Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

UJI COBA MODEL KONSTRUKTIVIS i-SMART UNTUK MELATIH KETERAMPILAN METAKOGNISI SISWA DAN PEMECAHAN MASALAH KIMIA DI SMA Syahmani [email protected] Pendidikan Kimia Universitas Lambung Mangkurat Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pembelajaran yang valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif, keterampilan metakognisi dalam pemecahan masalah. Model yang dikembangkan diberi nama model pembelajaran i-SMART. Jenis penelitian adalah pengembangan dengan model research and development (R dan D) dengan desain penelitian one-group pretestposttest design yang diujicobakan pada siswa kelas XI MIA 4 SMA Negeri 1 Banjarmasin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model iSMART yang telah dikembangkan: 1) valid menurut penilaian ahli, (2) praktis dalam hal implementasi RPP dan aktivitas siswa, (3) efektif dalam hal: a) peningkatan hasil belajar kognitif siswa, keterampilan metakognisi dan pemecahan masalah, dan b) respon siswa setelah pembelajaran. Kata kunci: model konstruktivis i-SMART, hasil belajar kognitif, keterampilan metakognisi dan pemecahan masalah I.

PENDAHULUAN Proses pembelajaran kimia di SMA belum dirancang memberikan penekanan terhadap pengembangan keterampilan metakognisi siswa dan pemecahan masalah (metacognitive skillfulness and problem solving), cenderung hanya berorientasi pada strategi kognitif untuk pencapaian tujuan pembelajaran. Dampaknya kemampuan problem solving lemah, untuk bidang sains dari 65 negara peserta Programme for International Student Assessment (PISA) siswa-siswa Indonesia berada pada posisi 64 dari 65 negara untuk studi tahun 2012 (OECD, 2013). Kalau kemampuan problem solving lemah, siswa tidak dapat mengkonstruksi dan memahami konsep dengan baik (Moore, 2005). Hal ini diperkuat dari penelitian Syahmani dkk. (2013) yang menunjukkan bahwa penguasaan siswa SMA Negeri di Kota Banjarmasin terhadap materi termokimia (53,31%), laju reaksi dan kesetimbangan (45,96%). Penyebab utama kesulitan siswa dalam menguasai materi pembelajaran, khususnya dalam materi pelajaran kimia karena membutuhkan pemahaman konseptual pada level representasi (submikroskopis, makroskopis, dan simbolik) serta algoritmik, juga strategi atau model pembelajaran mengajar guru belum sepenuhnya didesain melatih metakognisi dan pemecahan masalah. Perkembangan global di abad 21 menuntut perlunya reformasi dalam dunia pendidikan. Hal ini sejalan dengan arah Kurikulum 2013 untuk menyiapkan lulusan yang memiliki sikap (attitude), pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) (Kemendikbud, 2013). Keterampilan diarahkan pada keterampilan menalar/berpikir dan bertindak antara lain keterampilan metakognisi dan pemecahan masalah yang termasuk dalam, keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Seminar Nasional Pendidikan IPA

333

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

Metakognisi sebagai kajian kesadaran (self-awareness), dan refleksi atas proses kognitifnya, monitoring, pengaturan diri, dan sadar mengkoordinasi tugas belajar (Brown, 1987). Metakognisi merupakan level tertinggi dari pengetahuan (Anderson dan Krathwohl (2001). Kapasitas ini digunakan untuk mengatur kognisi, memaksimalkan potensi berpikir, belajar dan evaluasi. Secara lebih rinci Biryukov (2003) mengemukakan bahwa konsep metakognisi merupakan dugaan pemikiran seseorang tentang pemikirannya yang meliputi pengetahuan metakognitif (kesadaran seseorang tentang apa yang diketahuinya), keterampilan metakognitif (kesadaran seseorang tentang sesuatu yang dilakukannya) dan pengalaman metakognitif (kesadaran seseorang tentang kemampuan kognitif yang dimilikinya). Keterampilan metakognitif berperanan penting dalam perhatian, pemahaman, komunikasi, dan pemecahan masalah (Howard, 2004). Pengembangan pemahaman dan pemecahan masalah terkait dengan metakognisi siswa. Hal ini diungkapkan oleh Cooper, dkk. (2008), yaitu: ”Metacognition is fundamental in achieving of chemistry and developing of problem skills”. Metakognisi juga memiliki peran penting dalam proses pemecahan masalah (Rickey dan Stacy, 2000). Guru perlu mengarahkan siswa pada pengembangan keterampilan metakognisi dan pemecahan masalah. Menurut Khairuna (2010), kesuksesan seseorang dalam menyelesaikan pemecahan masalah antara lain sangat tergantung pada kesadarannya tentang apa yang diketahui dan bagaimana melakukannya. Hal tersebut berkaitan dengan metakognisi yaitu suatu aktivitas mental dalam struktur kognitif yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk mengatur, mengontrol dan memeriksa proses berpikirnya sendiri. Keterampilan metakognisi penting diajarkan dan dikembangkan untuk siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metakognisi dapat dilatihkan mulai usia dini (Chernokova, 2014). Metakognisi sebuah komponen penting dari pembelajaran dan selfregulation pada semua usia (Efklides, 2008; 2011). Keterampilan metakognisi siswa tidak muncul dengan sendirinya, tetapi memerlukan latihan sehingga menjadi kebiasaan. Penting bagi guru untuk mengembangkan keterampilan metakognisi siswa melalui pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah. Menurut Butler dan Winn dalam Slavin (2006), menyatakan bahwa keterampilan metakognisi siswa dapat diberdayakan melalui strategi atau model pembelajaran di sekolah. Metakognisi merupakan suatu komponen penting dalam pembelajaran sains karena proses-proses metakognisi memberikan pelajaran yang bermakna, membuat siswa mampu mempelajari ipteks di masa mendatang, dan mandiri (Kipnis dan Hofstein, 2007). Manfaat metakognisi dalam pembelajaran antara lain siswa dapat: (1) bertangung jawab memonitor dan meregulasi dirinya (Marzano, 1998), (2) efektif dalam belajar (Schunk dan Zimmerman, 1994; Jacob, 2003), (3) mengembangkan kemampuan berpikir (Brown, 2004), (4) mandiri, jujur, berani mengakui kesalahan, dan meningkatkan prestasi belajar secara nyata (Susantini, 2004), (5) belajar lebih aktif, bergairah, dan percaya diri (Hollingworth dan McLoughlin, 2001) (6) keberhasilan pembelajaran (Livingston, 1997), (7) memecahkan masalah dengan baik, dan menjadi self regulated learner (Eggen dan Kauchak, 2013), (7) menjadi pemikir kritis, sadar, ingin tahu, teratur, penuh analisis, percaya diri, toleransi, dan bertanggungjawab (Tan, 2004). Alternatif untuk pengembangan model pembelajaran untuk melatih keterampilan metakognisi dan pemecahan masalah kimia adalah model i-SMART (Identifying and representing problem, Selecting strategies and plans, Making investigation with monitoring strategy use, Analyzing and evaluating, Reflecting, dan Transfering). Menurut Otero (2009) pertanyaan merupakan sumber metakognitif yang penting. Pertanyaan metakognitif (metacognitive questions) dirancang untuk membantu siswa Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA 334

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

menjadi “sadar” (aware) terhadap problem yang dihadapi serta mampu untuk mengatur dirinya sendiri (self-regulate) untuk mengatasi permasalahan tersebut. Keterampilan metakognisi dan pemecahan masalah dikembangkan melalui pertanyaan metakognitif (metacognitive questioning) (Mevarech dan Fridkin, 2006; Mevarech dan Kramarski, 1997). Pertanyaan-pertanyaan tersebut dirancang untuk membantu siswa menjadi sadar (aware) terhadap problem yang dihadapi serta mampu mengatur dirinya sendiri (selfregulate) untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pertanyaan-pertanyaan metakognitif tersebut adalah: (1) Comprehension questions. Pertanyaan ini dirancang untuk memahami permasalahan sebelum memecahkannya. (2) Connection question. Pertanyaan ini bertujuan untuk membedakan dan mempersamakan antara problem yang dihadapi dengan problem sebelumnya serta melihat keterkaitan konsep atau rumus yang digunakan. (3) Strategic questions. Pertanyaan ini memandu siswa untuk menentukan strategi yang sesuai untuk mengatasi problem dan memberikan alasan mengapa strategi tersebut dapat mengatasi problem. (4) Reflecting questions. Pertanyaan ini bersifat monitoring dan evaluating tehadap proses problem solving (Mevarech dan Fridkin, 2006; Kramarski dan Mizrachi, 2004). II. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian nonequivalent control group design. Sebelum proses pembelajaran dimulai, maka sampel diberikan tes awal yang disebut dengan pre-test untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam pemahaman materi hidrolisis garam sebelum diterapkan model PBL. Sampel diberikan tes akhir yang disebut dengan post-test untuk mengetahui pencapaian hasil belajar dan keterampilan metakognisi setelah diterapkan model PBL. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA SMA Negeri 1 Banjarmasin tahun ajaran 2014/2015 yang terdiri dari 2 kelas yaitu kelas XI MIA 1 dan XI MIA 2 yang masing-masing berjumlah 36 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah salah satu jenis dari nonprobability sampling, yaitu purposive sampling. Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel, sedangkan purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013). Instrumen tes yang berupa tes hasil belajar kognitif dan keterampilan metakognisi yang berbentuk soal esai masing-masing sebanyak dua soal terlebih dahulu dilakukan validasi untuk mendapatkan hasil tes yang valid. Validitas ditetapkan berdasarkan penilaian dan pertimbangan dari empat orang validator dosen Kimia FKIP UNLAM Banjarmasin dan dua orang guru kimia di SMAN 1 Banjarmasin. Berdasarkan perhitungan menggunakan persamaan CVR (Content Validity Ratio) didapatkan hasil = 1. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen hasil belajar kognitif dan keterampilan metakognisi valid untuk digunakan. Instrumen non-tes berupa kuesioner keterampilan metakognisi dan pedoman wawancara. Hasil validasi kuesioner keterampilan metakognisi menunjukkan bahwa setiap pernyataan pada instrumen memiliki CVR sama dengan 1, sehingga instrumen non-tes tersebut layak digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini. Seminar Nasional Pendidikan IPA

335

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

Instrumen yang sudah valid selanjutnya diuji cobakan sebelum digunakan dalam penelitian untuk mengetahui tingkat reliabilitas. Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus Alpha Cronbach maka diperoleh nilai derajat instrumen tes hasil belajar kognitif sebesar 0,48, instrumen tes keterampilan metakognisi 0,58 yang berada pada kategori sedang, dan kuesioner keterampilan metakognisi sebesar 0,87 yang berada pada kategori tinggi. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensial. Analisis inferensial yang digunakan pada penelitian ini adalah uji-t. Syarat uji-t adalah normalitas dan homogenitas data. Uji ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang dihasilkan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Tabel 1. Kriteria peningkatan hasil belajar, keterampilan metakognisi (Hake, 1998). N-gain Kategori (g) > 0,7 Tinggi 0,3 < (g) < 0,7 Sedang (g) < 0,3 Rendah

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Validasi Model i-SMART Hasil penilaian validator terhadap validitas komponen-komponen i-SMART termasuk valid. Hal ini diperkuat oleh hasil justifikasi ahli pada kolom akhir lembar validasi dengan menuliskan dapat digunakan dengan perbaikan. Model yang dikembangkan layak dan dapat digunakan untuk melatih keterampilan metakognisi dan pemecahan masalah. Validasi instrument tes kognisi, keterampilan metakognisi dan pemecahan masalah menggunakan Content Validity Rasio (CVR) dengan CVR = 1, sedangkan angket respon CVR = 0,98. Pengakomodasian keterampilan metakognisi sudah tercermin dalam sintaks Model i-SMART dengan enam langkah. i-SMART dirancang untuk menciptakan terjadinya latihan-latihan atau penguatan keterampilan metakognisi dan pemecahan masalah yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Sintaks model pembelajaran i-SMART (Syahmani, 2015) Sintaks Tahap Pembelajaran Pertanyaan Metakognitif Pendahuluan a. Mengucapkan salam dan berdoa. Memotivasi, apersepsi dan mengkomunikasikan tujuan pembelajaran Memunculkan fenomena masalah Apa permasalahannya? Kegiatan Inti Identifying and menggunakan demonstrasi/video. Apa yang diketahui dari representing Memberikan bimbingan agar siswa permasalahan? the problem dapat merepresentasikan dan Bagaimana keterkaitannya konsep merumuskan masalah. yang dipelajari sebelumnya dengan masalah? Buatlah representasi yang sesuai dan rumusan masalahnya! Selecting Meminta siswa merumuskan Strategi apa yang sesuai untuk strategies hipotesis, memilih strategi memecahkan masalah tersebut? and plans pemecahan masalah. Mengapa strategi tersebut sesuai? Meminta siswa menyusun langkahBagaimana strategi tersebut langkah dan alokasi waktu diterapkan? pemecahan masalah secara tepat. Making solutiona. Membimbing siswa melakukan Bagaimana strategi tersebut with monitoring pemecahan masalah/penyelidikan. diterapkan? strategy use b. Memonitor penerapan strategi. Apakah strategi yang diterapkan Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA 336

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

Analyzing and evaluating

Reflecting

Transfering

Penutup

c. Mengecek/memperbaiki kesalahan. a. Meminta siswa menganalisis data. b. Memfasilitasi siswa mengevaluasi strategi, hipotesis, membuat simpulan. c. Memberikan kuis Membimbing siswa merefleksi pemahamannya dan proses pemecahan masalah.

sesuai dengan rencana? Bagaimana data dapat dijelaskan? Apakah hipotesis Anda terbukti? Kesimpulan apa yang diperoleh?

Sejauh manakah perubahan pemahamanmu? Dapatkah permasalahan ini diselesaikan dengan cara lain? Memberikan masalah baru yang Dapatkah strategi ini dapat sepadan dengan melakukan remedial diaplikasikan pada situasi baru? bagi yang belum tuntas dan Dapatkah dengan metode atau pengayaan bagi yang sudah tuntas. operasi yang berbeda untuk menyelesaikan masalah yang sama? a. Memfasilitasi siswa membuat simpulan pembelajaran. b. Memberi umpan balik dan tugas. c. Berdoa dan mengucapkan salam

Pengembangan model i-SMART juga didukung teori pemrosesan informasi Gagne dan teori konstruktivis kognitif Piaget yang berkaitan fungsi mental adaptasi yang meliputi proses asimilasi, akomodasi, organisasi, dan keseimbangan (Renner, dkk 1988) dan teori konstruktivis sosial Vygotsky yang berkaitan ZPD, permasalahan-kolaboratif, dan pemagangan kognitif (Ernest,1991; Santrock, 2011). Konsistensi antar komponen model i-SMART sesuai dengan kebutuhan siswa yang telah tercantum dalam KI dan KD Kurikulum 2013. Kepraktisan Model i-SMART Kepraktisan ditunjukkan oleh keterlaksanaan pembelajaran dengan model iSMART, aktivitas dan respon siswa. Keterlaksanaan kegiatan pembelajaran dengan model i-SMART pada Tabel 3 menunjukkan bahwa terutama keenam sintaks yang dioperasionalkan dalam RPP dam diimplementasikan dalam pembelajaran terlaksana dengan sangat baik.

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)

Tabel 3 Keterlaksanaan model i-SMART dalam pembelajaran Kelompok Aspek kecil Mengecek kesiapan dan kehadiran siswa. 93,75% Memberikan motivasi, apersepsi, mengkomunikasikan tujuan 84,50% pembelajaran. Memunculkan fenomena masalah menggunakan demonstrasi/video. 95.84% dan membimbing siswa merepresentasi dan merumuskan masalah Meminta siswa menyusun hipotesis, memilih strategi dan 91.67% merencanakan langkah-langkah pemecahan masalah. Meminta siswa melakukan pemecahan masalah/penyelidikan dan 88.89% memonitor penerapan strategi/mengecek bila terdapat kesalahan. Membimbing siswa untuk menganalisis data dan mengevaluasi 87.50% proses serta memikirkan berbagai cara dalam mengatasi kesulitan. Membimbing siswa merefleksikan hasil pemecahan masalah. 91.67% Memfasilitasi transfer berupa tugas bagi siswa yang belum tuntas 90.00% diberikan remedi dan lainnya berupa pengayaan yang bersifat Seminar Nasional Pendidikan IPA

Lapangan terbatas 100.00% 91.67% 100,00% 98,90% 95,87% 90,63% 95.84% 91.67%

337

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

menantang. 9) Membimbing siswa menyimpulkan pelajaran Rata-rata

100.00%

100.00%

91.54%

95.59%

Rata-rata hasil aktivitas siswa disajikan pada Tabel 4 pada uji kelompok kecil adalah 89,53% termasuk dalam kriteria sangat baik/sangat aktif, sedangkan pada uji lapangan terbatas adalah 95,29% termasuk dalam kriteria sangat baik/sangat aktif. Hal ini menunjukkan bahwa adanya interaksi yang baik antara siswa dengan lembar kerja siswa, serta siswa dengan guru. Tabel 4 Hasil observasi aktivitas siswa Aspek 1) Mengidentifikasi, merepresentasi dan merumuskan masalah. 2) Memilih strategi dan merencanakan langkah pemecahan masalah. 3) Melakukan pemecahan masalah/penyelidikan (pengamatan, pengumpulan data, interpretasi data) dan memonitor penerapan strategi. 4) Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelidikan. 5) Merefleksikan hasil penyelidikan bersama guru. 6) Melaksanakan tugas remedial dan lainnya berupa pengayaan 7) Menyimpulkan materi pelajaran. Rata-rata

Kelompok kecil

Lapangan terbatas

83.33% 93.75%

93.75% 94.79%

92.36%

90.97%

85.42% 93.75% 100.00% 77.08%

90.63% 100.00% 100.00% 97.92%

89.53%

95.29%

Kegiatan pembelajaran dengan model i-SMART direspon positif oleh siswa. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya respon siswa setuju dan sangat setuju terhadap komponen minat mengikuti pembelajaran model i-SMART, kejelasan instruksi/penjelasan guru, dan penggunaan LKS dengan pertanyaan metakognitif, simulasi membatu untuk memahami dan memecahkan masalah kimia sebesar 92%. Slavin (2006) mengatakan bahwa informasi yang disajikan baik secara visual maupun secara verbal diingat lebih baik daripada informasi yang hanya disajikan dengan salah satu cara.

Persentase

100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%

64%

SS S RR TS STS

53% 36% 28% 8% 3% 0% Kelompok Kecil

7% 1% 0% Uji

Lapangan terbatas

Gambar 1 Hasil respon siswa uji kelompok kecil dan lapangan terbatas

Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA 338

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

Keefektifan Model i-SMART 1. Tes Keterampilan metakognitif Data hasil tes keterampilan metakognitif siswa yang didapatkan dari pre- test dan post-test berdasarkan kriteria dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil pre-test dan post-test keterampilan metakognitif Keterampilan metakognitif Persentase Kategori O1 O2 % 0 – 20 Belum Berkembang 6 17,1 21 – 40 Masih Sangat Beresiko 27 77,1 1 41 – 60 Mulai Berkembang 2 5,8 28 61 – 80 Sudah Berkembang Baik 3 81 – 100 Berkembang Sangat Baik 3 Jumlah 35 100 35 Keterangan: O1 = pre-test; O2 = post-test

% 2,8 80 8,6 8,6 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa perkembangan keterampilan metakognitif mengalami peningkatan saat pre-test dan post-test. Hasil pre-test yang lebih dominan adalah kategori masih sangat beresiko sebesar 77,1%. Hasil post-test yang dominan meningkat menjadi kategori mulai berkembang yaitu sebesar 80%. Ada 8,6% siswa yang pencapaian nilai post-test keterampilan metakognitifnya dalam kategori sudah berkembang baik, peningkatan keterampilan metakognitif yang terjadi disebabkan adanya pelatihan keterampilan metakognitif. Rata-rata keterampilan metakognisi siswa disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil nilai rata-rata keterampilan metakognitif Keterampilan metakognitif Pre-test Post-test 12,5 35 41,67 95 27,09 65

Nilai Terendah Tertinggi Rata-rata

Model i-SMART dapat membuat siswa lebih sadar memantau proses dan hasil belajarnya yang berdampak pada hasil belajar yang dicapai siswa. Secara keseluruhan, klasifikasi persentase post-test pada setiap indikator keterampilan metakognitif siswa terdapat pada Gambar 2. 90 80

78.47

73.25

71.48

70 58.33

60 50

52.31

45.13

40

45.11

Pre-test

33.33 28.68

30

Post-test 19.44

20 10 0 Representing

Planning

Monitoring

Evaluating

Transfering

Gambar 2 Persentase setiap keterampilan Metakognitif Seminar Nasional Pendidikan IPA

339

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa presentase capaian keterampilan metakognitif dari prosentasi besar ke kecil secara berurutan, yaitu: planning, representing, transfering, monitoring, dan evaluating. Hasil analisis deskriptif N-gain keterampilan metakognitif siswa menunjukkan rata-rata nilai N-gain adalah 0,53 termasuk kategori sedang. 2. Kuesioner metakognitif Hasil kuesioner pre-test dan post-test metakognitif yang telah diisi siswa menunjukkan bahwa keterampilan metakognitif siswa dalam kategori sudah berkembang baik, dapat dilihat pada Gambar 3. 80 70

73.25 66.36

71.48 73.79

68.5770.55

68.57 57.84

60

55.64

49.04

50

Pre-test

40 30

Posttest

20

10 0 Representing

Planning

Monitoring

Evaluating

Transfering

Gambar 3 Hasil kuesioner keterampilan metakognisi

Keberhasilan keterampilan metakognisi tidak hanya dapat dilihat berdasarkan hasil tes tertulis, namun dapat juga dilihat berdasarkan hasil pengisian kuesioner keterampilan metakognisi. Gambar 2 menunjukkan bahwa perkembangan keterampilan metakognisi siswa meningkat dari pre-test ke post test. Hasil ini disebabkan siswa sudah mampu mengembangkan keterampilan metakognisi setelah proses pembelajaran. Keterampilan metakognisi dapat terbentuk dengan kebiasaan yang dilakukan dan dilatih terus menerus. Peran guru memberikan pengarahan kepada siswa dan penerapan model pembelajaran sangat besar bagi peningkatan keterampilan metakognisi. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiningsih (2012) bahwa strategi mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi siswa secara optimal mampu mengubah tingkah laku siswa secara lebih efektif dan efisien sehingga akan meningkatkan pemahaman dan penguatan ingatan serta perubahan sikap sehingga hasil belajar lebih tahan lama. Hasil kuesioner keterampilan metakognisi, dimana indikator keterampilan yang berhasil dicapai oleh siswa dengan persentase tertinggi ke terendah berturut-turut adalah keterampilan planning, representing, monitoring, transferring, dan evaluating. 3. Hasil belajar kognitif Data hasil tes kognitif siswa yang diperoleh dari pre-test dan post-test dapat dilihat pada Tabel 7 dan rata-rata nilai kelasnya ditampilkan pada Tabel 8.

Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA 340

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

No 1. 2. 3 4. 5. 6 7. 8. 9. 10.

Tabel 7 Hasil nilai pre-test dan post-test hasil belajar kognitif siswa Frekuensi Interval Nilai Pre-test Post-test 0-10 16 0 11-20 12 0 21-30 7 2 31-40 0 0 41-50 0 2 51-60 0 2 61-70 0 1 71-80 0 9 81-90 0 6 91-100 0 13 Jumlah 35 35 Tabel 8 Rata-rata nilai pre-test dan post-test hasil belajar kognitif siswa Hasil belajar kognitif Nilai Pre-test Post-test Terendah 8 30 Tertinggi 24 100 Rata-rata 32 80

Data hasil belajar kognitif siswa bila dikategorikan berdasarkan standar ketuntasan yang berlaku di SMA Negeri 1 Banjarmasin dapat dilihat pada Tabel 9. Nilai <80 ≥80

Tabel 9 Standar Ketuntasan Belajar Mengajar Jumlah siswa Keterangan 7 Tidak tuntas 28 Tuntas

Persentase jumlah siswa yang mencapai ketuntasan mencapai 80%. Tingkat pemahaman siswa terhadap materi termokimia tiap indikator dapat dilihat pada Tabel 10. No. 1. 2. 3. 4. 5.

Tabel 10 Persentase pemahaman materi siswa pada materi termokimia Persentase (%) Indikator Pre-test Post-test Membedakan sistem dan lingkungan, reaksi eksoterm dan 48.57 91,43 endoterm Membedakan macam-macam perubahan entalpi 22.86 71.43 Menentukan ∆H berdasarkan kalorimetri 25.71 74.29 Menentukan ∆H berdasarkan Hukum Hess 34.29 82.85 Menentukan ∆H berdasarkan data energi ikatan 28.57 80.00 Rata-rata

32.00

80.00

Analisis deskriptif N-gain hasil belajar kognitif siswa adalah 0,76 termasuk kategori tinggi. Hasil ini sesuai dengan pendapat beberapa ahli, seperti Coutinho (2007) mengemukakan bahwa metakognisi penting dalam pembelajaran dan merupakan prediktor kuat dari keberhasilan akademis. Siswa dengan metakognisi yang baik akan menunjukkan prestasi akademis yang baik dibandingkan dengan siswa dengan Seminar Nasional Pendidikan IPA

341

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

metakognisi yang kurang baik. Metakognisi memungkinkan siswa memiliki strategi dalam belajar misalnya, belajar informasi baru daripada hanya berfokus pada mempelajari informasi yang telah dipelajari (Everson dan Tobias, 1998). Rahman dan Phillips (2006) juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara metakognisi dengan prestasi akademik. Iskandar (2014) menyatakan bahwa pendekatan keterampilan metakognisi bila diterapkan dalam pembelajaran ternyata memberikan dampak positif, terutama di dalam hasil belajar. Hal ini disebabkan karena keterampilan metakognitif merupakan cara bagi siswa untuk menata kembali cara berpikirnya, yaitu dengan meninjau kembali tujuan, bagaimana cara mencapai tujuan belajar, bagaimana mengatasi kendala, dan mengevaluasi. Jadi model pembelajaran i-SMART efektif dalam meningkatkan hasil belajar kognitif. 4. Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa dalam model i-SMART dilatih pemecahan masalah dengan mengacu pada empat indikator keterampilan pemecahan masalah dari Polya (1973) yang diadaptasi oleh Wati dan Sholahuddin (2015), yaitu: Understanding problem, Planning problem solving, Executing planning, dan Reflecting. Model i-SMART dalam tahap awal pelatihan pemecahan diberikan scaffolding pertanyaan metakognitif, namun diharapkan ketika siswa mulai terbiasa dengan pola pikir demikian, siswa tidak perlu lagi dibimbing dengan menggunakan pertanyaan metakognitif dalam memecahkan masalah. Pembiasaan ini akan menyebabkan siswa secara otomatis akan berpikir dan memiliki pola pikir demikian. Meningkatnya keterampilan metakognitif berdampak pada peningkatan hasil belajar kognitif dan keterampilan pemecahan masalah, seperti pada hasil pre-test dan post-test pada Tabel 11. Hal ini sejalan dengan temuan Mevarech dan Kramarski (1997) bahwa metakognitif dikombinasikan dengan pembelajaran kooperatif berdampak positif terhadap hasil belajar kognitif dan keterampilan memecahkan masalah pada umumnya. Tabel 11 Keterampilan memecahkan masalah per komponen pada pre-test dan post-test Indikator Keterampilan Persentase Jenis Pertanyaan Metakognitif Pemecahan Masalah Pre-test Post-test Understanding problem Comprehension and connection 57,14 96,32 questions Planning problem solving Connection and strategic questions 45.71 78,68 Executing planning Stategic questions 42.86 74.29 Reflecting Reflection questions 31,62 71,43 Total 177,33 320,72 44.33 80,18 Rata-rata

Peningkatan persentase keterampilan pemecahan masalah siswa dari 44,33% (pre-test) menjadi 80.18% (post-test), karena saat proses pemecahan masalah, siswa sudah dibiasakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan metakognitif pada setiap tahap siswa menyelesaikan suatu permasalahan. Hal ini bertujuan agar memunculkan kesadaran siswa baik kesadaran berpikir maupun kesadaran bertindak dalam pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulbar (2010) yang menyatakan bahwa metakognisi siswa memiliki peranan penting dalam menyelesaikan masalah, khususnya dalam mengatur dan mengontrol aktivitas kognitif siswa dalam menyelesaikan masalah, sehingga belajar dan berpikir yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan masalah menjadi lebih efektif dan efisien. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA 342

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

Penerapan model i-SMART memiliki dampak positif terhadap kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Kemampuan tersebut terlihat dari hasil belajar kognitif serta keterampilan metakognitif siswa yang mengalami peningkatan dari pretest ke post test. Siswa tidak hanya mengetahui bagaimana memecahkan suatu masalah, tetapi juga siswa mulai mengetahui apa yang mereka ketahui dan bagaimana mengatur apa yang mereka ketahui tersebut untuk memecahkan masalah. Hasil ini sesuai dengan Toit dan Kotze (2009) yang menyatakan bahwa siswa yang memiliki keterampilan metakognisi yang baik akan menjadi seorang solver yang lebih baik dan berdampak pada hasil belajar (prestasi akademik). Anggo (2011) berpendapat bahwa metakognisi berperan penting terutama dalam meningkatkan kemampuan belajar dan memecahkan masalah. Terdapat keterkaitan yang sangat erat antara hasil belajar dengan keterampilan metakognitif, dan keduanya merupakan satu rangkaian tidak terpisahkan. Siswa dengan keterampilan metakognisi tinggi mampu memecahkan permasalahan-permasalahan yang diberikan oleh guru dengan baik, sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan. Hal ini berdampak pada hasil belajar siswa yakni siswa dengan keterampilan metakognisi tinggi akan memiliki prestasi kognitif yang lebih baik daripada siswa dengan keterampilan metakognisi rendah. IV. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Enam langkah model i-SMART yang dioperasionalkan dalam RPP dan LKS terlaksana dengan baik, siswa mulai terbiasa untuk memecahkan masalah dengan melibatkan keterampilan metakognisi. 2. Model i-SMART layak digunakan, karena pada ujicoba terbatas efektif meningkatkan capaian hasil belajar kognitif, keterampilan metakognitif dan pemecahan masalah. 3. Siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran dengan model i-SMART. Saran-saran yang dapat penulis kemukakan sehubungan dengan hasil penelitian yang diperoleh adalah: 1. Sebelum melakukan kegiatan pengamatan fenomena masalah, siswa dimodelkan cara menggunakan alat dan bahan agar tidak mengalami kesulitan dalam mengoperasikan alat, bahan atau simulasi yang digunakan dalam percobaan. 2. Guru sebaiknya memberikan scaffolding kepada siswa ketika melatihkan keterampilan metakognisi dalam proses pembelajaran agar keterampilan metakognisi siswa dapat berkembang lebih baik. 3. Guru dapat menerapkan model i-SMART dalam pembelajaran bahan kajian kimia lainnya, terutama pada topik-topik yang memiliki karakteristik makroskopis, submikroskopis, simbolik dan pemecahan masalah. DAFTAR PUSTAKA Anggo, M. 2011. Pelibatan Metakognisi dalam Pemecahan Masalah Matematika. Edumatica. Vol. 1, Nomor 01 April 2011, 1-8. Anderson, O. W. dan Krathwohl, D. R (Eds). 2001. A Taxonomy for Learning Teaching, and Assessing A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Addison Wesley Longman, Inc Biryukov, P. 2003. Metacognitive Aspect of Solving Combinatorics Problems. [Online]. http://www.cimt.pymouth.ac.uk/journal/biryukov.pdf. [27 Oktober 2010] Brown, A. L. 1987. Metacognition. Executive control, self regulation and other more mysterious mechanisms. In F. E. Weiner dan R. H. Kluwe (Eds.), metacognition, motivation, and understanding. Hillsdale, NJ: Erlbaum. Seminar Nasional Pendidikan IPA

343

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

Brown, T. 2004. Critical thinking and learning: An encyclopedia for parents and teachers: Bloom’s taxonomy and critical thinking. Westport: Greenwood Press. Budiningsih, A. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta Chernokova, T. E., 2014. Features of the Metacognition Structure for Pre-school Age Children. Procedia - Social and Behavioral Sciences Volume 146, Pages 1-486 (25 August 2014). Original Research Article; Pages 203-208. Cooper, M.M., Sandi-Urena, G.S. dan Stevens, R. 2008. Reliabel multi method assessment of metacognition use in chemistry problem solving. Chem. Educ Res. Pract., 2008, 9:18-24. www.rsc.org/cerp. Coutinho, S.A. 2007. The Relationship Between Goals, Matacognition and Academic Success. Research Paper-Educate. Vol. 7, No. 1, pp-39-47. Efklides, A. 2008. Metacognition: Defining its facets and levels of functioning in relation to self- and co-regulation. European Psychologist, 13, 277–287. Efklides, A. 2011. Interactions of Metacognition with Motivation and Affect in SelfRegulated Learning: The MASRL Model. Educational Psychologist, 46(1), 6–25. Eggen, P. D. dan Kauchak, D.P. 2013. Educational psychology: Windows on clasrooms (9th edition). New Jersey: Pearson. Ernest, P. 1991. The Philosophy of Mathematics Educations. London: Falmer Press. Everson, H. T., dan Tobias, S. 1998 The ability to estimate knowledge and performance in College: A metacognitive analysis. Instructional Science 26, 65-79. Gall, M. D., Gall J. P., dan Borg W. R. 2003. Educational Research An Introduction (7 th Edition). Allyn dan Bacon. Hake, R. R. 1998. Interactive-Engagement Versus Traditional Method: A Six-ThousandsStudent Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses, American Journal of Physics, 66 (1), pp. 64-74. Hollingworth, R. W., dan Mcloughlin, C. 2001. Developing Science Student’s Metacognitive Problem Solving Skills. Journal of Educational Technology. Australian, 17(1), 50-63. Howard, J. B. 2004. Metacognitive Inquiry. School of Education Elon University, (Online), diakses 11 Maret 2006. Iskandar, M. Srini. 2014. Pendekatan Keterampilan Metakognitif Dalam Pembelajaran Sains di Kelas. (Online). ERUDIO, Vol. 2, No.2, Desember 2014. Jacob, C. 2003. Mengajar Keterampilan Metakognitif dalam Rangka Upaya Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika. Jurnal Matematika, Aplikasi dan Pembelajarannya, 2 (1), 17-18. FMIPA Universitas Negeri Jakarta. Kemendikbud 2013. Permendikbud No. 69 Tahun 2013 Tentang Kurikulum SMA-MA. Khairuna, M. P. 2010. Penerapan Pendekatan Metakognisi untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas V SD dalam Memodelkan Soal Cerita Matematika pada Pokok Bahasan Pecahan. Tesis Magister. Program Pascasarjana UNIMED, Medan. Tidak dipublikasikan. Kipnis, M. dan Hofstein, A. 2007. The Inquiry Laboratory as a Source for Development of Metacognitive Skills. International Journal of Science and Mathematics Education. 6: 601-627. National Science Council, Taiwan (2007). Kramarski, B., dan Mizrachi, N. 2004. Enhanching Mathematical Literacy with The Use of Metacognitive Guidance In Forum Discussion. 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, 3, pp. 169176. Livingston, J.A. 1997. Metacognition: An Overview (online). http://www.gse.buffalo.edu/ fas/ shuell/CEP564/Metacog.html. Diakses pada tanggal 26 September 2010. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA 344

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

Mevarech, Z., dan Fridkin, S. 2006. The effects of IMPROVE on mathematical knowledge, mathematical reasoning and meta-cognition. Springer: Metacognition Learning , 1, 85-97. Mevarech, Z. R., dan Kramarski, B. 1997. IMPROVE: A Multidimensional Method for Teaching Mathematics in Heterogeneous Classrooms. American Education Research Journal, 34 (2), 365-394. Marzano, R. J. 1998. Metacognition. (Online), http://academic.pg.cemd.us-wpeirce/ MCCCTR/metacao-1 Diakses: 10 Oktober 2008. Mulbar, U. 2010. Metakognisi Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. Makalah Seminar Nasional, Bandung. Hlm: 1-10. Moore, K. D. 2005. Effective Instructional Strategies From Theory to Practice. Thousand Oaks: Sage Publications. P, 295-300. OECD. 2013. PISA 2012 Results: What Students Know and Can Do-Student Performance in Mathematics, Reading and Science, Volume I. PISA, OECD. http://dx.doi.org/10.1787/9789264201118-en. Otero, J. 2009. Question Generation and Anomaly Detection in Texts. Dalam Hacker, D.J., J. Dunlosky dan A.C. Graesser. Handbook of Metacognition in Education. New York: Routledge. Polya, G. 1973. How To Solve It; A New Aspect of Mathematical Method (2nd ed.) Second Printing. New Jersey: Princeton University Press. Rahman, S dan John Arul Philips. 2006. Hubungan antara Kesadaran Metakogisi, Motivasi dan Pencapaian Akademik Pelajar Universiti. Jurnal Pendidikan. 31: 21-39. Renner, J.W., Abraham, M.R., Birnie, H. H. 1988. The necessity of each phase of the learning in teaching high school physics. Journal of Research in Science Teaching. Vol 25(1), 39-58. Rickey, D. dan Stacy, A. M. 2000. The role of metacognition in learning chemistry. Journal of Chemical Education. Vol. 77 No. 7, pp. 915-920. Santrock, J.W. 2011. Educational Psychology; 5th Edition. New York: McGraw-Hill. Schunk, D.H., dan Zimmerman, B.J. (Eds.). 1994. Self-regulation of learning and performance. Hillsdale, NJ: Erlbaum. Slavin, R.E. 2006. Educational Psychology, Theory and Practice. Eighth Edition. Boston, New York, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore: Pearson. Susantini, E. 2004. Memperbaiki Kualitas Proses Belajar Genetika Melalui Strategi Metakognitif dalam Pembelajaran Kooperatif pada Siswa SMU. Disertasi tidak dipublikasikan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Syahmani, Irhasyuarna, Y. dan Kusasi, M. 2013. Analisis Kebutuhan Bahan ajar dan Asesmen Pembelajaran Kimia yang Melatihkan Kemampuan Metakognisi dalam Pemecahan Masalah Kimia SMA Kelas I Semester I. Jurnal Vidya Karya Jilid 27 No 3, Oktober 2013. Syahmani. 2015. Using metacognitive skills in learning chemistry through problem solving. Proceedings of International Seminar Chemistry Education. Samarinda: Mulawarman University. 234-245. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Tan, O.S. 2004. Enhanching Thinking Problem Based Learning Approached. Singapura: Thomson. Toit, S. d., dan Kotze, G. 2009. Metacognitive Strategies in the Teaching and Learning of Mathematics. Pythagoras, 70, 57-67. Seminar Nasional Pendidikan IPA

345

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 http://www.s2ipa.unlam.ac.id/category/publikasi-ilmiah/proceeding/seminar-nasional-pendidikan-ipa-2016/

Wati, D.E dan Sholahuddin, A. 2015. The Difference of Cognitive Learning Outcome Between Students Who Learned by Using Problem Solving and Possing Problem Learning Model in Salt Hydrolysis Material. Proceedings of International Seminar Chemistry Education. Samarinda: Mulawarman University. pp 218-233.

Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA 346

42. Syahmani.pdf

Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. 42. Syahmani.pdf. 42. Syahmani.pdf. Open. Extract. Open with.

635KB Sizes 3 Downloads 251 Views

Recommend Documents

42 42 ff
GEORGES BIZET. From Carmen. Prelude. 42. 42 ff. Allegro giocoso. 6. 11. Creative Commons Attribution-ShareAlike 2.5 ...

42.pdf
(07) If a number 'x' is selected from natural numbers 1 to 100, then the Probability for (x + 100/x ) > 29. is. 1). 41. 50. 2). 47. 50. 3). 39. 50. 4). 37. 50. (08) The letters of the word “ T R I A N G L E ” are arranged at random. The Probabili

42.pdf
instrument to support the personal and professional development of ... performance”, “freedom of instructions and self-reliance”, “economic self-sufficiency”, a ... and entrepreneurs, the issues related to planning and organisation play an

42.pdf
two percent of the small firms that could benefit from electronic. commerce are doing so, while 95 percent of the Fortune 500 use EDI. What accounts for this ...

pdf-1444\theakers-quarterly-fiction-42-volume-42-by-stephen ...
... apps below to open or edit this item. pdf-1444\theakers-quarterly-fiction-42-volume-42-by-st ... a-karin-psarras-mitchell-edgeworth-jacob-edwards-h.pdf.

Untitled-42
sox J18S ow keys Dr sh. Adu's no 6313 o. 7 / .2resole -u. //op-17s easi-re/se M3. &O27, 2)QAC O/2A/. Gerr-, a ray. O77-32- 97- 4a 344 x 4. 2 Os)?44- 2325i.

42.pdf
Developing analytical skills. • Eliciting a sense ... Should the concepts of rule-based and care- based ... Certainly common content would allow experimentation.

42.pdf
Page 1 of 2. jS sL La Cvi ertili a. Colaboran en este número: Luceli Patino. Martha Fajardo. Luz Angela Castaño. Diseño: Centro de Recursos Educativos.

42.pdf
que transformar al espectador en actor. ... ext 266 o a [email protected]. Su distribución es gratuita. Page 2 of 2. 42.pdf. 42.pdf ... Displaying 42.pdf.

42.PDF
training. Whoops! There was a problem loading this page. Retrying... Whoops! There was a problem loading this page. Retrying... 42.PDF. 42.PDF. Open. Extract.

Physics (9702/42)
Examiner's. Use. Section A. Answer all the questions in the spaces provided. 1 (a) A moon is in a circular orbit of radius r about a planet. The angular speed of ...

GO 42 GUNTUR.pdf
Aug 7, 2015 - 28174301124 MPPS PS3 RD WARD. 96. 1 ...... 28173901402 MPPS MAIN ROAD. TOTAL ...... 28175000309 MPPS Cherukupalli(APP). 23. 0.

Accounting (9706/42)
You may use a soft pencil for any diagrams, graphs or rough working. .... Quilp was discouraged by the performance of the business and decided to withdraw ...

42.pdf
book points out the applications of statistics to the data in both daily life and academic ... readers'perception of statistics importance and value to their real lives.

Physics (9702/42)
S3. Fig. 5.1. Each particle has speed v and charge q. There is a uniform magnetic ..... 11 A simplified block diagram of a mobile phone handset is shown in Fig.

Map 42.pdf
Sign in. Page. 1. /. 1. Loading… Page 1 of 1. Page 1 of 1. Map 42.pdf. Map 42.pdf. Open. Extract. Open with. Sign In. Main menu. Displaying Map 42.pdf. Page 1 ...

FileHandler (42).pdf
B.TECH. (Bio Technology) 5304 4002819 RITESH KUMAR. B.TECH. (Bio Technology) 5419 4137246 ARADHANA MAURYA. B.TECH. (Bio Technology) 7286 4019273 SHRAVAN KUMAR. B.TECH. (Bio Technology) 7675 4006960 BHIM BHASKAR. B.TECH. (Bio Technology) 7773 4091717

42.ZAHVALNICA pdf.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. 42.

Telemaster 42.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Telemaster 42.

NOMOR 42.pdf
There was a problem loading this page. Retrying... NOMOR 42.pdf. NOMOR 42.pdf. Open. Extract. Open with. Sign In. Main menu. Displaying NOMOR 42.pdf.

42-50.pdf
covering dimension function of topological spaces by using -open sets. For this. dimension ... a topological space,. and (or simply, and ) will denote spaces on which no separation. axioms are assumed unless explicitly stated. .... 42-50.pdf. 42-50.p

Acta-42.pdf
Catalina Pérez Vargas. Boris Efraín Sánchez Silesky. María de los Angeles Brenes Oviedo. Mariana Irela Collado Solís. Alvaro González Cháves. Ronald Arturo Corrales León. Carlos Alberto Durán Naranjo. Egidio Gamboa Leiva (en propiedad). REGIDORES SUP

PDF 42.pdf
Page 1 of 16. entrepreneurship, balancing between social enagagement and management: pratical evidence 1. ENTREPRENEURSHIP, BALANCING BETWEEN. SOCIAL ENGAGEMENT AND MANAGEMENT: PRACTICAL EVIDENCE. Daniël De Steur, General Director, Economic Council