﹾﻔﹶ‬‫ ﻭ‬.٣١ .

ٍ‫ﺮ‬‫ ﻟِﺬِﻱ ﺣِﺠ‬‫ﻢ‬‫ ﻗﹶﺴ‬‫ﺫﹶﻟِﻚ‬

Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu. Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal.(QS. al-Fajr : 1-5 )

‫ ﻟﹶﻘﹶﺪ‬.‫ﻟﹶﺪ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻣ‬‫ﺍﻟِﺪٍ ﻭ‬‫ﻭ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﻠﹶﺪ‬‫ﺬﹶﺍ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ ﺣِﻞﱞ ﺑِﻬ‬‫ﺖ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﻠﹶﺪ‬‫ﺬﹶﺍ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ ﺑِﻬ‬‫ ﻟﹶﺎ ﺃﹸﻗﹾﺴِﻢ‬.٣٢ . ٍ‫ﺪ‬‫ﺎﻥﹶ ﻓِﻲ ﻛﹶﺒ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﺍﻟﹾﺈِﻧ‬‫ﻠﹶﻘﹾﻨ‬‫ﺧ‬ Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah), dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini, dan demi bapak dan anaknya. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (QS. al-Balad : 1-4)

‫ﻞِ ﺇِﺫﹶﺍ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ ﻭ‬.‫ﺎ‬‫ﻠﱠﺎﻫ‬‫ﺎﺭِ ﺇِﺫﹶﺍ ﺟ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ ﻭ‬.‫ﺎ‬‫ﻠﹶﺎﻫ‬‫ﺮِ ﺇِﺫﹶﺍ ﺗ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹶﻤ‬‫ ﻭ‬.‫ﺎ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺿﺤ‬  ‫ﺲِ ﻭ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﺸ‬‫ ﻭ‬.٣٣ .‫ﺎ‬‫ﺍﻫ‬‫ﻮ‬‫ﺎ ﺳ‬‫ﻣ‬‫ﻔﹾﺲٍ ﻭ‬‫ﻧ‬‫ ﻭ‬.‫ﺎ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺎ ﹶﻃﺤ‬‫ﻣ‬‫ﺽِ ﻭ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‬‫ ﻭ‬.‫ﺎ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻨ‬‫ﺎ ﺑ‬‫ﻣ‬‫ﺎﺀِ ﻭ‬‫ﻤ‬‫ﺍﻟﺴ‬‫ ﻭ‬.‫ﺎ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻐﺸ‬ ‫ﻳ‬ .‫ﺎ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺳ‬‫ ﺩ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﺎﺏ‬‫ ﺧ‬‫ﻗﹶﺪ‬‫ ﻭ‬.‫ﺎ‬‫ﺯﻛﱠﺎﻫ‬ ‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ ﺃﹶﻓﹾﻠﹶﺢ‬‫ ﻗﹶﺪ‬.‫ﺎ‬‫ﺍﻫ‬‫ﻘﹾﻮ‬‫ﺗ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻫ‬‫ﻮﺭ‬‫ﺎ ﻓﹸﺠ‬‫ﻬ‬‫ﻤ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻟﹾﻬ‬ 50

Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.(QS. al-Syams : 1-10 )

‫ ﺇِﻥﱠ‬.‫ﺜﹶﻰ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹸﻧ‬‫ ﻭ‬‫ ﺍﻟﺬﱠﻛﹶﺮ‬‫ﻠﹶﻖ‬‫ﺎ ﺧ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬.‫ﻠﱠﻰ‬‫ﺠ‬‫ﺎﺭِ ﺇِﺫﹶﺍ ﺗ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ ﻭ‬.‫ﻰ‬‫ﺸ‬‫ﻐ‬‫ﻞِ ﺇِﺫﹶﺍ ﻳ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ ﻭ‬.٣٤ . ‫ﻰ‬‫ﺘ‬‫ ﻟﹶﺸ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﺳ‬ Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan, sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. (QS. al-Lail : 1-4 ) .

‫ﺎ ﻗﹶﻠﹶﻰ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻚ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﻚ‬‫ﻋ‬‫ﺩ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ ﻣ‬.‫ﻰ‬‫ﺠ‬‫ﻞِ ﺇِﺫﹶﺍ ﺳ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ ﻭ‬.‫ﻰ‬‫ﺤ‬‫ﺍﻟﻀ‬‫ ﻭ‬.٣٥

Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu, (QS. ad-Dhuha :1-3 )

‫ﺎ‬‫ﻠﹶﻘﹾﻨ‬‫ ﺧ‬‫ ﻟﹶﻘﹶﺪ‬.ِ‫ﻠﹶﺪِ ﺍﻟﹾﺄﹶﻣِﲔ‬‫ﺬﹶﺍ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬.‫ﻃﹸﻮﺭِ ﺳِﻴﻨِﲔ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﻮﻥ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻟﺰ‬‫ﲔِ ﻭ‬‫ﺍﻟﺘ‬‫ ﻭ‬.٣٦ .

ٍ‫ﻘﹾﻮِﱘ‬‫ﻦِ ﺗ‬‫ﺴ‬‫ﺎﻥﹶ ﻓِﻲ ﺃﹶﺣ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﹾﺈِﻧ‬

Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS. at-Tin : 1-4 )

ِ‫ﻥﹶ ﺑِﻪ‬‫ ﻓﹶﺄﹶﺛﹶﺮ‬.‫ﺎ‬‫ﺤ‬‫ﺒ‬‫ﺍﺕِ ﺻ‬‫ﻐِﲑ‬‫ ﻓﹶﺎﻟﹾﻤ‬.‫ﺎ‬‫ﺣ‬‫ﺎﺕِ ﻗﹶﺪ‬‫ﻮﺭِﻳ‬‫ ﻓﹶﺎﻟﹾﻤ‬.‫ﺎ‬‫ﺤ‬‫ﺿﺒ‬  ِ‫ﺎﺕ‬‫ﺎﺩِﻳ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬‫ ﻭ‬.٣٧ . ‫ﻮﺩ‬‫ﻪِ ﻟﹶﻜﹶﻨ‬‫ﺑ‬‫ﺎﻥﹶ ﻟِﺮ‬‫ﺴ‬‫ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﹾﺈِﻧ‬.‫ﺎ‬‫ﻌ‬‫ﻤ‬‫ ﺑِﻪِ ﺟ‬‫ﻄﹾﻦ‬‫ﺳ‬‫ ﻓﹶﻮ‬.‫ﺎ‬‫ﻘﹾﻌ‬‫ﻧ‬ Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah, dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya), dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, maka ia menerbangkan debu, dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh, sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya, (QS. al-‘Adiyat : 1-6 )

51

‫ﻤِﻠﹸﻮﺍ‬‫ﻋ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﺀَﺍﻣ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬.ٍ‫ﺮ‬‫ﺴ‬‫ﺎﻥﹶ ﻟﹶﻔِﻲ ﺧ‬‫ﺴ‬‫ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﹾﺈِﻧ‬.ِ‫ﺼﺮ‬  ‫ﺍﻟﹾﻌ‬‫ ﻭ‬.٣٨ .

ِ‫ﺮ‬‫ﺼﺒ‬  ‫ﺍ ﺑِﺎﻟ‬‫ﻮ‬‫ﺍﺻ‬‫ﻮ‬‫ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﻖ‬‫ﺍ ﺑِﺎﻟﹾﺤ‬‫ﻮ‬‫ﺍﺻ‬‫ﻮ‬‫ﺗ‬‫ﺎﺕِ ﻭ‬‫ﺎﻟِﺤ‬‫ﺍﻟﺼ‬

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. al-‘Asr : 1-3 )

D.2. Sumpah yang dipakai oleh Rasulullah Adapun ayat-ayat yang menunjukkan didalamnya terdapat sumpah yang dipakai oleh Rasulullah adalah :

.

‫ﺠِﺰِﻳﻦ‬‫ﻌ‬‫ ﺑِﻤ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﺃﹶﻧ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻖ‬‫ ﻟﹶﺤ‬‫ﻪ‬‫ﻲ ﺇِﻧ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ ﻗﹸﻞﹾ ﺇِﻱ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ ﻫ‬‫ﻖ‬‫ ﺃﹶﺣ‬‫ﻚ‬‫ﺒِﺌﹸﻮﻧ‬‫ﻨ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬.١

Dan mereka menanyakan kepadamu: "Benarkah (azab yang dijanjikan) itu?" Katakanlah: "Ya, demi Tuhan-ku, sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (daripadanya)".(QS. Yunus : 53 )

ِ‫ﺎﻟِﻢ‬‫ ﻋ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻨ‬‫ﺄﹾﺗِﻴ‬‫ﻲ ﻟﹶﺘ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ﻠﹶﻰ ﻭ‬‫ﺔﹸ ﻗﹸﻞﹾ ﺑ‬‫ﺎﻋ‬‫ﺎ ﺍﻟﺴ‬‫ﺄﹾﺗِﻴﻨ‬‫ﻭﺍ ﻟﹶﺎ ﺗ‬‫ ﻛﹶ ﹶﻔﺮ‬‫ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ ﻭ‬.٢ ‫ ﻣِﻦ‬‫ﺮ‬‫ﻐ‬‫ﻟﹶﺎ ﺃﹶﺻ‬‫ﺽِ ﻭ‬‫ﻟﹶﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‬‫ﺍﺕِ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ ٍﺓ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴ‬‫ ﻣِﺜﹾﻘﹶﺎﻝﹸ ﺫﹶﺭ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﺏ‬‫ﺰ‬‫ﻌ‬‫ﺐِ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ﻴ‬‫ﺍﻟﹾﻐ‬ . ٍ‫ﺒِﲔ‬‫ﺎﺏٍ ﻣ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﻓِﻲ ﻛِﺘ‬‫ﺮ‬‫ﻟﹶﺎ ﺃﹶﻛﹾﺒ‬‫ ﻭ‬‫ﺫﹶﻟِﻚ‬ Dan orang-orang yang kafir berkata: "Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami". Katakanlah: "Pasti datang, demi Tuhanku Yang mengetahui yang ghaib, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada tersembunyi daripada-Nya seberat zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)", (QS. Saba’ : 3)

‫ﺎ‬‫ﻥﱠ ﺑِﻤ‬‫ﺆ‬‫ﺒ‬‫ﻨ‬‫ ﻟﹶﺘ‬‫ ﺛﹸﻢ‬‫ﺜﹸﻦ‬‫ﻌ‬‫ﺒ‬‫ﻲ ﻟﹶﺘ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ﻠﹶﻰ ﻭ‬‫ﺜﹸﻮﺍ ﻗﹸﻞﹾ ﺑ‬‫ﻌ‬‫ﺒ‬‫ ﻳ‬‫ﻭﺍ ﺃﹶﻥﹾ ﻟﹶﻦ‬‫ ﻛﹶﻔﹶﺮ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻢ‬‫ﻋ‬‫ ﺯ‬.٣ . ‫ﺴِﲑ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻳ‬‫ ﻋ‬‫ﺫﹶﻟِﻚ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻤِﻠﹾﺘ‬‫ﻋ‬ 52

Orang-orang yang kafir mengatakan, bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: "Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS. Taghabun : 7 )

‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﺟِﻚ‬‫ﺯﻭ‬ ‫ﺎﺓﹶ ﺃﹶ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ﻐِﻲ ﻣ‬‫ﺘ‬‫ﺒ‬‫ ﺗ‬‫ ﻟﹶﻚ‬‫ﻞﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺎ ﺃﹶﺣ‬‫ ﻣ‬‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺤ‬‫ ﺗ‬‫ ﻟِﻢ‬‫ﺒِﻲ‬‫ﺎ ﺍﻟﻨ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃﹶﻳ‬‫ ﻳ‬.٤ ‫ﻠِﻴﻢ‬‫ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻟﹶﺎﻛﹸﻢ‬‫ﻮ‬‫ ﻣ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﻧِﻜﹸﻢ‬‫ﻤ‬‫ﺤِﻠﱠﺔﹶ ﺃﹶﻳ‬‫ ﺗ‬‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺽ‬‫ ﻓﹶﺮ‬‫ ﻗﹶﺪ‬.‫ﺣِﻴﻢ‬‫ ﺭ‬‫ﻏﹶﻔﹸﻮﺭ‬ . ‫ﻜِﻴﻢ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬ Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu; dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Tahrim : 1-2 ) D.3. Sumpah yang dipakai oleh Ibrahim as. Ayat yang menunjukkan di dalamnya terdapat sumpah yang dipakai oleh Nabi Ibrahim as. adalah :

.

‫ﺑِﺮِﻳﻦ‬‫ﺪ‬‫ﻟﱡﻮﺍ ﻣ‬‫ﻮ‬‫ ﺃﹶﻥﹾ ﺗ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺎﻣ‬‫ﻨ‬‫ﻥﱠ ﺃﹶﺻ‬‫ﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻟﹶﺄﹶﻛِﻴﺪ‬‫ﺗ‬‫ﻭ‬

Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhalaberhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. (QS. Anbiya’ : 57 ) D.4. Sumpah yang dipakai oleh sebagian mukmin yang shaleh Ayat yang menunjukkan didalamnya terdapat sumpah yang dipakai oleh sebagian mukmin yang shaleh adalah :

.

‫ﺒِﲔ‬‫ﻠﹶﺎﻍﹸ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺎ ﺇِﻟﱠﺎ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﻨ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﺎ ﻋ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬.‫ﻠﹸﻮﻥﹶ‬‫ﺳ‬‫ﺮ‬‫ ﻟﹶﻤ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺎ ﺇِﻟﹶﻴ‬‫ ﺇِﻧ‬‫ﻠﹶﻢ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻨ‬‫ﺑ‬‫ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺭ‬

Mereka berkata: "Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu. Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas". 53

D.5. Sumpah yang dipakai oleh orang-orang kafir Ayat yang menunjukkan di dalamnya terdapat sumpah yang pakai oleh orang-orang kafir, adalah :

‫ﻈﹸﺮ‬‫ ﺍﻧ‬.‫ﺮِﻛِﲔ‬‫ﺸ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ﺎ ﻛﹸﻨ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ﻨ‬‫ﺑ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺭ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﺃﹶﻥﹾ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺘ‬‫ﻨ‬‫ ﻓِﺘ‬‫ﻜﹸﻦ‬‫ ﺗ‬‫ ﻟﹶﻢ‬‫ ﺛﹸﻢ‬.١ .

‫ﻭﻥﹶ‬‫ﺮ‬‫ ﹾﻔﺘ‬‫ﻮﺍ ﻳ‬‫ﺎ ﻛﹶﺎﻧ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻞﱠ ﻋ‬‫ﺿ‬‫ ﻭ‬‫ﻔﹸﺴِﻬِﻢ‬‫ﻠﹶﻰ ﺃﹶﻧ‬‫ﻮﺍ ﻋ‬‫ ﻛﹶﺬﹶﺑ‬‫ﻒ‬‫ﻛﹶﻴ‬

Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: "Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah". Lihatlah, bagaimana mereka telah berdusta terhadap diri mereka sendiri dan hilanglah daripada mereka sembahansembahan yang dahulu mereka ada-adakan. (QS. al-An‘am : 23-24 )

‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﺎ ﻗﹸﻞﹾ ﺇِﻧ‬‫ ﺑِﻬ‬‫ﻦ‬‫ﻣِﻨ‬‫ﺆ‬‫ﺔﹲ ﻟﹶﻴ‬‫ ﺀَﺍﻳ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺀَﺗ‬‫ ﺟ‬‫ ﻟﹶﺌِﻦ‬‫ﺎﻧِﻬِﻢ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺟ‬‫ﻤ‬‫ﺃﹶﻗﹾﺴ‬‫ ﻭ‬.٢ . ‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻣِﻨ‬‫ﺆ‬‫ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ﺎﺀَﺕ‬‫ﺎ ﺇِﺫﹶﺍ ﺟ‬‫ﻬ‬‫ ﺃﹶﻧ‬‫ﻛﹸﻢ‬‫ﻌِﺮ‬‫ﺸ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻣ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﺪ‬‫ ﻋِﻨ‬‫ﺎﺕ‬‫ﺍﻟﹾﺂﻳ‬ Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mu`jizat pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: "Sesungguhnya mu`jizat-mu`jizat itu hanya berada di sisi Allah". Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mu`jizat datang mereka tidak akan beriman.(QS. al-An‘am : 109 )

‫ﻑ‬‫ﻮ‬‫ﺔﹶ ﻟﹶﺎ ﺧ‬‫ﺠﻨ‬  ‫ﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﹾ‬‫ﺧ‬‫ﺔٍ ﺍﺩ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ ﺑِﺮ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻟﹸﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻗﹾﺴ‬‫ﻟﹶﺎﺀِ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺆ‬‫ ﺃﹶﻫ‬.٣ .

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻧ‬‫ﺰ‬‫ﺤ‬‫ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻟﹶﺎ ﺃﹶﻧ‬‫ ﻭ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬

(Orang-orang di atas A`raaf bertanya kepada penghuni neraka): "Itukah orang-orang yang kamu telah bersumpah bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah?" (Kepada orang mu'min itu dikatakan): "Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadapmu dan tidak (pula) kamu bersedih hati.(QS. alA’raf : 49 )

‫ ﹶﺔ‬‫ ﻓﹶﻘﹶﺎﺗِﻠﹸﻮﺍ ﺃﹶﺋِﻤ‬‫ﻮﺍ ﻓِﻲ ﺩِﻳﻨِﻜﹸﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻃﹶﻌ‬‫ ﻭ‬‫ﺪِﻫِﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺪِ ﻋ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺎﻧ‬‫ﻤ‬‫ﻜﹶﺜﹸﻮﺍ ﺃﹶﻳ‬‫ﺇِﻥﹾ ﻧ‬‫ ﻭ‬.٤ ‫ﻮﺍ‬‫ﻤ‬‫ﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺎﻧ‬‫ﻤ‬‫ﻜﹶﺜﹸﻮﺍ ﺃﹶﻳ‬‫ﺎ ﻧ‬‫ﻣ‬‫ﻘﹶﺎﺗِﻠﹸﻮﻥﹶ ﻗﹶﻮ‬‫ ﺃﹶﻟﹶﺎ ﺗ‬.‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻬ‬‫ﺘ‬‫ﻨ‬‫ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ﻠﱠﻬ‬‫ ﻟﹶﻌ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻥﹶ ﻟﹶﻬ‬‫ﻤ‬‫ ﻟﹶﺎ ﺃﹶﻳ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﹾﻜﹸ ﹾﻔﺮِ ﺇِﻧ‬ 54

‫ ﺇِﻥﹾ‬‫ﻩ‬‫ﻮ‬‫ﺸ‬‫ﺨ‬‫ ﺃﹶﻥﹾ ﺗ‬‫ﻖ‬‫ ﺃﹶﺣ‬‫ ﻓﹶﺎﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻧ‬‫ﻮ‬‫ﺸ‬‫ﺨ‬‫ﺓٍ ﺃﹶﺗ‬‫ﺮ‬‫ﻝﹶ ﻣ‬‫ ﺃﹶﻭ‬‫ﺀُﻭﻛﹸﻢ‬‫ﺪ‬‫ ﺑ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﻮﻝِ ﻭ‬‫ﺳ‬‫ﺍﺝِ ﺍﻟﺮ‬‫ﺮ‬‫ﺑِﺈِﺧ‬ .

‫ﻣِﻨِﲔ‬‫ﺆ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻛﹸﻨ‬

Jika mereka merusak sumpah (janji) nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti. Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama kali memulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS. at-Taubah : 12-13 )

‫ﺎ ﺇِﻟﹶﻰ‬‫ﻧ‬‫ﺮ‬‫ﺎ ﺃﹶﺧ‬‫ﻨ‬‫ﺑ‬‫ﻮﺍ ﺭ‬‫ ﻇﹶﻠﹶﻤ‬‫ﻘﹸﻮﻝﹸ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ ﻓﹶﻴ‬‫ﺬﹶﺍﺏ‬‫ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﺄﹾﺗِﻴﻬِﻢ‬‫ ﻳ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ ﻳ‬‫ﺎﺱ‬‫ﺬِﺭِ ﺍﻟﻨ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ ﻭ‬.٥ ‫ﺎ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻞﹸ ﻣ‬‫ ﻗﹶﺒ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻤ‬‫ﻮﺍ ﺃﹶﻗﹾﺴ‬‫ﻜﹸﻮﻧ‬‫ ﺗ‬‫ﻟﹶﻢ‬‫ﻞﹶ ﺃﹶﻭ‬‫ﺳ‬‫ﺒِﻊِ ﺍﻟﺮ‬‫ﺘ‬‫ﻧ‬‫ ﻭ‬‫ﻚ‬‫ﺗ‬‫ﻮ‬‫ﻋ‬‫ ﺩ‬‫ﺠِﺐ‬‫ﻞٍ ﻗﹶﺮِﻳﺐٍ ﻧ‬‫ﺃﹶﺟ‬ . ٍ‫ﺍﻝ‬‫ﻭ‬‫ ﺯ‬‫ﻣِﻦ‬ Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim: "Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul. (Kepada mereka dikatakan): "Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?, (QS. Ibrahim : 44 )

ِ‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﺍ ﻋ‬‫ﺪ‬‫ﻋ‬‫ﻠﹶﻰ ﻭ‬‫ ﺑ‬‫ﻮﺕ‬‫ﻤ‬‫ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﺚﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻌ‬‫ﺒ‬‫ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ﺎﻧِﻬِﻢ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺟ‬‫ﻤ‬‫ﺃﹶﻗﹾﺴ‬‫ ﻭ‬.٦ .

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺱِ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ ﺃﹶﻛﹾﺜﹶﺮ‬‫ﻟﹶﻜِﻦ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻘ‬‫ﺣ‬

Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguhsungguh: "Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati". (Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.(QS. an-Nahl : 38 ) .

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﺎﻟِﺒ‬‫ ﺍﻟﹾﻐ‬‫ﻦ‬‫ﺤ‬‫ﺎ ﻟﹶﻨ‬‫ﻥﹶ ﺇِﻧ‬‫ﻮ‬‫ﻋ‬‫ﺓِ ﻓِﺮ‬‫ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺑِﻌِﺰ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻋِﺼِﻴ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻟﹶﻬ‬‫ﺍ ﺣِﺒ‬‫ ﻓﹶﺄﹶﻟﹾﻘﹶﻮ‬.٧

55

Lalu mereka melemparkan tali temali dan tongkat-tongkat mereka dan berkata: "Demi kekuasaan Fir`aun, sesungguhnya kami benar-benar akan menang". (QS. asy-Syu’ara’ : 44 )

‫ ﺇِﺫﹾ‬.ٍ‫ﺒِﲔ‬‫ﺿﻠﹶﺎﻝٍ ﻣ‬  ‫ﺎ ﻟﹶﻔِﻲ‬‫ﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺇِﻥﹾ ﻛﹸﻨ‬‫ ﺗ‬.‫ﻮﻥﹶ‬‫ﺼِﻤ‬‫ﺘ‬‫ﺨ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ ﻓِﻴﻬ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻭ‬.٨ .

‫ﺎﻟﹶﻤِﲔ‬‫ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﺏ‬‫ ﺑِﺮ‬‫ﻳﻜﹸﻢ‬‫ﻮ‬‫ﺴ‬‫ﻧ‬

Mereka berkata sedang mereka bertengkar di dalam neraka: "demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam". (QS. asy-Syu’ara’ : 96-98 )

‫ﻠِﻚ‬‫ﻬ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ﻧ‬‫ﻬِﺪ‬‫ﺎ ﺷ‬‫ﻪِ ﻣ‬‫ﻟِﻴ‬‫ ﻟِﻮ‬‫ﻘﹸﻮﻟﹶﻦ‬‫ ﻟﹶﻨ‬‫ ﺛﹸﻢ‬‫ﻠﹶﻪ‬‫ﺃﹶﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﺒ‬‫ﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻟﹶﻨ‬‫ﻤ‬‫ﻘﹶﺎﺳ‬‫ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺗ‬.٩ .

‫ﺎﺩِﻗﹸﻮﻥﹶ‬‫ﺎ ﻟﹶﺼ‬‫ﺇِﻧ‬‫ﻠِﻪِ ﻭ‬‫ﺃﹶﻫ‬

Mereka berkata: "Bersumpahlah kamu dengan nama Allah, bahwa kita sungguh-sungguh akan menyerangnya dengan tiba-tiba beserta keluarganya di malam hari, kemudian kita katakan kepada warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan sesungguhnya kita adalah orangorang yang benar". (QS. an-Naml : 49 )

‫ﺔٍ ﻛﹶﺬﹶﻟِﻚ‬‫ﺎﻋ‬‫ ﺳ‬‫ﺮ‬‫ﺎ ﻟﹶﺒِﺜﹸﻮﺍ ﹶﻏﻴ‬‫ﻮﻥﹶ ﻣ‬‫ﺠﺮِﻣ‬  ‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻘﹾﺴِﻢ‬‫ﺔﹸ ﻳ‬‫ﺎﻋ‬‫ ﺍﻟﺴ‬‫ﻘﹸﻮﻡ‬‫ ﺗ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬.١٠ . ‫ﻓﹶﻜﹸﻮﻥﹶ‬‫ﺆ‬‫ﻮﺍ ﻳ‬‫ﻛﹶﺎﻧ‬ Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; "Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)". Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). (QS. ar-Rum : 55)

‫ﻯ ﻣِﻦ‬‫ﺪ‬‫ ﺃﹶﻫ‬‫ﻦ‬‫ﻜﹸﻮﻧ‬‫ ﻟﹶﻴ‬‫ﺬِﻳﺮ‬‫ ﻧ‬‫ﻢ‬‫ﺎﺀَﻫ‬‫ ﺟ‬‫ ﻟﹶﺌِﻦ‬‫ﺎﻧِﻬِﻢ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺟ‬‫ﻤ‬‫ﺃﹶﻗﹾﺴ‬‫ ﻭ‬.١١ .

‫ﺍ‬‫ﻔﹸﻮﺭ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﻧ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺍﺩ‬‫ﺎ ﺯ‬‫ ﻣ‬‫ﺬِﻳﺮ‬‫ ﻧ‬‫ﻢ‬‫ﺎﺀَﻫ‬‫ﺎ ﺟ‬‫ﻢِ ﻓﹶﻠﹶﻤ‬‫ﻯ ﺍﻟﹾﺄﹸﻣ‬‫ﺪ‬‫ﺇِﺣ‬

Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah; sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat-umat (yang lain). Tatkala datang kepada mereka pemberi peringatan, maka kedatangannya itu tidak menambah kepada mereka, kecuali jauhnya mereka dari (kebenaran), (QS. alFathir : 42 )

56

‫ﻠﹶﻰ‬‫ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﺑ‬‫ﻖ‬‫ﺬﹶﺍ ﺑِﺎﻟﹾﺤ‬‫ ﻫ‬‫ﺲ‬‫ﺎﺭِ ﺃﹶﻟﹶﻴ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ‬‫ﻭﺍ ﻋ‬‫ ﻛﹶ ﹶﻔﺮ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺽ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬.١٢ .

‫ﻭﻥﹶ‬‫ﻜﹾ ﹸﻔﺮ‬‫ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﻛﹸﻨ‬‫ ﺑِﻤ‬‫ﺬﹶﺍﺏ‬‫ﺎ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻓﹶﺬﹸﻭﻗﹸﻮﺍ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ﻨ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ﻭ‬

Dan (Ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan kepada neraka, (dikatakan kepada mereka): "Bukankah (azab) ini benar?" Mereka menjawab: "Ya benar, demi Tuhan kami". Allah berfirman: "Maka rasakanlah azab ini disebabkan kamu selalu ingkar". (QS. al-Qaf : 34 )

‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﺼﺮِﻣ‬  ‫ﻮﺍ ﻟﹶﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺔِ ﺇِﺫﹾ ﺃﹶﻗﹾﺴ‬‫ﺠﻨ‬  ‫ ﺍﻟﹾ‬‫ﺎﺏ‬‫ﺤ‬‫ﺎ ﺃﹶﺻ‬‫ﻧ‬‫ﻠﹶﻮ‬‫ﺎ ﺑ‬‫ ﻛﹶﻤ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻧ‬‫ﻠﹶﻮ‬‫ﺎ ﺑ‬‫ ﺇِﻧ‬.١٣ . ‫ﻮﻥﹶ‬‫ﺜﹾﻨ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ ﻭ‬.‫ﺼﺒِﺤِﲔ‬  ‫ﻣ‬ Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil) nya di pagi hari, dan mereka tidak mengucapkan: "In syaa Allah", (QS. al-Qalam :16-17 ) D.6. Sumpah yang dipakai oleh orang-orang munafik Ayat- ayat yang menunjukkan di dalamnya terdapat sumpah yang pakai oleh orang-orang munafik adalah :

‫ﻠِﻔﹸﻮﻥﹶ‬‫ﺤ‬‫ ﻳ‬‫ﺎﺀُﻭﻙ‬‫ ﺟ‬‫ ﺛﹸﻢ‬‫ﺪِﻳﻬِﻢ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﺖ‬‫ﻣ‬‫ﺎ ﻗﹶﺪ‬‫ﺔﹲ ﺑِﻤ‬‫ﺼِﻴﺒ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺘ‬‫ﺎﺑ‬‫ ﺇِﺫﹶﺍ ﺃﹶﺻ‬‫ﻒ‬‫ ﻓﹶﻜﹶﻴ‬.١ . ‫ﻓِﻴﻘﹰﺎ‬‫ﻮ‬‫ﺗ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﺎﻧ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﺇِﻟﱠﺎ ﺇِﺣ‬‫ﻧ‬‫ﺩ‬‫ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺇِﻥﹾ ﺃﹶﺭ‬ Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu mushibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna". (QS. an-Nisa’ : 62 )

‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ ﺇِﻧ‬‫ﺎﻧِﻬِﻢ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺟ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻗﹾﺴ‬‫ﻟﹶﺎﺀِ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺆ‬‫ﻮﺍ ﺃﹶﻫ‬‫ﻨ‬‫ ﺀَﺍﻣ‬‫ﻘﹸﻮﻝﹸ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬.٢ .

‫ﺎﺳِﺮِﻳﻦ‬‫ﻮﺍ ﺧ‬‫ﺤ‬‫ﺒ‬‫ ﻓﹶﺄﹶﺻ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻟﹸﻬ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻋ‬‫ﺒِﻄﹶﺖ‬‫ ﺣ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻌ‬‫ﻟﹶﻤ‬ 57

Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benarbenar beserta kamu?" Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi.(QS. Maidah : 53 )

‫ﻬِﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﺕ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ﻟﹶﻜِﻦ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﻙ‬‫ﻌ‬‫ﺒ‬‫ﺍ ﻟﹶﺎﺗ‬‫ﺍ ﻗﹶﺎﺻِﺪ‬‫ ﹶﻔﺮ‬‫ﺳ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﺎ ﻗﹶﺮِﻳﺒ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋ‬‫ ﻟﹶﻮ‬.٣ ‫ﻠﹶﻢ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻔﹸﺴ‬‫ﻠِﻜﹸﻮﻥﹶ ﺃﹶﻧ‬‫ﻬ‬‫ ﻳ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ﻨ‬‫ﺟ‬‫ﺨﺮ‬  ‫ﺎ ﻟﹶ‬‫ﻨ‬‫ﻄﹶﻌ‬‫ﺘ‬‫ﻠِﻔﹸﻮﻥﹶ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻟﹶﻮِ ﺍﺳ‬‫ﺤ‬‫ﻴ‬‫ﺳ‬‫ﻘﱠﺔﹸ ﻭ‬‫ﺍﻟﺸ‬ . ‫ﻮﻥﹶ‬‫ ﻟﹶﻜﹶﺎﺫِﺑ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺇِﻧ‬ Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: "Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu" Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. (QS.Taubah : 42 ) .

‫ﻗﹸﻮﻥﹶ‬‫ﻔﹾﺮ‬‫ ﻳ‬‫ﻡ‬‫ ﻗﹶﻮ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻟﹶﻜِﻨ‬‫ ﻭ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ ﻣِﻨ‬‫ﻢ‬‫ﺎ ﻫ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ ﻟﹶﻤِﻨ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻠِﻔﹸﻮﻥﹶ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺇِﻧ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬.٤

Dan mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa sesungguhnya mereka termasuk golonganmu; padahal mereka bukanlah dari golonganmu, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepadamu). (QS.Taubah : 56 )

‫ﻮﺍ‬‫ ﺇِﻥﹾ ﻛﹶﺎﻧ‬‫ﻮﻩ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ ﺃﹶﻥﹾ ﻳ‬‫ﻖ‬‫ ﺃﹶﺣ‬‫ﻮﻟﹸﻪ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ ﻭ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﻛﹸﻢ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ ﻟِﻴ‬‫ﻠِﻔﹸﻮﻥﹶ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺤ‬‫ ﻳ‬.٥ . ‫ﻣِﻨِﲔ‬‫ﺆ‬‫ﻣ‬ Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang mu'min.(QS. Taubah : 62 )

‫ﻠﹶﺎﻣِﻬِﻢ‬‫ ﺇِﺳ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﻭﺍ ﺑ‬‫ﻛﹶ ﹶﻔﺮ‬‫ﺔﹶ ﺍﻟﹾﻜﹸ ﹾﻔﺮِ ﻭ‬‫ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻛﹶﻠِﻤ‬‫ﻟﹶﻘﹶﺪ‬‫ﺎ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻭ‬‫ﻠِﻔﹸﻮﻥﹶ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻣ‬‫ﺤ‬‫ ﻳ‬.٦ ‫ﻮﺍ‬‫ﻮﺑ‬‫ﺘ‬‫ﻀﻠِﻪِ ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﻳ‬  ‫ ﻓﹶ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻮﻟﹸﻪ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ ﻭ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻢ‬‫ﺎﻫ‬‫ﻮﺍ ﺇِﻟﱠﺎ ﺃﹶﻥﹾ ﺃﹶ ﹾﻏﻨ‬‫ﻘﹶﻤ‬‫ﺎ ﻧ‬‫ﻣ‬‫ﺎﻟﹸﻮﺍ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ ﻳ‬‫ﺎ ﻟﹶﻢ‬‫ﻮﺍ ﺑِﻤ‬‫ﻤ‬‫ﻫ‬‫ﻭ‬

58

‫ﻢ‬‫ﺎ ﻟﹶﻬ‬‫ﻣ‬‫ﺓِ ﻭ‬‫ﺍﻟﹾﺂﺧِﺮ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﻧ‬‫ﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪ‬‫ﺎ ﺃﹶﻟِﻴﻤ‬‫ﺬﹶﺍﺑ‬‫ ﻋ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺬﱢﺑ‬‫ﻌ‬‫ﺍ ﻳ‬‫ﻟﱠﻮ‬‫ﻮ‬‫ﺘ‬‫ﺇِﻥﹾ ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﺍ ﻟﹶﻬ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ ﺧ‬‫ﻚ‬‫ﻳ‬ .ٍ‫ﺼِﲑ‬‫ﻟﹶﺎ ﻧ‬‫ ﻭ‬‫ﻟِﻲ‬‫ ﻭ‬‫ﺽِ ﻣِﻦ‬‫ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‬ Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam, dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.(QS. Taubah : 74 )

‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻮﺍ ﻋ‬‫ﺮِﺿ‬‫ ﻓﹶﺄﹶﻋ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻮﺍ ﻋ‬‫ﺮِﺿ‬‫ﻌ‬‫ ﻟِﺘ‬‫ﻬِﻢ‬‫ ﺇِﻟﹶﻴ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻘﹶﻠﹶﺒ‬‫ ﺇِﺫﹶﺍ ﺍﻧ‬‫ﻠِﻔﹸﻮﻥﹶ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺤ‬‫ﻴ‬‫ ﺳ‬.٧ .

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻜﹾﺴِﺒ‬‫ﻮﺍ ﻳ‬‫ﺎ ﻛﹶﺎﻧ‬‫ﺍﺀً ﺑِﻤ‬‫ﺰ‬‫ ﺟ‬‫ﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻬ‬‫ ﺟ‬‫ﻢ‬‫ﺍﻫ‬‫ﺄﹾﻭ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﺲ‬‫ ﺭِﺟ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺇِﻧ‬

Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka Jahannam; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Taubah : 95 )

ِ‫ﻦ‬‫ﻰ ﻋ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﺍ ﻋ‬‫ﻮ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﺍ ﻋ‬‫ﻮ‬‫ﺿ‬‫ﺮ‬‫ ﻟِﺘ‬‫ﻠِﻔﹸﻮﻥﹶ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺤ‬‫ ﻳ‬.٨ . ‫ﻡِ ﺍﻟﹾﻔﹶﺎﺳِﻘِﲔ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹶﻮ‬ Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu.(QS. Taubah : 96 )

‫ﺍ‬‫ﺎﺩ‬‫ﺻ‬‫ﺇِﺭ‬‫ ﻭ‬‫ﻣِﻨِﲔ‬‫ﺆ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ ﹾﻔﺮِﻳﻘﹰﺎ ﺑ‬‫ﺗ‬‫ﺍ ﻭ‬‫ﻛﹸ ﹾﻔﺮ‬‫ﺍ ﻭ‬‫ﺍﺭ‬‫ﺿﺮ‬ ِ ‫ﺍ‬‫ﺠِﺪ‬‫ﺴ‬‫ﺬﹸﻭﺍ ﻣ‬‫ﺨ‬‫ ﺍﺗ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ ﻭ‬.٩ ‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﺸ‬‫ ﻳ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻰ ﻭ‬‫ﻨ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﺇِﻟﱠﺎ ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻧ‬‫ﺩ‬‫ ﺇِﻥﹾ ﺃﹶﺭ‬‫ﻠِﻔﹸﻦ‬‫ﺤ‬‫ﻟﹶﻴ‬‫ﻞﹸ ﻭ‬‫ ﻗﹶﺒ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻮﻟﹶﻪ‬‫ﺳ‬‫ﺭ‬‫ ﻭ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺏ‬‫ﺎﺭ‬‫ ﺣ‬‫ﻦ‬‫ﻟِﻤ‬ . ‫ﻮﻥﹶ‬‫ ﻟﹶﻜﹶﺎﺫِﺑ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺇِﻧ‬ Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan mesjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mu'min), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu'min serta menunggu 59

kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). (QS. Taubah : 107 )

‫ﻮﺍ‬‫ﻘﹾﺴِﻤ‬‫ ﻗﹸﻞﹾ ﻟﹶﺎ ﺗ‬‫ﻦ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ﺨ‬‫ ﻟﹶﻴ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺗ‬‫ﺮ‬‫ ﺃﹶﻣ‬‫ ﻟﹶﺌِﻦ‬‫ﺎﻧِﻬِﻢ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﺟ‬‫ﻤ‬‫ﺃﹶﻗﹾﺴ‬‫ ﻭ‬.١٠ .

‫ﻠﹸﻮﻥﹶ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺗ‬‫ ﺑِﻤ‬‫ﺒِﲑ‬‫ ﺧ‬‫ﻭﻓﹶﺔﹲ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ﺔﹲ ﻣ‬‫ﻃﹶﺎﻋ‬

Dan mereka bersumpah dengan nama Allah sekuat-kuat sumpah, jika kamu suruh mereka berperang, pastilah mereka akan pergi. Katakanlah: "Janganlah kamu bersumpah, (karena ketaatan yang diminta ialah) ketaatan yang sudah dikenal. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. an-Nur : 53 )

‫ﻟﹶﺎ‬‫ ﻭ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ ﻣِﻨ‬‫ﻢ‬‫ﺎ ﻫ‬‫ ﻣ‬‫ﻬِﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ ﻋ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺎ ﻏﹶﻀِﺐ‬‫ﻣ‬‫ﺍ ﻗﹶﻮ‬‫ﻟﱠﻮ‬‫ﻮ‬‫ ﺗ‬‫ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﺮ‬‫ ﺗ‬‫ ﺃﹶﻟﹶﻢ‬.١١ ‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺍ ﺇِﻧ‬‫ﺪِﻳﺪ‬‫ﺎ ﺷ‬‫ﺬﹶﺍﺑ‬‫ ﻋ‬‫ﻢ‬‫ ﻟﹶﻬ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺪ‬‫ ﺃﹶﻋ‬.‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻜﹶﺬِﺏِ ﻭ‬‫ﻠِﻔﹸﻮﻥﹶ ﻋ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻣِﻨ‬  ‫ﺬﹶﺍ‬‫ ﻋ‬‫ﻢ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻓﹶﻠﹶﻬ‬‫ ﺳ‬‫ﻦ‬‫ﻭﺍ ﻋ‬‫ﺪ‬‫ﺔﹰ ﻓﹶﺼ‬‫ﻨ‬‫ ﺟ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺎﻧ‬‫ﻤ‬‫ﺬﹸﻭﺍ ﺃﹶﻳ‬‫ﺨ‬‫ ﺍﺗ‬.‫ﻠﹸﻮﻥﹶ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻮﺍ ﻳ‬‫ﺎ ﻛﹶﺎﻧ‬‫ﺎﺀَ ﻣ‬‫ﺳ‬ ‫ﺏ‬ ِ‫ﺎﺭ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ﺎﺏ‬‫ﺤ‬‫ ﺃﹶﺻ‬‫ﺌﹰﺎ ﺃﹸﻭﻟﹶﺌِﻚ‬‫ﻴ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺷ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﻟﹶﺎﺩ‬‫ﻟﹶﺎ ﺃﹶﻭ‬‫ ﻭ‬‫ﻢ‬‫ﺍﻟﹸﻬ‬‫ﻮ‬‫ ﺃﹶﻣ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻋ‬‫ﻐﻨِﻲ‬ ‫ ﺗ‬‫ ﻟﹶﻦ‬.‫ﻬِﲔ‬‫ﻣ‬ .‫ﻭﻥﹶ‬‫ﺎﻟِﺪ‬‫ﺎ ﺧ‬‫ ﻓِﻴﻬ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬ Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui. Allah telah menyediakan bagi mereka azab yang sangat keras, sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka halangi (manusia) dari jalan Allah; karena itu mereka mendapat azab yang menghinakan. Harta benda dan anak-anak mereka tiada berguna sedikitpun (untuk menolong) mereka dari azab Allah. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.(QS. Mujadalah : 14-17 )

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﺒ‬‫ﺴ‬‫ﺤ‬‫ﻳ‬‫ ﻭ‬‫ﻠِﻔﹸﻮﻥﹶ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺤ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ ﻛﹶﻤ‬‫ﻠِﻔﹸﻮﻥﹶ ﻟﹶﻪ‬‫ﺤ‬‫ﺎ ﻓﹶﻴ‬‫ﻤِﻴﻌ‬‫ ﺟ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻢ‬‫ﺜﹸﻬ‬‫ﻌ‬‫ﺒ‬‫ ﻳ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ ﻳ‬.١٢ . ‫ﻮﻥﹶ‬‫ ﺍﻟﹾﻜﹶﺎﺫِﺑ‬‫ﻢ‬‫ ﻫ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺀٍ ﺃﹶﻟﹶﺎ ﺇِﻧ‬‫ﻲ‬‫ﻠﹶﻰ ﺷ‬‫ ﻋ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺃﹶﻧ‬

60

(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu; dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh suatu (manfa`at). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta. (QS. Mujadalah : 18 )

‫ﻚ‬‫ ﺇِﻧ‬‫ﻠﹶﻢ‬‫ﻌ‬‫ ﻳ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻮﻝﹸ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﺳ‬‫ ﻟﹶﺮ‬‫ﻚ‬‫ ﺇِﻧ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﺸ‬‫ﺎﻓِﻘﹸﻮﻥﹶ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻧ‬‫ﻨ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺎﺀَﻙ‬‫ ﺇِﺫﹶﺍ ﺟ‬.١۳ ‫ﻦ‬‫ﻭﺍ ﻋ‬‫ﺪ‬‫ﺔﹰ ﻓﹶﺼ‬‫ﻨ‬‫ ﺟ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺎﻧ‬‫ﻤ‬‫ﺬﹸﻭﺍ ﺃﹶﻳ‬‫ﺨ‬‫ ﺍﺗ‬.‫ﻮﻥﹶ‬‫ ﻟﹶﻜﹶﺎﺫِﺑ‬‫ﺎﻓِﻘِﲔ‬‫ﻨ‬‫ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺪ‬‫ﻬ‬‫ﺸ‬‫ ﻳ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﻟﹸﻪ‬‫ﺳ‬‫ﻟﹶﺮ‬ .‫ﻠﹸﻮﻥﹶ‬‫ﻤ‬‫ﻌ‬‫ﻮﺍ ﻳ‬‫ﺎ ﻛﹶﺎﻧ‬‫ﺎﺀَ ﻣ‬‫ ﺳ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺇِﻧ‬‫ﺳ‬ Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Munafiqun : 1-2 )

E.

Tujuan sumpah dalam al-Qur’an Sumpah Allah dalam al-Qur’an

pada dasarnya adalah sebuah respon

terhadap suatu anggapan, tuduhan, ataupun sikap lawan bicara yang menjadi objek dakwahnya. Hal ini dapat diketahui dari beberapa contoh dalam al-Qur’an berikut ini 1.

Terkadang lawan bicara mengingkari/menolak kebenaran berita. Misalnya dalam surat an-Nazi’at /79 : 10-12 berikut ini :

Ucapan orang kafir tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa mereka tidak percaya terhadap berita tentang adanya hari berbangkit, sebab menurut mereka itu adalah sesuatu hal yang mustahil. Oleh sebab itu Allah bersumpah pada awal surat tersebut untuk menegaskan keberadaannya dan memastikan kejadiannya.

61

2.

Terkadang pada diri lawan bicara tanpak tanda-tanda keraguan terhadap berita tersebut. Misalnya : dalam QS. Adh-Dhuha : 1-3 Sesuai dengan riwayat turunnya ayat ini yang berkaitan dengan terhentinya proses penurunan wahyu setelah wahyu-wahyu sebelumnya. Maka orangorang kafir mengejek nabi saw. Dengan mengatakan bahwa Allah telah meninggalkannya. Hal ini membuat Rasulullah saw. Bertanya-tanya dalam hatinya, mungkinkah Allah telah membenciku? Oleh sebab itu A;lah menurunkan surat ini sebagai penegasan meninggalkannya,

apalagimembencinya.

bahwa Allah tidak pernah Hal

ini

sekaligus

untuk

menghilangkan kecemasan dan keraguan dalam hati beliau. 3.

Terkadang lawan bicara melalaikan atau melupakan pelajaran dan hikmah yang terkandung dalamberita tersebut. Misalnya dalam QS. Al-ashr /103:13. Pada umumnya manusia itu banyak yang melalaikan waktunya selama hidup di dunia. Mereka lupa denagn suatu hari yang akan dibangkitkan dan segala amal perbuatan akan dihisab. Oleh sebab itu Allah bersumpah dalam surat tersebut adalah untuk mengingatkan dan menyadarkan mereka akan kerugiannya nanti di akhirat, kecuali orang –orang yang disebutkan sebelumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan sumpah Allah dalam al-

Qur’an adalah untuk mempertegas dan memperkuat kebenaran suatu berita, meyakinkan lawan bicara akan kebenarannya, menegakkan dan menyempurnakan

62

hujjah, serta mengingatkan dan menyadarkan manusia dari kelalaian dan kelupaannya.

63

BAB III WAKTU DALAM AL-QUR’AN A.

Definisi Waktu

‫اﻟﻮﻗﺖ‬

)

), dan ta (‫ت‬

)

Secara etimologi kata waktu adalah terjemahan dari al-waqtu ( yaitu suatu kata yang terdiri dari huruf wa ( merupakan kata jadian dari akar kata

‫وﻗﺖ‬

‫و‬

‫ق‬

), qaf (

yang jama’nya auqât (‫ ) اوﻗﺎت‬yang

berarti time (dalam bhs Inggris)1 Sedangkan al-Waqt Secara terminologi mempunyai arti :

ِ‫ﻣﺎﹶﻥ‬‫ ﺍﻟﺰ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺍﺭ‬‫ ﺍﹶﻟﹾﻤِﻘﹾﺪ‬‫ﺮِ ﺃﹶﻭ‬‫ﻫ‬‫ ﺍﻟﺪ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺍﺭ‬‫ﺍﹶﻟﹾﻤِﻘﹾﺪ‬ 2

“ Ukuran masa atau ukuran zaman “. Dalam kamus bahasa Indonesia, waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung. Dan tidak seorangpun tahu apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang.

3

Waqt digunakan

dalam arti batas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan suatu peristiwa. Karena itu sering kali al-Qur’an menggunakannya dalam konteks kadar tertentu dari satu masa. Firman Allah SWT. :

.ِ‫ﻠﹸﻮﻡ‬‫ﻌ‬‫ﻗﹾﺖِ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻡِ ﺍﻟﹾﻮ‬‫ﻮ‬‫ ﺇِﻟﹶﻰ ﻳ‬.‫ﻈﹶﺮِﻳﻦ‬‫ﻨ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻚ‬‫ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻓﹶﺈِﻧ‬ Abd. Bin Nuh dan Oemar Bakry, Kamus Arab - Indonesia – Inggris, (Jakarta : Pt Mutiara Sumber Widya, 1998), Cet. Ke-2, h. 264 2 Fayruza Badi Majid al-Din, Kamus al-Muhîth, tth, ttp, h. 160. lihat juga Majma’ lughah al-‘Arabiyyah, Mu’jam al-Wajiz, ( Mesir : al-Haiah al-‘Ammah li Syu ūni al-Mathabi’ al Amiriyyah), 1997) , h. 677 3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-dua ( jakarta : Balai Pustaka, 1966) Cet. Ke-7, h. 1123 1

64

Artinya : Allah berfirman :”kalau begitu maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan4”. (QS. al-Hijr : 37-38) B.

Term Waktu Dalam al-Qur’an Al-Qur’an memberi perhatian terhadap waktu dalam berbagai versi, dengan

penggambaran dan beraneka. Sebagai permulaan tentang pentingnya waktu dan besarnya nikmat Allah di dalam-Nya.5 Al-Qur’an menyebutkan pemberian dan karunia Allah kepada manusia :

‫ ﻣِﻦ‬‫ﺎﻛﹸﻢ‬‫ﺀَﺍﺗ‬‫ ﻭ‬.‫ﺎﺭ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﻞﹶ ﻭ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺮ‬‫ﺨ‬‫ﺳ‬‫ﻦِ ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﺍﺋِﺒ‬‫ ﺩ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹶﻤ‬‫ ﻭ‬‫ﺲ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﻟﺸ‬‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺮ‬‫ﺨ‬‫ﺳ‬‫ﻭ‬ .‫ ﻛﹶﻔﱠﺎﺭ‬‫ﺎﻥﹶ ﻟﹶﻈﹶﻠﹸﻮﻡ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﹾﺈِﻧ‬‫ﻮﻫ‬‫ﺼ‬‫ﺤ‬‫ﺔﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻟﹶﺎ ﺗ‬‫ﻤ‬‫ﻭﺍ ﻧِﻌ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﺇِﻥﹾ ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﻩ‬‫ﻤ‬‫ﺄﹶﻟﹾﺘ‬‫ﺎ ﺳ‬‫ﻛﹸﻞﱢ ﻣ‬ “Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya) dan tela menundukkan bagimu siang dan malam. Dan dia telah memberikan kepadamu (keperluan ) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadaNya. Dan jika kamu menghitung hitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggkannya. Sesungguhnya manusia itu , sangat dhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”. (QS. Ibrahim : 33-34 )

Waktu adalah seluruh rangkaian saat, baik yang telah berlalu, sekarang dan yang akan datang . dalam al-Qur’an, makna waktu tidak hanya menggunakan kata waktu saja akan tetapi menggunakan banyak term, diantaranya adalah berikut di bawah ini :

4

Waktu yang ditentukan adalah waktu tiupan pertama tanda permulaan hari kiamat. ( lihat Qur’an dan terjemahannya surat al-Hijr ayat 38. 5 Yusuf al-Qardhawi, al-Waqt fi Hayâti Muslim / Waktu dalam kehidupan muslim, Terjemahan, ( Jakarta : CV. Firdaus , 2001 ), Cet. Ke-4, h. 1

65

B.1. Ad-Dahr. Secara etimologi kata ad-dahr mempunyai arti : azzamân al-thawîl (

‫ﺍﻟﻄﻮﻳﻞ‬

) yaitu masa yang lama.

‫ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ‬

dalam al-Qur’an kata tersebut disebutkan

sebanyak dua kali (QS. al-Jastiyah :24 )

‫ﻢ‬‫ﺎ ﻟﹶﻬ‬‫ﻣ‬‫ﺮُ ﻭ‬‫ﻫ‬‫ﺎ ﺇِﻟﱠﺎ ﺍﻟﺪ‬‫ﻠِﻜﹸﻨ‬‫ﻬ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﻣ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﺤ‬‫ﻧ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﺕ‬‫ﻤ‬‫ﺎ ﻧ‬‫ﻴ‬‫ﻧ‬‫ﺎ ﺍﻟﺪ‬‫ﻨ‬‫ﺎﺗ‬‫ﻴ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﺣ‬‫ﺎ ﻫِﻲ‬‫ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻣ‬‫ﻭ‬ .

‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻈﹸﻨ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ ﻋِﻠﹾﻢٍ ﺇِﻥﹾ ﻫ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺑِﺬﹶﻟِﻚ‬

Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. dan QS. al-Insan :1 .

‫ﺍ‬‫ﺬﹾﻛﹸﻮﺭ‬‫ﺌﹰﺎ ﻣ‬‫ﻴ‬‫ ﺷ‬‫ﻜﹸﻦ‬‫ ﻳ‬‫ﺮِ ﻟﹶﻢ‬‫ﻫ‬‫ ﺍﻟﺪ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺎﻥِ ﺣِﲔ‬‫ﺴ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﺈِﻧ‬‫ﻰ ﻋ‬‫ﻞﹾ ﺃﹶﺗ‬‫ﻫ‬

Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Dalam surat al-Jatsiyah, Allah mengemukakan kedurhakaan kaum musyrikin yang lain. yakni kehidupan ini tidak lain kecuali kehidupan dunia saja, tidak ada akhirat, sebagian umat manusia mati dan sebagian yang lain hidup, yakni lahir dan tidak ada yang membinasakan kita selain perjalanan masa yang demikian panjang. Dia datang terus menerus datang secara berkesinambung dan sebagai manusia silih berganti lahir dan mati. Kamatian bukanlah perpindaan dari satu tempat ke tempat lain. Demikian ucapan dan kepercayaan mereka. Padahal mereka sekali-kali menyangkut hal yakni ucapan dan kepercayaan mereka itu tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun apalagi banyak. Mereka tidak lain hanyalah terus menerus menduga-duga dan mengira ngira saja karena melihat 66

manusia dari saat ke saat melemah lalu meninggalkan pentas bumi ini tanpa kembali.

Kaum musyrikin dalam ucapannya yang direkam ayat di atas mendahulukan kata namūtu (

‫ )ﳕﻮﺕ‬:

kita mati atas nahya (

‫ ) ﳓﻲ‬/ kita hidup, padahal mereka

berbicara tentang “kehidupan “ sehingga boleh jadi ada yang berkata :”mestinya kata hidup yang didahulukan.” Hal ini disamping untuk menyesuaikan nada penggalan sebelumnya yakni kata ad-dunya (

‫ ) ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ‬dengan kata nahya (‫) ﳓﻲ‬

juga karena mereka bermaksud memberi penekanan tentang kematian. Mereka hendak menggarisbawahi bahwa kematian adalah akhir perjalanan wujud manusia dan tiada kebangkitan sesudahnya. Kata ad-dahr (

‫ ) ﺍﻟﺪﻫﺮ‬digunakan untuk masa atau saat yang panjang dan

lama yang dilalui oleh alam raya dalam kehidupan

dunia ini, yakni sejak

diciptakannya sampai punah atau hancurnya alam ini. Kata ini kemudian digunakan untuk masa yang panjang dan dipinjam untuk menyebut tradisi yang langgeng sepanjang hayat,6 dalam arti waktu yang dilalui oleh sejak terciptanya alam hingga punahnya. Manusia pernah suatu ketika dalam ketiadaan, walau ketika itu dahr telah wujud. Disisi lain sudah sekian banyak manusia yang telah tiada, kendati masa itu masih tetap ada. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa ad-dahr, sebagaimana firman Allah di atas. yaitu waktu yang digunakan untuk saat berkepanjangan

6

Wardoyo Abdul Ghafur, Tafsir Sosial, (Yogyakarta : elSAQ Press, 2005 ) Cet. 1, h. 266

67

yang dilalui oleh alam raya dalam kehidupan ini, yaitu sejak diciptakannya sampai punahnya alam semesta. Lihat kembali QS. al-Jatsiyah ayat 4 dan al-Insan ayat 1. sebagaimana di atas.

B. 2. Ajal Ajal yaitu masa tertentu yang ditetapkan bagi sesuatu. dalam al-Qur’an kata ini terulang sebanyak 51 kali.7 Pada umumnya kata ajal digunakan untuk menjelaskan waktu berakhirnya sesuatu, seperti berakhirnya usia manusia atau masyarakat.8

‫ﻟﻜﻞ ﺃﻣﺔ ﺃﺟﻞ‬ “Setiap umat mempunyai batas waktu berakhirnya usia”(QS. Yunus :49) Demikian juga berakhirnya kontrak kerja antara nabi Syuaib dan nabi Musa, yang dijelaskan dalam QS. al-Qashash : 28

‫ﻘﹸﻮﻝﹸ‬‫ﺎ ﻧ‬‫ﻠﹶﻰ ﻣ‬‫ ﻋ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﻭ‬‫ﻠﹶﻲ‬‫ﺍﻥﹶ ﻋ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﻋ‬‫ﺖ‬‫ﻴ‬‫ﻦِ ﻗﹶﻀ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﺎ ﺍﻟﹾﺄﹶﺟ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﻚ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﺑ‬‫ﻨِﻲ ﻭ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺫﹶﻟِﻚ‬ .‫ﻛِﻴﻞﹲ‬‫ﻭ‬ Artinya : Dia (Musa) berkata: "Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan".

7

Yaitu : QS. Yunus : 49, Hud : 3 dan 104, ar-Ra’du : 2 dan 38, Ibrahim : 10 dan 44, anNahl : 61, Thaha : 129, al-Hajj : 5 dan 33, al-Qashash : 28, al-Ankabut : 5 dan 53, ar-Rum : 5,8 dan 42, Luqman : 29, Fathir : 13 dan 45, as-yu’ara : 14, al-Akhqaf : 3, al-Munafiqun : 10 dan surat Nuh : 4. dan lain-lain. lihat Husain Muhammad Fahmi Syafi’I , Ad-Dalil al-Mufahras li Alfâdz alQur ’ân al-Karîm ,(Kairo : Dârussalam, 2002), Cet. II, h. 33 8 Wardoyo Abdul Ghafur, Tafsir Sosial, h. 266

68

B.3. Waqt Secara etimologi al-waqt mempunyai arti :

‫ﺍﳌﻘﺪﺍﺭ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ‬ “ ukuran masa / waktu untuk melakukan sesuatu “. Waqt digunakan dalam arti batas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan suatu peristiwa. Karena itu sering kali al-Qur’an menggunakannya dalam konteks kadar tertentu dari satu masa. (QS. an-Nisa’ : 103)

‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻨ‬‫ﺄﹾﻧ‬‫ ﻓﹶﺈِﺫﹶﺍ ﺍﻃﹾﻤ‬‫ﻮﺑِﻜﹸﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻠﹶﻰ ﺟ‬‫ﻋ‬‫ﺍ ﻭ‬‫ﻮﺩ‬‫ﻗﹸﻌ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﺎﻣ‬‫ ﻗِﻴ‬‫ﻭﺍ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺼﻠﹶﺎﺓﹶ ﻓﹶﺎﺫﹾﻛﹸﺮ‬  ‫ ﺍﻟ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻓﹶﺈِﺫﹶﺍ ﻗﹶﻀ‬ .

‫ﺎ‬‫ﻗﹸﻮﺗ‬‫ﻮ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ﺎﺑ‬‫ ﻛِﺘ‬‫ﻣِﻨِﲔ‬‫ﺆ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻋ‬‫ﺖ‬‫ﺼﻠﹶﺎﺓﹶ ﻛﹶﺎﻧ‬  ‫ﺼﻠﹶﺎﺓﹶ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟ‬  ‫ﻮﺍ ﺍﻟ‬‫ﻓﹶﺄﹶﻗِﻴﻤ‬

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. Kata waqt terulang sebanyak 3 kali dalam al-Qur’an,9 yaitu terdapat dalam QS. Hajr : 38, QS. Shad : 81 dan QS. al-A’raf B.4. Ashr Kata ini biasa diartikan dengan waktu menjelang terbenamnya matahari, tetapi juga dapat diartikan sebagai “masa “ secara muthlak. Makna terakhir ini diambil berdasarkan asumsi bahwa ‘ashr merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia. Kata ‘ashr sendiri bermakna “perasaan” seakan-akan masa harus digunakan oleh manusia untuk memeras pikiran dan keringatnya, dan hal ini hendaknya dilakukan kapan saja sepanjang masa. 9

Husain Muhammad fahmi syafi’I , Ad-Dalil al-Mufahras li Alfadz al-Qur ’an al- Karim,

h. 909

69

Dari beberapa pengertian kata di atas, dapat penulis simpulkan, bahwa meski dalam bahasa indonesianya hanya dikenal “waktu”, namun beberapa kata tersebut memberi kesan yang berbeda-beda. Kata dahr memberi kesan bahwa segala sesuatu pernah tiada dan keberadaannya menjadikan ia terikat oleh waktu. Kata ajal memberi kesan bahwa segala sesuatu ada batas waktu berakhirnya, sehingga pada hakekatnya tidak ada yang langgeng dan abadi di dunia ini , kecuali Allah sendiri. Berbeda dengan dahr dan ajal, kata waqt memberi kesan tentang keharusan adanya pembagian teknis mengenai masa yang dialami seperti detik, menit, hari , minggu, bulan dan tahun. Oleh karena itu, dalam budaya tertentu ada pesta ulang tahun atau perayaan tahun baru. Sedangkan kata ashr memberi kesan bahwa saat-saat yang dialami oleh manusia harus diisi dengan kerja keras, baik fisik maupun non fisik. C.

Kata yang mempunyai makna bagian waktu Al-Qur’an dan Sunnah sangat memperhatikan masalah waktu dari berbagai

sudut dan bentuknya yang beraneka ragam. Waktu merupakan nikmat termahal di antara nikmat yang lainnya.10 Karena waktu merupakan usia kehidupan

dan

tempat manusia berada, dan bernaung. Al-Qur’an telah menegaskan betapa tinggi dan mahalnya nilai waktu di sisi manusia. Dalam Qur’an surat Ibrahim ayat 32 34

10

Selain nilmat waktu Abdul Fattah Abu Ghuddah juga membagi pokok- pokok nikmat menjadi tiga kelompok yaitu : nikmat iman kepada Allah dan semua yang datang dari- Nya dan beribadah sebagaimana yang diperintahkann-Nya, Nikmat sehat yang merupakan bekal segala aktifitas manusia dan pilar yang menopang eksistensinya, nikmat ilmu yang menjadikan manusia menjadi maju dan bahagia dengannya apabila bisa mengamalkannya dengan baik. Abdul Fattah Abu Ghuddah, Qimmatuz zamân ‘indal Ulamâ, terjemahan , ( jakarta : Pustaka Amani, 1996 ) h. 2

70

‫ ﺑِﻪِ ﻣِﻦ‬‫ﺝ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺀً ﻓﹶﺄﹶﺧ‬‫ﺎﺀِ ﻣ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﻟﺴ‬‫ﻝﹶ ﻣِﻦ‬‫ﺰ‬‫ﺃﹶﻧ‬‫ ﻭ‬‫ﺽ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‬‫ﺍﺕِ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﻟﺴ‬‫ﻠﹶﻖ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﺧ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻪ‬ ‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺮ‬‫ﺨ‬‫ﺳ‬‫ﺮِﻩِ ﻭ‬‫ﺮِ ﺑِﺄﹶﻣ‬‫ﺤ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﺮِﻱ‬‫ﺠ‬‫ ﻟِﺘ‬‫ ﺍﻟﹾﻔﹸﻠﹾﻚ‬‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺨﺮ‬  ‫ﺳ‬‫ ﻭ‬‫ﻗﹰﺎ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺍﺕِ ﺭِﺯ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﺜﱠﻤ‬ ‫ﺎﻛﹸﻢ‬‫ﺀَﺍﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﻞﹶ ﻭ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺮ‬‫ﺨ‬‫ﺳ‬‫ﻦِ ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﺍﺋِﺒ‬‫ ﺩ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹶﻤ‬‫ ﻭ‬‫ﺲ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﻟﺸ‬‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺨﺮ‬  ‫ﺳ‬‫ ﻭ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﻧ‬ ‫ ﻛﹶﻔﱠﺎﺭ‬‫ﺎﻥﹶ ﻟﹶﻈﹶﻠﹸﻮﻡ‬‫ﺴ‬‫ﺎ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﹾﺈِﻧ‬‫ﻮﻫ‬‫ﺼ‬‫ﺤ‬‫ﺔﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻟﹶﺎ ﺗ‬‫ﻤ‬‫ﻭﺍ ﻧِﻌ‬‫ﺪ‬‫ﻌ‬‫ﺇِﻥﹾ ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﻮﻩ‬‫ﻤ‬‫ﺄﹶﻟﹾﺘ‬‫ﺎ ﺳ‬‫ ﻛﹸﻞﱢ ﻣ‬‫ﻣِﻦ‬ Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buahbuahan menjadi rezeki untukmu, dan dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-nya, dan Dia telah menundukkan pula sungai-ungai. Dan Dia telah menundukkan pula bagimu matahari dan bulan yang terus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan dia telah memberikan kepadamu (keperluan) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya manusia itu sangat dhalim dan ingkar akan nikmat Allah ( QS. Ibrahim : 32-34 ). Ayat di atas merupakan beberapa rincian nikmat dari Allah yang tidak disyukuri oleh banyak manusia, serta mengubahnya dengan kekufuran.11 Perurutan anugerah Allah di atas sungguh sangat serasi. Setelah menyebut penciptaan langit dan bumi disusul dengan air yang turun dari langit – yang merupakan salah satu sumber pokok kehidupan. Air tersebut menghidupkan makhluk hidup termasuk tumbuhan yang disebut secara khusus sekaligus sebagai bukti kuasa Allah membangkitkan kembali yang telah mati dan terkubur. Air dari langit itu berasal dari bumi di mana kapal-kapal berlayar. Pelayarannya terlaksana di laut dan sungai. Laut dan sungai dipengaruhui oleh matahari dan bulan, dan peredaran matahari dan bulan bersama peredaran bumi lahir malam dan siang. Adapun kata yang bermakna bagian waktu dalam ayat di atas adalah : 11

Lihat QS. Ibrahim : 28, yang artinya : “Tidaklah engkau melihat orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatukan kaum mereka ke lembah kebinasaan ?, yaitu neraka Jahannam, merek masuk kedalamnya dan itulah seburuk buruk tempat kediaman.

71

C.I. al-Lail (malam ) Kata

‫ ﺍﻟﹼﻴﻞ‬/ al-lailu merupakan kata yang terdiri dari huruf ‫ ﻝ‬/ lam di awal

dan akhir dan

huruf

‫ ﻱ‬/ ya’ yang merupakan kata jadian dari kata “Lailun”

(‫ )ﻟﻴﻞ‬yang memiliki arti waktu setelah siang yang ditandai dengan tenggelamnya matahari.12 Yaitu lawan katanya siang. Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” kata malam mempunyai arti : waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit13. Dalam al-Qur’an kata lail / malam banyak di ikuti dengan kata nahar / siang, yang menunjukkan bahwa dalam satu hari itu selalu berputar malam dan siang. Ada juga kata malam yang diikuti dengan kata yang lain sehingga menunjukkan waktu atau malam tertentu, seperti lailatul qadar, yaitu malam kemuliaan dimana al-Qur’an diturunkan, barang siapa berbuat kebaikan dan beramal shaleh pahalanya akan dilipatkan seribu bulan.14

lailatul mubarakah juga malam dimana al-Qur’an diturunkan15,

lailatus syiyam yaitu malam puasa yang dihalalkan kapada suami untuk mendatangi istrinya16. Adapun kata al-lail dalam al-Qur’an dengan berbagai bentuk diulang 92 kali17 , Kata - kata lail di atas, sebagian menerangkan tentang penciptaan alam semesta, sebagaimana dalam QS. Ali-Imran : 190, yang berbunyi 12

Ibnu Mandzur, Lisân al-Arab, (Beirut : Dâr al-Ma’ârif ) jilid. 5, h. 4115 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 621 14 lihat QS. al-Qadar ayat 3 15 lihat QS. ad-Dukhân ayat 3 16 lihat QS. al-Baqarah ayat 187 17 QS. al-Baqarah : 164, 187, 274, QS. Ali Imran : 27, 113, 190, QS. al-An’am : 13, 54, 60, 76, 96, QS. Yunus : 6, 27, 67, QS. Hud : 81, 114, QS. ar-Ra’du : 3, 10, QS. Ibrahim : 33, QS. al-Hijr : 65, QS. an-Nahl : 61, QS. al-isra’ : 12, 78, 79, QS. Thaha : 130, QS. al-Anbiya’ : 20, 23, 13

72

ِ‫ﺎﺏ‬‫ﺎﺕٍ ﻟِﺄﹸﻭﻟِﻲ ﺍﻟﹾﺄﹶﻟﹾﺒ‬‫ﺎﺭِ ﻟﹶﺂﻳ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﻞِ ﻭ‬‫ﺘِﻠﹶﺎﻑِ ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ﺍﺧ‬‫ﺽِ ﻭ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‬‫ﺍﺕِ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ﻠﹾﻖِ ﺍﻟﺴ‬‫ﺇِﻥﱠ ﻓِﻲ ﺧ‬ : “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.

ٍ‫ﻡ‬‫ﺎﺕٍ ﻟِﻘﹶﻮ‬‫ﺽِ ﻟﹶﺂﻳ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‬‫ﺍﺕِ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻠﹶﻖ‬‫ﺎ ﺧ‬‫ﻣ‬‫ﺎﺭِ ﻭ‬‫ﻬ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﻞِ ﻭ‬‫ﺘِﻠﹶﺎﻑِ ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ﺇِﻥﱠ ﻓِﻲ ﺍﺧ‬ ‫ﻘﹸﻮﻥﹶ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬ Artinya : “ sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa.

Dan ayat-ayat yang lainnya. dan sebagian lagi , menerangkan tentang waktu malam dan keistimewaannya. Seperti kata-kata lail yang mengandung sumpah. Yang akan dibahas dalam bab empat berikutnya. C.2. Kata nahar (Siang ) kata nahâr (

‫ )ﺍﻟﻨﻬﺎﺭ‬yang terdiri dari kata nun (‫)ﻥ‬, ha (‫)ﻩ‬, alif mad (‫ )ﺍ‬dan ra

‫ﺭ‬

( ) merupakan kata jadian dari akar “nahara” (

‫ﺮ‬ ) yang

mempunyai arti cahaya

diantara terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari18. Atau dari munculnya matahari hingga tenggelamnya.

42, QS. al-Hajj : 61, QS. al-mukminun : 80, QS. an-Nur : 44, QS. al-Furqan : 47, 62, QS. an-Naml : 86, QS. al-Qashshash : 71, 72, 73, QS. ar-Rum : 23, QS. Lukman : 29, QS. as-Saba’ : 33, QS. Fathir : 13, QS. Yasin : 37, 40, QS. Ashshaffat : 38, QS. az-Zmar : 5, 9, QS. al-Ghafir : 61, QS. Fushilat : 37, 38, QS. Jatsiyah : 5, QS. Qaf : 40, QS. Qaf : 40, QS. Adzariyat : 17, QS. at-Thur : 49, QS. al-Hadid : 6, QS. al-Muzamil : 2, 6, 20, QS. l-Mudastir : 33, QS. al-Insan : 26, QS. anNaba’ : 10, QS. at-Takwir : 17, QS. al-Insyiqaq : 17, QS. Yunus : 24, QS. al-Isra’ : 1, QS. al‘A’raf : 142, QS. ad-Dukhan : 3, QS. al-Qadar : 1,2, 3, QS. an-nzi’at : 29, QS Maryam : 10, QS. al-Haqqah : 7, QS. Saba’ : 18, QS. al-Fajr : 2, 4, QS. asy-Syams : 4, QS. al-Lail : 1, dan QS. adDuha : 2. lihat.. Husain Muhammad Fahmi Syafi’I , Ad-Dalil al-Mufahras li Alfadz , h. 749-750 18 Ibnu Mandzur, Lisân al-Arab, (Beirut : Dâr al-Ma’ârif, tth ), Jilid 6, h. 4887

73

Menurut kamus bahasa indonesia, siang berarti terang ( dalam arti bersih, tidak ada rumputnya dan sebagainya.19 Allah jadikan tanda siang itu terang, agar kamu berusaha dan mencari karunia dari Tuhanmu20 dan Allah jadikan siang adalah waktu untuk mencari penghidupan.21 Karena itu manfaatkanlah waktu siang dengan banyak beraktifitas. kata nahar dalam al-Qur’an diulang sebanyak 97 kali22.

C.3. Kata yaum (hari) kata dan

‫ ﺍﻟﻴﻮﻡ‬/ yaumu merupakan kata yang terdiri dari huruf : ‫ ﻱ‬/ya’, ‫ ﻭ‬/ wau,

‫ ﻡ‬/ mim. Yang mempunyai arti hari. dalam kamus besar bahasa indonesia kata

hari mempunyai 3 arti, yaitu : 1. waktu dari pagi sampai pagi lagi, yaitu edaran atau edaran bumi pada sumbunya. Dalam sehari ada 24 jam. 2. waktu selama matahari menerangi tempat kita (dari matahari terbit sampai matahari terbenam). 3. keadaan (udara alam dan sebagainya) yang terjadi dalam waktu 24 jam.23 Kata

19

Departemen pendidikan dan kebudayaan , Kamus Besar Bahasa Indonesa, h. lihat QS. al-Isra’ ayat : 12, QS. ar-Rum ayat : 23 21 lihat QS. an-Naba’ ayat : 11 22 Kata nahâru (marfu’) terdapat pada QS. Fushshilat : 37. kata nahâra ( mansub) terdapat pada : QS. Ali Imran : 27, QS. al-A’raf : 54, QS. Yunus : 67, QS. ar-Ra’du : 3, QS. Ibraim : 33, QS. an-nahl : 12, QS. al-Isra’ : 12, QS. al-Anbiya’ : 20, 33, QS. al-Hajj : 61, QS. an-Nur : 44, QS. al-Frqan : 47, 62, QS. an-Naml : 86, QS. al-Qasash : 72, 73, QS. Luqman : 29, QS. Fathir : 13, QS. Yasin : 37 , QS. az-Zumar : 5, QS. Ghafir : 61, QS. Hadid : 6, QS. Muzammil : 20, QS. an-Naba’ : 11, QS. al-Baqarah : 164, 274, QS. Ali Imran ; 27, 72, 190. kata Nahari ( majrur ) terdapat pada : QS. an-‘Am : 13, 70, QS. Yunus : 6, 45, QS. Hud : 114, QS. ar-Ra’du : 10, QS. al-isra’ : 12, QS. Thaha : 130, QS. anbiya’ : 42, QS. al-Hajj : 61, QS. Mukminun : 70, QS. ar-Rum : 23, QS. Luqman : 29, QS. Saba’ : 33, QS. Fathir : 13, QS. yasin : 40, QS. az-zumar : 5, QS. as-Syams : 3, QS. al-lail : 2, QS. al-Ahqaf : 35. dan kata naharan, terdapat pada : QS. Yunus : 24, 50, dan QS. Nuh : 5. Husain Muhammad fahmi syafi’I , Ad-Dalil al-Mufahras li alfadz al-, h. 882 23 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamu Besar Bahasa Indonesia, h. 341 20

74

yaum dalam al-Qur’an

banyak diikuti dengan kata-kata lain sehingga

menunjukkan waktu atau hari tertentu, seperti : Yaumuzzînah (

‫) ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺰﻳﻦﺔ‬, yang secara harfiyah berarti hari hiasan atau

berhias, yakni hari raya. hari raya dimaksud adalah hari dimana bendungan dan penampungan limpahan air sungai Nil dibuka, sehingga airnya mengalir keberbagai penjuru dan mengairi sawah dan ladang masyarakat luas. Hari tersebut mereka sambut dan rayakan. Melimpahnya air sungai Nil biasanya terjadi awal bulan Juli atau bulan yang bernama “Bulan Tut’ dalam penaggalan Mesir kuno. Pembukaan bendungan dan penampungan itu dahulu berlangsung delapan belas hari sebelum datangnya musim gugur, atau bertepatan dengan tanggal 15 bulan September.24 Dalam al-Qur’an surat Thaha ; 59 yang artinya : Dia berkata : waktu adalah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu dhuha. Maka Fir ’aun berpaling lalu mengatur tipu dayanya , kemudian datang. dijelaskan bahwa hari ini adalah hari yang diusulkan oleh nabi Musa untuk mengadakan pertandingan dengan Fir’aun, agar mengumpulkan manusia di hari raya tepatnya waktu dhuha25. Dan Fir’aun menyetujuinya kemudian dia berpaling dan meninggalkan tempat pertemuannya dengan Musa. Lalu tanpa membuang

24

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah , volume 8. h. 320 Menurut Quraish Shihab, pemilihan Nabi Musa as. Itu sungguh tepat, karena ketika itu masyarakat umum berkumpul sehingga beliau dapat menampilkan mukjizat ilahi dengan disaksikan oleh banyak orang. Sedangkan pemilihan waktu dhuha, juga sangat tepat, bukan saja karena panas mtahari belum menyengat, tetapi juga karena ketika itu cahayanya sangat jelas sehingga apa yang ditampilkan oleh masing-masing pihak yang bertanding dapat dengan mudah disaksikan. Tidak terhalangi oleh gelap, tidak juga oleh sengatan panas. Quraish shihab, Tafsir alMisbah, volume 8, h 321. 25

75

waktu ia segera mengatur tipu dayanya yakni berfikir dan mempersiapkan segala sarana dan persiapan serta mengumpulkan penyihir-penyihir umum guna mengalahkan Nabi Musa as. Yaumul waîd (

‫ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻮﻋﻴﺪ‬

) yaitu hari ancaman, yakni setelah semua

manusia mati dan setelah melalui satu alam yang dinamai alam barzah atau alam kubur. Allah berfirman : dan setelah tiba masa kebangkitan ditiuplah oleh malaikat Israfil sangkakala untuk membangkitkan manusia dari kubur. Itulah hari jatuhnya ancaman serta hari terpenuhinya janji.26 Dalam QS. Qaaf : 20 dijelaskan, yang artinya : “dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari ancaman”.

‫ﻳﻮﻡ ﺍﳋﻠﻮﺩ‬, yaitu hari kekekalan, dimana setelah manusia mengalami penghisaban dan perhitungan amal baik dan buruk di dunia maka ditentukanlah tempat masingmasing manusia yakni antara surga dan neraka. Nah itulah tempat kekekalan. Dalam QS. Qaf : 31-35 , yang artinya : “ Dan telah didekatkn surga kepada orang-orang bertqwa pada tempat yang tidak jauh . inilah yang dijanjikn kepada kamu ; yakni kepada setiap hamba yang selalu kembali lagi sangat memelihara. (yaitu) siapapn yang takut kepada ar-rahman sedang Dia ghaib dan dia datang dengan hati yang bertaubat.” Mauklah ke dalamnya dengan selamat. Itulah hari kekekalan. Bagi mereka di dlamnya apa yang mereka kehendaki dan pada sisi kami ada tambahan. Dijelaskan bahwa setelah ayat sebelumnya menjelaskan tentang neraka maka ayat selanjutnya menjelaskan tentang surga.

26

Ibid, volume 13. h. 298

76

Yaumul âkhir (

‫)ﻳﻮﻡ ﺍﻵ ﺧﺮ‬

yaitu hari akhir yang akan datang kemudian,

dalam konteks al-Qur’an hari akhir mempunyai pengertian hari kedua setelah hari kehidupan

pertama di dunia. Setelah dunia dihancur leburkan

dan seluruh

makhluk hidup dibinasakan oleh Allah dalam peristiwa yang disebut Hari kiamat (

‫ )ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﻪ‬terciptalah dunia baru yang disebut alam akhirat. Di situlah

perbuatan manusia dihisab, dalam al-Qur’an disebut yaumul hisâb (

amal

‫) ﻳﻮﻣﺎﳊﺴﺎﺏ‬.

Orang yang berbuat baik dan taat kepada Allah atau perbuatan baiknya lebih besar dari keburukannya, maka akan ditempatkan di surga yang penuh kenikmatan dan kesenangan27. Sebaliknya, orang yang ingkar dan keburukannya lebih besar dari pada amal baiknya akan ditempatkan dalam neraka jahannam28. Adapun mengenai masa datangnya hari kiamat , al-Qur’an dan Hadits tidak membicarakan sedikitpun tentang masa datangnya. Hal ini merupakan rahasia yang hanya diketahui oleh Allah dan tidak satupun makhluk mengetahuinya.

: ‫ﺎ‬‫ﻗﹾﺘِﻬ‬‫ﺎ ﻟِﻮ‬‫ﻠﱢﻴﻬ‬‫ﺠ‬‫ﻲ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ﺪ‬‫ﺎ ﻋِﻨ‬‫ﻬ‬‫ﺎ ﻋِﻠﹾﻤ‬‫ﻤ‬‫ﺎ ﻗﹸﻞﹾ ﺇِﻧ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺳ‬‫ﺮ‬‫ﺎﻥﹶ ﻣ‬‫ﺔِ ﺃﹶﻳ‬‫ﺎﻋ‬‫ﻦِ ﺍﻟﺴ‬‫ ﻋ‬‫ﻚ‬‫ﺄﹶﻟﹸﻮﻧ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬

Dalam al-Qur’an dijelaskan

‫ﻔِﻲ‬‫ ﺣ‬‫ﻚ‬‫ ﻛﹶﺄﹶﻧ‬‫ﻚ‬‫ﺄﹶﻟﹸﻮﻧ‬‫ﺴ‬‫ﺔﹰ ﻳ‬‫ﻐﺘ‬ ‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﺑ‬‫ﺄﹾﺗِﻴﻜﹸﻢ‬‫ﺽِ ﻟﹶﺎ ﺗ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‬‫ﺍﺕِ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴ‬‫ ﺛﹶﻘﹸﻠﹶﺖ‬‫ﻮ‬‫ﺇِﻟﱠﺎ ﻫ‬ ‫ﻮﻥﹶ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺱِ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ ﺃﹶﻛﹾﺜﹶﺮ‬‫ﻟﹶﻜِﻦ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺎ ﻋِﻨ‬‫ﻬ‬‫ﺎ ﻋِﻠﹾﻤ‬‫ﻤ‬‫ﺎ ﻗﹸﻞﹾ ﺇِﻧ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻋ‬ Artinya : “mereka menanyakan kepadamu tentang hari kiamat , bilakah terjadinya ? katakanlah : “ seseungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi 27

lihat QS. Lukman : 8, QS. Sajdah : 19, QS. al-Hijr : 45, QS. adz-Dzariyat : 15, QS. at-

Thur : 17. 28

Lihat QS. al-Mulk : 6, QS. az-Zumar : 71, QS. az-Zhruf : 74, QS. al-Bayyinah : 6, QS. al-Ankabut : 54 & 78, QS. al-Fathir : 36

77

Tuhnku”, tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi . kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba” mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah : “sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. ( QS. al-A’raf : 187 ) Yaumul Jum’ah (

‫)ﻳﻮﻡ ﺍﳉﻤﻌﻪ‬, jum’ah berarti berkumpul atau berjamaah,

disebut berjamaah karena pada hari jum’ah umat islam yang laki-laki dan baligh wajib untuk melaksanakan shalat jum’at bersama-sama di Masjid atau tempat yang dianggap layak. Hari jum’at disebut hari raya agung melebhi Idul Fitri dan Idul Adha.29, Maka dari itu, Jum’at merupakan hari yang sangat mulia dari hari-hari yang lain. terbukti dengan adanya penamaan surat Jum’ah dalam al-Qur’an, dan adanya hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan ibadah di hari jum’at. Dalam syariat islam hari jum’at disebut sayyidul ayyâm.30 Adapun kata yaum (hari ) dengan berbagai bentuknya terulang dalam al Qur’an sebanyak 448 kali.31 Kebanyakan surat-surat di atas termasuk golongan surat Madaniyah dan sebagian lagi termasuk golongan surat Makkiyah. Kata yaum yang termasuk dalam ayat Madaniyah lebih banyak menjelaskan tentang hari kiamat, diantaranya yaitu :

‫ ﻳﻮﻡ‬, ‫ﻳﻮﻡ ﻋﺴﺮ‬

,

‫ ﻳﻮﻡ ﻣﺸﻬﻮﺩ‬, ‫ ﻳﻮﻡ ﻋﺼﻴﺐ‬, ‫ ﻳﻮﻡ ﺍﳋﺮﻭﺝ‬, ‫ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺘﻐﺎﺑﻮﻥ‬ ,

29

‫ﺍﳊﺴﺎﺏ‬

Tajul Khalwaty, Menyibak Kemuliaan hari Jum’at (Jakarta : Renika Cipta, 1995 ) Cet.

Ke-1, h. 3 30

QS. Jum’ah ayat : 9 Husain Muhammad Fahmi Syafi’I , Ad-Dalil al-Mufahras li Alfadz al-Qur ’an alKarim, h. 973-978 31

78

‫ﻳﻮﻡ‬,

,

‫ ﻳﻮﻡ ﻋﻘﻴﻢ‬, ‫ ﻳﻮﻡ ﻋﺎﺻﻒ‬, ‫ ﻳﻮﻡ ﳏﻴﻂ‬, ‫ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻴﻢ‬, ‫ ﻳﻮﻡ ﻛﺒﲑ‬, ‫ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ‬, ‫ﻳﻮﻡ ﺍﳊﻖ‬, ‫ﺍﻟﻔﺼﻞ‬

,

Mengenai perhitungan hari, al-Qur’an menyebutkan, bahwa sehari dalam pertumbuhan dan perkembangan alam ini, berbeda dari ukuran hari yang kita kenal sekarang. Sehari dengan arti masa yang panjang sama dengan seribu tahun atau lebih, dalam QS. Sajdah dijelaskan yang artinya : “ Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya ) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu”.32

Ayat lain

menyebutkan bahwa satu hari dalam perhitungan Allah sama dengan lima puluh ribu tahun. “Malikat-malaikat dan ruh naik kepada-Nya yang ukurannya lima puluh ribu tahun (QS. al-Ma’arij : 4 )

, begitu juga hari yang pakai oleh Allah

untuk menciptakan langit dan bumi .

‫ﻠﹶﻰ‬‫ﻯ ﻋ‬‫ﻮ‬‫ﺘ‬‫ ﺍﺳ‬‫ﺎﻡٍ ﺛﹸﻢ‬‫ﺔِ ﺃﹶﻳ‬‫ ﻓِﻲ ﺳِﺘ‬‫ﺽ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﺭ‬‫ﺍﺕِ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﻟﺴ‬‫ﻠﹶﻖ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﺧ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺑ‬‫ﺇِﻥﱠ ﺭ‬ ‫ ﺃﹶﻓﹶﻠﹶﺎ‬‫ﻭﻩ‬‫ﺪ‬‫ﺒ‬‫ ﻓﹶﺎﻋ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺑ‬‫ ﺭ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺪِ ﺇِﺫﹾﻧِﻪِ ﺫﹶﻟِﻜﹸﻢ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ﻔِﻴﻊٍ ﺇِﻟﱠﺎ ﻣِﻦ‬‫ ﺷ‬‫ﺎ ﻣِﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﻟﹾﺄﹶﻣ‬‫ﺮ‬‫ﺑ‬‫ﺪ‬‫ﺵِ ﻳ‬‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬ ‫ﻭﻥﹶ‬‫ﺬﹶﻛﱠﺮ‬‫ﺗ‬ “Sesungghnya Tuhan kamu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian dia berkuasa di atas singgasana untuk mengatur segala urusan . tiada seorangpun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada izinNya, dzat yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran. ( QS. Yunus : 3 )33 32

lihat juga QS. al-Hajj ayat 47, (“ Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu”. ) 33 lihat juga QS. Hud : 7, dan QS. Qaf : 38 )

79

C.4. Kata Syahrun (bulan ) Kata syahru terdiri dari huruf kata jadian dari

‫ ﺵ‬/syin, ‫ ﻩ‬/ ha’, dan ‫ ﺭ‬/ra’ yang merupakan

‫ ﺷﻬﺮ‬yang mempunyai arti

bulan, dalam kamus Besar Bahasa

Indnesia, bulan mempunyai arti : 1. benda langit yang mengitari bumi, berinar pada malm hari karena pantlan inar matahari. 2. masa atau jangka waktu perputaran bulan mengitari bumi dari mulai tampaknya bulan sampai hilang kembali, satu bulan sama dengan 29 hari atau 30 hari.34 Dalam al-Qur’an kata syahru terdapat 21 kali. 35 Kata syahr yang berbentuk marfu’ seperti pada surat al-Baqarah ayat 185, menjelaskan tentang adanya bulan Ramadhan yaitu bulan yang dipilih karena bulan yang mulia, yang di dalamnya diturunkan permulaan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasanpenjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda yang jelas antara yang hak dan yang bathil. Penegasan bahwa al-Qur’an yang demikian itu sifatnya diturunkan pada bulan Ramadhan mengiyaratkan bahwa sangat dianjurkan untuk membaca dan mempelajari al-Qur’an

selama bulan Ramadhan , dan yang mempelajarinya

34

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamu Besar Bahasa Indonesia, h. 15 Yang berbentuk marfu’ ( syahru ), terdapat pada : QS. al-Baqarah : 180, 194, dan kata syahrun terdapat pada QS. Syaba’ : 12 diulang dua kali, berbentuk mansub ( Syahra) terdapat pada QS. al-Baqarah : 185, QS.al-Maidah : 2, 97, kata yang berbentuk majrur ( syahri ) terdapat pada QS. al-Baqarah : 194, 217, dan kata syahrin terdapat pada QS. al-Qadar : 3, kata syahran yang menunjukkan bentuk jama’terdapat pada : QS. at-taubah : 36, QS. al-Ahqaf : 15, kata syahraini terdapat pada QS. an-Nisa’ : 92, al-Mujadalah : 4, dan kata syuhur terdapat pada QS. atTaubah : 36. Lihat. Husain Muhammad Fahmi syafi’I , Ad-Dalil al-Mufahras li alfadz al-Qur ’an al- Karim, h. 496 35

80

diharapkan dapat memperoleh petunjuk serta memahami dan menerapkan pemahaman-pemahamannya karena dengan membaca al-Qur’an, ketika itu yang bersangkutan menyiapkan wadah hatinya untuk menerima petunjuk Ilahi berkat makanan ruhani yang memenuhi kalbunya. Bahkan jiwanya akan sedemikian cerah, pikirannya begitu jernih, sehingga ia akan memperolah kemampuan untuk membedakan antara yang hak dan yang batil.36 Ini semua menunjukkan begitu pentingnya waktu yang diciptakan oleh Allah SWT., khususnya pada bulan Ramadhan, yang mana bulan ini penuh dengan keberkahan, pahala dan ampunan. Barang siapa yang dapat memanfaatkan waktu bulan Ramadhan ini dengan banyak beribadah dan beramal shaleh maka ia akan mendapatkan keistimewaan dan kemuliaan dari Tuhanya. Kata syahru pada surat al-Baqarah ayat 194 dan 217 menerangkan tentang penetapan empat bulan dalam setahun yang merupakan bulan-bulan haram, yakni bulan-bulan yang dihormati, penghormatan yang mengantarkan kepada lahirnya larangan-larangan tertentu yang bianya dibolehkan pada bulan –bulan yang lain. Adapun bulan yang dimaksud adalah : Muharram (bulan pertama), Rajab (bulan ke-7), Zulqa’dah (bulan ke 11) dan Dzulhijjah (bulan ke 12) dari penanggalan Qamariah.

36

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol.. I, h. 378

81

Diharamkannya empat bulan ini adalah karena masing-masing bulan mempunyai sejarah atau peristiwa-perisiwa tertentu yang dialami oleh Rasul dan nabi atau pelaku sejarah pada waktu itu. Pada bulam Dzulhijjah tahun ke-enam Hijrah (627 M) Rasul saw. Bersama serombongan kaum muslim, bermaksud melakukan umrah , tetapi mereka dihadang di satu lembah dekat Mekah, yaitu di Hudaibiyah. setelah melakukan perundingan dan menyepakati sekian butir kesepakatan , antara lain gencatan senjata selama sepuluh tahun, beliau dan rombongan terpaksa kembali ke Madinah. Tahun berikutnya pada bulan yang sama, beliau kembali untuk melakukan umrah sebagai qadha yakni pengganti umrah yang batal tahun yang lalu itu. Nah dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa bulan haram dimana kamu mengadakan umrah qadha ’ ini berhadapan dengan bulan haram dimana pada tahun yang lalu dihadang oleh kaum musyrik.37 C.5. Kata sanah (tahun) Kata sanah dalam al-Qur’an

terulang sebanyak 7 kali. Dan kata sinin

terulang sebanyak 12 kali.38 jika melihat dari segi urutan maka semuanya termasuk pada periode Madaniyah. Sanah atau tahun adalah masa yang lamanya 12 bulan,39 sedangkan tahun hijriyyah adalah kalender yang dimulai perhitungannya sejak Nabi Muhammad saw. hijrah ke Madinah dari Makkah. Selain itu ada yang dinamakan tahun 37

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol.. I, h. 396 Husain Muhammad Fahmi Syafi’I , Ad-Dalil al-Mufahras li alfadz al-Qur ’an alKarim , h. 484 38

39

Majma’ Lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wajiz,… h. 325

82

kabisat, yaitu tahun yang lamanya 366 hari sebab bulan Februari sampai tanggal 29, dan tahun ini terjadi 4 tahun sekali.40 D.

Karakteristik Waktu dan Urgensinya dalam al-Qur’an Al-Qur’an memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan waktu semaksimal

mungkin, bahkan dituntunnya umat manusia

untuk mengisi seluruh

‘ashr

(waktu)-nya dengan berbagai amal dengan mempergunakan semua daya yang dimilikinya. Sebelum menguraikan lebih lanjut tentang hal ini, perlu digaris bawahi bahwa sementara kita, ada yang memahami bahwa waktu hendaknya diisi dengan beribadah (dalam pengertian sempit). Mereka merujuk kepada firman Allah dalam surat adz-Dzariyat ayat 56 yang menyatakan, dan memahaminya dalam arti :

.ِ‫ﻭﻥ‬‫ﺪ‬‫ﺒ‬‫ﻌ‬‫ ﺇِﻟﱠﺎ ﻟِﻴ‬‫ﺲ‬‫ﺍﻟﹾﺈِﻧ‬‫ ﻭ‬‫ ﺍﻟﹾﺠِﻦ‬‫ﻠﹶﻘﹾﺖ‬‫ﺎ ﺧ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬ "Dan

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

"

menyembah-Ku.

Pemahaman dan penerjemahan ini menimbulkan kerancuan, karena memahami lam (li) li ya ’budu dalam arti “agar”. Dalam bahasa al-Qur’an, lam tidak selalu berarti demikian, melainkan juga dapat berarti kesudahannya atau akibat-nya. Perhatikan firman Allah dalam surat al-Qashash ayat 8 yang menguraikan dipungutnya Nabi Musa as. oleh keluarga Fir’aun.

40

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, … h.991

83

‫ﺎ‬‫ﻤ‬‫ﻫ‬‫ﻮﺩ‬‫ﻨ‬‫ﺟ‬‫ﺎﻥﹶ ﻭ‬‫ﺎﻣ‬‫ﻫ‬‫ﻥﹶ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ﻋ‬‫ﺎ ﺇِﻥﱠ ﻓِﺮ‬‫ﺰﻧ‬ ‫ﺣ‬‫ﺍ ﻭ‬‫ﻭ‬‫ﺪ‬‫ ﻋ‬‫ﻢ‬‫ﻜﹸﻮﻥﹶ ﻟﹶﻬ‬‫ﻥﹶ ﻟِﻴ‬‫ﻮ‬‫ﻋ‬‫ ﺀَﺍﻝﹸ ﻓِﺮ‬‫ﻘﹶﻄﹶﻪ‬‫ﻓﹶﺎﻟﹾﺘ‬ .‫ﺎ ِﻃﺌِﲔ‬‫ﻮﺍ ﺧ‬‫ﻛﹶﺎﻧ‬ Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungghnya Fir’aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah (QS. al-Qashash /28 : 8 ) Kalau lam pada ayat di atas diterjemahkan “agar”, maka ayat tersebut akan berarti “ maka dipungutlah ia (musa) oleh keluarga Fir’aun “agar” ia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka”. Kalimat ini jelas tidak logis, tetapi jika lam dipahami sebagai akibat, maka dipungutlah ia (Musa) oleh keluarga Fir’aun, dan kesudahannya adalah ia menjadi musuh bagi mereka.” Kembali kepada ayat adz-Dzariyat di atas, dapat ditegaskan bahwa alQur’an menuntut agar kesudahan semua pekerjaan hendaknya menjadi ibadah kepada Allah, apapun jenis dan bentuknya. Karena itu, al-Qur’an memerintahkan untuk melakukan aktivitas apa pun setelah menyelesaikan ibadah ritual. Apabila telah melaksanakan shalat (jum’at), bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah, dan selalu ingatlah Allah supaya kamu beruntung (QS. al-Jumah/62 : 10 ) Dari sini ditemukan bahwa al-Qur’an mengecam secara tegas orang-orang yang mengisi waktunya dengan bermain tanpa tujuan tertentu seperti kanakkanak. Atau melengahkan sesuatu yang lebih penting seperti sebagian remaja, sekedar mengisinya dengan bersolek seperti sementara wanita, atau menumpuk harta benda dan memperbanyak anak dengan tujuan berbangga-bangga seperti halnya dilakukan banyak orang-tua

84

ِ‫ﺍﻝ‬‫ﻮ‬‫ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺄﹶﻣ‬‫ﻜﹶﺎﺛﹸﺮ‬‫ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﻔﹶﺎﺧ‬‫ﺗ‬‫ﺔﹲ ﻭ‬‫ﺯِﻳﻨ‬‫ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ﻟﹶﻬ‬‫ ﻭ‬‫ﺎ ﻟﹶﻌِﺐ‬‫ﻴ‬‫ﻧ‬‫ﺎﺓﹸ ﺍﻟﺪ‬‫ﻴ‬‫ﺎ ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻤ‬‫ﻮﺍ ﺃﹶﻧ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﺍﻋ‬ ‫ﻜﹸﻮﻥﹸ‬‫ ﻳ‬‫ﺍ ﺛﹸﻢ‬‫ ﹶﻔﺮ‬‫ﺼ‬‫ ﻣ‬‫ﺍﻩ‬‫ﺮ‬‫ ﻓﹶﺘ‬‫ﻬِﻴﺞ‬‫ ﻳ‬‫ ﺛﹸﻢ‬‫ﻪ‬‫ﺎﺗ‬‫ﺒ‬‫ ﻧ‬‫ ﺍﻟﹾﻜﹸﻔﱠﺎﺭ‬‫ﺐ‬‫ﺠ‬‫ﺚٍ ﺃﹶﻋ‬‫ﺜﹶﻞِ ﻏﹶﻴ‬‫ﻟﹶﺎﺩِ ﻛﹶﻤ‬‫ﺍﻟﹾﺄﹶﻭ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﻴ‬‫ﻧ‬‫ﺎﺓﹸ ﺍﻟﺪ‬‫ﻴ‬‫ﺎ ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﻣ‬‫ﺍﻥﹲ ﻭ‬‫ﻮ‬‫ﺭِﺿ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ﺓﹲ ﻣِﻦ‬‫ ِﻔﺮ‬‫ﻐ‬‫ﻣ‬‫ ﻭ‬‫ﺪِﻳﺪ‬‫ ﺷ‬‫ﺬﹶﺍﺏ‬‫ﺓِ ﻋ‬‫ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺂﺧِﺮ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻄﹶﺎﻣ‬‫ﺣ‬ .ِ‫ﻭﺭ‬‫ﻐﺮ‬ ‫ ﺍﻟﹾ‬‫ﺎﻉ‬‫ﺘ‬‫ﺇِﻟﱠﺎ ﻣ‬ “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanamtanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. 57 : 20 ) Kerja atau amal dalam bahasa al-Qur’an, seringkali dikemukakan dalam bentuk indefinitif (nakirah). Bentuk ini oleh pakar-pakar bahasa dipahami sebagai memberi makna keumuman, sehingga amal yang dimaksudkan mencakup segala macam dan jenis kerja. Perhatikan misalnya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 195.

..... ‫ﺜﹶﻰ‬‫ ﺃﹸﻧ‬‫ ﺫﹶﻛﹶﺮٍ ﺃﹶﻭ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺎﻣِﻞٍ ﻣِﻨ‬‫ﻞﹶ ﻋ‬‫ﻤ‬‫ ﻋ‬‫ﻲ ﻟﹶﺎ ﺃﹸﺿِﻴﻊ‬‫ﺃﹶﻧ‬.... Aku (Allah ) tidak menyia-nyiakan kerja salah seorang di antara kamu baik lelaki maupun perempuan. Al-Qur’an tidak hanya memerintahkan orang-orang muslim untuk bekerja tetapi juga kepada selainnya. Dalam surat al-An’am ayat 135 dinyatakan :

‫ﺔﹸ‬‫ﺎﻗِﺒ‬‫ ﻋ‬‫ﻜﹸﻮﻥﹸ ﻟﹶﻪ‬‫ ﺗ‬‫ﻦ‬‫ﻮﻥﹶ ﻣ‬‫ﻠﹶﻤ‬‫ﻌ‬‫ ﺗ‬‫ﻑ‬‫ﻮ‬‫ﺎﻣِﻞﹲ ﻓﹶﺴ‬‫ﻲ ﻋ‬‫ ﺇِﻧ‬‫ﺘِﻜﹸﻢ‬‫ﻜﹶﺎﻧ‬‫ﻠﹶﻰ ﻣ‬‫ﻠﹸﻮﺍ ﻋ‬‫ﻤ‬‫ﻡِ ﺍﻋ‬‫ﺎﻗﹶﻮ‬‫ﻗﹸﻞﹾ ﻳ‬ ‫ﻮﻥ‬‫ ﺍﻟﻈﱠﺎﻟِﻤ‬‫ﻔﹾﻠِﺢ‬‫ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ﻪ‬‫ﺍﺭِ ﺇِﻧ‬‫ﺍﻟﺪ‬ 85

“Hai kaumku (orang-orang kafir), berbuatlah sepenuh kemampuan (dan sesuai kehendak). Aku pun akan berbuat (demikian). Kelak kamu akan mengetahui siapakah di antara kita yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia /akhirat.” (QS. al-An’am : 135 ) Bahkan al-Qur’an tidak hanya memerintahkan asal bekerja saja, tetapi bekerja dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati. Al-Qur’an tidak memberi peluang kepada seseorang untuk tidak melakukan sesuatu aktivitas kerja sepanjang saat yang di alaminya dalam kehidupan dunia ini . surah al-‘Ashr dan dua ayat terakhir dari surat Alam Nasyrah menguraikan secara gamblang mengenai tuntunan di atas.

‫ﻛﻞ ﻳﻮﻡ ﻫﻮ ﰲ ﺷﺄﻥ‬ “Setiap saat Dia (Allah) berada dalam kesibukan. “

Adapun karakteristik waktu adalah : 1.

Cepat berlalunya Perumpamaan waktu bagaikan awan, ia berlari bagaikan angin baik disaat

senang maupun di saat susah, diwaktu sedih maupun gembira. Jika dikatakan hari ini gembira itu berlalu begitu cepat dan hari-hari sedih berlarut amat lambat, itu adalah perasaan seseorang yang mengalami saja, bukan karena waktu yang sebenarnya.41 Meskipun seseorang di dalam kehidupan ini berumur panjang, sebenarnya pendek belaka selama maut merupakan akhir dari kehidupan. Manakala maut datang, masa-masa panjang yang pernah dilalui oleh seseorang hanyalah merupakan masa-masa pendek yang berlaku laksana kilat menyambar. Abdul Malik al-Qasim, Al-Waktu Anfâsun la ta ’ūdu (Waktu Nafas yang Tak Kembali ), Terjemahan, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2003 ), Cet. Ke-7, h. 63 41

86

Seorang Rasul yang mempunyai umur terpanjang, bahwa ia didatangi oleh malaikat maut untuk mencabut nyawanya setelah lebih kurang seribu tahun ia hidup, baik sebelum atau setelah peristiwa banjir besar. Malaikat bertanya, “wahai Nabi yang mempunyai umur terpanjang, bagaimana kamu dapati duni ini ?” nabi Nuh menjawab, dunia ini laksana rumah yang mempunyai dua pintu, saya masuk dari pintu yang satu dan keluar dari pintu yag lain.42 Terlepas dari autentik dan tidaknya cerita tersebut di atas, yang jelas ini merupakan contoh dari suatu hakekat yang mutlak, yakni umur akan terasa pendek bila telah datang maut, demikian pula dengan waktu ia akan tidak dirasakan oleh manusia bila saja waktu itu telah berlalu.

‫ﺎ‬‫ﺎﻫ‬‫ﺿﺤ‬  ‫ﺔﹰ ﺃﹶﻭ‬‫ﺸِﻴ‬‫ﺜﹸﻮﺍ ﺇِﻟﱠﺎ ﻋ‬‫ﻠﹾﺒ‬‫ ﻳ‬‫ﺎ ﻟﹶﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻧ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ ﻳ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ ﻳ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻛﹶﺄﹶﻧ‬ Artinya : pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakanakan tidak tinggal (di dunia) melainkan sebentar saja di waktu sore atau pagi hari ( an-Naziat : 46)

‫ﺴِﺮ‬‫ ﺧ‬‫ ﻗﹶﺪ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﻓﹸﻮﻥﹶ ﺑ‬‫ﺎﺭ‬‫ﻌ‬‫ﺘ‬‫ﺎﺭِ ﻳ‬‫ﻬ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ﺔﹰ ﻣِﻦ‬‫ﺎﻋ‬‫ﺜﹸﻮﺍ ﺇِﻟﱠﺎ ﺳ‬‫ﻠﹾﺒ‬‫ ﻳ‬‫ ﻛﹶﺄﹶﻥﹾ ﻟﹶﻢ‬‫ﻢ‬‫ﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺸ‬‫ﺤ‬‫ ﻳ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ﻳ‬‫ﻭ‬ ‫ﺪِﻳﻦ‬‫ﺘ‬‫ﻬ‬‫ﻮﺍ ﻣ‬‫ﺎ ﻛﹶﺎﻧ‬‫ﻣ‬‫ﻮﺍ ﺑِﻠِﻘﹶﺎﺀِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻭ‬‫ ﻛﹶﺬﱠﺑ‬‫ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬ Artinya : “Dan ingatlah akan hari (yang diwaktu itu ) Allah mengumpulkan mereka, mereka merasa di hari itu seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) melainkan sesaat saja di siang hari (di waktu itu ) mereka saling berkenalan.” ( Yunus : 45) 2.

Waktu yang berlalu tidak dapat kembali dan tidak dapat diganti Berbeda dengan harta, harta yang habis hari ini bisa dicari hari berikutnya

atau hari yang lain sedangkan waktu yang berlalu tidak akan kembali dan tidak

42

Yusuf al-Qardhawi, Waktu dalam Kehidupan Muslim, ( Jakarta : Firdaus, 2001) Cet. Ke-4, h. 11- 12

87

dapat diganti. Itulah keistimewaan yang menjadi ciri waktu ini. Setiap hari berlalu dan setiap saat lewat tanpa dapat dicegah atau ditunda.43 3.

Waktu adalah sesuatu yang paling berharga Bagi manusia harta adalah sesuatu yang berharga, dan waktu adalah sesuatu

yang paling berharga karena begitu waktu berlalu tidak dapat diganti lagi. Hembusan waktu menjadi tempat penyimpanan bagi setiap amal dan perbuatan, maka dari itu waktu juga merupakan modal kekayaan yang hakiki bagi manusia, sebagai individu maupun masyarakat. Waktu bukan hanya emas sebagaimana yang dikatakan dalam pribahasa yang telah dikenal secara luas. Tetapi lebih mahal dari emas, intan ,berlian, atau batu mulia apapun.44 Maka umur yang telah berlalu nilai dan maknanya hanya dapat dilihat dengan mata mawas diri dan introspeksi diri sendiri. Manusia mempunyai kewajiban kepada Allah dan ia mempunyai hak dari manusia. Yaitu kewajiban segi anggota badannya untuk mensyukuri nikmat. E.

Korelasi Waktu Dengan Aspek-aspek kehidupan Modal bagi orang muslim dalam kehidupan dunia ini adalah kesempatan

waktu yang sangat singkat, denyut-denyut jantung yang terbatas, dan hari-hari yang terus berganti. Bagi orang yang memanfaatkan kesempatan dan detik-detik waktu tersebut untuk kebajikan maka beruntunglah ia. Tetapi bagi yang menyianyiakannya, ia telah membuang-buang kesempatan yang tidak akan terulang selamanya.

Abdul Malik al-Qasim, Al-Waktu Anfâsun la ta ’ūdu., h. 64. lihat juga Yusuf alQardhawi, Waktu dalam Kehidupan Muslim, terjemahan, h. 14 44 Yusuf al-Qardhawi, al-Waqtu fi Hayâti Muslim, (Tt. Muassasah ar-Risalah : 1405 H), h. 18 43

88

Ada dua hal yang perlu kita lakukan agar memiliki keunggulan dalam hidup ini: yaitu45 : a.

Waktu boleh sama tapi isi harus beda Ajaran islam sangat menghargai waktu, Allah SWT. sendiri berkali-kali

bersumpah dalam al-Qur’an berkaitan dengan waktu. “wal ‘Ashri (demi waktu )”, wadh-dhuha (demi waktu dhuha)”, “wal-lail (demi waktu malam )”, “wan-nahar (demi waktu siang )”. Allah juga sangat menyukai orang yang shalat lima waktu dengan tepat waktu, memuliakan sepertiga malam sebagai waktu mustajabnya doa dan waktu dhuha sebagai waktu yang disukainya. Maka, sangat beruntunglah orang-orang yang mengisi waktunya efektif hanya dengan mempersembahkan yang terbaik dalam rangka beribadah kepada-Nya. 46 b.

Sekarang harus lebih baik dari pada tadi Waktu adalah modal kita dalam mengarungi kehidupan ini. Kalau modal itu

dioptimalkan maka beruntunglah kita, tapi kalau modal itu disia-siakan, maka sangat pasti akan rugilah kita. Orang yang bodoh adalah orang yang diberi modal (waktu), kemudian dengan modal itu ia sia-siakan. Na ’udzubillah. Maka andaikata hari ini sama dengan hari kemarin berarti kecepatan kita sama, tak ada peningkatan, maka tak akan pernah bisa menyusul siapapun. Andaikata orang lain selalu meningkat maka kita akan tertinggal dan jadi

45

Abdullah Gymnastiar, Demi Masa : Menggenggam Waktu, Meraih Keunggulan Diri, (Bandung : MSQ Publishing, 2004 ) Cet ke-2, h. 19-20 46

Abdullah Gymnastiar, Demi Masa : Menggenggam Waktu, Meraih Keunggulan Diri) ...

h. 19-20

89

pecundang. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin maka dia termasuk orang-orang yang merugi. Satu-satunya pilihan dalam hidup ini adalah hari ini lebih baik dari hari kemarin, bahkan kalau bisa sekarang ini harus lebih baik dari pada barusan tadi, dalam hal apapun. Kalau tidak demikian maka harus diakui bahwa hari ini adalah hari yang gagal dan rugi. Ingat, andaikata hari ini lebih buruk dari hari kemarin berarti sangat besar serta mencelakakan diri. Rasulullah saw. mengingatkan kita untuk selalu memperbaiki waktu, sebab setiap waktu memiliki beban persoalan tersendiri. Sabdanya : “Carilah yang lima sebelum datang yang lima, yaitu : manfaatkanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu (dengan ibadah), gunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu (dengan amal shaleh), gunakanlah masa kayamu sebelum datang masa miskinmu ( dengan sedekah ), gunakanlah masa hidupmu sebelum datang masa matimu ( mancari bekal untuk hidup setelah mati ), gunakanlah masa senggangmu sebelum masa sempitmu .“47 Berikut korelasi waktu dengan aspek-aspek kehidupan : D.1. Waktu Dalam Akidah ( keimanan ) Setiap orang pasti akan berusaha menjaga sesuatu yang dianggapnya berharga. Ada orang yang menganggap bahwa hartalah yang paling berharga, maka ia akan berusaha menjaganya di tempat yang terpelihara. Ada yang mengganggap anak sebagai sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya, maka ia akan berusaha melindungi dan menjaga anak itu dengan usaha yang terbaik bahkan sampai habis-habisan. Begitulah seterusnya : harta, anak, pangkat, jabatan, penghormatan, dan segala sesuatu yang dianggap berharga bagi seorang anak manusia, akan selalu berusaha dijaga dan dipelihara. 47

Ibnu al-Mubarak mengetengahkan dalam az-Zuhd juz. 2, Abu Naim dalam Kitab alHilyah juz.4, h. 148, Ibnu Abu Syaibah Hadits no. 34319, al-Qudha’I dalam Musnad asy-Syihab (729), al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab hadits no. 10250 melalui Amr bin Maimun. Al-Misykat hadits n0. 5174. dan Imam Hakim mengetengahkan (Hadits no. 7846) melalui Ibnu Abbas. Lihat Aidh bin Abdullah al-Qarni, Siyâthul Qulūb, terjemahan (Bandung : ibs, 2004) h. 100

90

Sebagian besar umat manusia mengganggap bahwa yang paling berharga hanyalah yang berkaitan dengan perkara dunia. Sayang, tidak setiap orang mengetaui apa yang sesungguhnya paling berharga di dunia ini. Sebagai seorang muslim mesti mengetahui bahwa yang paling berharga di dunia ini sebenarnya adalah iman. Maka, perawatan dan pemeliharaan mutu iman, semestinya kita utamakan, sebelum kita menjaga dan merawat yang lainnya. Karena punya apapun di dunia ini tidak akan pernah memiliki nilai apa-apa jika tidak diiringi keimanan yang tinggi.48 Maka waktu untuk menjaga keimanan agar tetap tinggi adalah setiap saat, tidak ada batas dan di mana saja berada. “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya”.(QS. AshShaf : 10-11 ) D.2. Waktu Dalam Ibadah Islam adalah agama yang paling dominan mengingatkan para pemeluknya mengenai waktu, terutama waktu-waktu dalam ibadah, yaitu : 1.

Waktu Shalat Perintah yang ditujukan kepada orang-orang mukmin secara berulang-ulang

dalam al-Qur’an adalah perintah shalat secara teratur. Teks Qur’an yang dibaca dalam shalat adalah tujuh ayat dari surat al-Fatihah, dilengkapi dengan ayat surat –surat pendek.

Shalat adalah tiang agama. Siapa yang mendirikan shalat, maka sesungguhnya dia telah mendirikan agama. Sebaliknya, siapa yang meninggalkan 48

Lihat QS. Ash-Shaf /61 : 10-11

91

shalat berarti ia telah meruntuhkan agama. Menjelaskan betapa perlunya mengerjakan shalat pada waktunya, al-Qur’an berulang-ulang menyebutkan kata

‫ﺃﻗﻴﻤﻮ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺁﺗﻮ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ‬

, yang menggambarkan pentingnya shalat selaku

hubungan jiwa dengan Tuhannya dan membayar zakat yang merupakan hubungan antara manusia sesamanya. Allah telah mendisiplinkan kepada kita agar ingat terhadap waktu minimal lima kali sahari semalam, yakni waktu Subuh, Dhuhur, Asyar, Maghrib, dan ‘Isya. Belum lagi tahajjud pada sepertiga akhir malam dan shalat dhuha saat matahari terbit sepenggalah. Allah mengingatkan hamba-hamba-Nya untuk

selalu

terkontrol dengan waktu yang ada.49 Adapun mengenai waktu shalat, Nabi saw. sudah menetapkannya secara terperinci dari awal hingga akhir. Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa: Nabi Muhammad saw. didatangi oleh malaikat jibril dan berkata kepadanya, “bangun dan shalatlah”. Kemudian Rasulullah bangun dan mengerjakan shalat dhuhur ketika itu matahari condong. kemudian jibril datang lagi waktu Ashar, dan berkata kepada baginda. “ bangun dan shalatlah”, kemudian baginda bangun dan shalat Ashar yaitu apabila bayang suatu benda menjadi sama panjangnya. Kemudian Jibril datang lagi waktu Maghrib, dan berkata kepada Nabi saw. “bangun dan shalatlah”, lalu Nabi bangun dan shalat Maghrib ketika matahari terbenam. Jibril datang lagi pada waktu Isya dan berkata kepada Nabi, “bangun dan shalatlah”, kemudian Nabi saw. bangun dan shalat Isya ketika cahaya merah (syafaq) hilang.

49

Abdullah Gymnastiar, Demi Masa : Menggenggam Waktu, Meraih ., h. 34

92

Jibril datang lagi ketika fajar dan berkata kepada baginda “bangun dan shalatlah” kemudian baginda bangun dan shalat ketika fajar menyinsing. Dari riwayat di atas dapat dipaparkan bahwa waktu shalat lima kali dalam sehari adalah terperinci sebagai berikut : a.

Waktu shalat subuh Waktu shalat subuh dimulai dari naiknya fajar hingga naiknya matahari.

Fajar ada dua macam, yaitu : fajar sidiq dan fajar kadzib. Fajar sidiq yaitu cahaya putih yang mengikuti garis lintang ufuk, sedangkan fajar kadzib adalah cahaya putih yang naik memanjang mengarah ke atas di tengah-tengah langit. Untuk menentukan permulaan waktu puasa, waktu subuh dan akhir waktu isya’. Ulama banyak memakai ukuran fajar sidiq50

Waktu subuh merupakan wadah kesempatan untuk mengucapkan syukur dan terimkasih kepada sang Maha pencipta, karenaNya telah memberi nikmat istirahat yang tenang dan menemukan pagi sebagai awal kehidupan baru untuk mendapat

tambahan nikmat yang baru pula. Di samping itu Subuh juga

merupakan waktu yang tepat untuk berdoa, sebagai bekal untuk memulai usaha kehidupan hari ini51. b.

waktu shalat dzuhur.

50

Fajar itu ada dua macam, yaitu fajar yang mengharamkan makan dan mengharuskan sembahyang dan satu lagi fajar yang mengharamkan sembahyang (yakni sembahyang subuh ) dan mengharuskan makan. Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-islâmi wa Adillatuhu, terjemahan, ( Selangor : Darul Ihsan, 1995 ) Cet. Ke-2, jilid 11, h. 520 51 Ahmad Syafi’i, Pengantar Shalat Yang Khusyuk, (Bandung : Rosdakarya, 1996 ) Cet. Ke-8, h. 48-49

93

Waktu shalat Dzuhur dimulai dari tergelincirnya matahari52 hingga bayangbayang suatu benda menjadi sama panjang dengan benda tersebut. Firman Allah SWT.

‫ﺠﺮِ ﻛﹶﺎﻥﹶ‬  ‫ﺀَﺍﻥﹶ ﺍﻟﹾﻔﹶ‬‫ﺮِ ﺇِﻥﱠ ﻗﹸﺮ‬‫ﺀَﺍﻥﹶ ﺍﻟﹾﻔﹶﺠ‬‫ﻗﹸﺮ‬‫ﻞِ ﻭ‬‫ﻖِ ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ﺲِ ﺇِﻟﹶﻰ ﻏﹶﺴ‬‫ﻤ‬‫ﻟﹸﻮﻙِ ﺍﻟﺸ‬‫ﺼﻠﹶﺎﺓﹶ ﻟِﺪ‬  ‫ﺃﹶﻗِﻢِ ﺍﻟ‬ ‫ﺍ‬‫ﻮﺩ‬‫ﻬ‬‫ﺸ‬‫ﻣ‬ Artinya : Dirikanlah shalat apabila matahari tergelincir hingga waktu gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS. al-Isra’ : 78 ) Waktu Dhuhur dimulai ketika tergelincirnya matahari dari puncak kepala merupakan usaha penghidupan telah dilakukan sungguh-sungguh sampai melewati punck kritis dari kegarangan waktu tengah hari. Dan mempunyai makna bahwa waktu tersebut adalah merupakan waktu pengarahan dan petunjuk Tuhan bagi menusia bahwa jika melakukan pekerjaan

janganlah setengah-setengah.

Capai dan lewati puncak kritis suatu pekerjaan , baru mengambil waktu istirahat yang telah disediakan. Disitulah baru akan merasa betapa nikmatnya beristirahat, kenikmatan yang menimbulkan rasa bangga yang akan melahirkan semangat baru untuk mengulangi pekerjaan itu hingga selesai53. c.

Waktu shalat Ashar 52

Gelincir matahari adalah apabila matahari condong dari kedudukannya di tengahtengah langit atau disebut halah istiwa’. Gelincir ini dapat diketahui dengan cara melihat kepada orang yang berdiri tegak atau sesuatu benda atau tiang yang berdiri tegak, jika bayangannya benda itu sama peris, itu disebut “istiwa’’ dan apabila bayangan benda itu lebih maka matahari sudah tergelincir. Lihat. Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, terjemahan, h. 521 53 Ahmad Syafi’i, Pengantar Shalat Yang Khusyuk, h. 49

94

Untuk menetapkan waktu shalat ashar ini ulama berbeda pendapat, pertama mengatakan, bahwa waktu Ashar mulai dari akhir waktu Dzuhur hingga tenggelamnya matahari. Dan kedua menurut Abu Hanifah, waktu Ashar dimulai ketika bayangan benda dua kali lipat hingga sebelum beberapa saat matahari

ِ

tenggelam. Sebagian ahli fiqih mengatakan, bahwa shalat Ashar di waktu

٥٤

matahari kuning adalah makruh.

Shalat Ashar disebut juga dengan shalat

wustha atau pertengahan. Sesuai dengan firman Allah SWT. Artinya : peliharalah semua shalat(mu), dan peliharah shalat wustha, berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ d.

Waktu shalat Maghrib Waktu shalat Maghrib dimulai dari terbenamnya matahari hingga syafaq

(cahaya merah) hilang. e.

Waktu shalat Isya’ Menurut beberapa madhab, waktu Isya’ dimulai dari hilangnya syafaq

ahmar (cahaya merah) hingga naiknya fajar sidiq. Shalat Isya’ merupakan shalat penutup awal malam, sesudah manusia beristiraht . 2.

Waktu Puasa Puasa merupakan salah satu kewajiban dasar agama bagi kaum muslim. Dan

telah diwajibkan pula pada agama-agama terdahulu55. Aturan mengenai puasa dijumpai pada beberapa ayat. Waktu berpuasa adalah sebulan penuh pada bulan Ramadlan, yang di dalamnya al-Qur’an diturunkan. Puasa, yang dasar pemikirannya dimaksudkn untuk melatih pengendalian diri, bermakna menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seksual 54 55

dari terbitnya fajar hingga

Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, terjemahan, h. 522 lihat QS. al-Baqarah : 183

95

tenggelamnya matahari. Mereka yang tidak mampu berpuasa boleh menggantinya dengan fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin. Sedangkn mereka yang terhalang untuk berpuasa karena sakit atau dalam perjalanan harus mengganti hari –hari yang ditinggalkannya setelah halangan tersebut berakhir.56

‫ﻠِﻜﹸﻢ‬‫ ﻗﹶﺒ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ ﻋ‬‫ﺎ ﻛﹸﺘِﺐ‬‫ ﻛﹶﻤ‬‫ﺎﻡ‬‫ﺼﻴ‬  ‫ ﺍﻟ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﻮﺍ ﻛﹸﺘِﺐ‬‫ﻨ‬‫ ﺀَﺍﻣ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬ ‫ﻘﹸﻮﻥﹶ‬‫ﺘ‬‫ ﺗ‬‫ﻠﱠﻜﹸﻢ‬‫ﻟﹶﻌ‬ “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. alBaqarah : 183 ) Untuk mengetahui waktu

datangnya bulan Ramadhan, umat Islam

seyogyanya menghitung bulan Sya’ban sebagai persiapan memasuki Ramadhan. Karena satu bulan terkadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari , maka waktu puasa ramadhan dimulai ketika melihat hilal bulan Ramadhan. Jika terhalang awan hendaknya menyempurnkan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari . karena Allah menciptakan langit-langit dan bumi serta menjadikan tempat-tempat tertentu agar manusia mengetahui jumlah tahun dan hisab. Satu bulan tidak akan lebih dari tiga puluh hari. 57 Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata : Rasulullah saw. bersbda : 58

‫ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻓﺄﻛﻤﻠﻮﺍ ﺷﻌﺒﺎ ﺛﻼﺛﲔ‬‫ ﻭﺃﻓﻄﺮﻭﺍ ﻟﺮﺅﻳﺘﻪ ﻓﺈﻥ ﻏﻢ‬, ‫ﺻﻮﻣﻮ ﻟﺮﺅﻳﺘﻪ‬

Faruq Sherif, A Guide to The Conten of The Qur ’an, Terjemahan ( Jakarta : PT. Serambi Ilmu semesta : 2001 ) Cet. Ke-1, h.208-209 , lihat juga QS. al-Baqarah : 184 57 Salim Bn Ied al-hialy dan Ali Hasan Abdul hamid, Shifatu Shaumi an-nabi saw. fi Ramadhan, Terjemahan, ( Bogor : al-Mubarok, 1424 H ), Cet. Ke- I, h. 51 58 HR. Bukhari (4/106) dan Muslim (1081) 56

96

“Puasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihat hilal. Jika kalian terhalangi awan, sempurnakanlah bulan Sya’ban tiga puluh hari.” Dari Adi bin Hatim ra. ia berkata : Rasulullah saw. bersabda : ٥٩

‫ﺇﺫﺍﺟﺂﺀ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻓﺼﻮﻣﻮﺍﺛﻼﺛﲔ ﺇﻻﹼ ﺃﻥ ﺗﺮﻭﺍﺍﳍﻼﻝ ﻗﺒﻞ ﺫﺍﻟﻚ‬

“Jika datang bulan Ramadhan puasalah tiga puluh hari, kecuali kalian melihat hilal sebelum hari ke tiga puluh.” Oleh karena itu, tidak seyogyanya seorang muslim mendahului bulan puasa dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya dengan alasan hati-hati, kecuali kalau bertepatan dengan puasa sunnah yang biasa ia lakukan. Dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Rasulullah saw. pernah bersabda : ٦٠

.‫ﻻﺗﻘﺪﻣﻮﺍ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺑﺼﻮﻡ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻻ ﻳﻮﻣﲔ ﺍﻻﹼ ﺭﺟﻼ ﻳﺼﻮﻡ ﺻﻮﻣﺎ ﻓﻠﻴﺼﻤﻪ‬

“ Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya kecuali seeorang yang telah rutin berpuasa maka berpuasalah. “

Melihat hilal teranggap kalau ada dua orang saksi yang adil, berdasarkan sabda Rasulullah saw.

‫ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻓﺄﻛﻤﻠﻮﺍ ﺛﻼﺛﲔ‬‫ ﻭﺃﻧﻜﺴﻮﺍ ﳍﺎ ﻓﺎﻥ ﻏﻢ‬, ‫ ﻭﺃﻓﻄﺮﻭﺍ ﻟﺮﺅﻳﺘﻪ‬, ‫ﺻﻮﻣﻮ ﻟﺮﺅﻳﺘﻪ‬ ٦١

.

‫ﻓﺈﻥ ﺷﻬﺪ ﺷﺎﻫﺪﺍﻥ ﻓﺼﻮﻣﻮﺍ ﻭ ﺃﻓﻄﺮﻭﺍ‬

“Berpusalah kalian karena melihat hilal, berbukalah kalian karena melihatnya, berhajilah kalian karena melihat hilal, jika kalian tertutup awan, maka sempurnakanlah (bilangan bulan Sya’ban menjadi) tiga puluh hari, jika ada dua saksi berpuasalah kalian dan berbukalah. “ 59

HR. At-Thahawi dalam Musykilul Atsar (no. 501 ) Ahmad (4/377), at-Thabrani dalam al-Kabir (17/171). Dalam sanadnya ada Musalid bin Said, beliau dhaif sebagaimana dikatakan oleh al-Haitsami dalam Majma az-Zawaid (3/146) 60 HR. Muslim (573 – mukhtashar dengan muallaqnya ) 61 HR. An-Nasa’i (4/133), Ahmad (4/321), Ad-Daruquthni (2/167) dari jalan Husain bin al-Harits al-Jadali dari Abdurrahman bin Zaid bin al-Khaththab dari para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan sanadnya hasan. Lafadz di atas adalah pada riwayat an-Nasai, Ahmad menambahkan :”dua orang muslim.”

97

Tidak diragukan lagi, bahwa diterimanya persaksian dua orang dalam satu kejadian tidak menunjukkan persaksian seorang diri itu ditolak, oleh karena itu persaksian seorang saksi dalam melihat hilal tetap teranggap (sebagai landasan untuk memulai puasa) Demikianlah keterangan yang dapat dijadikan hujjah sebagai awal mulainya bulan Ramadhan. Adapun batasan waktu dimulainya puasa dan berakhirnya adalah mulai dari terbitnya fajar hingga hilangnya siang dengan datangnya malam. Dengan kata lain hilangnya bundaran matahari di ufuk. Dalam al-Qur’an surat alBaqarah ayat 187 dijelaskan :

ِ‫ﺮ‬‫ ﺍﻟﹾﻔﹶﺠ‬‫ﺩِ ﻣِﻦ‬‫ﻮ‬‫ﻂِ ﺍﻟﹾﺄﹶﺳ‬‫ﻴ‬‫ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺾ‬‫ﻴ‬‫ﻂﹸ ﺍﻟﹾﺄﹶﺑ‬‫ﻴ‬‫ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺒ‬‫ﺘ‬‫ﻰ ﻳ‬‫ﺘ‬‫ﻮﺍ ﺣ‬‫ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﺍﺷ‬‫ﻛﹸﻠﹸﻮﺍ ﻭ‬‫ﻭ‬ ِ‫ﻞ‬‫ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ﺎﻡ‬‫ﺼﻴ‬  ‫ﻮﺍ ﺍﻟ‬‫ ﺃﹶﺗِﻤ‬‫ﺛﹸﻢ‬ “…makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, ….”

Fajar ada dua macam yaitu : fajar kadzib dan fajar shadiq Fajar kadzib : tidak dibolehkan katika itu shalat subuh dan belun dikharamkan bagi yang berpuasa untuk makan dan minum, fazar kadzib ini berwarna putih yang memancar panjang yang menjulang seperti ekor binatang gembalaan. Fajar shadiq : yang mengharamkan makan dan minum bagi yang puasa, dan sudah boleh melaksanakan shalat subuh. , fajar shadiq ini berwarna memerah yang bersinar dan tampak di atas puncak bukit dan gunung-gunung, dan tersebar

98

di jalanan dan di jalan raya serta di atap-atap rumah. Fajar inilah yang berkaitan dengan hukum-hukum puasa dan shalat.62 Cahaya shidiq ini sesuai dengan ayat :

‫ﺮ‬‫ ﺍﻟﹾﻔﹶﺠ‬‫ﺩِ ﻣِﻦ‬‫ﻮ‬‫ﻂِ ﺍﻟﹾﺄﹶﺳ‬‫ﻴ‬‫ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺾ‬‫ﻴ‬‫ﻂﹸ ﺍﻟﹾﺄﹶﺑ‬‫ﻴ‬‫ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺒ‬‫ﺘ‬‫ﻰ ﻳ‬‫ﺘ‬‫ﺣ‬ “Hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” Jika telah jelas hal tersebut padamu berhentilah makan, minum dan berjima’. Kalau di tanganmu ada gelas berisi air atau minuman, minumlah dengan tenang, karena itu merupakan rukhshah (keringanan) yang besar dari Dzat yang paling pengasih

kepada hamba-hambanya yang berpuasa. Minumlah walau

engkau mendengar adzan. Rasulullah saw. bersabda : ٦٣

.‫ﺇﺫﺍ ﲰﻊ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺍﻟﻨﺪﺍﺀ ﻭﺍﻹﻧﺎﺀ ﰲ ﻳﺪﻩ ﻓﻼ ﻳﻀﻌﻪ ﺣﱵ ﻳﻘﻀﻲ ﺣﺎﺟﺘﻪ ﻣﻨﻪ‬

“ Jika salah seorang dari kalian mendengar adzan64 padahal gelas ada ditangannya, janganlah ia letakkan hingga memenuhi hajatnya”.

Selain paparan mengenai waktu puasa di atas , puasa juga wajib dikakukan apabila ada sebab salah satu diantaranya, yang waktunya tidak terikat seperti di bulan Ramadhan. yaitu 65: 62

Shifatu Shaumi an-Nabi saw. fi Ramadhan, Terjemahan, h. 66-67, lihat juga Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-islâmi wa Adillatuhu, terjemahan, ( Selangor : Darul Ihsan, 1995 ) Cet. Ke-2, jilid 1, h. 520 63

HR. Abu Daud (235), Ibnu Jarir (3115), al-Hakim (1/426), al-Baihaqi (2/ 218), Ahmad (3/423) dari jalan Hamad dari Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari Abu Hurairah, sanadnya HASAN, ada jalan lain diriwayatkan oleh Ahmad (2/510), Hakim (1/203, 205) dari jalan Hammad dari Amr bin Abi Amarah dari Abu Hurairah, sanadnya SHAHIH. 64 Yang dimaksud adzan dalam hadits tersebut adalah adzan subuh yang kedua karena telah terbitnya fajar shadiq (lihat Salim Bn Ied al-hialy dan Ali Hasan Abdul hamid, Shifatu Shaumi an-nabi saw. fi Ramadhan, Terjemahan, ( Bogor : al-Mubarok, 1424 H ), Cet. Ke- I, h. 69). Penjelasan ini didkung juga oleh riwayat Abu Umamah ra. “telah dikumandangkan iqamah shalat, ketika itu di tangan Umar masih ada gelas, di berkta : “ Boleh aku meminumnya ya Rasulullah ? ” raulullah bersbda : Ya, minumlah.” (HR. Ibnu jarir 2/102 dari dua jalan Abu umamah)

99

1.

Nazar, apabila seseorang bernadzar untuk puasa satu hari atau lebih maka ia harus memenuhinya, tergantung waktu yang ditentukan ketika nadzar .

2.

Kifarat, apabila seseorang melakukan sesuatu larangan yang menyebabkan kifarat, maka ia harus membayarnya dengan berpuasa sesuai dengan hari yang ditentukan.

3.

Waktu Zakat Di samping kewajiban-kewajiban di atas, masih terdapat kewajiban-

kewajiban lain, yakni mengeluarkan zakat setiap tahun atau setiap panen. Sebagaimana QS. al-An’am : 141

‫ﻠِﻔﹰﺎ‬‫ﺘ‬‫ﺨ‬‫ ﻣ‬‫ﻉ‬‫ﺭ‬‫ﺍﻟﺰ‬‫ﻞﹶ ﻭ‬‫ﺨ‬‫ﺍﻟﻨ‬‫ﺎﺕٍ ﻭ‬‫ﻭﺷ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ ﻣ‬‫ﺮ‬‫ ﹶﻏﻴ‬‫ﺎﺕٍ ﻭ‬‫ﻭﺷ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ﺎﺕٍ ﻣ‬‫ﻨ‬‫ﺄﹶ ﺟ‬‫ﺸ‬‫ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﺃﹶﻧ‬‫ﻮ‬‫ﻫ‬‫ﻭ‬ ‫ﻮﺍ‬‫ﺀَﺍﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺮِﻩِ ﺇِﺫﹶﺍ ﺃﹶﺛﹾﻤ‬‫ ﺛﹶﻤ‬‫ﺎﺑِﻪٍ ﻛﹸﻠﹸﻮﺍ ﻣِﻦ‬‫ﺸ‬‫ﺘ‬‫ ﻣ‬‫ﺮ‬‫ ﹶﻏﻴ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﺎﺑِﻬ‬‫ﺸ‬‫ﺘ‬‫ﺎﻥﹶ ﻣ‬‫ﻣ‬‫ﺍﻟﺮ‬‫ﻮﻥﹶ ﻭ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬‫ﺍﻟﺰ‬‫ ﻭ‬‫ﺃﹸﻛﹸﻠﹸﻪ‬ ‫ﺮِﻓِﲔ‬‫ﺴ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺤِﺐ‬‫ ﻟﹶﺎ ﻳ‬‫ﻪ‬‫ﺮِﻓﹸﻮﺍ ﺇِﻧ‬‫ﺴ‬‫ﻟﹶﺎ ﺗ‬‫ﺎﺩِﻩِ ﻭ‬‫ﺼ‬‫ ﺣ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ ﻳ‬‫ﻘﱠﻪ‬‫ﺣ‬

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebih-lebihan.” “ Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat “ Zakat adalah mensucikan diri dengan beramal shaleh atau mengeluarkan sebagian harta yang dimilikinya. Maka dari itu zakat dibagi 2 yaitu : zakat fitrah, mensucikan diri dengan mengeluarkan beras atau uang senilai ukuran yang tentukan (2,5 kg) perorang dan zakat mal, mensucikan harta yang dimiliki dengan

65

Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, terjemahan, jilid 11, h. 668-669

100

mengeluarkan sebagian harta sesuai dengan kadar yang ditentukan menurut ukuran masing-masing benda. Maka dari itu ada dua Waktu, yaitu :

wajib zakat dan ada waktu

menunaikan zakat. Menurut ahli fiqih, waktu wajib zakat adalah segera sesudah sempurna syarat-syarat zakat atau sudah mencapai nisab. Sedangkan waktu menunaikannya tergantung jenis harta yang diwajibkan zakat. Misalnya : zakat profesi, zakat hasil bumi, zakat perdagangan dan lain-lain. 4.

Waktu Haji Haji mempunyai sejarah yang tua dan panjang. ia pertama kalinya

dialakukan oleh Ibrahim dan keluarganya yang merenofasi Ka’bah sebagai simbol pusat orientasi manusia yang pondasinya sudah diletakkan oleh Adam. Oleh karena itu, ritual dan perjalanan haji dalah peristiwa napak tilas terhadap apa yang selama ini dialami dan dilakukan oleh Ibrahim sekeluarga. Dan karenanya pula, pemahaman dan pengalaman haji akan baik dan benar bila memahami pengalaman Ibrahim tersebut.66 Dalam sejarahnya praktek ibadah yang melibatkan segala potensi, harta, fisik, akal, dan hati manusia itu banyak disalah gunakan. Praktek penyalahgunaan sempat dijumpai oleh nabi dan umatnya seperti yang dilakukan oleh kaum musyrik Makkah yang dikenal dengan al-Hummas yang memiliki semangat tinggi dalam menjalankan agamanya sampai melampui batas. Misalnya ketika mengitari ka’bah (thawaf ) mereka melakukannya dengan telanjang karena beranggapan

66

Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial, h. 247-248

101

busana yang dipakai telah ternodai oleh dosa, sehingga tidak wajar bila dipakai menghadap Allah. Mereka juga merasa memiliki keistimewaan sehingga tidak mau bersatu dengan orang banyak dalam melakukan wukuf. Mereka wukuf di Muzdalifah, sedangkan yang lain di Arafah.67 Dan ketika selesai melakukan haji , mereka pulang ke rumah masing-masing tidak memasuki pintu-pintu yang sudah tersedia, tetapi membuat lubang di belakang rumah dan dari sana mereka masuk.68 mereka manamakan itu semua dengan mengatasnamakan agama. Dari praktek menyimpang itu diketahui bahwa praktek yang buruk itu adalah yang bertentangan

dengan penghayatan

nilai universal haji dan

mengatasnamakan agama atau ibadah dalam melakukan kegiatan yang tidak diajarkan. Dengan datangnya nabi, praktek Ibrahim itu dikembalikan dan diamalkan sebagaimana mestinya. Pada zaman nabi, haji baru dilaksanakan pada tahun sembilan hijrah. Ibadah haji memiliki

waktu yang terpanjang dibandingkan

dengan ibadah-ibadah lain. Yaitu dua bulan sepuluh hari, meskipun ada rukun tertentu yng mesti dilakukan pada waktu yang pendek, yaitu wukuf di Arafah yang harus dilakukan tanggal 9 Dzulhijjah. Ibadah haji mempunyai waktu tertentu seperti yang telah dinyatakan dalam QS. al-Baqarah : 189 .

... ‫ﺞ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﺎﺱِ ﻭ‬‫ ﻟِﻠﻨ‬‫ﺍﻗِﻴﺖ‬‫ﻮ‬‫ ﻣ‬‫ﻦِ ﺍﻟﹾﺄﹶﻫِﻠﱠﺔِ ﻗﹸﻞﹾ ﻫِﻲ‬‫ ﻋ‬‫ﻚ‬‫ﺄﹶﻟﹸﻮﻧ‬‫ﺴ‬‫ﻳ‬ Artinya : mereka bertanya kepadamu tentang bulan tsabit, katakanlah :” bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan waktu bagi ibadah haji. ….

67 68

lihat QS. al-Baqarah : 199 lihat QS. al-Baqarah : 189

102

Juga firman Allah dalam QS. al-Baqarah : 19

‫ﺎﺕ‬‫ﻠﹸﻮﻣ‬‫ﻌ‬‫ ﻣ‬‫ﺮ‬‫ﻬ‬‫ ﺃﹶﺷ‬‫ﺞ‬‫ﺍﻟﹾﺤ‬ Artinya : “(Musim) haji adalah bulan-bulan yang dimaklumi69

D.3. Waktu Dalam Syariah 1.

Waktu Muamalah Dalam bahasa Arab dikenal ada hablum mina Allah yaitu hubungan manusia

dengan Allah dan hablum minannas hubungan manusia sesama manusia. Seperti ; jual beli, simpan pinjam, hutang piutang, dll. Adapun ayat waktu yang berhubungan dengan muamalah al : Dalam QS. al-Baqarah : 282 dijelaskan,

‫ﻮﻩ‬‫ﺒ‬‫ﻰ ﻓﹶﺎﻛﹾﺘ‬‫ﻤ‬‫ﺴ‬‫ﻞٍ ﻣ‬‫ﻦٍ ﺇِﻟﹶﻰ ﺃﹶﺟ‬‫ﻳ‬‫ ﺑِﺪ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻳ‬‫ﺪ‬‫ﻮﺍ ﺇِﺫﹶﺍ ﺗ‬‫ﻨ‬‫ ﺀَﺍﻣ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Ayat di atas berbicara tentang anjuran -atau menurut sebagian ulama – kewajiban menulis utang piutang dan mempersaksikannya di hadapan pihak ketiga yang dipercaya / motaris, sambil menekankan perlunya menulis utang walau sedikit, disertai dengan jumlah dan ketatapan waktunya. Ayat ini ditempatkan setelah uraian anjuran bersedekah dan berinfaq (ayat 271-274), kemudian diusul dengan larangan melakukan transaksi riba (ayat : 275279), serta anjuran memberi

tangguh kepada yang tidak mampu membayar

hutangnya sampai mereka mampu atau bahkan menyedekahkan sebagian atau 69

Bulan yang maklumi adalah bulan Syawwal, Dzulkaidah dan Dzulhijjah. Lihat Qur’an dan tarjamahannya surat al-Baqarah ayat 197

103

semua utang itu (ayat : 280). Penempatan uraian tentang anjuran atau kewajiban menulis utang piutang setelah anjuran dan larangan di atas mengandung makna tersendiri. Anjuran bersedekah dan melakukan infaq di jalan Allah merupakan pengejawantahan rasa kasih sayang yang murni. selanjutnya larangan riba, merupakan pengejawantahan kekejaman dan kekerasan hati. Maka dengan menulis hutag piutang yang mengakibatkan terpeliharanya harta, tercermin keadilan yang didambakan al-Qur’an, sehingga lahir jalan tengah antara rahmat murni yang diperankan oleh sedekah dengan kekejaman yang diperagakan oleh pelaku riba. Larangan mengambil keuntungan melalui riba dan perintah bersedekah, dapat menimbulkan kesan bahwa al-Qur’an tidak bersimpati terhadap orang yang memiliki harta atau mengumpulkannya. Kesan keliru ini dihapus melalui ayat ini, yang intinya memerintakan memelihara harta dengan menulis hutang piutang walau sedikit, serta mempersaksikannya. Seandainya kesan itu benar, tentulah tidak akan ada tuntutan yang sedemikian rinci menyangkut pemeliharaan dan penulisan hutang-piutang. Di sisi lain, ayat sebelum ayat ini adalah nasehat Ilai kepada yang memiliki piutang untuk tidak menagih siapa yang sedang dalam kesulitan, nasehat itu dilanjutkan oleh ayat ini, kepada yang melakukan transaksi hutang piutang, yakni demi memelihara harta serta mencegah kesalahpahaman, maka hutang piutang

hendaknya ditulis walau jumlahnya kecil di samping nasehat serta

tuntunan lain yang berkaitan dengan hutang piutang.

104

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya.

Perintah ayat ini secara redaksional ditujukan kepada orang-orang beriman, tetapi yang dimaksud adalah mereka yang melakukan transaksi utang piutang, bahkan secara lebih khusus adalah yang berpiutang. Ini agar yang memberi piutang merasa lebih tenang dengan penulisan itu. Karena menulisnya adalah perintah atau tuntunan yang sangat dianjurkan , walau kriditor tidak memintaknya. Kata (

‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻳ‬‫ﺪ‬‫ﺗ‬

) tadayantum, yang di atas diterjemahkan dengan

bermuamalah, terambil dari kata (

‫ )ﺩﻳﻦ‬dain. Kata ini memiliki banyak arti, tetapi

makna setiap kata yang dihimpun oleh huruf-huruf kata dain itu (yakni dal, ya, dan nun ) selalu menggambarkan hubungan antar dua pihak, salah satunya berkedudukan lebih tinggi dari pihak yang lain. Kata ini antara lain bermakna hutang, pembelaan, ketaatan, dan agama. Kesemuanya menggambarkan hubungan timbal balik itu, atau dengan kata lain bermuamalah. Muamalah yang dimaksud adalah muamalah yang tidak secara tunai, yakni hutang piutang. Penggalan ayat ini menasehati setiap orang yang melakukan transaksi hutang piutang dengan dua nasehat pokok. Pertama, dikandung oleh pernyataan untuk waktu yang ditentukan . ini bukan hanya mengisyaratkan bahwa ketika berhutang masa pelunasannya harus ditentukan, dan bukan dengan berkata, kalau saya ada uang, kalau si A datang, karena ucapan ini tidak pasti, rencana kedatangan si A pun dapat ditunda atau tertunda. Bahkan anak kalimat ayat ini tidak mengandung

isyarat terebut, tetapi juga mengesankan

bahwa ketika 105

berhutang

seharusnya sudah harus tergambar

dalam benak penghutang,

bagaimana serta dari sumber mana pembayarannya diandalkan. Hal ini secara tidak langsung mengantar kepada sang muslim untuk berhati-hati dalam berhutang. 2.

Waktu Jihad Jihad merupakan kewajiban agama bagi setiap muslim, baik dalam konteks

fisik maupun non fisik. Dalam konteks fisik atau konfrontasi bersenjata dalam menghadapi musuh-musuh Islam yang melakukan penyerangan dan memusuhi Islam, tentu menjadi suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk membela agamanya dari setiap gangguan internal maupun eksternal. Demikian juga dalam konteks non fisik atau jihad an-nafs yang oleh Rasul dikatakan sebagai bentuk jihad yang tidak kalah dahsyatnya dari jihad fisik. Jihat ini adalah bentuk perlawanan terhadap setiap keinginan nafsu manusia yang menyimpang dari tuntunan agama yang lurus (al-hanif). Tuntutan dari jihad fisik adalah untuk membela diri dan bukan untuk mencari musuh, tentu saja hal ini bertentangan dengan anggapan yang mengatakan bahwa Islam ditegakkan dengan pedang (kekerasan). Firman Allah:Dan perangilah orang-orang yang memerangi kamu. Dalam ayat-ayat al-Qur,an yang menunjukkan perintah untuk berjihad selalu menunjukkan adanya korelasi pembelaan dan bukan permusuhan, lebih lanjut hal ini telah dibuktikan sepanjang sejarah Islam. Dengan demikian tuntutan untuk berjihad secara fisik waktunya sangat ditentukan oleh kondisi eksternal yaitu jika dimusuhi dalam bentuk apapun yang membahayakan keberadaan agama, jiwa, akal, nasab dan harta (al-maqashid al-khamsah). Adapun jihad an-nafs waktunya

106

berlaku sepanjang masa selama manusia itu masih hidup, kerena musuh telah ada dalam dirinya sendiri yang selalu berusaha setiap saat untuk membelukkannya dari kebenaran fitrahnya. 3.

Waktu Zuwaj Pernikahan

merupakan

sunnah

rasul

yang

harus

diikuti,70

Allah

memerintahkan hambanya untuk menikah apabila ia sudah mampu karena sesungguhnya Allah telah menciptakan semua makhluk di dunia ini berpasangpasangan71

mengenai waktu pernikahan, bagi seorang gadis al-Qur’an tidak

menerangkan waktu secara tertentu hanya bagi siapa saja yang sudah mampu. Namun bagi seorang janda atau orang yang dicerai oleh suaminya secara tegas alQur’an memberikan batasan-batasan waktu atau masa tunggu untuk menikah kembali, hal ini untuk mengetahui apakah ada janin di dalam rahimnya atau tidak. Masa tunggu wanita yang dicerai sedang hamil adalah sampai dengan melahirkan anaknya.72 Wanita yang bercerai akibat kematian suaminya, masa tunggunya adalah empat bulan sepuluh hari.73 Wanita tua yang tidak haid dan wanita yang belum haid, masa tunggunya adalah tiga bulan74 dan yang dikawini tanpa bercampur, tidak diwajibkan atasnya masa tunggu.75 4.

Waktu Thalaq Dalam al-Qur’an ada dua istilah perceraian, yaitu : pertama ; kata thalaq

yang berarti melepaskan dengan harapan dapat mengembalikannya atau talak

Hadits Rasul ; an-Nikahu sunnati wa man raghiba ‘an sunnati fa laisa minni lihat QS.Yasin / 36 : 36, QS. Az-Zuhruf / 43 : 12, QS. An-Najm / 53 : 45 72 QS. ath-Thalaq / 65 : 4 73 QS. al-Baqarah / 2 : 234 74 QS. at-Thalaq / 65 : 4 75 QS. al-Ahzab / 33 : 49

70

71

107

yang dapat dirujuk. Kedua kata tasrih, yang berarti perceraian yang disertai dengan keengganan untuk melanjutkan kehidupan rumah tangga di masa mendatang atau talak yang tidak boleh rujuk kembali kecuali dengan syarat tertentu.76 Hukum Qur’an mengenai perceraian, sebagiannya terdapat di tujuh ayat pertama surah at-Thalaq dan sebagian lainnya di ayat : 228-232, 236-237 surat alBaqarah. Seorang suami boleh menceraikan istrinya apabila ia menghendaki, seorang istri tidak memiliki hak untuk menceraikan suaminya, meskipun dalam kondisikondisi tertentu sang istri dapat “membeli” hak bercerai dengan menyediakan tebusan yang memadai kepada suaminya, sebagaimana akan diterangkan berikut. Jika seorang suami ingin menceraikan istrinya agar bisa menikahi wanita lain, maka ia tidak boleh mengambil kembali mahar yang telah diberikan kepada istrinya tersebut. Perbuatan yang demikian sangatlah tidak adil. “Bagaimana kamu dapat tegas (QS. al-Baqarah : 229) mengambil kembali mahar padahal kamu telah mencampurinya dan mengikat perjanjian yang kuat ? seorang suami tidak boleh menganiaya istri untuk memaksa sang istri memberikan kembali sebagian dari mahar yang telah ia terima kecuali sang istri tersebut bersalah melakukan perbuatan kriminal. Seorang suami yang menceraikan istrinya boleh memilih. selama masa iddah tiga quru’ antara melepaskan sang istri dengan cara yang baik atau

76

lihat terjemahan QS. al-Baqarah / 2 : 229

108

merujuknya. Namun ia tidak boleh merujuknya dengan motif menyakitinya atau mengambil keuntungan darinya. Seorang suami boleh menceraikan istrinya sebelum bercampur atau sebelum mahar ditetapkan. Namun, suami tersebut harus menyediakan mahar mitsil (pengganti), sesuai dengan kemampuannya. Jika seorang suami menceraikan istrinya sebelum bercampur tetap setelah mahar ditetapkan, ia harus menyerahkan kepada istrinya setengah mahar, kecuali sang istri merelakan haknya atas setengah mahar tersebut atau, dalam hal suami telah terlanjur menyerahkan seluruh mahar, sang suami merelakan setelah mahar yang lebih itu Ketika suami memutuskan untuk menceraikan istrinya sebelum bercampur, maka kewajiban menempuh masa idah selama tiga quru’ tidak berlaku. Wanita tersebut harus diberikan mut’ah yang sewajarnya dan dilepaskan secara baik baik77.

Seorang suami boleh menceraikan istrinya sampai dua kali. Setiap kali

cerai, suami tersebut boleh merujuk istrinya secara baik-baik atau melepaskannya secara baik-baik pula. Suami tidak berhak dengan menceraikan istrinya, untuk menuntut balik apa-apa yang ia berikan kepada istrinya. Seorang suami yang telah menceraikan istrinya dua kali lalu merujuk sang istri, namun kemudian menceraikan kembali untuk yang ketiga kali, maka suami ini berada pada situasi khusus. Tidak halal lagi baginya merujuk sang istri kecuali setelah sang istri menikah dengan pria lain dan telah bercerai dari suami barunya

77

Lihat QS. 33 : 46

109

itu. Jika kemudian mereka merasa bahwa mereka dapat menegakkan hukumhukum yang telah ditetapkan Allah. Maka mereka boleh menikah lagi.78 Selain aturan perceraian, pengasuhan hak bayi juga diperhatikan dalam alQur’an, para ibu diwajibkan menyusui anaknya selama dua tahun. Sedangkan kewajiban memberi nafkah

dan pakaian

yang layak kepada anak adalah

tanggung jawabnya seorang ayah atau suami. Dan setelah ayah atau suaminya meninggal maka yang bertanggung jawab adalah ahli warisnya. Ketika ayah dan ibunnya sepakat untuk menyapihnya maka persetujuan itu adalah sah dan boleh sepakat untuk menyewa seorang perawat untuk mengasuh anaknya asalkan perawat tersebut diberi upah atau gaji sesuai dengan jerih payahnya.79 Seorang istri yang suaminya meninggal tidak boleh menikah lagi kecuali setelah berakhir masa idahnya, yaitu empat bulan sepuluh hari. dengan alasan untuk mengormati al-marhum untuk melaksanakan upacara perkabungan . selama masa idah, tidak ada salahnya bagi seorang pria untuk berniat melamar wanita terebut atau menyembunyikan keinginan tersebut dalam hatinya, namun ia tidak boleh berusaha menemuinya secara sembunyi-sembunyi, dan jika menemuinya ia harus berbicara kepadanya secara sopan dan hormat. D.4. Waktu Dalam Akhlak Secara etimologi, akhlaq (bhs Arab) adalah bentuk jama’ dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, 80 berakar dari kata khalaqa

78

QS. Al-Baqarah / 2 : 20 Faruq Sherif, A Guide to The Contents of The Qur ’an , Cet. Ke- 1, h. 251-152 80 Lois Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-islam (Beirut : Dâr al-Masyriq, 1989), Cet. Ke-2, h. 164 79

110

yang berarti menciptakan, seakar dengan kata khaliq (pencipta)81, makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan). Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia), atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya. Baru mengandung nilai akhlaq yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq. Jadi akhlaq adalah norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya juga dengan alam semesta. 82 Akhlaq yang baik atau mulia akan mengantarkan kedudukan seseorang pada posisi yang terhormat dan tinggi.

83

Oleh karena itu Allah berfirman dengan

memuji akhlaq Rasulullah saw.

. ٍ‫ﻈِﻴﻢ‬‫ﻠﹸﻖٍ ﻋ‬‫ﻠﻰ ﺧ‬‫ ﻟﹶﻌ‬‫ﻚ‬‫ﺇِﻧ‬‫ﻭ‬ “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Allah pun menyatakan di dalam firmannya, agar umat Islam membina kehidupannya dengan mencontoh kehidupan nabi Muhammad saw.

‫ ﺍﻟﹾﺂﺧِﺮ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ﺍﻟﹾﻴ‬‫ ﻭ‬‫ﻮ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺟ‬‫ﺮ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻳ‬‫ﻦ‬‫ﺔﹲ ﻟِﻤ‬‫ﻨ‬‫ﺴ‬‫ﺓﹲ ﺣ‬‫ﻮ‬‫ﻮﻝِ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺃﹸﺳ‬‫ﺳ‬‫ ﻓِﻲ ﺭ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻟﹶﻘﹶﺪ‬ . ‫ﺍ‬‫ ﻛﹶﺜِﲑ‬‫ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺫﹶﻛﹶﺮ‬‫ﻭ‬

81

Pernyataan Allah sebagai khaliq atau pencipta alam semesta dapat dilihat dalam QS. Al-Baqarah : 21-22, 29, al-A’raf : 54, Hud : 7, Ibrahim : 19, al-Iara’ : 99, Hadid : 4. dan lain-lain. pernyataan Allah sebagai pencipta waktu dapat dilihat dalam QS. Al-anbiya’ : 33 82 Harun Nasution, dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia, (jakarta : Djambatan, 1992), h. 98 83 Abdullah Salim, Akhlaq Islam, Seri Media Da’wah, 1994, Cet. Ke-4, h. 5

111

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” F.

Kewajiban Manusia Terhadap Waktu dan Akibat menyia-nyiakannya. Di dalam kehidupan ini ada yang namanya waktu dulu atau masa lampau.

Adanya masa lampu bisa digunakan

sebagai introspeksi diri dengan melihat

kembali ke belakang. Karena, kesalahan tidak terjadi pada masa sekarang, akan tetapi telah dilakukan pada masa lalu. Misalnya, orang yang menyesali penderitaannya adalah cerminn dari perbuatan salahnya di masa lalu. Mengingat masa lalu adalah salah satu ciri orang yang bertaqwa, karena dengan mengingat masa lalu membuat orang sadar akan perbuatan yang telah dilakukan. Dalam alQur’an diajarkan “ambillah pelajaran dari peristiwa itu “ (QS. al-Furqan :62). Dengan mengingat kembali masa lalunya, membuat orang sadar dan insyaf, sehingga ia tidak lagi menyalahkan siapa-siapa, apalagi menyalahkan Allah.84 Memanfaatkan waktu merupakan amanat Allah kepada makhluknya. Bahkan menusia dituntut untuk mengisi waktu dengan berbagai amal dan mempergunakan potensinya. Karena memang manusia diturunkan ke dunia ini adalah untuk beramal (QS. al-Dzariyat : 62 ). Ayat ini menuntut agar semua yang dilakukan manusia harus menunjukkan bahwa agama melarang mempergunakan waktu dengan main-main, atau mengabaikan yang lebih penting. Nampaknya antara waktu dan amal tidak dapat dipisahkan. Jika dipisahkan, maka tidak lagi mempunyai nilai apa-apa. Begitulah keterkaitan waktu dengan amal. Amal akan

84

Salmadanis, Nilai dan Makna Kerja Dalam Islam, (jakarta : Nuansa Madani, 1999 )

112

berguna bila dilaksanakan sesuai dengan waktunya. sebaliknya, waktu akan bermakna bila diisi dengan amal.85

85

Ibid,. Amal adalah bahasa Arab yang telah di-indonesia-kan dari akar kata “amala ” . Dalam al-Qur’an kata ‘amala sering dipakai untuk menunjukkan makna yang umum (QS. aliimran : 195). Adalah suatu kesalahan , ketika kata ‘amala dipahami dengan aktifitas ritual seperti : shalat, zakat, puasa, haji, membaca al-Qur’an, dzikir dan sebagainya. Karena, kata ‘amala menunjuk pada makna umum, bukan asal kerja, tapi kerja yang sungguh-sungguh. Bumi dengan segala isinya dianugerahkan oleh Allah untuk manusia. Sehingga, manusia dituntut untuk mengelolanya dengan baik. (Salmadanis, Nilai dan Makna Kerja Dalam Islam, h )

113

BAB IV. WAKTU WAKTU YANG DIGUNAKAN AllAH DALAM BERSUMPAH ( Antara penafsiran Quraish Shihab dan Sayyid Quthb )

Allah hanya bersumpah dengan diri-Nya yang mempunyai sifat-sifat khusus

serta dengan bukti-bukti kekuasaan-Nya. Akan tetapi ketika

Allah

bersumpah dengan sebagian makhluk-Nya, maka hal itu menunjukkan bahwa makhluk tersebut merupakan sebagian dari bukti kekuasaan-Nya yang agung. Adapun sebagian makhluk Allah yang dipakai dalam bersumpah adalah masalah waktu. Sebagaimana yang akan dibahas berikut ini. A.

Waktu Fajar (Sumpah Allah dalam QS. al-Fajr / 89 : 1-4) Surat al-fajr ini disepakati turun sebelum Nabi Muhammad SAW. berhijrah

ke Madinah atau disebut dengan surat Makkiyah1. Namanya adalah al-fajr, tanpa waw, sedikit berbeda dengan bunyi ayatnya yang pertama. Uraian utama surah ini adalah ancaman kepada kaum musyrikin Makkah, jangan sampai mengalami siksa yang telah dialami oleh para pendurhaka yang jauh lebih perkasa dari mereka, sekaligus berita gembira serta pengukuhan hati Nabi Muhammad SAW. dan kaum muslimin yang pada masa turunnya ayat-ayat surat ini masih tertindas oleh kaum musyrikin Mekah.2 Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa tema surat ini adalah pembuktian tentang uraian akhir surah al-Ghâsyiah yakni kematian, serta hisâb (pertanggung jawaban) manusia atas-amal-amalnya. Bukti tentang tema utama surah ini 1

Muhammad Mahmud Hijazi, Tafsir al-Wadhih, ( Beirut : Dâr al-Jail, tth) h. 859. Ibid., h. 859 Lihat juga Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munîr fi al-Aqîdah wa asy-Syarî’ah,, h. 220. lihat juga Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 15, h. 241 2

114

diisyaratkan oleh namanya al-Fajr yakni terpancar saat subuh guna melahirkan siang yang kemarin telah berlalu tanpa perubahan dzatnya, demikian juga kebangkitan manusia dari kematian kecil yakni tidur dengan tersebarnya cahaya siang agar manusia mencari sarana kehidupan untuk kemudian mengalami hisab yang menghasilkan ganjaran atau balasan.3 Ayat ini bermunasabah dengan akhir ayat pada surah yang lalu yang menegaskan tentang keniscayaan kamatian dan kembalinya manusia kepada Allah untuk menjalani perhitungan dan memperoleh balasan dan ganjaran. Pergantian malam dan siang, kemunculan serta kelahirannya – sebagaimana terlihat setiap hari – setelah kepergiannya atau kematiannya kemarin, membuktikan kuasa Allah SWT. dalam membangkitkan siapa yang telah mati. Allah pun telah mengisyaratkan hal tersebut melalui ibadah haji dalam bentuk memakai pakaian tak berjahit, mengucapkan talbiyah (menyambut panggilan Allah) serta berjalan menelusuri tempat-tempat tertentu, karena itu di sini Allah SWT. bersumpah dengan al-Fajr, yakni yang tiada fajar lebih agung darinya yaitu fajar hari lebaran idul Adha, yang juga merupakan hari pertama dalam perjalanan kembali menuju Baitullah al-Haram. Allah SWT. berfirman, “demi fajar dan demi malam-malam yang sepuluh (1-10 Dzulhijjah) dan demi yang gelap dan yang ganjil serta demi malam bila telah berlalu.( QS. al-Fajr ayat 1-4) Apakah di dalam kejadian-kejadian itu perlu ada sumpah bagi yang berakal ?. Makna sumpah dengan fajar di atas adalah

cahaya pagi ketika mulai

mengusik kegelapan malam dan malam-malam sepuluh, dan demi yang genap dan

3

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 15, h. 241-242

115

yang ganjil dari malam-malam hari atau apa saja yang genap dan yang ganjil, dan demi malam apabila berlalu. Apakah yang demikian itu tinggi dan hebatnya pengaruhnya dalam kehidupan manusia terdapat sumpah yang dapat diterima oleh orang yang berakal. Yakni benar-benar pada yang demikian itu telah terdapat sumpah yang mestinya mengantar yang berakal menerima dan meyakini apa yang disampaikan Allah melalui Rasul-Nya, yaitu keniscayaan hari kiamat. Dalam surat ini Allah bersumpah (muqsam bih) dengan empat makhluk, yaitu : 1.

wal-fajr, Allah bersumpah dengan fajr (fajar) yang sekaligus menjadi nama surat ini. Kata al-Fajr ditemukan enam kali dalam al-Qur’an , yaitu pada surat al-Baqarah/2 : 187, l-Isra’/17 : 78 (dua kali), al-Nur/24 : 58, al-Fajr/89 :1, dan al-Qadar/95 :5.4 semua kata tersebut diterjemahkan dengan fajar. Kata al-fajr pada surat al-Nur didahului dengan shalah sehingga menjadi shalah al-fajr dan diterjemahkan dengan sembahyang subuh. Kata qur ’anul fajr yang disebutkan dua kali dalam surat al-Isra’ juga diterjemakan dengan salat subuh.

2.

walayalin asyr, demi malam yang sepuluh. Terdapat perbedaan dalam menafsirkan kata ini, apakah dia sepuluh malam yang penuh berkah pada awal bulan dzulijjah karena merupakan hari-hari yang dipenuhi dengan kesibukan ibadah haji atau sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadhan atau sepuluh malam pertama pada bulan Muharram. Dan diantara dikemukakan dalam al-Tafsir al-Hadits adalah bahwa layal ‘asyr

Husain Muhammad Fahmi al-Syafi’I, al-Dalil al-Mufahras li al-Fadz al-Qur ’an alKarim, h. 77 4

116

itu adalah sepuluh malam yang pertama tiap bulan.5 Sedangkan dalam keterangan lain disebutkan bahwa Allah bersumpah dengan al-fajr karena waktu terebut adalah waktu khusyu’nya hati dalam menghadap Allah, dan sumpah Allah terhadap malam-malam yang penuh berkah yaitu sepuluh Dzulhijjah karena hari itu adalah hari yang paling utama dalam setahun.6 Ini semua menunjukkan keutamaan waktu-waktu yang Allah bersumpah dengannya untuk menjadi perhatian manusia. wasy-syaf’I wal watr, dan demi yang genap dan yang ganjil. Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan yang genap dan yang ganjil dari tiap-tiap sesuatu. Dengan demikian seolah-olah Allah bersumpah dengan segala sesuatu karena sesuatu itu selalu genap atau ganjil. Atau Allah bersumpah dengan makhluk dan khalik karena Allah itu Esa (wahid, witr) dan makhluk ada laki-laki dan ada wanita (syaf’). Pada keterangan lain dalam memahami alsyaf’ dan al-witr dikaitkan dengan bulan Dzulhijjah, bahwa al-syaf adalah yaum al-nahr sepuluh Dzulhijjah dan al-witr adalah yaum ‘arafah, sembilan Dzulhijjah.7 3.

wallayly idzâ yasr : dan malam apabila telah berlalu. Sumpah Allah ini telah disingung dalam konteks sebelumnya, yaitu Allah besumpah dengan malam apabila telah berlalu yang sekaligus menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah dan banyaknya nikmat. Maka Allah menjelaskan dengan ayat

5

Muhammad ‘Izzah Darwazah, at-Tafsir al-Hadits, (t.tp : Dâr al-Ihya’ al-Kutūb al‘Arabiyyah ‘Isa al-Babi al-Halabi wa Syurakah, 1381 H/ 1962 M.),Juz. 1, h. 147 6 Al-Shâbuni, Shafwah al-Tafasir., Jilid III, h. 556 7

117

berikutnya, bahwa pada yang demikian itu terdapat sumpah yang dapat diterima oleh orang-orang yang berakal. Dalam surat al-fajr ini, Sayyid Qutb menafsirkan suasana di waktu fajr yang menampakkan akan keagungan sumpah dengan waktu itu, dimana beliau memberikan kesan bahwa dalam surat 1-4 ini terdapat pemandangan dan nuansa keindahan yang tenang dan lembut, dengan kesan-kesan keteduhan. Misalnya, pada bagian permulaan yang teduh dengan pemandangan alam yang lembut, dan dengan bayang-bayang ibadah dan shalat di celah-celah pemandangan itu. Beliau mengatakan “demi fajar” adalah saat bernafasnya kehidupan dalam kemudahan, kegembiraan, keceriaan, dan ketenangan yang damai. Alam masih tertidur bangun perlahan-lahan, seakan-akan nafasnya adalah munajat, dan mulai keterbukaanya adalah ibadah.8 Sedangkan Quraish Shihab dalam surat ini berusaha untuk memaparkan makna al-fajr terlebih dahulu dengan mengemukakan pendapat-pendapat yang ada. Ada yang memahami kata al-fajr (‫ ) اﻟﻔﺠﺮ‬dalam arti fajar yang muncul setiap hari sepanjang masa ini. ada lagi yang memahaminya dalam arti sepanjang hari, bukan sekedar awal munculnya cahaya matahari. Ada lagi yang menetapkan fajar hari tertentu atau fajar tanggal 1 Muharram, karena fajar itu menampakkan tahun baru, atau fajar awal Dzulhijjah, karena sesudahnya disebut malam-malam yang sepuluh yakni malam sepuluh Dzulhijjah (malam lebaran haji)9, sedangkan Ali dan Ibnu Abbas dan Ikrimah dan Mujahid dan as-Suda mengatakan, bahwa al-

Sayyid Qutb, Tafsir Fi Dzilâl Qur ’ân, Terjemahan, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2002 ) Cet. I, jilid 24, h. 119 9 lihat Muhammad Abdul Mun’im al-Jamâli, Tafsir al-Farîd lil Qur ’ân al-Majîd, juz’amma, h. 3303. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 15, h. 244 8

118

fajr berarti waktu subuh. Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud fajar adalah shalat yang dilakukan pada waktu fajar.10 Dalam pembahasan tentang al-fajr dan layâl ‘asyr, menarik untuk diperhatikan. Pendapat Quraish Shihab yang mengutip pendapat Muhammad Abduh dengan mengatakan bahwa layâl ‘asyr tidak mungkin terlepas pengertiannya dari kata wal-fajr, dimana kata al-fajr tidak dibarengi dengan satu sifat tertentu, sehingga ia harus difahami secara umum yang terjadi setiap hari. dan untuk keserasian antara ayat pertama dan kedua, maka layâl asyr harus ditafsirkan dengan malam-malam yang serasi keadaannya dengan pengertian yang dikandung kata al-fajr, ya’ni sepuluh malam yang terjadi pada setiap bulan. Keserasian itu tampak di mana masing-masing mengusik kegelapan. Dengan demikian tidak dapat diterima pendapat yang menafsirkan kata al-fajr dan layâl

‘asyr dengan fajar tertentu seperti awal awal tahun Hijriyah atau 10 Dzulhijjah dan lain-lain.11 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa antara Sayyid Quthb dan Quraish Shihab, keduanya menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan fajar adalah fajar yang terbit setiap hari yaitu waktu yang penuh dengan keheningan, ketenangan, keteduhan dan saat-saat khusyu’nya bermunajat kepada Sang pencipta Alam ini.

Karena itu waktu-waktu yang digunakan Allah dalam

bersumpah di atas adalah merupakan waktu-waktu yang agung, di dalamnya terdapat

keistimewaan-keistimewaan yang harus kita ketahui agar dapat

10

Al-Hafidz ‘Imaduddin Abu al-Fida’ Ismil Ibn Katsir al-Qurasyi ad-Damaqi, Tafsir Juz’Amma min Tafsir al-Qur ’an al-Adhim, terjemahan (Jakarta : Pustaka Azzam, 2001 ), h. 180 11 Muhammad Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar karya Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridla (Bandung : Pustaka Hidayah, 1415 H/1994 M), Juz I, h. 147

119

memanfaatkannya dengan sebaik mungkin. Sebab salah satu hikmah di balik sumpah Allah atas makhluknya adalah untuk menginformasikan kemuliaan dan keagungan makhluk tersebut. B.

Waktu Subuh ( Sumpah Allah dalam QS. Al-Mudatstsir / 74 : 34 dan

at-Takwir / 18 : 18 ) “ Sekali kali tidak ! Demi bulan dan malam ketika telah berlalu, dan subuh apabila menampakkan diri mulai terang.12 Maka aku tidak bersumpah dengan bintang-bintang yang mulai menampakkan diri, yang beredar dan berlindung dan demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya dan demi subuh apabila mulai menyingsing.” 13 Menurut Sayyid Quthb, waktu subuh bertanda perginya waktu malam dan datangnya waktu siang, yang mempunyai pengaruh pada jiwa, yaitu ketika cahaya pagi baru terbit dan kegelapan mulai tersibak yang menjadikan hati menjadi khusuk dengan merenungkan dan memikirkan rahasia-rahasia alam semesta yang tak pernah berhenti, dan tidak pernah sekalipun ada ketimpangan.14 Menurut Quraish Shihab kata ash-shubhu berarti sesuatu yang cerah dan bercahaya. Awal waktu siang dan pagi dinamai subuh karena kecerahan dan cahaya yang

meliputinya. Hal ini mengibaratkannya dengan al-Qur’an dan

petunjuk agama

yang juga menyingkap kegelapan hati dan pikiran, karena

dengan kehadiran tuntunan agama dalam diri manusia, maka kegelapan jiwanya pun berlalu, sebagaimana berlalunya kegelapan malam, dan kehadirannya itu

12

QS. Al-Mudatstsir/ 74 : 32-34 QS. At-Takwir / 18 : 15- 18 . dalam ayat ini terjdi perbedaan penafsiran mengenai la uqsimu, ada yang memahaminya la dengan arti tidak sehingga di sini Allah tidak bersumpah dan ada yang memahami la di sini adalah sebagai sisipan, yang bertujuan menguatkan sumpah. ( Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol 15, h. 90 ) 14 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Dzilâl al- Qur ’ân, Cairo Daru sy- Syuruq, cet. X, 1982 M.Bab IV hal.2246 13

120

adalah cahaya kebenaran yang menyinari dirinya.15 Menurut penulis selain tujuan di atas, waktu subuh juga di dalamnya terkandung banyak keberkahan dan keridhaan Allah. Berkah ada pada waktu pagi (albarokatu fi bukuriha), memang benar, karena pagi memiliki banyak berkah. Salah satunya ketika berzikir pagi, yang begitu dianjurkan untuk memperoleh rahmat-Nya."Dan sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Tuhan mereka pada waktu pagi dan petang untuk mengharapkan keridhaan-Nya.16” Rasulullah SAW. juga menjelaskan jaminan Allah bagi orang yang shalat Subuh. " Barang siapa yang mengerjakan shalat subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah, maka jangan sampai Allah menarik kembali jaminan-Nya kepada kalian dengan sebab apapun. Maka barang siapa Allah jabut jaminan-Nya dengan sebab apapun, pasti akan tercabut. Kemudian Allah akan telungkupkan wajahnya ke dalam neraka jahannam. 17 Keberkahan subuh juga membuka pintu-pintu rezeki-Nya yang telah dihamparkan di hari itu. Sebab itu, Allah SWT. menyerukan muslim untuk menyambut rezeki-Nya dengan bersegera bangun pagi.18 Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ahmad dan Baihaqi, diceritakan bahwa ketika Rasulullah SAW. pulang dari shalat subuh di masjid Nabawi, beliau mendapati putrinya Siti Fatimah masih tidur-tiduran. Dengan penuh kasih sayang lantas beliau menggerakkan badan putrinya itu sembari berkata, “Wahai anakku, 15

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol.14, h. 603-604 Lihat QS. al-Kahfi / 18 : 28 17 Shahih Muslim bi Syarhi an Nawawi (no. 454), kitab al-Masâjid Mawâdhi'u ashShalâh, bab Fadhlu Shalâti al-Jamâ'ah wa Bayâni at-Tasydîd fi Takhallufi 'Anhâ (V/293) 18 Lihat QS. at-Thalaq, : 2-3 16

121

bangunlah, saksikan rezeki Tuhanmu dan janganlah kamu termasuk orang yang lalai karena Allah membagikan rezeki pada hamba-Nya, antara terbit fajar dengan terbit matahari.”19 Bersegera bangun saat subuh, ketika suasana pagi masih tampak sunyi, banyak keberkahan yang akan dilimpahkan Allah SWT. kepada hamba-Nya. Allah SWT. akan melindunginya seharian penuh, mengucurkan rahmat, memberi pahala yang banyak, membuka pintu-pintu rezeki, melimpahkan kesegaran pikiran dan ketenangan, dan menyehatkan badan ketika bergerak bangun tidur lalu melakukan wudlu dan melangkahkan kaki shalat subuh berjamaah ke Masjid. Berkaitan dengan makna shubuh yang terdapat pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, Quraish Shihab lebih menekankan pada nilai-nilai makna substantif yang mengibaratkan waktu subuh dengan cahaya al-Qur'an sebagai petunjuk dan penerang jalan, sedangkan Sayyid Quthb menekankan pada tataran aplikatif dengan gambaran perubahan waktu dari gelap ke terang yang berpengaruh pada jiwa untuk berfikir dan bertadabbur sehingga mendapatkan kematangan sepiritual yaitu hati menjadi khusuk, karena mengetahui gambaran perubahan itu sebagai wujud kekuasaan Allah. C.

Waktu Dhuha ( Sumpah Allah dalam QS. al-Dhuha / 93 : 1 -2 dan alSyams / 91 : 1-4 )

C.1. Sumpah Allah dalam surat al-Dhuha. Surah adh-Dhuha disepakati oleh ulama sebagai surah yang turun sebelum Nabi berhijrah ke Madinah / disebut dengan surat Makkiyah20. Namanya adhDiriwayatkan oleh al-Mundzirî dalam at-Targhîb wa at-Tarhîb no. 2474, kitab al-Buyū' , bab at-Targhîb fi al-Bukūr fî Thalabi ar-Rizkî wa Ghairihî (III / 150 ) 19

122

Dhuha dikenal luas dikalangan ulama, hanya saja yang menamainya persis serupa dengan awal ayatnya dan ada juga yang menamainya sekadar dengan adh-dhuha. Tema utamanaya adalah sanggahan terhadap dugaan yang menyatakan bahwa Allah telah meninggalkan Rasul SAW. Akibat tidak hadirnya wahyu yang selama ini telah diterima oleh Rasul SAW., sambil menghibur beliau dengan perolehan anugerah Allah hingga beliau puas.21 Artinya, bahwa tujuan utama surah ini adalah menguraikan apa yang disebut pada akhir surah lalu – surah alLail _ bahwa yang paling bertakwa di antara seluruh orang bertakwa adalah dia yang mutlak paling bertakwa dalam pandangan keridhaan Allah, yakni Nabi Muhammad SAW. Keridhaan-Nya tidak terputus bagi beliau di dunia dan akhirat. Ini disebabkan karena terhiasinya beliau dengan sifat-sifat sempurna yang merupakan sarana mengantar kepada tujuan, bagaikan adh-dhuha yang merupakan cahaya matahari yang paling sempurna. Dengan demikian nama surah ini menunjuk kepada tujuan tersebut.22 Ayat-ayat surah ini sebanyak 11 ayat. Sebelum turunnya surah ini Rasul SAW. telah sepuluh kali menerima wahyu. Dengan merujuk kepada penelitihan sejumlah pakar al-Qur’an dan sementara orientalis seperti Noldeke, diperoleh informai bahwa sepuluh surah (bagian surah) pertama yang diterima Nabi Muammad saw, adalah : 1. Iqra’ 2. al-Qalam, 3. al-Muzammil, . al-Mudatstsir, 5.

Muhammad Abdul Mun’im al-Jumali, Tafsir al-Farid lil Qur ’an al-Majid, h. 3322. lihat juga Muhammad Mahmud Hijazi, Tafsir al-Wadhih, ( Beirut : Dâr al-Jail, tth) h. 873. lihat juga Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2003 ), Vol. 15 h. 323 21 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol.15, h.323 22 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol.15, h.323 20

123

al-Lahab, 6. at-Takwir, 7. Sabbihisma, 8. Alam Nasyrah, 9. al-‘Ashr, 10. al-Fajr. Setelah turunnya ayat-ayat tersebut tiba-tiba wahyu “terputus” kedatangannya23 Ketidakhadiran wahyu al-Qur’an seperti selama ini diterima Nabi SAW., melahirkan berbagai tanggapan masyarakat bahkan dampak negatif dalam jiwa Nabi Muhammad sendiri, beliau menjadi gelisah. Berdasarkan suatu riwayat bahwa “ Nabi sering kali pergi ke puncak gunung untuk menjatuhkan dirinya (membunuh diri)”, wa al-‘iyadzu billah. “Tuhan Muhammad telah meninggalkan dan membencinya”, demikian tanggapan sementara kaum musyrikin atas ketidakhadiran wahyu itu. Adapun mengenai siapa yang mengucapkan kata-kata ini, yang kemudian dibantah oleh ayat ketiga surah ini, tidak diketahui jelas, karena banyak riwayat yang simpang siur. Satu riwayat menyatakan bahwa orang itu adalah Ummu Jamil istri Abu Lahab, ada pula riwayat yang mengatakan bahwa yang berkata demikian adalah Khadijah ra24. Surah ini merupakan awal dari surah yang dimaknai Qishr al-Mufashshal. Ketika turunnya, Nabi SAW. bertakbir (mengucapkan Allâhu Akbar), dan dari pengalaman beliau inilah, para ulama menganjurkan agar setiap selesai membaca surah ini dan surah-surah yang tercantum dalam mushhaf sesudah adh-dhuha agar bertakbir pula, baik pembacaan tersebut dalam shalat, maupun di luar shalat.25 Munasabahnya surah ini mempunyai munasabah dengan surah yang lalu yang menetapkan tentang kebahagiaan yang akan diraih oleh yang bertakwa. Nabi Muhammad SAW. adalah manusia yang paling bertakwa. sementara orang

23

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol.15, h. 324 Wahbah Zuhaili, Tafsir fi al-Aqidah wa asy-Syari’ah wa al-Manhaj, (Beirut : Dâr alFikri, tth), Juz. 29, h. 283 25 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol.15, h.325 24

124

menduga – karena ketidakhadiran wahyu kepada beliau beberapa saat –bahwa Allah telah meninggalkan beliau, dan dengan demikian tiada kebahagiaan yang beliau raih. Maka disini Allah bersumpah menampik hal tersebut dengan berfirman : demi adh-dhuha yakni waktu matahari sepenggalahan naik di mana manusia giat bekerja, itulah gambaran kehadiran wahyu. Dan demi malam apabila hening di mana manusia beristirahat, dan itulah atau sebab ketidakhadiran wahyu. Kata dhuha terulang enam kali dalam al-Qur’an.26 dan yang berkaitan dengan sumpah Allah hanya terdapat dalam dua surat, yaitu : surat adh-Dhuha dan surat asy-Syams. Kata (‫ ) اﻟﻀﺤﻲ‬adh-dhuha berarti cahaya matahari menjelang siang atau matahari sepenggalahan naik.27 Adh-dhuha secara umum dapat digunakan dalam arti suatu yang nampak dengan jelas, karena terbuka dan tampak jelas dinamai (‫ ) ﺿﺎﺣﯿﺔ‬dhâhiyyah. Tanah atau wilayah yang selalu terkena sinar matahari dinamai (‫ ) ﺿﺤﯿﺔ‬dhahiyyah. Segala sesuatu yang nampak dari anggota badan manusia seperti bahunya dinamai (‫ ) ﺿﻮاﺣﻲ‬dhawâhi. Seseorang yang berjemur di panas matahari atau yang terkena sengatannya digambarkan dengan kata ( ‫ﺿﺤﻲ‬ ‫ ) ﻓﻼن‬dhaha Fulân. Al-Qur’an memperhadapkan kata ini dengan kata ‘asyi’iyyah /sore.28 Berbeda beda pendapat tentang maksud firman Allah ini, antara lain :

26

kata dhuha ( ‫ ) ﺿﺤﻲ‬terdapat dalam QS. al-Dhuha, kata dhuhan ( ‫ ) ﺿﺤﻲ‬terdapat dalam QS. al-A’raf : 98 dan QS. thaha : 59, dan dhuhaha (‫ ) ﺿﺤﻬﺎ‬terdapat dalam QS. al-Syams : 1 dan an-Nazi’at : 46 dan 29. liht. Husain Muhammad Fahmi al-Syafi’I, al-Dalil al-Mufahras li al-Fadz al-Qur ’an al-Karim, Cairo : Darussalam, 2002, Cet. II, h. 514 27 Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munîr fi al-Aqîdah wa asy-Syarî’ah wa …, Juz. 29, h. 282., lihat juga Muhammad Abdul Mun’im al-Jumali, Tafsir al-Farid lil Qur ’an al-Majid, .. h. 3323. lihat juga Muhammad Mahmud Hijazi, Tafsir al-Wadhih, h. 873 28 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah,Vol. 15, h. 326

125

a.

Siang hari sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.

b.

Waktu tertentu di siang hari tertentu, yaitu saat Nabi Musa as. menerima wahyu secara langsung dari Allah SWT. dalam rangka mengalahkan para ahli sihir, sebagaimana diuraikan dalam QS. Thaha/20 : 59. penganut pendapat ini ingin mengaitkan antara penerimaan wahyu dan kemenangan Nabi Musa as. Terhadap musuh-musuh beliau dengan keadaan Nabi Muhammad SAW. Yang terus akan menerima wahyu walaupun telah terjadi “kelambatan”, serta akan memperoleh kemenangan sebagaimana diperoleh oleh Nabi Musa as. dipagi hari ketika duha itu.

c.

Waktu yang diisi oleh hamba-hamba Allah untuk mendekatkan diri kepadanya, misalnya dengan melaksnakan shalat dhuha.

d.

Cahaya jiwa orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah Menurut penulis Tafsir al-Misbah, pendapat di atas tidak sejalan dengan

gaya bahasa al-Qur’an, khususnya ketika berbicara tentang suatu waktu tertentu. Dapat diamati bahwa bila al-Qur’an menggambarkan suatu waktu tertentu, maka dia memberikan sifat tertentu kepada waktu tersebut, misalnya : lailatu al-Qadar (malam mulia) atau yauma iltaqa al-jam’ân (hari bertemunya dua pasukan) yaum ad-dîn (hari pembalasan) dan sebagaiya. Ini berarti bahwa jika al-Qur’an tidak mensyifati satu waktu atau hari, maka yang dimaksudnya adalah waktu atau harihari yang umum dan yang silih berganti terulang, seperti al-Fajr (fajar) – al-Lail (malam) dan adh-dhuha ini.29

29

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah., Vol..15 . h. 327

126

Matahari ketika naik sepenggalahan, cahayanya ketika itu memancar menerangi seluruh penjuru, pada saat yang sama ia tidak terlalu terik, sehingga tidak mengakibatkan gangguan sedikit pun, bahkan panasnya memberikan kesegaran, kenyamanan dan kesehatan. Matahari tidak membedakan antara satu lokasi dan lokasi yang lain. Kalaupun ada sesuatu yang tidak disentuh oleh cahayanya, maka hal itu bukan disebabkan oleh matahari itu tetapi karena posisi lokasi itu sendiri yang dihalangi oleh sesuatu. Itulah gambaran tentang adh-dhuha, yakni matahari ketika ia naik sepenggalahan. Di sini Allah SWT. menggambarkan kehadiran wahyu yang selama ini diterima Nabi SAW. sebagai kehadiran cahaya matahari yang sinarnya demikian jelas, menyegarkan dan menyenangkan itu. Memang, petunjuk-petunjuk ilahi dinyatakan sebagai berfungsi pembawa cahaya yang terang benderang. Kitab suci al-Qur’an memperkenalkan dirinya antara lain sebagai :

ِ‫ﺍﻁ‬‫ ﺇِﻟﹶﻰ ﺻِﺮ‬‫ﻬِﻢ‬‫ﺑ‬‫ﻮﺭِ ﺑِﺈِﺫﹾﻥِ ﺭ‬‫ﺎﺕِ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﻨ‬‫ ﺍﻟﻈﱡﻠﹸﻤ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ﺎﺱ‬‫ ﺍﻟﻨ‬‫ﺮِﺝ‬‫ﺨ‬‫ ﻟِﺘ‬‫ﻚ‬‫ ﺇِﻟﹶﻴ‬‫ﺎﻩ‬‫ﺰﻟﹾﻨ‬ ‫ ﺃﹶﻧ‬‫ﺎﺏ‬‫ﺍﻟﺮ ﻛِﺘ‬

.ِ‫ﻤِﻴﺪ‬‫ﺰِﻳﺰِ ﺍﻟﹾﺤ‬‫ﺍﻟﹾﻌ‬ Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (QS. Ibrahim /14 : 1 ) Surat al-Dhuha ini dimulai dengan qasam (sumpah) dengan wawu. Pendapat yang berlaku di kalangan ulama terdahulu mengatakan bahwa, sumpah al-Qur’an ini mengandung makna pengagungan terhadap muqsam bih (obyek yang digunakan untuk bersumpah). Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengatakan bahwa

127

sumpah Allah SWT. dengan sebagian makhluk-Nya membuktikan bahwa ia termasuk tanda-tanda kekuasaan-Nya yang besar.30 Allah bersumpah “demi waktu Dhuha (waktu matahari sepenggalahan naik) dan demi malam bila telah gelap. Allah bersumpah dengan dua bukti kekuasaanNya yang agung, yang mana keduanya menunjukkan sifat rububiah, kebijaksanaan, dan rahmat Allah. Yaitu dengan malam dan siang. Menurut A’isyah Abdurrahman dalam tafsirnya Bintusy-Syathi’, gagasan ini berkembang luas, sehingga menyeret mereka untuk melakukan pemaksaan di dalam menjelaskan segi keagungan pada setiap hal yang digunakan al-Qur’an untuk bersumpah dengan wawu. Dalam bersumpah dengan malam misalnya, mungkin tampak segi keagungan tersebut ketika melihat hikmah ilahi yang ada di dalamnya, yaitu diciptakan dan dijadikannya malam sebagai pakaian dan ketenangan. Akan tetapi mereka juga melihat –di dalam ayat al-Dhuha – pengertian kengerian, karena malam adalah waktu duka. Bahkan mereka mungkin mentakwilkan dengan keheningan maut, kegelapan kubur dan keterasingan, yang di dalamnya tidak tampak makna keagungan kecuali pemaksaan.31 Syaih Muhammad ‘Abduh sama sekali tidak menemukan kesulitan dalam menjelaskan aspek keagungan dalam sumpah dengan waktu dhuha. Menurutnya, “sumpah dengan cahaya dimaksudkan untuk menunjukkan pentingnya cahaya dan besarnya kadar kenikmatan di dalamnya, sekaligus untuk menarik perhatian kita bahwa yang demikian termasuk tanda-tamda kekuasaan-Nya yang besar dan

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, at-Tibyân fi ‘Aqsâmil Qur ’an (tarjamahan), CV. Cendekia Sentra Muslim : Jakarta, 1998), Cet. Ke-I, h. 1 31 Aisyah Abdurrahman, al-Tafsir al-Bayâni lil-Qur ’an al-Karim (terjamahan), (Bandung : Mizan, 1996), juz. I, Cet. I, h. 49 30

128

nikmat-nikmat-Nya yang agung”. Akan tetapi di dalam sumpah dengan malam, dia terpaksa –karena dominasi gagasan tentang kebesaran pada sumpah tersebut – mencari keagungan yang ada di dalamnya, yang mampu menjelaskannya. Dia melihat bahwa pada malam hari ada sesuatu yang menyerupai keagungan ilahi.32 Muhammad Abduh lebih lanjut mengatakan, “ adapun sumpah dengan malam, membuat anda takut dan memasukkan ke dalam diri anda perasaan jiwa yang tertahan, terpaksa berhenti dari pekerjaan, dan ada kecenderungan untuk diam, yang tidak dapat anda cari jalan keluarnya. Ini merupakan kekuasaan yang muncul dari rasa takut, yang tidak difahami sebab-sebab dan rincian tahapantahapannya. Ini serupa dengan keagungan ilahi yang menguasai anda dari segala penjuru, sedang anda tidak tahu dari mana Dia menguasai anda. Ini adalah salah satu fenomenanya. Kemudian di dalam kesunyian ini terdapat ketenangan bagi tubuh dan akal serta pergantian diri sesuatu yang hilang karena lelah pada siang hari, yang manfaatnya tidak terhitung.33 Dalam surat ini terdapat dua muqsam bih yaitu al-dhuha (waktu matahari sepenggalahan naik) dan al-layl idza saja (malam apabila telah sunyi ). Makna dhuha kalau diperhatikan dari tashrif-nya : dhaha – yadhhu – dhahwan, mempunyai arti berpanas cahaya matahari, dan kalau diperhatikan dari tashrifnya : dhahiya – yadhha –dhahan –dhaha ’an, maka mempunyai arti kena cahaya matahari . sedangkan tadhahha mempunyai arti : akala dhuhan (makan pada pagi

Muhammad Abduh, Tafsir al-Qur ’an al-Karim (Tafsir Juz’amma) Terjemahan, (Bandung : Mizan , 1998) Cet. Ke-1, h. 33 , Muhammad Abduh, Tafsir al-Qur ’an al-Karim (Tafsir Juz’amma) Terjemahan.. Cet. Ke-1, h. 32

129

hari),34 sedangkan makna layl berarti malam, yaitu sejak terbenam matahari sampai terbit fajar dan antonimnya adalah nahar (siang hari). dalam kajian ini kata layl disambungkan dengan kata idzâ saja. Kata saja yasju sajwan dan sujuwan artinya diam, tenang, sunyi. Dalam keterangan lain kata saja berarti meluas gelapnya atau alamnya tenang35, atau saja al-layl artinya isytadda dhalamuh (gelapnya sangat)36. Kata saja ditemukan hanya satu kali dalam alQur’an37. Dua ayat yang menjadi muqsam bih di atas merupakan gambaran bersifat fisik dan realita konkret, yang setiap hari dapat disaksikan manusia ketika cahaya memancar pada dini hari. kemudian turunnya malam ketika sunyi dan hening tanpa mengganggu sistem alam. Silih bergantinya dua keadaan, dapat menimbulkan keingkaran, bahkan sebagai sesuatu yang tak pernah terlintas dalam fikiran siapapun, bahwa langit telah meninggalkan bumi dan menyerahkannya kepada kegelapan dan keganasan setelah cahaya memancar pada waktu dhuha, dan adakah yang lebih merisaukan, jika sesudah wahyu yang menyenangkan, cahayanya menerangi al-Musthafa SAW. Datang saat–saat kosong dari wahyu

Al-Raghib al-Isfahani, Mu’jam Mufradât Alfâdz al-Qur ’an, (t.tp, : Dâr al-Katib al‘Arabi, 1392 H/ 1972 M), h. 301. dalam keterangan lain disebutkan bahwa al-dhuha berarti waqtu irtifa ’ al-syams (saat matahari naik). Dalam surat ini dapat difahami bahwa di dalamnya terdapat an-nur al-ma ’nawi (cahaya dalam arti ma’nawi) seperti al-dhuha yang di dalamnya terdapat al-nur al-hissi (cahaya yang dapat dirasakan ) yaitu keadaan siang hari. Lihat Burhân al-Din Abi alHasan Ibrahim Ibn Umar al-Biqai, Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-suwar (Kairo : Dâr al-Kitab al-Islâmi, 1413 H/ 1992 M ), juz XXII, h. 100-101. 35 Abd. Rauf al-Mishri, Mu’jam al-Qur ’an, (Kairo : Mathba’a Hijazi, 1367 H/1948 M),h. 265. keterangan lain mengatakan bahwa “saja ” berarti menutupi gelapnya terhadap sesuatu. Lihat al-Biqai, ibid., juz. XXI, h. 101 36 Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwah al-Tafâsir, (Beirut : Dâr al-Qur’an al-Karim, 1402 H/ 1981 M ) jilid. III, h. 572 37 Muhammad Fuad Abdullah al-Baqi’, al-Mu’jam al-mufahras li al-Fâdz al-Qur ’an (Kairo : Dâr al-Fikr, 1401 H / 1981 M ), h. 345 34

130

yang terputus. Seperti malam sunyi kita saksikan datang sesudah waktu dhuha yang cahayanya gemerlapan.38 Ini berarti bahwa, sumpah dengan dhuha dan malam ketika telah sunyi adalah seakan-akan Allah SWT. mengatakan bahwa waktu itu berjalan saat demi saat, waktu malam dan siang, kemudian meningkat: sekali saat malam bertambah dan saat siang berkurang, dan pada lain kali terjadi sebaliknya. Pertambahan itu bukan karena kemarahan. Pengurangan itu bukan karena kebencian, tetapi ada hikmahnya. Dekimian pula dengan risalah dan penurunan wahyu yang terjadi sesuai dengan kemaslahatan, sekali diturunkan dan pada suatu saat ditahan. Penurunannya bukan berarti kemarahan, dan penahanannya bukan karena kebenciaan. Senada dengan itu, ketika orang-orang kafir menuduh bahwa Tuhan telah meninggalkan dan benci kepada beliau (Muhammad), Allah seakan-akan berfirman, “kemukakan alasanmu”, tetapi mereka tidak mampu, sehingga mesti ada sumpah bahwa, Tuhan tidak meninggalkan dan tidak pula membenci Muhammad. Pengertian lainnya adalah seakan Allah berfirman, “Perhatikan pasangan malam dan siang, di mana yang satu tidak pernah menyerah kepada yang lain. Sesekali malam menang dan sesekali dikalahkan. Maka bagaimana mungkin engkau dapat melepaskan diri dari penciptaan (Allah). Selain muqsam bih dalam ilmu aqsâm al-Qur ’an juga djelaskan tentang muqsam ‘alaih. Adapun muqsam ‘alaih dalam surat ini adalah “ma wadda ‘aka 38

‘Aisyah Abdurraman, Tafsir Bintusy-Syathi’ (terjemahan) Bandung : Mizan, 1996. h.

52

131

rabbuka wa ma qala” (Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada pula benci kepadamu)39. Kata meninggalkan.

wada ’a

Wada ’a

– yada ’u –

mâlahu

fi

wad’an

al-mashrif

artinya membiarkan, artinya

menyetorkan,

mendepositokan uangnya di bank, wadda ’a fulanan artinya meninggalkan si polan dan tak hendak mencampurinya, wadda ’a al-tsauba fi al-shiwah artinya menyimpan pakaian di dalam lemari, mustaudi artinya yang mempertaruhkan, yang menitipkan. Dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata wadda ’a dalam bentuk fi’il madli kecuali dalam surat al-Dhuha yang menjadi kajian ini. Dan bacaannya menurut jumhur adalah dengan men-tasydid-kan dal (wadda ’a) dan sebagian yang lain membacanya dengan tidak di tasydidkan tetapi di-takhlif-kan (wada ’a)40 Kata lain dari wadda ’a ditemukan dalam al-Qur’an yaitu : kata da ’ satu kali (QS. al-Ahzab /33 :48) yang bermakna hiraukan. Kemudian ditemukan satu kali kata mustawda’(QS. al-An’am/6 : 98) dan satu kali kata mustawda ’aha, (QS. Hud/11 : 6 ). Kedua kata tersebut masing-masing didahului oleh kata mustaqar yang diterjemahkan dengan tempat penyimpanan. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa wadda ’a artinya meninggalkan, sehingga ma wadda ’aka Rabbuka artinya : “Tuhanmu tiada meninggalkan kamu”. Dalam ayat ini Allah bersumpah bahwa Dia tidak akan meninggalkan Muhammad, atau dalam perkataan lain hal ini memberikan penegasan bahwa, Allah tidak membiarkannya seorang diri dan juga tidak membencinya

Ahmad al-Badawi, Min Balâghah al-Qur ’an, (Kairo : Dâr an-Nahdlah Mishr li alThab’I wa al-Nasyr al-Fujjalah, 1950 M) h.180 40 A’isyah ‘Abd al-Rahman Bint Syathi, al-Tafsir al-Bayân li al-Qur ’ân al-karîm, (Mesir : Dâr al-Ma’ârif, 1387 H / 1968 M, h. 33 39

132

sebagaimana yang dituduhkan oleh orang-orang musyrik, dan Nabi sendiri memang menyangka demikian. 41 Perkataan bahwa Allah tidak membenci Muhammad dapat diperhatikan dari kata qala pada surat ini. Kata qala dalam al-Qur’an hanya satu kali ditemukan, yaitu pada surat yang menjadi kajian ini. Kata lain yang ditemukan adalah alqalin pada surat al-Syu’ara /26 : 168 yang bermakna sangat benci.yaitu : Luth berkata : “ sesungguhnya aku sangat benci kepada perbuatanmu”42. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam qala ada dhamir yang dibuang (mahdhuf). Ini dikarenakan untuk meringkaskan lafal, dan yang dikehendaki adalah sudah jelas yaitu : Muhammad.43

Akan tetapi al-Naisaburi berpendapat lain dengan

mengatakan bahwa : maf’ul qalaka, awka, hadaka, dan aghnaka dibuang adalah karena li al-fashilah (untuk memelihara baris akhir ayat-ayat al-Qur’an).44 Dengan demikian ayat tersebut dibaca :qala, awa, hada, dan aghna. Keberadaan Allah yang tidak meninggalkan Muhammad dan tidak membencinya, adalah sesuatu yang tentunya akan menenteramkan hati. Lebih lagi, pada ayat ke empat ditegaskan Allah bahwa akhir perjuangannya adalah lebih baik dari permulaannya. Permulaannya adalah penuh dengan berbagai macam kesulitan dan penderitaan. Sedang balasannya di sisi Allah pada hari

41

183 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Marâghi, ( Mesir : t.tp., 1394 H/ 1974 M), juz. Ke-19, h. 42 42 Al-Baqi, Mu’jam Mufahras, h. 552 43 A’isyah ‘Abd al-Rahman Bint Syathi, Tafsir al-Bayan , h. 35 44 Nidhâm al-Dîn al-Hasan Ibn Muhammad ibn Husain al-Qummi al-Naysaburi, Tafsir Gharâib al-Qur ’ân wa Raghâib al-Furqan, (Beirut : Dâr al-Fikr, 1398 H/ 1978 M ), juz. Ke-30, h. 108

133

akhirat akan disempurnakan, dan tempatnya pada tempat yang terpuji. Dengan demikian keberadaan Muhammad bertambah baik.45 Dari keterangan di atas dapat ditarik kesesuaian antara muqsam bih dengan muqsam ‘alaih. Kalau muqsam bih adalah cahaya waktu matahari sepenggalahan naik yang tampak jelas sesudah sebelumnya terdapat kegelapan malam, maka muqsam ‘alaih adalah cahaya wahyu yang diturunkan Allah sesudah sebelumnya terhenti beberapa waktu. Cahaya al-Qur’an memberikan petunjuk kepada manuia dalam kehidupan mereka setelah sebelumnya berada dalam kegelapan malam, dan cahaya wahyu memberikan petunjuk kepada manusia tentang kegelapan kebodohannya. Cahaya al-Dhuha dan kegelapan malam dapat dirasakan dan cahaya wahyu serta kegelapan kebodohan akal dapat menerima adanya. Yang menghapuskan kegelapan malam adalah cahaya al-dhuha, sedangkan yang menghapuskan kegelapan, kebodohan dan kesesatan adalah wahyu dan kenabian. Dengan demikian jelaslah persesuaian antara muqsam bih dan muqsam ‘alayh.46 Dalam keterangan lain disebutkan bahwa kaitan antara muqsam bih dengan muqsam ‘alaih tampak dari segi bahwa Allah sama sekali tidak meninggalkan Muhammad walaupun hanya sebentar seperti orang yang menitipkan barangnya buat sementara waktu dan akan mengambilnya kembali. Keadaan muqsam ‘alaih ini sesuai dengan keadaan muqsam bih, yaitu waktu dhuha, waktu siang terbaik di mana cahayanya yang lembut dapat dirasakan, saat matahari menaik. Hal ini berkaitan pula dengan keberadaan manusia terbaik di mana manusia lain tidak

Ahmad Husayn, Tafsir al-Fâtihah al-Kutab wa Juz’Amma, (Mesir : Jumhuruyah Misyr al-‘Arabiyyah al-Majlis al- A’la li al-Syu’un al-Islamiyah, 1972 M ) h.190 46 Hanafi Ahmad, al-Tafsir al-‘Ilm li al Ayat al-Kauniyyah fi al-Qur ’an, (Mesir : Dâr alMa’arif, t.th ), h.191 45

134

dapat mencapainya. Demikian pula dengan lanjutan muqsam bih yaitu keberadaan malam yang sunyi dan diantaranya anginpun tidak tertiup yang menunjukkan betapa baiknya keadaan itu. Keadaan ini sesuai dengan keberadaan Muhammad sebagai manusia terbaik.47 Karena itu, kaitan antara muqsam bih dengan muqsam

‘alayh dapat diperhatikan dari segi waktu terbaik yang dijadikan Allah sebagai muqsam bih dan keberadaan manusia terbaik yang tidak pernah ditinggalkan Allah sebagai muqsam alayh. Sumpah tersebut sangat sesuai dan tepat, yaitu cahaya dhuha yang muncul setelah gelapnya malam, sesuai dengan isi sumpah yang berupa cahaya wahyu yang datang setelah tertahan. Sampai-sampai para musuh beliau berkata: “ tinggalkan Tuhan Muhammad,” di sini Allah bersumpah dengan cahaya siang setelah gelapnya malam atas cahaya dan nur wahyu setelah ia tertutup. Demikian pula, sesungguhnya zat yang membuka tirai kegelapan malam, juga merupakan zat yang membuka gelapnya kebodohan dan syirik lewat cahaya wahyu dan kenabian. Keduanya mengarah pada perasaan dan akal manusia, selain itu, zat yang dengan rahmad-Nya tak membiarkan para hamba berada dalam kegelapan malam untuk selamanya, tetapi dengan cahaya siang, Dia menunjukkan mereka kepada kebaikan dan tempat kehidupan mereka, dia tak mungkin membiarkan mereka berada dalam gelapnya kebodohan dan kesesatan. Tetapi, dengan cahaya wahyu dan kenabian, Allah menunjukkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat.48

47

Burhân al-Din Abi al-Hasan Ibrahim Ibnu Umar al-Biqai, Nazhm ad-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar, (Kairo : Dâr al-Kitab al-Islami, 1992 M ) h. 192 48 Ibnu Qayyim al-Jauziyah, al-Tibyân fi Aqsâm al-Qur ’an, h. 80-83

135

Allah SWT. tidak membenarkan bahwa dirinya telah berpisah atau membenci Nabi-Nya. Berpisah berarti meninggalkan, dan benci berarti murka. Allah tidak pernah meninggalkan Nabi Muhammad SAW. semenjak Dia memperhatikan dan memuliakan Nabi-Nya. Allah juga tidak pernah membenci Nabi Muhammad SAW. semenjak

dia mencintai beliau. Allah juga

memberitahukan bahwa negeri akhirat lebih baik dari pada dunia. Ini meliputi semua keadaan yang terus berlalu ke arah yang lebih baik dari yang sebelumnya. Negeri akhirat juga lebih baik dari yang sebelumnya. Allah memberikan janji setelah itu yang menyenangkan dan melapangkan hati Nabi Muhammad SAW. Yaitu, bahwa Allah swt telah memberi dan ridha kepadanya. Pemberian tersebut mencakup segala sesuatu, seperti al-Qur’an, petunjuk, kemenangan, pengikut yang banyak, kemuliaan nama beliau, dan kalimatnya yang ditinggikan. Selain itu juga pemberian sesudah beliau meninggal, ketika beliau berada di surga. Menurut Sayyid Quthb, surah ini secara keseluruhan khusus untuk Nabi Muhammad SAW. semuanaya datang dari Tuhannya untuk menghibur, melerai, menyenangkan dan menenangkan hati beliau. Semuanya merupakan embusan rahmat dan kasih sayang, serta kelemahlembutan dari yang punya hubungan dekat. Juga merupakan penenang ruh yang kelelahan, hati yang bergonjang dan kalbu yang menderita.49 karena itu lebih lanjut Sayyid Quthb mengatakan: bahwa ketenangan dan kejinakan adalah tujuan dan sasaran dari ayat yang dimaksud, seakan akan Allah memberi isyarat kepada Rasulnya SAW. sejak permulaan

Sayyid Qutb, Tafsir Fi Dzilâl Qur ’ân, Terjemahan, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2002 ) Cet. I, jilid 24, h. 163 49

136

surah bahwa Tuhannya selalu melimpahkan ketenagan dan kesenangan di sekitar alam wijud ini, karena itu beliau tidak disingkirakan dan dikucilkan.50 Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pendapat Quraisy Syihab lebih menekankan pada makna waktu dhuha yang mencerminkan sinar yang jelas, menyegarkan dan menyenangkan yang menggabarkan petunjuk ilahi yang berfungsi membawa cahaya petunjuk cahaya kebenaran yang terang benderang sedangkan sumpah Allah dengan waktu dhuha adalah bukti keagungan qasam bih yang merupakan bukti tanda kekuasaan Allah terhadap ciptaannya (waktu dhuha), sedangkan Sayyid Quthb menguhubungkan sumpah Allah dengan waktu dhuha yang indah dan mengesankan ini antara fenomena alam dengan perasaan jiwa manusia. Juga memberikan kesan kepada hati manusia tentang kehidupan yang sensitif dan renponsif terhadap alam yang indah dan hidup ini, yang saling berlemah lembut dengan setiap makhluq hidup, maka hiduplah hati tersebut dengan kejinakan dan ketenangan di alam semesta, tanpa merasa takut dan merasa terasing. C.2. Sumpah Allah dalam QS. al-Syams Ayat-ayat surah ay-syams disepakati turun sebelum Nabi berhijrah ke Madinah. Namanya yang dikenal dalam mushhaf surah asy-Syams. Imam Bukhari dalam kitab shahihnya menamainya surah wa asy-Syams wa adh- Dhuhaha, sesuai bunyi ayat pertamanya. Nama ini lebih baik dari pada sekedar menyebut surah asy-Syams karena ada surah lain yang juga menyebut kata asy-syams pada

50

Sayyid Qutb, Tafsir Fi Dzilâl Qur ’ân, Terjemahan, h. 165

137

awalnya yaitu surah at-Takwir. Tidak ada nama untuknya kecuali yang disebut ini.51 Tujuan utama surah ini adalah anjuran untuk melakukan aneka kebajikan dan menghindari keburukan-keburukan. Itu ditekankan dengan aneka sumpah yang menyebut sekian macam hal, agar manusia memperhatikannya, guna mencapai tujuan tersebut, sebab kalau tidak mereka terancam mengalami bencana sebagaimana yang dialami oleh generasi terdahulu. Hal ini mengingatkan bahwa kebahagian manusia – yang mengenal takwa dan kedurhakaan berdasar pengenalan yang dilakukan Allah kepada-Nya – adalah dengan menyucikan dan mengembangkan dirinya dengan pengembangan yang baik serta menghiasinya dengan ketakwaan dan menghindarkannya dari segala kedurhakaan. Sebaliknya, ketidakberhasilan meraih sukses adalah dengan memendam potensi positif itu. Ini dibuktikan oleh surah ini dengan pengalaman pahit generai terdahulu. Sayyid Qutb secara singkat melukiskan surah ini sebagai uraian menyangkut hakikat jiwa manusia serta potensi nalurinya yang suci, peranan manusia terhadap dirinya dan tanggung jawabnya menyangkut kesudahan hidupnya. Hakikat tersebut dikaitkan oleh surah ini dengan hakikat-hakikat yang terdapat di alam raya serta kenyataan-kenyataan yang tidak menyucikan jiwanya.52 Dalam tafsir al-Misbah surah ini di anggap sebagai bukti tentang kuasa Allah dalam mengendalikan jiwa manusia – yang merupakan matahari jasmaninya – menuju kebahagiaan atau kesengsaraan, sebagaimana kuasa-Nya mengendalikan 51

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 15, h. 293 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Dzilâl Qur ’ân, Terjemahan, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2002 ) Cet. I, jilid 24, h. 149 52

138

matahari bahkan seantero alam raya ini. Namanya asy-yam (matahari) menunjuk tujuan tertentu. Surah ini dinilai sebagai surah yang ke 26 dari segi urutan turun surah. Ia turun sesudah al-Qadar dan sebelum surah al-Bur ūj. Jumlah ayatayatnya menurut perhitungan banyak ulama sebanyak 15 ayat.53 Dalam surah al-Balad ditegaskan bahwa manusia hidup dalam kesulitan sambil menekankan bahwa siapa pun yang menyimpang dari jalan Allah maka dia akan hidup dalam kesulitan abadi yakni neraka, karena itu, pada awal surah ini Allah bersumpah bahwa yang malakukan itu adalah Allah SWT. karena Dia yang kuasa membatasi manusia dengan hatinya (QS. an-Anfal /8 : 24 ). Disinilah Allah bersumpah menunjukkan keluasan ilmu dan kesempurnaan kuasanya.54 Allah berfirman,: Demi matahari dan cahayanya di waktu pagi, demi bulan ketika ia mengirinya, demi waktu siang ketika ia terang benderang. Demi waktu malam apabila ia menutupinya. Demi langit beserta bangunannya. Dan demi bumi beserta hamparannya. Serta demi jiwa dengan kesempurnaannya. Maka Allah mengilhami ke jalan yang fasik atau takwa.( QS. asy-Syams ayat 1-8) Dalam surat ini Allah bersumpah dengan makhluk-makhluk-Nya yang dapat disaksikan, dengan jiwa dan penyempurnaannya, serta pengilhaman yang baik dan buruk kepada manusia, dengan maksud agar sumpah ini dapat difikirkan. Dalam keterangan lain disebutkan bahwa Allah bersumpah dengan

tujuh macam

makhluknya adalah menunjukkan kekuasaan-Nya, ke-Esaan-Nya, dan sekaligus menunjukkan banyaknya maslahat hal tersebut. Kesemuanya pastilah ada yang membuatnya dan mengaturnya yaitu Allah SWT. Adapun diantara sumpah Allah (muqsam bih) tersebut adalah :

53 54

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 15, h. 294 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, .Vol. 15, h. 295

139

1.

al-syams wa dhuhaha (matahari dan cahayanya di pagi hari). kata al-Syam yang sekaligus menjadi nama surat ini terulang 32 kali dalam al-Qur’an, tetapi yang menjadi muqsam bih hanya satu kali, yaitu yang menjadi kajian ini. Dari kata al-syams yang bermakna matahari terdapat padanya manfaat dan mudarat, yaitu cahaya dan panas hari. diantara kata al-syams yang terdapat dalam al-Qur’an ditemukan pada surat : al-Anbiya ’/21 : 33 yang menjelaskan bahwa Allahlah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Pada surat fushshilat/41 : 37 dijelaskan agar jangan bersujud kepada matahari dan jangan juga kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang telah menciptakan matahari dan bulan. Selain itu ditemukan juga pada surat al-Insan kata syamsan yang juga diartikan dengan matahari. Sedangkan kata dhuha ( ‫ ) ﺿﺤﻲ‬dipahami oleh sementara ulama yang memahami kata ini pada ayat di atas dalam arti cahaya matahari secara umum, atau kehangatannya. Pendapat yang lebih tepat adalah waktu di mana matahari naik sehingga bagaikan meninggalkan tempat terbitnya dengan kadar sepenggalahan.

2.

Al-Qamar (bulan), apabila terbenam matahari dan diiringi dengan datangnya bulan, maka hal itu telah memberikan cahaya. Sumpah Allah dengan dua benda ini dimaksudkan sebagi peringatan terhadap berbagai manfaat yang besar yang terdapat pada kedua benda tersebut. Kata talâha ( ‫ ) ﺗﻼﻫﺎ‬terambil dari kata ( ‫ ) ﺗﻼ‬yang berarti mengikuti. Kalimat tilawah al-Qur’an yang seakar dengan kata tala antara lain dipahami dalam

140

arti mengikuti bacaan al-Qur’an dengan pengalamannya. Bulan seringkali mengikuti matahari dalam banyak hal. Sinar bulan yang memantulkan adalah dari cahaya matahari. Bulan sabit biasa terlihat setelah matahari terbenam dalam tiga malam pertama. Ayat yang berbicara tentang bulan ini dapat dipahami sebagai salah satu ayat yang mengisyaratkan bahwa sinar bulan bersumber dari cahaya matahari. Ini merupakan salah satu dari isyarat ilmiah al-Qur’an. (lihat QS. Yunus : 5) 3.

Allayli idzâ yaghsyâha (malam apabila menutupinya). Dari kata al-layl dipahami bahwa hal itu adalah merupakan tanda kegelapan hari. atau al-layl artinya malam dan menunjukkan adanya kegelapan dan tidur. Al-Biqa’i mengatakan bahwa tidur adalah akhu al-maut (saudara mati). Pada surat alsyam Allah menjelaskan tentang orang-orang yang beruntung dan orang yang merugi serta dijelaskan juga kaum Tsamud yang tidak menerima Rasul yang diutus kepada mereka dan kemudian Allah membinasakannya. Dari sini dapat diketahui bahwa manusia berbeda dalam aktivitasnya yang berakibat kepada kebaikan dan keburukan. Al-layl adalah tanda kegelapan dan siang adalah sebab terbukanya masalah-masalah. Setelah disebut dua hal yang kontras dari segi makna, dilanjutkan dengan dua hal yang kontra secara hissi, yaitu laki-laki dan perempuan.

4.

Assamâu wa ma banâha (langit serta pembinaannya). Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan langit dan dalam pembinaan langit itu adalah tanpa tiang (bila ‘imâd). Sumpah ini menunjukkan kekuasaan Allah.

141

5.

Setelah Allah bersumpah dengan langit dilanjutkan dengan bumi serta hamparannya (al-ardl wa mâ thahâha). Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan bumi. Bumi adalah tempat tinggalnya manusia dan binatang, bumi dijadikan Allah terbentang luas yang dapat dijadikan untuk pertanian dan tempat tinggal manusia. Dengan demikian tampak bahwa Allah bersumpah dengan sesuatu

yang sangat penting bagi manusia untuk dimanfaatkan

dengan sebaik-baiknya. 6.

nafs wa mâ sawwâha (dengan jiwa serta penyempurnaannya /ciptaannya. Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan jiwa manusia (bi al-nafs albasyariyyah).

Dan

dari

penyempurnaannya

adalah

bahwa

Allah

menganugerahkan akal yang dengannya dapat membedakan yang baik dan buruk, takwa dan ingkar. Ini juga harus menjadi perhatian bagi manusia karena ternyata tidak semua orang menggunakan akalnya kepada jalan yang baik. Dilanjutkan dengan firman Allah yang mengatakan bahwa Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan. Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, baik Quraish Shihab maupun Sayyid Quthb memaknai arti sumpah Allah dengan makhluknya di atas adalah untuk menunjukkan betapa agungnya benda-benda tersebut sebagai karya ciptaaan Allah yang bernilai tinggi, agar dengan itu manusia dapat memanfaatkannya dengan baik, mereka kembali dan berfikir bahwa semuanya itu ada yang menciptakannya yaitu yang maha Agung. Sehingga dapat menggugah dan menumbuh kembangkan jiwa-jiwa spiritualnya.

142

7.

D.

Waktu Nahar /siang Sumpah Allah dalam QS. asy-Syams/ 91 : 3

dan al-Lail / 92 : 2 ) Wan an-Nahâri idzâ jallâha (demi siang apabila menampakkannya). Kata al-nahar ditemukan 54 kali dalam al-Qur’an.55 Sedangkan kalimat nahar idzâ tajalla hanya satu kali ditemukan, yaitu yang menjadi kajian ini. Untuk menyebut satu diantara kata al-nahâr selain yang menjadi kajian ini adalah seperti pada surat al-Anbiya’/21 : 33 yang menjelaskan tentang Allah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Ini menunjukkan bahwa Allah itu Maha kuasa. Sedangkan makna an-nahâr sendiri adalah waktu dimana padanya terdapat cahaya, yaitu antara terbit fajar sampai terbenam matahari. Demikian menurut syara ’. Sedangkan menurut asalnya adalah waktu antara terbit matahari sampai terbenamnya. Menurut Sayyid Quthb, bersumpah dengan siang apabila menampakkannya, memberikan isyarat bahwa, yang dimaksud dengan nahar adalah waktu khusus, bukan seluruh waktu siang. "Isim dhomir" kata ganti' pada lafal jallaha jelas kembali kepada asy-Syams 'matahari" yang disebutkan dalam rangkaian ayat ini. Akan tetapi, isyarat al-Qur'an ini juga mencakup kemungkinan bahwa ini adalah dhamir bagi hamparan alam semesta. Uslub al-Qur'an ini mengandung isyaratisyarat sampingan seperti ini yang tersimpan di dalam susunan ayat, karena ia menjadi sasaran dalam manusia, yang diungkapkan secara halus. Siang menampakkan hamparan dan meyingkapnya, dan waktu siang juga memiliki bekas dan dampak bagi kehidupan manusia sebagaimana diketahui . Akan tetapi, Husain Muhammad Fahmi al-Syafi’I, al-Dalil al-Mufahras li al-Fadz al-Qur ’an alKarim, h. 345 55

143

kadang-kadang manusia lupa terhadap keindahan waktu siang dengan dampakdampaknya itu karena seringnya berulang waktu siang, maka sentuhan sepintas dalam rangkaian ayat-ayat seperti itu dapat membangkitkan dan menggugah hati untuk merenungkan fenomena-fenomena yang sangat besar ini.56 Adapun sumpah Allah yang berkenaan dengan waktu nahar /siang telah banyak penulis singgung, berkaitan dengan sumpah Allah dalam surat asy-Syam dan surat al-Lail. Yang kesimpulannya adalah bahwa Allah bersumpah dengan makhluknya waktu nahar /siang adalah untuk menunjukkan pentingnya waktu siang

guna meraih karunia dan anugerah Allah dengan bekerja dan tetap

beribadah kepadaNya. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Sayyid Quthb sebagaimana yang tertera di atas Dia mengatakan:, bahwa siang menampakkan hamparan dan menyingkapnya, juga memiliki bekas dan dampak bagi kehidupan manusia.57 E.

Waktu Ashr (Sumpah Allah dalam QS. al-Ashr / 103 : 1 ). Surah ini adalah surah Makkiyah, diturunkan setelah surah al-Insyirah. 58

Urutan surat ke 13 dari segi perurutannya. Tema utamanya adalah tentang pentingnya memanfaatkan waktu dan mengisinya dengan aktifitas yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, sebab jika tidak, maka kerugian dan kecelakaanlah yang menanti mereka. Munasabahnya, dalam surah yang lalu Allah SWT. memperingatkan manusia yang menjadikan seluruh aktifitasnya hanya berupa perlombaan

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Dzilâl Qur ’ân, Terjemahan, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2002 ) Cet. I, jilid 24, h. 146-147. 57 Sayyid Quthb, ibid 58 Muhammad Abdul Mun’im al-Jamâli, Tafsir al-Farîd lil Qur ’ân al-Majîd, h. 3351. 56

144

menumpuk-numpuk harta serta menghabiskan waktunya hanya untuk maksud tersebut, sehingga mereka lalai akan tujuan utama dari kehidupan ini. Nah, dalam surah al-‘Ashr ini Allah memperingatkan tentang pentingnya waktu dan bagaimana seharusnya ia diisi. Allah berfirman : wal-‘Ashr, sesungguhnya semua manusia yang mukallaf di dalam wadah kerugian dan kebinasaan yang besar dan beragam59 Dalam surat ini yang menjadi muqsam bih hanyalah al-ashr itu sendiri, yaitu yang terdapat pada ayat pertama dari surat tersebut dan menjadi nama surat sakaligus. Allah bersumpah dengan al-‘ashr sebagaimana Allah bersumpah juga dengan al-dhuha, al-fajr, al-layl, dan al-syafaq, yaitu tentang waktu yang berbeda yang menunjukkan keagungan

kekuasaan Allah. Persesuaian sumpah di sini

adalah waktu pertengahan antara siang dengan malam. Atau dalam keterangan lain disebutkan bahwa masa (al-dahr) dalam surat ini dimaksudkan juga terhadap waktu yang tertentu sesudah matahari tergelincir (condong ke barat) sampai terbenamnya, atau waktu shalat ashar, atau masa yang lama. Muhammad Abduh mengatakan bahwa Allah bersumpah dengan al-‘ashr adalah menunjukkan bahwa hal itu seolah-olah sesuatu yang diagungkan Allah. Allah bersumpah dengannya karena banyak manusia yang menyangka bahwa mereka tidak merugi. Mereka akan berbahagia, baik mereka beriman atau tidak, meramal shaleh atau tidak.60

Ibid., Lihat juga, Quraish Shihab, Tafsir al-Qur ’an al-Karim. Tafsir atas surat-surat pendek berdsrkn urutan turunnya wahyu, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1997), Cet. I, h. 473 60 Muhammad Abduh, Tafsir Surah al-‘Ashr, (Mesir : Matba’ah al-Manâr, 1345 H), h. 7, 9, 10 59

145

Menurut Ibnu Katsir, Allah bersumpah dengan al-‘Ashr (masa) adalah karena dengan waktu manusia dapat beraktivitas yang baik atau buruk.61 Adapun kalau al-Ashr diartikan dengan waktu Ashar, ada riwayat yang mengatakan mengenai Nabi yang duduk di masjidnya di Madinah bersama-sama sahabatnya sesudah shalat ashar. Pada saat itu Nabi memberikan pelajaran dan nasihat sedangkan para sahabat pada saat itu telah selesai dari kesibukannya sehari-hari.62 Allah bersumpah dengan al-‘ashr mungkin dapat dikatakan sebagai lambang peringatan Tuhan kepada manusia. Suatu hal yang perlu diungkapkan kembali di sini adalah

pendapat

Muhammad Abduh, sebagaimana penjelasan terdahulu yang mengatakan bahwa al-fajr pada surat al-Fajr/89 :1 adalah waktu fajar secara umum yang terjadi setiap hari dan bukan waktu fajar secara khusus yang terjadi pada hari-hari tertentu. Dengan demikian al-‘ashr dapat difahami sebagai waktu secara umum, yaitu waktu atau masa dimana gerak dan langkah dapat tertampung di dalamnya. Dalam keterangan lain diketahui pula suatu kebiasaan yang terdapat pada orangorang Arab pada masa turunnya al-Qur’an untuk berkumpul dan membicarakan berbagai macam hal. Tidak jarang dalam percakapan mereka saat itu terungkapkan kata-kata yang mempermasalahkan waktu dengan mengatakan waktu sial bila mereka gagal atau waktu baik bila mereka berhasil. Karena itu Allah bersumpah dengan al-‘ashr adalah untuk membantah anggapan mereka dan memberikan penjelaan tentang tidak adanya waktu yang disebut sebagai waktu

61 62

Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz. Ke-4, h. 547-548 Darwazah, Tafsir al-Hadits, Juz. I, h. 169-170

146

sial atau waktu mujur. Yang berpengaruh adalah aktivits dari manusia sebagai pengguna waktu itu.63 Menurut Quraish Shihab, kata al-‘ashr (‫ ) اﻟﻌﺼﺮ‬terambil dari kata ‘ashara (‫ ) ﻋﺼﺮ‬yakni menekan sesuatu sehingga apa yang terdapat pada bagian terdalam dari padanya nampak kepermukaan atau keluar (memeras).64 Makna ini digunakan dalam QS. Yusuf ayat 36 dan 49. Angin yang tekanannya sedemikian keras sehingga 65

memporak-porandakan segala sesuatu dinamai i’shâr/waktu ( ‫) اﻋﺼﺎر‬.

Tatkala perjalanan matahari telah melampaui pertengahan, dan telah menuju

kepada terbenamnya dinamai (‫‘ ) ﻋﺼﺮ‬ashr /Asar. Penamaan ini agaknya disebabkan karena ketika itu manusia yang sejak pagi telah memeras tenaganya diharapkan telah mendapatkan hasil dari usahanya. Awan yang mengandung butir-butir air yang kemudian berhimpun sehingga karena beratnya ia kemudian mencurahkan hujan dinamai (‫ ) اﻟﻤﻌﺼﺮات‬al-mu’shirât. Para ulama sepakat mengartikan kata ‘ashr pada ayat pertama surah ini dengan waktu, hanya saja mereka berbeda pendapat –tentang waktu yang dimaksud. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah waktu atau masa di mana langkah dan gerak tertampung di dalamnya. Ada lagi yang menentukan waktu tertentu yakni waktu dimana shalat ashar dapat dilaksanakan.66 Pendapat ketiga

Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Qur ’an al-Karim( Tafsir atas surat-surat pendek berdasarkan urutan turunnya wahyu), Bandung : Pustaka Hidayah, 1413 H/ 1992 M. h. 474 64 Ibid. 65 Lihat QS. al-Baqarah : 266 66 Menurut al-Nasafi sebagaimna dikutip Sa’id Hawwa bahwa Allah bersumpah dengan shalat ashar adalah karena keutamaannya dan karena manusia berat mengerjakannya disebabkan urusan perniagaan dan usaha mereka di penghujung siang hari dan kesibukan mereka dalam kehidupan. 63

147

ialah waktu atau masa kehadiran Nabi Muhammad SAW. Dalam pentas kehidupan ini. Pendapat yang paling tepat –hemat penulis- setuju dengan pendapat Quraish Shihab yaitu waktu secara umum. Allah bersumpah dengan waktu karena telah menjadi kebiasaan orang-orang Arab pada masa turunnya al-Qur’an untuk berkumpul dan berbincang-bincang menyangkut berbagai hal dan tidak jarang dalam perbincangan mereka itu67 Berbeda dengan penafsiran Quraish Shihab, dalam surat ini, Sayyid Quthb lebih banyak memaparkan tentang ma’na jawabul Qasam / kandungan surat alAshr adalah tentang pentinnya iman dan amal shaleh yang harus dimilki oleh seseorang, menurutnya hakekat besar yang harus diterapkan surah ini secara total adalah bahwa dalam semua rentangan zaman dan perkembangan manusia sepanjang masa, hanya ada satu manhaj yang menguntungkan dan satu jalan yang menyelamatkan, yaitu manhaj yang telah dilukiskan batas-batasnya dan diterangkan rambu-rambu jalannya oleh surah ini. Adapun yang berada di luar dan bertentangan dengannya adalah sia-sia dan kerugian. Manhaj itu adalah iman, amal shaleh, saling menasihati untuk menaati kebenaran dan saling menasihati untuk menetapi kebenaran. Iman adalah hubungan wujud insani yang fana, kecil, dan terbatas dengan asal yang muthlaq dan azali serta abadi yang menjadi sumber semesta. Hubungan iman dengan wujud insani

ini memberikan kepadanya

kekuatan , perkembangan, dan kebebasan. Karena itu iman juga memberikan kesenangan terhadap wujud semesta dengan segala keindahan yang terkandung di

67

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 15, h. 496

148

dalamnya, juga dengan semua makhluk yang ruhnya berlemah lembut dan saling berkasih sayang dengan ruhnya sendiri. Dengan demikian, kehidupan adalah sebuah wisata dalam festival Ilahi yang memberikan posisi kepada manusia dalam semua tempat dan kesempatan.68 Dari sini dapat disimpulkan bahwa Sayyid Quthb lebih menekankan akan adanya korelasi waktu dengan akidah, yang mana pemeliharaan iman adalah sesuatu yang yang paling penting di dunia ini dan harus diterapkan kapan saja dan dimana saja dengan memperbanyak beramal shaleh. Sedangkan Quraish Shihab lebih

banya memberikan pemahaman

makna al-‘Ashr

dan pentingnya

memanfaatkan waktu dengan hal-hal yang positif dan mengaturnya dengan sebaik mungkin. Menurut penulis, kedua penafsiran ini adalah saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Yang intinya sama-sama mengingatkan akan pentingnya memanfaatkan waktu dengan beriman dan beramal shaleh. Adapun menurut penulis bahwa Allah bersumpah dengan “al-‘Asr / masa “ karena di dalamnya terdapat pelajaran dan bukti kekuasaan-Nya. Perjalanan siang dan malam bergantung

pada ketentuan Allah yang maha perkasa dan maha

mengetahui. Ia bergerak secara teratur dan rapi untuk kemaslahatan alam. Adanya pergantian siang dan malam dalam waktu-waktu tertentu, perbedaan keduanya dari segi cahaya, gelap, panas, dingin, bertebaran dan diamnya hewan, serta pembagian masa menjadi abad, tahun, bulan, hari, jam, dan seterusnya, merupakan salah satu bukti dan tanda kekusaan serta kebijaksanaan Allah SWT.

68

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilal al-Qur ’an , jilid 24, h. 228-230

149

Karena itu manusia seharusnya memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin, karena selain itu waktu dapat menentukan hasil amal perbuatan manusia. F.

Waktu Malam (Sumpah Allah dalam QS. al-Lail / 92 : 1-2, al-Insyiqaq / 84:17 dan al-Muddatstsir /74 : 33-34)

F.1. Sumpah Allah dalam QS. al-Lail Mayoritas ulama berpendapat bahwa ayat-ayat surah ini turun sebelum Nabi SAW. berhijrah ke Madinah. Sebagian ulama lainnya mengemukakan riwayat yang menyatakan bahwa ayat 5 sampai 7 turun menyangkut sahabat Nabi SAW. sebagaimana asbab al-nuzul ayat ini.69 Namanya sebagaimana tercantum dalam banyak mushhaf dan kitab tafsir adalah surah al-lail. Ada juga yang menulisnya surah wa al-lail atau menamainya persis sebagaimana bunyi awal ayatnya. Surah ini mengandung uraian tentang kemuliaan orang-orang mukmin dan keutamaan amal-amal mereka dan bahwa Allah menuntun mereka kepada arah kebajikan, demikian juga sebaliknya terhadap para pendurhaka. Menurut Quraish Shihab tujuan utama surah ini adalah penjelasan tentang maksud surah yang lalu asy-syams wa dhuhahha yaitu pengendalian sempurna terhadap jiwa melalui pembuktian kuasa-Nya dengan perbedaan manusia dalam aktivitasnya, padahal tujuan mereka sama yakni meraih kelezatan syahwat perut 69

Asbab nuzul surat al-lail : Imam Hakim telah mengetengahkan melalui Amir bin Abdullah bin Zubair dari ayahnya yang telah menceritkan bahwa Abu Quhafah berkata kepada Abu Bakar. “Ku lihat engkau selalu memerdekakan budak yang lemah-lemah. Sebaiknya engkau memerdekakan budak –budak yang kuat-kuat yang dapat membelamu dan dapat mengerjakan pekerjaanmu, wahai anakku. “Abu Bakar menjawab : “wahai ayah, sesngguhnya aku hanya menginginkan pahala yang ada di sisi Allah.” Maka turunlah ayat-ayat ini, yang antara lain : “Adapun orang yang memberikan hartanya dan bertaqwa” (QS. al-lail : 5), hingga akhir surat. Lihat Khalid ‘Abdurrahman Al-‘Ak, Shafwatul Bayan, li Ma ’anil Qur ’an al-Karim, (Terjemahan), (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2004 ) Cet. Ke-1, h. 72-73

150

dan seks serta apa yang menjadi dampaknya berupa kesenangan. Namanya al-Lail (malam) merupakan bukti yang sangat jelas dengan hal tersebut yakni dengan memperhatikan sumpah dan informasi yang hendak dikuatkan oleh sumpah itu. Surah ini merupakan surah yang ke-9 dari segi urutan turunnya. Ia turun sesudah surah sabbihis dan sebelum surah al-fajr, ayat-ayatnya berjumlah 21 ayat.70 Surat ini bermunasabah dengan surah yang lalu –asy-syams wa dhuhaha – dijelaskan keadaan siapa yang menyucikan dan mengembangkan jiwanya serta yang memendam potensi positifnya dengan melakukan kedurhakaan. Dari sini dipahami

bahwa manusia berbeda-beda dalam usahanya menelusuri jalan

kebaikan atau keburukan. Sebagian mereka dikuasai oleh siang (terangnya) petunjuk dan sebagian lainnya oleh malam (gelapnya) kesesatan dan dengan demikian, mereka berbeda dalam tujuan dan sumber mereka. Nah setelah dalam surah yang lalu Allah bersumpah tentang kuasa-Nya -dalam hal kebaikan dan keburukan- hal ini untuk membuktikan kesempurnaan kuasa-Nya dan bahwa Dia sendirilah yang maha berbuat sesuai kehendak-Nya. Dia yang membatasi antara seseorang dengan hatinya sehingga dia mengarahkannya untuk mencapai maksudNya. Kata layl terulang 88 kali dalam al-Qur’an.71 Namun dari sekian kata layl yang menjadi muqsam bih adalah kata laily dalam surat adh-Duha, al-lail, alInsyiqaq, asy-Syam, dan al-Mudats-tsir.

70

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol 15, h. 310 Laylu ( ‫ ) ﻟﯿﻞ‬terdapat 4 (empat) kali, laila ( ‫ ) ﻟﯿﻞ‬25 kali, layli ( ‫ ) ﻟﯿﻞ‬44 kali, lailin ( ‫) ﻟﯿﻞ‬ satu kali, lailan ( ‫ ) ﻟﯿﻼ‬5 kali, lailatu ( ‫ ) ﻟﯿﻠﻪ‬2 kali, lailata ( ‫ ) ﻟﯿﻠﻪ‬satu kali, lailatan ( ‫ ) ﻟﯿﻠﻪ‬tiga kali, lailati ( ‫ ) ﻟﯿﻠﻪ‬satu kali dalam QS. al-qadar ayat 1, lailatin ( ‫ ) ﻟﯿﻠﻪ‬satu kali dalam QS. ad-Dhukhan ayat 3, dan lailaha ( ‫ ) ﻟﯿﻠﻬﺎ‬satu kali dalam QS. an-Nazi’at ayat 29. lihat Husain Muhammad Fahmi al-Syafi’I, al-Dalil al-Mufahras li al-Fadz al-Qur ’an, h. 749-750 71

151

Kata al-lail ( ‫ ) اﻟﯿﻞ‬pada mulanya dari segi bahasa berarti hitam, karena itu malam, rambut yang hitam dinamai lail. Malam adalah waktu terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar”. Ada juga yang memahami malam dimulai setelah terbenamnya matahari yang ditandai dengan hilangnya mega merah di ufuk timur hingga terbitnya fajar. Malam yang demikian panjang, bertingkattingkat kepekatan hitamnya, demikian juga siang dengan kejelasannya. Ini mengisyaratkan juga tingkat-tingkat amalan manusia – yang baik dan yang buruk. Ada yang mencapai puncak –kebaikan atau keburukan – dan ada juga yang belum atau tidak mencapainya. Dengan demikian, pada malam dan siang pun terjadi perbedaan-perbedaan, sebagaimana yang hendak ditekankan dengan bersumpah menyebut perbuatan-perbuatan Allah itu.72 Ayat di atas menyebut al-lail /malam terlebih dahulu baru an-nahar/ siang, berbeda dengan surah asy-yams, karena surah ini turun sebelum surah itu, bahkan surah ini merupakan salah satu dari sepuluh surah yang pertama turun. Pada masa itu kegelapan kufur masih sangat pekat, walau cahaya iman sudah mulai menyingsing. Surah ini –dengan mendahului penyebutan malam- bermaksud mengisyaratkan hal itu. Dapat juga dikatakan bahwa kegelapan malam yang disebut terlebih dahulu karena memang malam mendahului siang. Planet-planet tatasurya diliputi oleh kegelapan sampai dengan terciptanya matahari. Itu juga sebabnya sehingga perhitungn penanggalan dimulai dengan malam.73 Ayat-ayat di atas bertujuan untuk menggugah hati dan pikiran manusia untuk memperhatikan alam raya serta dirinya sendiri. Mengapa terjadi perbedaan72 73

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol.15, h. 312 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 15, h. 311-312

152

perbedaan itu ? tentulah ada yang mengaturnya sehingga malam dan siang silih berganti dalam bentuk yang sangat teratur, lagi tepat dan serasi. 74 Dalam surat ini Sayyid Quthb mencoba menerangkan akan makna malam dan siang. Malam, apabila menutupi rentang cahaya siang, menggenangi dan menyembunyikannya. Siang ketika terang benderang, terang cemerlang, sehingga karena kebenderangannya ini maka segala sesuatu menjadi jelas dan terang. Ini adalah dua hal yang berlawanan dalam peredaran planet, berlawanan dalam bentuk bentuknya, kekhususan-kekhususannya, serta bekas dan pengaruhnya. Demikian juga Dia bersumpah dengan penciptaan aneka macam makhluk-Nya dengan dua jenisnya berlawanan, “ serta penciptaan laki-laki dan wanita …” untuk melengkapi fenomena keberlawanan dalam nuansa ini dan seluruh hakikatnya.75 Malam dan siang adalah dua buah fenomena yang kompleks, yang masingmasing mengandung petunjuk untuk mengesankan hati manusia. Juga memiliki petunjuk lain bagi orang yang mau merenungkan dan memikirkan apa yang ada di belakangnya. Jiwa manusia akan sangat terkesan kalau mau memperhatikan pergantian malam

dan

siang,

yaitu

malam

ketika menutupi

cahaya

siang

dan

mengembangkan gelapnya secara merata, dan siang apabila terang-benderang. Pergantian ini seakan berbicara dan menunjukkan isyarat. Berbicara tentang alam semesta dengan kegaiban dan rahasianya, dan tentang fenomena-fenomena yang manusia tidak memiliki wewenang sedikit pun terhadapnya. Juga mengisyaratkan 74 75

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah.,Vol. 15 h. 311-312 Sayyid Quthb, Fi Dzilal al-Qur ’an, h. 155

153

apa yang ada dibelakang pergantian malam dan siang. Yaitu adanya kekuasaan yang memutar waktu di alam semesta sebagaimana berputarnya roda kendaraan. Juga adanya perubahan dan pergantian yang tak pernah berhenti sama sekali.76 Petunjuk

yang

dikandungnya

ketika

orang

memikirkan

dan

merenungkannya, memastikan bahwa di sana ada tangan lain yang mengatur tata surya ini dan

mempergantikan malam dan siang, dengan keteraturan dan

kecermatannya. Juga memastikan bahwa yang mengatur tata surya ini mengatur pula kehidupan manusia dan tidak akan membiarkan mereka tersia-sia (tanpa tugas dan tanggung jawab). Bagaimanapun para pengingkar dan orang-orang penyesat itu berusaha mengabaikan hakikat ini dan memalingkan pandangan darinya, maka sesungguhnya hati manusia akan tetap berhubungan dengan alam semesta. Hati manusia akan menerima kesan-kesannya, melihat bolak-baliknya, dan mengetaui secara berhadapan

sebagaimana ia mengetahui setelah

memikirkan dan merenungkannya, bahwa di sana ada yang Maha pengatur yang tidak lepas dari perasaanya. Hatinya juga mengakui keberadaan-Nya dari balik pengabaian dan igauannya, dan dari balik penolakan dan pengingkarannya. Demikian pula dengan penciptaan laki-laki dan perempuan . sesungguhnya pada manusia dan binatang-binatang menyusui terdapat nuthfah yang menetap pada rahim dan sel sperma yang menyatu dengan seltelur. Bagaimana terjadi perbedaan jenis kelamin setelah kelahirannya nanti ? siapakah gerangan yang mengatakan kepada yang ini , “jadilah engkau laki-laki dan jadilah engkau perempuan “. Sesungghnya penyingkapan unsur-unsur yang menjadi nuthfah ini

76

Sayyid Qutb, Fi Dhilal Qur ’an, h. 156

154

sebagai anak laki-laki atau anak-anak perempuan, tidaklah mengubah realitas perkara ini sedikitpun. Karena bagaimana unsur-unsur ini bisa terpenuhi di sini dan unsur-unsur yang di sana juga terpenuhi ? bagaimana terjadinya laki-laki dan perempuan. Semuanya itu berjalan sesuai dengan garis jalan kehidupannya, dan dapat menjamin kelestarian dan perkembangan dengan jalan berketurunan ? Kalau terjadi secara kebetulan, niscaya tidak akan terjadi kesesuaian dan keteraturan seperti ini. Maka, tidak lain kecuali di sana pasti ada yang mengatur dan menciptakan laki-laki dan perempuan karena suatu hikmah yang telah digariskan dan tujuan yang telah dimaklumi. Dengan demikian, tidak ada jalan bagi kebetulan dalam pengatur-an alam semesta ini sama sekali. Laki-laki dan perempuan (jantan dan betina) sesudah itu juga meliputi jenis makhluk yang tidak menyusui. Ketentuan ini berlaku pada semua makhluk hidup termasuk tumbuh-tumbuhan. semuanya menurut kaidah penciptaan yang sama, dan tidak bersilang selisih. Tidak ada yang sendirian dan yang Esa kecuali alKhaliq yang Maha suci dan tidak ada sesuatupun yang sama dengan Dia. Inilah sebagian isyarat yang diberikan oleh pemandangan-pemandangan alam itu, hakikat manusia yang dijadikan sumpah oleh Allah, karena agungnya petunjuk yang dikandungnya dan dalamnya kesan yang ditimbulkannya. Lalu, dijadikan oleh al-Qur’an sebagai bingkai bagi hakikat amal dan pembalasannya di dalam kehidupan dunia dan akhirat nanti. 77 Dalam surat ini terdapat 3 muqsam bih, yaitu :

77

Sayyid Qutb, Fidhila al-Qur ’anl, h. 156-157

155

1. Al-laily idzâ yaghsya (malam apabila telah menutupi cahaya siang). Kata allayl telah dijelaskan dalam surat al-syams demikian juga an-nahar. Namun yang perlu diperhatikan dengan pengulangan sumpah Allan disini

adalah karena

keberadaannya yang lebih untuk dihayati. Allah bersumpah dengan malam ( gelap) menandakan saat untuk istirahat dan siang ( terang) untuk mencari rizki. Kalau Allah menjadikan semua keadaan itu malam maka akan merepotkan kehidupan dan apabila seluruhnya itu siang maka akan menjadikan manusia tidak istirahat.78 1.

Muqsam bih yang selanjutnya adalah, Allah bersumpah dengan wa ma khalaq al dzakara wa al-untsa (penciptaan laki-laki dan perempuan). Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan dua jenis manusia, yaitu laki-laki dan perempuan. Kedua jenis itu berasal dari air mani (min nutfah). Sumpah Allah dengan laki-laki dan perempuan ini adalah untuk peringatan bahwa pencipta itu adalah Allah. Manusia laki-laki dan perempuan pada dasarnya diciptakan dengan elemen-elemen yang sama yaitu dari air mani. Dan penentuan anak itu lahir laki-laki atau perempuan adalah merupakan alasan bahwa yang mengatur itulah yang maha tahu dengan apa yang diperbuatNya.79 Dengan demikian tampaklah kekuasaan Allah. Adapun pemaparan Quraish Shihab dalam surat ini, menekankan pada

kandungan makna etimologi dan terminologinya dengan memaparkan bahwa, dalam surat ini Allah bersumpah : demi malam apabila menutupi sedikit demi

78 79

Al-Sabuni, Shafwah al-Tafasir , jilid ke-3, h. 569 Al-Sabuni, Shafwah al-Tafasir , jilid ke-3, h. 569

156

sedikit alam sekeliling dengan kegelapan dan demi siang apabila terang benderang karena memancarnya sinar matahari, sehingga menampakkan dengan jelas apa yang remang dan tersembunyi, dan demi penciptaan laki-laki dan perempuan jantan dan betina serta setiap makhluk yang berkembang biak, sesungguhnya usaha kamu sebagaimana perbedaan malam dan siang begitu pula lelaki dan perempuan itu, sungguh berbeda-beda. Ada yang bermanfaat dan ada juga yang merusak, ada yang berdampak kebahagiaan dan ada juga kesengsaraan, ada yang mengantar ke surga dan ada juga yang mengantar ke neraka. Adapun menurut Sayyit Quthb, sumpah Allah yang berkaitan

dengan

malam sebagai pelengkap fenomena keberlawanan dalam penciptaan Tuhan, sebagai tanda kekuasaaNya yang menciptakan secara berpasang-pasangan untuk selalu dipikirkan sebagai tanda kekuasaan dan keagunganNya. F. 2. QS. al-Insyiqaq Sumpah Allah dengan malam yang terdapat dalam QS. al-Insyiqaq adalah ; .

ٍ‫ﻖ‬‫ ﻃﹶﺒ‬‫ﻦ‬‫ﻘﹰﺎ ﻋ‬‫ ﹶﻃﺒ‬‫ﻦ‬‫ﻛﹶﺒ‬‫ﺮ‬‫ ﻟﹶﺘ‬.‫ﻖ‬‫ﺴ‬‫ﺮِ ﺇِﺫﹶﺍ ﺍﺗ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹶﻤ‬‫ ﻭ‬.‫ﻖ‬‫ﺳ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻣ‬‫ﻞِ ﻭ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﻔﹶﻖ‬‫ ﺑِﺎﻟﺸ‬‫ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺃﹸﻗﹾﺴِﻢ‬

"Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja, dan dengan malam dan apa yang diselubunginya, dan dengan bulan apabila jadi purnama, sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)”.)َ QS. al-Insyiqaq : 16-19) Dalam ayat ini terdapat 3 muqsam bih, yaitu : 1.

al-Syafaq (cahaya merah diwaktu senja). Kata as-Syafaq hanya satu kali ditemukan dalam al-Qur’an. Akan tetapi kata yang berkaitan dengannya ditemukan sepuluh kali dalam al-Qur’an yang pada umumnya bermakna

157

takut terhadap adzab Allah.80 Artinya, kata syafaq atau yang berkaitan dengannya diterjemahkan dengan cahaya merah di waktu senja atau diterjemahkan dengan takut. Dalam keterangan lain dijelaskan bahwa alsyafaq jamaknya asyfaq yang bermakna al-khauf (takut) atau sisa cahaya matahari dan merahnya dipermulaan malam. 81 2.

al-Laily wa ma wasaq, (malam dan apa yang diselubunginya), yang berarti kumpulan kegelapan atau merupakan ibarat dari masuknya malam.82 Dan penjelasan kata al-lail dapat dilihat pada ayat sebelumnya.

3.

al-Qamar idza ittasaqa (bulan apabila jadi purnama ). Dalam al-Qur’an kata al-qamar ditemukan 26 kali ditambah qamaran satu kali sehingga menjadi 27 kali.83 Kemudian dijelaskan bahwa bahasa Arab memakai kata al-qamar bagi

planet setelah berlalu tiga malam pertama awal setiap bulan,

sedangkan nama pertama sampai ketiga mereka menamainya dengan hilal.84 Oleh karena itu kata ittasaqa al-qamar berarti imtala ’a (bulan menjadi purnama ) 80

Tempat pemuatannya dalam al-Qur’an dapat dilihat : QS. al-Mujadalah : 13, al-Ahzab : 72, al-Anbiya’: 28 dan 49, al-Mukminun : 57, al-Syura : 18, al-Ma’arij : 27, al-Kahfi : 49, dan atThur : 26. Lihat al-Baqi, Mu’jam Mufahras li al-Fadz al-Qur ’anal al-Karim, (Mesir : Dar al-Fikr , 1981), h. 384 lihat juga Husain Muhammad Fahmi al-Syafi’I, al-Dalil al-Mufahras li al-Fadz alQur ’an al-karim, h.494 81 Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah, Beirut Libanon : Mathba’ah al-Katsulikiyah, 1986 ) h. 395. dan keterangan lain saat membicarakan asyfaq dikemukakan dalam al-Qur’an yang di dalamnya kata kata musyfiqin yang berarti takut, terdapat dalam QS. al-Anbiya’ : 49. Lihat , Ibrahim Anis dkk., al-Mu’jam al-Wasith, (Mesir : Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, 1973 M ), juz. I, h. 487 82 al-Raghib al-Asfahani, Mu’jam Mufradad li al-Fadz al-Qur ’an, (t.tp : dar al-katib al‘arabi, 1972 M ) h. 560 83 dapat dilihat ; QS. al-An’am : 77 dan 96, al-A’raf : 54, yuus : 5, ar-Ra’d : 2, Ibrahim : 33, an-Nahl : 12, al-Anbiya’ : 33, al-Hajj : 18, al-Ankabut : 61, Luqman : 29, Fathir : 13, Yasin : 13-40, al-Zumar : 5, Fush-shilat : 37, al-qamar : 1, al-Rahman : 5, Nuh : 16, al-Muddatsir : 32, alQiyamah : 8-9, al-insyiqaq : 18, al-Syams : 2, dan al-Furqan : 61. lihat, al-Baqi, Mu’jam , Op Cit., h. 553 84 al-Raghib al-Isfahani, Mu’jam., h. 427-428. lihat juga Quraish Shihab, Tafsir alMisbah , h. 191

158

Sumpah Allah dalam surat ini lebih banyak memberikan ungkapan sebagai keterangan dan penjelas pada kondisi malam yang di liputi oleh cahaya dibalik kekuasaanNya yang lain yaitu cahaya syafak dan cahaya bulan. F. 3. QS. al-Muddatstsir Sumpah Allah dengan malam yang terdapat dalam QS. al-Mudatstsir yaitu: .

‫ﻔﹶﺮ‬‫ﺢِ ﺇِﺫﹶﺍ ﺃﹶﺳ‬‫ﺒ‬‫ﺍﻟﺼ‬‫ ﻭ‬.‫ﺮ‬‫ﺑ‬‫ﻞِ ﺇِﺫﹾ ﺃﹶﺩ‬‫ﺍﻟﻠﱠﻴ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﺮ‬‫ﺍﻟﹾﻘﹶﻤ‬‫ﻛﹶﻠﱠﺎ ﻭ‬

Artinya : Sekali-kali tidak, demi bulan, dan malam ketika telah berlalu, dan subuh apabila mulai terang.

Dalam surat ini Allah bersumpah dengan tiga hal, yaitu : Bulan, malam yang surut, dan subuh yang mulai terang. Tujuan ayat ini adalah untuk menafikan dugaan orang kafir tentang kemampuan

mereka

mengahadapi

penjaga-penjaga

neraka,

atau

untuk

mengancam dan menghardik mereka yang memperolok-olok bilangan itu, maka Allah berfirman: Kalla yakni sekali-kali tidak atau hati-hatilah. Aku bersumpah demi bulan, dan malam ketika telah berlalu, dan subuh apabila menampakkan diri yakni mulai terang. Sungguh ia yakni Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman yang mengerikan bagi manusia, yaitu bagi siapa diantara kamu yang berkehendak maju meraih kebajikan atau mundur sehingga enggan meraihnya. 85 Kata (‫ )اﻟﻘﻤﺮ‬al-qamar / bulan terambil dari akar kata (qamara) yang berarti sangat putih. Seseorang yang melihat keputihan salju sehingga pendangannya menjadi remang-remang digambarkan dengan kalimat qamira ar-rajulu. Bulan

85

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah.,Vol. 15 h. 602

159

dinamai qamar karena cahayanya tanpak keputih-putihan. Ada juga yang berpendapat bahwa ia terambil dari kata qamara, yang berarti menang. Seseorang yang berusaha menang tanpa usaha yang bersungguh-sungguh dinamai maqamir. Bulan dinamai qamar karena cahayanya menang atas, atau mengalahkan cahaya bintang-bintang (menurut pandangan mata telanjang).86 Menurut penulis ketiga sumpah diatas saling berkaitan satu sama lain yang mengarah kepada waktu. Bulan menyebabkan adanya perhitungan waktu sedangkan malam dan subuh adalah menunjukkan perputaran waktu dalam bumi ini yang disebabakan karena adanya peredaran matahari dan bulan

Allah

bersumpah dengan bulan adalah menunjukkan bahwa dengan adanya gerakan matahari dan bulan ini, kemaslahatan alam semesta menjadi terpenuhi.87 Pengaturan matahari dan bulan yang rapi menjadikan perhitungan malam dan siang berjumlah 24 jam . G.

Waktu Kiamat ( Sumpah Allah dalam QS. al-Qiyamah / 75 : 1-2 )

ِ‫ﺔ‬‫ﺍﻣ‬‫ﻔﹾﺲِ ﺍﻟﻠﱠﻮ‬‫ ﺑِﺎﻟﻨ‬‫ﻟﹶﺎ ﺃﹸﻗﹾﺴِﻢ‬‫ ﻭ‬.ِ‫ﺔ‬‫ﺎﻣ‬‫ﻡِ ﺍﻟﹾﻘِﻴ‬‫ﻮ‬‫ ﺑِﻴ‬‫ﻟﹶﺎ ﺃﹸﻗﹾﺴِﻢ‬. “Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” (QS. al-Qiyamah : 1-2 )

Ayat di atas terdapat dua muqsam bih , yaitu : yaum al-Qiyamah (hari kiamat) dan al-Nafs al-Lawwamah (Jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri). Menurut Quraish Shihab, kata yaum yang berarti hari, dalam bentuk tanggalnya terulang sebanyak 365 kali, ini sama dengan satu tahun, dalam bentuk jama’ 86 87

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol.14, h. 602-603 Ibn Qayyim al-jauziyah, at-Tibyan fi Aqsamil Qur ’an, h. 166

160

terulang 30 kali ( ini sama dengan satu bulan ) dalam al-Qur’an. Sementara kata yaum yang berarti bulan hanya terdapat 12 kali88 ( ini sama dengan 12 bulan dalam setahun ). Sedangkan kata al-Qiyâmah terdapat 70 kali dalam al-Qur’an,89, yang semuanya didahului oleh kata yaum sehingga menjadi yaum al-qiyâmah. Berkaitan dengan surat al-Qiyamah yang berarti hari kiamat, terdapat surat lain yang semakna dengannya yaitu : surat al-Waqi'ah, al-Hâqqah, dan alQâriah, ketika surat ini sama-sama mempunyai makna hari kiamat namun berbeda penekanannya. Menurut Wahbah Zuhaili, dikatakan al-Qiyâmah, karena saat itu merupakan hari berbangkit dan pembalasan, al-Wâqiah, karena hari kiamat itu pasti kejadiannya.90 Al-Hâqqah karena kepastian kejadiannya dan tidak ada perdebatan dan keraguan

tentangnya. Al-Qâri’ah karena pada saat itu

makhluk menjadi berantakan disebabkan huru-hara dan kekagetannya. Keterangan lain menyebutkan bahwa hari kiamat atau akhirat itu meliputi fase kehancuran keseluruhan alam semesta. Bintang-bintang di langit berguguran dan hancur berantakan. Bumi hancur digoncang oleh ledakan-ledakan hebat, isinya berhamburan keluar seperti debu yang berterbangan

dan lain-lain,

sedangkan manusia terombang-ambing. Dengan demikian hancur seluruh alam semesta ini, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa. 91 Allah bersumpah dengan hari kiamat dan jiwa yang menyesali merupakan lambang kekuasaan Allah, karena manusia tidak bisa terlepas diri dari pada-Nya. Dengan terjadinya hari kiamat misalnya, orang kafir akan mendapatkan siksa 88

Quraish Shihab, Lentera Hati, Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung : Mizan, 1995

), h. 28 Al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras, h. 581-582 Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munîr fi al-Aqîdah wa.. , juz. 27, h. 241 91 lihat QS. al-Zalzalah dan surat al-Qari’ah.

89

90

161

sedangkan pada saat hidup di dunia belum mereka rasakan. Jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri mungkin juga merupakan lambang kekuasaan Allah karena hal itu terjadi pada hari kiamat yang menunjukkan tidak ada lagi saat untuk memperbaiki diri atau taubat walaupun manusia menghendakinya. Dalam keterangan lain disebutkan bahwa ada saatnya sebelum hari kiamat pun tidak ada gunanya penyesalan, sebagaimana keberadaan Fir’aun – seorang tokoh yang menjadi lambang kedurhakaan kepada Allah - di mana dia menyadari kesalahankesalahannya dan seterusnya menyatakan keimanannya sesaat sebelum nyawanya terpisah dari tubuhnya.92 Penyesalan yang demikian ini tidak ada gunanya lagi. Menurut Sayyid Quthb, surat ini menerangkan : memenuhi jiwa manusia dengan aneka hakekat, pengaruh serta gambaran dan peristiwa, langgam dan kesan yang tidak dapat dihadapinya serta tidak pula melepaskan diri darinya. Surat ini memenuhi jiwa seseorang dengan sangat kuat dan dengan daya yang unik yang menjadikan surah ini memiliki ciri Qur'ani tersendiri, baik dalam gaya redaksinya, atau gaya musiklnya. 93 Adapun komentar Quraish Shihab dalam ayat ini adalah : surat ini menguraikan tentang kiamat serta betapa mengerikannya peristiwa itu. Tujuan Allah bersumpah dengan hari kiamat adalah untuk menguatkan informasi yang disampaikan kitab suci ini. Di sini Allah mengisyaratkan bahwa persoalan telah menjadi demikian jelas sehingga tidak lagi diperlukan argumentasi baru. Antara Quraish Shihab dan Sayyid Quthb dalam ayat ini, keduanya mempunyai orientasi yang sama, yaitu : bahwa kiamat merupakan suatu kejadian 92 93

Lihat QS. Yunus / 10 : 90-91 Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilal al-Qur'an, jilid ke-23, h. 123

162

yang luar biasa, menunjukkan kekuasaan-Nya dan mesti akan terjadi, sehingga informasi yang besar itu mempunyai makna sebagai peringatan dan perhatian terhadap jiwa manusia dalam mempersiapkan iman dan amal shaleh, menjadi sangat vital bagi kehidupan seorang mukmin. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan Allah bersumpah dengan hari kiamat adalah untuk menjelaskan bahwa hari kebangkitan itu pasti terjadi dan tidak ada keraguan padanya. Maka diharapkan manusia dapat mempersiapkan hari depannya (kiamat) dengan mengisi waktu sehari hari dengan beramal shaleh dan berbuat baik bahkan selalu menjadi lebih baik, - man kana yaumuhu khairan min amsihî fa huwa râbih, artinya barang siapa yang harinya lebih baik dari kemarin maka termasuk orang yang beruntung. 94

94

Karakteristik orang yang beruntung adalah : orang yang khusyuk dalam shalatnya, orang yang tidak berbuat laghwun, orang yang menunaikan zakat, orang yang menjaga farajnya kecuali dengan pasangannya, orang yang menjaga amanah dan orang-orang yang menjaga shalatnya. Lihat QS. al-Mukminun : 1-10

163

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan Dari studi ini diperoleh beberapa temuan yang dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.

Bahwa Allah telah memberikan banyak kelebihan terhadap waktu-waktu tertentu dengan kadar yang berbeda beda, yang harus diperhatikan oleh manusia - termasuk waktu fajar yang dipakai sumpah oleh Allah, adalah merupakan waktu yang paling tepat beribadah

untuk melakukan munajat dan

kepada-Nya, karena ketenangan, keteduhan, kedamaian dan

kejernihan yang meliputinya sesuai dengan kondisi jiwa manusia. 2.

Waktu Subuh adalah waktu yang cerah, bercahaya dan dipenuhi berkah yang perlu diperhatikan untuk mempersiapkan jiwa menatap karunia Allah yang dilandasi dengan cahaya al-Qur'an sebagai petunjuk dan tuntunan dalam mencari berkah yang dihamparkan oleh Allah swt. Oleh sebab itu Islam menyerukan Muslim untuk menyambut karuniaNya dengan bergegas bangun pagi dan mengingat Tuhannya.

3.

Waktu Dhuha adalah waktu pencerahan, dimana sinar cahaya matahari mulai tampak setelah tertutup cahaya malam, sebagaimana cahaya wahyu yang diberikan kepada nabi Muhammad saw. sebagai pencerahan, setelah berhenti beberapa saat. Allah menunjukkan kepada mereka kebaikan dunia dan akhirat. Pada waktu dhuha Rasul mengajarkan untuk memenuhinya

164

dengan shalat sunnat dhuha sebagai persiapan guna menatap kebaikan dunia dan akhirat yang dipenuhi dengan rahmat Tuhan. 4.

Waktu Siang adalah waktu dimana cahaya matahari mulai bersinar secara penuh, manusia sedang beraktivitas untuk mencari karunia Ilahi di muka bumi.. Akan tetapi, manusia sering lupa terhadap keindahan waktu siang yang mensilaukan, dikarenakan kuatnya sinar cahaya siang, maka sentuhan sepintas dalam rangkaian ayat-ayat sumpah itu dapat membangkitkan dan menggugah jiwa untuk merenungkan fenomena-fenomena yang sangat besar dibalik sumpah ini.

5.

Waktu Ashr. Waktu ini bisa berarti waktu sore setelah siang atau waktu secara umum. Yang pasti Allah bersumpah dengan Ashr ini adalah guna menunjukkan akan pentingnya memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin dengan menjaga iman dan memperbanyak beramal shaleh.

6.

Waktu Malam adalah waktu

dimana cahaya matahari mulai berkurang

menuju ketenangan, kesunyian yang sangat dibutuhkan oleh jiwa dan raga setelah keseharian lelah karena beraktifitas. Adanya pergantian siang dan malam juga menunjukkan kekuasaan Allah dan karunia-Nya yang besar untuk selalu dipikirkan. Adapun mengenai penafsiran Sayyid Quthb dan Quraish Shihab tentang sumpah Allah berkenaan dengan waktu tidak ditemukan perbedaan yang signifikan, akan tetapi keduanya saling melengkapi dalam rangka memaparkan arti dan makna dari keagungan dan kebesaran Allah dibalik sumpah-Nya dengan waktu.

165

A. Saran Studi ini merupakan kajian sumpah Allah berkaitan dengan waktu, oleh karena itu ada beberapa catatan dan harapan yang diinginkan: 1.Melihat pentingnya waktu bagi kehidupan seorang Muslim, maka disarankan untuk mengetahui waktu-waktu yang dijadikan sumpah oleh Allah, sehingga tidak ada waktu sedikitpun yang disia-siakan, karena didalamnya terkandung hikmah yang besar. 2.Kajian ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi umat dalam mengisi waktu-waktu kahidupannya yang diwarnai dengan amal shaleh dan kebajiakan. 3. Mengingat masih minimnya kajian tentang sumpah Allah yang berkaitan dengan waktu, maka diharapkan ada kelanjutan kajian kearah yang lebih sempurna untuk membuktikan pentingnya waktu dibalik sumpah Allah dalam al-Qur'an.

166

Faidatin_Sumpah Allah dalam al-Quran.pdf

Jakarta, 14 April 2007. ( Faidatin Askan ). Page 3 of 173. Faidatin_Sumpah Allah dalam al-Quran.pdf. Faidatin_Sumpah Allah dalam al-Quran.pdf. Open. Extract.

833KB Sizes 54 Downloads 786 Views

Recommend Documents

DALAM KOTA.pdf
16 31470036 ALVITA SAFFA HADIAN SMP NASIONAL 1. 17 31101067 DIMAS ARYAPUTRA SMP ISLAM AL-FAJAR. 18 31430125 HADID AHMAD GHIFARI ...

izutsu-kuranda allah ve insan.pdf
Dr. Süleyman ATEŞ. ilâhiyat Fakültesi Ö ğretim Üyesi. ANKARA ÜNIVERSITESI BASIMEVI—ANKARA.1975. Page 3 of 234. izutsu-kuranda allah ve insan.pdf.

Muhammad Rusydi Sahabuddin_Hijrah dalam Perspektif al-Quran.pdf ...
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Muhammad ...

Menjadi-Kaya-Dalam-40-Hari.pdf
Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Menjadi-Kaya-Dalam-40-Hari.pdf. Menjadi-Kaya-Dalam-40-Hari.pdf. Open.

teknik-permainan-dalam-bimbingan-kelompok-untuk-meningkatkan ...
Try one of the apps below to open or edit this item. teknik-permainan-dalam-bimbingan-kelompok-untuk-meningkatkan-percaya-diri-siswa.pdf.

DALAM PERSEKITARAN KATA-KATA.pdf
(e) Penggunaan kata ganda. Buktinya, Engkau beri kami kata-kata. menjelajah pulau-pulau, dan berlabuh. di pantai-pantai semenanjung. Kata-kata yang ...

ICT DALAM PDP.pdf
Lampiran. Kandungan. Page 3 of 39. ICT DALAM PDP.pdf. ICT DALAM PDP.pdf. Open. Extract. Open with. Sign In. Main menu. Displaying ICT DALAM PDP.pdf.

pdf-1877\muhammad-messenger-of-allah-ash-shifa-of ...
Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. pdf-1877\muhammad-messenger-of-allah-ash-shifa-of-qadi-iyad-by-qadi-iyad.pdf.

Bab-3-Ilmu-Gerak-Dan-Ilmu-Pendukung-Dalam-Pendidikan-Jasmani ...
... jarak, kecepatan, serta aliran. gerak. Page 3 of 51. Bab-3-Ilmu-Gerak-Dan-Ilmu-Pendukung-Dalam-Pendidikan-Jasmani-Olahraga-Dan-Kesehatan.pdf.

Benny Hifdul Fawaid_al-Balad Dalam al-Quran.pdf
Benny Hifdul Fawaid_al-Balad Dalam al-Quran.pdf. Benny Hifdul Fawaid_al-Balad Dalam al-Quran.pdf. Open. Extract. Open with. Sign In. Main menu.

percepatan-rezeki-dalam-40-hari-dengan-otak-kanan.pdf
percepatan-rezeki-dalam-40-hari-dengan-otak-kanan.pdf. percepatan-rezeki-dalam-40-hari-dengan-otak-kanan.pdf. Open. Extract. Open with. Sign In.

122. Roh Dalam Keraton.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. 122. Roh Dalam ...

File 42 Ran Dalam Bahaya.pdf
Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. File 42 Ran Dalam Bahaya.pdf. File 42 Ran Dalam Bahaya.pdf.

DALAM PERSEKITARAN KATA-KATA.pdf
menggunakannya dalam pertuturan di mana-mana sahaja dan pada bila-bila masa. RANGKAP 3. Penulis berkata bahawa bahasa menjadikan sesuatu bangsa ...

64041991-Allah-Dostu-Derki-3.pdf
SES-ĠHTĠZAZ-GÜRÜLTÜ-KUVVETLĠ ZĠYÂ-KOKU. 17. UTANMAK GEREK. 18. KÂĠNATIN KUSURSUZ DÜZENĠNDEN HAREKET EDEREK ALLAH'A.

Imran N Hosein - Jerusalem dalam Al-Quran (Bahasa Indonesia).pdf ...
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Imran N Hosein ...

Modul TKJ-19 Mengadministrasi-Server-Dalam-Jaringan.pdf ...
Sign in. Page. 1. /. 72. Loading… Page 1 of 72. SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN. BIDANG KEAHLIAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI.

Maxsi - Implementasi ICT dalam Pend dan e-business - 11 Feb ...
Mobile Phone, Email, MP3 Player dan lain-lain. Page 4 of 27. Maxsi - Implementasi ICT dalam Pend dan e-business - 11 Feb 2016.pdf. Maxsi - Implementasi ...

64041991-Allah-Dostu-Derki-3.pdf
Loading… Page 1. Whoops! There was a problem loading more pages. Retrying... 64041991-Allah-Dostu-Derki-3.pdf. 64041991-Allah-Dostu-Derki-3.pdf. Open. Extract. Open with. Sign In. Main menu. Displaying 64041991-Allah-Dostu-Derki-3.pdf.

Allah and Signs of Existence of Allah.pdf
Loading… Whoops! There was a problem loading more pages. Whoops! There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Main menu. There was a problem previewing