4
#1 | 1 - 15 Jan 2016
poros media #1
roda pemerintahan bukan sesuatu yang penting. Ia harus diganti dan dicampakan. Ketiga, bila ikhtiyar kita memang murni karena mengharap perubahan dan tidak ada embel-embel lain selain perubahan itu sendiri, maka kita harus memulai untuk memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Adapun sistem yang baik hanyalah mampu lahir dari zat yang maha baik, apalagi kalau bukan Islam? Ya, syariah Islam merupakan solusi yang sempurna dan paripurna. Sedangkan pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang tunduk patuh menjalankan syariah Islam. Dan ini semua tersimplifikasi dalam sistem pemerintahan Islam dengan Institusinya bernama khilafah. Gerak Mahasiswa di tahun 2016 Pembicaraan tentang political outlook bagi mahasiswa tentu memiliki ruang tersendiri yang dalam perjalanan sejarahnya selalu padat dengan semangat heroisme. Namun saat nilai kritisme yang tak membumi seperti sekarang ini menyebabkan perbincangan dalam membawa misi pergerakan selalu menuju ranah yang berputar-putar. Untuk itu meneguhkan misi untuk memperbaiki Indonesia dengan syariah Islam lewat institusi khilafah merupakan ide yang seharusnya mainstream. Oleh karena itu upaya mahasiswa dalam bergerak sepatutnya hanya tercurah pada pembicaraan seputar Islam saja. Karena hanya dengan syariah Islamlah yang terterap dibawah khilafah Indonesia dan dunia akan menjadi baik. [] Aab Elkarimi ====================================== Sumber bacaan: [1] Buletin AL-ISLAM edisi No.786 [2] Baswir, Revrisond . 2009. Bahaya Neoliberalisme. Pustaka Pelajar: Yogyakarta [3] Ibid
Media politik mahasiswa POROS MEDIA, terbit setiap dua pekan. Penerbit: Crew Media Mahasiswa Poros Media. Pimred : Ezufatrin | Layout : Bang Ipul | Kontributor : Bayu_Revolt, Panji, Fadli_Revolt, M.Imaddudin, Aab, Kang Asep, Agus e-mail:
[email protected]. MAKTAB MAHASISWA Timoho Barat 2 no.5 RT03/RW03 Bulusan Tembalang Semarang. info kontak: Semarang: 087832941256 Magelang: 085640584535 Solo: 085642097009 Purworejo: 085712779910 Wonosobo: 08562658932 Purwokerto: 085782471711
www.porosmedia.net
media politik mahasiswa
POROS MEDIA POLITICAL OUTLOOK 2016
KEMANA
B E R L A B U H N YA INDONESIA RAYA
?
2
poros media #1
I
ndonesia yang tempo lalu dideklarasikan sebagai negeri yang menuju gerbang kemerdekaan nampaknya akan tetap berada di depan gerbang. Alih-alih berjalan maju dan masuk pada area kemerdekaan, yang terlihat adalah langkah mundur dengan beragam intrik untuk tidak disebut mundur. Ini terbukti dalam perjalanan negeri di tahun 2015 lalu. Tak bisa dilupakan, sederet peristiwa politik yang hadir terkesan menghina dengan mengabaikan aspek-aspek yang mendasari kemerdekaan. Catatan hitam 2015 nampaknya akan juga berulang di tahun ini, dimulai dari diberlakukannya JKN dan BPJS kesehatan yang akan semakin diperkuat di tahun ini, sampai pada gelombang MEA yang 31 Desember 2015 lalu loncengnya resmi dibunyikan. Pertanyaan klise yang tetap akan muncul adalah seberapa jauh ikhtiyar pemerintah Indonesia di tahun 2016 ini untuk maju dan merdeka?. Pembicaraan terkait maju dan merdeka ini hendaknya didudukan ulang dan diurus perbendaharaan makna kata dari merdeka dan maju. Jika definisi makna merdeka dan maju diserahkan total pada penafsiran kapitalisme maka inilah kita; yang sedang berusaha berneoliberalisme ria dan berliberal raya agar dikata maju dan merdeka. Namun manakala kita dudukan maknanya dalam perspektif Islam, sirnalah sudah hakikat 'riayatul ummah bi-syariatil Islam' melayani ummat dengan syariah Islam. Terminologi dari riayah (melayani) merupakan sebuah usaha yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan publik (ummat) dan ini sama sekali tidak terlihat pada kebijakan pemerintah di era saat ini. Sebagai contoh kebijakan JKN dan BPJS sebagai bentuk asuransi sosial yang dipaksakan kepada seluruh lapisan masyarakat[1], sedang Negara berhak untuk engkang kaki dan berlepas tangan dalam bidang kesehatan. Berjalan Tanpa Kompas Seperti yang sudah diduga sebelumnya, neoliberalisme yang dibukakan krannya
menjadikan Indonesia kelimpungan. N e o l i b e ra l i s m e i n i , s e p e r t i ya n g dikatakan Revrisond Baswir merupakan bentuk baru atau penyempurnaan dari paham ekonomi liberal. Sebagai salah satu varian dalam naungan kapitalisme… [ 2 ] . Artinya, liberalisme yang identik lahir dari kapitalisme merupakan asas dari ekonomi ini. Kita sepatutnya kembali menegaskan jika merdeka
poros media #1
bukanlah bebas seenak udel, tentu dari sini adanya 'kompas' sebagai alat penuntun sangat diperlukan. N a m u n a p a l a c u r, n a s i s u d a h membubur!. Di Indonesia, pelaksaanaan agenda-agenda ekonomi liberal secara masif berlangsung setelah perekonomian Indonesia mengalami krisis moneter pada 1997/1998. Secara terinci hal itu dapat disimak dalam berbagai nota kesepahaman yang ditandatangani pemerintah bersama IMF [ 3 ] . Pertanyaan lanjutan dari ketiadaan parameter yang menjadi penunjuk arah negeri ini adalah nasib yang sarat menjadi objek tarik ulur, yaitu p a d a s a a t i n t e r ve n s i a s i n g d a n liberalisasi tidak bisa dibantah. Lantas apa jadinya jika Indonesia dalam perjalanannya tidak memiliki kompas? Islam Sebagai Solusi Bila kita benar-benar ingin melepas belenggu dari beragam persoalan multidimensi yang melanda negeri ini cobalah untuk mengurai masalah secara rinci, dengan merangkai logika yang tak patah di tengah-tengah. Nasib buruk ini dikarenakan lalai nya kita mencermati solusi alternatif yang ditawarkan Islam. “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (TQS ar-Rum [30]: 41)
3 Pandangan politik di tahun 2016 ini hanyalah harapan-harapan yang tak berkesudahan jika tidak dipecahkan akar masalahnya. Oleh karena itu, kami merangkum beberapa poin yang dalam hal ini mencoba merangkai masalah negeri ini dan menawarkan Islam sebagai pemecah masalah. Pertama, diterapkannya sistem sekuler ya n g m e n i a d a k a n A l l a h s e b a g a i pembuat hukum merupakan permasalahan krusial dan utama. Saat ini dihampir sebagian negeri, termasuk di dalamnya Indonesia, hukum dan kebijakan lahir dari rahim voting, otomatis nilai yang terbentuk --termasuk pemahaman masyarakat terhadap sesuatu perkara-- hanya berlandaskan manfaat saja. Pangkal masalah ini sebetulnya yang harus menjadi titik tolak pemecahan masalah. Sehingga akar perjuangan tertancap dengan satu tujuan, mengembalikan kedudukan hukum di tangan Allah (syara). Kedua, demokrasi yang menjadi alat bagi elit politik dalam mengendalikan rakyat hanyalah pepesan kosong dan sarana gambling tanpa arti. Hal ini dikarenakan akumulasi biaya kampanye yang tinggi sehingga membuka celah untuk tindak korupsi. Belum lagi dalam proses legislasi hukum, dikarenakan modal kampanye yang disokong kaum kapital, maka kebijakan disetir dan diarahkan sesuai kehendak tuan. Ini membuktikan bahwa perbincangan terkait demokrasi dalam berjalannya