Vol. 2 No.2 April 2016

ISSN:2477–5258

&

ISSN : 2477 – 5258

Page |i

STREERING COMMITE 1. Dean of Engineering Faculty of Teuku Umar University 2. Head of Departement of Civil Engineering of Teuku Umar University

TIM MITRA BESTARI EDITORIAL 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Prof. Madya Dr. Ir. Abdul Naser Bin Abdul (Universiti Sains Malaysia) Prof. Bambang Sunendar, M.Eng (Instisut Teknologi Bandung) Ali Awaludin, S.T., M.Eng., Ph.D (Universitas Gadjah Mada) Dr. I Gusti Lanang Bagus Eratodi, S.T., M.T ( Universitas Udayana) Dr. Ir. Sofyan M. Saleh, M.Sc., Eng (Universitas Syiah Kuala) Dr. Azmeri, S.T., M.T (Universitas Syiah Kuala)

TIM PENGELOLA JURNAL 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pengarah Penanggung Jawab Koordinator Redaktur Editor Desain Grafis

: Prof. Dr. Jasman J. Ma’ruf, S.E., MBA : Dr. Ir. H. Komala Pontas : Astiah Amir S.T., M.T : Muhammad Ikhsan, S.T., M.T : Dewi Purnama Sari, S.T., M.Eng : Muhammad Arrie Rafshanjani Amin, S.T., M.T

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | ii

DAFTAR ISI

Editorial ........................................................................................................................ i Daftar Isi ....................................................................................................................... ii Kajian Prioritas Penanganan Sistem Drainase Kota Sabang-Provinsi Aceh ................ 1 Perilaku Lentur Balok Profil Double Kanal (C) Ferro Foam Concrete ........................ 10 Analisis Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dan Penghematan Waktu Perjalanan .......................................................................................................... 19 Pengaruh Zat Tambah Abu Cangkang Sawit Terhadap Kuat Tekan Beton Mutu Tinggi ....................................................................................................... 29 Analisis Proporsi Bubur Kertas dan Pasir Terhadap Sifat Mekanis Beton Kertas (Papercrete) ............................................................................................ 37 Sensitivitas Model Pemilihan Moda Angkutan Umum ................................................ 48 Pemanfaatan Limbah Kerak Cangkang Sawit Terhadap Balok Beton Bertulang Mutu Tinggi ................................................................................................. 59

Analisis Kelayakan Ekonomi Transportasi .................................................................. 71 Penentuan Kadar Aspal Optimum Campuran Aspal Porus Menggunakan Retona Blend 55 Dengan Metode Australia ................................................................. 80 A Case Study of Foundation Failure in The Existing Residential Building ................. 91

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |1

Kajian Prioritas Penanganan Sistem Drainase Kota Sabang-Provinsi Aceh Azmeri1, Eldina Fatimah2, Nina Shaskia3, Amir Hamzah Isa4 1,2,3

4

Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111 Dinas Pekerjaan Umum, Bidang Tata Guna Air dan Pengairan, Kabupaten Pidie Jaya

e-mail: [email protected], [email protected], [email protected], 4 [email protected]

Abstract Sabang city is one of the major tourist destinations in Aceh province and needs to ensure its area is in a low-risk flood inundation zone. However Sabang city has not had a good and comprehensive drainage system yet and often experienced flood. Its Sabang's topographical feature which consists of mountains, hills, and plains, has caused the drainage system of Sabang to be unique and special. According to Sabang Spatial Plan Year 2012 to 2017, Sabang should improve the function of its drainage infrastructures immediately. Nonetheless, due to budget constraints it is necessary to determine the handling priority of drainage system of Sabang city during the next 20 years. Determination of handling priority of Sabang’s drainage system is based on the physical, demographic, and environmental aspect and is in accordance with survey results and analysis of secondary data. The selection of priority of service areas is performed by weighted average method. Based on the analysis of the three factors described above, it can be seen that the handling priority of subwatershed for short-term is in subwatershed Anoi Itam, subwatershed Krueng Balohan and sub-watershed Pria Laot; medium-term is in subwatershed Keunekai, subwatershed Ceunohot, subwatershed Aneuk laot, subwatershed Paya Seunara; and long-term is in subwatershed Ceuhum, subwatershed Ujung Bau, subwatershed Gua Sarang, subwatershed Teupin Kareung and subwatershed Iboih. Keywords : Priority, drainage system, weighting average, Sabang city

Abstrak Kota Sabang merupakan salah satu tujuan wisata di Provinsi Aceh dan berkepentingan untuk menjaga kenyamanan wilayahnya dari banjir genangan. Namun saat ini Kota Sabang belum memiliki sistem drainase yang baik dan menyeluruh dan masih sering dilanda banjir. Wilayahnya yang berupa pegunungan, perbukitan, dan sedikit dataran, menyebabkan sistem drainase di Sabang menjadi unik dan khusus. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sabang Tahun 2012-2017, perlu segera meningkatkan fungsi sarana dan prasarana drainase. Namun karena keterbatasan anggaran daerah maka perlu dilakukan penentuan prioritas penanganan sistem drainase Kota Sabang selama 20 tahun mendatang. Penentuan prioritas penanganan sistem sistem drainase perkotaan Kota Sabang berdasarkan aspek fisik, demografi, dan lingkungan sesuai hasil survey dan analisis terhadap data sekunder. Pemilihan prioritas daerah layanan dilakukan dengan metode weighted average. Berdasarkan hasil analisis dari ketiga faktor yang dipaparkan diatas, dapat dilihat bahwa prioritas penanganan SubDAS untuk jangka pendek pada SubDAS Anoi Itam, SubDAS Krueng Balohan dan subDAS Pria Laot. Jangka menengah pada SubDAS Keunekai, SubDAS Ceunohot, SubDAS Aneuk Laot, SubDAS Paya Seunara. Dan jangka panjang pada SubDAS Ceuhum, SubDAS Ujung Bau, SubDAS Gua Sarang, SubDAS Teupin Kareung, dan SubDAS Iboih. Kata kunci : Prioritas, system drinase, weighted average, Kota Sabang

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |2

1. PENDAHULUAN

Saat ini Kota Sabang belum memiliki sistem drainase yang baik dan menyeluruh yang didukung dengan bangunan pelengkap. Wilayahnya yang berupa pegunungan, perbukitan, dan sedikit dataran, menyebabkan sistem drainase di Sabang menjadi unik dan khusus. Saat musim kemarau, hanya sedikit aliran air di sungai, saluran utama, dan sekundernya. Namun pada saat hujan, drainase baru erisis aliran air. Pada kondisi hujan baru terdeteksi bahwa banyak wilayah yang bermasalah dengan sistem drainasenya. Sistem saluran drainase Kota Sabang terbagi menjadi dua yaitu sistem drainase makro dan mikro. Genangan sering terjadi pada ruas-ruas jalan pada Saluran sekunder dan tersier terutama pada waktu hujan. Salah satu penyebabnya karena masyarakat masih punya kebiasaan membuang sampah sembarangan. Disamping itu perawatan drainase oleh masyarakat masih kurang, sehingga terjadi pendangkalan oleh sedimen lumpur atau rumput. Permasalahan prioritas yang dihadapi terkait dengan masih minimnya ketersediaan sarana drainase skala besar baik di permukiman padat penduduk maupun tempat-tempat umum seperti pasar, tempat wisata,dan taman [1]. Kota Sabang yang salah satunya merupakan wilayah tujuan wisata tentu berkepentingan untuk menjaga kenyamanan wilayahnya dari banjir genangan. Pertumbuhan penduduknya yang cukup signifikan setiap tahunnya juga menjadi persoalan tersendiri. Pertumbuhan penduduk secara linier akan mengakibatkan terjadinya peningkatan sarana dan prasarana yang berakibat terhadap perubahan tata guna dan tutupan lahan. Banyaknya konversi penggunaan lahan yang tidak diikuti dengan penanganan drainase yang tepat akan mengganggu keseimbangan pemanfaatan ruang terhadap siklus hidrologi yang tidak mampu meresapkan air ke dalam tanah. Bila konversi penggunaan lahan ini tidak diikuti dengan perencanaan drainase yang benar, maka akan menyebabkan potensi banjir di beberapa zona dihilirnya. Di samping itu, kondisi drainase yang belum tertata dengan baik, saluransaluran yang tertutup oleh sampah dan air limbah rumah tangga yang dibuang langsung ke saluran yang dapat memungkinkan terjadi genangan/banjir serta pencemaran air tanah dan laut. Menurut [2] saluran drainase perkotaan terdapat pada 88% dari seluruh jumlah kelurahan di kota-kota, namun saluran drainase yang baik hanya terdapat di 48,4% dari seluruh keluharan dan desa. Kurang berfungsinya drainase perkotaan dapat menggambarkan menurunnya layanan drainase perkotaa diakibatkan antara lain oleh waktu dan kurang baiknya pengelolaan drainase. Sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan sistem drainase di Kota Sabang, diperlukan suatu upaya perencanaan sistem drainase secara komprehensif dan terpadu. Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis pemilihan prioritas penanganan sistem drainase perkotaan Kota Sabang berdasarkan aspek fisik, demografi, dan lingkungan. Pemilihan prioritas penanganan Sub-Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan untuk jangka pendek, menengah dan panjang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Aceh dan Kota Sabang. Melalui penentuan prioritas perencanaan, maka diharapkan prioritas pembangunan dapat tersusun dengan konsep sistem terencana dan komprehensif.

2. METODE PENELITIAN Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survey dan analisis data sekunder. Metode pengolahan data menggunakan metode weighted average, untuk penentuan perangkingan berdasarkan pembobotan sehingga menghasilkan prioritas penanganan sistem drainase primer Kota Sabang. Analisis Weighted Average adalah pengambilan nilai rata-rata yang didasarkan kepada perhitungan rata-rata dengan memberikan bobot pada masing-masing nilai yang akan diambil Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |3

nilai rata-ratanya. Bobot masing-masing tidak sama, jika semua bobot adalah sama maka perhitungannya merupakan rata-rata aritmatik biasa [3]. Perhitungan rata-rata dengan teknik ini hampir sama dengan perhitungan rata-rata aritmatika biasa, hanya sedikit penambahan pada perhitungan bobotnya. Elemen data yang ada diperhitungkan bobotnya dulu, dimana data yang memiliki bobot lebih banyak akan lebih berpengaruh dari pada data dengan bobot lebih sedikit. Bobot tidak boleh negatif, beberapa diantaranya mungkin bobotnya nol, namun tidak mungkin jika semua bobotnya nol, karena jika terjadi demikian maka perhitungan tidak mungkin dilakukan. Metode ini banyak digunakan pada analisa sistem data, perhitungan diferensial dan perhitungan kalkulus integral. Berdasarkan penelitian [3], metode Weighted Average dilakukan dengan menggunakan formula berikut:

w1. x1  w2 . x2  w3. x3.........  wn . xn w1  w2  w3  .........  wn dengan: : rata-rata nilai rangking; x : nilai tiap faktor/aspek yang ditinjau; dan w : bobot tiap faktor/aspek yang ditinjau.

(1)

x

Penentuan skala prioritas penanganan sistem drainase Kota Sabang dilakukan sampai periode 20 tahun mendatang [4]. Data kondisi tataguna lahan eksisting dan tataguna lahan berdasarkan pengembangan Kota Sabang yang bersumber dari Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2012-2032 Kota Sabang. Penentuan prioritas didasarkan atas beberapa aspek, yaitu: a. Aspek fisik, meliputi panjang saluran, luas DAS, dimensi saluran, dan luas genangan dengan melakukan survey ke lapangan. b. Aspek demografi diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2013 Kota Sabang [5]dan Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sabang Tahun 2012-2032 [6]. c. Aspek lingkungan yaitu menggunakan data Studi Enviromental High Risk Assesment (EHRA) Tahun 2013, dengan Indeks Risiko Sanitasi (IRS) [1]. Hasil dari studi EHRA ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku higiene dalam skala kota Sabang. Selain menyusun prioritas penanganan sistem drainase berdasarkan 3 aspek tersebut, prioritas juga diajukan kepada pihak terkait di Kota Sabang, seperti Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya, Bapedal dan Pengairan Kota Sabang. Sehingga hasil analisis prioritas tersebut sesuai dengan kepentingan mendesak untuk segera dilakukan penanganan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem jaringan utama (major urban drainage) kota Sabang adalah sistem jaringan drainase yang mengikuti pola radial, seluruh salurannya berpencar menuju ke laut. Hal ini disebabkan kondisi topografi kota Sabang yang berpegunungan, berbukit, dan hanya sedikit yang merupakan dataran rendah. Kondisi ini di satu sisi menguntungkan, karena semua aliran dapat mengalir secara gravitasi. Namun di sisi lain perlu pertimbangan desain yang khusus, karena hampir semua saluran memiliki dasar saluran yang terjal. Kondisi ini memerlukan penentuan kecepatan aliran yang tepat untuk menghindari gerusan pada dasar dan tebing saluran. Dari hasil survey dan invetarisasi kondisi eksisting saluran drainase makro dan mikro Kota Sabang, ditemukan 73 saluran primer berupa alur dan hanya 2 buah sungai saja yaitu sungai Pria Laot dan Alue Raya. Seluruh saluran tersebut berorde tunggal dan hampir seluruh saluran tidak memiliki anak-anak sungai atau alur yang berhubungan langsung dengan saluran Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |4

primer. Saluran-saluran tersebut berupa sungai-sungai alam maupun alur-alur yang terbentuk secara alamiah mengikuti perubahan topografi dan merupakan outlet-outlet dari sub-DAS yang ada [7]. Hanya sungai Pria Laot dan Alu Raya saja yang ada airnya, sementara hampir seluruh alur tidak ada airnya. Hanya pada musim hujan saja, alur-alur tersebut dialiri oleh air hujan. Identifikasi sebaran kawasan kritis resapan dan kawasan banjir untuk zonasi pelayanan drainase pernah dilakukan [8]. Pembagian Sub-DAS Kota Sabang diberikan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Pembagian Sub-DAS Kota Sabang a.

Hasil survey sistem drainase

Berdasarkan hasil survey melalui pengukuran diperoleh informasi bahwa saluran alam dan sungai di Kota Sabang tidak panjang. Sungai terpanjang adalah sungai Pria Laot 3.862,28 meter yang berada di sub-DAS Pria Laot. Saluran atau alur yang terpendek adalah Saluran Primer Iboih sepanjang 50,59 meter yang berada di sub-DAS Iboih. Umumnya saluran memiliki lebar yang kecil dengan dinding saluran hampir vertikal. Secara keseluruhan, kondisi saluran primer Kota Sabang kurang teratur dan tidak dapat dibedakan antara saluran primer maupun saluran sekundernya. Inventarisasi saluran di daerah permukiman dilakukan untuk kedua kecamatan, yaitu Kecamatan Sukakarya dan Sukajaya, yang terdiri dari 18 gampong. Sebagian besar lokasi yang didata merupakan permukiman penduduk yang menyebar dari satu gampong ke gampong yang lain. Berdasarkan dokumen RTRW 2012-2032, sebaran pemukiman berkategori “jarang” berada di Bate Shok, Beurawang, dan Keunekai. Untuk sebaranan perumahan berkategori “sedang” berada di wilayah Kuta Ateuh, Kuta Barat, Paya Seunara, Krueng Raya, Balohan, Jaboi, Paya, Keunekai, dan Beurawang. Sebaran perumahan berkategori “tinggi” berada di wilayah Kuta Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |5

Ateuh, Kuta Barat, Ie Meulee, Balohan, Cot Abeuk, Cot Bau, dan Aneuk Laot. Wilayah-wilayah ini kerap mengalami banjir genangan saat hujan, sehingga sistem drainasenya perlu ditangani secara terpadu, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Berdasarkan hasil survey, permasalahan drainase di Kota Sabang sebagai berikut: 1. Kota Sabang belum memiliki data dan peta sistem drainase eksisting. Sehingga cukup sulit bagi pemerintah daerah untuk menjalankan program program pembuatan saluran baru, perbaikan, operasi, dan pemeliharaan. Belum terhubungkan dengan baik antara saluran primer yang sudah ada dengan saluran sekunder dan tersier di Kota Sabang. Sehingga terlihat target penanganannya hanya bersifat parsial dan temporer saja. 2. Belum tersedianya peraturan perundangan tingkat kabupaten/kota terkait dengan sistem drainase. Hal ini dibuktikan dengan belum tersedianya SOP yang jelas tentang kawasanzona yang boleh menjadi tempat tinggal masyarakat, aturan pengalokasian pendanaan dan pelaksanaan Operasi dan pemeliharaan rutin belum tersedia. Belum tersingkronkannya kerjasama baik dalam penetapan regulasi maupun program kegiatan antara Dinas Pu dengan dinas lainnya seperti Bappeda, Bapedalkep, dan LSM. 3. Kondisi fisik wilayah kajian yang dari satu sisi baik, karena topografinya yang mendukung, dimana saat hujan air dapat mengalir langsung ke laut. Namun di sisi lain, akibat kemiringan lahan yang cukup terjal, sehingga perlu pertimbangan yang baik terkait dengan kecepatan aliran. Kecepatan aliran yang tinggi dapat merusak saluran drainase yang ada. Berdasarkan hasil investigasi di lapangan, banyak ditemukan saluran primer dan sekunder, di mana pada bagian dasarnya berlubang dan tebingnya tergerus. Di beberapa tempat, dinding saluran yang sudah pernah diperkuat dengan pasangan batu, tetapi sudah mengalami keruskan dan keruntuhan, sehingga perlu diperkuat kembali, seperti yang ditemukan di saluran primer Tapak Gajah, Balohan, dan Lam Kuta. 4. Hampir semua saluran primer yang disurvey memiliki dimensi yang tidak beraturan, dipenuhi pepohonan dan semak belukar sehingga rawan genangan saat hujan seperti yang ditemukan di saluran primer Tapak Gajah. 5. Jenis tanah permukaan Kota Sabang yang berupa batuan muda, menyebabkannya cukup rawan terhadap erosi tebing bila tidak dilakukan perkuatan tebing di wilayah-wilayah yang bertebing terjal dan curam, seperti yang ditemukan di saluran primer Cot Ba’u dan Cot Abeuk. Demikian juga dengan sedimentasi yang terjadi di saluran primer cukup signifikan, banyak saluran yang menjadi dangkal dan dipenuhi batu-batu besar. 6. Pengaruh rob ditemukan di seluruh muara saluran alam yang ada di Kota Sabang seperti di saluran primer Balohan, Jalan Perdagangan dan Tapak Gajah. 7. Belum ada interkoneksi ataupun pembeda yang jelas antara saluran primer dengan saluran sekunder maupun tertier. Dimensi dari setiap saluran sekunder maupun tersier merupakan dimensi saluran lama yang tidak memiliki perencanaan yang jelas apakah sudah memenuhi kebutuhan kapasitas atau tidak. Disamping itu didalam satu saluran sekunder yang berada di sepanjang jalan yang ada tidak memiliki keseragaman dimensi. 8. Belum terpetakannya peran serta masyarakat dan swasta dalam kegiatan pemeliharaan dan perawatan sistem saluran drainase. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga keberadaan sistem saluran drainase. Semestinya masyarakat tidak membangun pemukiman di badan saluran, mempersempit saluran, bahkan meniadakannya untuk kepentingan pribadi. Sulitnya upaya pembebasan lahan untuk perbaikan dan pengembangan sistem drainase oleh pemerintah, karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya pengaturan sistem drainase di Kota Sabang. b.

Hasil analisis prioritas penangangan

Hasil rekapitulasi analisis yang telah dilakukan disusun perangkingan untuk mendapatkan prioritas penanganan subDAS, diawali dengan analisis aspek fisik yang dapat dilihat pada Tabel 1. Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |6

Tabel 1 Analisis Aspek Fisik

No.

Nama DAS

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Balohan Balohan Balohan Balohan Paya Paya Paya Iboih Iboih Iboih Iboih Iboih

Nama SubDAS Anoi Itam Krueng Balohan Keunekai Krueng Ceunohot Ceuhum Ujung Bau Guasarang Aneuk Laot Paya Seunara Pria Laot Teupin Kareng Iboih

Luas Area SubDAS (ha) 2.109,13 1.124,17 1.141,37 968,64 800,64 708,15 714,59 418,22 1.133,24 919,06 729,94 1.011,8

Panjang Saluran Primer (m) 1.242,0 2.099,0 1.228,0 1.266,0 1.050,9 258,8 1080 457,4 2.898,0 3.862,0 1.389,0 380,9

Luas Genangan (ha) 48,037 25,165 14,258 2,768 0,108 11,760 15,881 -

Berdasarkan aspek fisik untuk panjang saluran primer berada di SubDAS Pria Laot dengan total panjang 3.862 meter dan disusul SubDAS Paya Seunara dengan panjang 2.898 m sedangkan luas genangan terluas berada di SubDAS Anoi Itam dengan total 48,037 Ha. Berdasarkan analisis yang disesuaikan dengan RTRW Kota Sabang 2012-2032, maka data aspek demografi diproyeksikan sampai Tahun 2032 dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1,106% [5]. Selengkapnya aspek demografi diberikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Analisis Aspek Demografi Penduduk (jiwa) Tahun 2010

Penduduk (jiwa) Tahun 2032

Anoi Itam

20.034

23.701

2.

Krueng Balohan

2.963

3.876

3.

Keunekai

1.172

1.795

4.

Krueng Ceunohot

861

1.434

5.

Ceuhum

15

17

6.

Ujung Bau

10

12

7.

Guasarang

10

12

8.

Aneuk Laot

841

1.410

9.

Paya Seunara

918

1.502

10.

Pria Laot

3.168

4.115

11.

Teupin Kareng

10

12

12.

Iboih

651

1.192

No.

Nama SubDAS

1.

Jumlah penduduk terbanyak berada di SubDAS Anoi Itam dengan jumlah 23.701 jiwa sementara di tahun 2010 sebanyak 20.034 jiwa. Jumlah penduduk terendah berada di SubDAS

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |7

Ceuhum, Ujung Bau, Gua Sarang, dan Teupin Kareung. Hal ini sesuai dengan RTRW Kota Sabang Tahun 2012-2032 dikarenakan kawasan tersebut bukan diperuntukan untuk kawasan. Analisis untuk aspek lingkungan dilakukan berdasarkan hasil studi EHRA [1] yang selengkapnya diberikan pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3 Analisis Aspek Lingkungan No.

Nama DAS

Indek Risiko Sanitasi (IRS) 120,0 65,0 35,0 37,5 5,0 17,5 12,5

Nama SubDAS

1. Balohan 2. Balohan 3. Balohan 4. Balohan 5. Paya 6. Paya 7. Paya 8. Iboih 9. Iboih 10. Iboih 11. Iboih 12. Iboih Sumber: Studi EHRA, 2012

Anoi Itam Krueng Balohan Keunekai Krueng Ceunohot Ceuhum Ujung Bau Guasarang Aneuk Laot Paya Seunara Pria Laot Teupin Kareng Iboih

Dalam studi EHRA diperoleh nilai Indek Risiko Sanitasi (IRS) tertinggi berada di subDAS Anoi Itam. Nilai total gampong-gampong yang berada di SubDAS Anoi Itam sebanyak 120% (IRS). Nilai terendah genangan pada SubDAS Ceuhum, Ujung Bau, Gua Sarang, Aneuk Laot, dan Teuping Kareung. Setelah diperoleh data dari aspek fisik, demografi dan lingkungan, selanjutnya dengan melakukan perangkingan weighted average yang diberikan pada Tabel 4 dan Gambar 2. Tabel 4 Hasil Analisis Prioritas Penanganan Sistem Drainase Kota Sabang

1

Rangking Aspek Demografi 1

Rangking Aspek Lingkungan 1

Krueng Balohan

2

3

3.

Keunekai

4

4.

Krueng Ceunohot

5.

Total

Urutan Prioritas

3

1

2

7

2

4

4

12

4

6

6

3

15

5

Ceuhum

9

9

9

27

9

6.

Ujung Bau

12

11

12

35

12

7.

Guasarang

11

12

11

34

11

8.

Aneuk Laot

7

7

8

22

7

9.

Paya Seunara

5

5

7

17

6

10.

Pria Laot

3

2

5

10

3

11.

Teupin Kareng

10

10

10

30

10

No.

Nama SubDAS

1.

Anoi Itam

2.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Rangking Aspek Fisik

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

No.

Nama SubDAS

12.

Iboih

P age |8

Rangking Aspek Fisik 8

Rangking Aspek Demografi 8

Rangking Aspek Lingkungan 6

Total

Urutan Prioritas

22

8

Gambar 2 Pembagian Prioritas Penanganan Sistem Drainase Kota Sabang Berdasarkan hasil analisis dari ketiga faktor yang dipaparkan diatas, dapat dilihat bahwa prioritas penanganan SubDAS untuk jangka pendek diperoleh pada SubDAS Anoi Itam, SubDAS Krueng Balohan dan subDAS Pria Laot. Jangka menengah pada SubDAS Keunekai, SubDAS Ceunohot, SubDAS Aneuk Laot, SubDAS Paya Seunara. Jangka panjang pada SubDAS Ceuhum, SubDAS Ujung Bau, SubDAS Gua Sarang, SubDAS Teupin Kareung, dan SubDAS Iboih. Prioritas pertama berada pada Blok Perumahan Pusat Kota Sabang dan Blok Perumahan Lingkungan Gampong Anoi Itam (GAI), yang berada di wilayah DAS Balohan dan subDAS Kota Sabang merupakan kawasan yang perlu segera ditangani. Blok Perumahan Pusat Kota Sabang sendiri terdiri atas Gampong Kuta Ateuh (Kec. Sukakarya), Kuta Timu (Kec. Sukakarya) Kuta Barat (Kec. Sukakarya), Ie Meulee (Kec. Sukajaya), dan Cot Ba’u (Kecamatan Sukajaya). Ketiga gampong itu cukup luas dan tidak mungkin untuk dilakukan penanganan dalam waktu yang bersamaan. Sebenarnya bila ditinjau dari dampak genangan yang terjadi, Gampong Kuta Ateuh tidak berpotensi mengalami genangan karena berada di daerah yang tinggi dan sudah memiliki sistem drainase yang memadai. Gampong Kuta Ateuh dan Kota Barat sendiri adalah bagian dari pusat Kota Sabang, yang perlu dipertimbangkan untuk ditangani sistem Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |9

drainasenya. Sementara Gampong Ie Meulee dan Cot Ba’u merupakan gampong yang kerap mengalami banjir saat hujan, sehingga sudah selayaknya keduanya dipilih untuk menjadi prioroitas. Namun, bila dilihat dari sumber terjadinya penggenangan banjir di Ie Meulee, yang berasal dari daerah hulu yang merupakan kawasan Cot Ba’u, maka perlu dikaji kembali kelayakan penetapan prioritas gampong-gampong yang berada di subDAS Anoi Itam tersebut.

4. KESIMPULAN 1. Terdapat saluran sekunder yang tidak terawat dan sudah dipenuhi dengan sampah, rumput liar, dan tertimbun sedimen. Hal ini disebabkan karena belum adanya kegiatan operasi dan pemeliharaan yang rutin untuk drainase Kota Sabang. 2. Pemilihan Prioritas penanganan Sub-Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan aspek fisik, demografi dan lingkungan dengan perangkingan weighted average diperoleh pada SubDAS Anoi Itam diperingkat pertama, peringkat kedua berada pada SubDAS Krueng Balohan dan ketiga di subDAS Pria Laot.

5. SARAN 1. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk dalam penyusunan prioritas penanganan sistem drainase, yang menitikberatkan pada aspek kelembagaan untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan drainase perkotaan Kota Sabang. 2. Kajian prioritas perlu dilakukan khusus daerah ini dengan melihat kembali dari segi kelayakan fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan, tetapi sudah lebih mendetailkan ke arah gampong-gampong yang berada di SubDAS Anoi Itam, untuk ditetapkan wilayah atau gampong mana yang menjadi prioritas mendesak untuk ditangani pada 5 tahun yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA [1] Buku Putih Sanitasi Kota Sabang, 2013, Studi Enviromental High Risk Assesment (EHRA), Bappeda Kota Sabang. [2] Andayani, S., 2012, Indikator Tingkat Layanan Drainase Perkotaan, Jurnal Teknik Sipil, Vol 11 No. 2, halaman 148-157. [3] Nugraheni S, D., 2012. Menentukan Waduk Prioritas di Daerah Aliran Sungai Cisanggarung, Tesis, Program Pasca Sarjana Sumber Daya Air, Universitas Diponegoro, Semarang. [4] Kementrian Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya, 2013, Buku I Penyusunan Materi Bidang Drainase, penerbit Direktorat Jenderal Cipta Karya, Jakarta. [5] Badan Pusat Statistik Kota Sabang dalam Angka 2013, Kota Sabang. [6] Pemerintah Kota Sabang, 2012, Qanun Rencana Tata Ruang Kota Sabang Tahun 20122032, Kota Sabang. [7] Isa, H. A., Fatimah, E., Azmeri, 2015, Analisis Debit Drainase Primer di Kota Sabang terhadap Perubahan Tata Guna Lahan, Jurnal Teknik Sipil Program Pasca Sarjana, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Volume 4, No. 1, halaman 21-29. [8] Sosiawati, N., 2012, Penzonaan Pelayanan Drainase di Kawasan Kritis Resapan Kecamatan Kota Kuala Simpang, Tesis Modular Pusbintek Kementerian Pekerjaan Umum, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 10

Perilaku Lentur Balok Profil Double Kanal (C) Ferro Foam Concrete (studi kasus beda tebal web (tw) dan tebal sayap(tf)) Aulia Rahman* Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar Alue Penyareng, Meulaboh Aceh Barat 23615, email: *[email protected]

Abstract Aceh province is an area that is prone to earthquake, so that when construction is built (buildings, bridges, housing, etc.) have a great weight will cause damage. From previous studies it has been found that the lightweight concrete conclusion that quality foam f'c> 30 MPa has been successfully created beam canal profile ferro foam concrete. However, from these studies has not obtained information about the elements or the ratio of cross-sectional dimensions of effective and efficient to use as civil engineering construction. This research was conducted in order to determine the capacity of the beam section canal profile ferro foam concrete to the concrete flexural strength capacity. Specimens used in this study was 6 Specimens Profile Canal C are assembled into 3 profiles I with height (h): 450 mm the width of the flens (bf): 250 mm, thickness variation of the body (t w): 30 mm, 35 mm and 40 mm, thickness variation of the flens (tf): 60 mm, 70 mm and 80 mm. Has planned concrete compressive strength (f'c)> 35 MPa and the reinforcing steel used is an iron screw with quality D8 (f y) = 4217.14 MPa.The research results obtained are capable of maximum load borne by the double profile canal (C) for the high-profile 450 mm is able to accept a maximum load of 20.07 tonnes with a deflection of 49.35 mm, namely the test specimen PCPBB 450.30.60, The results obtained can be applied in the construction of short span bridges (less than 40 m). Keywords: Capacity Sectional, Beam Profile Double Canal (C), Flens thickness (t f), web thickness (t w). Abstrak Provinsi Aceh merupakan daerah yang rawan terhadap bencana gempa, sehingga apabila kontruksi yang dibangun (gedung, jembatan, perumahan, dll) memiliki bobot yang besar akan menyebabkan kerusakan. Dari penelitian-penelitian sebelumnya telah didapatkan kesimpulan bahwa dengan beton ringan busa yang mutunya f’c > 30 Mpa telah berhasil dibuat balok profil kanal ferro foam concrete. Namun dari penelitian-penelitian tersebut belum didapatkan informasi tentang dimensi elemen atau rasio penampang yang efektif dan efisien untuk penggunaannya sebagai kontruksi teknik sipil. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kapasitas penampang balok profil kanal ferrofoam concrete terhadap kapasitas kuat lentur beton. Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 Benda uji Profil Kanal C yang dirangkai menjadi 3 profil I dengan variasi tinggi (h) : 450 mm lebar sayap (bf) : 250 mm, variasi tebal badan (tw) : 30 mm, 35 mm, dan 40 mm, variasi tebal sayap (t f) : 60 mm, 70 mm, dan 80 mm. Beton direncanakan memiliki kuat tekan (f’c) > 35 MPa dan baja tulangan yang digunakan yaitu besi ulir D8 dengan mutu (fy) = 4217,14 MPa. Hasil penelitian yang didapat yaitu beban maksimum yang mampu dipikul oleh profil double kanal (C) untuk profil dengan tinggi 450 mm mampu menerima beban maksimum sebesar 20,07 ton dengan lendutan sebesar 49,35 mm yaitu pada benda uji PCPBB 450.30.60. Hasil yang diperoleh ini dapat diaplikasikan dalam pembangunan jembatanjembatan bentang pendek (kurang dari 40 m). Kata Kunci : Kapasitas Penampang, Balok Profil Double Kanal (C), Tebal Flens (tf), dan Tebal web (tw).

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 11 1. PENDAHULUAN

Provinsi Aceh merupakan daerah yang rawan terhadap bencana gempa, sehingga apabila kontruksi yang dibangun (gedung, jembatan, perumahan, dll) memiliki bobot yang besar akan menyebabkan kerusakan, hal ini banyak membuat para ahli konstruksi berupaya untuk memberikan berbagai solusi agar resiko akibat terjadinya gempa dapat dikurangi. Salah satu alternatifnya adalah dengan mengurangi berat bangunan yaitu dengan menggunakan beton ringan. Penelitian sebelumnya telah didapatkan kesimpulan bahwa dengan beton ringan busa yang mutunya f’c > 30 Mpa telah berhasil dibuat balok profil kanal ferro foam concrete yang artinya sudah memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai elemen-elemen struktural pada suatu kontruksi teknik sipil. Namun dari penelitian-penelitian tersebut belum didapatkan informasi tentang dimensi elemen atau rasio penampang yang efektif dan efisien untuk penggunaannya sebagai kontruksi teknik sipil. Berdasarkan alasan di atas maka perlu kiranya dibuat penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan rasio kapasitas penampang balok profil kanal yang secara efektif dan efisien penggunaannya untuk kontruksi teknik sipil. Salah satu rencana aplikasi balok profil kanal yang akan diteliti ini adalah untuk mengatasi keterisoliran suatu daerah yang tidak tersedia infrastruktur jembatan. Dengan keterisoliran suatu daerah maka laju pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut akan bergerak sangat lambat. Selain itu penggunaan jembatan konvensional ini juga memerlukan alat-alat berat yang berukuran besar dirasa sangat tidak efektif pelaksanaan pekerjaanya pada daerah yang terisolir dan terpencil, oleh karena itu alternatif penggunaan balok profil kanal sebagai pengganti gelagar jembatan diharapkan bisa menjadi solusi untuk pembangunan jembatan di daerah-daerah yang terpencil, karena mobilisasi material bisa dilakukan secara efektif dan efisien dari sisi biaya dan waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Inovasi teknologi beton selalu dituntut guna menjawab tantangan akan kebutuhan beton yang dihasilkan mempunyai kualitas tinggi meliputi kekuatan dan daya tahan tanpa mengabaikan nilai ekonomis. Kelemahan beton yakni berupa massa yang berat juga diharapkan dapat diatasi dengan melakukan suatu penelitian berkelanjutan untuk menghasilkan beton ringan yang memiliki kekuatan yang lebih baik, selain penggunaan beton ringan yang dapat mengurangi bobot dari kontruksi teknik sipil perlu juga dipikirkan tentang rasio penampang elemen-elemen struktural yang akan kita bangun. Penggunaan beton ringan untuk tujuan sebagai gelagar jembatan di daerah-daerah terpencil sangatlah efektif dan efisien, karena memberikan kemudahan dalam pengangkutan dan pemasangan di lapangan, dan cocok digunakan pada daerah yang potensi agregatnya sedikit. Selain kelebihan, beton ringan memiliki beberapa kekurangan yaitu rendahnya tegangan tarik, yang pada penelitian ini coba diatasi dengan memasang wiremesh (kawat ikat) diharapkan dapat menjadi solusi untuk lemahnya tegangan tarik pada beton ringan. Kekurangan lainnya yaitu bersifat getas dan relatif mahal karena kandungan semennya relatif tinggi, salah satu alternatif yang digunakan pada penelitian ini ditambahkan bahan pengganti semen yaitu pozzolan. Dengan telah diberikan solusi-solusi dari kekurangan beton ringan diatas diharapkan beton dapat mencapai kuat lentur maksimumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kapasitas penampang balok profil kanal ferrofoam concrete terhadap variasi tebal flens (tf) dan tebal web (tw) yang berbeda terhadap kapasitas kuat lenturnya. Variasi tebal flens (tf) pada profil kanal yaitu 60 mm, 70 mm, dan 80 mm dan tebal web (tw) 30 mm, 35 mm, dan 40 mm. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Benda uji yang akan dibuat 6 (Enam) buah profil kanal yang akan dirangkai menjadi profil I 3 (Tiga) buah. Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 12

Hasil pengujian terhadap beton busa kuat tekan silinder beton rata-rata sebesar 35,297 MPa. Tegangan luluh tulangan yang digunakan sebesar 421,714 MPa dan tegangan luluh wiremesh yang digunakan sebesar 530,313 MPa. Balok profil kanal (C) yang dikonfigurasi I dengan tinggi 450 mm, lebar sayap 225 mm, tebal web (tw) 30, dan tebal sayap (tf) 60 mm mampu menahan beban maksimum sebesar 20,07 ton dengan lendutan yang terjadi sebesar 49,35 mm. Balok profil kanal (C) yang dikonfigurasi I dengan tinggi 450 mm, lebar sayap 225 mm, tebal web (tw) 35, dan tebal sayap (tf) 70 mm mampu menahan beban maksimum sebesar 17,24 ton dengan lendutan yang terjadi sebesar 14,25 mm. Balok profil kanal (C) yang dikonfigurasi I dengan tinggi 450 mm, lebar sayap 225 mm, tebal web (t w) 40, dan tebal sayap (tf) 80 mm mampu menahan beban maksimum sebesar 17,17 ton dengan lendutan yang terjadi sebesar 17,65 mm. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi tentang kapasitas penampang balok profil kanal ferrofoam concrete terhadap variasi tebal sayap (tf) dan tebal web (tw) yang berbeda terhadap kapasitas kuat lenturnya. Hasil yang diperoleh ini dapat diaplikasikan dalam pembangunan jembatan-jembatan bentang pendek (kurang dari 40 m).

2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1

Peralatan dan Bahan/material

Peralatan digunakan dalam penelitian ini sebagian besar telah tersedia di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala. Peralatan utama yang digunakan untuk mendukung penelitian adalah: alat ukur, timbangan, molen pengaduk beton, foam generator, silinder test, peralatan pengetesan dan perangkat komputer untuk pengolah data. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland tipe I, air, pozzolan, tulangan baja ulir D8, foam agent, wiremesh dan admixture. Semen yang digunakan adalah semen portland tipe I produksi dari PT. Semen Padang. Pemeriksaan laboratorium terhadap semen tidak dilakukan karena semen telah dianggap memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) No.1-2049-1994 dan ASTM (American Standard Testing of Material) C.15081. Pemeriksaan yang dilakukan hanya pengamatan visual terhadap kantong pembungkus dan pemeriksaan kegemburan, kehalusasn serta warna semen tersebut. Pasir Pozzolan alami yang digunakan harus dibersihkan dari sampah organik dan disaring dengan menggunakan saringan 4,76 mm. Pasir pozzolan alami ini juga diperiksa sifat fisisnya berupa pemeriksaan berat jenis, pemeriksaan absorpsi, dan modulus kehalusan. Selain itu juga di uji sifat kimia di laboratorium Pengujian Balai Riset dan Standarisasi Industri di Banda Aceh. Air yang digunakan pada campuran beton busa adalah air yang tersedia di laboratorium konstruksi dan bahan bangunan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala yang berasal dari sumur. Air ini telah sesuai syarat anonim (1982) yaitu bersih, tidak mengandung lumpur, minyak, benda terapung dan garam-garam yang dapat merusak beton. Foam agent yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari busa sintetik yang telah diolah dengan menggunakan bahan kimia untuk menghasilkan busa yang sejenis busa sabun sehingga dapat digunakan sebagai pengisi campuran beton. Tulangan yang digunakan untuk tulangan tarik adalah tulangan baja ulir dengan diameter 8 mm. Wiremesh yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari toko bangunan terdekat. Wiremesh yang akan digunakan pada penelitian ini berdiameter 1 mm dan jarak as tulangan 12,71 mm. kawat jala ini berbentuk persegi dan sesuai dengan ASTM (American Standard Testing Material) A- i85. Admixture yang digunakan adalah superplasticizer (SP) SIKA NN. Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258 2.1.1

P a g e | 13

Tahapan Persiapan

Desain Profil Kanal Ukuran penampang benda uji profil kanal yang digunakan adalah lebar flens 150 mm, 225 mm, dan 300 mm, tebal sayap (tf) 60 mm, 70 mm, dan 80 mm, tebal web (tw) 30 m, 35 mm, 40 mm, panjang bersih 2000 mm, panjang keseluruhan 2200 mm dengan tinggi benda uji 300 mm, 450 mm, 600 mm.

0,5h-bw

tf

b b1

D8 D8 D8

0,5h-bw

h

tw

Lapisan wiremesh

Gambar 1. Penampang Profil C Profil kanal seperti pada Gambar 1, selanjutnya dikonfigurasikan menjadi bentuk I menggunakan baut yang dapat di lihat pada Gambar 2. Tujuan dikonfigurasikan I adalah, pertama memudahkan pengujian, kedua berdasarkan studi literatur pada bab II sifat mekanik 2 bentuk kanal yang digabung menjadi bentuk I relatif berbanding lurus, dan yang ketiga karena di lapangan gelagar pada menghasilkan ide berkaitan dengan cara lain untuk menjalankan fungsi-fungsi.

tf

b b1

tw

D8 D8 D8 Lapisan wiremesh

Gambar 2. Penampang Profil I

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 14

Tabel 1. Benda Uji Ferro Foam Concrete Dengan Variasi Tebal Flens (tf) dan Tebal Web (tw)

Nama Benda Uji PCPBB.450.30.60

Jumlah Jumlah Tebal Tinggi (h) Wiremes Tulangan flens (tf) h 11 D 8 60 mm

PCPBB.450.35.70

11 D 8

PCPBB.450.40.80

11 D 8

450 mm

Tebal web (tf)

Lebar Sayap (bf)

30 mm

70 mm

35 mm

80 mm

40 mm

bf = 225 mm

Mix Design Foam Concrete Mix design untuk foam concrete sebagai pengisi dilakukan berdasarkan kepada jenis material yang akan digunakan. Dari mix design ini akan diketahui berapa kebutuhan semen, air, foam, kebutuhan pozzolan serta kebutuhan-kebutuhan material lainnya. Untuk mix design foam concrete dengan pozzolan merujuk kepada penelitian Azzani (2010). Pengecoran Profil Kanal Pekerjaan pengecoran dilakukan berdasarkan jumlah dan komposisi campuran pada perencanaan campuran, material yang telah disiapkan ditimbang sesuai dengan komposisi campuran pada perencanaan campuran. Selanjutnya cetakan yang telah disiapkan dibersihkan dan diolesi vaselin agar cetakan mudah dibuka setelah beton mengeras. Besi tulangan dan wiremesh yang telah terangkai selanjutnya dimasukan kedalam bekisting. Untuk membuat lubang pada profil pipa yang telah disiapkan sebelumnya dipasang pada bagian wiremesh yang telah dilubangi. Molen dan wadah penampungan adukan dibersihkan terlebih dahulu dan bahanbahan yang tertinggal didalamnya. Demikian juga dengan kerucut slump harus dalam keadaan bersih. Pengadukan beton dilakukan dengan memasukan material pembentuk foam concrete yaitu, semen, foam agent dan air yang telah dicampur superplacticizer. Lama pengadukan dilakukan sekitar 5 menit. Selanjutnya slump diukur dengan menggunakan kerucut Abraham’s sesuai ASTM (American Standard Testing Material) C 143 – 78. Alat ini dibuat dari logam dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah 20 cm, dan tinggi 30 cm yang berbentuk kerucut terpancung. Alat ini dilengkapi dengan sebuah pelat baja dengan ukuran 45 cm x 45 cm dan sebuah alat pemadat dari besi dengan diameter 1,6 cm panjang 60 cm dan salah satu ujungnya dibulatkan. Kekentalan adukan beton yang diperoleh juga dicek dengan mengukur besar penurunan permukaan kerucut beton yang terbentuk setelah kerucut ditarik vertikal ke atas. Perawatan Profil Kanal dan Silinder Kontrol Perawatan benda uji baik profil kanal dan benda uji silinder dilakukan dengan menutup tampang profil dan silinder dengan goni basah. Perawatan dilakukan setiap 24 jam sekali sampai dengan beton berumur 28 hari. Tujuan dari perawatan ini untuk menjaga agar selama berlangsung pengerasan beton tidak kekurangan air.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 15

Tahapan Pengujian

Gambar 3. Setting Pembebanan Balok Profil Kanal Pengambilan Data Data yang dikumpulkan adalah hasil uji silinder kontrol dan profil Kanal. Data yang diperoleh pada silinder kontrol adalah kuat tekan diuji dengan memberikan beban tetap secara kontinyu sampai hancur. Pengujian struktur balok ferrofoam concrete dilakukan pengukuran data-data sebagai berikut : a.

Pengukuran beban Pengukuran beban akan dilakukan dengan cara menempatkan rol beban di atas balok yaitu pada tempat yang telah ditentukan, kemudian beban disalurkan dengan menggunakan load cell tipe CLP – 100B yang telah dihubungkan dengan data Logger. Dan pembebanan diberikan secara bertahap dengan menggunakan compressor merk macros tipe HJ – 15A, yang

kemudian hasil pembebananya diperoleh melaui print out Data Logger. b. Pengukuran Ledutan Pengukuran ledutan dilakukan dengan cara menempatkan transduser tipe CDP – 100 pada tengah bentang profil dan ujung-ujung profil. Tujuannya adalah untuk membaca ledutan yang terjadi pada tengah bentang. Semua data ini dimonitor dan direkam melalui portable data Logger TTD 302. c. Pengamatan pola retak Tahapan yang penting juga perlu dicatat adalah pola retak yang terjadi pada setiap kenaikan beban. Pola retak ini akan direkam langsung pada posisi samping balok dimana pada profil di cat putih dan digambar persegi berukuran 5 cm x 5 cm menggunakan spidol. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Konsep Ferrocement Menurut (Naaman, 2000:9) yang dikutip dari Americans Concrete Institute (ACI) 549 (1999:2), ferrocement adalah sejenis beton bertulang yang tipis yang terdiri dari mortar semen Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 16

hidraulik dengan jarak lapisan yang rapat dan ukuran jaringan kawat, dan tulangan rangka (Djausal, 2004:12). 2.2

Ferro Foam Concrete Abdullah (2010), menyatakan bahwa hasil uji sifat mekanis dari beton busa dengan penambahan pozzolan, cangkang sawit dan serat nylon memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kuat tekan beton. Hasil ini menjadikan bahan pertimbangan untuk menjadikan bahan ini sebagai bahan pengganti dari lapisan mortar pada ferrocement. Diharapkan dengan mengganti semen dengan bahan foam concrete ini, maka kualitas dari profil kanal dengan material foam concrete ini akan memberikan peningkatan kemampuan profil kanal tersebut dalam memikul beban-beban yang berkerja, serta kemampuan struktur tersebut dalam menahan defleksi. 2.3

Profil Kanal Profil kanal merupakan salah satu profil yang dibuat secara dingin (cold formed shapes). Hal yang penting pada profil ini ialah profil ini memiliki rasio lebar dan tebal yang besar. Profil semacam ini akan disebut profil yang tidak kompak dan akan mudah sekali mengalami tekukan. Beberapa cara untuk mengatasi ketidak kompakan profil semacam ini telah dilakukan, diantaranya dengan memberi perkuatan baja tulangan yang menghubungkan antara sayap atas dan bawah pada bagian sisi profil yang terbuka (Wigroho, 2007).

Bahan Pembentuk Ferro Foam Concrete : 1. Pasir Pozzolan Alami Menurut American Standard Testing Material (ASTM) C 618-91, pozzolan merupakan bahan yang mengandung senyawa silica dan alumina. Bahan – bahan pozzolan ini tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen, dalam bentuknya yang halus dan bila ada air maka senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi dengan kalsium hidroksida yang dibebaskan dari hasil proses pengikatan semen pada suhu kamar. 2. Jaringan Kawat (wiremesh) Pada ferro foam concrete sama seperti pada ferrocement diberi tulangan jaringan kawat yang relatif kecil diameternya dan tersebar merata dalam beberapa lapisan. Kawat tulangan tersebut adalah tulangan kawat baja atau bahan lain yang sesuai kebutuhan (Naaman 2000 ; 17). Afifudin, dkk (2013), menyatakan bahwa lapisan wiremesh pada ferro foam concrete dengan penambahan serat nylon memperlihatkan hasil yang berbeda apabila digunakan lapisan wiremesh 2,3, 4 dan 5 lapis dimana pola kehancuran terjadi pada benda uji dengan lapisan wiremesh 3 lapis dan memperlihatkan pola kehancuran yang daktail, sedangkan benda uji dengan jumlah wiremesh 4 dan 5 mengalami pola kehancuran yang getas dengan kemampuan menahan beban sebesar 18,90 ton dan 20,76 ton. 3. Tulangan Rangka Tulangan baja yang digunakan berfungsi sebagai rangka untuk memperoleh bentuk yang diinginkan dan sebagai tempat untuk memasang kawat anyam jala dan tulangan baja tersebut tidak berfungsi sebagai tulangan struktur tetapi berfungsi sebagai pembentuk konstruksi. Ukuran tulangan baja bervariasi antara 0,165 in (4,20 mm) sampai 0,375 in (9,5 mm) untuk diameternya. Sedangkan yang lebih umum digunakan adalah diameter 0,25 in (6,25 mm) dan pula menggunakan diameter yang lebih kecil secara bersamaan. (Masdar Helmi, 2007).

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 17 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perencanaan campuran beton (concrete mix design) Tabel 2. Perencanaan Campuran Beton Busa Pozzolan (Kg) SG

Semen (Kg)

1,6

1028,57

160,0

Air (Kg)

Busa (l)

411,43

178,71

Perhitungan proporsi campuran sesuai dengan sub bab 3.2.2 dimana mix design untuk ferro foam cocrete dengan menggunakan pozzolan alami merujuk pada penelitian Azzani (2010). Persentase pozzolan alami yang digunakan sebesar 10 % dengan SG yaitu 1,6. Hasil pengujian kuat tekan beton Tabel 3. Kuat Tekan Rata-rata Benda uji

Dalam pengujian kuat tekan silinder beton ini didapatkan kuat tekan rata-rata dari silinder yang di uji, yaitu 352,970 Kg/cm2 (35,29 MPa) dimana kuat tekan ini sesuai dengan kuat tekan yang direncanakan yaitu 35 MPa. Tabel 4. Rekapitulasi hasil berat, beban maksimum dan lendutan maksimum

Dari Tabel diatas dapat kita lihat bahwa semakin besar dimensi penampang, maka semakin besar pula beban yang dapat dipikul oleh balok profil double kanal C, kecuali pada ukuran benda uji 450.30.60 dan benda uji 600.35.70. beban maksimum yang mampu dipikul Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 18

balok doubel kanal C yaitu 26,76 ton, sedangkan beban minimum yang mampu dipikul oleh balok double kanal C yaitu 10,20 ton. 4. KESIMPULAN

1. 2.

Beban maksimum profil dengan tinggi 450 mm sebesar 20,07 ton dengan lendutan sebesar 49,35 mm yaitu pada benda uji PCPBB 450.30.60. Model keruntuhan yang terjadi pada setiap profil adalah keruntuhan geser, yang diindikasikan dengan terbentuknya retak bersudut di sekitar daerah tumpuan. Pada daerah tengah bentang hanya terdapat retak-retak rambut. 5. SARAN

Penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan oleh peneliti lain, dengan memperhatian beberapa hal dan saran sebagai berikut : 1. Untuk memastikan beban yang diberikan tersalur secara proporsional dan berimbang, perlu dilakukan langkah pembebanan awal pada profil kanal (C) ferro foam concrete sebelum uji sesungguhnya dilakukan. 2. Memperkuat daerah tekan dengan penambahan tulangan sengkang atau alternatif lain seperti menambah ketebalan balok di daerah tumpuan agar balok tidak terjadi kegagalan geser sebelum mencapai beban maksimum.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Abdullh, M.Sc dan Dr. Ir. Moch. Afifuddin yang telah memberikan dukungan dan berbagi ilmu serta pengalaman untuk penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA [1] Afifuddin, 2013, Evaluasi Kinerja Stuktur Balok Profil Kanal (C) Ferro Foam Concrete Sebagai Alternatif Gelagar Jembatan, , Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. [2] Dipohosodo, I., 1999, Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15- 1991-03, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [3] Mahlil, 2010, Pengaruh Penambahan Serat Ijuk Terhadap Sifat Mekanis Beton Busa (Foamed Concrete), Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. [4] Sari, Meita Ratna, 2007 Kuat Lentur Kanal C Berpengaku Dengan Pengisi Beton Ringan Beragregat Kasar Hebel., UAJY [5] Sinaga, R.M., 2005, Perilaku Lentur Baja Profil C Tunggal dengan Menggunakan Perkuatan Tulangan Arah Vertikal, Final Project, Civil Engineering Department, Faculty of Engineering, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. [6] Wang, C.K., dan Salmon, C.G., 1993, Desain Beton Bertulang, Terjemahan Binsar Hariandja, Edisi IV, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 19

Analisis Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dan Penghematan Waktu Perjalanan (Studi Kasus Rencana Pembangunan Jembatan Lamreung-Limpok, Aceh Besar) M. Arrie Rafshanjani Jurusan Teknik Sipil Universitas teuku Umar , Meulaboh. email: [email protected] Abstract Lamnyong bridge is one of the bridges that connect the road users of the city and surrounding area to the center of education in the city of Banda Aceh. As a result, the volume of traffic at the intersection of Lamnyong restaurant stalled in rush hour. Along with this, the Government of Aceh Province planned construction of bridge-Limpok Lamreung located south bridge Lamnyong.Data taken in this research is data traffic volume, speed of travel and the unit cost of the vehicle.This research was conducted with the traffic management in the three scenarios, the scenarios do nothing (existing condition), do something 1 (assumed 50% of the volume of traffic the existing condition of the switch past the Bridge Lamreung-Limpok, Aceh Besar), and do something 2 (redirects volume on the condition do something 1 plus 20% of traffic volume of research on public perceptions of the facilities and traffic infrastructure (bridge Lamnyong and Bridges Lamreung-Limpok. the results of the data analysis, the scenarios do nothing gained traffic volume amounted to 584 smp / hour, scenario do something one of 292 smp / hour and do something 2 amounted to 409 smp / h. Large vehicle operating cost savings in scenario 1 and scenario do something do something 2 respectively Rp.3.149.379.490,87.- per year, and Rp. 4.404.168.566,96.- per year. the time savings gained trip is 7 minutes on each trip. the more traffic is switched to Bridge Lamreung-Limpok the greater the savings in operational costs as well as travel time is obtained. Keywords: Vehicle Operating Costs (VOC), saving travel time, traffic volume.

Abstrak Jembatan Lamnyong adalah salah satu Jembatan yang menghubungkan pemakai jalan dari kawasan kota dan sekitarnya ke pusat pendidikan di Kota Banda Aceh. Akibatnya volume lalu lintas pada persimpangan Restoran Lamnyong mengalami kemacetan pada jam-jam sibuk.Seiring dengan hal tersebut, maka Pemerintah Propinsi Aceh merencanakan pembangunan Jembatan Lamreung–Limpok yang terletak di sebelah selatan Jembatan Lamnyong.Data yang diambil pada penelitian ini adalah data volume lalu lintas, kecepatan perjalanan dan unit-unit biaya kendaraan. Penelitian ini dilakukan dengan manajemen lalu lintas dalam 3 skenario, yaitu skenario do nothing (kondisi existing), do something 1 (diasumsikan 50% volume lalu lintas kondisi existing beralih melewati Jembatan Lamreung–Limpok, Kabupaten Aceh Besar), dan do something 2 (pengalihan volume pada kondisi do something 1 ditambah 20% volume lalu lintas hasil penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap sarana dan prasarana lalu lintas (Jembatan Lamnyong dan Jembatan Lamreung-Limpok. Hasil analisis data, pada skenario do nothing diperoleh volume lalu lintas sebesar 584 smp/jam, skenario do something 1 sebesar 292 smp/jam dan do something 2 sebesar 409 smp/jam. Besar penghematan biaya operasional kendaraan pada skenario do something 1 dan skenario do something 2 masing-masing sebasar Rp.3.149.379.490,87.- per tahun dan Rp. 4.404.168.566,96.- per tahun. Penghematan waktu perjalanan yang diperoleh adalah 7 menit pada setiap perjalanan.Semakin banyak lalu lintas yang beralih menggunakan Jembatan Lamreung-Limpok maka semakin besar penghematan biaya operasional yang diperoleh. Kata kunci : Biaya Operasional Kendaraan (BOK), waktu perjalanan, volume lalu lintas.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 20

1.

PENDAHULUAN

Masalah transportasi secara umum dan lalu lintas pada khususnya adalah merupakan fenomena yang terlihat sehari-hari dalam kehidupan manusia. Semakin tinggi tingkat populasi warga suatu kota, akan semakin tinggi juga tingkat perjalanannya. Jika peningkatan perjalanan ini tidak diikuti dengan peningkatan prasarana transportasi yang memadai, maka akan terjadi suatu ketidakseimbangan antara demand dan supply yang akhirnya akan menimbulkan suatu ketidak-lancaran dalam mobilitas yaitu berupa kemacetan. Banda Aceh adalah salah satu kota yang mengalami pertumbuhan kepemilikan kendaraan yang begitu signifikan. Pertambahan jumlah kendaraan yang signifikan mengakibatkan kemacetan pada ruas-ruas jalan dan persimpangan di Kota Banda Aceh. Berdasarkan data dari Kantor Kepolisian Republik Indonesia Daerah Aceh Direktorat Lalu Lintas, pada tahun 2005 jumlah kendaraan dari bulan Januari sampai dengan Desember hanya 21.896 unit. Namun lima tahun berselang tepatnya tahun 2010, jumlah kendaraan dari bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2010 melonjak menjadi 45.277 unit. Dari jumlah kendaraan tersebut, paling banyak justru sepeda motor mencapai 44.300 unit. (Direktorat Lalu Lintas, 2011). Pertambahan jumlah kendaraan yang begitu signifikan juga mengakibatkan kemacetan di beberapa titik persimpangan.Salah satu persimpangan yang mengalami kemacetan adalah Simpang Restoran Lamnyong.Seiring perkembangan dan peningkatan jumlah kendaraan tersebut, maka Pemerintah Provinsi Aceh merencanakan pembangunan Jembatan LamreungLimpok yang terletak di sebelah Selatan Jembatan Lamnyong. Jembatan tersebut diharapkan dapat mengurangi travel time pengguna jalan dari arah Meunasah Manyang dan kota melalui simpang BPKP menuju kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala Darussalam dan sekitarnya serta untuk arah sebaliknya. Pembangunan Jembatan Lamreung-Limpok diharapkan juga dapat mengurangi kemacetan di Simpang Restoran Lamnyong dan pengurangan biaya operasional kendaraan yang melalui Jembatan tersebut. Dari kasus diatas, maka ingin diteliti tentang pengalihan volume, pengurangan biaya operasional kendaraan serta penghematan waktu perjalanan yang terjadi akibat adanya pembangunan Jembatan tersebut.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 21

2.

METODE PENELITIAN

Gambar 1 : Bagan Alir Penelitian 2.1

Pengumpulan Data Dalam menganalisis Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dan penghematan waktu perjalanan dari pembangunan suatu Jembatan diperlukan data yang mendukung perencanaan yaitu data primeradalah data yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan alat bantu handycam. Data yang diperoleh meliputi data volume dan kecepatan lalu lintas,serta data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, setelah dibuat atau dikumpulkan oleh suatu badan atau instansi terkait. 2.2

Metode Pengolahan Data

Pada sub bab ini akan dijelaskan cara pengolahan data yang didapat dari pengamatan di lapangan yaitu volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan. Data di lapangan yang diperoleh yaitu volume lalu lintas, kecepatan kendaraan, kapasitas, biaya operasional kendaraan, dan penghematan waktu perjalanan.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

2.3

P a g e | 22

Biaya Operasional Kendaraan

Nilai Biaya Operasional Kendaraan (BOK) diperoleh dari penjumlahan biaya tidak tetap dengan biaya tetap.Biaya tidak tetap terdiri dari beberapa komponen yaitu biaya konsumsi bahan bakar, biaya konsumsi oli, biaya konsumsi suku cadang, biaya upah tenaga pemeliharaan, dan biaya konsumsi ban. Sedangkan biaya tetap yaitu biaya depresiasi kendaraan, biaya awak kendaraan dan biaya asuransi. Untuk mengetahui BOK, pada penelitian ini dilakukan tiga skenario manajemen lalu lintas. Adapun skenario tersebut adalah : a. Skenario do nothing Skenario do nothing merupakan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) pada kondisi existing dimana lalu lintas dari simpang BPKP menuju kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala dan sekitarnyamasih melintasi kawasan Ulee Kareng - Lamreung – Jembatan Lamnyong – Darussalam (keadaan dimana belum ada pembagunan Jembatan Lamreung– Limpok, Kabupaten Aceh Besar). Biaya Operasional Kendaraan (BOK) per km yang diperoleh berdasarkan kecepatan rata-rata kendaraan dikalikan dengan dengan volume kendaraan yang akan beralih menggunakan Jembatan Lamreung–Limpok, Kabupaten Aceh Besar (volume Jalan Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief dan sebaliknya) dan panjang jalan selama 365 hari. Dari perkalian tersebut diperoleh biaya operasional kendaraan yang dibutuhkan dalam setahun. b. Skenario do something 1 Pada skenario do something 1 dilakukan pengalihan volume kendaraan menggunakan Jembatan Lamreung–Limpok, Kabupaten Aceh Besar. Volume ini diperoleh dari asumsi yaitu sebesar 50% volume lalu lintas dari jalan Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief dan sebaliknya beralih melewati Jembatan Lamreung–Limpok, Kabupaten Aceh Besar. Pengambilan asumsi pengalihan kendaraan sebesar 50% dikarenakan letak Desa Darussalam yang memiliki banyak akses menuju daerah lain, keperluan pengguna jalan yang berbeda misalnya untuk kepentingan perkantoran dan perbelanjaan yang tidak harus melewati Jembatan Lamreung-Limpok. Perhitunan biaya operasional kendaraan dihitung berdasarkan waktu tempuh rencana. Biaya operasional kendaraan per km dikalikan dengan volume kendaraan yang beralih dan panjang jalan selama 365 hari. Dari perkalian tersebut diperoleh biaya operasional kendaraan yang dibutuhkan dalam setahun. c. Skenario do something 2 Pada skenario do something 2 adanya penambahan pengalihan volume kendaraan menggunakan Jembatan Lamreung–Limpok, Kabupaten Aceh Besar sebesar 20%. Pertambahan 20% volume kendaraan ini diambil berdasarkan penelitian persepsi masyarakat terhadap sarana dan prasarana lalu lintas (Jembatan Lamnyong dan Jembatan Lamreung-Limpok) yang dilakukan oleh Oktakhalija (2011). Pada penelitian ini dijelaskan bahwa yang mengatakan akan memilih Jembatan Lamreung untuk menuju ke lokasi tujuan adalah melihat kondisi sebanyak 65 orang, setelah itu memilih Jembatan Lamreung untuk menuju ke lokasi tujuan jawabannya adalah ya sebanyak 24 orang, kemudian memilih Jembatan Lamreung untuk menuju ke lokasi tujuan jawabannya adalah tidak sebanyak 7 orang dan yang terendah adalah dengan memilih Jembatan Lamreung untuk menuju ke lokasi tujuan jawabannya adalah kadang-kadang sebanyak 4 orang. Dari penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan yang menggunakan Jembatan lamreung Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 23

adalah 24 orang dari 100 responden. Maka pada skenario ini diambil 20% volume yang beralih menggunakan Jembatan Lamreung-Limpok, Kabupaten Aceh Besar. Volume tersebut dijumlahkan dengan volume pada skenario do something 1 sehingga total volume yang akan berpindah adalah 70% dari volume lalu lintas jalan Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief dan sebaliknya. Perhitungan biaya operasional kendaraan yang dibutuhkan dihitung berdasarkan waktu tempuh rencana. Biaya operasional kendaraan per km dikalikan dengan volume kendaraan yang beralih dan panjang jalan selama 365 hari. Dari perkalian tersebut diperoleh biaya operasional kendaraan yang dibutuhkan dalam setahun. Nilai Biaya Operasional Kendaraan yang diperoleh pada skenario do nothing akan dibandingkan dengan nilai Biaya Operasional Kendaraan pada skenario do something 1 dan juga skenario do something 2. Dari hasil perbandingan tersebut dilihat nilai penghematan yang mungkin diperoleh apabila melalui Jembatan Jembatan Lamreung – Limpok, Kabupaten Aceh Besar. 2.4

Penghematan Waktu Perjalanan

Penghematan waktu perjalanan yang dihitung pada perencanaan ini adalah selisih waktu perjalanan apabila melalui Jembatan Lamreung-Limpok, Kabupaten Aceh Besar,dibandingkan dengan waktu perjalanan apabila melintas dari simpang BPKP menuju kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala dan sekitarnyayang melintasi kawasan Ulee Kareng - Lamreung Jembatan Lamnyong - Darussalam. Kedua waktu perjalanan tersebut diamati dan dihitung dengan tujuan ingin diperoleh penghematan waktu perjalanan apabila melalui Jembatan Lamreung-Limpok dibandingkan bila melewati Jembatan Lamnyong.

3.

HASIL PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperlukan diolah dengan rumus-rumus dan teori-teori sehingga dapat diketahui besar biaya operasional kendaraan dan waktu perjalanan sebelum dan sesudah pembangunan Jembatan Lamreung-Limpok, Kabupaten Aceh Besar. 3.1

Volume Lalu Lintas

Berdasarkan hasil survei volume lalu lintas yang telah dilakukan, jumlah volume lalu lintas harian rata-rata pada ruas Jalan Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief untuk Hari Rabu, Kamis, dan Sabtu masing-masing sebesar 285 smp/jam, 353 smp/jam, dan 286 smp/jam. Sedangkan volume ratarata kendaraan dari Jalan T. Nyak Arief - Makam T. Nyak Arief untuk Hari Rabu, Kamis, dan Sabtu masing-masing sebesar 253 smp/jam, 311 smp/jam, dan 265 smp/jam. Sehingga didapatkan volume lalu lintas harian rata-rata total untuk kedua arah sebesar 584 smp/jam.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 24

Tabel 1.Kendaraan yang Melintas di Jembatan Lamreung–Limpok pada skenario do something 1 Jumlah Kendaraan

Asumsi Peralihan

Jumlah

Satuan

Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief

308

50%

154

smp/jam

T. Nyak Arief – Makam T. Nyak Arief

276

50%

138

smp/jam

292

smp/jam

Jalan

Total

Tabel 2. Kendaraan yang melintas di Jembatan Lamreung–Limpok pada skenario do something 2 Jumlah Kendaraan

Asumsi Peralihan

Jumlah

Satuan

Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief

308

70%

216

smp/jam

T. Nyak Arief – Makam T. Nyak Arief

276

70%

193

smp/jam

409

smp/jam

Jalan

Total

3.2

Kecepatan Lalu Lintas

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan kecepatan perjalanan untuk Jalan T. Iskandar-Lamreung dengan jarak tempuh 1,3 km, Jalan Lamreung - Makam T. Nyak Arief degan jarak tempuh 1,7 km, jalan Makam T. Nyak Arief - T. Nyak Arief degan jarak tempuh 1,5 km dan jalan T. Nyak Arief – Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala dengan jarak tempuh 1,4 km yaitu masing-masing 24 km/jam, 23 km/jam, 28 km/jam dan 21 km/jam. Jadi kecepatan rata-rata untuk Jalan T. Iskandar - Lamreung – Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief dengan jarak tempuh 5,9 km adalah 24 km/jam kecepatan ini yang dipakai pada perhitungan pada skenario do nothing. Kecepatan tempuh ruas jalan pengalihan (melalui jembatan Lamreung - Limpok) dengan jarak tempuh sejauh 4,7 km dianalisa berdasarkan MKJI. Berdasarkan analisa, hasil yang diperoleh sebesar 35 km/jam kecepatan ini dipakai sebagai kecepatan rencana yaitu pada skenario do something 1 dan do something 2. 3.3

Biaya Operasional kendaraan (BOK)

Berdasarkan hasil perhitungan biaya operasional kendaraan menggunakan Pedoman Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan Departemen PU (2005) yang meliputi biaya tidak tetap (running cost) dan Pacific Consultant International (2000) meliputi biaya tetap (fixed cost) diperoleh penghematan biaya opersional pada setiap kendaraan yang beralih menggukan Jembatan Lamreung-Limpok, Kabupaten Aceh Besar masing masing untuk mobil penumpang Rp. 347/kendaraan pada tiap km, truk Rp. 865/kendaraan pada tiap km, dan bus Rp. 800/kendaraan pada tiap km. Lebih jelasnya besar penghematan biaya operasional kendaraan per kilometer dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 25

Tabel 3. Total Penghematan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) per km Skenario Total Do Do Something 1 dan Penghematan Jenis Kendaraan Nothing Do Something 2 (Rp/km) (Rp/km) (Rp/km) Mobil Penumpang Bus Truk

(1)

(2)

(1-2)

2,846.00 7,294.00 6,596.00

2,499.00 6,428.00 5,796.00

347 866 800

Hasil perhitungan BOK pada kondisi do nothing untuk kendaraan dari arah Jalan T. Iskandar - Lamreung – Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief maupun sebaliknya adalah sebesar Rp. 21.049.164.472,96 .-/tahun, pada kondisi do something 1 melewati Jalan T. Iskandar - Lamreung – Jembatan Lamreung – Lingkar Kampus - Tgk. Syeh Abdul Rauf maupun sebaliknya dibutuhkan biaya operasional kendaraan sebesar Rp. 7.375.202.742,66 .- /tahun dan pada kondisi do something 2 melewati Jalan T. Iskandar - Lamreung – Jembatan Lamreung – Lingkar Kampus - Tgk. Syeh Abdul Rauf maupun sebaliknya dibutuhkan biaya operasional kendaraan sebesar Rp. 10.330.246.559,98.- /tahun. Oleh sebab itu pembangunan jembatan Lamreung - Limpok, Kabupaten Aceh Besar diperkirakan dapat mengurangi Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dari arah simpang BPKP menuju ke Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala maupun sebaliknya yang dahulunya melawati jalan T. Iskandar - Lamreung – Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief serta mengurangi volume kendaraan pada kawasan Simpang Restoran Lamnyong. Rendahnya biaya operasional kendaraan melewati Jembatan Lamreung – Limpok, Kabupaten Aceh Besar dipengaruhi oleh volume lalu lintas, jarak tempuh kendaraan, dan kecepatan rata-rata kendaraan. 3.4

Penghematan Waktu Perjalanan

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan skenario do nothing waktu yang dibutuhkan untuk melewati jalan Tgk. Iskandar – Lamreung dengan jarak tempuh 1,3 km adalah 3,25 menit, Jalan Lamreung - Makam T. Nyak Arief degan jarak tempuh 1,7 km adalah 4,43 menit, jalan Makam T. Nyak Arief - T. Nyak Arief degan jarak tempuh 1,5 km adalah 3,21 menit dan jalan T. Nyak Arief – Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala dengan jarak tempuh 1,4 km adalah 4 menit. Jadi total waktu yang diperlukan dari simpang BPKP menuju ke Kawasan Kampus Unversitas Syiah Kuala maupun sebaliknya melewati jalan T. Iskandar - Lamreung – Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief dengan jarak 5,9 km adalah 14,89 menit (± 15 menit). Waktu perjalanan yang di butuhkan pada skenario do something 1 dan do something 2 yaitu melewati jembatan Lamreung-Limpok, Kabupaten Aceh Besar terdiri dari kendaraan yang berpindah dari jalan Makam T. Nyak Arief - T. Nyak Arief. Waktu perjalanan dari simpang BPKP menuju ke Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala melewati jembatan Lamreung– Limpok, Kabupaten Aceh Besar maupun sebaliknya adalah 8,06 menit (8 menit). Berdasarkan hasil yang di peroleh pembangunan Jembatan Lamreung - Limpok, Kabupaten Aceh Besar dapat menghemat waktu perjalanan selama 7 menit.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

3.5

P a g e | 26

Pembahasan

Jembatan Lamnyong merupakan salah satu jembatan yang menghubungkan pengguna jalan dari arah kota Banda Aceh ke pusat pendidikan. Seiring dengan berjalannya waktu volume lalu lintas semakin meningkat yang diakibatkan oleh adanya peningkatan jumlah kendaraan bermotor setiap tahun.Oleh karena peningkatan volume kendaraan, kapasitas jembatan tersebut sudah tidak mampu menampung kendaraan yang melintas. Volume lalu lintas yang melewati jalan Makam T. Nyak Arief berbelok ke jalan T. Nyak Arief maupun sebaliknya adalah 584 smp/jam. Dengan adanya pembangunan jembatan Lamreung – Limpok, Kabupaten Aceh Besar skenario do something 1 dan do something 2 terjadi pengurangan volume lalu lintas pada jalan tersebut sebesar 292 smp/jam dan 409 smp/jam. Penghematan biaya operasional kendaraan yang diperoleh ketika melewati jembatan Lamreung – Limpok, Kabupaten Aceh Besar per km adalah untuk mobil penumpang sebesar Rp. 347.-/kendaraan, truk Rp. 866/kendaraan, dan bus Rp. 800/kendaraan. Besar penghematan biaya operasional kendaraan yang diperoleh per km dikalikan dengan jarak perjalanan dari Simpang BPKP menuju Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala maupun sebaliknya dengan jarak 4,7 km sehingga diperoleh penghematan biaya operasional kendaraan pada setiap perjalanan dari Simpang BPKP menuju Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala maupun sebaliknya sebesar Rp. 1.630,9.- untuk mobil penumpang, Rp. 3.760.- untuk truk dan Rp. 4.070,2.- untuk bus. Biaya operasional kendaraan yang dibutuhkan pada skenario do nothing adalah sebesar Rp. 21.049.164.472,96 ,- per tahun. Dengan adanya pembangunan jembatan Lamreung Limpok, Kabupaten Aceh Besar maka pada skenario do something 1 dengan asumsi 50% beralih melawati Jembatan Lamreung - Limpok dan 50% masih tetap melewati Jembatan Lamnyong diperoleh biaya operasioanal sebesar Rp. 17.899.784.982,09.- per tahun dan pada skenario do something 2 dengan asumsi 70% beralih melawati Jembatan Lamreung - Limpok dan 30% masih tetap melewati Jembatan Lamnyong diperoleh biaya operasioanal sebesar Rp. 16.644.995.906.00.- per tahun. Maka dapat disimpulkan besar penghematan biaya operasional kendaraan pada skenario do something 1 dan skenario do something 2 masing-masing sebasar Rp. 3.149.379.490,87.- per tahun dan Rp. 4.404.168.566,96.- per tahun. Lebih jelasnya besar penghematan biaya operasional kendaraan pada skenario do something 1 dan skenario do something 2 dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5 dibawah ini.

No. 1 2

Tabel 4. Penghematan biaya operasional kendaraan skenario do something 1 Total Total Kondisi BOK Penghematan BOK do something 1 Rp/tahun Rp/tahun Do nothing 21.049.164.472,96 3.149.379.490,87 Do something 1 17.899.784.982,09

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 27

Tabel 5. Penghematan biaya operasional kendaraan skenario do something 2 NO 1 2

Kondisi Do nothing Do something 2

TOTAL

TOTAL

BOK

Penghematan BOK do something 2

Rp/tahun

Rp/tahun

21.049.164.472,96 16.644.995.906,00

4.404.168.566,96

Waktu perjalanan yang dibutuhkan pada sekenario do nothingadalah 15 menit setiap kali perjalanan. Dengan adanya pembangunan jembatan Lamreung – Limpok, Kabupaten Aceh Besar waktu yang diperlukan untuk setiap perjalanan dari simpang BPKP menuju Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala adalah 8 menit. Maka diperoleh penghematan waktu selama 7 menit setiap perjalanan jika melewati jembatan ini. 4.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Volume lalu lintas pada kondisi existing sebesar 584 smp/jam pada Jalan Makam T. Nyak Arief berbelok ke Jalan T. Nyak Arief. Sedangkan volume lalu lintas yang diasumsikan akan beralih ke Jembatan Lamreung - Limpok, Kabupaten Aceh Besar skenario do something 1 adalah 292 smp/jam dan skenario do something 2 adalah 409 smp/jam. 2. Penghematan biaya operasional kendaraan yang terjadi pada Jalan T. Iskandar – Lamreung – Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief maupun sebaliknya skenario do something 1 sebesar 3.149.379.490,87,- per tahun dan skenario do something 2 sebesar 4.404.168.566,96.- per tahun. semakin banyak lalu lintas yang beralih menggunakan Jembatan Lamreung-Limpok maka semakin besar penghematan biaya operasional yang diperoleh. 3. Penghematan waktu perjalanan yang diperoleh ketika melewati Jembatan Lamreung Limpok, Kabupaten Aceh Besar adalah 7 menit pada setiap perjalanan. 5.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis menyarankan : 1. Mencoba beberapa skenario pengalihan arus yang lebih lanjut untuk menghemat biaya operasional kendaraan pada Simpang Restoran Lamnyong; 2. Perlu dilakukan perhitungan volume lalu lintas pada Simpang Restoran Lamnyong setelah selesainya pembangunan Jembatan Lamreung – Limpok, Kabupaten Aceh Besar; DAFTAR PUSTAKA [1]

[2]

Afriandi, M, 2011, Studi Penggunaan Jalan Alternatif Terhadap Biaya Operasional Kendaraan (BOK) (Studi Kasus Jalan Simpang BPKP menuju Desa Meunasah Manyang Aceh Besar), Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Akbar, F, 2011, Manajemen Simpang Tak Bersinyal (study Kasus Simpang Restoran Lamnyong), Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

[3] [4] [5] [6] [7] [8] [9]

[10]

[11] [12] [13] [14] [15] [16]

[17] [18] [19]

P a g e | 28

Anonim, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia,Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Bina Jalan Kota (Binkot), Jakarta. Anonim, 2000, Metode Perhitungan Biaya Operasional Kendaraan, Pacific Consultant International (PCI). Anonim, 2005, Pedoman Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan Bagian I: Biaya Tidak Tetap (Running Cost), Departemen PU, Jakarta. Anonim, 2006, Pedoman Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan, Pd T-15-2005-B, Badan Litbang PU, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Bukhari, R.A & Sofyan, M.S 2002, Rekayasa Lalu Lintas I, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Bukhari RA, 2004, Rekayasa Lalu Lintas II, Bidang Studi Teknik Transportasi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Chaliq, N, 2011, Analisis Kinerja Simpang Tak Bersinyal Berlengan Empat (Studi Kasus Pada Persimpangan Bundaran Lamnyong, Banda Aceh), Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Fahmi, ZN. I, 2011, Tinjauan Kelayakan Ekonomi Pembangunan Jalan Sp. OpakRantau-Batas Sumut, Kabupaten Aceh Tamiang, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Faisal, R, 2011, Analisis Kinerja Simpang Bersinyal Berlengan Empat (Studi Kasus Simpang BPKP, Banda Aceh), Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Fujiarti, D, 2011, Manajemen Simpang Tujuh Ulee Kareng Dengan Menggunakan Bundaran, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Hobbs, F.D, 1995, Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Terjemahan Suprapto dan Waldijono, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Kepolisian Republik Indonesia Daerah Aceh Direktorat Lalu Lintas, 2011. Khisty, C. J., dan B. Kent Lall., 2006, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi jilid II, Penerbit Erlangga, Jakarta. Oktakhalija, D, 2011, persepsi masyarakat terhadap sarana dan prasarana lalu lintas (Jembatan Lamnyong dan Jembatan Lamreung-Limpok), Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Sudjana, 2005, Metode Statistika, ed.6, Penerbit Tarsito, Bandung. Tamin, O.Z, 2003, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Bandung. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 29

Pengaruh Zat Tambah Abu Cangkang Sawit Terhadap Kuat Tekan Beton Mutu Tinggi Andi Yusra1, Astiah Amir2 1,2

Jurusan Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar, Alue Penyareng, Meulaboh Aceh Barat 23615,

email: [email protected], [email protected] Abstract Concrete which used as structure in construction of civil engineering, can be exploited to a lot of matter. Generally in civil engineering, concrete structure used for the building of foundation, column, beam, plate or shell plate. The mentioned show how important are use of concrete in the field of civil engineering so that required by a circumstantial recognition hit the nature of substance of concrete . To yield the concrete with the high strength, use water or water cement ratio shall minimize with the consequence of concrete workmanship will become difficult because of concrete will become very jell, workability value become to minimize. The mentioned can be overcome by enhancing substance additive like superplasticizer. In this research used additives that is fly ash of palm shell with the addition of percentage of the weight of the cement 0 %, 5 %, 8 %, 10 % and 15 %, it also used superplasticizer (viscocrete N-10) with the addition of percentage of the weight of the cement 1,5%. Concrete was designed with water cement ratio 0,30. Test were conducted was strength test of high strength concrete at 28 and 56 age days. Compressive strength test covered of concrete cylinder by 15 cm in diameter and 30 cm height. Amount of sample test was 30, where each variable used 3 samples. Result of high strength concrete compression test at age 28 days, show at addition of each fly ash of palm shell, 0% yielding strength (54,14 MPA), 5% (59,04 MPA), 8% (47,03 MPA), 10% (52,44 MPA), and 15% (60,74 MPA). For the high strength concrete compression test at age 56 days, 0% yielding strength (57,91 MPA), 5% (64,89 MPA), 8% ( 57,91 MPA), 10% ( 56,21MPa), and 15% (69,23 MPA). Happen by strength addition 13,98% at age 56 day compared to strength at age 28 days with the addition of fly ash equal to 15%. Keywords - High Strength Concrete, Fly Ash of Palm Shell, and Age of Test

Abstrak Beton yang digunakan sebagai struktur dalam konstruksi teknik sipil, dapat dimanfaatkan untuk banyak hal. Umumnya dalam teknik sipil, struktur beton digunakan untuk bangunan pondasi, kolom, balok, pelat atau pelat cangkang. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya penggunaan bahan beton dalam dunia teknik sipil sehingga dibutuhkan pengenalan yang mendalam mengenai sifat-sifat bahanbahan penyusun beton. Untuk menghasilkan beton dengan kekuatan tinggi, penggunaan air atau faktor air semen terhadap semen haruslah kecil dengan konsekuensi pengerjaan beton akan menjadi sulit karena campuran beton atau beton muda akan menjadi sangat kental, nilai workabilitasnya menjadi kecil. Hal tersebut dapat diatasi dengan menambahkan bahan tambah seperti superplasticizer.Penelitian ini menggunakan zat tambah yaitu abu cangkang sawit, dimana jumlah yang ditambahkan adalah 0 %, 5 %, 8 %, 10 % dan 15 % terhadap berat semen, juga digunakan superplastizer (Viscocrete N 10) sebanyak 1,5 % dari berat semen. Beton direncanakan dengan faktor air semen (FAS) sebesar 0,3. Pengujian dilakukan terhadap kuat tekan beton pada umur 28 dan 56 hari. Pengujian kuat tekan dilakukan pada benda uji silinder beton dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Jumlah benda uji 30 buah, setiap variabel menggunakan 3 buah benda uji. Hasil pengujian kuat beton pada umur 28 hari menunjukkan pada penambahan masing-masing abu cangkang sawit, 0% menghasilkan kuat tekan (54,14 MPa), 5% (59,04 MPa), 8% (47,53 MPa), 10% (52,44 MPa), dan 15% (60,74 MPa). Untuk umur pengujian 56 hari, 0% menghasilkan kuat tekan (57,91 MPa), 5% (64,89 MPa), 8% (57,91 MPa), 10% (56,21MPa), dan 15% (69,23 MPa). Terjadi penambahan kekuatan 13,98% pada umur 56 hari dibandingkan kuat tekan pada umur 28 hari dengan penambahan abu cangkang sawit sebesar 15%. Kata kunci - Kuat Tekan, Fly Ash batu bara, dan Umur Pengujian

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 30

1. PENDAHULUAN

B

eton yang digunakan sebagai struktur dalam konstruksi teknik sipil, dapat dimanfaatkan untuk banyak hal. Umumnya dalam teknik sipil, struktur beton digunakan untuk bangunan pondasi, kolom balok, pelat atau pelat cangkang. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya penggunaan bahan beton dalam dunia teknik sipil sehingga dibutuhkan pengenalan yang mendalam mengenai sifat-sifat bahan-bahan penyusun beton. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti beton terdahulu menghasilkan suatu kontradiksi. Untuk menghasilkan beton dengan kekuatan tinggi, penggunaan air atau faktor air semen terhadap semen haruslah kecil dengan konsekuensi pengerjaan beton akan menjadi sulit karena campuran beton atau beton muda akan menjadi sangat kental, nilai workabilitasnya menjadi kecil. Hal tersebut dapat diatasi dengan menambahkan bahan tambah seperti superplasticizer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar kuat tekan beton mutu tinggi yang dihasilkan dengan menggunakan abu cangkang sawit dan superplasticizer sebagai bahan tambah. Bahan tambah yang digunakan adalah abu cangkang sawit dengan persentase penambahan 0%, 5%, 8%, 10% dan 15% dari berat semen terhadap kuat tekan dengan faktor air semen (FAS) 0,30, serta penambahan superplasticizer (Viscocrete N 10) masing-masing 1,5% terhadap berat semen. Pada penelitian ini juga dilakukan pemeriksaan sifat-sifat fisis terhadap agregat sebagai material pembentuk beton untuk mendapatkan material yang baik sesuai dengan Anonim (1982). Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 28 hari dan 56 hari. Mix Design beton mutu tinggi ini direncanakan untuk mutu beton 70 MPa (Aulia, 1999). Digunakan batu pecah dengan diameter agregat maksimum 16 mm. Gradasi butiran yang digunakan dalam mix design beton ini adalah (0 - 2) mm, (2 - 5) mm, (5 - 8) mm, (8 – 11) mm dan (11 – 16) mm (Mahdi, 2008).

2. METODE PENELITIAN 2.1

Material

Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland, agregat dari Krueng Aceh, bahan tambah abu cangkang sawit diambil dari PT. Scofindo daerah Nagan Raya dan superplasticizer produksi PT. Sika Indonesia. Semen yang digunakan adalah semen portland Tipe I produksi PT. Semen Andalas Indonesia (PT. SAI). Pemeriksaan laboratorium terhadap semen ini tidak dilakukan karena telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 15-204901994. Pemeriksaan terhadap agregat kasar dan agregat halus dilakukan terhadap sifat-sifat agregat yang meliputi berat jenis (specific gravity), penyerapan (absorbtion), berat volume (bulk density), analisa saringan (sieve analyisis), sifat-sifat ketahanan agregat dan kadar bahan organik. Pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat kasar dan agregat halus didasarkan pada standar ASTM. Agregat kasar yang digunakan adalah batu pecah dengan diameter agregat maksimum 16 mm. Bahan tambah abu cangkang sawit didapat dari hasil pembakaran tanur tinggi pabrik pengolahan kelapa sawit PT. Scofindo di daerah Nagan Raya, sedangkan superplasticizer diperoleh dari PT. Sika Indonesia. Pemeriksaan komposisi kimia terhadap abu cangkang sawit, adalah kandungan Silicon Dioxide (SiO2), Aluminium Oxide (Al2O2), Ferric Oxide (Fe2O3) dan Sulphur Oxide (SO3). Pemeriksaan kandungan kimia ini dilakukan di laboratorium penguji BARISTAND Industri Banda Aceh. 2.2

Perencanaan dan Pengerjaan Campuran Beton

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 31

Perencanaan komposisi campuran beton (concrete mix design) direncanakan berdasarkan metode perbandingan berat material pembentuk beton. Untuk rancangan campuran beton mutu tinggi ini diperkirakan kuat tekan rencana 70 Mpa untuk benda uji silinder 15/30 cm, faktor air semen 0,30, persentase fly ash yang digunakan 0%, 5%, 8%, 10% dan 15% dari berat semen. 2.3

Rancangan Benda Uji

Untuk maksud penelitian ini dibuat benda uji yang berjumlah 30 buah dengan bentuk silinder (Ø 15 cm, T = 30 cm), dengan masing-masing variabel berjumlah 3 buah benda uji. 2.4

Pengujian Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan silinder beton dilakukan pada umur 28 hari dan 56 hari. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin penguji kuat tekan merek Ton Industrie kapasitas 100 ton dan 400 ton yang berada di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik UNSYIAH.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1

Sifat-Sifat Fisis Agregat

Data pendukung penelitian diperoleh dari hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa agregat yang digunakan memenuhi syarat sebagai material pembentuk beton. 3.2

Berat volume

Hasil perhitungan berat volume rata-rata yang diperoleh untuk setiap jenis agregat diperlihatkan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan perhitungan berat volume Jenis

No

Agregat

Berat Volume (kg/l)

1.

Coarse Aggregate (11-16 mm)

1,566

2.

Coarse Aggregate (8-11 mm)

1,553

3.

Coarse Aggregate (5-8 mm)

1,546

4.

Coarse Sand (2-5 mm)

1,469

5.

Fine Sand (0-2 mm)

1,465

Referensi Orchard (1979)

Troxell (1968) > 1,560

> 1,445 > 1,400

Agregat yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai material pembentuk beton sebagaimana yang disarankan oleh Orchard (1979) yaitu berat volume agregat yang baik lebih besar dari 1,445 kg/l dan Troxell (1968) yaitu berat volume agregat kasar lebih besar dari 1,560 kg/l dan untuk pasir kasar serta pasir halus lebih besar dari 1,400 kg/l. 3.3

Berat jenis dan absorbsi

Hasil perhitungan berat jenis dan absorbsi zat tambahan diperlihatkan pada Tabel 2–3 berikut ini. Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 32

Tabel 2. Hasil pemeriksaan perhitungan berat jenis agregat Berat Jenis No

Referensi

Jenis Agregat SG

(SSD)

SG (OD)

1.

Coarse Aggregate (11-16mm)

2,734

2,69

2.

Coarse Aggregate (8-11 mm)

2,685

2,64

3.

Coarse Aggregate (5-8 mm)

2,517

2,489

4.

Coarse Sand (2-5 mm)

2,432

2,398

5.

Fine Sand (0-2 mm)

2,513

2,475

Troxell (1968)

2,500 - 2,800

2,000 – 2,600

Tabel 3. Hasil pemeriksaan perhitungan absorbsi agregat No

Jenis Agregat

Referensi

Absorbsi (%)

1.

Coarse Aggregate (11-16mm)

1,657

2.

Coarse Aggregate (8-11 mm)

1,708

3.

Coarse Aggregate (5-8 mm)

1,12

4.

Coarse Sand (2-5 mm)

1,413

5.

Fine Sand (0-2 mm)

1,519

Orchard (1979)

0,400 – 1,900

Dari Tabel 2 terlihat bahwa berat jenis agregat jenuh air kering permukaan (SSD) yang digunakan telah memenuhi ketentuan yang disarankan oleh Troxell (1968) yaitu untuk kerikil berkisar antara 2,5 – 2,8 dan untuk pasir berkisar antara 2,0 – 2,6. Sedangkan berat jenis agregat kering oven (OD) yang diperoleh masih masuk dalam kategori yang ditentukan oleh Troxell (1968) yaitu yaitu untuk kerikil berkisar antara 2,5 – 2,8 dan untuk pasir berkisar antara 2,0 – 2,6. Selanjutnya pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai absorbsi kerikil, pasir kasar, dan pasir halus yang diperoleh masih sesuai dengan nilai absorbsi yang ditentukan oleh Orchard (1979) yaitu 0.4% sampai dengan 1.9%. 3.4

Susunan Butiran Agregat (gradasi)

Data yang diperoleh dari analisa saringan digunakan untuk melihat susunan butiran agregat yang digunakan dalam campuran beton. Nilai fineness modulus yang diperoleh dari analisa saringan dapat dilihat pada Tabel 6. Fineness modulus tersebut telah memenuhi ketentuan ASTM (Anonim, 2004) yaitu diantara 5.5 – 8.0 untuk kerikil, diantara 2.9 – 3.2 untuk pasir kasar dan diantara 2.2 – 2.6 untuk pasir halus. Tabel 6. Nilai Fineness Modulus (FM) Agregat. Jenis

No

Agregat

Modulus Kehalusan (FM) ASTM

1.

Coarse Aggregate (11-16mm)

8

2.

Coarse Aggregate (8-11 mm)

7

3.

Coarse Aggregate (5-8 mm)

6

4.

Coarse Aggregate (2-5 mm)

5.

Fine Sand (0-2 mm)

6.

Agregat campuran

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Referensi (2004 sampai dengan)

Mulyono

(2005)

5,500 – 8,000

5,000 – 8,000

2,586

2,200 – 2,600

1,500 – 3,800

5,626

4,000 – 7,000

5,000 – 6,000

5

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 33

Hasil perhitungan fineness modulus agregat campuran adalah 5,626. Nilai ini telah sesuai dengan ketentuan diperlihatkan standar ASTM (Anonim, 2004) yaitu antara 4,0 – 7,0. Hasil perhitungan dapat dilihat bahwa susunan butiran agregat campuran berada pada daerah “3” Berdasarkan Mulyono (2005), susunan butiran agregat campuran juga masuk dalam kategori gradasi baik (Gambar 1) berikut ini.

120

Susunan Butiran Yang Direncanakan

100 80 60 40 20 0 0,1

1

10

100

Berdasarkan Referensi Buku Tekton Trimulyono

Gambar 1

3.5

Grafik susunan butiran agregat campuran yang direncanakan berdasarkan Mulyono, 2005

Kandungan bahan organik

Hasil pemeriksaan kandungan bahan organik pada agregat halus menunjukkan bahwa warna larutan yang timbul adalah kuning muda. Hal ini menandakan bahwa pasir yang digunakan untuk campuran beton termasuk dalam kategori tidak mengandung bahan organik berlebihan dan dapat digunakan untuk campuran beton. 3.6

Pemeriksaan Kandungan Abu Cangkang Sawit

Pemeriksaan Kandungan kimia untuk zat tambahan dilakukan di BARISTAND Industri Banda Aceh. Hasil pemeriksaan diperlihatkan pada Tabel 8. Terlihat bahwa jumlah kandungan SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 untuk abu cangkang sawit adalah 26,65%; 9,6%; 17,56%; dan 2,51%. Berdasarkan ketentuan ASTM jenis abu cangkang sawit termasuk ke dalam fly ash kategori C. Tabel 7. Komposisi Kimia Abu Cangkang Sawit Zat Tambahan

Parameter Uji

Satuan

Metode Uji

Hasil

SiO2

%

Gravimetri

34,11

Abu Cangkang Sawit

Al2O3

%

Gravimetri

3,57

Fe2O3

%

AAS

2,06

SO3

%

Titrimetri

0,2

3.7

Rancangan Campuran Beton

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 34

Perhitungan rancangan campuran (mix design) beton dengan penambahan abu cangkang sawit. Perhitungan ini berdasarkan perhitungan perbandingan berat material sesuai dengan penelitian (Aulia, 1999) dan (Mahdi, 2008). Tabel 8. Komposisi material untuk 1 M3 Nama Zat Tambah

Abu Cangkang Sawit

Persentase Penambahan (%) 0 5 8 10 15

Air

Semen

(kg) 165 165 165 165 165

(kg) 550 550 550 550 550

Zat Tambah (kg) 0,00 27,50 44,00 55,00 82,50

Agregat dengan diameter (mm)

SP (kg) 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25

0-2 (kg) 496,68 482,13 473,40 467,58 453,04

2-5 (kg) 165,56 160,71 157,80 155,86 151,01

5-8 (kg) 248,34 241,06 236,70 233,79 226,52

8 - 11 (kg) 248,34 241,06 236,70 233,79 226,52

11 - 16 (kg) 496,68 482,13 473,40 467,58 453,04

Berat Campuran (kg) 2378,85 2357,84 2345,25 2336,85 2315,88

Dari tabel di atas dapat dilihat komposisi dari masing-masing bahan pembentuk beton dalam satuan berat dimana jumlah berat semen tetap dipertahankan sedangkan jumlah bahan tambah masing-masing sesuai dengan persentase penambahan. Komposisi tersebut untuk jumlah campuran beton dalam satu meter kubik (1 M3). 3.8

Nilai Slump

Pada penelitian ini juga diukur nilai kekentalan campuran beton dengan mengukur nilai slump yang terjadi pada masing-masing perlakuan.

Gambar 2 Diagram Nilai Slump Beton Mutu Tinggi

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan nilai slump pada setiap pengecoran diperlihatkan pada Gambar 2. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa nilai slump adukan beton Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 35

berkisar antara15,4 cm sampai 18 cm. Berdasarkan Gambar 2 di atas dapat disimpulkan bahwa beton yang menggunakan zat tambah mempunyai nilai slump yang lebih besar dibandingkan dengan beton tanpa zat tambahan. Berarti beton yang menggunakan zat tambah abu cangkang sawit 8% dan viscocrete N10 1,5% mempunyai nilai workabilitas yang lebih baik. 3.9

Kuat tekan silinder beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat benda uji berumur 28 hari dan 56 hari. Benda uji yang diuji terlebih dahulu ditimbang beratnya sebelum dilakukan uji kuat tekan. Dari hasil pengujian kuat tekan beton mutu tinggi, diperoleh bahwa kuat tekan beton mutu tinggi menunjukkan bahwa mutu beton termasuk beton mutu tinggi sesuai dengan referensi yang tercantum dalam tinjauan pustaka. Kekuatan yang paling tinggi didapat pada penambahan bahan tambah 15% dengan umur pengujian 56 hari yaitu sebesar 69,23 MPa lebih besar dari 41,4 MPa (ACI, 2004) dan hampir mendekati mutu beton rencana yaitu 70 MPa. Dapat disimpulkan juga bahwa terjadi peningkatan kuat tekan dari 60,74 MPa (umur 28 hari) ke 69,23 MPa (umur 56 hari), peningkatan kuat tekan yang terjadi adalah sebesar 13,98%, hal ini menunjukkan bahwa umur pengujian memberikan pengaruh terhadap kuat tekan. Tabel 9. Hasil pengujian kuat tekan untuk benda uji beton dengan penambahan abu cangkang sawit (Ø 15 cm & T 30 cm) Zat Tambah

Persentase Penambahan

Abu Cangkang Sawit

0% 5% 8% 10% 15%

Kuat Tekan Rata-Rata (MPa) 28 Hari 54,14 59,04 47,53 52,44 60,74

56 Hari 57,91 64,89 57,91 56,21 69,23

Persentase Peningkatan Kuat Tekan 6,97% 9,90% 21,83% 7,19% 13,98%

Modulus Elastisitas Rata-Rata (MPa) 30759,26 27333,61 33240,77 34273,59 34510,34

46327,04 30180,51 32171,56 33862,17 31901,61

Gambar 3. Grafik Kuat Tekan Mutu Beton Tinggi dengan penambahan Abu Cangkang Sawit

4

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

KESIMPULAN

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 36

1. Hasil pengujian kuat tekan terbesar diperoleh dari beton dengan penambahan abu cangkang sawit sebesar 15% dengan kuat tekan rata-rata 69,23 MPa pada pengujian umur 56 hari. 2. Penggunaan bahan tambah abu cangkang sawit meningkatkan kuat tekan beton pada umur pengujian 56 hari, hal ini menunjukkan bahwa bahan tambah tersebut bisa dipakai sebagai pengganti Silica Fume, sebagai bahan pengganti alternatif dalam pembuatan beton mutu tinggi. 3. Terjadi peningkatan kuat tekan sebesar 13,98% pada beton umur 56 hari dengan persentase penambahan abu cangkang sawit 15% dari berat semen. 4. Beton yang dihasilkan termasuk kedalam kategori beton mutu tinggi.

5

SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mencari zat tambahan jenis lain sebagai pengganti Silica Fume, dan memperhalus butiran zat tambahan dengan menggunakan ayakan lebih kecil dari ayakan no #200, sehingga meningkatkan fungsi dari zat tambahan tersebut. 2. Perlu dilakukan produksi zat tambahan dengan cara yang lebih efisien dan dalam jumlah besar sebagai pengganti Silica Fume sehingga bisa menekan biaya pembuatan beton mutu tinggi. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah umur pengujian sampai umur 90 hari atau lebih, sehingga bisa dilihat seberapa besar peningkatan kuat tekan yang akan dihasilkan akibat bertambahnya umur benda uji. 4. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan variasi persentase SP (Superplasticizer), menggunakan 2% sampai 4% penambahan SP dalam campuran untuk melihat pengaruhnya terhadap kekuatan beton.

DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim, 1995, Guide for The Use of Silica Fume in Concrete, Vol. 92, No. 4, ACI Materials Journal. [2] Anonim, 1971, Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (NI-2), Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Bandung. [3] Anonim, 1991, Recommended Practice for Selecting Proportion for Normal and Heavy Weight Concrete, American Institute Committee 211, ACI Standard [4] Aulia, T. B., 1999, Effect of Mechanical Properties of Aggregate on The Ductility of High Performance Concrete, Karsten Deutschman, Lacer No. 4, 133 – 147. [5] Dobrowolski, A. J., 1988, Concrete Construction Hand Book New York, The McGraw-Hill Companies, Inc.. [6] Mahdi, 2008, Pengaruh Agregat Terhadap Sifat-Sifat Mekanis Beton Mutu Tinggi, Tesis, Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala. [7] Mehta, P.K. dan Monteiro, P.J.M., 2006, Concrete, Mac-Graw Hill, USA, pp. 121-198. [8] Mulyono, T., 2005, Teknologi Beton, Penerbit Andi Yogyakarta. [8] Muttaqin, 1998, Perilaku Mekanik Beton Dengan Agregat Ringan Buatan Bergradasi Tidak Kontinu, Tesis, Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 37

Analisis Proporsi Bubur Kertas dan Pasir Terhadap Sifat Mekanis Beton Kertas (Papercrete) Desi Israini1, Aulia Rahman 2 1,2

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar Alue Penyareng, Meulaboh Aceh Barat 23615,

e-mail: 1 [email protected], [email protected] Abstract The purpose of this study was to analyze the proportion of pulp and paper sand to produce concrete that has split tensile strength and flexural maximum tensile strength and yield concrete lighter paper. Concrete composition paper consists of cement, water, paper pulp, and sand. The mixture composition of the initial volume of cement and aggregate is 1: 2, with the water-cement factor of 0.25. Variations in the use of pulp in the portion of the aggregate is 30%; 40%; 50%; 60% and 70% to be compared with normal concrete without pulp and coarse aggregate (concrete normal comparison). Specimens used in this study is a cylinder measuring 15 cm x 30 cm for testing the tensile strength and beam sides measuring 40 cm x 10 cm x 10 cm for flexural tensile strength testing. The results of data analysis indicated the presence of a strong proportion of pulp to pull apart and flexural tensile strength of concrete paper when compared to normal concrete comparison. Maximum tensile strength divided on the proportion of pulp 40%, a decrease of 33.235% (21.254 kg / cm2) when compared to the tensile strength of normal concrete comparison of 31.834 kg / cm2. As for testing the flexural tensile strength, the maximum proportion of pulp 30%, a decrease of 31.774% (47.025 kg / cm2) when compared with normal concrete flexural strength comparison of 68.925 kg / cm2. The proportion of pulp 30-40% gave a strong pull apart and bending tensile strength that is still lower than the normal concrete comparison. Keywords : concrete paper , split tensile strength , flexural tensile strength.

Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis proporsi bubur kertas dan pasir sehingga menghasilkan beton kertas yang memiliki kuat tarik belah dan kuat tarik lentur yang maksimal dan menghasilkan beton kertas yang lebih ringan. Komposisi beton kertas terdiri dari semen, air, bubur kertas, dan pasir. Campuran komposisi volume awal semen dan agregat adalah 1 : 2, dengan faktor air semen 0,25. Variasi penggunaan bubur kertas pada porsi agregat adalah 30%; 40%; 50%; 60% dan 70% yang akan dibandingkan dengan beton normal tanpa bubur kertas dan agregat kasar (beton normal pembanding). Benda uji yang digunakan pada penelitian ini adalah silinder berukuran 15 cm x 30 cm untuk pengujian kuat tarik belah dan balok berukuran 40cmx10cmx10cm untuk pengujian kuat tarik lentur. Hasil analisis data menunjukkan adanya pengaruh proporsi bubur kertas terhadap kuat tarik belah dan kuat tarik lentur beton kertas jika dibandingkan terhadap beton normal pembanding. Kuat tarik belah maksimal pada proporsi bubur kertas 40%, turun sebesar 33,235 % (21,254 kg/cm2) jika dibandingkan dengan kuat tarik beton normal pembanding sebesar 31,834 kg/cm2. Sedangkan untuk pengujian kuat tarik lentur, maksimal pada proporsi bubur kertas 30%, turun sebesar 31,774 % (47,025 kg/cm2) jika dibandingkan dengan kuat lentur beton normal pembanding sebesar 68,925 kg/cm2. Proporsi bubur kertas 30–40% memberikan kuat tarik belah dan kuat tarik lentur yang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan beton normal pembanding. Kata kunci : beton kertas, kuat tarik belah, kuat tarik lentur

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 38

1.

PENDAHULUAN

S

aat ini telah banyak kemajuan teknologi yang ada pada pembangunan infrastruktur. Mulai dari metode pembangunan, peralatan canggih sampai ditemukannya bahan-bahan baru yang lebih efektif dan ekonomis. Perkembangan ini terus dikembangkan baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Beton sebagai salah satu pilihan utama pada pembangunan, termasuk yang teknologinya terus dikembangkan. Perkembangan ini ditujukan untuk mendapatkan beton yang lebih kuat dan ekonomis. Fokus yang banyak dipelajari adalah bagaimana menemukan bahan-bahan pembentuk beton yang mampu mencapai hal tersebut. Beton kertas (Papercrete) atau beton dengan substitusi kertas telah banyak digunakan sebagai dinding, karena lebih ringan dan ekonomis. Selain itu, dengan menggunakan kertas bekas ini maka secara tidak langsung kita juga membantu mengurangi sampah–sampah kertas sehingga bahan ini dapat dikatakan ramah lingkungan. Selaras dengan (UU NO.32 tahun 2009) dan Peraturan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 2008 tentang pengelolaan lingkungan hidup dengan mendayagunakan kembali bahan limbah, maka pemanfaatan limbah kertas HVS sebagai bahan baku beton merupakan salah satu alternatif yang dapat diaplikasikan. Kertas HVS yang berupa kertas limbah sekolah dan perkantoran, merupakan material organik berbahan dasar serat yang tepat untuk diolah menjadi salah satu bahan yang mendukung untuk meningkatkan karakteristik beton dari segi ekonomis, ringan, dan tahan terhadap perubahan suhu (Sugesty, 2009 : 4). Selain mudah didapat, kertas limbah perkantoran juga tersedia dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, mengingat terbatasnya sumber daya alam berupa pasir dan batu pecah, pemanfaatan limbah kertas ini dapat mengurangi penggunaan material alam. Kertas yang didapat sebahagian besar adalah kertas yang telah bertulisan atau telah digunakan, namun dalam penelitian ini, penelitian dilakukan dengan mengabaikan efek tinta. Limbah kertas tersebut diolah hingga menjadi bubur kertas, dengan tujuan untuk mempermudah dalam pengadukan campuran. Pada penelitian Irvan (2011), telah dihitung kuat tekan maksimal beton setelah dilakukan subsitusi bubur kertas sebagai campuran agregat dalam perbandingan tertentu. Pada komposisi perbandingan volume agregat dan bubur kertas sebesar 70:30, berat jenis beton kertas berkurang 30% dari berat beton normal, hal ini dikarenakan pada penelitian tersebut split digunakan sebagai agregat kasar, sehingga berat beton tidak banyak berkurang. Untuk mendapatkan beton kertas yang lebih ringan, pada penelitian ini tidak digunakan agregat kasar, hanya menggunakan agregat halus yaitu pasir dan agregat buatan berupa bubur kertas. Kuat tekan maksimum yang diperoleh pada proporsi 70:30 ini, bila dibandingkan dengan kuat tekan beton normal, memiliki kuat tekan yang masih di bawah beton normal. Hal ini disebabkan bubur kertas dalam campuran beton merupakan bahan yang mempunyai daya serap air yang tinggi sehingga kelembapan beton menjadi tinggi menyebabkan proses hidrasi beton terganggu. Disamping itu, bubur kertas yang kasar memiliki bidang gelincir yang kecil sehingga workabilitas menjadi rendah. Penambahan zat aditif adalah suatu solusi yang tepat untuk memperbaiki kualitas beton kertas. Pada penelitian ini, rendahnya workabilitas dan capaian kuat tekan beton menjadikan penggunaan superplasticizer dapat menjadi solusi. Penggunaan superplasticizer meningkatkan workability beton. Superplasticizer pada penelitian ini digunakan Sikament-NN. Pada penelitian ini komposisi beton kertas terdiri dari semen, air, bubur kertas, dan pasir. Campuran komposisi volume awal semen dan agregat adalah 1 : 2, dengan faktor air semen 0,25 dan digunakan superplasticizer. Variasi penggunaan bubur kertas pada porsi agregat selanjutnya divariasikan menjadi 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70% dan kemudian dibuat benda uji pembanding beton normal tanpa bubur kertas dan agregat kasar (beton normal pembanding). Variasi ini

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 39

melanjutkan penelitian Irvan (2011) yang menggunakan 3 macam persentase substitusi bubur kertas yaitu 30%, 40% dan 50% pada porsi agregat, karena digunakan split sebagai agregat kasar, beton kertas yag dihasilkan belum dapat diklasifikasikan beton ringan dengan kuat tekan yang sudah mencapai kuat tekan beton ringan. Oleh karena itu dibuat penambahan persentase bubur kertas yaitu 30%, 40%, 50%, 60% dan, 70% dan tidak digunakan agregat kasar untuk menjadikan beton lebih ringan dan dengan variasi persentase tersebut dapat dilihat penyebaran kekuatannya. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Beton Ringan (Lightweight Concrete)

Menurut Nawy (1998), beton ringan adalah beton yang mempunyai kekuatan tekan pada umur 28 hari lebih dari 200 psi (1,38 Mpa) dan berat volume kurang dari 115 lb/ft3. Anonim (2002), beton ringan adalah beton yang mengandung agregat ringan dan mempunyai berat volume tidak lebih dari 1900 kg/m3. Menurut Neville (1999) penggolongan kelas beton ringan berdasarkan berat jenis dan kuat tekan yang harus dipenuhi dapat dibagi tiga yaitu: 1. Beton ringan dengan berat volume rendah (Low Density Concretes) untuk non struktur dengan berat volume antara (300 – 800) kg/m3 dan kuat tekan antara (0,35–7)Mpa yang umumnya digunakan seperti untuk dinding pemisah atau dinding isolasi. 2. Beton ringan dengan kekuatan menengah (Moderate Strength Concretes) untuk struktur ringan dengan berat volume (800 – 1350) kg/m3 dan kuat tekan antara (7–17) MPa yang umumnya digunakan seperti untuk dinding yang juga memikul beban. 3. Beton ringan struktural (Structural Lightweight Concretes) untuk struktur dengan berat volume (1350–1900) kg/m3 dan kuat tekan lebih dari 17 MPa yang dapat digunakan sebagaimana beton normal. Beton ringan dengan kandungan udara dan ukuran diameter pori yang sangat kecil, kira-kira 0,1-1,0 mm, tersebar merata (homogen) menjadikan beberapa sifat beton lebih baik, misalnya sebagai penghambat panas (heat insulation) dan lebih kedap suara (sound insulation) dibandingkan dengan bahan dinding yang umum dipakai seperti batu bata dan batako. 2.2.

Beton Kertas (Papercrete)

Menurut Rahmadhon (2009), beton kertas (papercrete) merupakan suatu material yang terbuat dari campuran kertas dengan semen portland. Kertas yang digunakan adalah kertas bekas yang diolah menjadi bubur kertas dengan tujuan mempermudah proses pengadukan campuran. Beton kertas dapat digunakan sebagai salah satu bahan alternatif untuk dinding partisi, blok, panel, plesteran, dan lain-lain yang ramah lingkungan. Untuk menambah kinerjanya, dalam beton kertas dapat ditambahkan agregat seperti pasir, kaolin, dan bahan lainnya untuk mendapatkan beton kertas dengan karakteristik yang diinginkan. Semakin banyak bubur kertas yang dicampurkan pada papan beton maka semakin kecil nilai berat/volume, jadi papan beton semakin ringan. Penambahan bubur kertas yang disertai pengurangan pasir dalam papan beton menunjukkan nilai berat panel yang semakin kecil. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh faktor penyusun, salah satunya adalah berat jenis. Berat jenis

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 40

pasir dan kerikil sekitar 2,1-2,2 gr/cm3 lebih besar daripada berat jenis bubur kertas 1,24 gr/cm3 (Hardiani dan Sugesty, 2009) Maidayani (2009) juga menyebutkan hal serupa bahwa penambahan limbah padat (sludge) pada beton cenderung akan menurunkan nilai densitas beton karena sebagian air yang terikat di dalam sludge akan terlepas pada saat proses pengeringan dan waktu pengeringan yang optimal adalah selama 28 hari, apabila waktu pengeringan diperpanjang maka pengaruh terhadap nilai densitas beton tidak terlalu signifikan. Selain itu penambahan kertas cenderung menurunkan nilai kuat tekan dan kuat tarik beton dimana dalam penelitiannya dengan komposisi 25% bubur kertas dan 10% lateks dan waktu pengeringan 28 hari menghasilkan beton dengan karakteristik densitas = 2,01 gram/cm3, penyerapan air = 21,9%, penyusutan = 0,102%, kondutivitas termal = 0,34 w/moK, kuat tekan = 16,52 MPa, kuat patah = 3,60 MPa, dan kuat tarik = 2,99 MPa. Sihombing (2009) menganalisis batako ringan yang dibuat dari sludge dengan bahan agregat berbasis sludge dan pasir, di mana semen digunakan sebagai matrik perekat, dengan variasi rasio sludge terhadap pasir adalah 100:0; 80:20; 60:40; 40:60; 20:80; dan 0:100 (dalam % volume) menunjukkan bahwa batako ringan dengan variasi komposisi terbaik adalah 60% (volume) sludge dan 40% (volume) pasir, jumlah semen pada kondisi tetap (31,75 cm3) dan waktu pengeringan 28 hari. Pada komposisi tersebut, batako ringan yang dihasilkan memiliki densitas 1,56 gr/cm3. Penyerapan air = 31,7%, kuat tekan 9,1 MPa, kuat tarik = 1,83 MPa, dan kuat patah = 1,19 Mpa. Batako ringan tersebut mampu merespon dengan baik menyerap suara pada frekuensi 125, 270, 500, dan 100 Hz, dengan koefisien penyerapan suara pada frekuensi tersebut masing-masing sekitar: 20, 30, 15,8 dan 9%. Berdasarkan analisis mikrostruktur menunjukkan bahwa sludge berupa serat dengan ukuran diameter berkisar 5 μm dan panjang 30 μm, partikel pasir atau semen dengan ukuran berkisar 2 μm dan batako yang dihasilkan relatif berpori dengan ukuran bisa mencapai 20 μm.

3. METODE PENELITIAN Bubur kertas yang digunakan pada pembuatan beton kertas dibuat sendiri. Proses pembuatan bubur kertas diawali dengan pengumpulan kertas HVS bekas yang kemudian direndam dalam ember berisi air selama 1 jam. Kemudian kertas yang telah basah tersebut dihancurkan menggunakan blender, yang dibuat dari modifikasi wadah baja dinamo bor yang matanya diganti dengan plat baja berbentuk seperti mata blender. Setelah menjadi bubur kertas, diperas dan dijemur/dikeringkan. bubur kertas dikeringkan hingga tercapai keadaan kering menjadi bubuk kertas dengan kadar air 12%, pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran pada panas matahari selama 8 sd 12 jam ataupun menggunakan oven selama 1 sd 2 jam. kondisi kering bubuk kertas 12% ditandai dengan kondisi bila diremas tidak lagi mengeluarkan air dan kondisi bubuk tetap seperti semula. Bubuk kertas tersebut ketika digunakan akan ditambahkan air untuk mencapai kandungan air 78,8% menjadi bubur kertas sehingga nantinya tidak menyerap air FAS pada saat proses hidrasi beton berlangsung. Perencanaan campuran beton (concrete mix design) berdasarkan metode coba-coba (trial). Perencanaan ini didasarkan atas perbandingan volume sehingga untuk mendapatkan berat material yang digunakan diperoleh dengan cara membandingkan berat material untuk 1 volume benda uji trial dengan volume benda uji untuk penelitian. Komposisi semen : agregat = 1: 2 dengan agregat yang dimaksud terdiri dari bubur kertas dan pasir. Perbandingan komposisi campuran tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 41

semen pasir bubur kertas

PSP 30

PSP 40

PSP 50

PSP 60

PSP70

Keterangan : PSP = Pulp + Superplasticizer Gambar 1. Diagram Lingkaran Komposisi Campuran Beton Kertas Faktor Air Semen (FAS) yang direncanakan adalah 0,25. Selain air untuk kebutuhan FAS, juga ditambahkan air untuk kebutuhan bubur kertas karena bubur kertas yang telah kering awalnya memerlukan air untuk mencapai keadaan kadar jenuh air agar dalam campuran beton nantinya bubur kertas tidak menyerap air yang diperhitungkan untuk kebutuhan FAS. Bubur kertas yang digunakan adalah bubur kertas yang lolos saringan 4,76 mm. Pasir yang digunakan lolos saringan 4,76 mm. Benda uji yang dibuat dalam penelitian ini adalah silinder berukuran 15 cm x 30 cm sebanyak 30 benda uji dan balok dengan ukuran 40 cm x 10 cm x 10 cm sebanyak 30 benda uji. Benda uji tersebut masing-masing dibuat menjadi 5 (lima) variasi campuran yaitu campuran dengan persentase bubur kertas sebesar 30%, 40%, 50%, 60%, 70%. Masing-masing variasi dibuat sebanyak 5 benda uji. Pengujian beton dilakukan pada umur beton 28 hari. Hasil pengujian benda uji tersebut nantinya juga akan dibandingkan dengan benda uji pembanding yang komposisi bubur kertas 0% (PSP 0). Benda uji PSP 0 ini akan dibuat 10 buah, masing-masing silinder dan balok 5 benda uji. Pengadukan mortar beton dilakukan dengan memasukkan material pembentuk beton yaitu, pasir, bubur kertas, semen dan air secara berturut-turut ke dalam molen. Lamanya waktu pengadukan sekitar 5 menit dengan kemiringan sumbu molen sekitar 45. Setelah material teraduk rata, lalu mortar yang dihasilkan dituang ke dalam wadah baja penampungan mortar. Bahan yang telah dicampur dimasukan ke dalam cetakan sesuai dengan cetakan benda uji yang akan dibuat. Pembuatan benda uji dilakukan dengan mengisi mortar ke dalam cetakan balok secara bertahap dalam 3 lapisan dan kira-kira tiap lapisan mempunyai volume yang sama. Selanjutnya setiap lapisan dipadatkan dengan menggunakan tongkat pemadatan sebanyak 25 kali tusukan. Pembukaan cetakan benda uji dilakukan setelah berumur 24 jam. Perawatan Benda Uji Silinder dilakukan pada 1 kondisi yaitu: perawatan benda uji pada suhu ruangan terbuka. Benda uji ditempatkan di dalam Laboratorium selama masa usia rencana yaitu 28 hari. Setelah benda uji dikeluarkan dari cetakan, benda uji tersebut kemudian ditempatkan di dalam ruangan Laboratorium. Setelah usia rencana tercapai selanjutnya benda uji akan dipindahkan ke laboratorium untuk diuji kuat tarik belah dan kuat tarik lentur. Pengujian kuat tarik belah akan dilakukan berdasakan metode ASTM C 496-90, dengan menggunakan Universal Testing Machine merek Ton Industrie. Benda uji silinder (diameter 15 cm

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 42

dan tinggi 30 cm) diletakkan secara horizontal pada mesin uji pembebanan dengan sumbu silinder tegak lurus sumbu pembebanan. Posisi beban yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 : Pengujian Kuat Tarik Belah Sebelum beban sesungguhnya diberikan, terlebih dahulu diberikan beban awal yang sangat kecil agar bidang kontak benda uji dengan plat pembebanan tepat pada posisi yang telah ditentukan. Setelah bidang kontak benda uji dengan plat pembebanan sudah tepat, maka pembebanan dihentikan atau dikembalikan ke posisi nol. Selanjutkan pembebanan sesungguhnya dilakukan kembali secara perlahan-lahan sampai benda uji terbelah.

1/2P 10 cm

1/2P

10 cm 10 cm

10 cm 10 cm

L = 30 cm 7,5 cm

5 cm

Gambar 3. Pengujian Kuat Lentur Pengujian lentur berdasarkan pada metode ASTM-C.78-94, yaitu dengan cara meletakkan balok di atas dua tumpuan secara horizontal dan diberi pembebanan ketiga titik (third-point loading) yaitu satu titik beban terpusat di tengah bentang yang disalurkan melalui plat baja menjadi dua titik beban yang sama besarnya pada jarak 1/3 bentang. Beban diberikan secara terus menerus dan perlahan-lahan sampai balok runtuh. Gambar penempatan benda uji pada pengujian kuat lentur dapat dilihat pada gambar 3. Metode pengujian ini akan dilakukan terhadap balok berukuran 40 cm x 10 cm x 10 cm dengan mesin pembebanan tekan Portable Compression TM buatan Marui & Co. Ltd Japan. Selama proses pembebanan, dicatat lendutan benda uji setiap penambahan beban dan saat benda uji hancur. Beban maksimum yang dicapai balok adalah beban yang diperhitungkan untuk menentukan kuat lentur beton.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 43

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1

Slump dan Berat Jenis Beton Kertas

nilai slump (cm)

Pengujian slump yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemudahan pengerjaan (workabilitas) pengecoran beton. Persentase bubur kertas terhadap nilai slump pada Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa semakin banyak kandungan kertas maka nilai slump akan semakin rendah sehingga workabilitas akan semakin rendah juga.

9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

8 6,5 5

2 1 20

30

40

50

60

70

80

Persentase Bubur Kertas (%)

n banyak bubur kertas maka berat jenis beton ketas akan semakin rendah. Gambar 2. Grafik Hubungan Persentase Bubur Kertas Terhadap Nilai Slump Dari hasil tersebut didapat bahwa workabilitas paling rendah terjadi pada campuran beton kertas dengan penggunaan bubur kertas sebesar 70% hal ini dikarenakan pengaruh bentuk permukaan kertas yang kasar sehingga bidang gelincirnya kecil. Pada proporsi 30-40% bidang gelincir masih cenderung kecil karena persentase bubur kecil yang masih rendah dibandingkan dengan persentase pasir sehingga workabilitasnya masih besar. Berdasarkan hasil pengukuran berat benda uji proporsi bubur kertas dapat menurunkan berat volume beton kertas. Grafik perbandingan berat jenis dapat dilihat pada Gambar 2. Dapat dilihat bahwa semakin banyak bubur kertas maka berat jenis beton ketas akan semakin rendah. Beton Kertas yang paling rendah berat jenisnya pada proporsi 70% bubur kertas dan yang paling tinggi berat jenisnya pada proporsi 30% bubur kertas.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 44

2,2 2,011

berat jenis

2,0

1,873

1,8

1,688

1,6

1,505 1,4

1,317

1,2 1,0 20

30

40

50

60

70

80

persentase bubur kertas (%)

Gambar 3. Grafik Hubungan Persentase Bubur Kertas Terhadap Berat bJenis 4.2

Kuat Tarik Belah dan Kuat Tarik Lentur Beton Kertas

Hasil pengujian kuat tarik belah beton kertas menunjukkan adanya penurunan nilai kuat tarik belah jika dibandingkan dengan beton normal pembanding seperti diperlihatkan pada Tabel 4.2 dan untuk persentase bubur kertas yang paling optimal adalah sebesar 40% (21,254 kg/cm2). Hasil pengolahan data diperoleh nilai kuat tarik belah rata-rata untuk setiap persentase perbandingan penggunaan bubur kertas terhadap pasir. Hasil tersebut digambarkan dalam bentuk diagram batang seperti pada Gambar 4.3. Secara umum dapat dilihat bahwa, semakin besar penambahan proporsi bubur kertas, semakin mempengaruhi menurunnya kuat tarik belah beton kertas. Penurunan kuat tarik belah beton kertas yang maksimal hanya 33,23% dari beton normal pembanding, yaitu pada proporsi bubur kertas 40%. Tabel 1 Perbandingan Kuat Tarik Belah Rata-rata Beton Kertas Terhadap Beton Normal tanpa kerikil Kuat Tarik Belah (ft) Perbandingan Kuat Tarik Belah (ft) Rata-rata Terhadap Beton Normal Mix Design Rata-rata Pembanding (kg/cm2) 31,834 20,880 21,254 18,116 10,831 7,900

PSP 0 PSP 30 PSP 40 PSP 50 PSP 60 PSP 70 Keterangan: PSP 0 : Beton normal pembanding

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

(%) 100 65,589 66,766 56,909 34,025 24,816

Selisih (%) -34,411 -33,234 -43,091 -65,975 -75,184

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 45

Kuat Tarik Belah (kg/cm2)

25 20,880

21,254 18,116

20 15

10,831 10

7,900

5 0 PSP 30

PSP 40

PSP 50

PSP 60

PSP 70

Persentase Bubur Kertas (%)

Gambar 4. Diagram Hubungan Persentase Bubur Kertas Terhadap Kuat Tarik Belah Beton Kertas Untuk hasil pengujian kuat tarik lentur beton kertas menunjukkan adanya penurunan nilai kuat tarik lentur jika dibandingkan dengan beton normal pembanding seperti diperlihatkan pada Tabel 1 dan untuk persentase bubur kertas yang paling maksimal adalah sebesar 30% (47,025 kg/cm2). Tabel 2. Perbandingan Kuat Tarik Lentur Rata-rata Beton Kertas Terhadap Beton Normal Tanpa Kerikil

Mix

Kuat Tarik lentur (fr)

Design

Rata-rata

Perbandingan Kuat Tarik Lentur (fr) Rata-rata Terhadap Beton Normal Pembanding

(kg/cm2)

(%)

Selisih (%)

PSP 0

68,925

100

-

PSP 30

47,025

68,226

-31,774

PSP 40

42,975

62,350

-37,650

PSP 50

35,850

52,013

-47,987

PSP 60

25,650

37,214

-62,786

PSP 70

14,043

20,374

-79,626

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

50

47,025

Kuat Tarik Lentur (kg/cm2)

45

P a g e | 46

42,975

40

35,850

35 30

25,650

25

23,800

20 15 10 5 0 PSP 30

PSP 40

PSP 50

PSP 60

PSP 70

Persentase Bubur Kertas (%)

Hasil pengolahan data diperoleh nilai kuat tarik lentur rata-rata untuk setiap persentase perbandingan penggunaan bubur kertas terhadap pasir. Hasil tersebut digambarkan dalam bentuk diagram batang seperti pada Gambar 5. Secara umum dapat dilihat bahwa, semakin besar penambahan proporsi bubur kertas semakin mempengaruhi menurunnya kuat tarik lentur beton kertas. Penurunan kuat tarik lentur beton kertas yang maksimal hanya 31,77% dari beton normal pembanding, yaitu pada proporsi bubur kertas 30%. Dari kedua kondisi di atas, maka dapat dilihat bahwa penggunaan bubur kertas sebagai pengganti pasir pada semua proporsi tidak mampu memberikan peningkatan pada kekuatan tarik belah dan tarik lentur beton kertas. Dimana capaian maksimum untuk kuat tarik lentur hanya 68,226% dan untuk kuat tarik belah hanya 66,765% dari kuat tarik lentur dan kuat tarik belah beton normal, dengan kata lain terjadi penurunan kekuatan antara 31-33% dari kekuatan beton normal pembanding pada proporsi 30-40%. 5. KESIMPULAN 1. 2.

3.

Semakin besar proporsi bubur kertas semakin menurunkan kekuatan tarik belah dan lentur beton kertas. Penurunan minimal adalah 31-33% pada proporsi 30-40% Proporsi bubur kertas yang maksimal terhadap tarik belah beton kertas adalah 40% yaitu sebesar 21,254 kg/cm2. Proporsi bubur kertas yang maksimal terhadap kuat tarik lentur beton kertas adalah 30 % yaitu sebesar 47,025 kg/cm2 Penggunaan bubur kertas pada proporsi 40-50 % memberikan berat jenis sebesar 1,882 dan 1,699 atau hanya 80,80 % dan 72,94 % dari beton normal pembanding dengan berat jenis 2,329. Beton kertas pada proporsi 40% dan 50% dapat dikategorikan Beton Ringan dengan kekuatan menengah (Moderate Strength Concrete) dan dapat diaplikasikan pada bangunan sederhana (non engineering building).

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 47

6. SARAN Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar dapat memaksimalkan tentang pemilihan jenis kertas yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA [1] [2]

Amri, S., 2005, Teknologi Beton A-Z, Yayasan John Hi-Tech Ideatama, Jakarta. Anonim, 2004, Annual Book of ASTM Standard 2004, Section 4, Volume 04.02, Concrete and Aggregates, International Standards-Worldwide. [3] Hardiani H., dan Sugesty S, 2009, Manfaat Limbah Sludge Industri Kertas Cigaret Untuk Bahan Baku Bata Beton, Bandung. [4] Irvan, 2011, Pengaruh Substitusi Bubur Kertas Sebagai Campuran Agregat Terhadap Kuat Tekan Beton, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala , Banda Aceh. [5] Maidayani, 2009, Pengaruh Aditif Lateks Dan Komposisi Terhadap Karakteristik Beton Dengan Menggunakan Limbah Padat (Sludge) Industri Kertas, Universitas Sumatera Utara, Medan. [6] Mulyono, T., 2004, Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta. [7] Nawy, E. G., 1998, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, PT. Refika Aditama, Bandung. [8] Neville, A M., 1999, Properties of Concrete, Longman, London. [9] Rahmadhon, A., 2009, Susut Beton Kertas Pada Variasi Campuran, Universitas Sebelas Maret, Solo. [10] Sihombing, B., 2009, Pembuatan dan Karakterisasi Batako Ringan yang Dibuat dari Sludge (Limbah Padat) Industri Kertas – Semen, Universitas Sumatera Utara, Medan. [11] Subakti, A. 1995. Teknologi Beton Dalam Praktek Laboraturium Beton, Jurusan Teknik Sipil, FTSP-ITS, Surabaya.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 48

Sensitivitas Model Pemilihan Moda Angkutan Umum (Studi Kasus Rute Meulaboh – Medan) Irfan Jurusan Teknik Sipil,Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar Meulaboh, Aceh Barat 23615 ,

email: [email protected] Abstract Types of public transport modes available outside the official town is a mini bus, this mode has been started in left because the presence of a travel mode with relatively better service and a more expensive rate. The problem is a lot of actors who choose the mode of travel journey than min bus mode . This study aimed to obtain a model of mode choice and sensitivity analysis of mode choice model, to obtain the probability of information traveling actors in choosing the type of public transport modes on the Meulaboh - Medan route . Behavior of actors in the formulation of trips to choose modes , compiled with Stated Preference techniques form of questionnaires, which were analyzed using multiple linear regression , to obtain the utility equation then substitute into the binomial logit function , this model is further analyzed the sensitivity equation. From the results of multiple linear regression analysis of the obtained equations with variables utility : the difference in tariff ( X1), the difference in travel time (X2), the difference in waiting time (X3) which significantly influence the respondents in mode choice. From the results of the sensitivity analysis of mode choice model, the probability value of the selection mode mini bus on the existing condition by 27 % . To increase the probability of election mini bus mode to 80 % , can be done by raising the tariff difference to IDR. 50.000 , - this means mini bus mode tariff should be cheaper IDR. 50.000 , - or to be more expensive travel tariff IDR. 50.000 , - . Keywords : mode choice, binomial logit, stated preference, utility, tariff and public transport

Abstrak Jenis moda angkutan umum luar kota yang resmi tersedia adalah mini bus, moda ini sudah mulai ditinggalkan karena kehadirian moda travel dengan pelayanan relatif lebih baik dan tarif lebih mahal. Permasalahannya adalah bayak pelaku perjalan yang memilih moda travel dibanding moda min bus. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh suatu model pemilihan moda dan analisis sensitivitas model pemilihan moda yang dapat menjelaskan probabilitas pelaku perjalanan dalam memilih jenis moda angkutan umum pada rute Meulaboh - Medan. Perumusan prilaku pelaku perjalanan dalam memilih moda disusun dengan teknik Stated Preference berbentuk kuisoner, yang di analisis mengunakan regresi linier berganda untuk mendapatkan persaman utilitas yang kemudian di subtitusi ke dalam fungsi binomial logit, selanjutnya persamaan model ini dianalisis sensitivitasnya.Dari hasil analisis regresi linier berganda maka diperoleh persamaan utilitas dengan variabel-variabel: selisih tarif (X1), selisih waktu tempuh (X2), selisih waktu tunggu (X3) yang secara signifikan mempengaruhi responden dalam pemilihan moda. Dari hasil analisis sensitivitas model pemilihan moda maka nilai pobabilitas pemilihan moda mini bus pada kondisi eksisting sebesar 27%. Untuk meningkatkan probabilitas terpilihnya moda mini bus menjadi 80%, dapat dilakukan dengan menaikan selisih tarif menjadi sebesar Rp. 50.000,- hal ini berarti tarif moda mini bus harus lebih murah Rp. 50.000,- atau tarif travel menjadi lebih mahal Rp.50.000,-. Kata kunci : pemilihan moda, binomial logit, stated preference, utilitas, tarif, angkutan umum

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 49 1.

PENDAHULUAN

M

oda mini bus merupakan jenis angkutan umun luar kota yang banyak digunakan di kota Meulaboh, jenis moda ini telah digunakan sejak tahun 90 an, pada saat itu angkutan luar kota di dominasi oleh bus ukuran sedang, kondiri rute yang sempit membuat waktu tempuh mengunakan bus menjadi lama, keadaan ini mulai dirasakan oleh penguna moda, kemudian menjadi peluang baru bagi pelaku penyedia jasa transportasi untuk menyediakan jasa transportasi yang lebih cepat, aman dan murah. Pada awal tahun 90an keberadaan mini bus begitu mendominasi pilihan pelaku perjalanan, terlebih kenderaan pribadi pada saat itu masih sulit dijangkau. Saat ini ada dua (2) jenis moda angkutan umum luar kota yang paling sering digunakan di Kota Meulaboh yaitu mini bus Mitsubishi L-300 atau yang disebut mini bus, dan travel Kijang Innova atau yang disebut travel.Dari hasil wawancara dengan pihak operator travel mengenai dasar hukum pengoperasian moda travel ini, menyebutkan bahwa travel memiliki izin usaha angkutan dan untuk izin operasi mengunakan izin operasi angkutan untuk keperluan pariwisata. Pertanyannya kemudian adalah kenapa moda travel ini memiliki peminat yang cukup banyak sehingga mulai menggangu operasi moda mini bus. Penelitian ini mencoba untuk melihat seberapa besar permintaan akan moda travel dan mini bus. Tujuan dari penelitian model pemilihan moda angkutan umum luar kota Rute Meulaboh - BandaAceh adalah: 1) untuk mendapatkan persamaan utilitas pemilihan moda angkutan umum dengan variabel-variabel: selisih tarif (X1), selisih waktu tempuh (X2), selisih waktu tunggu (X3); 2) untuk merumuskan model probabilitas pemilihan moda angkutan umum moda mini bus dan travel; 3) analisis sensitivitas model pemilihan moda yang melayani rute Meulaboh - Banda Aceh Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak yang bertangung jawab dalam mengambil keputusan dan kebijakan transportasi sehingga menghasilkan regulasi yang baik yang akhirnya akan menciptakan iklim usaha yang baik pula, kemudian penelitian ini juga bermanfaat kepada pihak penyedia jasa transportasi untuk meningkatkan pangsa pasarnya dalam persaingan tarif yang wajar sehingga menguntungkan bagi pelaku perjalanan dan penyedia jasa transportasi itu sendiri.

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Trayek Angkutan Umum Keputusan Mentri Perhubungan Nomor 68/1993 Pasal 5 menetapkan bahwa setiap kenderaan hanya diizinkan untuk beroperasi pada satu jenis pelayanan tertentu, dan pada suatu trayek tertentu yang ditulis secara jelas (dengan cat) pada badan kenderaan. Dengan demikian maka secara teori operator tidak bisa mengoperasikan kenderaan pada trayek dan jenis pelayanan yang berbeda.Namun dalam prakteknya sering ditemui adanya kenderaan yang seharusnya beroperasi pada suatu trayek tetap, tetapi dioperasikan sebagai kenderaan sewaan, dan sebaliknya. Izin trayek berlaku selama 5 (lima) tahun, diberikan kepada setiap kenderaan dan bukan kepada operator sehingga pemantauanya menjadi sangat sulit. Konsep Permodelan Transportasi Black (1981) menyatakan perencanakan transportasi sebagai suatu kegiatan profesional yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat hanya jika semua masalah dan penyelesaiannya dipandang dengan cara yang setepat-tepatnya, meliputi analisis terinci dari Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 50

semua faktor yang berkaitan . Menurut Tamin (2008) model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang menggunakan setiap moda transportasi.Empat konsep dasar pemodelan transportasi (Four step model) yaitu: 1) Bangkitan perjalanan. 2) Sebaran perjalanan 3) Pemilihan moda 4) Pemilihan rute. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda Menurut Khisty C. Jotin dan Lall B. Kent (2003) sebelum kita dapat memperkirakan bagaimana perjalanan itu dipilih diantara moda yang tersedia bagi mereka yang melakukan perjalanan, kita harus menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan yang dibuat oleh masyarakat. Tiga katagori besar faktor yang dipertimbangkan dalam pengunaan moda : 1) Karakteristik yang melakukan perjalanan (misalnya, pendapatan keluarga, jumlah mobil ukuran keluarga, densitas permukiman) 2) Karakteristik perjalanan (misalnya, jarak perjalanan, jam berapa perjalanan itu dilakukan) 3) Karakteristik sistem transportasinya (misalnya, waktu tumpangan, waktu yang berlebih) Menurut Manheim (1979), bahwa atribut pelayanan moda dapat dibagi dalam empat garis besar, yaitu sebagai berikut : 1) Bedasarkan waktu, adalah total waktu tempuh, waktu tunggu, waktu transfer dan frekuensi pelayanan 2) Biaya, yaitu biaya langsung (tarif, tol, bensin dan parkir), biaya pengoperasian (bongkar pasang, pemeliharaan, bengkel), biaya tidak langsung (asuransi) 3) Keamanan, dalam hal ini tingkat kecelakaan, dan tingkat kerusakan, dan 4) Comfort dan Conveniency. Model Pemilihan Moda

PMB

Menurut Tamin (2008), persamaan umum model pemilihan moda mini bus (PMB) adalah: ...........................................................................................................(2.1)

dan model pemilihan moda travel (PTR) adalah: PTR= 1 - PMB .....................................................................................................................(2.2) Dimana : UTR – UMB= Selisih utilitas pemilihan moda mini bus dan travel Populasi dan Sampel Sarjono & Julianita (2011) mengemukakan bahwa dalam penelitian kuatitatif, populasi dan sampel menjadi hal yang sangat penting.Populasi merupakan seluruh karakteristik yang menjadi objek penelitian, dimana karakteristik tersebut berkaitan dengan seluruh kelompok orang, peristiwa atau benda yang menjadi pusat penelitian bagi peneliti.Sementara itu, sampel adalah bagian dari populasi yang dipercaya dapat mewakili karakteristik dari populasi secara keseluruhan. Menurut Nazir(1988) untuk menentukan jumlah sampel dapat mengunakan rumus 2.3 dan 2.4 berikut : N p ( 1 – p) ................................................................................................................(2.3) n = (N-1) D+ p ( 1- p)

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

D =



P a g e | 51

..............................................................................................................................................(2.4)

4 Dimana : n = Jumlah sampel yang dicari, N = Jumlah populasi, p = Proporsi populasi, B = Bound of error dalam pengambilan sampel.

3.

3.1

METODE PENELITIAN

Daerah studi penelitian

Daerah studi pada penelitian ini di kota Meulaboh kabupaten Aceh Barat provinsi Aceh, untuk moda mini bus lokasi studi berada pada terminal Meulaboh Jl. Singgah Mata, untuk moda travel lokasi pergerakan penumpang tersebar di dalam wilayah kota Meulaboh yang terpusat pada masing-masing pool travel, karena sistem pool yang menyebar maka titik pengamatan yang diamati berada pada beberapa titik keberangkatan/pool yaitu, Jalan Manekroo dan Jalan Nasional. 3.2

Teknik survei

Survei penelitian dilakukan dengan wawancara langsung kepada penumpang angkutan umum di terminal dan pada stasiun/pool masing-masing armada angkutan umum. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional, penumpang yang dipilih sebagai sampel penelitian mewakili populasi yang tersebar pada masing-masing moda angkutan mini bus dan travel. 3.3

Formulir kuisioner

Bentuk pertanyaan formulir kuisioner yang akan disurvei meliputi dua hal, yaitu pertanyaan yang akan difokuskan untuk mengetahui karakteristik umum pengguna moda dan pertanyaan akan difokuskan untuk mengetahui preferensi responden dengan mengunakan teknik Stated Preference.Pada Format kuisioner stated proferance, responden mengekspresikan pilihannya dengan menggunakan teknik point rating dengan lima point skala semantik yaitu: (1). Pasti pilih mini bus (2). Mungkin pilih mini bus (3). Pilihan berimbang (4). Mungkin pilih travel (5). Pasti pilih travel 3.4

Analisis regresi linier

Hasil survei kuisioner Stated Preferancedi analisis mengunakan regresi linier berganda dengan mengunakan sofware SPSS untuk mendapatkan persamaan utilitas. Persamaan utilitas ini kemudian disubtitusikan kedalam fungsi binomial logit sehinga diperoleh persamaan probabiltas pemilihan moda angkutan umum. Model pemilihan moda ini kemudian di lakukan analisissensitivitasnya. 3.5

Analisis validasi model

Validasi dengan uji statistik dilakukan untuk mengukur tingkat kepercayaan dari model yang diuji dengan mengestimasi nilai utilitas pemilihan moda yaitu dengan melakukan uji t test, Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 52

Ftest dan nilai koefisien determinasi (R 2). 3.6

Analisis sensitivitas

Sensitivitas model dimaksudkan untuk memahami perubahan nilai probabilitas satu moda angkutan umum, untuk menggambarkan sensitivitas ini dilakukan perubahannilai atribut terhadap model pada masing-masing kelompok, yaitu:  Biaya perjalanan dikurang atau ditambah.  Waktu tempuh ditambah atau dikurangi.  Waktu tunggu ditambah atau dikurangi. Grafik sensitivitas dibuat berdasarkan perubahan secara gradual terhadap salah satu variabel, variabel diubah secara bertahap nilainya dengan cara menaikan dan mengurangkan porsi dengan asumsi nilai untuk variabel lainnya tetap, dari grafik sensitifitas ini dapat diperoleh atribut yang paling berpengaruh atau sensitiv terhadap perubahan probabilitas terpilihnya suatu moda angkutan umum .

4.

4.1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persamaan Utilitas

Persamaan utilitas diperoleh dari hasil Input data variabel bebas X1, X2, X3 dan variabel terikat Y maka dapat diperoleh suatu persamaan regresi linier berganda yang merupakan persamaan utilitas.Data variabel bebas diperoleh dari hasil kuisioner Stated Preferance yang pada mulanya mengunakan skala ordinal kemudian ditransformasikan menjadi data bersekala interval.Dari hasil analisis regresi maka diperoleh model utilitas pemilihan moda. UTR–UMB= 3,636423 –0,000118X1 –0,258886X2 –0,018675X3 Dimana : UTR–UMB= Selisih utilitas moda travel dan mini bus X1 = Variabel selisih tarif angkutan X2 = Variabel selisih waktu tempuh X3 = Variabel selisih waktu tunggu 4.2

Model Pemilihan Moda

Model pemilihan moda mini bus (PMB)adalah: PMB = – – – dan model pemilihan moda travel (PTR) adalah : PTR = 1 - PMB Probabilitas terpilihnya moda mini bus pada kondisi eksisting atau selisih tarif (X1) = Rp.30.000,-, selisih waktu tempuh (X2) –2 jam dan selisih waktu tunggu (X3) –20 menit adalah : UTR–UMB=3,636423–0,000118X1(30.000)–0,258886X2(-2)–0,018675X3(-20) UTR – UMB = 0,988 Probabilitas penguna moda mini bus adalah: PMB = 0,27 % dan probabilitas yang mengunakan moda travel adalah: PTR = 1 - PMB PTR = 1 – 0,27 = 0,73 % Dari hasil perhitungan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa probabilitas terpilihnya Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 53

moda mini bus lebih kecil dibanding moda travel. 4.3

Analisis Sensitivitas

Dari Tabel 1 dan Gambar 1 hasil perhitungan sensitivitas terhadap variabel selisih tarif, terlihat bahwa kemiringan garis grafik sensitivitas kearah positif yang menyatakan semakin besar nilai selisih tarif maka semakin besar peluang terpilihnya moda mini bus.Dengan hanya memperhatikan perubahan selisih tarif maka, probabilitas terpilihnya moda mini bus pada kondisi eksisting atau selisih tariffRp. 30.000 adalah 27%, dan probabilitas terpilihnya moda travel 73%. Tabel 1. Perhitungansensitivitas terhadap variabel selisih tarif No

Selisih Tarif (Rupiah)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

60.000 54.000 48.000 42.000 36.000 30.000 24.000 18.000 12.000 6.000 0 -6.000 -12.000 -18.000 -24.000 -30.000 -36.000 -42.000 -48.000 -54.000 -60.000

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Utilitas ( UTR - UMB) -2,552 -1,844 -1,136 -0,428 0,280 0,988 1,696 2,404 3,112 3,820 4,528 5,236 5,944 6,652 7,360 8,068 8,776 9,484 10,192 10,900 11,608

Probabilitas Pemilihan Moda Mini Bus 0,928 0,863 0,757 0,605 0,431 0,271 0,155 0,083 0,043 0,021 0,011 0,005 0,003 0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 54 1,00 0,90 0,80 0,70

0,50

P MB

0,60

0,40 0,30 0,27 0,20 0,10 0,1 -

60.000

54.000

48.000

42.000

36.000

30.000

24.000

18.000

12.000

6.000

0

-6.000

-12.000

-18.000

-24.000

-30.000

-36.000

-42.000

-48.000

-54.000

-60.000

Selisih Tarif Moda Travel dan Mini Bus ( Rupiah)

Gambar 1. Sensitivitas Variabel Tarif Pada saat selisih tarif 0 (nol) probabilitas terpilihnya moda mini bus sebesar 1% dan moda travel sebesar 99%. Untuk meningkatkan peluang terpilihnya moda mini bus menjadi 80% dengan menaikkan selisih tarif menjadi Rp. 50.000,- ini berarti moda mini bus harus sanggup menurunkan tarifnya sebesar Rp. 50.000,- dari tarif moda travel, atau dengan cara menaikan tarif moda travel menjadi lebih mahal Rp. 50.000,- dari moda mini bus. Tabel 2. Perhitungan sensitivitas terhadap variabel selisih waktu tempuh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Selisih Waktu Tempuh (jam) 4 3,6 3,2 2,8 2,4 2 1,6 1,2 0,8 0,4 0 -0,4 -0,8 -1,2 -1,6 -2 -2,4 -2,8 -3,2

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Utilitas ( UTR - UMB) -0,566 -0,462 -0,359 -0,255 -0,151 -0,048 0,056 0,159 0,263 0,366 0,470 0,573 0,677 0,781 0,884 0,988 1,091 1,195 1,298

Probabilitas Pemilihan Moda Mini Bus 0,638 0,614 0,589 0,563 0,538 0,512 0,486 0,460 0,435 0,409 0,385 0,360 0,337 0,314 0,292 0,271 0,251 0,232 0,214 Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

No

Selisih Waktu Tempuh (jam) -3,6 -4

20 21

P a g e | 55

Probabilitas Pemilihan Moda Mini Bus 0,198 0,182

Utilitas ( UTR - UMB) 1,402 1,505

Dari Tabel 2 dan Gambar 2 hasil perhitungan sensitivitas terhadap variabel waktu tempuh, terlihat bahwa kemiringan garis grafik sensitivitas kearah positif yang menyatakan bahwa semakin besar nilai selisih perbedaan tempuh maka semakin besar peluang terpilihnya moda mini bus. Dengan hanya memperhatikan selisih waktu tempuh maka, probabilitas terpilihnya moda mini bus pada kondisi eksisting atau selisih waktu tempuh -2 jam adalah 27 %, dan probabilitas terpilihnya moda travel 73 %. Pada saat selisih waktu tempuh 0 (nol) probabilitas terpilihnya moda mini bus sebesar 39 % dan moda travel sebesar 61 %. 1,00 0,90 0,80 0,70

0,50

P MB

0,60

0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 4,0

3,6

3,2

2,8

2,4

2,0

1,6

1,2

0,8

0,4

0,0

-0,4

-0,8

-1,2

-1,6

-2,0

-2,4

-2,8

-3,2

-3,6

-4,0

Selisih Waktu Tempuh Moda Travel dan Bus ( Jam)

Gambar 2. Sensitivitas Variabel Waktu Tempuh Tabel 3. Perhitungan sensitivitas terhadap variabel selisih waktu tunggu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Selisih Waktu Tunggu (menit) 40 36 32 28 24 20 16 12 8 4 0 -4 -8 -12 -16

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Utilitas ( UTR - UMB) -0,133 -0,058 0,017 0,091 0,166 0,241 0,315 0,390 0,465 0,539 0,614 0,689 0,764 0,838 0,913

Probabilitas Pemilihan Moda Mini Bus 0,533 0,515 0,496 0,39 0,477 0,27 0,459 0,440 0,422 0,404 0,386 0,368 0,351 0,334 0,318 0,302 0,286 Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

No

P a g e | 56

Selisih Waktu Tunggu (menit) -20 -24 -28 -32 -36 -40

16 17 18 19 20 21

Utilitas ( UTR - UMB) 0,988 1,062 1,137 1,212 1,286 1,361

Probabilitas Pemilihan Moda Mini Bus 0,271 0,257 0,243 0,229 0,216 0,204 1,00 0,90 0,80 0,70

0,50

P MB

0,60

0,40 0,35 0,30 0,27 0,20 0,10 0,00 40

36

32

28

24

20

16

12

8

4

0

-4

-8

-12

-16

-20

-24

-28

-32

-36

-40

Selisih Waktu Tunggu Moda Travel dan Mini Bus ( Menit)

Gambar 3. Sensitivitas Variabel Waktu Tunggu Dari tabel 3 dan Gambar 3 hasil perhitungan sensitivitas terhadap variabel waktu tunggu, terlihat bahwa kemiringan garis grafik sensitivitas kearah positif yang menyatakan bahwa semakin besar nilai selisih perbedaan waktu tunggu maka semakin besar peluang terpilihnya moda mini bus. Dengan hanya memperhatikan selisih waktu tunggu maka, probabilitas terpilihnya moda mini bus pada kondisi eksisting atau selisih waktu tunggu – 20 menit adalah27 %, dan probabilitas terpilihnya moda travel 73 %. Pada saat selisih waktu tunggu 0 (nol) probabilitas terpilihnya moda mini bus sebesar 35 % dan moda travel sebesar 65 %. Dari perbandingan ketiga grafik sensitivitas diatas maka maka terlihat bahwa atribut tarif yang paling sensitiv terhadap probabiltas pemilihan moda, perubahan atribut selisih tariff akan mengakibatkan perubahan probabilitas pemilihan moda yang relatif besar dari pada perubahan atribut lainya.Atribut selisih waktu tempuh perjalanan menepati urutan kedua yang sensitiv dan atribut selisih waktu tunggu menepati urutan ketiga. Perubahan atribut waktu tempuh akan maksimal pada 64 % dengan selisih waktu tempuh 4 jam ini berarti waktu tempuh moda mini bus harus lebih cepat 4 jam dibanding moda travel, jika waktu tempuh kondisi eksisting moda travel menuju medan 12 jam, maka waktu tempuh perjalanan dengan mengunkan moda mini bus harus menjadi 9 jam, tentunya hal ini akan sulit tercapai karena terbatasnya kecepatan moda mini bus dan kondisi jalan dengan batas kecepatan maksimum yang harus dipenuhi pula. Perubahan atribut waktu tunggu akan maksimal pada 53 % dengan selisih waktu tunggu 40menit ini berarti waktu tunggumoda mini bus harus lebih cepat 40 menit dibanding moda Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 57

travel, jika waktu tunggu kondisi eksisting moda travel 40 menit, maka waktu tunggu dengan mengunkan moda mini bus harus menjadi 0 menit, tentunya hal ini tidak mungkin terjadi. Dari hasil perbandingan analisis sensitivitas diatas maka dapat ditarik kesimpulan untuk meningkatkan probabilitas terpilihnya moda mini bus rute Meulaboh – Medan adalah dengan menaikan selisih tarif. 5.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada tahap terakhir dalam proses penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan saransaran berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai model pemilihan moda angkutan umum (studi kasus rute Meulaboh - Banda). 5.1 1.

Kesimpulan Dari hasil penelitian maka probabilitas terpilihnya moda mini bus rute Meulaboh - Medan pada kondisi eksisting atau pada selisih tarif Rp. 30.000,- , waktu tempuh – 2 jam dan waktu tunggu – 20 menit adalah 27 %. Untuk meningkatkan peluang terpilihnya moda mini bus menjadi 80% dapat dilakukan dengan menaikan selisih tarif sampai Rp. 50.000,alternatif ini yang paling baik untuk dilakukan, dibandingkan dengan perubahan pada atribut lainnya seperti waktu tempuh dan waktu tunggu. Dari hasil analisis sensitivitas maka dapat disimpulkan untuk rute rute Meulaboh – Medan, atribut tarif adalah yang paling sensitiv di ikuti kemudian waktu tempuh dan waktu tunggu.

2.

3.

5.2

Saran

Untuk keberlanjutan operasional moda mini bus maka ada beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan masukan bagi pihak yang berkepentingan baik operator maupun regulator.Kemudian guna mendapatkan hasil analisis yang lebih baik, perlu dilakukan studi lanjutan dari hasil penelitian ini. 1. Rekomendasi kepada pihak pengusaha jasa transportasi (operator), untuk meningkatkan peluang terpilihnya moda mini bus maka operator moda mini bus supaya lebih meningkatkan pelayanan seperti waktu tempuh dan waktu tunggu yang dari hasil penelitian dapat secara signifikan meningkatkan peluang terpilihnya moda angkutan umum. 2. Rekomendasi kepada pihak pemerintah (regulator), untuk menjaga keberlanjutan operasional moda mini bus, maka dapat menerapkan kebijakan batasan tarif maksimal untuk moda mini bus dan tarif minimal untuk moda travel, diharapkan dengan adanya batasan tarif dengan selisih sampai Rp.50.000,- antara moda mini bus dan travel dapat menjaga persaingan usaha yang baik antara kedua moda dan menjadi dorongan bagi operator travel untuk memperbaiki administrasi pengelolaan angkutannya terutama pada proses perijinan 3. Untuk keberlanjutan dari penelitian model pemilihan moda angkutan umum, maka ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbanganan untuk studi lanjutan dari hasil penelitian ini yaitu :  Perlu dilakukan studi lanjutan untuk mengevaluasi besaran tarif angkutan dan kemampuan membayar pengguna angkutan umum (Ability To Pay).  Perlu dilakukan studi lanjutan untuk mengevaluasi tingkat pelayanan angkutan.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 58

DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]

Black, J.A., 1981. Urban Transport Planning: Theory and Practice.London: Cromm Helm. Khisty, C. Jotin. and Lall B. Kent, 2003. Transportation Engginering An Intruduktion, 3rd Edition, Prentice Hall, New Jersey. Nazir,M.,1988.MetodePenelitian, Ghalia, Jakarta. Manheim,ML, 1979. Foundamentals of transportation System Analysis, Volume 1, Basic Concept, Mit Press. Ortuzar, J.D. and Willumsen, L.G. 2002.Modelling Transport, Second Edition, Jhon Wiley & Son Ltd, New York. Sarjono dan Julianti, 2011, SPSS vs Lisrell, Sebuah Pengantar, Aplikasi untuk Riset, Salemba Empat, Jakarta. Tamin ,O Z., 2008. Perencanaan, Permodelan dan Rekayasa Transportasi, ITB, Bandung.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 59

Pemanfaatan Limbah Kerak Cangkang Sawit Terhadap Balok Beton Bertulang Mutu Tinggi Lissa Opirina1, T. Budi Aulia2, Mochammad Afifuddin3 1)

Jurusan Teknik Sipil Universitas Teuku Umar, Meulaboh Aceh Barat 23615, Sipil Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh,

2.3)

Jurusan Teknik

email: 1) [email protected], 2) [email protected], 3) [email protected] Abstract The infrastrusture as civil building and bridge were depend on concrete materials. Technology development and advance in infrastructure due to find the quality of the material. Meanwhile, material availability are decreasing from natural rock and river. Because of that, continuous research need to be done with the use of substitute aggregates. This study aimed to analyze the flexural capacity of reinforced concrete beams of high quality with a substitutes aggregate namely palm oil clinkers as 40% from the volume of coarse agregate. In this study tested 2 pieces beam with 15 x 30 x 220 cm sized for the substitution of the aggregate and the test specimen normal beam. The test object is designed to undergo bending failure. Quality steel (fy) used for the principal reinforcement of 445.63 MPa and shear reinforcement amounted to 381.97 MPa, tensile reinforcement using a screw diameter of 15.8 mm, 11.9 mm diameter rebar press screw and shear reinforcement diameter 11.9 mm screw. High Quality Concrete compressive strength (BMT) without variation additives and substitutes aggregate (normal) obtained at 60.652MPa with FAS0.30. The results showed that all the beams undergo bending failure as planned. The result of bending capacity for normal beam is 2,696. The maximum deflection for BMT with palm oil clinkers coarse aggregate substituton (CSAK) by the percentage of the amount of deflection of the normal BMT amounted to 112.057% with a maximum load 208570 kN. Comparison BMT beam ductility of CSAK BMT to block the normal BMT amounted to 113.936%. It can be concluded that substitution coarse aggregate can increase the value of deflection and ductility of high quality concrete. Keywords: High Strength Reinforced Concrete Beam, Bending Capacity, Aggregates Substitution.

Abstrak Pembangunan infrastruktur sipil seperti gedung dan jembatan masih sangat bergantung pada material beton. Perkembangan teknologi dan kemajuan dalam pembangunan infrastruktur menuntut kita untuk terus mencari cara mendapatkan material yang berkualitas. Sementara itu ketersediaan material yang berasal dari sungai dan batuan alam semakin berkurang jumlahnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penggunaan material pengganti tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kapasitas lentur balok beton bertulang mutu tinggi dengan substitusi agregat kasar yaitu bongkahan kerak cangkang sawit yang merupakan limbah dari pengolahan pabrik kelapa sawit sebesar 40% dari volume agregat kasar. Pada penelitian ini diuji dua buah balok berukuran 15 x 30 x 220 cm, yaitu untuk substitusi agregat kasar sebanyak satu benda uji dan satu benda uji balok normal. Benda uji didisain untuk mengalami gagal lentur. Mutu baja (fy) yang digunakan untuk tulangan pokok sebesar 445,63 MPa dan tulangan geser sebesar 381,97 MPa, tulangan tarik yang digunakan berdiameter 15,8 mm ulir, tulangan tekan diameter 11,9 mm ulir dan tulangan geser diameter 11,9 mm ulir. Nilai kuat tekan beton tanpa substitusi agregat (normal) yang didapat sebesar 60,652 MPa dengan FAS 0,30. Hasil penelitian menunjukan bahwa kedua balok mengalami gagal lentur sesuai yang direncanakan. Kapasitas lentur balok normal yang dihasilkan sebesar 2,696. Lendutan maksimum pada BMT Cangkang Sawit Agregat Kasar (CSAK) dengan persentase besarnya lendutan terhadap BMT normal sebesar 112,057% dengan beban maksimum 208,570 kN. Perbandingan daktilitas balok BMT CSAK terhadap balok BMT normal sebesar 113,936%. Dapat disimpulkan bahwa substitusi agregat kasar dapat meningkatkan nilai lendutan dan daktilitas pada beton mutu tinggi. Kata kunci : Balok Beton Bertulang Mutu Tinggi, Kapasitas Lentur, Substitusi Agregat.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 60

1. PENDAHULUAN

T

anaman kelapa sawit saat ini tersebar hampir diseluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan buku statistik komoditas kelapa sawit terbitan Ditjen Perkebunan, tahun 2014 luas areal kelapa sawit mencapai 10,9 juta Ha dengan produksi 29,3 juta ton CPO. Perkebunan kelapa sawit Indonesia menjadi primadona dan mampu mencapai perkembangan seperti sekarang ini, sehingga Indonesia menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Di Provinsi Aceh, lahan perkebunan kelapa sawit tersebar hampir pada seluruh wilayah dengan luas area total yang telah dimanfaatkan sebesar 368.648 Ha [4]. Produksi kelapa sawit selain menghasilkan minyak juga menghasilkan produk samping berupa limbah kelapa sawit. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan kepala sawit sekitar 60 % dari jumlah produksi buah kelapa sawit [8]. Limbah sisa pembakaran cangkang sawit pada suhu tinggi menghasilkan kerak yang lazim dikenal kerak tanur tinggi atau kerak boiler cangkang sawit. Pemakaian beton sebagai bahan utama konstruksi bangunan sudah tidak diragukan lagi keunggulannya [2]. Dalam pembangunan gedung-gedung bertingkat tinggi, jembatan dengan bentang panjang, tower dan sebagainya dibutuhkan beton dengan kekuatan tinggi untuk menahan semua beban dengan dimensi komponen yang cukup ramping, beton mutu tinggi merupakan pilihan yang paling tepat [11]. Beton mutu tinggi dibentuk dengan nilai FAS yang rendah, sehingga membutuhkan semen dalam jumlah yang besar, agregat serta penggunaan bahan tambahan / additive dan admixture superplasticizer. Sementara itu ketersediaan material yang berasal dari sungai dan batuan alam semakin lama semakin berkurang jumlahnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penggunaan material pengganti tersebut. Beberapa penelitian mengenai pemakaian limbah kelapa sawit, baik berupa abu maupun bongkahan, sebagai bahan substitusi semen atau agregat terhadap teknologi beton diharapkan dapat memperbaiki sifat beton dan dapat mengurangi limbah industri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan limbah industri dari bahan bongkahan kerak cangkang sawit sebagai substitusi agregat kasar dalam menganalisis kapasitas lentur balok beton bertulang mutu tinggi. Pada penelitian ini balok beton bertulang mutu tinggi dengan subsitusi agregat akan dibandingkan dengan balok beton bertulang mutu tinggi tanpa substitusi agregat (normal). Diharapkan dari hasil penelitian ini didapatkan substitusi agregat kasar yang dapat memperbaiki nilai kapasitas lentur beton mutu tinggi. 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerak cangkang sawit merupakan limbah padat sisa pembakaran buah kelapa sawit yang tidak dimanfaatkan lagi oleh pabrik. Menurut hasil penelitian [7] limbah pembakaran serat dan cangkang sawit berupa abu dan kerak yang memiliki unsur yang bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan mortar. Dari hasil penelitian terdahulu terhadap sifat fisis kerak cangkang sawit dan kandungan kimianya didapatkan data seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2 [5]. Table 1. Sifat Fisis Kerak Cangkang Sawit Sifat-sifat Fisis BCS Berat jenis keadaan kering permukaan (SSD) Berat jenis keadaan kering (OD) Durabilitas Daya serap air Diameter Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Hasil rata-rata penelitian 1,660 1,637 13,2% 1,409% Lolos = 19,1 mm, Tertahan = 4,76 mm Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 61

(Sumber : Kurniawan, 2011) Tabel 2. Komposisi Kandungan Kimia Bongkahan Cangkang Sawit Unsur Kimia Silika Dioksida (SiO2) Aluminium Oksida (Al2O3) Besi Oksida (Fe2O3) Kalsium Oksida (CaO) Maknisium Oksida (MgO) Hilang Pijar (LOI) (Sumber : Kurniawan, 2011)

Persentase (%) 38,128 10,302 0,898 3,926 3,649 0,685

Kekuatan Balok Beton Bertulang Dalam desain kekuatan batas (ultimit), balok didesain untuk mulai gagal pada beban yang diperbesar. Pada taraf ini, baja diharapkan telah melampaui titik lelehnya, sementara beton diharapkan telah memasuki daerah plastis. 1.

Kuat lentur balok Analisis balok bertulangan rangkap diperlihatkan pada Gambar (1) berikut : ' c = 0,003

b

0,85 f' c N D2 = As'.f s'

d'' c

As'

s'

d

a

N D1 = 0,85.f c'.a.b

d-d'

d - (a/2)

As s Diagram regangan kuat batas (b)

Penampang potongan (a)

N T1 = As1.f y Kopel momen beton-baja (c)

N T2 = As2.f y Kopel momen baja-baja (d)

Gambar 1. Distribusi Tegangan Pada Penampang Balok Tulangan Rangkap Sumber : Dipohusodo (1994) [9] menyatakan analisis lentur balok bertulang rangkap menyangkut penentuan kuat nominal momen suatu penampang (Mn) dengan nilai-nilai a, b, d, d’, As1, As’, f’c, dan fy dapat ditulis dengan persamaan berikut. Mn1 = A . f . d  a  .....................................................................................(1) s1

Mn2

y



2

= As '. f y .d  d .............................................................................................(2) '

Mn = M n1  M n 2 ..........................................................................................(3) Tinggi blok tegangan beton : a = As1 f y ......................................................................................(4) 0,85. f ' c .b

Letak garis netral : C

= a ................................................................................................(5) 

dimana : Mn = Kuat nominal momen lentur (kg.cm); a = Tinggi blok tegangan tekan (cm); C = Jarak serat terluar ke garis netral (cm); d = Jarak dari serat terluar kepusat tulangan tarik (cm); dan Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 62

d’ = Jarak dari serat tekan terluar kepusat tulangan tekan (cm). 2. Kuat geser balok Dalam perencanan kekuatan geser, [6] meninjau kekuatan geser nominal (Vn) sebagai jumlah dari dua bagian : Ø Vn = Ø (Vc + Vs) .......................................................................................... (6) dimana: Vn = Kekuatan geser nominal (kg) ; Vc = Kekuatan geser yang disumbangkan oleh beton (kg); Vs = Kekuatan geser yang disumbangkan oleh tulangan geser (kg) Kapasitas kemampuan beton (tanpa penulangan geser) untuk menahan gaya geser dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (7) : 1



' Vc =  6 f c bw d ........................................................... ................................. (7)   dimana : Vc = Kapasitas geser beton (N) ; f’c = Kuat tekan beton (MPa) ; bw = Lebar balok (mm) ; dan d = Tinggi efektif penampang beton (mm).

Menurut [9], untuk tulangan geser, Vs dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 8 : Vs = Av f y d ............................................................................................................ (8) s

dimana : Vs = Av = fy = d = s =

Gaya geser nominal yang disediakan oleh tulangan sengkang (N) ; Luas penampang tulangan sengkang (mm2); Kuat luluh tulangan geser (MPa); Tinggi efektif penampang balok beton bertulang (mm); dan Jarak pusat ke pusat batang tulangan geser kearah sejajar tulangan pokok memanjang (mm).

Lendutan Menurut [9], lendutan yang terjadi pada balok yang dibebani pada dua titik pembebanan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : ∆ultimit= 0,125 x  u x l 2 ............................................................................... (9) φu= φu = dimana : ∆ult φu L u c ρ ρ’

= = = = = = =

0,7

u c

u c

1

100    '

1 3

Jika

................................................(10)

............................................................. (11)

Lendutan beban ultimit di tengah bentang (mm); Kurvatur ultimit (rad/mm); Panjang bentang (mm); Regangan ultimit pada beton; Jarak serat terluar ke garis netral (mm); Rasio tulangan tarik (As / b.d); dan Rasio tulangan tekan (A’s / b.d).

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

    '  2 Jika(     

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 63

Daktilitas Daktilitas struktur ketika menerima beban merupakan pertimbangan penting bagi perencanaan bangunan dan merupakan sifat struktural yang dijadikan standar kelayakan untuk mengontrol kerusakan [12]. Perilaku beton yang bersifat daktail dan getas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perilaku daktail dan getas pada beton. Sumber : Punmia, B.C. at al, 2007 Daktilitas dapat dihitung dengan Persamaan 12 : µ = u ..................................................... …………………………………..... (12) y

dimana: µ = Daktilitas ; ∆u = Regangan pada saat beban puncak ; ∆y = Regangan pada saat luluh.

3. METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penelitian 1. Perencanaan balok beton bertulang mutu tinggi Perhitungan awal mengenai kapasitas momen lentur dilakukan guna mendapatkan gambaran apakah benda uji balok yang direncanakan mengalami gagal lentur. Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mendapatkan benda uji gagal menahan beban lentur maka didapat ukuran dan jumlah tulangan seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Ukuran dan Jumlah Tulangan Benda Uji Variasi Benda Uji

Benda Uji Balok

Beton Bertulang Mutu Tinggi Normal

BMT Normal

Beton Bertulang Mutu Tinggi Cangkang Sawit Agregat Kasar

BMT CSAK

2.

Dimensi Balok 15 cm x 30 cm x 220 cm 15 cm x 30 cm x 220 cm

Tulangan Pokok Tekan Tarik

Tulangan Geser

Jumlah

2D11,9

4D15,8

D11,9-100

1

2D11,9

4D15,8

D11,9-100

1

Pembuatan Benda Uji Pada Tabel 4 dapat dilihat jumlah dan variasi benda uji.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 64

Tabel 4 : Jumlah dan variasi perlakuan benda uji. Variasi Benda Uji

Benda Uji Silinder diameter 15 cm x tinggi 30 cm

BMT Normal dan BMT Substitusi Agregat Kasar (CSAK)

Balok 15 cm x 15 cm x 60 cm Balok 15 cm x 30 cm x 220 cm

Pengujian

Jumlah Masingmasing

Jumlah Total

Kuat Tekan

4

8

Kuat Tarik Lentur Murni

3

6

1

2

Lentur

Benda uji untuk pengujian kuat lentur adalah balok ukuran 15 cm x 30 cm x 220 cm, sedangkan balok ukuran 15 x 15 x 60 cm untuk pengujian lentur murni, dan silinder ukuran diameter 15 cm x tinggi 30 cm untuk pengujian kuat tekan sebagai benda uji kontrol. 3. Pengujian kuat tekan Pengujian tekan dilakukan dengan memberikan beban arah vertikal atau sejajar secara perlahan-lahan hingga benda uji hancur. Seperti Gambar 3 berikut :

Gambar 3. Pengujian Kuat Tekan Silinder

Gambar 4. Pengujian Kuat Tarik Lentur

4. Pengujian kuat lentur Pengujian dilakukan dengan sistem balok sederhana dengan beban terpusat pada dua titik. Beban dari mesin uji disalurkan melalui plat baja untuk diteruskan ke balok menjadi beban titik masing-masing pada jarak 1/3 bentang, seperti terlihat pada Gambar 4. 5. Pengujian kuat lentur beton bertulang Set up pengujian benda uji balok dapat dilihat pada Gambar 5. Adapun perilaku yang diamati adalah retak yang terjadi yaitu retak awal dan pola retak, lendutan, regangan baja dan beton, beban maksimum yang dipikul oleh balok dan pola kehancuran yang terjadi.

Gambar 5. Set Up Pembebanan Benda Uji Balok

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 65

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1

Hasil

1.

Pengujian kuat tekan BMT dengan substitusi agregat Diperlihatkan pada Tabel 5 di bawah ini yaitu hasil kuat tekan (f’c) benda uji silinder diameter 15 cm x tinggi 30 cm BMT substitusi agregat. Tabel 5. Rekapitulasi Kuat Tekan Silinder (kg/cm²)

f'c (MPa)

f'c ratarata (MPa)

106000 108000 118000

591,92 599,11 663,75

58,07 58,77 65,11

60,65

121000 122000 120000

687,01 697,33 679,97

67,40 68,41 66,70

67,50

Dimensi Benda Uji

Luas

Beban

f'c

Tinggi

Diameter

(cm²)

(kg)

NORMAL HSC

30,31 30,14 30,20

15,10 15,15 15,05

179,08 180,27 177,78

CSAK

30,09 30,36 30,27

14,98 14,93 14,99

176,13 174,95 176,48

Variasi Benda Uji

2.

Hubungan tegangan-regangan BMT dengan substitusi agregat Berdasarkan data yang diperoleh, di buat grafik hubungan tegangan-regangan BMT dengan cara menghitung tegangan-regangan setiap interval pada kenaikan beban 200 kg dan disesuaikan dengan pemberian beban sampai benda uji hancur. Rekapitulasi nilai teganganregangan maksimum benda uji silinder diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Rekapitulasi Nilai Tegangan-regangan Beban (P)

Tegangan

(Kg)

(MPa)

Regangan Maksimum

Normal HSC

108000

61,115

0,00159

CSAK

116000

65,643

0,00256

Variasi Benda Uji

3.

Pengujian kuat tarik lentur BMT dengan substitusi agregat Rekapitulasi nilai kuat lentur BMT substitusi agregat dengan benda uji balok 15 cm x 15 cm x 60 cm yang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rekapitulasi Nilai Kuat Tarik Lentur

Variasi Benda Uji

BMT Normal CSAK

Dimensi Benda Uji

Berat Benda Uji

Panjang

Lebar

Tinggi

Beban (P)

Kuat Tarik (fr)

Kuat Tarik Rata-rata (fr)

(cm) 60 60 60 60

(cm) 15 15 15 15

(cm) 15 15 15 15

(kg) 4020 3850 3940 4690

(Mpa) 5.464 5.233 5.355 6.374

(Mpa)

BTL.1 BTL.2 BTL.3 BTL.1

(kg) 33.85 33.93 33.9 28.06

BTL.2 BTL.3

28.25 28.3

60 60

15 15

15 15

4740 4670

6.442 6.347

6.388

Nama Benda Uji

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

5.351

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 66

4.

Pengujian kuat tarik baja Data hasil tegangan luluh, regangan luluh dan modulus elastisitas baja untuk masingmasing diameter diperlihatkan pada Tabel 8 dibawah ini.

Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji Tarik Baja

No

Diameter mm

5.

1

11,9

2

15,8

No. Benda Uji BU. 1 BU. 2 BU. 1 BU. 2

Tegangan Leleh (kg/cm²) 3947,04 3692,39 4710,99 4201,69

Modulus Tegangan Regangan Modulus Elastisitas Leleh Rata-rata Leleh Elastisitas Rata-Rata (kg/cm²) (% ) (kg/cm²) (kg/cm²) 0,195 2026723 3819,72 2086732 0,172 2146741 0,248 1903429 4456,34 1964170 0,208 2024911

Jenis Besi Ulir Ulir

Perbandingan Hasil Pengujian Balok BMT Normal dengan Substitusi agregat

a.

Beban dan lendutan Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa balok BMT normal memiliki lendutan maksimum sebesar 23,14 mm pada beban 25,17 ton, sedangkan balok BMT CSAK memiliki lendutan maksimum sebesar 25,93 mm pada beban 25,03 ton. b.

Beban dan regangan baja tarik Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa Balok BMT normal memiliki regangan baja tulangan tarik sebesar 103,108 µ atau 0,0103 pada beban 24,24 ton. Balok BMT CSAK memiliki regangan baja tulangan tarik sebesar 80,897 µ atau 0,00809 pada beban 25,03 ton. c.

Beban dan regangan baja geser Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa balok BMT pada masing – masing variasi memiliki regangan baja tulangan geser yang lebih kecil dibandingkan dengan regangan baja tulangan tarik. Balok BMT normal memiliki regangan baja tulangan geser sebesar 14,454 µ pada beban 25,17 ton. Balok BMT CSAK memiliki regangan baja tulangan geser sebesar 9,431 µ pada beban 25,03 ton. d.

Beban dan regangan beton Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa balok BMT normal memiliki regangan beton sebesar 238,095 µ pada beban 24,17 ton. Balok BMT CSAK memiliki regangan beton sebesar 416,202 µ pada beban 25,03 ton. Terlihat pada balok dengan substitusiagregat, regangan yang terbaca pada grafik tetap linier.

Gambar 6 Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Gambar 7 Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 67

Gambar 8 e.

Gambar 9

Perbandingan hasil teoritis dan laboratorium terhadap kapasitas balok BMT normal dengan substitusi agregat

Dari hasil perbandingan nilai kapasitas balok dengan substitusi agregat yang diperlihatkan pada Tabel 9 dapat disimpulkan bahwa untuk beton mutu tinggi dengan substitusi agregat dapat meningkatkan kuat lentur beton mutu tinggi dibandingkan dengan beton mutu tinggi normal. Tabel 9 : Perbandingan Kapasitas Balok BMT Normal dengan Balok BMT Substitusi Agregat Terhadap Teoritis dan Laboratorium Jarak Berat fy lentur fy geser Benda Uji Balok f'c (Mpa) Sengkang Benda Uji (Mpa) (Mpa) (mm) (Kg)

Perbandingan Hasil Momen Lentur (KN.m) Lendutan (mm) Plab / Mlab / ∆lab/∆te Plab Plab / Pu Mn Mlab ∆teori ∆lab Berat Mn ori

Beban Maksimum (KN) Pu

NORMAL HSC

60,650

445,634 381,972

10,000

270,000 206,551 246,916

1,195

93,222

72,293

86,421

1,195 16,919 23,140 1,368

CSAK

67,500

445,634 381,972

10,000

255,000 208,570 245,543

1,177

98,157

73,000

85,940

1,177 21,684 25,930 1,196

4.2

Pembahasan

Kuat tekan dan kuat tarik lentur BMT Normal dan substitusi agregat Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat nilai kuat tekan dan kuat tarik lentur BMT substitusi agregat meningkat dibandingakan dengan BMT normal. Substitusi agregat dalam campuran beton akan berpengaruh terhadap kekuatan tekan dan tarik beton. Jika dihubungkan dengan momen nominal yang terbentuk, semakin tinggi nilai kuat tekan yang dihasilkan semakin rendah nilai blok tegangan tekan, maka semakin tinggi nilai momen nominal yang terbentuk. Pengujian kuat tarik lentur ini juga didapat untuk mengetahui retak awal pada balok BMT dan dijadikan sebagai acuan pada saat pengujian balok beton bertulang.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 68

Gambar 10. Diagram Kuat tekan dan Kuat Tarik Lentur BMT Normal dan substitusi agregat. Kuat Lentur Balok BMT Variasi Aditif dan Substitusi Agregat : 1.

Lendutan

Tabel 10. Perbandingan Lendutan Balok BMT Normal dengan Balok BMT Substitusi Agregat

Benda Uji Balok

Lendutan Maks (mm)

Perbandingan Lendutan Terhadap Lendutan BMT Normal Persen (%)

Selisih (%)

NORMAL HSC

23.140

100.000

-

CSAK

25.930

112.057

12.057

Dapat dibahas dari nilai lendutan pada Tabel 10 Perbandingan lendutan balok BMT dengan substitusi agregat terhadap balok BMT normal cenderung dapat meningkatkan nilai lendutan balok beton mutu tinggi.Lendutan maksimum pada BMT CSAK dengan persentase besarnya lendutan terhadap BMT normal sebesar 112,057 %, meningkat 12,057 % dari BMT normal, hal ini dikarenakan kerak cangkang sawit memiliki tekstur permukaan yang relatif lebih kasar sehingga ikatan antar material dalam campuran beton (bond) lebih kuat. 2.

Retak dan Fracture/gagal Retak yang terjadi pada pengujian balok BMT dengan substitusi agregat dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini. Dari Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa substitusi agregat dapat meningkatkan beban terjadinya retak awal pada balok beton bertulang mutu tinggi. Tabel 11. Hasil Uji Laboratorium Retak Pertama

Benda Uji Balok

Peralihan Beban Maksimum Regang Lenduta Regangan Baja Lenduta Regangan Baja Reganga Lenduta Regangan Baja Reganga P (ton) an P (ton) P (ton) n (mm) n (mm) n Beton n (mm) n Beton Tarik Geser Beton Tarik Geser Tarik Geser

NORMAL HSC

3,520

0,540

0,728

-0,021

1,533

23,480

9,700

49,430

0,760

96,898 25,170 23,140

0,000

14,454

0,000

CSAK

4,000

0,330

2,342

-0,085

2,002

23,070

9,540

48,108

7,891

109,525 25,030 25,930

80,897

9,431

416,202

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 69 BMT CSAK

BMT Normal

Gambar 11. Pola Retak Balok BMT dengan Substitusi Agregat Jumlah retak semakin banyak seiring dengan penambahan beban. Balok BMT normal pada saat beban maksimum salah satu retak lentur membesar sampai pada bagian balok atau beton telah luluh selanjutnya diikuti luluh tulangan lentur dan dapat dikatakan balok tersebut getas. Sementara itu BMT dengan substitusi agregat, pada beban lebih besar dari 75% beban maksimum terjadi perubahan grafik hubungan beban – lendutan dari linier ke plastis disini menunjukan bahwa tulangan lentur telah luluh perlahan dan diikuti dengan luluhnya beton atau dengan kata lain substitusi agregat kedalam beton mutu tinggi dapat meminimalisirkan sifat getas. Pembentukan retak pada umumnya dari setiap benda uji berbeda-beda, tetapi kehancuran yang terjadi sama yaitu kehancuran lentur atau gagal lentur. Hal ini di tunjukkan dengan dominannya retak di daerah lentur. 3.

Daktilitas Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa substitusi agregat dapat meningkatkan nilai daktilitas balok BMT. Tabel 12. Data Hasil Perhitungan Daktilitas Balok BMT dengan Substitusi Agregat Kondisi Luluh No.

Variasi Benda Uji

Beban (P)

Lendutan (∆y)

Kondisi Ulitimit Beban (P)

Perbandingan Daktilitas µ = daktilitas Lendutan (∆u) ∆u/∆y terhadap BMT Normal mm

ton

mm

ton

1

NORMAL HSC

23,480

9,700

25,170

23,140

2,386

2

CSAK

23,070

9,540

25,030

25,930

2,718

-

%

113,936 %

Dapat disimpulkan bahwa substitusi agregat dapat digunakan untuk meningkatkan daktilitas beton mutu tinggi yang diketahui memiliki sifat yang getas atau nilai daktilitas yang rendah. Nilai daktilitas dari BMT substitusi agregat menunjukkan kerak cangkang sawit sangat efektif digunakan dan dapat me ningkatkan kapasitas beban lentur maksimum. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1

Kesimpulan 1. Hasil pengujian kuat tekan, kuat tarik lentur dan tegangan-regangan beton dengan substitusi agregat dapat diklasifikasikan kepada beton mutu tinggi yang bersifat getas. 2. Kegagalan balok BMT dengan substitusi agregat sesuai dengan yang direncanakan, yaitu gagal lentur. 3. Balok BMT dengan substitusi agregat dapat meningkatkan nilai lendutan dan daktilitas balok beton mutu tinggi. 4. Pola retak antara balok BMT substitusi agregat lebih banyak, jumlah retaknya yang terjadi secara perlahan serta pendek dibandingkan dengan balok BMT normal. Substitusi agregat juga dapat meningkatkan beban terjadinya retak awal pada balok beton bertulang mutu tinggi.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 70

5.2

Saran Penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan oleh peneliti lain, dengan memperhatikan beberapa hal dan saran sebagai berikut: Untuk melanjutkan penggunaan substitusi agregat pada beton mutu tinggi sehingga mengurangi sifat getas, dapat digunakan sebagai substitusi agregat halus atau sebagai bahan aditif , serta dapat dibandingkan dengan hasil yang telah diteliti pada penelitian ini. . DAFTAR PUSTAKA [1]

Aulia, T, 1999, Effect of Mechanical Properties of Aggregate on The Ductility of High Performance Concrete, Karsten Deutschman, Lacer No. 4, University of Leipzig, 133 – 147. [2] Dewi, E.F., Astari, K.T., dan Lie H.A., 2014, Pengaruh Komposisi Nano Semen Pada Perilaku Beton, Universitas Diponegoro, Semarang. [3] Dipohusodo, I, 1996, Struktur Beton BertulangBerdasarkan SK SNI T-15-1991-03, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [4] Indonesia Invesment Coordinating Board, 2015, Potensi Kelapa Sawit Di Aceh. (http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/commodityarea.php?ic=2&ia=11, diakses Rabu, 5 agustus 2015) [5] Kurniawan, A., Analisa Perilaku Geser Balok Beton Ringan Dengan Menggunakan Bongkahan Cangkang Sawit (BCS) Sebagai Pengganti Agregat, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. [6] McCormac, J.C., 2001, “Desain Beton Bertulang”, Penerbit Erlangga, Jakarta. [7] Muhardi, Sitompul, IR & Rinaldi, 2004, Pengaruh Penambahan Abu Sawit terhadap Kuat Tekan Mortar, Seminar Hasil Penelitian Dosen, Program Studi S1 Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau [8] Mulia, A., 2007, Pemanfaatan Tandan Kosong dan Cangkang Kelapa Sawit sebagai Briket Arang, Universitas Sumutera, Medan. [9] Nawy, E.G., 1998, Reinforce Concrete a Fundamental Approach, Mac Graw-Hill Book Company, Sidney. [10] Nugraha, P, dan Antoni, (2007), ”Teknologi Beton”, Penerbit ANDI, Yogyakarta. [11] Nugraheni, M.W., 2011, Tinjauan Kuat Tekan Beton Mutu Tinggi Dengan Penambahan Superplasticizier Dan Pengaruh Penggantian Sebagian Semen Dengan Fly Ash, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. [12] Punmia, B.C, Ashok, K.J, and Arun, K.J., 2007, Limit State Design of Reinforced Concrete, Published By. Laxmi Publications (P) LTD. New Delhi. Penerbit: Firewall Media, 2007.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 71CC

Analisis Kelayakan Ekonomi Transportasi (Studi Kasus Project Package JNB 1 Construction of Road Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh)

Meidia Refiyanni Jurusan Teknik Sipil Universitas Teuku Umar, Alue Peunyareng, Meulaboh

email : [email protected],

Abstract Sabang city is one of the major tourist destinations in Aceh province and needs to ensure its area is in a low-risk flood inundation zone. However Sabang city has not had a good and comprehensive drainage system yet and often experienced flood. Its Sabang's topographical feature which consists of mountains, hills, and plains, has caused the drainage system of Sabang to be unique and special. According to Sabang Spatial Plan Year 2012 to 2017, Sabang should improve the function of its drainage infrastructures immediately. Nonetheless, due to budget constraints it is necessary to determine the handling priority of drainage system of Sabang city during the next 20 years. Determination of handling priority of Sabang’s drainage system is based on the physical, demographic, and environmental aspect and is in accordance with survey results and analysis of secondary data. The selection of priority of service areas is performed by weighted average method. Based on the analysis of the three factors described above, it can be seen that the handling priority of subwatershed for short-term is in subwatershed Anoi Itam, subwatershed Krueng Balohan and sub-watershed Pria Laot; medium-term is in subwatershed Keunekai, subwatershed Ceunohot, subwatershed Aneuk laot, subwatershed Paya Seunara; and long-term is in subwatershed Ceuhum, subwatershed Ujung Bau, subwatershed Gua Sarang, subwatershed Teupin Kareung and subwatershed Iboih.

Keywords : Priority, drainage system, weighting average, Sabang city

Abstrak Fungsi jalan ini merupakan infrastruktur penghubung antara Banda Aceh dengan Meulaboh. Evaluasi dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan mengetahui faktor-faktor yang menjadi parameter kelayakan ekonomi transportasi pada Jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek pada Sta 198+000 – Sta 216+000. Metode yang digunakan ialah skenario jalan dengan kondisi existing dan jalan yang dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) pada jalan yang sama, dan membandingkan hasil dari nilai VOC, NPV, BCR, EIRR untuk mengetahui apakah proyek JNB1 tersebut layak serta membandingkan ke dua skenario tersebut mana yang lebih ekonomis. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai VOC dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan PT. PCI (Pacific Consultant International), diketahui jalan yang dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) lebih hemat Rp. 90.170,4 dari kondisi jalan existing. Hasil perhitungan NPV, BCR, dan EIRR pada jalan JNB1 untuk kondisi jalan existing (metode pemasangan geotextile dan geogrid serta penggunaan cerucuk khusus) dengan jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) diketahui nilai NPV,BCR, dan EIRR lebih besar pada jalan existing bila dibandingkan pada jalan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM). Kedua alternatif jalan tersebut dinyatakan layak proyek karena telah memenuhi persyaratan dimana NPV ≥ 0, BCR > 1 dan EIRR > social discount rate yang berlaku. Kata Kunci : VOC, NPV, BCR dan EIRR.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 72CC

1. PENDAHULUAN

P

ertambahan kebutuhan penduduk maka bertambah pula permintaan perjalanan berupa peningkatan aktivitas pergerakan orang dan barang dalam suatu wilayah atau kota, yang mana aktivitas pergerakan ini mutlak memerlukan sarana dan prasarana transportasi yang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas (Aris, 2008). Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termaksud bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah. Pada dasarnya transportasi berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan yang pada akhirnya dapat mendorong terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, disebutkan bahwa jalan mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial budaya serta lingkungan sehingga tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah. Untuk menghindari pemborosan semestinya suatu proyek terutama dengan biaya tinggi harus dievaluasi melalui tahap pra-studi kelayakan dan tahap studi kelayakan. Terutama pada jalan yang direncanakan atau diinvestasikan untuk dilalui beban lalu lintas menengah dan tinggi (medium dan high volume roads) diperlukan analisis kelayakan ekonomi. Jalan Aceh Barat merupakan jalan alternatif yang digunakan oleh masyarakat sebagai sarana pergerakan lalu lintas untuk melakukan aktivitas atau perpindahan dari suatu daerah ke daerah yang lain. Jalan Aceh Barat terletak di jalan lintas barat – Sumatera, pasca gempa dan tsunami tahun 2004 silam sempat rusak berat dan tidak bisa di lewati sehingga menjadi hambatan kelancaran arus lalu lintas ke daerah lain. Pada tahun 2011-2012 pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum, mulai membangun jalan nasional baru di kawasan pantai Aceh Barat sepanjang 50 km dengan terbagi dari 3 paket JNB yang dibiayai oleh Multi Donor Fund (MDF). Dari ketiga paket JNB tersebut paket JNB1 yang terletak pada jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek dengan Sta 198+000 – Sta 216+000 kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh sepanjang 18 km adalah yang paling banyak mengalami kerusakan di tahun pertama dengan lebar jalan 9 meter. Proyek ini untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan mempermudah lintasan arus lalu lintas sehingga perlu mengidentifikasi factor–faktor yang mempengaruhi kelayakan ekonomi transportasi [1], menghitung seberapa besar nilai VOC, NPV, BCR dan IRR mempengaruhi umur rencana jalan [2]serta menghitung kelayakan ekonomi jalan dengan kondisi sekarang (existing) jika dibandingkan dengan konstruksi cakar ayam modifikasi (CAM) sebagai pilihan alternatif [3]. Salah satu faktor untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang baik. Transportasi merupakan salah satu persoalan yang sangat penting, karena transportasi adalah alat penunjang terlaksananya kegiatan masyarakat sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai tingkat Kelayakan Ekonomi Transportasi pada paket JNB1 jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek dengan 2 skenario alternatif jalan existing dengan jalan yang menggunakan Konstruksi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) pada jalan yang sama. Dalam hal mendukung kelancaran lalu lintas mengenai keberadaan dari prasarana jalan, maka perlu diadakan studi kelayakan. Studi kelayakan merupakan analisis teknik dan analisis ekonomi atau finansial dengan menggunakan data-data memerlukan analisis yang lebih komprehensif meliputi aspek teknis, ekonomi, sosial dan lingkungan berdasar data-data rinci baik primer maupun sekunder yang dikumpulkan secara lengkap dan detail (Aris, 2008). Berdasarkan uraian di atas serta mengingat pembangunan jalan alternatif Aceh Barat sangat besar dan terkait dengan tujuannya yang akan dilalui lalu lintas dengan beban volume lalu lintas menengah yang cenderung selalu meningkat maka perlu diteliti kembali mengenai tingkat kebutuhan dan kelayakan ekonomi transportasi pada jalan tersebut.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 73CC

2. METODE PENELITIAN Pengumpulan data, menganalisis fungsi, evaluasi aspek teknis, analisis untung rugi, membandingkan kelayakan ekonomi jalan dengan kondisi existing dengan jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi cakar ayam modifikasi (CAM). Proyek yang dipilih sebagai objek penelitian adalah Project Package JNB1 of Road : Lueng Gayo – Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Lokasi penelitian yaitu Ruas Jalan Banda Aceh – Meulaboh Sta 198 + 000 – Sta 216+000 Kabupaten Aceh Barat Subjek dalam penelitian ini adalah kelayakan ekonomi transportasi pada konstruksi jalan existing JNB1 dengan jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi cakar ayam modifikasi (CAM) masih pada jalan tersebut sebagai alternatif. Dengan metode VOC, NPV, BCR, dan EIRR untuk membandingkan kelayakan ekonomi transporatasi pada jalan JNB1 [4]. Sedangkan yang menjadi objek pemilihan alternatif adalah mutu konstruksi yang dihasilkan, biaya awal, biaya pemeliharaan, umur rencana, sebagai pembanding kelayakan ekonomi transportasi. Berdasarkan penelitian [4], metode VOC, NPV, BCR, dan EIRR dilakukan dengan menggunakan formula berikut: n

NPV   t 0 n

BCR 

Bt  Ct 1  i t

(1)

Bt

 1  r  t 0 n

t

Ct

 1  r  t 0

n

EIRR   t 0

(2)

t

Bt  Ct 1  r t

(3)

dengan: Bt = Merupakan besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun t; Ct = Merupakan besaran total dari komponen biaya pada tahun t; n = Umur ekonomi proyek yang dikaji; i = Merupakan biaya yang dibutuh untuk modal (Opportunity Cost of Capital); t = Tahun masa analisis (Time Horizon); r = Tingkat suku bunga (discount rate). Dengan menggunakan kriteria investasi ini, maka suatu proyek tertentu dikatakan layak jika nilai NPV ≥ 0. Sedangkan nilai NPV = 0, berarti proyek tersebut proyek dikatakan tidak layak dan hendaknya ditolak, Raharjo (2007) menyatakan bahwa BCR dengan nilai lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa program pembangunan akan menguntungkan, sebaliknya nilai BCR kurang dari 1 menunjukkan bahwa pembangunan tersebut tidak layak, Proyek dikatakan layak jika EIRR > social discount rate yang berlaku. untuk membandingkan kedua alternatif ini, maka EIRR yang terbesar lebih baik. Kelayakan Ekonomi Kelayakan ekonomi merupakan sudut pandang analisis dari kebijakan publik (pemerintah), yang mana komponen manfaat dan biaya yang diperhitungkan merupakan semua komponen yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung bagi kepentingan negara, publik atau masyarakat luas (Social return). Dasar perhitungan komponen biaya didasarkan pada nilai sosial atau ekonomi yang sesungguhnya. Untuk mengetahui biaya proyek dan manfaat proyek yang didapat maka dilakukan analisis cash flow dari masing-masing alternatif proyek dengan menggunakan discount rate 0% Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 74CC

untuk masa 10 tahun, 2,5% untuk tahun ke 11 – 20, dan 5% untuk tahun ke 21 – 35. (http://web.worldbank.org), kemudian dievaluasi dengan kriteria konsep pendekatan Consumen surplus. (Aris, 2008) teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu analisa kuantitatif dan analisa kualitatif, dimana teknik analisa kuantitatif mempunyai posisi yang lebih dominan dibandingkan teknik analisa kualitatif dalam pembahasan selanjutnya. Analisa kualitatif Dalam penelitian ini analisa kualitatif dibutuhkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan hasil-hasil dari analisa kuantitatif kedalam bahasa yang lebih sederhana dan logis. Analisa kualitatif merupakan jenis analisis yang menjelaskan suatu masalah atau fenomena bukan dalam bentuk besaran angka atau nilai, namun berupa uraian, tanggapan kritis, perbandingan atau komparasi. Jenis analisa kualitatif dibedakan menjadi:  Deskriptif yaitu menganalisis keadaan obyek studi melalui uraian, pengertian ataupun penjelasan-penjelasan baik terhadap analisis yang bersifat terukur maupun tidak terukur.  Normatif yaitu analisis terhadap keadaan yang seharusnya mengikuti suatu aturan atau pedoman ideal tertentu maupun landasan hukum atau lainnya. Analisa kuantitatif Analisa kuantitatif merupakan analisis yang berhubungan dengan angka, bobot, nilai, jumlah dari suatu topik atau bahasan. Dalam penelitian ini analisis kuantitatif digunakan secara sistematis dan berurutan dalam menentukan kelayakan ekonomi, kriteria kelayakan ekonomi, volume lalu lintas dan biaya operasional kendaraan dan nilai penghematan waktu tempuh: Analisa Volume Lalu Lintas Analisa volume lalu lintas dilakukan setelah diperoleh data dari survei primer (traffic counting) pada ruas jalan arteri dengan mengacu petunjuk MKJI 1997: V = LHRT x EMP

(4)

Dimana : V = Volume Lalu-lintas (smp/jam) LHRT = Lalu-lintas Harian Rata-rata (smp/jam) EMP = Ekivalensi Mobil Penumpang Analisa Kapasitas Jalan Analisa kapasitas jalan dilakukan pada jalan arteri lama dan rencana jalan arteri perencanaan menggunakan formula dari MKJI 1997 untuk jalan diluar perkotaan yaitu: (5)

C = CO x FCW x FCSP x FCSF Dimana: CO FCW FCSP FCSF

= = = =

Kapasitas dasar (smp/jam) Faktor penyesuaian lebar jalan Faktor penyesuaian pemisahan arah Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb

Analisa Kecepatan Kendaraan Pada kondisi pra jalan arteri altenatif, analisa kecepatan kendaraan diawali dengan survei waktu tempuh pada semua rute atau lintasan jalan arteri yang digunakan untuk melewati

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 75CC

lokasi penelitian yang kemudian dihitung dengan menggunakan formula MKJI 1997 untuk kecepatan tempuh yaitu : (6) V = L/TT Dimana : V = Kecepatan rata-rata ruang kendaraaan ringan, LV (km/jam) L = Panjang segmen (km) TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kriteria kelayakan ekonomi ini pada dasarnya dikembangkan dalam usaha mencari suatu "kriteria" yang dapat menggambarkan tingkat kelayakan proyek dari aspek ekonomi. Dengan menentukan jumlah maksimum volume lalu lintas, membandingkan Biaya Operasional Kendaraan (BOK/VOC), NPV, BCR, dan EIRR pada jalan existing dengan jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) sebagai altenatif pada jalan JNB1, dari perhitungan tersebut dapat diketahui tingkat kelayakan ekonomi pada jalan JNB1. Biaya Operasi Kendaraan Menghitung nilai waktu, digunakan teori Hebert Mohring, yaitu untuk menentukan nilai waktu tempuh, dimana diambil pendekatan dengan menganggap bahwa pengemudi akan menggunakan jalan lebih baik untuk menghindari kemacetan. Biaya Operasi Kendaraan (BOK) merupakan penjumlahan dari biaya gerak (running cost) dan biaya tetap (fixed cost), dari perhitungan biaya operasional kendaraan dengan kecepatan rencana dengan jarak tempuh 18 km di peroleh perbedaan biaya operasional. Dapat dilihat pada tabel. 1 Berikut ini: Tabel 1. Total Biaya Operasional Kendaraan (BOK) Analisa/Persamaan Jalan existing Jalan Metode Cam

No 1.

Total Biaya Operasional Kendaraan Rp 2.265.565,604 Rp

2.175.395,203

BKBOK = BOKexisting – BOKCAM

= Rp. 2.265.566,604 – Rp. 2.175.395,203 = Rp. 90.170,4

Berdasarkan hasil perhitungan biaya operasional kendaraan dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan PT. PCI (Pacific Consultant International) meliputi biaya tidak tetap (running cost) dan biaya tetap (fixed cost), kedua biaya tersebut nantinya akan di jumlahkan untuk memperoleh biaya operasional total kendaraan yang dibutuhkan kendaraan. Daftar harga satuan komponen biaya operasional kendaraan yang dipergunakan dalam perhitungan ini dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel.2. Daftar Harga Satuan Komponen Biaya Operasional Kendaraan No

Item Biaya

1 Besin 2 Solar 3 Oli Car/kend. Penumpang/pribadi Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Satuan

Harga Satuan

(Rp)

Rp/liter Rp/liter

Rp Rp

6.500 5.500

Rp/liter

Rp

55.000

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

No

P a g e | 76CC

Item Biaya

Satuan

Rp/liter Utility/kendaraan Serbaguna Small Bus/Bus Kecil Rp/liter Rp/liter Large Bus/Bus Besar Light Truck/Truk Kecil 2 Sumbu Rp/liter Rp/liter Heavy Truck/Truk Sedang 2 Sumbu Heavy Truck/Truk Besar 3 Sumbu Rp/liter 3 Kendaraan Baru Car/kend. Penumpang/pribadi Rp/Kendaraan Rp/Kendaraan Utility/kendaraan Serbaguna Small Bus/Bus Kecil Rp/Kendaraan Rp/Kendaraan Large Bus/Bus Besar Light Truck/Truk Kecil 2 Sumbu Rp/Kendaraan Heavy Truck/Truk Sedang 2 Sumbu Rp/Kendaraan Heavy Truck/Truk Besar 3 Sumbu Rp/Kendaraan 4 Upah Tenaga Pemelihara Rp/jam 5 Ban baru Rp/Ban Baru Car/kend. Penumpang/pribadi Utility/kendaraan Serbaguna Rp/Ban Baru Rp/Ban Baru Small Bus/Bus Kecil Large Bus/Bus Besar Rp/Ban Baru Rp/Ban Baru Light Truck/Truk Kecil 2 Sumbu Heavy Truck/Truk Sedang 2 Sumbu Rp/Ban Baru Heavy Truck/Truk Besar 3 Sumbu Rp/Ban Baru Sumber : Data skunder/hasil survei

Harga Satuan

(Rp)

Rp Rp Rp Rp Rp Rp

55.000 55.000 55.000 55.000 55.000 55.000

Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

226.600.000 173.500.000 170.000.000 900.000.000 298.400.000 606.000.000 944.000.000 5.000

Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

1.098.000 1.098.000 1.012.000 1.012.000 1.012.000 1.372.000 1.446.000

Biaya Tidak Tetap (Running Cost) Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat kendaraan beroperasi. Biaya tidak tetap sering juga disebut sebagai biaya variabel (variable cost), dari perhitungan biaya tidak tetap (running cost) diperoleh perbedaan biaya operasional.

No

Tabel. 3. Biaya Tidak Tetap (Running Cost) Analisa/Persamaan Jalan existing Jalan Metode Cam

1.

Biaya Konsumsi bahan bakar

Rp

158.955,47 Rp

212.842,78

2.

Biaya Oli/Pelumas

Rp

24.560,30 Rp

28.466,74

3.

Biaya Pemakaian Ban

Rp

74.858,41 Rp

87.087,48

4.

Biaya Pemeliharaan

Rp

189.075,20 Rp

202.821,30

5.

Biaya Montir/Mekanik

Rp

1.110,25 Rp

1.185,00

6.

Biaya awak (Crew) kendaraan Rp

5.946,42 Rp

5.144,73

7.

Biaya Depresiasi

1.544.258,53 Rp

1.403.383,30

Rp

Biaya Tetap (Fixed Cost) Biaya tetap adalah capital cost, yaitu biaya yang harus dikeluarkan pada saat awal Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 77CC

dioperasikan sistem angkutan umum. Biaya tetap tergantung dari waktu dan tidak terpengaruh dengan penggunaan kendaraan, dari perhitungan biaya tetap (fixed cost) diperoleh perbedaan biaya operasional. Tabel .4. Biaya Tetap (Fixed Cost) No Analisa/Persamaan

Jalan existing

Jalan Metode Cam

1.

Biaya Asuransi

Rp

28.610,21

Rp

24.832,39

2.

Biaya Suku Bunga

Rp

40.097,37 Rp

34.717,00

3.

Biaya Over Head

Rp 198.093,440 Rp

188.660,580

Biaya Operasi Kendaraan (BOK) sangat berpengaruh pada laju kecepatan kendaraan. Untuk lebih jelasnya perbandigan perhitungan Biaya Operasi Kendaraan (BOK). Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan keuntungan bersih dari pelaksanaan proyek setelah dikurangi biaya. NPV diperoleh dengan mengurangi nilai manfaat dan biaya diubah dalam besaran nilai sekarang. Nilai NPV yang diperoleh dari penelitian ini. Tabel .5. Net Present Value (NPV) No

NPV

Jalan existing

Jalan Metode Cam

1.

Discount rate 0-0 %

Rp

61.057.657.044,40

Rp

42.585.497.025,05

2.

Discount rate 2,5 %

Rp

108.413.935.612,05

Rp

85.085.784.295,61

3.

Discount rate 5,0 %

Rp

109.728.800.155,62

Rp

86.265.820.449,51

Nilai NPV discount rate tersebut diatas semuanya bernilai positif sehingga pelaksanaan pembangunan pada paket JNB1 sangat menguntungkan. Benefit Cost Ratio (BCR) Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan perbandingan antara nilai manfaat dengan biaya proyek. Nilai BCR yang diperoleh semuanya sesuai dengan syarat yang diisyaratkan yaitu (nilai BCR>1), maka pembangunan pada paket JNB1 layak untuk dibangun. Tabel. 6. Benefit Cost Ratio (BCR) No

BCR

Jalan existing

Jalan Metode Cam

1.

Discount rate 0-0 %

2,02

1,69

2.

Discount rate 2,5 %

3,02

2,46

3.

Discount rate 5,0 %

3,38

2,69

Economic Internal Rate of Return (EIRR) Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 78CC

Economic Internal Rate of Return (EIRR) merupakan besaran yang menunjukan nilai discount rate pada saat nilai NPV = 0 untuk pengembalian investasi pada jalan JNB1. Proyek dikatakan layak jika EIRR > social discount rate yang berlaku. Tabel.7. Economic Internal Rate of Return (EIRR) No

EIRR

Jalan existing

Jalan Metode Cam

1.

Umur investasi 10 tahun

7,766 %

6,651 %

2.

Umur investasi 15 tahun

12,046 %

9,635 %

3.

Umur investasi 20 tahun

12,978 %

12,288 %

Untuk membandingkan kedua alternatif ini, maka EIRR yang terbesar lebih baik. Berdasarkan Nilai EIRR diatas yang diperoleh pada penelitian ini hasilnya > dari nilai discount rate suku bunga pinjaman, maka hasil penelitian ini proyek pada jalan JNB1 dikatakan layak. Volume lalu lintas (V) selama 3 hari untuk kendaraan penumpang/pribadi 69,53; Utility 22,52; Bus kecil 0,29; Bus besar 0,63, Truk ringan 2 sumbu 7,89; Truk sedang 2 sumbu 5,60; dan Truk besar 3 sumbu 9,69. Kapasitas Lalu lintas (C) jalan JNB1 Jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek adalah 1.426 smp/jam Selisih waktu tempuh dengan 2 sekenario pada jalan JNB1 jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek Sta 198+000 – Sta 216+000 dengan jarak tempuh 18 km. penghematan waktu pada jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) lebih cepat untuk kendaraan penumpang/pribadi; Utility; Bus besar dan Truk besar 3 sumbu adalah 1,9 menit; Bus kecil dan Truk kecil 2 sumbu adalah 2,1 menit; Truk sedang 2 sumbu adalah 1,5 menit. Berdasarkan hasil dari perhitungan Biaya Operasional Kendaraan (BOK/VOC) dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan PT. PCI (Pacific Consultant International) yang diuraikan diatas, diketahui jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) lebih hemat Rp. 90.170,4 dari kondisi jalan existing. Hasil perhitungan NPV, BCR, dan EIRR pada jalan JNB1 untuk kondisi jalan existing dengan jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) diketahui nilai NPV, BCR, dan EIRR pada jalan existing lebih besar dari nilai NPV, BCR, dan EIRR pada jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM). Kedua alternatif jalan tersebut dinyatakan layak proyek karena telah memenuhi persyaratan dimana NPV ≥ 0, BCR > 1 dan EIRR > social discount rate yang berlaku. 4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka diambil beberapa kesimpulan: 1. Biaya Operasi Kendaraan (BOK/VOC) merupakan penjumlahan dari biaya gerak (running cost) dan biaya tetap (fixed cost) yang sangat berpengaruh pada laju kecepatan kendaraan, semakin tinggi laju kecepatan kendaraan akan berpengaruh kepada meningkatnya Biaya Operasi Kendaraan (BOK/VOC). Dan berbanding terbalik pada penghematan waktu sehingga lebih ekonomis. 2. Dari 2 skenario jalan dengan kondisi existing (metode pemasangan geotextile dan geogrid serta penggunaan cerucuk khusus) dan jalan dengan Metode Cakar Ayam Modifikasi (CAM). BKBOK (Besar Keuntungan Biaya Operasional Kendaraan) pada Jalan JNB1 dengan jarak 18 km dengan kecepatan rencana, di ketahui selisih keuntungan melewati jalan dengan metode cakar ayam modifikasi (CAM) lebih hemat Rp. 88.875,96 rupiah dari kondisi jalan existing. 3. Tingkat kelayakan proyek JNB1 dari 2 skenario jalan dengan kondisi existing dan jalan dengan Metode Cakar Ayam Modifikasi (CAM). Dinyatakan layak proyek pada penelitian Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 79CC

ini berdasarkan dari hasil perhitungan Kelayakan Ekonomi Trasportasi dengan nilai NPV ≥ 0, BCR > 1 dan EIRR > social discount rate yang berlaku. 5. SARAN Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini antara lain : 1. Perlunya peran serta perhatian pemerintah dalam pengawasan proyek pembangunan (jalan, gedung, pelabuhan, irigasi dll) agar pelaksanaan sesuai dengan spesifikasi rencana dan proyek. 2. Pada titik-titik tertentu yang mengalami kerusakan, keretakan atau penurunan badan jalan dan bahu jalan, pada jalan JNB1 Jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Sebaiknya ditindak lanjuti dengan perbaikan atau konstruksi ulang menggunakan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) 3. Kekurangan–kekurangan yang didapat pada penelitian ini disarankan untuk disempurnakan, sehingga saran-saran yang diberikan dapat dijadikan sebagai acuan untuk pelaksanaan dan pengembangan dimasa yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA

[1] Amir A, 2013, Optimasi biaya pelaksanaan kontruksi jalan dengan aplikasi rekayasa nilai. Universitas Syiah Kuala.

[2] Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PURI. 1990. Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharan Jalan Kota. Jakarta:Departemen PURI.

[3] Dirjen Bina Marga Tahun 1990, SK No. 77 (Modul 1, halaman 6) Tentang gambaran umum jalan. [4] Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun2004 Tentang Jalan.

[5] Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga (1995), Petunjuk Praktis Pemeliharaan Rutin Jalan Upr. 02.1 Tentang Pemeliharaan Rutin Perkerasan Jalan.

[6] Dirjen Bina Marga, 1995, Petunjuk Pelaksanaan Pemeliharaan Jalan Kabupaten, Petunjuk Teknis No. 024/T/Bt/1995, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga.

[7] Hardiyatmo, H.C. 2007, Pemeliharaan Jalan Raya, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta. [8] Martono, M 2008, Pembuatan Jalan di Atas Tanah Lunak (Rawa-rawa) Study Kasus Pembuatan Jalan Lingkar Arteri Semarang Utara, Viewed 16 February 2013, Orbit volume 4 No. 1 Maret 2008:71 - 78 [9] M.A. Aprianoor, 2008, (PDF)Analisis Kebutuhan dan Kelayakan Ekonomi Pembangunan Jalan, eprint.undip.ac.id/18254/1/MUHAMMAD_ARIS_ APRIANOOR.pdf. Diakses pada tanggal 20 Nopember 2013. [10] MKJI, 1997., Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta [11] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13/PRT/M/2011 Tentang Tata Cara Pemeliharaan Jalan dan Penilikan jalan. [12] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2008, Pedoman Pengawasan Penyelenggaraan Pelaksanaan Pemeriksaan Kontruksi di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum. [13] Sekilas Tentang Lapisan Pondasi Bawah dan Pondasi atas Perkerasan jalan, 2011, viewed 17 November 2013, Available from internet . [14] Sofyan, M.S., Mubarak, dan Amir, A., (2013) Cost Optimation of Road Construction Project Using Value Enggineering Application Proceeding of the Aceh International Symposium on Civil Enggineering 2013. Page 155-170. [15] Suhendro, B dan Hardiyatmo HC 2010, Sistem Perkerasan Cakar Ayam Modifikasi (CAM) Sebagai Alternatif Solusi Konstruksi Jalan di atas Tanah Lunak, Ekspansif, dan Timbunan, Universitas Gajah Mada. [16] Yoder, E.J dan Witczak, M.W. 1975., Principles ofPavement Design, A Wiley – Interscience Publication, New York. Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 80

Penentuan Kadar Aspal Optimum Campuran Aspal Porus Menggunakan Retona Blend 55 Dengan Metode Australia Veranita Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar Email: [email protected] Abstract Porous asphalt is a hot asphalt, it is constructed by open graded and asphalt with high viscosity. The porous asphalt mixture were developed by wearing coarse construction. Percentage of course aggregate in asphalt porous is larger than fine aggregate, thereby air void content increase, as consequence the capability of the binder to maintain the position aggregate decrease. Thus a kind of modified asphalt by high viscosity is highly recommended to figure out the problem. One of asphalts that modified with natural one is retona blend 55. Retona blend 55 is a product of combination of asphalt cement penetration 60 or 70 with asbuton semi extraction. Retona’s functions are as bitumen and material filling void in asphalt mixture than it is expected to anticipate earlier damage on road pavement that serves heavy traffic load and arround high temperature. Retona is identified with low point of penetration and ductility and high softening point. This research use one method for determining optimum asphalt content, namely Australian. The specimens for this research were 51 units. All specimens were compacted 2 x 50 collisions. Australian method by asphalt flow down and cantabro loss testing obtain OAC 5.88%, stability 357.28 kg, flow 2.73 mm, density 1.99 kg/cm3, VIM 18.65%, MQ 137.54 kg/mm, durability 75% and permeability 0.28 cm/sec. It meant that the higher content of retona blend 55 in porous asphalt mixture would increase the value of stability and durability, nevertheless the permeability value and air void content would decrease. Abstrak Aspal porus merupakan campuran beraspal panas antara agregat bergradasi terbuka dengan aspal-aspal berviskositas tinggi. Campuran Aspal porus ini sedang dikembangkan untuk konstruksi wearing course. Lapisan ini didominasi oleh agregat kasar, sehingga menurunkan kemampuan bahan pengikat untuk mempertahankan posisi agregat, maka dibutuhkan aspal dengan daya ikat yang kuat, awet dan berviskositas tinggi. Salah satu contoh aspal yang dimodifikasi dengan aspal alam yaitu retona blend 55. Retona blend merupakan perpaduan antara aspal keras Pen. 60 atau Pen. 80 dengan asbuton semi ekstraksi. Retona ini berfungsi sebagai aspal dan pengisi rongga dalam campuran beraspal dan diharapkan dapat mengantisipasi kerusakan dini pada ruas jalan yang melayani beban lalu lintas berat dan temperatur tinggi. Retona mempunyai titik penetrasi yang rendah, daktilitas rendah dan titik lembek yang tinggi. Pada penelitian ini digunakan metode untuk penentuan kadar aspal optimum yaitu metode Australia. Benda uji untuk penelitian ini adalah 51 benda uji. Seluruh benda uji dipadatkan 2 x 50 tumbukan. Hasil yang didapat dari metode Australia, dengan pengujian asphalt flow down dan cantabro loss didapat KAO sebesar 5,88% dengan nilai stabilitas 357,28 kg, flow 2,73 mm, density 1,99 kg/cm3,VIM 18,65% dan MQ 137,54 kg/mm. Durabilitas sebesar 75% dan permeabilitas sebesar 0,28 cm/dtk. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar retona blend 55 dalam campuran aspal porus, akan terjadi peningkatan nilai stabilitas dan durabilitas sedangkan nilai permeabilitas dan kadar rongga terus menurun. Kata Kunci: Aspal Porus, Retona Blend 55, Kadar Aspal Optimum

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 81

1. PENDAHULUAN

Salah satu jenis perkerasan jalan yang dikembangkan saat ini sebagai lapisan penutup adalah aspal porus. Aspal porus merupakan campuran beraspal panas antara agregat bergradasi terbuka dengan aspal berviskositas tinggi. Campuran Aspal porus ini sedang dikembangkan untuk konstruksi wearing course. Aspal porus direncanakan untuk mengatasi pengaruh air hujan sehingga permukaan jalan tidak tergenang oleh air. Campuran aspal porus mengandung persentase agregat kasar yang besar, persentase agregat halus yang kecil, sehingga menyediakan rongga udara yang besar. Kadar rongga yang tinggi mengakibatkan permukaan aspal yang teroksidasi lebih besar sehingga menurunkan kemampuan bahan pengikat untuk mempertahankan posisi agregat, maka dari itu dibutuhkan aspal dengan daya ikat yang kuat, awet dan berviskositas tinggi. Selama ini aspal berviskositas tinggi dibuat dari aspal yang dimodifikasi. Salah satu contoh aspal modifikasi yaitu retona blend 55. Retona blend 55 merupakan perpaduan antara aspal keras Pen.60 atau Pen. 80 dengan asbuton semi ekstraksi. Retona ini berfungsi sebagai aspal dan pengisi rongga dalam campuran beraspal diharapkan dapat mengantisipasi kerusakan dini pada ruas jalan yang melayani lalu lintas berat dan temperatur tinggi. Kelemahan dari retona yaitu mempunyai titik penetrasi yang rendah, akibatnya terjadinya penurunan temperatur pada lapisan campuran sebelum dipadatkan relatif lebih cepat dibandingkan dengan aspal keras tanpa bahan tambah. Pada penelitian ini digunakan metode Australia untuk penentuan kadar aspal optimum. Pada metode Australia mensyaratkan tiga parameter nilai yaitu VIM, cantabro loss dan asphalt flow down. Variasi kuantitas retona blend yang dicampur ke dalam agregat adalah 4,5% sampai 6,5% terhadap berat total campuran. Pencampuran material benda uji dilakukan dalam dua tahap dengan total benda uji sebanyak 51 buah. Tahap pertama yaitu untuk mendapatkan kadar aspal optimum dan tahap kedua yaitu pengujian durabilitas dan permeabilitas. Berdasarkan metode Australia untuk penentuan kadar aspal optimum tersebut ingin diketahui karakteristik campuran aspal porus. Dari hasil penelitian di Laboratorium, untuk metode Australia didapat KAO sebesar 5,88% dengan nilai stabilitas 357,28 kg, flow 2,73 mm, density 1,99 kg/cm3,VIM 18,65% dan MQ 137,54 kg/mm. Durabilitas sebesar 75% dan indeks permeabilitas sebesar 0,28 cm/dtk. Penggunaan retona blend 55 pada metode ini berpengaruh significant (nyata) terhadap karakteristik campuran aspal porus. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar retona blend 55 akan terjadi peningkatan nilai stabilitas dan durabilitas sedangkan indeks permeabilitas dan kadar rongga (VIM) terus menurun. Campuran beraspal panas yang menggunakan retona blend 55 lebih diutamakan untuk melapisi ruas jalan dengan temperatur perkerasan beraspal yang tinggi untuk melayani berbagai konstruksi jalan. Karakteristik retona blend secara umum telah memenuhi persyaratan pada spesifikasi jalan dan jembatan seperti disajikan pada Tabel 1.1 berikut:

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 82

Tabel 1.1 Karakteristik retona blend 55

No. 1. 2. 3.

Sifat-sifat Fisis Aspal

Syarat ≥ 1,0

Berat jenis (250C) 0

Penetrasi (25 C; 5 detik; 0,1 mm)

40-55

0

≥ 50 cm

o

550C-560C

Daktilitas (25 C; 5 cm/detik)

4.

Titik lembek; C

5.

Titik nyala;oC

Min.225

6.

Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat

Min 90

7.

Penurunan berat (dengan TFOT); % berat

Maks.2

8.

Penetrasi setelah penurunan berat; % asli

Min. 55

9.

Daktilitas setelah penurunan berat;% asli

Min.50

Sumber: (Anonim, 2008) Sukirman (1993) menginformasikan bahwa bahan utama campuran beton aspal adalah agregat, yaitu antara 85% - 95% dari berat total campuran. Sebagai bahan untuk konstruksi jalan agregat disyaratkan memiliki sifat – sifat fisis seperti disajikan pada Tabel 1.2 berikut : Tabel 1.2 Persyaratan Sifat-sifat Fisis Agregat untuk Lapis Permukaan

No.

Sifat-sifat Fisis Agregat

Syarat

1.

Berat jenis (250C)

2.

Penyerapan

Maks. 3%

3.

Kekerasan (Impact)

Maks.25%

4.

Keausan (Abrasion)

Maks.30%

5.

Pelapukan

Maks. 12%

6.

Kelekatan terhadap aspal

Min. 95%

7.

Kepipihan dan kelonjongan

Maks.25 %

Min. 2.5

Sumber: Anonim (2004) Agregat sebagai bahan utama beton aspal harus terdiri dari gradasi yaitu susunan ukuran butir dari yang kasar sampai halus. Sukirman (1993) menyebutkan bahwa, secara umum gradasi agregat dibedakan atas gradasi seragam (uniform), gradasi buruk (poorly graded), dan gradasi baik (well graded). Gradasi buruk banyak tipenya seperti gradasi senjang (gap graded) atau disebut juga gradasi terbuka (open graded) yang digunakan sebagai gradasi untuk aspal porus. Agregat bergradasi terbuka , komposisi antara fraksi kasar dan halus pada beberapa negara juga bervariasi. Salah satu gradasi agregat untuk

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 83

aspal porus menurut Australian Asphalt Pavement Association (1997), sebagaimana disajikan pada Tabel 1.3 berikut: Tabel 1.3 Tipikal Nilai Tengah Gradasi Agregat Aspal Porus Lolos Saringan Diameter Saringan (mm)

10 mm

14 mm

20 mm

26.50

-

-

100

-

19.0

-

100

95

+3

13.2

100

95

55

+3

9.5

90

50

30

+3

6.7

40

27

20

+3

4.75

30

11

10

+5

2.36

12

9

8

+5

1.18

8

8

6

+5

0.6

6

6.5

4

+5

0.3

5

5.5

3

+3

0.15

4

4.5

3

+3

0.075

3.5

3.5

2

+1

Kadar aspal

5.5-6.5

5.0-6.0

4.5-5.5

-

Diameter Agregat Maksimum Toleransi

Sumber : Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997) Aspal porus dirancang sebagai lapisan permukaan jalan raya yang melayani lalulintas ringan sampai sedang. Tujuan tersebut dicapai bila aspal porus memiliki sifat – sifat stabilitas, durabilitas, flexsibilitas, skid resistance, permeabilitas dan workabilitas. Sifat – sifat tersebut menurut Diana (2004) dicerminkan oleh karakteristik campuran yaitu density, stability, flow, voids in mix, Marshall quotient dan permeability. Spesifikasi campuran aspal porus yang dikutip dari Australian Asphalt Pavement Association disajikan pada Tabel 1.4 berikut:

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 84

Tabel 1.4 Spesifikasi Aspal Porus

No

Kriteria Perencanaan

Nilai

1.

Cantabro loss; (%)

Mak 20

2.

Asphalt flow down; (%)

Mak 0.3

3.

Stabilitas Marshall ; (kg)

Min. 500

4.

Kelelehan Plastis ; (mm)

2-6

5.

Kadar Rongga Udara; (%)

6.

Kekakuan Marshall; (kg/mm)

10 - 28 Mak. 400

Sumber : Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997)

2. METODE PENELITIAN Metode dan tahapan-tahapan penelitian meliputi pangadaan dan pemeriksaan sifat – sifat fisis material, perencanaan campuran, pembuatan dan pengujian benda uji. 2.1 Pengadaan dan Pengujian Material Dalam penelitian ini agregat yang digunakan adalah agregat yang berasal dari alat pemecah batu milik PT. Perapen Prima Mandiri di Seulimum Aceh Besar. Gradasi mengikuti gradasi untuk aspal porus menurut Australian Asphalt Pavement Association (AAPA 1997). Aspal yang dipakai adalah retona blend 55 produksi PT. Olah Bumi Mandiri. Sebelum digunakan, agregat dan aspal diperiksa sifat – sifat fisisnya, guna menentukan apakah kedua bahan tersebut dapat digunakan. 2.2 Pembuatan dan Pengujian Benda Uji Perencanaan campuran dilakukan berdasarkan hasil gradasi yang telah ditentukan. Pada metode Australia, pencampuran material benda uji dilakukan dalam dua tahap dengan total benda uji sebanyak 51 benda uji. Tahap pertama adalah pencampuran untuk mendapatkan nilai VIM dengan variasi kadar retona yang dicampur 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5%. Jumlah benda uji direncanakan 15 benda uji, kemudian dilakukan pengujian cantabro loss dan asphalt flow down yaitu untuk mendapatkan kadar aspal sementara yang hasilnya akan diplotkan ke grafik. Jumlah benda uji untuk cantabro loss 15 benda uji dan untuk uji asphalt flow down dibuat 15 benda uji, dengan menggunakan 5 variasi kadar retona, tiap variasinya dibuat 3 benda uji. Kadar aspal optimum yang diperoleh akan digunakan pada pencampuran benda uji tahap kedua untuk pengujian permeabilitas dan durabilitas sebanyak 6 benda uji. Untuk permeabilitas dibuat 3 benda uji yaitu pada uji pada uji cantabro loss dan AFD. Begitu juga untuk durabilitas dibuat 3 buah benda uji. Penentuan KAO dengan metode Australia, didasarkan pada pengujian cantabro loss dan asphalt flow down. Langkah –langkah Penentuan KAO adalah sebagai berikut : 1. Kadar rongga (VIM) minimum dalam campuran sebesar 20% diset untuk mendapatkan kadar aspal maksimum (Bc. Max);

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 85

2. Nilai cantabro loss maksimum sebesar 20% diset untuk mendapatkan kadar aspal minimum (Bc.Min); 3. Kadar aspal sementara diperoleh dari rata-rata nilai maksimum dan minimum; 4. Kadar aspal sementara diperoleh dari rata-rata nilai maksimum dan minimum. Plotting kadar aspal sementara pada grafik asphalt flow down, bila hasilnya lebih kecil dari 0.3% maka kadar aspal optimum diperoleh dengan menjumlahkan kadar aspal sementara dengan nilai aliran aspal. Apabila nilai aliran aspal lebih besar dari 0.3%, maka desain campuran dirubah. Contoh grafik penentuan KAO metode Australia disajikan pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Contoh metode penentuan kadar aspal optimum (KAO) Sumber:Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997)

2.3

Uji Durabilitas

Pengujian ini dilakukan setelah kadar aspal optimum campuran didapat. Prosedur pengujian dilakukan sesuai dengan percobaan Marshall, perbedaannya adalah pada percobaan Marshall normal perendaman dilakukan selama 30 menit pada suhu 60oC sedangkan untuk stabilitas rendaman membutuhkan waktu perendaman 24 jam pada suhu yang sama. Hasil soaked stability memenuhi syarat apabila ≥ 75% dari stabillitas normal. Perbandingan stabilitas rendaman dan stabilitas normal disebut indek stabilitas sisa, jika indek stabilitas sisa ≥ 75% disebut durabel/awet, Anonim (1986). Benda uji yang digunakan sebanyak 3 benda uji untuk 1 KAO pada metode Australia.

2.4

Uji Permeabilitas

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 86

Uji permeabilitas benda uji aspal porus didasarkan pada lamanya pelolosan vertikal air setinggi 5 cm di atas benda uji jenuh, seperti pada Gambar 2.2 berikut ini :

∆ Mold Kosong Air

5 cm

Mold benda Uji Benda uji Penyangga

Gambar 2.2 Peralatan Pengujian Permeabilitas (Diana ,1995)

Koefisien permeabilitas (K) dapat peroleh dengan rumus : K= 2.3 [d/t] log [(5+d)/d].........(2.1) Dimana: K = Koefisien permeabilitas (cm/det); d = tebal benda uji (cm); t = waktu pengaliran air (detik).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan adalah hasil pemeriksaan dan hasil-hasil pengujian serta grafik-grafik yang menyatakan hubungan antara variasi kadar retona dengan karakteristik campuran aspal porus.

3.1 Hasil Pemeriksaan Sifat –sifat Fisis Material Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap sifat – sifat fisis agregat memberikan informasi bahwa agregat tersebut memenuhi spesifikasi yang disyaratkan sehingga dapat digunakan.Sifat-sifat fisis retona tidak diperiksa lagi karena adanya keterbatasan alat untuk ekstraksi dan bahan yang sangat mahal, sehingga diambil karakteristik retona blend yang sudah ada, yaitu berdasarkan spesifikasi Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.

3.2

Evaluasi Hasil Kadar Aspal Optimum

Setelah grafik hubungan antara kadar retona dengan parameter Marshall diperoleh dan dievaluasi, maka didapat suatu range kadar aspal yang memenuhi parameter Marshall sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk campuran bergradasi

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 87

terbuka. Kadar aspal optimum pada metode Australia yang diperoleh adalah 5,88% dengan nilai stabilitas 357,28 kg, flow 2,73 mm, density 1,99 kg/cm3,VIM 18,65% dan MQ 137,54 kg/mm.

3.3 Karakteristik Campuran Aspal Porus pada KAO Setelah grafik hubungan antara kadar retona dengan parameter Marshall diperoleh dan dievaluasi, maka didapat suatu range kadar aspal yang memenuhi parameter Marshall sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk campuran bergradasi terbuka. Dari grafik penentuan kadar aspal optimum yang terlihat pada Lampiran A Gambar A.4.3 dan Gambar A.4.4 terlihat bahwa kadar aspal optimum pada metode Australia yang diperoleh adalah 5,88% dengan nilai stabilitas 357,28 kg, flow 2,73 mm, density 1,99 kg/cm3,VIM 18,65% dan MQ 137,54 kg/mm. Penentuan kadar aspal optimum pada campuran aspal porus menggunakan retona blend 55 dengan metode Australia dapat disajikan selengkapnya pada Tabel 3.1 berikut ini :

Tabel 3.1 Rekapitulasi hasil pengujian Karakteristik campuran Metode

AAPA :

Stabilitas Flow Density VIM MQ Durabilitas Permeabilitas min. 2 min. 500 0,187-0,844 2-6 mm 10-25 % mak.400 ≥ 75% kg cm/dt kg/cm3 5,88 % 357,28 2,73 1,99 18,65 137,54 75% 0,28 KAO

ket: AAPA = Australian Asphalt Pavement Association

3.4

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa nilai stabilitas tidak memenuhi persyaratan untuk campuran aspal porus yang disyaratkan oleh Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997) yaitu min. 500 kg. Diduga hal ini disebabkan oleh lamanya waktu pengadukan yang dilakukan di laboratorium secara manual dan kemungkinan lebih dari 30 detik sehingga ikatan antara retona dan agregat kurang baik. Begitu juga sewaktu pemadatan mungkin terlalu lama. Menurut Anonim (2008), lamanya waktu pengadukan ±30 detik dan suhu pencampuran yang menggunakan retona yaitu 1600C. Di lapangan, di Asphalt Mixing Plant (AMP) digunakan alat-alat tambahan agar pencampuran berjalan lebih cepat. Nilai density pada metode Australia tidak memenuhi persyaratan yaitu 1,99 kg/cm3. Penentuan kepadatan (density) ini hanya cocok untuk benda uji yang padat dengan permukaan yang mulus/halus karena didasarkan pada berat air yang dipindahkan oleh benda uji, tetapi untuk aspal porus yang mempunyai keadaan rongga besar (10 – 25%), hasilnya banyak yang tidak memenuhi spesifikasi. Hal ini diduga karena adanya udara yang terperangkap dalam aspal porus walaupun benda uji telah diselimuti oleh lilin/paraffin. Pada Tabel 3.1 di atas menunjukkan bahwa pada kadar aspal optimum tertinggi diperoleh nilai density yang lebih besar yang mengkibatkan rongga udara dalam campuran aspal porus semakin kecil. Nilai flow yang diperoleh agak rendah. Di lapangan, nilai flow yang tinggi berdampak kurang baik, karena bila dilalui lalu lintas berat yang bergerak lambat dan

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 88

temperatur tinggi mengakibatkan terjadinya deformasi. Bila terjadi deformasi maka campuran beraspal akan rusak sebelum umur pelayanan. Ssemakin banyak persen retona yang terkandung dalam campuran, nilai flow (kelelehan)nya akan semakin tinggi. Semakin tinggi kadar retona mengakibatkan nilai flow naik. Karakteristik campuran beraspal pada metode Australia dengan kadar aspal optimum 5,88% menghasilkan nilai flow yang lebih rendah yaitu 2,73 mm. Penurunan nilai VIM pada setiap persentase kadar retona sangat kecil. Penurunan nilai VIM yang relatif kecil disebabkan karena adanya peningkatan persentase aspal retona dalam campuran, dimana aspal akan mengisi rongga dalam campuran sehingga memperkecil nilai VIM. VIM merupakan salah satu properties penting dalam desain campuran aspal porus, jenis konstruksi ini direncanakan khusus supaya sesudah penghamparan dan pemadatan di lapangan, campuran masih mempunyai rongga udara berkisar antara 15 – 25% sehingga jenis konstruksi ini memiliki sifat permeabilitas yang baik. Nilai VIM pada semua variasi kadar retona masih memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997) yaitu 10 – 25 %. Karakteristik campuran beraspal pada metode Australia dengan kadar aspal optimum 5,88% menghasilkan nilai Marshall quotient yang tinggi yaitu 137,54. Semakin tinggi kadar retona mengakibatkan nilai Marshall quotient semakin turun. Nilai Marshall quotient ini dipengaruhi oleh nilai stabilitas dan flow dalam campuran, dimana nilai MQ diperoleh dari hasil bagi antara stabilitas dengan flow. Marshall quotient berkorelasi negatif dengan nilai flow, penurunan nilai flow mengakibatkan nilai Marshall quotient meningkat. Nilai Marshall quotient pada semua variasi kadar retona memenuhi batas yang disyaratkan oleh Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997) yaitu mak. 400. Nilai durabilitas pada metode Australia yaitu sebesar 75%, masuk ke dalam batas yang disyaratkan yaitu ≥ 75% dari stabilitas normal. Perbandingan antara stabilitas rendaman dan stabilitas normal disebut indek stabilitas sisa, jika indek stabilitas sisa ≥ 75% disebut awet/durable, Anonim (2004). Peningkatan nilai durabilitas ini disebabkan oleh penurunan kadar rongga di dalam campuran beraspal. Pada dasarnya, penurunan kadar rongga disebabkan oleh perubahan gradasi campuran aspal porus, terutama peningkatan fraksi halus yang terkandung di dalam retona blend. Adanya fraksi halus di dalam retona merupakan penyebab utama peningkatan nilai stabilitas, durabilitas dan penurunan permeabilitas. Besarnya persen kadar retona pada metode Australia menyebabkan sifat permeabilitas semakin menurun, dengan kata lain kecepatan aliran air dari permukaan ke bawah semakin lambat. Kecepatan pengaliran air ini sangat dipengaruhi oleh banyaknya rongga menerus yang ada dalam campuran. Peningkatan koefisien permeabilitas ini disebabkan oleh terbentuknya rongga menerus dalam campuran yang menyebabkan pengaliran air dari permukaan secara vertical ke bawah menjadi lebih cepat. Hal ini juga mengindikasi bahwa permeabilitas campuran sangat ditentukan oleh banyaknya rongga menerus (rongga efektif) dalam campuran. Penelitian menunjukkan jumlah rongga menerus berkisar antara 80 – 90% dari nilai VIM.

4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap karakteristik campuran aspal porus, maka dapat disimpulkan :

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 89

1. Penggunaan retona blend 55 pada metode ini berpengaruh significant (nyata) terhadap karakteristik campuran aspal porus. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar retona blend 55 akan terjadi peningkatan nilai stabilitas dan durabilitas sedangkan indeks permeabilitas dan kadar rongga (VIM) terus menurun. 2. Nilai stabilitas pada metode ini tidak memenuhi spesifikasi campuran aspal porus yang disyaratkan. Hal ini diperkirakan karena lamanya waktu pengadukan yang dilakukan kemungkinan lebih dari 30 detik sehingga ikatan antara retona dan agregat kurang baik. Menurut Anonim (2008), lamanya waktu pengadukan ± 30 detik dan suhu pencampuran 1600C. Di lapangan, dipakai alat-alat tambahan pada AMP (Asphalt Mixing Plant) agar pencampuran berjalan lebih cepat. 3. Pada metode Australia menghasilkan nilai VIM dan permeabilitas lebih tinggi dan durabilitas lebih rendah. Kondisi campuran beraspal seperti ini memiliki kemampuan dukung lebih rendah, namun lebih fleksibel. 4. Secara keseluruhan karakteristik campuran aspal porus dengan menggunakan metode Australia menghasilkan karakteristik yang relatif baik karena nilai-nilai karakteristik yang dihasilkan dari metode ini lebih sesuai digunakan karena lebih mendekati kadar aspal optimum yang dibutuhkan untuk campuran aspal porus.

5. SARAN 1. Permeabilitas dalam penelitian ini hanya melihat aliran air arah vertikal. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat diperhitungkan juga arah horizontal sesuai dengan kemiringan permukaan beton aspal. 2. Salah satu penyebab rendahnya nilai stabilitas pada penentuan KAO campuran menggunakan metode Australia hanya menggunakan parameter asphalt flow down, cantabro loss dan VIM sebagai kriteria penentuan KAO tanpa memperhitungkan nilai stabilitas campuran. Diperlukan pada penelitian selanjutnya untuk penentuan KAO campuran dapat dicoba dengan menggunakan metode alternatif yaitu penggabungan metode Australia dengan Marshall dengan memasukkan parameter stabilitas sebagai salah satu kriteria dalam penentuan KAO.

DAFTAR PUSTAKA [1]

[2] [3] [4] [5] [6]

Anonim, 1976, Manual Pemeriksaan Bahan Jalan, No. 01/MN/MB/1976, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. Anonim, 1980, Manual for Design and Construction of Asphalt Pavement, Japan Road Association, 3-3-3 Kasumagesaki, Chiyoda-ku, Tokyo, Japan. Anonim, 1997, Open Graded Asphalt Design Guide, Austraian Asphalt Pavement Association, Austalia. Anonim, 2004, Pedoman Pekerjaan Campuran Beraspal Panas, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen PU, Jakarta. Anonim, 2008, Petunjuk Penggunaan Aspal Retona Blend 55 dalam Campuran Beraspal Panas, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen PU, Jakarta. Affan. M, 2006, Studi Peranan Rongga Terhadap Stabilitas dan Durabilitas Campuran Aspal Porus Akibat Penambahan Mortar, Tesis, Magister Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

[7] [8] [9] [10] [11] [12]

[13]

[14] [15]

[16] [17] [18]

P a g e | 90

Bukhari dkk, 2007, Rekayasa Bahan dan Tebal Perkerasan, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Dachlan, A.T., 1999, Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak, Diseminasi Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum. Dairi, G, 1995, Bahan Perkerasan Jalan, Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan PU, Jakarta Diana, 1995, Aspal Porus, Fakultas Teknik, UNILA, Bandar Lampung Diana, 2004, Studi Rongga Menerus dan Kinerja Permeabilitas Perkerasan Aspal Porus Lapisan Ganda, Jurnal Transportasi, FSTPT, Vol 4, No.2, Bandung Hardiman, 2005, Pengaruh Pemilihan Gradasi terhadap Faktor Pelaksanaan Pekerjaan (Workability) Campuran Beraspal Porus, Jurnal Transportasi FSTPT, Vol. 5, No. 1, Bandung. Kurniadji dan Nono, 2008, Tinjauan Penambahan Asbuton Dalam Campuran Beraspal Panas dari Segi Teknis dan Finansial, Laporan Penelitian, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Departemen PU, Bandung. Siswosoebrotho, 1999, Bahan Perkerasan Jalan, ITB, Bandung. Suaryana. M, 2008, Analisis Faktor-Faktor yang Dapat Mendorong Kegagalan dalam Pelaksanaan Asbuton, Laporan Penelitian, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Departemen PU, Bandung. Sukirman, S,. 1993, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung. Sukirman, S., 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Penerbit Granit, Jakarta. Zamhari, KA., 1997, Metode Perencanaan Campuran Aspal Panas Berdasarkan Spesifikasi yang Disempurnakan, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Perkerasan Jalan Wilayah Barat, Pekan Baru.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 91

A Case Study of Foundation Failure in The Existing Residential Building Inseun Yuri Salena Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar, Meulaboh

email: [email protected] Abstract Excellent building performance during its lifetime cannot be separated from foundation contribution as ground structure that provides stability and support. Foundation intercepts the loads from superstructure and transferring the loads by spreading them over a large enough area to utilize the maximum soil resistance. All loads and forces transferred to the underlying soil will result in some movement, allowable movement. Foundation which experienced movement more than they can resist will cause failure, foundation failure. Distortion and damage from the superstructure is appearing due to the failure. Remedial action will aid the problem and increase the performance of structure to prevent further failure. This research study involves a case of foundation failure. The case is appearing in existing residential building. The study consists of site investigation to determine the site condition, the types and causes of foundation failure, damaged occurred on site and also the types of remedial works carried out. All the types of failure have very strong connection with the soil, because the soil behaviors determine the stability of foundation structure. In the case study, ground settlement is occurred because the soil has low strength stability. The soil contains of clay/silt material which is unsuitable and has low bearing capacity to carry the loads. The ground settlement has produce large and a lot of damages in the residences structure. The remedial work has carried out by underpinning method using combination of micro pile and beam, and also ground stabilization using pressure grouting. From the remedial work that has carried out, it shows there is no more movement in the building. The technique of underpinning has good impact to stabilize the foundation structure. Keywords : foundation, failure, remedial works Abstrak Kinerja bangunan yang sangat baik semasa penyelenggaraan tidak dapat dipisahkan dari kontribusi struktur pondasi sebagai struktur dasar yang memberikan dukungan dan stabilitas. Pondasi menerima beban dari bangunan atas dan mentransfer beban dengan menyebarkannya di wilayah yang cukup besar dengan memanfaatkan ketahanan tanah maksimum. Semua beban dan tekanan yang disalurkan ke tanah akan menghasilkan beberapa pergerakan yaitu pegerakan yang diijinkan. Pondasi yang mengalami pergerakan melebihi kemampuannya dalam menahan beban akan menyebabkan kegagalan pondasi. Distorsi dan kerusakan dari superstruktur timbul akibat kegagalan yang terjadi.Tindakan perbaikan akan membantu masalah dan meningkatkan kinerja struktur untuk mencegah kegagalan lanjut. Penelitian ini melibatkan kasus kegagalan pondasi yang terjadi di bangunan perumahan. Penelitian ini terdiri dari investigasi tapak untuk mengetahui kondisi, jenis dan penyebab kegagalan pondasi , kerusakan yang terjadi dilapangan dan jenis perbaikan pekerjaan yang dilaksanakan. Semua kegagalan yang terjadi memiliki ikatan yang kuat dengan kondisi tanah, karena perilaku tanah menetukan stabilitas struktur pondasi. Pada studi kasus ini penurunan tanah terjadi karena kekuatan stabilitas tanah yang rendah. tanahnya mengandung bahan tanah liat / lumpur yang tidak cocok dan memiliki daya dukung yang rendah untuk membawa beban .Penurunan tanah yang terjadi telah menghasilkan banyak kerusakan struktur pada perumahan. Pekerjaan-pekerjaan perbaikan dilakukan dengan metode underpinning menggunakan kombinasi antara micro pile dan balok serta stabilisasi tanah menggunakan pressure grouting. Dari pekerjaan perbaikan yang dilakukan memperlihatakan tidak adanya lagi pergerakan pada bangunan dan teknik underpinning memiliki dampak yang baik menstabilkan struktur pondasi. Kata kunci : Pondasi, kegagalan, kerja perbaikan

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 92 I. INTRODUCTION

B

asic principle of a building is to unite all of the structure as a nation to carry and transfer the loads all together and propositional into the ground. Foundation is the supporting link between the building and the ground. They will transfer the loads from the walls, floors and roof into the ground. These foundations will act as a support to intercept loads and forces from building structure, afterward divert and spread them over a large enough area to utilize the maximum allowable resistance of the soil. All loads transferred to the underlying soils will result some movement. Normally there is allowable movement that has been determined by the geotechnical engineer and also by applicable building code. But, when the support are failed to carry and resist the loads forces and the soil pressure excess the limit, eventual failure of foundation is unavoidable. Foundation movement possibly causing distortion and damage when the building cannot withstand the movement because exceeds the tolerable limit of distortion of the building. Identification of the damages is very important to detect the types of failure occurred, because when the failure is take place, it will require immediate attention and investigation about the causes of foundation failure and what types of failures that appears to get the possibility of repairing and remedial work for the damage. 1.1

PROBLEM STATEMENT Foundation of the building also designed by considering the site condition and environmental factors besides concerning the loads carried out to avoid the failures. Foundation movement, such as settlement is the problem often occurred to the building such as residential building. Because of the movement, failures are take place and deformation of the building is unavoidable. Cracks in wall, floor and other defects in structural building will appear. The defects become larger if the foundation movement becomes worse. Not all occupants are alert for the occurrence, when they notice the damage, patching the wall cracks will be one of the solution for several occupants. This condition will give impact and can be dangerous to the building occupant; also caused the loss when the building is collapse. That is why the knowledge about foundation failure is very important for people, because to avoid the unwanted things take place. Identifying the types, the sources or causes and defects of foundation failure is very significant, by knowing all of this, anticipation will obtain earlier to determine what the most suitable remedial works can be apply. 1.2 AIM The aim throughout this research is to learn and understand the various causes and categories of the foundations failures including the types of repair and remedial works. By this understanding, hopefully be able to increase the knowledge of people about the damage causing by the failure to get early action and know how to prevent before it become more seriously. 1.3 1. 2.

OBJECTIVES To achieve the purposes, several objectives of this dissertation can be affirmed as below: To identify the types of foundation failures, the causes, and structural defects due to the failure in the residential building; To identify the types of remedial work and repair techniques to overcome the problems of foundation failures;

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258 3. 4.

P a g e | 93

To Identify and determine the failures in an actual case of foundation failures in the residential building and the remedial works have been done. To identify and propose the methods of maintenance in existing residential building to prevent the similar foundation failure in the future.

1.4 SCOPE OF RESEARCH The scope of research can be identified as literature review on the types of foundation, foundation failures, the causes; types of defect occurred and types of remedial works. An observation through a case study of foundation failures is carry out in existing residential building, and known occurred in 88 Unit Houses Taman Tunas Muda on lot 6034, Mukim 12, Daerah Barat Daya, and Penang. The scope of case study consists of the analysis based on site and building condition when failure is occurred. The types of failure, causes, and defect will be determined through the analysis and assessment, and identification the types of remedial work has been done, including the suggestion of suitable methods of foundation maintenance in residential building to prevent the similar failures. II. FOUNDATION FAILURES AND REMEDIAL WORKS The failure of foundation will bring the unexpected result to the building structure. Deficient performance in the form of unacceptable deformation will leading to cracks, moisture penetration and other serviceability problems (JF and KL.C, 1997). 2.1

THE TYPES OF FOUNDATION FAILURES

2.1.1

Settlement Settlement is movements of the ground followed by footings because of the unreliable or weak ground by carrying loads from the structure or resulting from soil moisture changes. When the ground movement excesses the acceptable limit, it will result in foundation failure (JF and KL.C, 1997). The characteristic of movement happened in the natural ground and fill material where the existing building is laid There are several types of movement that has been recognized as uniform settlement (or heave), uniform horizontal displacement, extension (or compression) differential horizontal displacement, and differential settlement.

Uniform settlement (or heave)

+

Uniform tilt

+

Uniform Extension (or + + horizontal compression) displacement Differential horizontal displacement

Differential settlement bending/ shear

=

Total Displacement

(Source: Attewell and Taylor, 1984) Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258 Figure II.1

2.2

P a g e | 94 Components of Movement

THE CAUSES OF FOUNDATION FAILURES

Foundation failures may result from wide range of factors, all of these factors have big influenced to the stability of foundation. I have divided it in to 4 major factors that have contributes to the foundation failures. Environmental Factor Soil Behavior 1. Abnormal soil Moisture at the time foundation is poured. 2. Frost heave and permafrost 3. Decay of organic material in fills 4. Loss of soil moisture 5. Removal of water (drain) 6. Addition of water (collapsing soil) Vegetation Weather Condition

Design Deficiency

Construction Faults

1. Soil Creep. 1. Error in design concepts 2. Lack of structural redundancy 3. Failure to consider a load or a combination of loads 4. Deficient connection details 5. Calculation error 6. Misuse of computer

Poor workmanship. 1. Undercompaction. 2. Overcompaction 3. Concrete foundation settlement cracking Procedural deficiencies Poor control material and Material deficiencies Cold Pour Joints in concrete foundations Concrete/Masonry shrinkage cracks Holes and penetrations in concrete foundations.

Lack of Maintenance

Slab/Foundation Movement Caused By Plumbing Leaks Foundation Upheaval Caused by Poor Drainage

Natural Hazard Source : (Freeman TJ, et al. 1997). (Robert W, 1997). weight (Lee HS and George CS, 1993), (www.foundationrepair.org, 04/24/08), (www.foundationrepair.org, 04/24/08) (Roxanna M, 2003), (Alan C, 1990), (Jacob and Kenneth, 1997). 2.3

-

-

THE CATEGORIES OF DAMAGE Structural Cracks The location of the cracks is as important as their physical appearance. Foundation movement often results in crack at weak points, such as window openings and doors, (Freeman TJ, et al. 1994) Opening distortion Foundation movement tents to distort openings and often causes doors and windows to stick. In some cases the distortion may also affect partitions, ceilings, floors and the roof.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

-

2.4

P a g e | 95

Floor movement/Uneven Floor The initial effect due to foundation movement and unstable soil beneath are bulging of the floor (Attewell and Taylor, 1984).

TYPES OF REMEDIAL WORKS

Remedial procedures depend upon both environmental factor such as soil behavior and the type of foundation. 2.4.1

2.4.2

2.4.3

2.4.4

Site Investigation Site Investigation work is very important to collect appropriate information to determine the site condition. From there, the consultant will make the decision and assumption about the work that need to carry out to overcome the failures. The steps of site investigation generally consist of the point stated below; Testing and Monitoring Testing and monitoring is very important to identify the accurate ground condition. Site monitoring is divide into 3(three) categories; Monitoring to establish cause of damage, monitoring to measure rate of movement and monitoring to check success of remedial action. (Freeman TJ, et al, 1994). Shoring Where a building or structure is in poor condition due to settlement, and underpinning has to be carried out to limit or to arrest resulting movements, external shoring will probably be required. The main shoring members can be of timber, steel or scaffolding. Where timber is used, swelling and shrinking will take place and provision should be made, in the shape of hardwood wedges, to allow for any adjustment which will be required Underpinning Underpinning is the process of modifying an existing foundation system by extending it to or into subsurface strata that are deeper and more stable than the near surface soil that supports the existing foundation system (www.foundationrepair.org, 04/27/08).

Methods of underpinning strip Foundation - Traditional Underpinning - Pynford Stool Method - Jacked Pile Underpinning - Needle (beams) and Piles, etc.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 96

Ground Beams Dry Mortar Packing

R.C needles

Cross Section

Elevation

(Referred to Freeman TJ et al, 1994) Figure II.2

Underpinning with vertical mini-piles and needle beams

Methods of underpinning Pad Foundations or column Bases - Temporary support to column Before underpinning, the columns must be relieved on their loads by dead shores erected under all beams bearing on them. Reinforced concrete columns and break piers can be supported by means of a horizontal yoke formed of two pairs of rolled steel beams positioned in chases on the sides of the columns (Lee HS and George CS, 1993). - Needle and Piles The column loading is transferred from the collar to cross beams or needles which in turn transmit the load to the ground at a safe distance from the proposed underpinning excavations. One end of the needle is usually made to rest on a concrete bearing pad on a firm support and then loads is distributed to a safe bearing stratum with a hydraulic jack on a precast or bored pile. Basement or Foundation wall repair The first repair example involves the construction of a new member inside the original wall, Sometimes refer to as a “sister” wall. The structural load is ultimately transferred to this assertion. No effort is made to plumb or reinforce the existing basement foundation wall. Ground Improvement Ground improvement usually referred to the stabilization of soil to improve the natural soil properties in order to provide more adequate resistance to erosion, loading capacity, water seepage and other environmental forces (Robert WB, 1997).  Chemical grouting  Jet Grouting

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258 III. 3.1

P a g e | 97

METHODOLOGY OF THE RESEARCH STUDY

Introduction

The case study is a project “Ground Settlement Problems and Building Cracks Assessment at 88 Unit Houses Taman Tunas Muda on Lot 6034, Mukim 12, Daerah Barat Daya, Penang”. This Project is carried out in existing residential Houses Taman Tunas Muda owned by Developer Sri Tunas Harta Sdn. Bhd. The contractor involved in the housing development is also under the owner itself that is Sri Tunas Sdn Bhd. The complex of houses was constructed between 1998 and 2002 and consists of 88 units single storey of Terrace houses. The area of the houses is used to be paddy field, and the buildings is constructed and supported by reinforced concrete piles as the foundation structure. 3.2

PROJECT BACKGROUND

The structural damages in the residential area were encounter in 2004, when there were complaints by the occupant to the developer, reported that damages appear in their residence. The damages consist of appeared cracks on the wall, beam, column and aprons and there were ground surfaces also settle at that time. Based on information derived from the occupant, the developer carried out the site inspection to assess the damage, and then they attempted to fix the problem on site by repaired damages. But the repaired structure cannot resist, and later on the damaged continuing occurred. 3.3

SITE PROJECT CONDITION

The residences is landing on paddy area, constructed on earth filled area and based on information collected from SI report, up to 1.5 m fills of soil had to be placed. The original ground level is 12 m and required to achieve 13.5 m expected final ground level. The building is constructed on 150mm x 150mm square reinforced concrete piles driven down to a maximum depth of 6m and 18m (Ikram SI report, 2006). Chart III.1

Flow Chart of Data Analysis Data Analysis

Investigation and Monitoring Report

Site visit

Rectification Work Report of 2 houses

Type of Remedial Work

Site condition

Type of Foundation Failure

The Causes

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Structure Damages ition

Structure Improvement

Site Improvement

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 98 IV. DISCUSSION AND RESULT

Site Investigation Works. Deep Boring test In this project, IKRAM consultant using Rotary Wash Boring method and Rotary Core Drilling to performed the boreholes. Samples was taking by continues sampling, the initial site investigation that was conducted by KGA Engineering Sdn. Bhd comprised of 6 (six) numbers of boreholes and drilled down to a maximum depth of 30.45m. Standard Penetration Test The test performed by follow British Standard 1377 test 19. SPT test was performed to collect the information about bearing capacities of the soil. The samples in the tube (75) mm dropped into bore hole 450 deep using boring rig (63.5 kg), and take the note in each 7.5 cm gap until 45 cm. and the N value determined by the amount of blow for penetration tube sampler from 15 cm to 45 cm. The SPT test was carried out at every 1.0m until 6.0m depth and after that 1.5 m interval to acquire N values. From data report, the number of SPT that have been carried out is about (73) numbers of SPT. Based on data in deep boring log and SPT graph (Appendix B) it shows that the soil has low bearing capacity based on low SPT value. The soil that has low bearing capacity and low strength to resist the loads has the chance to settle. Chart below shows the result value of S.P.T test until the depth of 18 m from BH1-BH4 taken from S.P.T plot data. 14 12 10 8 6 4 2 0

BH1 BH2 BH3 BH4

(Source: IKRAM Site Investigation Report Volume II, 2006) Chart IV.3 Average S.P.T. value The chart shows the average N value until the deep of 18 m. the N value of soil is placed between medium stiff to stiff. In my opinion, this value shows medium strength for soil to carry the loads from the structure above. But in this case, the background of site is paddy area and filled with 1.5 m compacted soil, so, the average N value of the the soil is not adequate to carry heavy loads from the structure especially the soils in BH3. Vane Shear Test The test is performed based on British Standard test 18. It is suitable for soft soil to solid one or if N value is 2 or less. The procedures is 2 bladed vane with size 6.35cm x 12.7cm inserted into a soil at the foot of a borehole, it is rotated by a rod at the surface with a measure force until the soil is shrink. This in-situ soil test gives shear strength that have been found to give consistent result. Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 99

Analysis and discussion The ground water levels are susceptible to change in the rainy season. Usually the ground water level will increase in the rainy seasons and decrease in the dry season. It useful to monitor and records the groundwater level in longer period because the fluctuations of ground water level maybe the evident. Charts below are taken from the two sets of reading from the standpipes that the ground is seemed to stabilize between 1.38m to 1.78m below the ground level. High ground water level or unstable water table will disturb the characteristic of the soil and reduce the strength of that soil to carry the load, especially when the type of soil is expansive soil. Because this kind of soil is very easy to shrink in dry condition and also expand when in high moisture content. Boreholes Sampling. Obtained from this boring test is 8 undisturbed samples and 62 disturbed sample to test in the laboratory Soil strength test - One dimensional consolidation - Consolidated Undrained Tri axial 4.4.1.b Site Monitoring The purpose of site monitoring is to verify the cause of damage and determine the rate of movement on the site. IKRAM consultant has divided the monitoring works into; cracks measurement, measurement of soil and building settlement and monitoring of groundwater elevation. Crack and settlement monitoring project is implemented in the house no 32A and no. 36. All the monitoring works was recorded in every week and the length of monitoring period is 3 months. The monitoring works is start from 03 November 2005 until 2 February 2006. Analysis and discussion Demec Gauge can measure very accurately and this equipment is to measuring very small movement. For this crack monitoring Plastic Tell Tale is the equipment to measure, this equipment is very flexible because the reading can be taken without limiting time and no need additional equipment. The result for this monitoring taken from IKRAM consultant Monitoring Report shows below; ANALYSIS DATA FROM CRACK MEASUREMENT RESULTS UNIT NO. 32

:

CRACK MONITORING BY DEMEC GAUGE

1,500

15/02/06

10/02/06

02/02/06

25/01/06

20/12/06

-1,000

12/01/06

-0,500

04/01/06

DG 3 28/12/05

0,000 21/12/05

DG 2 16/12/05

0,500

08/12/05

DG 1

30/11/05

1,000

DG 4 DG 5

-1,500

Graph IV.2 Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

measurement result in unit 32 using demec gauge Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 100

The graph showed the overall result of cracks monitoring in house no.32 using demec gauge. It shows that the crack is quite stable and sometimes there is no movement at all, but from the value of cracks we can see that the movement influenced to the opening of the crack in building. 4.5

REMEDIAL WORKS

Based on Site Investigation works result and monitoring program carried out by IKRAM Sdn. Bhd. Consultant, it shows that the performance of building is decreased and the foundations of the buildings must be properly supported (underpinned), the structures damaged need to repaired and patch up. In September 2006, IHSAN Sdn Bhd, was appointed to carry out pilot test on two (2) units, namely house no. 40 and no.42. Lintang Bayan 8 (plan showed in appendix J) to observe and study the actual problem site problem and find out the results based on study and assumption. Based on study IHSAN Sdn Bhd has divided the remedial work into 3 parts and also carried out site monitoring during the remedial work. List below is shows the scope of remedial work has been done by IHSAN consultant. - Underpinning works - Pressure grouting works All the works started on 25th May 2007 and was completed on 9th July 2007. 4.5.1

Underpinning works

Based on previous site investigation, the building is laid down on 150mm x 150mm square reinforced concrete piles driven down to a maximum depth of 6m and 18m (Ikram SI report, 2006). Because large ground settlement occurred, the stability of foundation has change failed to resist the load pressure due to large movement. During observation, IHSAN consultant has found out that since the ground beams were sitting directly to single pile cap and the brick wall is supported on the ground beam, cracks appears on the wall and this symptom influenced to other structure nearest then the damages start continuing. IHSAN consultant also found out that the pile cap also experienced the cracks because of the movement. Based on study, IHSAN consultant has design and proposed the type of underpinning being used. The combination of cantilever beam and 150mm diameter micropile with 18m length was used to underpinning the existing single pilecap foundation to overcome the problem (Ihsan Rectification works report, 2007) . Figure below showed the combination of cantilever beam and micropile with length 150mm diameter that being used to overcome the foundation failure.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 101

RC Cantilever Beams

G.L

Existing Foundation Tension Pile

0.9

m Compression pile

Firm Strata

SECTION OVERVIEW (Source: Ihsan Rectification work Report,2007) Figure III.25

Sectional View of underpinning work.

This method is combination between pile foundation and beam, this type of underpinning usually used for low-rise building. This each piles will take greater load once their underpinned. Usually the normal pile is used, depend on loads being carry, and for this pilot test IHSAN consultant has chose micro pile to support the cantilever beam. Micropile sized 150mm diameter was proposed to transfer the load from every pile cap. Explanation below showed the procedures of underpinning process based on Rectification works Report. Underpinning Procedures: For pilot test purposes, there are two micropiles was used, compression and tension micropiles, but, the compression piles just only driven and drilled into the soil. The depth of drilling process is 18 meter. Figure below is showed boring process for micropiles driven into the soil using micropiles machine. The load from the existing foundation is then transferred into the new pile using a cantilever beam of 230x600mm deep. The bar size is 4Y32 for top and 3Y25 for bottom. With R10-100c/c shear links (Ihsan Rectification work Report, 2007).

From report data, there are eight (8) nos. of micropile can be driven. From the preliminary plans there were twelve (12) nos. of micropile have been proposed. From the data I have collected; the micropile is one of efficient structure foundation compare to other type of piles foundation, besides its smaller than other type of pile, it also easy to carry and placed the pile because it usually used small drilling equipment and machine and cheaper than other type of common piles for foundation.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258 4.5.2

P a g e | 102

Pressure Grouting

Because of the ground settlement, the ground floor slab become suspended, there are empty space which is have to fill in, this empty space (void) introduce the cracks to the ground floor slab because the floor cannot resist the pressure from upward and the loads also. The void is being confirmed below the slab after site inspection.To fill this void, IHSAN consultant has decided to use pressure grouting to fill the void area under the ground slab. Pressure grouting technique is by injecting the cement slurry to the ground using pump equipment. This method is a common method to stabilize the ground. Pressure grouting has chosen because it’s more economical to solve the problem. Base on data collected, pressure grouting also can improve the stability of the ground to support structure above. Pressure grouting was carried out in 29 June 2007 and 4th July 2007 using grade 30 concrete epoxy mortar flow for unit 40 and unit 42. Below is showed the schematic of pressure grouting and diagram of pressure grouting work.

(Source: Ihsan Rectification work Report, 2007) Figure III.34 The schematic of pressure grouting.

V. RESULT AND CONCLUSION All the types of failure have very strong connection with the soil, because the soil behaviors determine the stability of building foundation and the long term performance of the building. The failures of foundation have large impact to the performance of building structure. Distortion and deflection will occur if the foundation is not stable and slightly move. It will create damages to the structure, such as cracks on the wall, beam, and floor and become a problem to the occupants. This problem need to be solve, and remedial work are the option to repair the failure. 5.1 MAINTENANCE TO PREVENT FOUNDATION FAILURE Foundation is the supporting link between the building and the ground. They transmit the structure into the ground. But at the same time they transfer any ground movement back to the structure. If the foundation failed to transfer this movement it will effect on distortion and will produce damage to the building structure. This movement related to soil behavior including the bearing capacity of the soil to resist the loads from structure. To prevent the movement take place or minimal to reduce the movement itself, proper maintenance for soil and foundation stability is very important. Below are the methods that can be used to prevent the existing foundation from the failure; Understanding the important of Foundation structure maintenance Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 103

The knowledge about the importance of foundation structure is essential to be spread wider, especially for ordinary peoples, who are having no relation in this building behavior. The occupant, building owner and also tenant, have to know the condition of their building structure or houses and know how to maintain the stability and performance of structure itself. Site Inspection and Monitoring Regularly Site inspection is quite important to locate whether there is damage appears in the building structure. The inspection will maintain the performance of building structure because if there is any sign or notice small scale of damages or crack appears on the wall or column, there will be early action taken. And if the damaged become larger, find out the expert to find the solution. The site inspection can be done by self or by the building inspector. The inspection can be done at least once in 6 month or once a year. It’s already adequate and can maintain the stability of the structure itself. It also can reduce the risk of failure.

VI.

REFERENCES

[1] Alan Crocker, 1990, Building Failures “Recovering the Cost”, BSP Professional Books, Oxford. [2] C. R. I. Clayton, et al, 1995, Site Investigation, Blackwell Science, Oxford. [3] Cheng Liu and Jack B. Evett, Soils and Foundations (Sixth Edition), 2004, Pearson Education, Inc., New Jersey. [4] Ikram Utara, 2006, Site Monitoring Report (Vol. III) for Project Ground Settlement Problems and Building Cracks Assessment at 88 Unit Houses Taman Tunas Muda on Lot 6034, Mukim 12, Daerah Barat Daya, Penang”, Ikram, Pulau Pinang. [5] Ikram Utara, 2006, Site Investigation Report (Vol. II) for Project Ground Settlement Problems and Building Cracks Assessment at 88 Unit Houses Taman Tunas Muda on Lot 6034, Mukim 12, Daerah Barat Daya, Penang”,Ikram, Pulau Pinang. [6] Ikram, 2006, Final Report (Vol. I) for Project Ground Settlement Problems and Building Cracks Assessment at 88 Unit Houses Taman Tunas Muda on Lot 6034, Mukim 12, Daerah Barat Daya, Penang”,Ikram, Pulau Pinang. [7] John S. Scott, 1991, Dictionary of Civil Engineering (fourth edition), Penguin Books, London. [8] Jamie Ambrose, M.S., 1988, Building Structure, John Wiley &Sons, Inc., Canada. [9] Lee How Son and George C. S. Yuen, 1993, Building Maintenance Technology, The Macmillan Press Ltd, London. [10]P.B.Attewell and R.K.Taylor, 1984, Ground Movement and Their Effects on Structures, Blackie and Son Ltd, London. [11]Perunding Ihsan Sdn. Bhd., 2007, Rectification Works to Defects Unit No. 40 & 42 Lintang Bayan 8 Taman Tunas Muda on Part of Lot 6034 Mukin 12 Daerah Barat Daya Pulau Pinang, Perunding Ihsan Sdn. Bhd., Pulau Pinang. [12]Robert Wade Brown, 1997, Foundation Behavior and Repair “Residential and Light Construction”, McGraw-Hill,Inc. USA [13]Roxanna Mcdonald, 2003, Introduction to Natural and Man-Made Disasters and Their Effects on Buildings,Architectural Press, Oxford. [14]S. Thorburn and J.F Hutchison, 1985, Underpinning, Blackie and Son Ltd, London.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

Page |i

STREERING COMMITE 1. Dean of Engineering Faculty of Teuku Umar University 2. Head of Departement of Civil Engineering of Teuku Umar University

TIM MITRA BESTARI EDITORIAL 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Prof. Madya Dr. Ir. Abdul Naser Bin Abdul (Universiti Sains Malaysia) Prof. Bambang Sunendar, M.Eng (Instisut Teknologi Bandung) Ali Awaludin, S.T., M.Eng., Ph.D (Universitas Gadjah Mada) Dr. I Gusti Lanang Bagus Eratodi, S.T., M.T ( Universitas Udayana) Dr. Ir. Sofyan M. Saleh, M.Sc., Eng (Universitas Syiah Kuala) Dr. Azmeri, S.T., M.T (Universitas Syiah Kuala)

TIM PENGELOLA JURNAL 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pengarah Penanggung Jawab Koordinator Redaktur Editor Desain Grafis

: Prof. Dr. Jasman J. Ma’ruf, S.E., MBA : Dr. Ir. H. Komala Pontas : Astiah Amir S.T., M.T : Muhammad Ikhsan, S.T., M.T : Dewi Purnama Sari, S.T., M.Eng : Muhammad Arrie Rafshanjani Amin, S.T., M.T

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | ii

DAFTAR ISI

Editorial ........................................................................................................................ i Daftar Isi ....................................................................................................................... ii Kajian Prioritas Penanganan Sistem Drainase Kota Sabang-Provinsi Aceh ................ 1 Perilaku Lentur Balok Profil Double Kanal (C) Ferro Foam Concrete ........................ 10 Analisis Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dan Penghematan Waktu Perjalanan .......................................................................................................... 19 Pengaruh Zat Tambah Abu Cangkang Sawit Terhadap Kuat Tekan Beton Mutu Tinggi ....................................................................................................... 29 Analisis Proporsi Bubur Kertas dan Pasir Terhadap Sifat Mekanis Beton Kertas (Papercrete) ............................................................................................ 37 Sensitivitas Model Pemilihan Moda Angkutan Umum ................................................ 48 Pemanfaatan Limbah Kerak Cangkang Sawit Terhadap Balok Beton Bertulang Mutu Tinggi ................................................................................................. 59

Analisis Kelayakan Ekonomi Transportasi .................................................................. 71 Penentuan Kadar Aspal Optimum Campuran Aspal Porus Menggunakan Retona Blend 55 Dengan Metode Australia ................................................................. 80 A Case Study of Foundation Failure in The Existing Residential Building ................. 91

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |1

Kajian Prioritas Penanganan Sistem Drainase Kota Sabang-Provinsi Aceh Azmeri1, Eldina Fatimah2, Nina Shaskia3, Amir Hamzah Isa4 1,2,3

4

Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111 Dinas Pekerjaan Umum, Bidang Tata Guna Air dan Pengairan, Kabupaten Pidie Jaya

e-mail: [email protected], [email protected], [email protected], 4 [email protected]

Abstract Sabang city is one of the major tourist destinations in Aceh province and needs to ensure its area is in a low-risk flood inundation zone. However Sabang city has not had a good and comprehensive drainage system yet and often experienced flood. Its Sabang's topographical feature which consists of mountains, hills, and plains, has caused the drainage system of Sabang to be unique and special. According to Sabang Spatial Plan Year 2012 to 2017, Sabang should improve the function of its drainage infrastructures immediately. Nonetheless, due to budget constraints it is necessary to determine the handling priority of drainage system of Sabang city during the next 20 years. Determination of handling priority of Sabang’s drainage system is based on the physical, demographic, and environmental aspect and is in accordance with survey results and analysis of secondary data. The selection of priority of service areas is performed by weighted average method. Based on the analysis of the three factors described above, it can be seen that the handling priority of subwatershed for short-term is in subwatershed Anoi Itam, subwatershed Krueng Balohan and sub-watershed Pria Laot; medium-term is in subwatershed Keunekai, subwatershed Ceunohot, subwatershed Aneuk laot, subwatershed Paya Seunara; and long-term is in subwatershed Ceuhum, subwatershed Ujung Bau, subwatershed Gua Sarang, subwatershed Teupin Kareung and subwatershed Iboih. Keywords : Priority, drainage system, weighting average, Sabang city

Abstrak Kota Sabang merupakan salah satu tujuan wisata di Provinsi Aceh dan berkepentingan untuk menjaga kenyamanan wilayahnya dari banjir genangan. Namun saat ini Kota Sabang belum memiliki sistem drainase yang baik dan menyeluruh dan masih sering dilanda banjir. Wilayahnya yang berupa pegunungan, perbukitan, dan sedikit dataran, menyebabkan sistem drainase di Sabang menjadi unik dan khusus. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sabang Tahun 2012-2017, perlu segera meningkatkan fungsi sarana dan prasarana drainase. Namun karena keterbatasan anggaran daerah maka perlu dilakukan penentuan prioritas penanganan sistem drainase Kota Sabang selama 20 tahun mendatang. Penentuan prioritas penanganan sistem sistem drainase perkotaan Kota Sabang berdasarkan aspek fisik, demografi, dan lingkungan sesuai hasil survey dan analisis terhadap data sekunder. Pemilihan prioritas daerah layanan dilakukan dengan metode weighted average. Berdasarkan hasil analisis dari ketiga faktor yang dipaparkan diatas, dapat dilihat bahwa prioritas penanganan SubDAS untuk jangka pendek pada SubDAS Anoi Itam, SubDAS Krueng Balohan dan subDAS Pria Laot. Jangka menengah pada SubDAS Keunekai, SubDAS Ceunohot, SubDAS Aneuk Laot, SubDAS Paya Seunara. Dan jangka panjang pada SubDAS Ceuhum, SubDAS Ujung Bau, SubDAS Gua Sarang, SubDAS Teupin Kareung, dan SubDAS Iboih. Kata kunci : Prioritas, system drinase, weighted average, Kota Sabang

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |2

1. PENDAHULUAN

Saat ini Kota Sabang belum memiliki sistem drainase yang baik dan menyeluruh yang didukung dengan bangunan pelengkap. Wilayahnya yang berupa pegunungan, perbukitan, dan sedikit dataran, menyebabkan sistem drainase di Sabang menjadi unik dan khusus. Saat musim kemarau, hanya sedikit aliran air di sungai, saluran utama, dan sekundernya. Namun pada saat hujan, drainase baru erisis aliran air. Pada kondisi hujan baru terdeteksi bahwa banyak wilayah yang bermasalah dengan sistem drainasenya. Sistem saluran drainase Kota Sabang terbagi menjadi dua yaitu sistem drainase makro dan mikro. Genangan sering terjadi pada ruas-ruas jalan pada Saluran sekunder dan tersier terutama pada waktu hujan. Salah satu penyebabnya karena masyarakat masih punya kebiasaan membuang sampah sembarangan. Disamping itu perawatan drainase oleh masyarakat masih kurang, sehingga terjadi pendangkalan oleh sedimen lumpur atau rumput. Permasalahan prioritas yang dihadapi terkait dengan masih minimnya ketersediaan sarana drainase skala besar baik di permukiman padat penduduk maupun tempat-tempat umum seperti pasar, tempat wisata,dan taman [1]. Kota Sabang yang salah satunya merupakan wilayah tujuan wisata tentu berkepentingan untuk menjaga kenyamanan wilayahnya dari banjir genangan. Pertumbuhan penduduknya yang cukup signifikan setiap tahunnya juga menjadi persoalan tersendiri. Pertumbuhan penduduk secara linier akan mengakibatkan terjadinya peningkatan sarana dan prasarana yang berakibat terhadap perubahan tata guna dan tutupan lahan. Banyaknya konversi penggunaan lahan yang tidak diikuti dengan penanganan drainase yang tepat akan mengganggu keseimbangan pemanfaatan ruang terhadap siklus hidrologi yang tidak mampu meresapkan air ke dalam tanah. Bila konversi penggunaan lahan ini tidak diikuti dengan perencanaan drainase yang benar, maka akan menyebabkan potensi banjir di beberapa zona dihilirnya. Di samping itu, kondisi drainase yang belum tertata dengan baik, saluransaluran yang tertutup oleh sampah dan air limbah rumah tangga yang dibuang langsung ke saluran yang dapat memungkinkan terjadi genangan/banjir serta pencemaran air tanah dan laut. Menurut [2] saluran drainase perkotaan terdapat pada 88% dari seluruh jumlah kelurahan di kota-kota, namun saluran drainase yang baik hanya terdapat di 48,4% dari seluruh keluharan dan desa. Kurang berfungsinya drainase perkotaan dapat menggambarkan menurunnya layanan drainase perkotaa diakibatkan antara lain oleh waktu dan kurang baiknya pengelolaan drainase. Sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan sistem drainase di Kota Sabang, diperlukan suatu upaya perencanaan sistem drainase secara komprehensif dan terpadu. Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis pemilihan prioritas penanganan sistem drainase perkotaan Kota Sabang berdasarkan aspek fisik, demografi, dan lingkungan. Pemilihan prioritas penanganan Sub-Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan untuk jangka pendek, menengah dan panjang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Aceh dan Kota Sabang. Melalui penentuan prioritas perencanaan, maka diharapkan prioritas pembangunan dapat tersusun dengan konsep sistem terencana dan komprehensif.

2. METODE PENELITIAN Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survey dan analisis data sekunder. Metode pengolahan data menggunakan metode weighted average, untuk penentuan perangkingan berdasarkan pembobotan sehingga menghasilkan prioritas penanganan sistem drainase primer Kota Sabang. Analisis Weighted Average adalah pengambilan nilai rata-rata yang didasarkan kepada perhitungan rata-rata dengan memberikan bobot pada masing-masing nilai yang akan diambil Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |3

nilai rata-ratanya. Bobot masing-masing tidak sama, jika semua bobot adalah sama maka perhitungannya merupakan rata-rata aritmatik biasa [3]. Perhitungan rata-rata dengan teknik ini hampir sama dengan perhitungan rata-rata aritmatika biasa, hanya sedikit penambahan pada perhitungan bobotnya. Elemen data yang ada diperhitungkan bobotnya dulu, dimana data yang memiliki bobot lebih banyak akan lebih berpengaruh dari pada data dengan bobot lebih sedikit. Bobot tidak boleh negatif, beberapa diantaranya mungkin bobotnya nol, namun tidak mungkin jika semua bobotnya nol, karena jika terjadi demikian maka perhitungan tidak mungkin dilakukan. Metode ini banyak digunakan pada analisa sistem data, perhitungan diferensial dan perhitungan kalkulus integral. Berdasarkan penelitian [3], metode Weighted Average dilakukan dengan menggunakan formula berikut:

w1. x1  w2 . x2  w3. x3.........  wn . xn w1  w2  w3  .........  wn dengan: : rata-rata nilai rangking; x : nilai tiap faktor/aspek yang ditinjau; dan w : bobot tiap faktor/aspek yang ditinjau.

(1)

x

Penentuan skala prioritas penanganan sistem drainase Kota Sabang dilakukan sampai periode 20 tahun mendatang [4]. Data kondisi tataguna lahan eksisting dan tataguna lahan berdasarkan pengembangan Kota Sabang yang bersumber dari Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2012-2032 Kota Sabang. Penentuan prioritas didasarkan atas beberapa aspek, yaitu: a. Aspek fisik, meliputi panjang saluran, luas DAS, dimensi saluran, dan luas genangan dengan melakukan survey ke lapangan. b. Aspek demografi diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2013 Kota Sabang [5]dan Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sabang Tahun 2012-2032 [6]. c. Aspek lingkungan yaitu menggunakan data Studi Enviromental High Risk Assesment (EHRA) Tahun 2013, dengan Indeks Risiko Sanitasi (IRS) [1]. Hasil dari studi EHRA ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku higiene dalam skala kota Sabang. Selain menyusun prioritas penanganan sistem drainase berdasarkan 3 aspek tersebut, prioritas juga diajukan kepada pihak terkait di Kota Sabang, seperti Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya, Bapedal dan Pengairan Kota Sabang. Sehingga hasil analisis prioritas tersebut sesuai dengan kepentingan mendesak untuk segera dilakukan penanganan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem jaringan utama (major urban drainage) kota Sabang adalah sistem jaringan drainase yang mengikuti pola radial, seluruh salurannya berpencar menuju ke laut. Hal ini disebabkan kondisi topografi kota Sabang yang berpegunungan, berbukit, dan hanya sedikit yang merupakan dataran rendah. Kondisi ini di satu sisi menguntungkan, karena semua aliran dapat mengalir secara gravitasi. Namun di sisi lain perlu pertimbangan desain yang khusus, karena hampir semua saluran memiliki dasar saluran yang terjal. Kondisi ini memerlukan penentuan kecepatan aliran yang tepat untuk menghindari gerusan pada dasar dan tebing saluran. Dari hasil survey dan invetarisasi kondisi eksisting saluran drainase makro dan mikro Kota Sabang, ditemukan 73 saluran primer berupa alur dan hanya 2 buah sungai saja yaitu sungai Pria Laot dan Alue Raya. Seluruh saluran tersebut berorde tunggal dan hampir seluruh saluran tidak memiliki anak-anak sungai atau alur yang berhubungan langsung dengan saluran Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |4

primer. Saluran-saluran tersebut berupa sungai-sungai alam maupun alur-alur yang terbentuk secara alamiah mengikuti perubahan topografi dan merupakan outlet-outlet dari sub-DAS yang ada [7]. Hanya sungai Pria Laot dan Alu Raya saja yang ada airnya, sementara hampir seluruh alur tidak ada airnya. Hanya pada musim hujan saja, alur-alur tersebut dialiri oleh air hujan. Identifikasi sebaran kawasan kritis resapan dan kawasan banjir untuk zonasi pelayanan drainase pernah dilakukan [8]. Pembagian Sub-DAS Kota Sabang diberikan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Pembagian Sub-DAS Kota Sabang a.

Hasil survey sistem drainase

Berdasarkan hasil survey melalui pengukuran diperoleh informasi bahwa saluran alam dan sungai di Kota Sabang tidak panjang. Sungai terpanjang adalah sungai Pria Laot 3.862,28 meter yang berada di sub-DAS Pria Laot. Saluran atau alur yang terpendek adalah Saluran Primer Iboih sepanjang 50,59 meter yang berada di sub-DAS Iboih. Umumnya saluran memiliki lebar yang kecil dengan dinding saluran hampir vertikal. Secara keseluruhan, kondisi saluran primer Kota Sabang kurang teratur dan tidak dapat dibedakan antara saluran primer maupun saluran sekundernya. Inventarisasi saluran di daerah permukiman dilakukan untuk kedua kecamatan, yaitu Kecamatan Sukakarya dan Sukajaya, yang terdiri dari 18 gampong. Sebagian besar lokasi yang didata merupakan permukiman penduduk yang menyebar dari satu gampong ke gampong yang lain. Berdasarkan dokumen RTRW 2012-2032, sebaran pemukiman berkategori “jarang” berada di Bate Shok, Beurawang, dan Keunekai. Untuk sebaranan perumahan berkategori “sedang” berada di wilayah Kuta Ateuh, Kuta Barat, Paya Seunara, Krueng Raya, Balohan, Jaboi, Paya, Keunekai, dan Beurawang. Sebaran perumahan berkategori “tinggi” berada di wilayah Kuta Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |5

Ateuh, Kuta Barat, Ie Meulee, Balohan, Cot Abeuk, Cot Bau, dan Aneuk Laot. Wilayah-wilayah ini kerap mengalami banjir genangan saat hujan, sehingga sistem drainasenya perlu ditangani secara terpadu, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Berdasarkan hasil survey, permasalahan drainase di Kota Sabang sebagai berikut: 1. Kota Sabang belum memiliki data dan peta sistem drainase eksisting. Sehingga cukup sulit bagi pemerintah daerah untuk menjalankan program program pembuatan saluran baru, perbaikan, operasi, dan pemeliharaan. Belum terhubungkan dengan baik antara saluran primer yang sudah ada dengan saluran sekunder dan tersier di Kota Sabang. Sehingga terlihat target penanganannya hanya bersifat parsial dan temporer saja. 2. Belum tersedianya peraturan perundangan tingkat kabupaten/kota terkait dengan sistem drainase. Hal ini dibuktikan dengan belum tersedianya SOP yang jelas tentang kawasanzona yang boleh menjadi tempat tinggal masyarakat, aturan pengalokasian pendanaan dan pelaksanaan Operasi dan pemeliharaan rutin belum tersedia. Belum tersingkronkannya kerjasama baik dalam penetapan regulasi maupun program kegiatan antara Dinas Pu dengan dinas lainnya seperti Bappeda, Bapedalkep, dan LSM. 3. Kondisi fisik wilayah kajian yang dari satu sisi baik, karena topografinya yang mendukung, dimana saat hujan air dapat mengalir langsung ke laut. Namun di sisi lain, akibat kemiringan lahan yang cukup terjal, sehingga perlu pertimbangan yang baik terkait dengan kecepatan aliran. Kecepatan aliran yang tinggi dapat merusak saluran drainase yang ada. Berdasarkan hasil investigasi di lapangan, banyak ditemukan saluran primer dan sekunder, di mana pada bagian dasarnya berlubang dan tebingnya tergerus. Di beberapa tempat, dinding saluran yang sudah pernah diperkuat dengan pasangan batu, tetapi sudah mengalami keruskan dan keruntuhan, sehingga perlu diperkuat kembali, seperti yang ditemukan di saluran primer Tapak Gajah, Balohan, dan Lam Kuta. 4. Hampir semua saluran primer yang disurvey memiliki dimensi yang tidak beraturan, dipenuhi pepohonan dan semak belukar sehingga rawan genangan saat hujan seperti yang ditemukan di saluran primer Tapak Gajah. 5. Jenis tanah permukaan Kota Sabang yang berupa batuan muda, menyebabkannya cukup rawan terhadap erosi tebing bila tidak dilakukan perkuatan tebing di wilayah-wilayah yang bertebing terjal dan curam, seperti yang ditemukan di saluran primer Cot Ba’u dan Cot Abeuk. Demikian juga dengan sedimentasi yang terjadi di saluran primer cukup signifikan, banyak saluran yang menjadi dangkal dan dipenuhi batu-batu besar. 6. Pengaruh rob ditemukan di seluruh muara saluran alam yang ada di Kota Sabang seperti di saluran primer Balohan, Jalan Perdagangan dan Tapak Gajah. 7. Belum ada interkoneksi ataupun pembeda yang jelas antara saluran primer dengan saluran sekunder maupun tertier. Dimensi dari setiap saluran sekunder maupun tersier merupakan dimensi saluran lama yang tidak memiliki perencanaan yang jelas apakah sudah memenuhi kebutuhan kapasitas atau tidak. Disamping itu didalam satu saluran sekunder yang berada di sepanjang jalan yang ada tidak memiliki keseragaman dimensi. 8. Belum terpetakannya peran serta masyarakat dan swasta dalam kegiatan pemeliharaan dan perawatan sistem saluran drainase. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga keberadaan sistem saluran drainase. Semestinya masyarakat tidak membangun pemukiman di badan saluran, mempersempit saluran, bahkan meniadakannya untuk kepentingan pribadi. Sulitnya upaya pembebasan lahan untuk perbaikan dan pengembangan sistem drainase oleh pemerintah, karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya pengaturan sistem drainase di Kota Sabang. b.

Hasil analisis prioritas penangangan

Hasil rekapitulasi analisis yang telah dilakukan disusun perangkingan untuk mendapatkan prioritas penanganan subDAS, diawali dengan analisis aspek fisik yang dapat dilihat pada Tabel 1. Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |6

Tabel 1 Analisis Aspek Fisik

No.

Nama DAS

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Balohan Balohan Balohan Balohan Paya Paya Paya Iboih Iboih Iboih Iboih Iboih

Nama SubDAS Anoi Itam Krueng Balohan Keunekai Krueng Ceunohot Ceuhum Ujung Bau Guasarang Aneuk Laot Paya Seunara Pria Laot Teupin Kareng Iboih

Luas Area SubDAS (ha) 2.109,13 1.124,17 1.141,37 968,64 800,64 708,15 714,59 418,22 1.133,24 919,06 729,94 1.011,8

Panjang Saluran Primer (m) 1.242,0 2.099,0 1.228,0 1.266,0 1.050,9 258,8 1080 457,4 2.898,0 3.862,0 1.389,0 380,9

Luas Genangan (ha) 48,037 25,165 14,258 2,768 0,108 11,760 15,881 -

Berdasarkan aspek fisik untuk panjang saluran primer berada di SubDAS Pria Laot dengan total panjang 3.862 meter dan disusul SubDAS Paya Seunara dengan panjang 2.898 m sedangkan luas genangan terluas berada di SubDAS Anoi Itam dengan total 48,037 Ha. Berdasarkan analisis yang disesuaikan dengan RTRW Kota Sabang 2012-2032, maka data aspek demografi diproyeksikan sampai Tahun 2032 dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1,106% [5]. Selengkapnya aspek demografi diberikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Analisis Aspek Demografi Penduduk (jiwa) Tahun 2010

Penduduk (jiwa) Tahun 2032

Anoi Itam

20.034

23.701

2.

Krueng Balohan

2.963

3.876

3.

Keunekai

1.172

1.795

4.

Krueng Ceunohot

861

1.434

5.

Ceuhum

15

17

6.

Ujung Bau

10

12

7.

Guasarang

10

12

8.

Aneuk Laot

841

1.410

9.

Paya Seunara

918

1.502

10.

Pria Laot

3.168

4.115

11.

Teupin Kareng

10

12

12.

Iboih

651

1.192

No.

Nama SubDAS

1.

Jumlah penduduk terbanyak berada di SubDAS Anoi Itam dengan jumlah 23.701 jiwa sementara di tahun 2010 sebanyak 20.034 jiwa. Jumlah penduduk terendah berada di SubDAS

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |7

Ceuhum, Ujung Bau, Gua Sarang, dan Teupin Kareung. Hal ini sesuai dengan RTRW Kota Sabang Tahun 2012-2032 dikarenakan kawasan tersebut bukan diperuntukan untuk kawasan. Analisis untuk aspek lingkungan dilakukan berdasarkan hasil studi EHRA [1] yang selengkapnya diberikan pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3 Analisis Aspek Lingkungan No.

Nama DAS

Indek Risiko Sanitasi (IRS) 120,0 65,0 35,0 37,5 5,0 17,5 12,5

Nama SubDAS

1. Balohan 2. Balohan 3. Balohan 4. Balohan 5. Paya 6. Paya 7. Paya 8. Iboih 9. Iboih 10. Iboih 11. Iboih 12. Iboih Sumber: Studi EHRA, 2012

Anoi Itam Krueng Balohan Keunekai Krueng Ceunohot Ceuhum Ujung Bau Guasarang Aneuk Laot Paya Seunara Pria Laot Teupin Kareng Iboih

Dalam studi EHRA diperoleh nilai Indek Risiko Sanitasi (IRS) tertinggi berada di subDAS Anoi Itam. Nilai total gampong-gampong yang berada di SubDAS Anoi Itam sebanyak 120% (IRS). Nilai terendah genangan pada SubDAS Ceuhum, Ujung Bau, Gua Sarang, Aneuk Laot, dan Teuping Kareung. Setelah diperoleh data dari aspek fisik, demografi dan lingkungan, selanjutnya dengan melakukan perangkingan weighted average yang diberikan pada Tabel 4 dan Gambar 2. Tabel 4 Hasil Analisis Prioritas Penanganan Sistem Drainase Kota Sabang

1

Rangking Aspek Demografi 1

Rangking Aspek Lingkungan 1

Krueng Balohan

2

3

3.

Keunekai

4

4.

Krueng Ceunohot

5.

Total

Urutan Prioritas

3

1

2

7

2

4

4

12

4

6

6

3

15

5

Ceuhum

9

9

9

27

9

6.

Ujung Bau

12

11

12

35

12

7.

Guasarang

11

12

11

34

11

8.

Aneuk Laot

7

7

8

22

7

9.

Paya Seunara

5

5

7

17

6

10.

Pria Laot

3

2

5

10

3

11.

Teupin Kareng

10

10

10

30

10

No.

Nama SubDAS

1.

Anoi Itam

2.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Rangking Aspek Fisik

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

No.

Nama SubDAS

12.

Iboih

P age |8

Rangking Aspek Fisik 8

Rangking Aspek Demografi 8

Rangking Aspek Lingkungan 6

Total

Urutan Prioritas

22

8

Gambar 2 Pembagian Prioritas Penanganan Sistem Drainase Kota Sabang Berdasarkan hasil analisis dari ketiga faktor yang dipaparkan diatas, dapat dilihat bahwa prioritas penanganan SubDAS untuk jangka pendek diperoleh pada SubDAS Anoi Itam, SubDAS Krueng Balohan dan subDAS Pria Laot. Jangka menengah pada SubDAS Keunekai, SubDAS Ceunohot, SubDAS Aneuk Laot, SubDAS Paya Seunara. Jangka panjang pada SubDAS Ceuhum, SubDAS Ujung Bau, SubDAS Gua Sarang, SubDAS Teupin Kareung, dan SubDAS Iboih. Prioritas pertama berada pada Blok Perumahan Pusat Kota Sabang dan Blok Perumahan Lingkungan Gampong Anoi Itam (GAI), yang berada di wilayah DAS Balohan dan subDAS Kota Sabang merupakan kawasan yang perlu segera ditangani. Blok Perumahan Pusat Kota Sabang sendiri terdiri atas Gampong Kuta Ateuh (Kec. Sukakarya), Kuta Timu (Kec. Sukakarya) Kuta Barat (Kec. Sukakarya), Ie Meulee (Kec. Sukajaya), dan Cot Ba’u (Kecamatan Sukajaya). Ketiga gampong itu cukup luas dan tidak mungkin untuk dilakukan penanganan dalam waktu yang bersamaan. Sebenarnya bila ditinjau dari dampak genangan yang terjadi, Gampong Kuta Ateuh tidak berpotensi mengalami genangan karena berada di daerah yang tinggi dan sudah memiliki sistem drainase yang memadai. Gampong Kuta Ateuh dan Kota Barat sendiri adalah bagian dari pusat Kota Sabang, yang perlu dipertimbangkan untuk ditangani sistem Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P age |9

drainasenya. Sementara Gampong Ie Meulee dan Cot Ba’u merupakan gampong yang kerap mengalami banjir saat hujan, sehingga sudah selayaknya keduanya dipilih untuk menjadi prioroitas. Namun, bila dilihat dari sumber terjadinya penggenangan banjir di Ie Meulee, yang berasal dari daerah hulu yang merupakan kawasan Cot Ba’u, maka perlu dikaji kembali kelayakan penetapan prioritas gampong-gampong yang berada di subDAS Anoi Itam tersebut.

4. KESIMPULAN 1. Terdapat saluran sekunder yang tidak terawat dan sudah dipenuhi dengan sampah, rumput liar, dan tertimbun sedimen. Hal ini disebabkan karena belum adanya kegiatan operasi dan pemeliharaan yang rutin untuk drainase Kota Sabang. 2. Pemilihan Prioritas penanganan Sub-Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan aspek fisik, demografi dan lingkungan dengan perangkingan weighted average diperoleh pada SubDAS Anoi Itam diperingkat pertama, peringkat kedua berada pada SubDAS Krueng Balohan dan ketiga di subDAS Pria Laot.

5. SARAN 1. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk dalam penyusunan prioritas penanganan sistem drainase, yang menitikberatkan pada aspek kelembagaan untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan drainase perkotaan Kota Sabang. 2. Kajian prioritas perlu dilakukan khusus daerah ini dengan melihat kembali dari segi kelayakan fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan, tetapi sudah lebih mendetailkan ke arah gampong-gampong yang berada di SubDAS Anoi Itam, untuk ditetapkan wilayah atau gampong mana yang menjadi prioritas mendesak untuk ditangani pada 5 tahun yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA [1] Buku Putih Sanitasi Kota Sabang, 2013, Studi Enviromental High Risk Assesment (EHRA), Bappeda Kota Sabang. [2] Andayani, S., 2012, Indikator Tingkat Layanan Drainase Perkotaan, Jurnal Teknik Sipil, Vol 11 No. 2, halaman 148-157. [3] Nugraheni S, D., 2012. Menentukan Waduk Prioritas di Daerah Aliran Sungai Cisanggarung, Tesis, Program Pasca Sarjana Sumber Daya Air, Universitas Diponegoro, Semarang. [4] Kementrian Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya, 2013, Buku I Penyusunan Materi Bidang Drainase, penerbit Direktorat Jenderal Cipta Karya, Jakarta. [5] Badan Pusat Statistik Kota Sabang dalam Angka 2013, Kota Sabang. [6] Pemerintah Kota Sabang, 2012, Qanun Rencana Tata Ruang Kota Sabang Tahun 20122032, Kota Sabang. [7] Isa, H. A., Fatimah, E., Azmeri, 2015, Analisis Debit Drainase Primer di Kota Sabang terhadap Perubahan Tata Guna Lahan, Jurnal Teknik Sipil Program Pasca Sarjana, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Volume 4, No. 1, halaman 21-29. [8] Sosiawati, N., 2012, Penzonaan Pelayanan Drainase di Kawasan Kritis Resapan Kecamatan Kota Kuala Simpang, Tesis Modular Pusbintek Kementerian Pekerjaan Umum, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 1 - 9

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 10

Perilaku Lentur Balok Profil Double Kanal (C) Ferro Foam Concrete (studi kasus beda tebal web (tw) dan tebal sayap(tf)) Aulia Rahman* Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar Alue Penyareng, Meulaboh Aceh Barat 23615, email: *[email protected]

Abstract Aceh province is an area that is prone to earthquake, so that when construction is built (buildings, bridges, housing, etc.) have a great weight will cause damage. From previous studies it has been found that the lightweight concrete conclusion that quality foam f'c> 30 MPa has been successfully created beam canal profile ferro foam concrete. However, from these studies has not obtained information about the elements or the ratio of cross-sectional dimensions of effective and efficient to use as civil engineering construction. This research was conducted in order to determine the capacity of the beam section canal profile ferro foam concrete to the concrete flexural strength capacity. Specimens used in this study was 6 Specimens Profile Canal C are assembled into 3 profiles I with height (h): 450 mm the width of the flens (bf): 250 mm, thickness variation of the body (t w): 30 mm, 35 mm and 40 mm, thickness variation of the flens (tf): 60 mm, 70 mm and 80 mm. Has planned concrete compressive strength (f'c)> 35 MPa and the reinforcing steel used is an iron screw with quality D8 (f y) = 4217.14 MPa.The research results obtained are capable of maximum load borne by the double profile canal (C) for the high-profile 450 mm is able to accept a maximum load of 20.07 tonnes with a deflection of 49.35 mm, namely the test specimen PCPBB 450.30.60, The results obtained can be applied in the construction of short span bridges (less than 40 m). Keywords: Capacity Sectional, Beam Profile Double Canal (C), Flens thickness (t f), web thickness (t w). Abstrak Provinsi Aceh merupakan daerah yang rawan terhadap bencana gempa, sehingga apabila kontruksi yang dibangun (gedung, jembatan, perumahan, dll) memiliki bobot yang besar akan menyebabkan kerusakan. Dari penelitian-penelitian sebelumnya telah didapatkan kesimpulan bahwa dengan beton ringan busa yang mutunya f’c > 30 Mpa telah berhasil dibuat balok profil kanal ferro foam concrete. Namun dari penelitian-penelitian tersebut belum didapatkan informasi tentang dimensi elemen atau rasio penampang yang efektif dan efisien untuk penggunaannya sebagai kontruksi teknik sipil. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kapasitas penampang balok profil kanal ferrofoam concrete terhadap kapasitas kuat lentur beton. Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 Benda uji Profil Kanal C yang dirangkai menjadi 3 profil I dengan variasi tinggi (h) : 450 mm lebar sayap (bf) : 250 mm, variasi tebal badan (tw) : 30 mm, 35 mm, dan 40 mm, variasi tebal sayap (t f) : 60 mm, 70 mm, dan 80 mm. Beton direncanakan memiliki kuat tekan (f’c) > 35 MPa dan baja tulangan yang digunakan yaitu besi ulir D8 dengan mutu (fy) = 4217,14 MPa. Hasil penelitian yang didapat yaitu beban maksimum yang mampu dipikul oleh profil double kanal (C) untuk profil dengan tinggi 450 mm mampu menerima beban maksimum sebesar 20,07 ton dengan lendutan sebesar 49,35 mm yaitu pada benda uji PCPBB 450.30.60. Hasil yang diperoleh ini dapat diaplikasikan dalam pembangunan jembatanjembatan bentang pendek (kurang dari 40 m). Kata Kunci : Kapasitas Penampang, Balok Profil Double Kanal (C), Tebal Flens (tf), dan Tebal web (tw).

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 11 1. PENDAHULUAN

Provinsi Aceh merupakan daerah yang rawan terhadap bencana gempa, sehingga apabila kontruksi yang dibangun (gedung, jembatan, perumahan, dll) memiliki bobot yang besar akan menyebabkan kerusakan, hal ini banyak membuat para ahli konstruksi berupaya untuk memberikan berbagai solusi agar resiko akibat terjadinya gempa dapat dikurangi. Salah satu alternatifnya adalah dengan mengurangi berat bangunan yaitu dengan menggunakan beton ringan. Penelitian sebelumnya telah didapatkan kesimpulan bahwa dengan beton ringan busa yang mutunya f’c > 30 Mpa telah berhasil dibuat balok profil kanal ferro foam concrete yang artinya sudah memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai elemen-elemen struktural pada suatu kontruksi teknik sipil. Namun dari penelitian-penelitian tersebut belum didapatkan informasi tentang dimensi elemen atau rasio penampang yang efektif dan efisien untuk penggunaannya sebagai kontruksi teknik sipil. Berdasarkan alasan di atas maka perlu kiranya dibuat penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan rasio kapasitas penampang balok profil kanal yang secara efektif dan efisien penggunaannya untuk kontruksi teknik sipil. Salah satu rencana aplikasi balok profil kanal yang akan diteliti ini adalah untuk mengatasi keterisoliran suatu daerah yang tidak tersedia infrastruktur jembatan. Dengan keterisoliran suatu daerah maka laju pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut akan bergerak sangat lambat. Selain itu penggunaan jembatan konvensional ini juga memerlukan alat-alat berat yang berukuran besar dirasa sangat tidak efektif pelaksanaan pekerjaanya pada daerah yang terisolir dan terpencil, oleh karena itu alternatif penggunaan balok profil kanal sebagai pengganti gelagar jembatan diharapkan bisa menjadi solusi untuk pembangunan jembatan di daerah-daerah yang terpencil, karena mobilisasi material bisa dilakukan secara efektif dan efisien dari sisi biaya dan waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Inovasi teknologi beton selalu dituntut guna menjawab tantangan akan kebutuhan beton yang dihasilkan mempunyai kualitas tinggi meliputi kekuatan dan daya tahan tanpa mengabaikan nilai ekonomis. Kelemahan beton yakni berupa massa yang berat juga diharapkan dapat diatasi dengan melakukan suatu penelitian berkelanjutan untuk menghasilkan beton ringan yang memiliki kekuatan yang lebih baik, selain penggunaan beton ringan yang dapat mengurangi bobot dari kontruksi teknik sipil perlu juga dipikirkan tentang rasio penampang elemen-elemen struktural yang akan kita bangun. Penggunaan beton ringan untuk tujuan sebagai gelagar jembatan di daerah-daerah terpencil sangatlah efektif dan efisien, karena memberikan kemudahan dalam pengangkutan dan pemasangan di lapangan, dan cocok digunakan pada daerah yang potensi agregatnya sedikit. Selain kelebihan, beton ringan memiliki beberapa kekurangan yaitu rendahnya tegangan tarik, yang pada penelitian ini coba diatasi dengan memasang wiremesh (kawat ikat) diharapkan dapat menjadi solusi untuk lemahnya tegangan tarik pada beton ringan. Kekurangan lainnya yaitu bersifat getas dan relatif mahal karena kandungan semennya relatif tinggi, salah satu alternatif yang digunakan pada penelitian ini ditambahkan bahan pengganti semen yaitu pozzolan. Dengan telah diberikan solusi-solusi dari kekurangan beton ringan diatas diharapkan beton dapat mencapai kuat lentur maksimumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kapasitas penampang balok profil kanal ferrofoam concrete terhadap variasi tebal flens (tf) dan tebal web (tw) yang berbeda terhadap kapasitas kuat lenturnya. Variasi tebal flens (tf) pada profil kanal yaitu 60 mm, 70 mm, dan 80 mm dan tebal web (tw) 30 mm, 35 mm, dan 40 mm. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Benda uji yang akan dibuat 6 (Enam) buah profil kanal yang akan dirangkai menjadi profil I 3 (Tiga) buah. Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 12

Hasil pengujian terhadap beton busa kuat tekan silinder beton rata-rata sebesar 35,297 MPa. Tegangan luluh tulangan yang digunakan sebesar 421,714 MPa dan tegangan luluh wiremesh yang digunakan sebesar 530,313 MPa. Balok profil kanal (C) yang dikonfigurasi I dengan tinggi 450 mm, lebar sayap 225 mm, tebal web (tw) 30, dan tebal sayap (tf) 60 mm mampu menahan beban maksimum sebesar 20,07 ton dengan lendutan yang terjadi sebesar 49,35 mm. Balok profil kanal (C) yang dikonfigurasi I dengan tinggi 450 mm, lebar sayap 225 mm, tebal web (tw) 35, dan tebal sayap (tf) 70 mm mampu menahan beban maksimum sebesar 17,24 ton dengan lendutan yang terjadi sebesar 14,25 mm. Balok profil kanal (C) yang dikonfigurasi I dengan tinggi 450 mm, lebar sayap 225 mm, tebal web (t w) 40, dan tebal sayap (tf) 80 mm mampu menahan beban maksimum sebesar 17,17 ton dengan lendutan yang terjadi sebesar 17,65 mm. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi tentang kapasitas penampang balok profil kanal ferrofoam concrete terhadap variasi tebal sayap (tf) dan tebal web (tw) yang berbeda terhadap kapasitas kuat lenturnya. Hasil yang diperoleh ini dapat diaplikasikan dalam pembangunan jembatan-jembatan bentang pendek (kurang dari 40 m).

2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1

Peralatan dan Bahan/material

Peralatan digunakan dalam penelitian ini sebagian besar telah tersedia di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala. Peralatan utama yang digunakan untuk mendukung penelitian adalah: alat ukur, timbangan, molen pengaduk beton, foam generator, silinder test, peralatan pengetesan dan perangkat komputer untuk pengolah data. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland tipe I, air, pozzolan, tulangan baja ulir D8, foam agent, wiremesh dan admixture. Semen yang digunakan adalah semen portland tipe I produksi dari PT. Semen Padang. Pemeriksaan laboratorium terhadap semen tidak dilakukan karena semen telah dianggap memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) No.1-2049-1994 dan ASTM (American Standard Testing of Material) C.15081. Pemeriksaan yang dilakukan hanya pengamatan visual terhadap kantong pembungkus dan pemeriksaan kegemburan, kehalusasn serta warna semen tersebut. Pasir Pozzolan alami yang digunakan harus dibersihkan dari sampah organik dan disaring dengan menggunakan saringan 4,76 mm. Pasir pozzolan alami ini juga diperiksa sifat fisisnya berupa pemeriksaan berat jenis, pemeriksaan absorpsi, dan modulus kehalusan. Selain itu juga di uji sifat kimia di laboratorium Pengujian Balai Riset dan Standarisasi Industri di Banda Aceh. Air yang digunakan pada campuran beton busa adalah air yang tersedia di laboratorium konstruksi dan bahan bangunan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala yang berasal dari sumur. Air ini telah sesuai syarat anonim (1982) yaitu bersih, tidak mengandung lumpur, minyak, benda terapung dan garam-garam yang dapat merusak beton. Foam agent yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari busa sintetik yang telah diolah dengan menggunakan bahan kimia untuk menghasilkan busa yang sejenis busa sabun sehingga dapat digunakan sebagai pengisi campuran beton. Tulangan yang digunakan untuk tulangan tarik adalah tulangan baja ulir dengan diameter 8 mm. Wiremesh yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari toko bangunan terdekat. Wiremesh yang akan digunakan pada penelitian ini berdiameter 1 mm dan jarak as tulangan 12,71 mm. kawat jala ini berbentuk persegi dan sesuai dengan ASTM (American Standard Testing Material) A- i85. Admixture yang digunakan adalah superplasticizer (SP) SIKA NN. Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258 2.1.1

P a g e | 13

Tahapan Persiapan

Desain Profil Kanal Ukuran penampang benda uji profil kanal yang digunakan adalah lebar flens 150 mm, 225 mm, dan 300 mm, tebal sayap (tf) 60 mm, 70 mm, dan 80 mm, tebal web (tw) 30 m, 35 mm, 40 mm, panjang bersih 2000 mm, panjang keseluruhan 2200 mm dengan tinggi benda uji 300 mm, 450 mm, 600 mm.

0,5h-bw

tf

b b1

D8 D8 D8

0,5h-bw

h

tw

Lapisan wiremesh

Gambar 1. Penampang Profil C Profil kanal seperti pada Gambar 1, selanjutnya dikonfigurasikan menjadi bentuk I menggunakan baut yang dapat di lihat pada Gambar 2. Tujuan dikonfigurasikan I adalah, pertama memudahkan pengujian, kedua berdasarkan studi literatur pada bab II sifat mekanik 2 bentuk kanal yang digabung menjadi bentuk I relatif berbanding lurus, dan yang ketiga karena di lapangan gelagar pada menghasilkan ide berkaitan dengan cara lain untuk menjalankan fungsi-fungsi.

tf

b b1

tw

D8 D8 D8 Lapisan wiremesh

Gambar 2. Penampang Profil I

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 14

Tabel 1. Benda Uji Ferro Foam Concrete Dengan Variasi Tebal Flens (tf) dan Tebal Web (tw)

Nama Benda Uji PCPBB.450.30.60

Jumlah Jumlah Tebal Tinggi (h) Wiremes Tulangan flens (tf) h 11 D 8 60 mm

PCPBB.450.35.70

11 D 8

PCPBB.450.40.80

11 D 8

450 mm

Tebal web (tf)

Lebar Sayap (bf)

30 mm

70 mm

35 mm

80 mm

40 mm

bf = 225 mm

Mix Design Foam Concrete Mix design untuk foam concrete sebagai pengisi dilakukan berdasarkan kepada jenis material yang akan digunakan. Dari mix design ini akan diketahui berapa kebutuhan semen, air, foam, kebutuhan pozzolan serta kebutuhan-kebutuhan material lainnya. Untuk mix design foam concrete dengan pozzolan merujuk kepada penelitian Azzani (2010). Pengecoran Profil Kanal Pekerjaan pengecoran dilakukan berdasarkan jumlah dan komposisi campuran pada perencanaan campuran, material yang telah disiapkan ditimbang sesuai dengan komposisi campuran pada perencanaan campuran. Selanjutnya cetakan yang telah disiapkan dibersihkan dan diolesi vaselin agar cetakan mudah dibuka setelah beton mengeras. Besi tulangan dan wiremesh yang telah terangkai selanjutnya dimasukan kedalam bekisting. Untuk membuat lubang pada profil pipa yang telah disiapkan sebelumnya dipasang pada bagian wiremesh yang telah dilubangi. Molen dan wadah penampungan adukan dibersihkan terlebih dahulu dan bahanbahan yang tertinggal didalamnya. Demikian juga dengan kerucut slump harus dalam keadaan bersih. Pengadukan beton dilakukan dengan memasukan material pembentuk foam concrete yaitu, semen, foam agent dan air yang telah dicampur superplacticizer. Lama pengadukan dilakukan sekitar 5 menit. Selanjutnya slump diukur dengan menggunakan kerucut Abraham’s sesuai ASTM (American Standard Testing Material) C 143 – 78. Alat ini dibuat dari logam dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah 20 cm, dan tinggi 30 cm yang berbentuk kerucut terpancung. Alat ini dilengkapi dengan sebuah pelat baja dengan ukuran 45 cm x 45 cm dan sebuah alat pemadat dari besi dengan diameter 1,6 cm panjang 60 cm dan salah satu ujungnya dibulatkan. Kekentalan adukan beton yang diperoleh juga dicek dengan mengukur besar penurunan permukaan kerucut beton yang terbentuk setelah kerucut ditarik vertikal ke atas. Perawatan Profil Kanal dan Silinder Kontrol Perawatan benda uji baik profil kanal dan benda uji silinder dilakukan dengan menutup tampang profil dan silinder dengan goni basah. Perawatan dilakukan setiap 24 jam sekali sampai dengan beton berumur 28 hari. Tujuan dari perawatan ini untuk menjaga agar selama berlangsung pengerasan beton tidak kekurangan air.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 15

Tahapan Pengujian

Gambar 3. Setting Pembebanan Balok Profil Kanal Pengambilan Data Data yang dikumpulkan adalah hasil uji silinder kontrol dan profil Kanal. Data yang diperoleh pada silinder kontrol adalah kuat tekan diuji dengan memberikan beban tetap secara kontinyu sampai hancur. Pengujian struktur balok ferrofoam concrete dilakukan pengukuran data-data sebagai berikut : a.

Pengukuran beban Pengukuran beban akan dilakukan dengan cara menempatkan rol beban di atas balok yaitu pada tempat yang telah ditentukan, kemudian beban disalurkan dengan menggunakan load cell tipe CLP – 100B yang telah dihubungkan dengan data Logger. Dan pembebanan diberikan secara bertahap dengan menggunakan compressor merk macros tipe HJ – 15A, yang

kemudian hasil pembebananya diperoleh melaui print out Data Logger. b. Pengukuran Ledutan Pengukuran ledutan dilakukan dengan cara menempatkan transduser tipe CDP – 100 pada tengah bentang profil dan ujung-ujung profil. Tujuannya adalah untuk membaca ledutan yang terjadi pada tengah bentang. Semua data ini dimonitor dan direkam melalui portable data Logger TTD 302. c. Pengamatan pola retak Tahapan yang penting juga perlu dicatat adalah pola retak yang terjadi pada setiap kenaikan beban. Pola retak ini akan direkam langsung pada posisi samping balok dimana pada profil di cat putih dan digambar persegi berukuran 5 cm x 5 cm menggunakan spidol. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Konsep Ferrocement Menurut (Naaman, 2000:9) yang dikutip dari Americans Concrete Institute (ACI) 549 (1999:2), ferrocement adalah sejenis beton bertulang yang tipis yang terdiri dari mortar semen Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 16

hidraulik dengan jarak lapisan yang rapat dan ukuran jaringan kawat, dan tulangan rangka (Djausal, 2004:12). 2.2

Ferro Foam Concrete Abdullah (2010), menyatakan bahwa hasil uji sifat mekanis dari beton busa dengan penambahan pozzolan, cangkang sawit dan serat nylon memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kuat tekan beton. Hasil ini menjadikan bahan pertimbangan untuk menjadikan bahan ini sebagai bahan pengganti dari lapisan mortar pada ferrocement. Diharapkan dengan mengganti semen dengan bahan foam concrete ini, maka kualitas dari profil kanal dengan material foam concrete ini akan memberikan peningkatan kemampuan profil kanal tersebut dalam memikul beban-beban yang berkerja, serta kemampuan struktur tersebut dalam menahan defleksi. 2.3

Profil Kanal Profil kanal merupakan salah satu profil yang dibuat secara dingin (cold formed shapes). Hal yang penting pada profil ini ialah profil ini memiliki rasio lebar dan tebal yang besar. Profil semacam ini akan disebut profil yang tidak kompak dan akan mudah sekali mengalami tekukan. Beberapa cara untuk mengatasi ketidak kompakan profil semacam ini telah dilakukan, diantaranya dengan memberi perkuatan baja tulangan yang menghubungkan antara sayap atas dan bawah pada bagian sisi profil yang terbuka (Wigroho, 2007).

Bahan Pembentuk Ferro Foam Concrete : 1. Pasir Pozzolan Alami Menurut American Standard Testing Material (ASTM) C 618-91, pozzolan merupakan bahan yang mengandung senyawa silica dan alumina. Bahan – bahan pozzolan ini tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen, dalam bentuknya yang halus dan bila ada air maka senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi dengan kalsium hidroksida yang dibebaskan dari hasil proses pengikatan semen pada suhu kamar. 2. Jaringan Kawat (wiremesh) Pada ferro foam concrete sama seperti pada ferrocement diberi tulangan jaringan kawat yang relatif kecil diameternya dan tersebar merata dalam beberapa lapisan. Kawat tulangan tersebut adalah tulangan kawat baja atau bahan lain yang sesuai kebutuhan (Naaman 2000 ; 17). Afifudin, dkk (2013), menyatakan bahwa lapisan wiremesh pada ferro foam concrete dengan penambahan serat nylon memperlihatkan hasil yang berbeda apabila digunakan lapisan wiremesh 2,3, 4 dan 5 lapis dimana pola kehancuran terjadi pada benda uji dengan lapisan wiremesh 3 lapis dan memperlihatkan pola kehancuran yang daktail, sedangkan benda uji dengan jumlah wiremesh 4 dan 5 mengalami pola kehancuran yang getas dengan kemampuan menahan beban sebesar 18,90 ton dan 20,76 ton. 3. Tulangan Rangka Tulangan baja yang digunakan berfungsi sebagai rangka untuk memperoleh bentuk yang diinginkan dan sebagai tempat untuk memasang kawat anyam jala dan tulangan baja tersebut tidak berfungsi sebagai tulangan struktur tetapi berfungsi sebagai pembentuk konstruksi. Ukuran tulangan baja bervariasi antara 0,165 in (4,20 mm) sampai 0,375 in (9,5 mm) untuk diameternya. Sedangkan yang lebih umum digunakan adalah diameter 0,25 in (6,25 mm) dan pula menggunakan diameter yang lebih kecil secara bersamaan. (Masdar Helmi, 2007).

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 17 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perencanaan campuran beton (concrete mix design) Tabel 2. Perencanaan Campuran Beton Busa Pozzolan (Kg) SG

Semen (Kg)

1,6

1028,57

160,0

Air (Kg)

Busa (l)

411,43

178,71

Perhitungan proporsi campuran sesuai dengan sub bab 3.2.2 dimana mix design untuk ferro foam cocrete dengan menggunakan pozzolan alami merujuk pada penelitian Azzani (2010). Persentase pozzolan alami yang digunakan sebesar 10 % dengan SG yaitu 1,6. Hasil pengujian kuat tekan beton Tabel 3. Kuat Tekan Rata-rata Benda uji

Dalam pengujian kuat tekan silinder beton ini didapatkan kuat tekan rata-rata dari silinder yang di uji, yaitu 352,970 Kg/cm2 (35,29 MPa) dimana kuat tekan ini sesuai dengan kuat tekan yang direncanakan yaitu 35 MPa. Tabel 4. Rekapitulasi hasil berat, beban maksimum dan lendutan maksimum

Dari Tabel diatas dapat kita lihat bahwa semakin besar dimensi penampang, maka semakin besar pula beban yang dapat dipikul oleh balok profil double kanal C, kecuali pada ukuran benda uji 450.30.60 dan benda uji 600.35.70. beban maksimum yang mampu dipikul Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 18

balok doubel kanal C yaitu 26,76 ton, sedangkan beban minimum yang mampu dipikul oleh balok double kanal C yaitu 10,20 ton. 4. KESIMPULAN

1. 2.

Beban maksimum profil dengan tinggi 450 mm sebesar 20,07 ton dengan lendutan sebesar 49,35 mm yaitu pada benda uji PCPBB 450.30.60. Model keruntuhan yang terjadi pada setiap profil adalah keruntuhan geser, yang diindikasikan dengan terbentuknya retak bersudut di sekitar daerah tumpuan. Pada daerah tengah bentang hanya terdapat retak-retak rambut. 5. SARAN

Penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan oleh peneliti lain, dengan memperhatian beberapa hal dan saran sebagai berikut : 1. Untuk memastikan beban yang diberikan tersalur secara proporsional dan berimbang, perlu dilakukan langkah pembebanan awal pada profil kanal (C) ferro foam concrete sebelum uji sesungguhnya dilakukan. 2. Memperkuat daerah tekan dengan penambahan tulangan sengkang atau alternatif lain seperti menambah ketebalan balok di daerah tumpuan agar balok tidak terjadi kegagalan geser sebelum mencapai beban maksimum.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Abdullh, M.Sc dan Dr. Ir. Moch. Afifuddin yang telah memberikan dukungan dan berbagi ilmu serta pengalaman untuk penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA [1] Afifuddin, 2013, Evaluasi Kinerja Stuktur Balok Profil Kanal (C) Ferro Foam Concrete Sebagai Alternatif Gelagar Jembatan, , Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. [2] Dipohosodo, I., 1999, Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15- 1991-03, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [3] Mahlil, 2010, Pengaruh Penambahan Serat Ijuk Terhadap Sifat Mekanis Beton Busa (Foamed Concrete), Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. [4] Sari, Meita Ratna, 2007 Kuat Lentur Kanal C Berpengaku Dengan Pengisi Beton Ringan Beragregat Kasar Hebel., UAJY [5] Sinaga, R.M., 2005, Perilaku Lentur Baja Profil C Tunggal dengan Menggunakan Perkuatan Tulangan Arah Vertikal, Final Project, Civil Engineering Department, Faculty of Engineering, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. [6] Wang, C.K., dan Salmon, C.G., 1993, Desain Beton Bertulang, Terjemahan Binsar Hariandja, Edisi IV, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 10 - 18

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 19

Analisis Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dan Penghematan Waktu Perjalanan (Studi Kasus Rencana Pembangunan Jembatan Lamreung-Limpok, Aceh Besar) M. Arrie Rafshanjani Jurusan Teknik Sipil Universitas teuku Umar , Meulaboh. email: [email protected] Abstract Lamnyong bridge is one of the bridges that connect the road users of the city and surrounding area to the center of education in the city of Banda Aceh. As a result, the volume of traffic at the intersection of Lamnyong restaurant stalled in rush hour. Along with this, the Government of Aceh Province planned construction of bridge-Limpok Lamreung located south bridge Lamnyong.Data taken in this research is data traffic volume, speed of travel and the unit cost of the vehicle.This research was conducted with the traffic management in the three scenarios, the scenarios do nothing (existing condition), do something 1 (assumed 50% of the volume of traffic the existing condition of the switch past the Bridge Lamreung-Limpok, Aceh Besar), and do something 2 (redirects volume on the condition do something 1 plus 20% of traffic volume of research on public perceptions of the facilities and traffic infrastructure (bridge Lamnyong and Bridges Lamreung-Limpok. the results of the data analysis, the scenarios do nothing gained traffic volume amounted to 584 smp / hour, scenario do something one of 292 smp / hour and do something 2 amounted to 409 smp / h. Large vehicle operating cost savings in scenario 1 and scenario do something do something 2 respectively Rp.3.149.379.490,87.- per year, and Rp. 4.404.168.566,96.- per year. the time savings gained trip is 7 minutes on each trip. the more traffic is switched to Bridge Lamreung-Limpok the greater the savings in operational costs as well as travel time is obtained. Keywords: Vehicle Operating Costs (VOC), saving travel time, traffic volume.

Abstrak Jembatan Lamnyong adalah salah satu Jembatan yang menghubungkan pemakai jalan dari kawasan kota dan sekitarnya ke pusat pendidikan di Kota Banda Aceh. Akibatnya volume lalu lintas pada persimpangan Restoran Lamnyong mengalami kemacetan pada jam-jam sibuk.Seiring dengan hal tersebut, maka Pemerintah Propinsi Aceh merencanakan pembangunan Jembatan Lamreung–Limpok yang terletak di sebelah selatan Jembatan Lamnyong.Data yang diambil pada penelitian ini adalah data volume lalu lintas, kecepatan perjalanan dan unit-unit biaya kendaraan. Penelitian ini dilakukan dengan manajemen lalu lintas dalam 3 skenario, yaitu skenario do nothing (kondisi existing), do something 1 (diasumsikan 50% volume lalu lintas kondisi existing beralih melewati Jembatan Lamreung–Limpok, Kabupaten Aceh Besar), dan do something 2 (pengalihan volume pada kondisi do something 1 ditambah 20% volume lalu lintas hasil penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap sarana dan prasarana lalu lintas (Jembatan Lamnyong dan Jembatan Lamreung-Limpok. Hasil analisis data, pada skenario do nothing diperoleh volume lalu lintas sebesar 584 smp/jam, skenario do something 1 sebesar 292 smp/jam dan do something 2 sebesar 409 smp/jam. Besar penghematan biaya operasional kendaraan pada skenario do something 1 dan skenario do something 2 masing-masing sebasar Rp.3.149.379.490,87.- per tahun dan Rp. 4.404.168.566,96.- per tahun. Penghematan waktu perjalanan yang diperoleh adalah 7 menit pada setiap perjalanan.Semakin banyak lalu lintas yang beralih menggunakan Jembatan Lamreung-Limpok maka semakin besar penghematan biaya operasional yang diperoleh. Kata kunci : Biaya Operasional Kendaraan (BOK), waktu perjalanan, volume lalu lintas.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 20

1.

PENDAHULUAN

Masalah transportasi secara umum dan lalu lintas pada khususnya adalah merupakan fenomena yang terlihat sehari-hari dalam kehidupan manusia. Semakin tinggi tingkat populasi warga suatu kota, akan semakin tinggi juga tingkat perjalanannya. Jika peningkatan perjalanan ini tidak diikuti dengan peningkatan prasarana transportasi yang memadai, maka akan terjadi suatu ketidakseimbangan antara demand dan supply yang akhirnya akan menimbulkan suatu ketidak-lancaran dalam mobilitas yaitu berupa kemacetan. Banda Aceh adalah salah satu kota yang mengalami pertumbuhan kepemilikan kendaraan yang begitu signifikan. Pertambahan jumlah kendaraan yang signifikan mengakibatkan kemacetan pada ruas-ruas jalan dan persimpangan di Kota Banda Aceh. Berdasarkan data dari Kantor Kepolisian Republik Indonesia Daerah Aceh Direktorat Lalu Lintas, pada tahun 2005 jumlah kendaraan dari bulan Januari sampai dengan Desember hanya 21.896 unit. Namun lima tahun berselang tepatnya tahun 2010, jumlah kendaraan dari bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2010 melonjak menjadi 45.277 unit. Dari jumlah kendaraan tersebut, paling banyak justru sepeda motor mencapai 44.300 unit. (Direktorat Lalu Lintas, 2011). Pertambahan jumlah kendaraan yang begitu signifikan juga mengakibatkan kemacetan di beberapa titik persimpangan.Salah satu persimpangan yang mengalami kemacetan adalah Simpang Restoran Lamnyong.Seiring perkembangan dan peningkatan jumlah kendaraan tersebut, maka Pemerintah Provinsi Aceh merencanakan pembangunan Jembatan LamreungLimpok yang terletak di sebelah Selatan Jembatan Lamnyong. Jembatan tersebut diharapkan dapat mengurangi travel time pengguna jalan dari arah Meunasah Manyang dan kota melalui simpang BPKP menuju kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala Darussalam dan sekitarnya serta untuk arah sebaliknya. Pembangunan Jembatan Lamreung-Limpok diharapkan juga dapat mengurangi kemacetan di Simpang Restoran Lamnyong dan pengurangan biaya operasional kendaraan yang melalui Jembatan tersebut. Dari kasus diatas, maka ingin diteliti tentang pengalihan volume, pengurangan biaya operasional kendaraan serta penghematan waktu perjalanan yang terjadi akibat adanya pembangunan Jembatan tersebut.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 21

2.

METODE PENELITIAN

Gambar 1 : Bagan Alir Penelitian 2.1

Pengumpulan Data Dalam menganalisis Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dan penghematan waktu perjalanan dari pembangunan suatu Jembatan diperlukan data yang mendukung perencanaan yaitu data primeradalah data yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan alat bantu handycam. Data yang diperoleh meliputi data volume dan kecepatan lalu lintas,serta data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, setelah dibuat atau dikumpulkan oleh suatu badan atau instansi terkait. 2.2

Metode Pengolahan Data

Pada sub bab ini akan dijelaskan cara pengolahan data yang didapat dari pengamatan di lapangan yaitu volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan. Data di lapangan yang diperoleh yaitu volume lalu lintas, kecepatan kendaraan, kapasitas, biaya operasional kendaraan, dan penghematan waktu perjalanan.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

2.3

P a g e | 22

Biaya Operasional Kendaraan

Nilai Biaya Operasional Kendaraan (BOK) diperoleh dari penjumlahan biaya tidak tetap dengan biaya tetap.Biaya tidak tetap terdiri dari beberapa komponen yaitu biaya konsumsi bahan bakar, biaya konsumsi oli, biaya konsumsi suku cadang, biaya upah tenaga pemeliharaan, dan biaya konsumsi ban. Sedangkan biaya tetap yaitu biaya depresiasi kendaraan, biaya awak kendaraan dan biaya asuransi. Untuk mengetahui BOK, pada penelitian ini dilakukan tiga skenario manajemen lalu lintas. Adapun skenario tersebut adalah : a. Skenario do nothing Skenario do nothing merupakan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) pada kondisi existing dimana lalu lintas dari simpang BPKP menuju kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala dan sekitarnyamasih melintasi kawasan Ulee Kareng - Lamreung – Jembatan Lamnyong – Darussalam (keadaan dimana belum ada pembagunan Jembatan Lamreung– Limpok, Kabupaten Aceh Besar). Biaya Operasional Kendaraan (BOK) per km yang diperoleh berdasarkan kecepatan rata-rata kendaraan dikalikan dengan dengan volume kendaraan yang akan beralih menggunakan Jembatan Lamreung–Limpok, Kabupaten Aceh Besar (volume Jalan Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief dan sebaliknya) dan panjang jalan selama 365 hari. Dari perkalian tersebut diperoleh biaya operasional kendaraan yang dibutuhkan dalam setahun. b. Skenario do something 1 Pada skenario do something 1 dilakukan pengalihan volume kendaraan menggunakan Jembatan Lamreung–Limpok, Kabupaten Aceh Besar. Volume ini diperoleh dari asumsi yaitu sebesar 50% volume lalu lintas dari jalan Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief dan sebaliknya beralih melewati Jembatan Lamreung–Limpok, Kabupaten Aceh Besar. Pengambilan asumsi pengalihan kendaraan sebesar 50% dikarenakan letak Desa Darussalam yang memiliki banyak akses menuju daerah lain, keperluan pengguna jalan yang berbeda misalnya untuk kepentingan perkantoran dan perbelanjaan yang tidak harus melewati Jembatan Lamreung-Limpok. Perhitunan biaya operasional kendaraan dihitung berdasarkan waktu tempuh rencana. Biaya operasional kendaraan per km dikalikan dengan volume kendaraan yang beralih dan panjang jalan selama 365 hari. Dari perkalian tersebut diperoleh biaya operasional kendaraan yang dibutuhkan dalam setahun. c. Skenario do something 2 Pada skenario do something 2 adanya penambahan pengalihan volume kendaraan menggunakan Jembatan Lamreung–Limpok, Kabupaten Aceh Besar sebesar 20%. Pertambahan 20% volume kendaraan ini diambil berdasarkan penelitian persepsi masyarakat terhadap sarana dan prasarana lalu lintas (Jembatan Lamnyong dan Jembatan Lamreung-Limpok) yang dilakukan oleh Oktakhalija (2011). Pada penelitian ini dijelaskan bahwa yang mengatakan akan memilih Jembatan Lamreung untuk menuju ke lokasi tujuan adalah melihat kondisi sebanyak 65 orang, setelah itu memilih Jembatan Lamreung untuk menuju ke lokasi tujuan jawabannya adalah ya sebanyak 24 orang, kemudian memilih Jembatan Lamreung untuk menuju ke lokasi tujuan jawabannya adalah tidak sebanyak 7 orang dan yang terendah adalah dengan memilih Jembatan Lamreung untuk menuju ke lokasi tujuan jawabannya adalah kadang-kadang sebanyak 4 orang. Dari penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan yang menggunakan Jembatan lamreung Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 23

adalah 24 orang dari 100 responden. Maka pada skenario ini diambil 20% volume yang beralih menggunakan Jembatan Lamreung-Limpok, Kabupaten Aceh Besar. Volume tersebut dijumlahkan dengan volume pada skenario do something 1 sehingga total volume yang akan berpindah adalah 70% dari volume lalu lintas jalan Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief dan sebaliknya. Perhitungan biaya operasional kendaraan yang dibutuhkan dihitung berdasarkan waktu tempuh rencana. Biaya operasional kendaraan per km dikalikan dengan volume kendaraan yang beralih dan panjang jalan selama 365 hari. Dari perkalian tersebut diperoleh biaya operasional kendaraan yang dibutuhkan dalam setahun. Nilai Biaya Operasional Kendaraan yang diperoleh pada skenario do nothing akan dibandingkan dengan nilai Biaya Operasional Kendaraan pada skenario do something 1 dan juga skenario do something 2. Dari hasil perbandingan tersebut dilihat nilai penghematan yang mungkin diperoleh apabila melalui Jembatan Jembatan Lamreung – Limpok, Kabupaten Aceh Besar. 2.4

Penghematan Waktu Perjalanan

Penghematan waktu perjalanan yang dihitung pada perencanaan ini adalah selisih waktu perjalanan apabila melalui Jembatan Lamreung-Limpok, Kabupaten Aceh Besar,dibandingkan dengan waktu perjalanan apabila melintas dari simpang BPKP menuju kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala dan sekitarnyayang melintasi kawasan Ulee Kareng - Lamreung Jembatan Lamnyong - Darussalam. Kedua waktu perjalanan tersebut diamati dan dihitung dengan tujuan ingin diperoleh penghematan waktu perjalanan apabila melalui Jembatan Lamreung-Limpok dibandingkan bila melewati Jembatan Lamnyong.

3.

HASIL PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperlukan diolah dengan rumus-rumus dan teori-teori sehingga dapat diketahui besar biaya operasional kendaraan dan waktu perjalanan sebelum dan sesudah pembangunan Jembatan Lamreung-Limpok, Kabupaten Aceh Besar. 3.1

Volume Lalu Lintas

Berdasarkan hasil survei volume lalu lintas yang telah dilakukan, jumlah volume lalu lintas harian rata-rata pada ruas Jalan Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief untuk Hari Rabu, Kamis, dan Sabtu masing-masing sebesar 285 smp/jam, 353 smp/jam, dan 286 smp/jam. Sedangkan volume ratarata kendaraan dari Jalan T. Nyak Arief - Makam T. Nyak Arief untuk Hari Rabu, Kamis, dan Sabtu masing-masing sebesar 253 smp/jam, 311 smp/jam, dan 265 smp/jam. Sehingga didapatkan volume lalu lintas harian rata-rata total untuk kedua arah sebesar 584 smp/jam.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 24

Tabel 1.Kendaraan yang Melintas di Jembatan Lamreung–Limpok pada skenario do something 1 Jumlah Kendaraan

Asumsi Peralihan

Jumlah

Satuan

Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief

308

50%

154

smp/jam

T. Nyak Arief – Makam T. Nyak Arief

276

50%

138

smp/jam

292

smp/jam

Jalan

Total

Tabel 2. Kendaraan yang melintas di Jembatan Lamreung–Limpok pada skenario do something 2 Jumlah Kendaraan

Asumsi Peralihan

Jumlah

Satuan

Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief

308

70%

216

smp/jam

T. Nyak Arief – Makam T. Nyak Arief

276

70%

193

smp/jam

409

smp/jam

Jalan

Total

3.2

Kecepatan Lalu Lintas

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan kecepatan perjalanan untuk Jalan T. Iskandar-Lamreung dengan jarak tempuh 1,3 km, Jalan Lamreung - Makam T. Nyak Arief degan jarak tempuh 1,7 km, jalan Makam T. Nyak Arief - T. Nyak Arief degan jarak tempuh 1,5 km dan jalan T. Nyak Arief – Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala dengan jarak tempuh 1,4 km yaitu masing-masing 24 km/jam, 23 km/jam, 28 km/jam dan 21 km/jam. Jadi kecepatan rata-rata untuk Jalan T. Iskandar - Lamreung – Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief dengan jarak tempuh 5,9 km adalah 24 km/jam kecepatan ini yang dipakai pada perhitungan pada skenario do nothing. Kecepatan tempuh ruas jalan pengalihan (melalui jembatan Lamreung - Limpok) dengan jarak tempuh sejauh 4,7 km dianalisa berdasarkan MKJI. Berdasarkan analisa, hasil yang diperoleh sebesar 35 km/jam kecepatan ini dipakai sebagai kecepatan rencana yaitu pada skenario do something 1 dan do something 2. 3.3

Biaya Operasional kendaraan (BOK)

Berdasarkan hasil perhitungan biaya operasional kendaraan menggunakan Pedoman Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan Departemen PU (2005) yang meliputi biaya tidak tetap (running cost) dan Pacific Consultant International (2000) meliputi biaya tetap (fixed cost) diperoleh penghematan biaya opersional pada setiap kendaraan yang beralih menggukan Jembatan Lamreung-Limpok, Kabupaten Aceh Besar masing masing untuk mobil penumpang Rp. 347/kendaraan pada tiap km, truk Rp. 865/kendaraan pada tiap km, dan bus Rp. 800/kendaraan pada tiap km. Lebih jelasnya besar penghematan biaya operasional kendaraan per kilometer dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 25

Tabel 3. Total Penghematan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) per km Skenario Total Do Do Something 1 dan Penghematan Jenis Kendaraan Nothing Do Something 2 (Rp/km) (Rp/km) (Rp/km) Mobil Penumpang Bus Truk

(1)

(2)

(1-2)

2,846.00 7,294.00 6,596.00

2,499.00 6,428.00 5,796.00

347 866 800

Hasil perhitungan BOK pada kondisi do nothing untuk kendaraan dari arah Jalan T. Iskandar - Lamreung – Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief maupun sebaliknya adalah sebesar Rp. 21.049.164.472,96 .-/tahun, pada kondisi do something 1 melewati Jalan T. Iskandar - Lamreung – Jembatan Lamreung – Lingkar Kampus - Tgk. Syeh Abdul Rauf maupun sebaliknya dibutuhkan biaya operasional kendaraan sebesar Rp. 7.375.202.742,66 .- /tahun dan pada kondisi do something 2 melewati Jalan T. Iskandar - Lamreung – Jembatan Lamreung – Lingkar Kampus - Tgk. Syeh Abdul Rauf maupun sebaliknya dibutuhkan biaya operasional kendaraan sebesar Rp. 10.330.246.559,98.- /tahun. Oleh sebab itu pembangunan jembatan Lamreung - Limpok, Kabupaten Aceh Besar diperkirakan dapat mengurangi Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dari arah simpang BPKP menuju ke Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala maupun sebaliknya yang dahulunya melawati jalan T. Iskandar - Lamreung – Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief serta mengurangi volume kendaraan pada kawasan Simpang Restoran Lamnyong. Rendahnya biaya operasional kendaraan melewati Jembatan Lamreung – Limpok, Kabupaten Aceh Besar dipengaruhi oleh volume lalu lintas, jarak tempuh kendaraan, dan kecepatan rata-rata kendaraan. 3.4

Penghematan Waktu Perjalanan

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan skenario do nothing waktu yang dibutuhkan untuk melewati jalan Tgk. Iskandar – Lamreung dengan jarak tempuh 1,3 km adalah 3,25 menit, Jalan Lamreung - Makam T. Nyak Arief degan jarak tempuh 1,7 km adalah 4,43 menit, jalan Makam T. Nyak Arief - T. Nyak Arief degan jarak tempuh 1,5 km adalah 3,21 menit dan jalan T. Nyak Arief – Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala dengan jarak tempuh 1,4 km adalah 4 menit. Jadi total waktu yang diperlukan dari simpang BPKP menuju ke Kawasan Kampus Unversitas Syiah Kuala maupun sebaliknya melewati jalan T. Iskandar - Lamreung – Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief dengan jarak 5,9 km adalah 14,89 menit (± 15 menit). Waktu perjalanan yang di butuhkan pada skenario do something 1 dan do something 2 yaitu melewati jembatan Lamreung-Limpok, Kabupaten Aceh Besar terdiri dari kendaraan yang berpindah dari jalan Makam T. Nyak Arief - T. Nyak Arief. Waktu perjalanan dari simpang BPKP menuju ke Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala melewati jembatan Lamreung– Limpok, Kabupaten Aceh Besar maupun sebaliknya adalah 8,06 menit (8 menit). Berdasarkan hasil yang di peroleh pembangunan Jembatan Lamreung - Limpok, Kabupaten Aceh Besar dapat menghemat waktu perjalanan selama 7 menit.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

3.5

P a g e | 26

Pembahasan

Jembatan Lamnyong merupakan salah satu jembatan yang menghubungkan pengguna jalan dari arah kota Banda Aceh ke pusat pendidikan. Seiring dengan berjalannya waktu volume lalu lintas semakin meningkat yang diakibatkan oleh adanya peningkatan jumlah kendaraan bermotor setiap tahun.Oleh karena peningkatan volume kendaraan, kapasitas jembatan tersebut sudah tidak mampu menampung kendaraan yang melintas. Volume lalu lintas yang melewati jalan Makam T. Nyak Arief berbelok ke jalan T. Nyak Arief maupun sebaliknya adalah 584 smp/jam. Dengan adanya pembangunan jembatan Lamreung – Limpok, Kabupaten Aceh Besar skenario do something 1 dan do something 2 terjadi pengurangan volume lalu lintas pada jalan tersebut sebesar 292 smp/jam dan 409 smp/jam. Penghematan biaya operasional kendaraan yang diperoleh ketika melewati jembatan Lamreung – Limpok, Kabupaten Aceh Besar per km adalah untuk mobil penumpang sebesar Rp. 347.-/kendaraan, truk Rp. 866/kendaraan, dan bus Rp. 800/kendaraan. Besar penghematan biaya operasional kendaraan yang diperoleh per km dikalikan dengan jarak perjalanan dari Simpang BPKP menuju Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala maupun sebaliknya dengan jarak 4,7 km sehingga diperoleh penghematan biaya operasional kendaraan pada setiap perjalanan dari Simpang BPKP menuju Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala maupun sebaliknya sebesar Rp. 1.630,9.- untuk mobil penumpang, Rp. 3.760.- untuk truk dan Rp. 4.070,2.- untuk bus. Biaya operasional kendaraan yang dibutuhkan pada skenario do nothing adalah sebesar Rp. 21.049.164.472,96 ,- per tahun. Dengan adanya pembangunan jembatan Lamreung Limpok, Kabupaten Aceh Besar maka pada skenario do something 1 dengan asumsi 50% beralih melawati Jembatan Lamreung - Limpok dan 50% masih tetap melewati Jembatan Lamnyong diperoleh biaya operasioanal sebesar Rp. 17.899.784.982,09.- per tahun dan pada skenario do something 2 dengan asumsi 70% beralih melawati Jembatan Lamreung - Limpok dan 30% masih tetap melewati Jembatan Lamnyong diperoleh biaya operasioanal sebesar Rp. 16.644.995.906.00.- per tahun. Maka dapat disimpulkan besar penghematan biaya operasional kendaraan pada skenario do something 1 dan skenario do something 2 masing-masing sebasar Rp. 3.149.379.490,87.- per tahun dan Rp. 4.404.168.566,96.- per tahun. Lebih jelasnya besar penghematan biaya operasional kendaraan pada skenario do something 1 dan skenario do something 2 dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5 dibawah ini.

No. 1 2

Tabel 4. Penghematan biaya operasional kendaraan skenario do something 1 Total Total Kondisi BOK Penghematan BOK do something 1 Rp/tahun Rp/tahun Do nothing 21.049.164.472,96 3.149.379.490,87 Do something 1 17.899.784.982,09

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 27

Tabel 5. Penghematan biaya operasional kendaraan skenario do something 2 NO 1 2

Kondisi Do nothing Do something 2

TOTAL

TOTAL

BOK

Penghematan BOK do something 2

Rp/tahun

Rp/tahun

21.049.164.472,96 16.644.995.906,00

4.404.168.566,96

Waktu perjalanan yang dibutuhkan pada sekenario do nothingadalah 15 menit setiap kali perjalanan. Dengan adanya pembangunan jembatan Lamreung – Limpok, Kabupaten Aceh Besar waktu yang diperlukan untuk setiap perjalanan dari simpang BPKP menuju Kawasan Kampus Universitas Syiah Kuala adalah 8 menit. Maka diperoleh penghematan waktu selama 7 menit setiap perjalanan jika melewati jembatan ini. 4.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Volume lalu lintas pada kondisi existing sebesar 584 smp/jam pada Jalan Makam T. Nyak Arief berbelok ke Jalan T. Nyak Arief. Sedangkan volume lalu lintas yang diasumsikan akan beralih ke Jembatan Lamreung - Limpok, Kabupaten Aceh Besar skenario do something 1 adalah 292 smp/jam dan skenario do something 2 adalah 409 smp/jam. 2. Penghematan biaya operasional kendaraan yang terjadi pada Jalan T. Iskandar – Lamreung – Makam T. Nyak Arief – T. Nyak Arief maupun sebaliknya skenario do something 1 sebesar 3.149.379.490,87,- per tahun dan skenario do something 2 sebesar 4.404.168.566,96.- per tahun. semakin banyak lalu lintas yang beralih menggunakan Jembatan Lamreung-Limpok maka semakin besar penghematan biaya operasional yang diperoleh. 3. Penghematan waktu perjalanan yang diperoleh ketika melewati Jembatan Lamreung Limpok, Kabupaten Aceh Besar adalah 7 menit pada setiap perjalanan. 5.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis menyarankan : 1. Mencoba beberapa skenario pengalihan arus yang lebih lanjut untuk menghemat biaya operasional kendaraan pada Simpang Restoran Lamnyong; 2. Perlu dilakukan perhitungan volume lalu lintas pada Simpang Restoran Lamnyong setelah selesainya pembangunan Jembatan Lamreung – Limpok, Kabupaten Aceh Besar; DAFTAR PUSTAKA [1]

[2]

Afriandi, M, 2011, Studi Penggunaan Jalan Alternatif Terhadap Biaya Operasional Kendaraan (BOK) (Studi Kasus Jalan Simpang BPKP menuju Desa Meunasah Manyang Aceh Besar), Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Akbar, F, 2011, Manajemen Simpang Tak Bersinyal (study Kasus Simpang Restoran Lamnyong), Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

[3] [4] [5] [6] [7] [8] [9]

[10]

[11] [12] [13] [14] [15] [16]

[17] [18] [19]

P a g e | 28

Anonim, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia,Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Bina Jalan Kota (Binkot), Jakarta. Anonim, 2000, Metode Perhitungan Biaya Operasional Kendaraan, Pacific Consultant International (PCI). Anonim, 2005, Pedoman Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan Bagian I: Biaya Tidak Tetap (Running Cost), Departemen PU, Jakarta. Anonim, 2006, Pedoman Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan, Pd T-15-2005-B, Badan Litbang PU, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Bukhari, R.A & Sofyan, M.S 2002, Rekayasa Lalu Lintas I, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Bukhari RA, 2004, Rekayasa Lalu Lintas II, Bidang Studi Teknik Transportasi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Chaliq, N, 2011, Analisis Kinerja Simpang Tak Bersinyal Berlengan Empat (Studi Kasus Pada Persimpangan Bundaran Lamnyong, Banda Aceh), Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Fahmi, ZN. I, 2011, Tinjauan Kelayakan Ekonomi Pembangunan Jalan Sp. OpakRantau-Batas Sumut, Kabupaten Aceh Tamiang, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Faisal, R, 2011, Analisis Kinerja Simpang Bersinyal Berlengan Empat (Studi Kasus Simpang BPKP, Banda Aceh), Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Fujiarti, D, 2011, Manajemen Simpang Tujuh Ulee Kareng Dengan Menggunakan Bundaran, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Hobbs, F.D, 1995, Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Terjemahan Suprapto dan Waldijono, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Kepolisian Republik Indonesia Daerah Aceh Direktorat Lalu Lintas, 2011. Khisty, C. J., dan B. Kent Lall., 2006, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi jilid II, Penerbit Erlangga, Jakarta. Oktakhalija, D, 2011, persepsi masyarakat terhadap sarana dan prasarana lalu lintas (Jembatan Lamnyong dan Jembatan Lamreung-Limpok), Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Sudjana, 2005, Metode Statistika, ed.6, Penerbit Tarsito, Bandung. Tamin, O.Z, 2003, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Bandung. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 19 - 28

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 29

Pengaruh Zat Tambah Abu Cangkang Sawit Terhadap Kuat Tekan Beton Mutu Tinggi Andi Yusra1, Astiah Amir2 1,2

Jurusan Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar, Alue Penyareng, Meulaboh Aceh Barat 23615,

email: [email protected], [email protected] Abstract Concrete which used as structure in construction of civil engineering, can be exploited to a lot of matter. Generally in civil engineering, concrete structure used for the building of foundation, column, beam, plate or shell plate. The mentioned show how important are use of concrete in the field of civil engineering so that required by a circumstantial recognition hit the nature of substance of concrete . To yield the concrete with the high strength, use water or water cement ratio shall minimize with the consequence of concrete workmanship will become difficult because of concrete will become very jell, workability value become to minimize. The mentioned can be overcome by enhancing substance additive like superplasticizer. In this research used additives that is fly ash of palm shell with the addition of percentage of the weight of the cement 0 %, 5 %, 8 %, 10 % and 15 %, it also used superplasticizer (viscocrete N-10) with the addition of percentage of the weight of the cement 1,5%. Concrete was designed with water cement ratio 0,30. Test were conducted was strength test of high strength concrete at 28 and 56 age days. Compressive strength test covered of concrete cylinder by 15 cm in diameter and 30 cm height. Amount of sample test was 30, where each variable used 3 samples. Result of high strength concrete compression test at age 28 days, show at addition of each fly ash of palm shell, 0% yielding strength (54,14 MPA), 5% (59,04 MPA), 8% (47,03 MPA), 10% (52,44 MPA), and 15% (60,74 MPA). For the high strength concrete compression test at age 56 days, 0% yielding strength (57,91 MPA), 5% (64,89 MPA), 8% ( 57,91 MPA), 10% ( 56,21MPa), and 15% (69,23 MPA). Happen by strength addition 13,98% at age 56 day compared to strength at age 28 days with the addition of fly ash equal to 15%. Keywords - High Strength Concrete, Fly Ash of Palm Shell, and Age of Test

Abstrak Beton yang digunakan sebagai struktur dalam konstruksi teknik sipil, dapat dimanfaatkan untuk banyak hal. Umumnya dalam teknik sipil, struktur beton digunakan untuk bangunan pondasi, kolom, balok, pelat atau pelat cangkang. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya penggunaan bahan beton dalam dunia teknik sipil sehingga dibutuhkan pengenalan yang mendalam mengenai sifat-sifat bahanbahan penyusun beton. Untuk menghasilkan beton dengan kekuatan tinggi, penggunaan air atau faktor air semen terhadap semen haruslah kecil dengan konsekuensi pengerjaan beton akan menjadi sulit karena campuran beton atau beton muda akan menjadi sangat kental, nilai workabilitasnya menjadi kecil. Hal tersebut dapat diatasi dengan menambahkan bahan tambah seperti superplasticizer.Penelitian ini menggunakan zat tambah yaitu abu cangkang sawit, dimana jumlah yang ditambahkan adalah 0 %, 5 %, 8 %, 10 % dan 15 % terhadap berat semen, juga digunakan superplastizer (Viscocrete N 10) sebanyak 1,5 % dari berat semen. Beton direncanakan dengan faktor air semen (FAS) sebesar 0,3. Pengujian dilakukan terhadap kuat tekan beton pada umur 28 dan 56 hari. Pengujian kuat tekan dilakukan pada benda uji silinder beton dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Jumlah benda uji 30 buah, setiap variabel menggunakan 3 buah benda uji. Hasil pengujian kuat beton pada umur 28 hari menunjukkan pada penambahan masing-masing abu cangkang sawit, 0% menghasilkan kuat tekan (54,14 MPa), 5% (59,04 MPa), 8% (47,53 MPa), 10% (52,44 MPa), dan 15% (60,74 MPa). Untuk umur pengujian 56 hari, 0% menghasilkan kuat tekan (57,91 MPa), 5% (64,89 MPa), 8% (57,91 MPa), 10% (56,21MPa), dan 15% (69,23 MPa). Terjadi penambahan kekuatan 13,98% pada umur 56 hari dibandingkan kuat tekan pada umur 28 hari dengan penambahan abu cangkang sawit sebesar 15%. Kata kunci - Kuat Tekan, Fly Ash batu bara, dan Umur Pengujian

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 30

1. PENDAHULUAN

B

eton yang digunakan sebagai struktur dalam konstruksi teknik sipil, dapat dimanfaatkan untuk banyak hal. Umumnya dalam teknik sipil, struktur beton digunakan untuk bangunan pondasi, kolom balok, pelat atau pelat cangkang. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya penggunaan bahan beton dalam dunia teknik sipil sehingga dibutuhkan pengenalan yang mendalam mengenai sifat-sifat bahan-bahan penyusun beton. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti beton terdahulu menghasilkan suatu kontradiksi. Untuk menghasilkan beton dengan kekuatan tinggi, penggunaan air atau faktor air semen terhadap semen haruslah kecil dengan konsekuensi pengerjaan beton akan menjadi sulit karena campuran beton atau beton muda akan menjadi sangat kental, nilai workabilitasnya menjadi kecil. Hal tersebut dapat diatasi dengan menambahkan bahan tambah seperti superplasticizer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar kuat tekan beton mutu tinggi yang dihasilkan dengan menggunakan abu cangkang sawit dan superplasticizer sebagai bahan tambah. Bahan tambah yang digunakan adalah abu cangkang sawit dengan persentase penambahan 0%, 5%, 8%, 10% dan 15% dari berat semen terhadap kuat tekan dengan faktor air semen (FAS) 0,30, serta penambahan superplasticizer (Viscocrete N 10) masing-masing 1,5% terhadap berat semen. Pada penelitian ini juga dilakukan pemeriksaan sifat-sifat fisis terhadap agregat sebagai material pembentuk beton untuk mendapatkan material yang baik sesuai dengan Anonim (1982). Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 28 hari dan 56 hari. Mix Design beton mutu tinggi ini direncanakan untuk mutu beton 70 MPa (Aulia, 1999). Digunakan batu pecah dengan diameter agregat maksimum 16 mm. Gradasi butiran yang digunakan dalam mix design beton ini adalah (0 - 2) mm, (2 - 5) mm, (5 - 8) mm, (8 – 11) mm dan (11 – 16) mm (Mahdi, 2008).

2. METODE PENELITIAN 2.1

Material

Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland, agregat dari Krueng Aceh, bahan tambah abu cangkang sawit diambil dari PT. Scofindo daerah Nagan Raya dan superplasticizer produksi PT. Sika Indonesia. Semen yang digunakan adalah semen portland Tipe I produksi PT. Semen Andalas Indonesia (PT. SAI). Pemeriksaan laboratorium terhadap semen ini tidak dilakukan karena telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 15-204901994. Pemeriksaan terhadap agregat kasar dan agregat halus dilakukan terhadap sifat-sifat agregat yang meliputi berat jenis (specific gravity), penyerapan (absorbtion), berat volume (bulk density), analisa saringan (sieve analyisis), sifat-sifat ketahanan agregat dan kadar bahan organik. Pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat kasar dan agregat halus didasarkan pada standar ASTM. Agregat kasar yang digunakan adalah batu pecah dengan diameter agregat maksimum 16 mm. Bahan tambah abu cangkang sawit didapat dari hasil pembakaran tanur tinggi pabrik pengolahan kelapa sawit PT. Scofindo di daerah Nagan Raya, sedangkan superplasticizer diperoleh dari PT. Sika Indonesia. Pemeriksaan komposisi kimia terhadap abu cangkang sawit, adalah kandungan Silicon Dioxide (SiO2), Aluminium Oxide (Al2O2), Ferric Oxide (Fe2O3) dan Sulphur Oxide (SO3). Pemeriksaan kandungan kimia ini dilakukan di laboratorium penguji BARISTAND Industri Banda Aceh. 2.2

Perencanaan dan Pengerjaan Campuran Beton

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 31

Perencanaan komposisi campuran beton (concrete mix design) direncanakan berdasarkan metode perbandingan berat material pembentuk beton. Untuk rancangan campuran beton mutu tinggi ini diperkirakan kuat tekan rencana 70 Mpa untuk benda uji silinder 15/30 cm, faktor air semen 0,30, persentase fly ash yang digunakan 0%, 5%, 8%, 10% dan 15% dari berat semen. 2.3

Rancangan Benda Uji

Untuk maksud penelitian ini dibuat benda uji yang berjumlah 30 buah dengan bentuk silinder (Ø 15 cm, T = 30 cm), dengan masing-masing variabel berjumlah 3 buah benda uji. 2.4

Pengujian Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan silinder beton dilakukan pada umur 28 hari dan 56 hari. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin penguji kuat tekan merek Ton Industrie kapasitas 100 ton dan 400 ton yang berada di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik UNSYIAH.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1

Sifat-Sifat Fisis Agregat

Data pendukung penelitian diperoleh dari hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa agregat yang digunakan memenuhi syarat sebagai material pembentuk beton. 3.2

Berat volume

Hasil perhitungan berat volume rata-rata yang diperoleh untuk setiap jenis agregat diperlihatkan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan perhitungan berat volume Jenis

No

Agregat

Berat Volume (kg/l)

1.

Coarse Aggregate (11-16 mm)

1,566

2.

Coarse Aggregate (8-11 mm)

1,553

3.

Coarse Aggregate (5-8 mm)

1,546

4.

Coarse Sand (2-5 mm)

1,469

5.

Fine Sand (0-2 mm)

1,465

Referensi Orchard (1979)

Troxell (1968) > 1,560

> 1,445 > 1,400

Agregat yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai material pembentuk beton sebagaimana yang disarankan oleh Orchard (1979) yaitu berat volume agregat yang baik lebih besar dari 1,445 kg/l dan Troxell (1968) yaitu berat volume agregat kasar lebih besar dari 1,560 kg/l dan untuk pasir kasar serta pasir halus lebih besar dari 1,400 kg/l. 3.3

Berat jenis dan absorbsi

Hasil perhitungan berat jenis dan absorbsi zat tambahan diperlihatkan pada Tabel 2–3 berikut ini. Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 32

Tabel 2. Hasil pemeriksaan perhitungan berat jenis agregat Berat Jenis No

Referensi

Jenis Agregat SG

(SSD)

SG (OD)

1.

Coarse Aggregate (11-16mm)

2,734

2,69

2.

Coarse Aggregate (8-11 mm)

2,685

2,64

3.

Coarse Aggregate (5-8 mm)

2,517

2,489

4.

Coarse Sand (2-5 mm)

2,432

2,398

5.

Fine Sand (0-2 mm)

2,513

2,475

Troxell (1968)

2,500 - 2,800

2,000 – 2,600

Tabel 3. Hasil pemeriksaan perhitungan absorbsi agregat No

Jenis Agregat

Referensi

Absorbsi (%)

1.

Coarse Aggregate (11-16mm)

1,657

2.

Coarse Aggregate (8-11 mm)

1,708

3.

Coarse Aggregate (5-8 mm)

1,12

4.

Coarse Sand (2-5 mm)

1,413

5.

Fine Sand (0-2 mm)

1,519

Orchard (1979)

0,400 – 1,900

Dari Tabel 2 terlihat bahwa berat jenis agregat jenuh air kering permukaan (SSD) yang digunakan telah memenuhi ketentuan yang disarankan oleh Troxell (1968) yaitu untuk kerikil berkisar antara 2,5 – 2,8 dan untuk pasir berkisar antara 2,0 – 2,6. Sedangkan berat jenis agregat kering oven (OD) yang diperoleh masih masuk dalam kategori yang ditentukan oleh Troxell (1968) yaitu yaitu untuk kerikil berkisar antara 2,5 – 2,8 dan untuk pasir berkisar antara 2,0 – 2,6. Selanjutnya pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai absorbsi kerikil, pasir kasar, dan pasir halus yang diperoleh masih sesuai dengan nilai absorbsi yang ditentukan oleh Orchard (1979) yaitu 0.4% sampai dengan 1.9%. 3.4

Susunan Butiran Agregat (gradasi)

Data yang diperoleh dari analisa saringan digunakan untuk melihat susunan butiran agregat yang digunakan dalam campuran beton. Nilai fineness modulus yang diperoleh dari analisa saringan dapat dilihat pada Tabel 6. Fineness modulus tersebut telah memenuhi ketentuan ASTM (Anonim, 2004) yaitu diantara 5.5 – 8.0 untuk kerikil, diantara 2.9 – 3.2 untuk pasir kasar dan diantara 2.2 – 2.6 untuk pasir halus. Tabel 6. Nilai Fineness Modulus (FM) Agregat. Jenis

No

Agregat

Modulus Kehalusan (FM) ASTM

1.

Coarse Aggregate (11-16mm)

8

2.

Coarse Aggregate (8-11 mm)

7

3.

Coarse Aggregate (5-8 mm)

6

4.

Coarse Aggregate (2-5 mm)

5.

Fine Sand (0-2 mm)

6.

Agregat campuran

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Referensi (2004 sampai dengan)

Mulyono

(2005)

5,500 – 8,000

5,000 – 8,000

2,586

2,200 – 2,600

1,500 – 3,800

5,626

4,000 – 7,000

5,000 – 6,000

5

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 33

Hasil perhitungan fineness modulus agregat campuran adalah 5,626. Nilai ini telah sesuai dengan ketentuan diperlihatkan standar ASTM (Anonim, 2004) yaitu antara 4,0 – 7,0. Hasil perhitungan dapat dilihat bahwa susunan butiran agregat campuran berada pada daerah “3” Berdasarkan Mulyono (2005), susunan butiran agregat campuran juga masuk dalam kategori gradasi baik (Gambar 1) berikut ini.

120

Susunan Butiran Yang Direncanakan

100 80 60 40 20 0 0,1

1

10

100

Berdasarkan Referensi Buku Tekton Trimulyono

Gambar 1

3.5

Grafik susunan butiran agregat campuran yang direncanakan berdasarkan Mulyono, 2005

Kandungan bahan organik

Hasil pemeriksaan kandungan bahan organik pada agregat halus menunjukkan bahwa warna larutan yang timbul adalah kuning muda. Hal ini menandakan bahwa pasir yang digunakan untuk campuran beton termasuk dalam kategori tidak mengandung bahan organik berlebihan dan dapat digunakan untuk campuran beton. 3.6

Pemeriksaan Kandungan Abu Cangkang Sawit

Pemeriksaan Kandungan kimia untuk zat tambahan dilakukan di BARISTAND Industri Banda Aceh. Hasil pemeriksaan diperlihatkan pada Tabel 8. Terlihat bahwa jumlah kandungan SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 untuk abu cangkang sawit adalah 26,65%; 9,6%; 17,56%; dan 2,51%. Berdasarkan ketentuan ASTM jenis abu cangkang sawit termasuk ke dalam fly ash kategori C. Tabel 7. Komposisi Kimia Abu Cangkang Sawit Zat Tambahan

Parameter Uji

Satuan

Metode Uji

Hasil

SiO2

%

Gravimetri

34,11

Abu Cangkang Sawit

Al2O3

%

Gravimetri

3,57

Fe2O3

%

AAS

2,06

SO3

%

Titrimetri

0,2

3.7

Rancangan Campuran Beton

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 34

Perhitungan rancangan campuran (mix design) beton dengan penambahan abu cangkang sawit. Perhitungan ini berdasarkan perhitungan perbandingan berat material sesuai dengan penelitian (Aulia, 1999) dan (Mahdi, 2008). Tabel 8. Komposisi material untuk 1 M3 Nama Zat Tambah

Abu Cangkang Sawit

Persentase Penambahan (%) 0 5 8 10 15

Air

Semen

(kg) 165 165 165 165 165

(kg) 550 550 550 550 550

Zat Tambah (kg) 0,00 27,50 44,00 55,00 82,50

Agregat dengan diameter (mm)

SP (kg) 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25

0-2 (kg) 496,68 482,13 473,40 467,58 453,04

2-5 (kg) 165,56 160,71 157,80 155,86 151,01

5-8 (kg) 248,34 241,06 236,70 233,79 226,52

8 - 11 (kg) 248,34 241,06 236,70 233,79 226,52

11 - 16 (kg) 496,68 482,13 473,40 467,58 453,04

Berat Campuran (kg) 2378,85 2357,84 2345,25 2336,85 2315,88

Dari tabel di atas dapat dilihat komposisi dari masing-masing bahan pembentuk beton dalam satuan berat dimana jumlah berat semen tetap dipertahankan sedangkan jumlah bahan tambah masing-masing sesuai dengan persentase penambahan. Komposisi tersebut untuk jumlah campuran beton dalam satu meter kubik (1 M3). 3.8

Nilai Slump

Pada penelitian ini juga diukur nilai kekentalan campuran beton dengan mengukur nilai slump yang terjadi pada masing-masing perlakuan.

Gambar 2 Diagram Nilai Slump Beton Mutu Tinggi

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan nilai slump pada setiap pengecoran diperlihatkan pada Gambar 2. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa nilai slump adukan beton Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 35

berkisar antara15,4 cm sampai 18 cm. Berdasarkan Gambar 2 di atas dapat disimpulkan bahwa beton yang menggunakan zat tambah mempunyai nilai slump yang lebih besar dibandingkan dengan beton tanpa zat tambahan. Berarti beton yang menggunakan zat tambah abu cangkang sawit 8% dan viscocrete N10 1,5% mempunyai nilai workabilitas yang lebih baik. 3.9

Kuat tekan silinder beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat benda uji berumur 28 hari dan 56 hari. Benda uji yang diuji terlebih dahulu ditimbang beratnya sebelum dilakukan uji kuat tekan. Dari hasil pengujian kuat tekan beton mutu tinggi, diperoleh bahwa kuat tekan beton mutu tinggi menunjukkan bahwa mutu beton termasuk beton mutu tinggi sesuai dengan referensi yang tercantum dalam tinjauan pustaka. Kekuatan yang paling tinggi didapat pada penambahan bahan tambah 15% dengan umur pengujian 56 hari yaitu sebesar 69,23 MPa lebih besar dari 41,4 MPa (ACI, 2004) dan hampir mendekati mutu beton rencana yaitu 70 MPa. Dapat disimpulkan juga bahwa terjadi peningkatan kuat tekan dari 60,74 MPa (umur 28 hari) ke 69,23 MPa (umur 56 hari), peningkatan kuat tekan yang terjadi adalah sebesar 13,98%, hal ini menunjukkan bahwa umur pengujian memberikan pengaruh terhadap kuat tekan. Tabel 9. Hasil pengujian kuat tekan untuk benda uji beton dengan penambahan abu cangkang sawit (Ø 15 cm & T 30 cm) Zat Tambah

Persentase Penambahan

Abu Cangkang Sawit

0% 5% 8% 10% 15%

Kuat Tekan Rata-Rata (MPa) 28 Hari 54,14 59,04 47,53 52,44 60,74

56 Hari 57,91 64,89 57,91 56,21 69,23

Persentase Peningkatan Kuat Tekan 6,97% 9,90% 21,83% 7,19% 13,98%

Modulus Elastisitas Rata-Rata (MPa) 30759,26 27333,61 33240,77 34273,59 34510,34

46327,04 30180,51 32171,56 33862,17 31901,61

Gambar 3. Grafik Kuat Tekan Mutu Beton Tinggi dengan penambahan Abu Cangkang Sawit

4

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

KESIMPULAN

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 36

1. Hasil pengujian kuat tekan terbesar diperoleh dari beton dengan penambahan abu cangkang sawit sebesar 15% dengan kuat tekan rata-rata 69,23 MPa pada pengujian umur 56 hari. 2. Penggunaan bahan tambah abu cangkang sawit meningkatkan kuat tekan beton pada umur pengujian 56 hari, hal ini menunjukkan bahwa bahan tambah tersebut bisa dipakai sebagai pengganti Silica Fume, sebagai bahan pengganti alternatif dalam pembuatan beton mutu tinggi. 3. Terjadi peningkatan kuat tekan sebesar 13,98% pada beton umur 56 hari dengan persentase penambahan abu cangkang sawit 15% dari berat semen. 4. Beton yang dihasilkan termasuk kedalam kategori beton mutu tinggi.

5

SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mencari zat tambahan jenis lain sebagai pengganti Silica Fume, dan memperhalus butiran zat tambahan dengan menggunakan ayakan lebih kecil dari ayakan no #200, sehingga meningkatkan fungsi dari zat tambahan tersebut. 2. Perlu dilakukan produksi zat tambahan dengan cara yang lebih efisien dan dalam jumlah besar sebagai pengganti Silica Fume sehingga bisa menekan biaya pembuatan beton mutu tinggi. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah umur pengujian sampai umur 90 hari atau lebih, sehingga bisa dilihat seberapa besar peningkatan kuat tekan yang akan dihasilkan akibat bertambahnya umur benda uji. 4. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan variasi persentase SP (Superplasticizer), menggunakan 2% sampai 4% penambahan SP dalam campuran untuk melihat pengaruhnya terhadap kekuatan beton.

DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim, 1995, Guide for The Use of Silica Fume in Concrete, Vol. 92, No. 4, ACI Materials Journal. [2] Anonim, 1971, Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (NI-2), Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Bandung. [3] Anonim, 1991, Recommended Practice for Selecting Proportion for Normal and Heavy Weight Concrete, American Institute Committee 211, ACI Standard [4] Aulia, T. B., 1999, Effect of Mechanical Properties of Aggregate on The Ductility of High Performance Concrete, Karsten Deutschman, Lacer No. 4, 133 – 147. [5] Dobrowolski, A. J., 1988, Concrete Construction Hand Book New York, The McGraw-Hill Companies, Inc.. [6] Mahdi, 2008, Pengaruh Agregat Terhadap Sifat-Sifat Mekanis Beton Mutu Tinggi, Tesis, Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala. [7] Mehta, P.K. dan Monteiro, P.J.M., 2006, Concrete, Mac-Graw Hill, USA, pp. 121-198. [8] Mulyono, T., 2005, Teknologi Beton, Penerbit Andi Yogyakarta. [8] Muttaqin, 1998, Perilaku Mekanik Beton Dengan Agregat Ringan Buatan Bergradasi Tidak Kontinu, Tesis, Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 29 - 36

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 37

Analisis Proporsi Bubur Kertas dan Pasir Terhadap Sifat Mekanis Beton Kertas (Papercrete) Desi Israini1, Aulia Rahman 2 1,2

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar Alue Penyareng, Meulaboh Aceh Barat 23615,

e-mail: 1 [email protected], [email protected] Abstract The purpose of this study was to analyze the proportion of pulp and paper sand to produce concrete that has split tensile strength and flexural maximum tensile strength and yield concrete lighter paper. Concrete composition paper consists of cement, water, paper pulp, and sand. The mixture composition of the initial volume of cement and aggregate is 1: 2, with the water-cement factor of 0.25. Variations in the use of pulp in the portion of the aggregate is 30%; 40%; 50%; 60% and 70% to be compared with normal concrete without pulp and coarse aggregate (concrete normal comparison). Specimens used in this study is a cylinder measuring 15 cm x 30 cm for testing the tensile strength and beam sides measuring 40 cm x 10 cm x 10 cm for flexural tensile strength testing. The results of data analysis indicated the presence of a strong proportion of pulp to pull apart and flexural tensile strength of concrete paper when compared to normal concrete comparison. Maximum tensile strength divided on the proportion of pulp 40%, a decrease of 33.235% (21.254 kg / cm2) when compared to the tensile strength of normal concrete comparison of 31.834 kg / cm2. As for testing the flexural tensile strength, the maximum proportion of pulp 30%, a decrease of 31.774% (47.025 kg / cm2) when compared with normal concrete flexural strength comparison of 68.925 kg / cm2. The proportion of pulp 30-40% gave a strong pull apart and bending tensile strength that is still lower than the normal concrete comparison. Keywords : concrete paper , split tensile strength , flexural tensile strength.

Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis proporsi bubur kertas dan pasir sehingga menghasilkan beton kertas yang memiliki kuat tarik belah dan kuat tarik lentur yang maksimal dan menghasilkan beton kertas yang lebih ringan. Komposisi beton kertas terdiri dari semen, air, bubur kertas, dan pasir. Campuran komposisi volume awal semen dan agregat adalah 1 : 2, dengan faktor air semen 0,25. Variasi penggunaan bubur kertas pada porsi agregat adalah 30%; 40%; 50%; 60% dan 70% yang akan dibandingkan dengan beton normal tanpa bubur kertas dan agregat kasar (beton normal pembanding). Benda uji yang digunakan pada penelitian ini adalah silinder berukuran 15 cm x 30 cm untuk pengujian kuat tarik belah dan balok berukuran 40cmx10cmx10cm untuk pengujian kuat tarik lentur. Hasil analisis data menunjukkan adanya pengaruh proporsi bubur kertas terhadap kuat tarik belah dan kuat tarik lentur beton kertas jika dibandingkan terhadap beton normal pembanding. Kuat tarik belah maksimal pada proporsi bubur kertas 40%, turun sebesar 33,235 % (21,254 kg/cm2) jika dibandingkan dengan kuat tarik beton normal pembanding sebesar 31,834 kg/cm2. Sedangkan untuk pengujian kuat tarik lentur, maksimal pada proporsi bubur kertas 30%, turun sebesar 31,774 % (47,025 kg/cm2) jika dibandingkan dengan kuat lentur beton normal pembanding sebesar 68,925 kg/cm2. Proporsi bubur kertas 30–40% memberikan kuat tarik belah dan kuat tarik lentur yang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan beton normal pembanding. Kata kunci : beton kertas, kuat tarik belah, kuat tarik lentur

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 38

1.

PENDAHULUAN

S

aat ini telah banyak kemajuan teknologi yang ada pada pembangunan infrastruktur. Mulai dari metode pembangunan, peralatan canggih sampai ditemukannya bahan-bahan baru yang lebih efektif dan ekonomis. Perkembangan ini terus dikembangkan baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Beton sebagai salah satu pilihan utama pada pembangunan, termasuk yang teknologinya terus dikembangkan. Perkembangan ini ditujukan untuk mendapatkan beton yang lebih kuat dan ekonomis. Fokus yang banyak dipelajari adalah bagaimana menemukan bahan-bahan pembentuk beton yang mampu mencapai hal tersebut. Beton kertas (Papercrete) atau beton dengan substitusi kertas telah banyak digunakan sebagai dinding, karena lebih ringan dan ekonomis. Selain itu, dengan menggunakan kertas bekas ini maka secara tidak langsung kita juga membantu mengurangi sampah–sampah kertas sehingga bahan ini dapat dikatakan ramah lingkungan. Selaras dengan (UU NO.32 tahun 2009) dan Peraturan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 2008 tentang pengelolaan lingkungan hidup dengan mendayagunakan kembali bahan limbah, maka pemanfaatan limbah kertas HVS sebagai bahan baku beton merupakan salah satu alternatif yang dapat diaplikasikan. Kertas HVS yang berupa kertas limbah sekolah dan perkantoran, merupakan material organik berbahan dasar serat yang tepat untuk diolah menjadi salah satu bahan yang mendukung untuk meningkatkan karakteristik beton dari segi ekonomis, ringan, dan tahan terhadap perubahan suhu (Sugesty, 2009 : 4). Selain mudah didapat, kertas limbah perkantoran juga tersedia dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, mengingat terbatasnya sumber daya alam berupa pasir dan batu pecah, pemanfaatan limbah kertas ini dapat mengurangi penggunaan material alam. Kertas yang didapat sebahagian besar adalah kertas yang telah bertulisan atau telah digunakan, namun dalam penelitian ini, penelitian dilakukan dengan mengabaikan efek tinta. Limbah kertas tersebut diolah hingga menjadi bubur kertas, dengan tujuan untuk mempermudah dalam pengadukan campuran. Pada penelitian Irvan (2011), telah dihitung kuat tekan maksimal beton setelah dilakukan subsitusi bubur kertas sebagai campuran agregat dalam perbandingan tertentu. Pada komposisi perbandingan volume agregat dan bubur kertas sebesar 70:30, berat jenis beton kertas berkurang 30% dari berat beton normal, hal ini dikarenakan pada penelitian tersebut split digunakan sebagai agregat kasar, sehingga berat beton tidak banyak berkurang. Untuk mendapatkan beton kertas yang lebih ringan, pada penelitian ini tidak digunakan agregat kasar, hanya menggunakan agregat halus yaitu pasir dan agregat buatan berupa bubur kertas. Kuat tekan maksimum yang diperoleh pada proporsi 70:30 ini, bila dibandingkan dengan kuat tekan beton normal, memiliki kuat tekan yang masih di bawah beton normal. Hal ini disebabkan bubur kertas dalam campuran beton merupakan bahan yang mempunyai daya serap air yang tinggi sehingga kelembapan beton menjadi tinggi menyebabkan proses hidrasi beton terganggu. Disamping itu, bubur kertas yang kasar memiliki bidang gelincir yang kecil sehingga workabilitas menjadi rendah. Penambahan zat aditif adalah suatu solusi yang tepat untuk memperbaiki kualitas beton kertas. Pada penelitian ini, rendahnya workabilitas dan capaian kuat tekan beton menjadikan penggunaan superplasticizer dapat menjadi solusi. Penggunaan superplasticizer meningkatkan workability beton. Superplasticizer pada penelitian ini digunakan Sikament-NN. Pada penelitian ini komposisi beton kertas terdiri dari semen, air, bubur kertas, dan pasir. Campuran komposisi volume awal semen dan agregat adalah 1 : 2, dengan faktor air semen 0,25 dan digunakan superplasticizer. Variasi penggunaan bubur kertas pada porsi agregat selanjutnya divariasikan menjadi 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70% dan kemudian dibuat benda uji pembanding beton normal tanpa bubur kertas dan agregat kasar (beton normal pembanding). Variasi ini

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 39

melanjutkan penelitian Irvan (2011) yang menggunakan 3 macam persentase substitusi bubur kertas yaitu 30%, 40% dan 50% pada porsi agregat, karena digunakan split sebagai agregat kasar, beton kertas yag dihasilkan belum dapat diklasifikasikan beton ringan dengan kuat tekan yang sudah mencapai kuat tekan beton ringan. Oleh karena itu dibuat penambahan persentase bubur kertas yaitu 30%, 40%, 50%, 60% dan, 70% dan tidak digunakan agregat kasar untuk menjadikan beton lebih ringan dan dengan variasi persentase tersebut dapat dilihat penyebaran kekuatannya. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Beton Ringan (Lightweight Concrete)

Menurut Nawy (1998), beton ringan adalah beton yang mempunyai kekuatan tekan pada umur 28 hari lebih dari 200 psi (1,38 Mpa) dan berat volume kurang dari 115 lb/ft3. Anonim (2002), beton ringan adalah beton yang mengandung agregat ringan dan mempunyai berat volume tidak lebih dari 1900 kg/m3. Menurut Neville (1999) penggolongan kelas beton ringan berdasarkan berat jenis dan kuat tekan yang harus dipenuhi dapat dibagi tiga yaitu: 1. Beton ringan dengan berat volume rendah (Low Density Concretes) untuk non struktur dengan berat volume antara (300 – 800) kg/m3 dan kuat tekan antara (0,35–7)Mpa yang umumnya digunakan seperti untuk dinding pemisah atau dinding isolasi. 2. Beton ringan dengan kekuatan menengah (Moderate Strength Concretes) untuk struktur ringan dengan berat volume (800 – 1350) kg/m3 dan kuat tekan antara (7–17) MPa yang umumnya digunakan seperti untuk dinding yang juga memikul beban. 3. Beton ringan struktural (Structural Lightweight Concretes) untuk struktur dengan berat volume (1350–1900) kg/m3 dan kuat tekan lebih dari 17 MPa yang dapat digunakan sebagaimana beton normal. Beton ringan dengan kandungan udara dan ukuran diameter pori yang sangat kecil, kira-kira 0,1-1,0 mm, tersebar merata (homogen) menjadikan beberapa sifat beton lebih baik, misalnya sebagai penghambat panas (heat insulation) dan lebih kedap suara (sound insulation) dibandingkan dengan bahan dinding yang umum dipakai seperti batu bata dan batako. 2.2.

Beton Kertas (Papercrete)

Menurut Rahmadhon (2009), beton kertas (papercrete) merupakan suatu material yang terbuat dari campuran kertas dengan semen portland. Kertas yang digunakan adalah kertas bekas yang diolah menjadi bubur kertas dengan tujuan mempermudah proses pengadukan campuran. Beton kertas dapat digunakan sebagai salah satu bahan alternatif untuk dinding partisi, blok, panel, plesteran, dan lain-lain yang ramah lingkungan. Untuk menambah kinerjanya, dalam beton kertas dapat ditambahkan agregat seperti pasir, kaolin, dan bahan lainnya untuk mendapatkan beton kertas dengan karakteristik yang diinginkan. Semakin banyak bubur kertas yang dicampurkan pada papan beton maka semakin kecil nilai berat/volume, jadi papan beton semakin ringan. Penambahan bubur kertas yang disertai pengurangan pasir dalam papan beton menunjukkan nilai berat panel yang semakin kecil. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh faktor penyusun, salah satunya adalah berat jenis. Berat jenis

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 40

pasir dan kerikil sekitar 2,1-2,2 gr/cm3 lebih besar daripada berat jenis bubur kertas 1,24 gr/cm3 (Hardiani dan Sugesty, 2009) Maidayani (2009) juga menyebutkan hal serupa bahwa penambahan limbah padat (sludge) pada beton cenderung akan menurunkan nilai densitas beton karena sebagian air yang terikat di dalam sludge akan terlepas pada saat proses pengeringan dan waktu pengeringan yang optimal adalah selama 28 hari, apabila waktu pengeringan diperpanjang maka pengaruh terhadap nilai densitas beton tidak terlalu signifikan. Selain itu penambahan kertas cenderung menurunkan nilai kuat tekan dan kuat tarik beton dimana dalam penelitiannya dengan komposisi 25% bubur kertas dan 10% lateks dan waktu pengeringan 28 hari menghasilkan beton dengan karakteristik densitas = 2,01 gram/cm3, penyerapan air = 21,9%, penyusutan = 0,102%, kondutivitas termal = 0,34 w/moK, kuat tekan = 16,52 MPa, kuat patah = 3,60 MPa, dan kuat tarik = 2,99 MPa. Sihombing (2009) menganalisis batako ringan yang dibuat dari sludge dengan bahan agregat berbasis sludge dan pasir, di mana semen digunakan sebagai matrik perekat, dengan variasi rasio sludge terhadap pasir adalah 100:0; 80:20; 60:40; 40:60; 20:80; dan 0:100 (dalam % volume) menunjukkan bahwa batako ringan dengan variasi komposisi terbaik adalah 60% (volume) sludge dan 40% (volume) pasir, jumlah semen pada kondisi tetap (31,75 cm3) dan waktu pengeringan 28 hari. Pada komposisi tersebut, batako ringan yang dihasilkan memiliki densitas 1,56 gr/cm3. Penyerapan air = 31,7%, kuat tekan 9,1 MPa, kuat tarik = 1,83 MPa, dan kuat patah = 1,19 Mpa. Batako ringan tersebut mampu merespon dengan baik menyerap suara pada frekuensi 125, 270, 500, dan 100 Hz, dengan koefisien penyerapan suara pada frekuensi tersebut masing-masing sekitar: 20, 30, 15,8 dan 9%. Berdasarkan analisis mikrostruktur menunjukkan bahwa sludge berupa serat dengan ukuran diameter berkisar 5 μm dan panjang 30 μm, partikel pasir atau semen dengan ukuran berkisar 2 μm dan batako yang dihasilkan relatif berpori dengan ukuran bisa mencapai 20 μm.

3. METODE PENELITIAN Bubur kertas yang digunakan pada pembuatan beton kertas dibuat sendiri. Proses pembuatan bubur kertas diawali dengan pengumpulan kertas HVS bekas yang kemudian direndam dalam ember berisi air selama 1 jam. Kemudian kertas yang telah basah tersebut dihancurkan menggunakan blender, yang dibuat dari modifikasi wadah baja dinamo bor yang matanya diganti dengan plat baja berbentuk seperti mata blender. Setelah menjadi bubur kertas, diperas dan dijemur/dikeringkan. bubur kertas dikeringkan hingga tercapai keadaan kering menjadi bubuk kertas dengan kadar air 12%, pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran pada panas matahari selama 8 sd 12 jam ataupun menggunakan oven selama 1 sd 2 jam. kondisi kering bubuk kertas 12% ditandai dengan kondisi bila diremas tidak lagi mengeluarkan air dan kondisi bubuk tetap seperti semula. Bubuk kertas tersebut ketika digunakan akan ditambahkan air untuk mencapai kandungan air 78,8% menjadi bubur kertas sehingga nantinya tidak menyerap air FAS pada saat proses hidrasi beton berlangsung. Perencanaan campuran beton (concrete mix design) berdasarkan metode coba-coba (trial). Perencanaan ini didasarkan atas perbandingan volume sehingga untuk mendapatkan berat material yang digunakan diperoleh dengan cara membandingkan berat material untuk 1 volume benda uji trial dengan volume benda uji untuk penelitian. Komposisi semen : agregat = 1: 2 dengan agregat yang dimaksud terdiri dari bubur kertas dan pasir. Perbandingan komposisi campuran tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 41

semen pasir bubur kertas

PSP 30

PSP 40

PSP 50

PSP 60

PSP70

Keterangan : PSP = Pulp + Superplasticizer Gambar 1. Diagram Lingkaran Komposisi Campuran Beton Kertas Faktor Air Semen (FAS) yang direncanakan adalah 0,25. Selain air untuk kebutuhan FAS, juga ditambahkan air untuk kebutuhan bubur kertas karena bubur kertas yang telah kering awalnya memerlukan air untuk mencapai keadaan kadar jenuh air agar dalam campuran beton nantinya bubur kertas tidak menyerap air yang diperhitungkan untuk kebutuhan FAS. Bubur kertas yang digunakan adalah bubur kertas yang lolos saringan 4,76 mm. Pasir yang digunakan lolos saringan 4,76 mm. Benda uji yang dibuat dalam penelitian ini adalah silinder berukuran 15 cm x 30 cm sebanyak 30 benda uji dan balok dengan ukuran 40 cm x 10 cm x 10 cm sebanyak 30 benda uji. Benda uji tersebut masing-masing dibuat menjadi 5 (lima) variasi campuran yaitu campuran dengan persentase bubur kertas sebesar 30%, 40%, 50%, 60%, 70%. Masing-masing variasi dibuat sebanyak 5 benda uji. Pengujian beton dilakukan pada umur beton 28 hari. Hasil pengujian benda uji tersebut nantinya juga akan dibandingkan dengan benda uji pembanding yang komposisi bubur kertas 0% (PSP 0). Benda uji PSP 0 ini akan dibuat 10 buah, masing-masing silinder dan balok 5 benda uji. Pengadukan mortar beton dilakukan dengan memasukkan material pembentuk beton yaitu, pasir, bubur kertas, semen dan air secara berturut-turut ke dalam molen. Lamanya waktu pengadukan sekitar 5 menit dengan kemiringan sumbu molen sekitar 45. Setelah material teraduk rata, lalu mortar yang dihasilkan dituang ke dalam wadah baja penampungan mortar. Bahan yang telah dicampur dimasukan ke dalam cetakan sesuai dengan cetakan benda uji yang akan dibuat. Pembuatan benda uji dilakukan dengan mengisi mortar ke dalam cetakan balok secara bertahap dalam 3 lapisan dan kira-kira tiap lapisan mempunyai volume yang sama. Selanjutnya setiap lapisan dipadatkan dengan menggunakan tongkat pemadatan sebanyak 25 kali tusukan. Pembukaan cetakan benda uji dilakukan setelah berumur 24 jam. Perawatan Benda Uji Silinder dilakukan pada 1 kondisi yaitu: perawatan benda uji pada suhu ruangan terbuka. Benda uji ditempatkan di dalam Laboratorium selama masa usia rencana yaitu 28 hari. Setelah benda uji dikeluarkan dari cetakan, benda uji tersebut kemudian ditempatkan di dalam ruangan Laboratorium. Setelah usia rencana tercapai selanjutnya benda uji akan dipindahkan ke laboratorium untuk diuji kuat tarik belah dan kuat tarik lentur. Pengujian kuat tarik belah akan dilakukan berdasakan metode ASTM C 496-90, dengan menggunakan Universal Testing Machine merek Ton Industrie. Benda uji silinder (diameter 15 cm

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 42

dan tinggi 30 cm) diletakkan secara horizontal pada mesin uji pembebanan dengan sumbu silinder tegak lurus sumbu pembebanan. Posisi beban yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 : Pengujian Kuat Tarik Belah Sebelum beban sesungguhnya diberikan, terlebih dahulu diberikan beban awal yang sangat kecil agar bidang kontak benda uji dengan plat pembebanan tepat pada posisi yang telah ditentukan. Setelah bidang kontak benda uji dengan plat pembebanan sudah tepat, maka pembebanan dihentikan atau dikembalikan ke posisi nol. Selanjutkan pembebanan sesungguhnya dilakukan kembali secara perlahan-lahan sampai benda uji terbelah.

1/2P 10 cm

1/2P

10 cm 10 cm

10 cm 10 cm

L = 30 cm 7,5 cm

5 cm

Gambar 3. Pengujian Kuat Lentur Pengujian lentur berdasarkan pada metode ASTM-C.78-94, yaitu dengan cara meletakkan balok di atas dua tumpuan secara horizontal dan diberi pembebanan ketiga titik (third-point loading) yaitu satu titik beban terpusat di tengah bentang yang disalurkan melalui plat baja menjadi dua titik beban yang sama besarnya pada jarak 1/3 bentang. Beban diberikan secara terus menerus dan perlahan-lahan sampai balok runtuh. Gambar penempatan benda uji pada pengujian kuat lentur dapat dilihat pada gambar 3. Metode pengujian ini akan dilakukan terhadap balok berukuran 40 cm x 10 cm x 10 cm dengan mesin pembebanan tekan Portable Compression TM buatan Marui & Co. Ltd Japan. Selama proses pembebanan, dicatat lendutan benda uji setiap penambahan beban dan saat benda uji hancur. Beban maksimum yang dicapai balok adalah beban yang diperhitungkan untuk menentukan kuat lentur beton.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 43

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1

Slump dan Berat Jenis Beton Kertas

nilai slump (cm)

Pengujian slump yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemudahan pengerjaan (workabilitas) pengecoran beton. Persentase bubur kertas terhadap nilai slump pada Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa semakin banyak kandungan kertas maka nilai slump akan semakin rendah sehingga workabilitas akan semakin rendah juga.

9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

8 6,5 5

2 1 20

30

40

50

60

70

80

Persentase Bubur Kertas (%)

n banyak bubur kertas maka berat jenis beton ketas akan semakin rendah. Gambar 2. Grafik Hubungan Persentase Bubur Kertas Terhadap Nilai Slump Dari hasil tersebut didapat bahwa workabilitas paling rendah terjadi pada campuran beton kertas dengan penggunaan bubur kertas sebesar 70% hal ini dikarenakan pengaruh bentuk permukaan kertas yang kasar sehingga bidang gelincirnya kecil. Pada proporsi 30-40% bidang gelincir masih cenderung kecil karena persentase bubur kecil yang masih rendah dibandingkan dengan persentase pasir sehingga workabilitasnya masih besar. Berdasarkan hasil pengukuran berat benda uji proporsi bubur kertas dapat menurunkan berat volume beton kertas. Grafik perbandingan berat jenis dapat dilihat pada Gambar 2. Dapat dilihat bahwa semakin banyak bubur kertas maka berat jenis beton ketas akan semakin rendah. Beton Kertas yang paling rendah berat jenisnya pada proporsi 70% bubur kertas dan yang paling tinggi berat jenisnya pada proporsi 30% bubur kertas.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 44

2,2 2,011

berat jenis

2,0

1,873

1,8

1,688

1,6

1,505 1,4

1,317

1,2 1,0 20

30

40

50

60

70

80

persentase bubur kertas (%)

Gambar 3. Grafik Hubungan Persentase Bubur Kertas Terhadap Berat bJenis 4.2

Kuat Tarik Belah dan Kuat Tarik Lentur Beton Kertas

Hasil pengujian kuat tarik belah beton kertas menunjukkan adanya penurunan nilai kuat tarik belah jika dibandingkan dengan beton normal pembanding seperti diperlihatkan pada Tabel 4.2 dan untuk persentase bubur kertas yang paling optimal adalah sebesar 40% (21,254 kg/cm2). Hasil pengolahan data diperoleh nilai kuat tarik belah rata-rata untuk setiap persentase perbandingan penggunaan bubur kertas terhadap pasir. Hasil tersebut digambarkan dalam bentuk diagram batang seperti pada Gambar 4.3. Secara umum dapat dilihat bahwa, semakin besar penambahan proporsi bubur kertas, semakin mempengaruhi menurunnya kuat tarik belah beton kertas. Penurunan kuat tarik belah beton kertas yang maksimal hanya 33,23% dari beton normal pembanding, yaitu pada proporsi bubur kertas 40%. Tabel 1 Perbandingan Kuat Tarik Belah Rata-rata Beton Kertas Terhadap Beton Normal tanpa kerikil Kuat Tarik Belah (ft) Perbandingan Kuat Tarik Belah (ft) Rata-rata Terhadap Beton Normal Mix Design Rata-rata Pembanding (kg/cm2) 31,834 20,880 21,254 18,116 10,831 7,900

PSP 0 PSP 30 PSP 40 PSP 50 PSP 60 PSP 70 Keterangan: PSP 0 : Beton normal pembanding

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

(%) 100 65,589 66,766 56,909 34,025 24,816

Selisih (%) -34,411 -33,234 -43,091 -65,975 -75,184

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 45

Kuat Tarik Belah (kg/cm2)

25 20,880

21,254 18,116

20 15

10,831 10

7,900

5 0 PSP 30

PSP 40

PSP 50

PSP 60

PSP 70

Persentase Bubur Kertas (%)

Gambar 4. Diagram Hubungan Persentase Bubur Kertas Terhadap Kuat Tarik Belah Beton Kertas Untuk hasil pengujian kuat tarik lentur beton kertas menunjukkan adanya penurunan nilai kuat tarik lentur jika dibandingkan dengan beton normal pembanding seperti diperlihatkan pada Tabel 1 dan untuk persentase bubur kertas yang paling maksimal adalah sebesar 30% (47,025 kg/cm2). Tabel 2. Perbandingan Kuat Tarik Lentur Rata-rata Beton Kertas Terhadap Beton Normal Tanpa Kerikil

Mix

Kuat Tarik lentur (fr)

Design

Rata-rata

Perbandingan Kuat Tarik Lentur (fr) Rata-rata Terhadap Beton Normal Pembanding

(kg/cm2)

(%)

Selisih (%)

PSP 0

68,925

100

-

PSP 30

47,025

68,226

-31,774

PSP 40

42,975

62,350

-37,650

PSP 50

35,850

52,013

-47,987

PSP 60

25,650

37,214

-62,786

PSP 70

14,043

20,374

-79,626

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

50

47,025

Kuat Tarik Lentur (kg/cm2)

45

P a g e | 46

42,975

40

35,850

35 30

25,650

25

23,800

20 15 10 5 0 PSP 30

PSP 40

PSP 50

PSP 60

PSP 70

Persentase Bubur Kertas (%)

Hasil pengolahan data diperoleh nilai kuat tarik lentur rata-rata untuk setiap persentase perbandingan penggunaan bubur kertas terhadap pasir. Hasil tersebut digambarkan dalam bentuk diagram batang seperti pada Gambar 5. Secara umum dapat dilihat bahwa, semakin besar penambahan proporsi bubur kertas semakin mempengaruhi menurunnya kuat tarik lentur beton kertas. Penurunan kuat tarik lentur beton kertas yang maksimal hanya 31,77% dari beton normal pembanding, yaitu pada proporsi bubur kertas 30%. Dari kedua kondisi di atas, maka dapat dilihat bahwa penggunaan bubur kertas sebagai pengganti pasir pada semua proporsi tidak mampu memberikan peningkatan pada kekuatan tarik belah dan tarik lentur beton kertas. Dimana capaian maksimum untuk kuat tarik lentur hanya 68,226% dan untuk kuat tarik belah hanya 66,765% dari kuat tarik lentur dan kuat tarik belah beton normal, dengan kata lain terjadi penurunan kekuatan antara 31-33% dari kekuatan beton normal pembanding pada proporsi 30-40%. 5. KESIMPULAN 1. 2.

3.

Semakin besar proporsi bubur kertas semakin menurunkan kekuatan tarik belah dan lentur beton kertas. Penurunan minimal adalah 31-33% pada proporsi 30-40% Proporsi bubur kertas yang maksimal terhadap tarik belah beton kertas adalah 40% yaitu sebesar 21,254 kg/cm2. Proporsi bubur kertas yang maksimal terhadap kuat tarik lentur beton kertas adalah 30 % yaitu sebesar 47,025 kg/cm2 Penggunaan bubur kertas pada proporsi 40-50 % memberikan berat jenis sebesar 1,882 dan 1,699 atau hanya 80,80 % dan 72,94 % dari beton normal pembanding dengan berat jenis 2,329. Beton kertas pada proporsi 40% dan 50% dapat dikategorikan Beton Ringan dengan kekuatan menengah (Moderate Strength Concrete) dan dapat diaplikasikan pada bangunan sederhana (non engineering building).

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 47

6. SARAN Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar dapat memaksimalkan tentang pemilihan jenis kertas yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA [1] [2]

Amri, S., 2005, Teknologi Beton A-Z, Yayasan John Hi-Tech Ideatama, Jakarta. Anonim, 2004, Annual Book of ASTM Standard 2004, Section 4, Volume 04.02, Concrete and Aggregates, International Standards-Worldwide. [3] Hardiani H., dan Sugesty S, 2009, Manfaat Limbah Sludge Industri Kertas Cigaret Untuk Bahan Baku Bata Beton, Bandung. [4] Irvan, 2011, Pengaruh Substitusi Bubur Kertas Sebagai Campuran Agregat Terhadap Kuat Tekan Beton, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala , Banda Aceh. [5] Maidayani, 2009, Pengaruh Aditif Lateks Dan Komposisi Terhadap Karakteristik Beton Dengan Menggunakan Limbah Padat (Sludge) Industri Kertas, Universitas Sumatera Utara, Medan. [6] Mulyono, T., 2004, Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta. [7] Nawy, E. G., 1998, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, PT. Refika Aditama, Bandung. [8] Neville, A M., 1999, Properties of Concrete, Longman, London. [9] Rahmadhon, A., 2009, Susut Beton Kertas Pada Variasi Campuran, Universitas Sebelas Maret, Solo. [10] Sihombing, B., 2009, Pembuatan dan Karakterisasi Batako Ringan yang Dibuat dari Sludge (Limbah Padat) Industri Kertas – Semen, Universitas Sumatera Utara, Medan. [11] Subakti, A. 1995. Teknologi Beton Dalam Praktek Laboraturium Beton, Jurusan Teknik Sipil, FTSP-ITS, Surabaya.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 37 - 47

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 48

Sensitivitas Model Pemilihan Moda Angkutan Umum (Studi Kasus Rute Meulaboh – Medan) Irfan Jurusan Teknik Sipil,Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar Meulaboh, Aceh Barat 23615 ,

email: [email protected] Abstract Types of public transport modes available outside the official town is a mini bus, this mode has been started in left because the presence of a travel mode with relatively better service and a more expensive rate. The problem is a lot of actors who choose the mode of travel journey than min bus mode . This study aimed to obtain a model of mode choice and sensitivity analysis of mode choice model, to obtain the probability of information traveling actors in choosing the type of public transport modes on the Meulaboh - Medan route . Behavior of actors in the formulation of trips to choose modes , compiled with Stated Preference techniques form of questionnaires, which were analyzed using multiple linear regression , to obtain the utility equation then substitute into the binomial logit function , this model is further analyzed the sensitivity equation. From the results of multiple linear regression analysis of the obtained equations with variables utility : the difference in tariff ( X1), the difference in travel time (X2), the difference in waiting time (X3) which significantly influence the respondents in mode choice. From the results of the sensitivity analysis of mode choice model, the probability value of the selection mode mini bus on the existing condition by 27 % . To increase the probability of election mini bus mode to 80 % , can be done by raising the tariff difference to IDR. 50.000 , - this means mini bus mode tariff should be cheaper IDR. 50.000 , - or to be more expensive travel tariff IDR. 50.000 , - . Keywords : mode choice, binomial logit, stated preference, utility, tariff and public transport

Abstrak Jenis moda angkutan umum luar kota yang resmi tersedia adalah mini bus, moda ini sudah mulai ditinggalkan karena kehadirian moda travel dengan pelayanan relatif lebih baik dan tarif lebih mahal. Permasalahannya adalah bayak pelaku perjalan yang memilih moda travel dibanding moda min bus. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh suatu model pemilihan moda dan analisis sensitivitas model pemilihan moda yang dapat menjelaskan probabilitas pelaku perjalanan dalam memilih jenis moda angkutan umum pada rute Meulaboh - Medan. Perumusan prilaku pelaku perjalanan dalam memilih moda disusun dengan teknik Stated Preference berbentuk kuisoner, yang di analisis mengunakan regresi linier berganda untuk mendapatkan persaman utilitas yang kemudian di subtitusi ke dalam fungsi binomial logit, selanjutnya persamaan model ini dianalisis sensitivitasnya.Dari hasil analisis regresi linier berganda maka diperoleh persamaan utilitas dengan variabel-variabel: selisih tarif (X1), selisih waktu tempuh (X2), selisih waktu tunggu (X3) yang secara signifikan mempengaruhi responden dalam pemilihan moda. Dari hasil analisis sensitivitas model pemilihan moda maka nilai pobabilitas pemilihan moda mini bus pada kondisi eksisting sebesar 27%. Untuk meningkatkan probabilitas terpilihnya moda mini bus menjadi 80%, dapat dilakukan dengan menaikan selisih tarif menjadi sebesar Rp. 50.000,- hal ini berarti tarif moda mini bus harus lebih murah Rp. 50.000,- atau tarif travel menjadi lebih mahal Rp.50.000,-. Kata kunci : pemilihan moda, binomial logit, stated preference, utilitas, tarif, angkutan umum

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 49 1.

PENDAHULUAN

M

oda mini bus merupakan jenis angkutan umun luar kota yang banyak digunakan di kota Meulaboh, jenis moda ini telah digunakan sejak tahun 90 an, pada saat itu angkutan luar kota di dominasi oleh bus ukuran sedang, kondiri rute yang sempit membuat waktu tempuh mengunakan bus menjadi lama, keadaan ini mulai dirasakan oleh penguna moda, kemudian menjadi peluang baru bagi pelaku penyedia jasa transportasi untuk menyediakan jasa transportasi yang lebih cepat, aman dan murah. Pada awal tahun 90an keberadaan mini bus begitu mendominasi pilihan pelaku perjalanan, terlebih kenderaan pribadi pada saat itu masih sulit dijangkau. Saat ini ada dua (2) jenis moda angkutan umum luar kota yang paling sering digunakan di Kota Meulaboh yaitu mini bus Mitsubishi L-300 atau yang disebut mini bus, dan travel Kijang Innova atau yang disebut travel.Dari hasil wawancara dengan pihak operator travel mengenai dasar hukum pengoperasian moda travel ini, menyebutkan bahwa travel memiliki izin usaha angkutan dan untuk izin operasi mengunakan izin operasi angkutan untuk keperluan pariwisata. Pertanyannya kemudian adalah kenapa moda travel ini memiliki peminat yang cukup banyak sehingga mulai menggangu operasi moda mini bus. Penelitian ini mencoba untuk melihat seberapa besar permintaan akan moda travel dan mini bus. Tujuan dari penelitian model pemilihan moda angkutan umum luar kota Rute Meulaboh - BandaAceh adalah: 1) untuk mendapatkan persamaan utilitas pemilihan moda angkutan umum dengan variabel-variabel: selisih tarif (X1), selisih waktu tempuh (X2), selisih waktu tunggu (X3); 2) untuk merumuskan model probabilitas pemilihan moda angkutan umum moda mini bus dan travel; 3) analisis sensitivitas model pemilihan moda yang melayani rute Meulaboh - Banda Aceh Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak yang bertangung jawab dalam mengambil keputusan dan kebijakan transportasi sehingga menghasilkan regulasi yang baik yang akhirnya akan menciptakan iklim usaha yang baik pula, kemudian penelitian ini juga bermanfaat kepada pihak penyedia jasa transportasi untuk meningkatkan pangsa pasarnya dalam persaingan tarif yang wajar sehingga menguntungkan bagi pelaku perjalanan dan penyedia jasa transportasi itu sendiri.

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Trayek Angkutan Umum Keputusan Mentri Perhubungan Nomor 68/1993 Pasal 5 menetapkan bahwa setiap kenderaan hanya diizinkan untuk beroperasi pada satu jenis pelayanan tertentu, dan pada suatu trayek tertentu yang ditulis secara jelas (dengan cat) pada badan kenderaan. Dengan demikian maka secara teori operator tidak bisa mengoperasikan kenderaan pada trayek dan jenis pelayanan yang berbeda.Namun dalam prakteknya sering ditemui adanya kenderaan yang seharusnya beroperasi pada suatu trayek tetap, tetapi dioperasikan sebagai kenderaan sewaan, dan sebaliknya. Izin trayek berlaku selama 5 (lima) tahun, diberikan kepada setiap kenderaan dan bukan kepada operator sehingga pemantauanya menjadi sangat sulit. Konsep Permodelan Transportasi Black (1981) menyatakan perencanakan transportasi sebagai suatu kegiatan profesional yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat hanya jika semua masalah dan penyelesaiannya dipandang dengan cara yang setepat-tepatnya, meliputi analisis terinci dari Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 50

semua faktor yang berkaitan . Menurut Tamin (2008) model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang menggunakan setiap moda transportasi.Empat konsep dasar pemodelan transportasi (Four step model) yaitu: 1) Bangkitan perjalanan. 2) Sebaran perjalanan 3) Pemilihan moda 4) Pemilihan rute. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda Menurut Khisty C. Jotin dan Lall B. Kent (2003) sebelum kita dapat memperkirakan bagaimana perjalanan itu dipilih diantara moda yang tersedia bagi mereka yang melakukan perjalanan, kita harus menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan yang dibuat oleh masyarakat. Tiga katagori besar faktor yang dipertimbangkan dalam pengunaan moda : 1) Karakteristik yang melakukan perjalanan (misalnya, pendapatan keluarga, jumlah mobil ukuran keluarga, densitas permukiman) 2) Karakteristik perjalanan (misalnya, jarak perjalanan, jam berapa perjalanan itu dilakukan) 3) Karakteristik sistem transportasinya (misalnya, waktu tumpangan, waktu yang berlebih) Menurut Manheim (1979), bahwa atribut pelayanan moda dapat dibagi dalam empat garis besar, yaitu sebagai berikut : 1) Bedasarkan waktu, adalah total waktu tempuh, waktu tunggu, waktu transfer dan frekuensi pelayanan 2) Biaya, yaitu biaya langsung (tarif, tol, bensin dan parkir), biaya pengoperasian (bongkar pasang, pemeliharaan, bengkel), biaya tidak langsung (asuransi) 3) Keamanan, dalam hal ini tingkat kecelakaan, dan tingkat kerusakan, dan 4) Comfort dan Conveniency. Model Pemilihan Moda

PMB

Menurut Tamin (2008), persamaan umum model pemilihan moda mini bus (PMB) adalah: ...........................................................................................................(2.1)

dan model pemilihan moda travel (PTR) adalah: PTR= 1 - PMB .....................................................................................................................(2.2) Dimana : UTR – UMB= Selisih utilitas pemilihan moda mini bus dan travel Populasi dan Sampel Sarjono & Julianita (2011) mengemukakan bahwa dalam penelitian kuatitatif, populasi dan sampel menjadi hal yang sangat penting.Populasi merupakan seluruh karakteristik yang menjadi objek penelitian, dimana karakteristik tersebut berkaitan dengan seluruh kelompok orang, peristiwa atau benda yang menjadi pusat penelitian bagi peneliti.Sementara itu, sampel adalah bagian dari populasi yang dipercaya dapat mewakili karakteristik dari populasi secara keseluruhan. Menurut Nazir(1988) untuk menentukan jumlah sampel dapat mengunakan rumus 2.3 dan 2.4 berikut : N p ( 1 – p) ................................................................................................................(2.3) n = (N-1) D+ p ( 1- p)

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

D =



P a g e | 51

..............................................................................................................................................(2.4)

4 Dimana : n = Jumlah sampel yang dicari, N = Jumlah populasi, p = Proporsi populasi, B = Bound of error dalam pengambilan sampel.

3.

3.1

METODE PENELITIAN

Daerah studi penelitian

Daerah studi pada penelitian ini di kota Meulaboh kabupaten Aceh Barat provinsi Aceh, untuk moda mini bus lokasi studi berada pada terminal Meulaboh Jl. Singgah Mata, untuk moda travel lokasi pergerakan penumpang tersebar di dalam wilayah kota Meulaboh yang terpusat pada masing-masing pool travel, karena sistem pool yang menyebar maka titik pengamatan yang diamati berada pada beberapa titik keberangkatan/pool yaitu, Jalan Manekroo dan Jalan Nasional. 3.2

Teknik survei

Survei penelitian dilakukan dengan wawancara langsung kepada penumpang angkutan umum di terminal dan pada stasiun/pool masing-masing armada angkutan umum. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional, penumpang yang dipilih sebagai sampel penelitian mewakili populasi yang tersebar pada masing-masing moda angkutan mini bus dan travel. 3.3

Formulir kuisioner

Bentuk pertanyaan formulir kuisioner yang akan disurvei meliputi dua hal, yaitu pertanyaan yang akan difokuskan untuk mengetahui karakteristik umum pengguna moda dan pertanyaan akan difokuskan untuk mengetahui preferensi responden dengan mengunakan teknik Stated Preference.Pada Format kuisioner stated proferance, responden mengekspresikan pilihannya dengan menggunakan teknik point rating dengan lima point skala semantik yaitu: (1). Pasti pilih mini bus (2). Mungkin pilih mini bus (3). Pilihan berimbang (4). Mungkin pilih travel (5). Pasti pilih travel 3.4

Analisis regresi linier

Hasil survei kuisioner Stated Preferancedi analisis mengunakan regresi linier berganda dengan mengunakan sofware SPSS untuk mendapatkan persamaan utilitas. Persamaan utilitas ini kemudian disubtitusikan kedalam fungsi binomial logit sehinga diperoleh persamaan probabiltas pemilihan moda angkutan umum. Model pemilihan moda ini kemudian di lakukan analisissensitivitasnya. 3.5

Analisis validasi model

Validasi dengan uji statistik dilakukan untuk mengukur tingkat kepercayaan dari model yang diuji dengan mengestimasi nilai utilitas pemilihan moda yaitu dengan melakukan uji t test, Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 52

Ftest dan nilai koefisien determinasi (R 2). 3.6

Analisis sensitivitas

Sensitivitas model dimaksudkan untuk memahami perubahan nilai probabilitas satu moda angkutan umum, untuk menggambarkan sensitivitas ini dilakukan perubahannilai atribut terhadap model pada masing-masing kelompok, yaitu:  Biaya perjalanan dikurang atau ditambah.  Waktu tempuh ditambah atau dikurangi.  Waktu tunggu ditambah atau dikurangi. Grafik sensitivitas dibuat berdasarkan perubahan secara gradual terhadap salah satu variabel, variabel diubah secara bertahap nilainya dengan cara menaikan dan mengurangkan porsi dengan asumsi nilai untuk variabel lainnya tetap, dari grafik sensitifitas ini dapat diperoleh atribut yang paling berpengaruh atau sensitiv terhadap perubahan probabilitas terpilihnya suatu moda angkutan umum .

4.

4.1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persamaan Utilitas

Persamaan utilitas diperoleh dari hasil Input data variabel bebas X1, X2, X3 dan variabel terikat Y maka dapat diperoleh suatu persamaan regresi linier berganda yang merupakan persamaan utilitas.Data variabel bebas diperoleh dari hasil kuisioner Stated Preferance yang pada mulanya mengunakan skala ordinal kemudian ditransformasikan menjadi data bersekala interval.Dari hasil analisis regresi maka diperoleh model utilitas pemilihan moda. UTR–UMB= 3,636423 –0,000118X1 –0,258886X2 –0,018675X3 Dimana : UTR–UMB= Selisih utilitas moda travel dan mini bus X1 = Variabel selisih tarif angkutan X2 = Variabel selisih waktu tempuh X3 = Variabel selisih waktu tunggu 4.2

Model Pemilihan Moda

Model pemilihan moda mini bus (PMB)adalah: PMB = – – – dan model pemilihan moda travel (PTR) adalah : PTR = 1 - PMB Probabilitas terpilihnya moda mini bus pada kondisi eksisting atau selisih tarif (X1) = Rp.30.000,-, selisih waktu tempuh (X2) –2 jam dan selisih waktu tunggu (X3) –20 menit adalah : UTR–UMB=3,636423–0,000118X1(30.000)–0,258886X2(-2)–0,018675X3(-20) UTR – UMB = 0,988 Probabilitas penguna moda mini bus adalah: PMB = 0,27 % dan probabilitas yang mengunakan moda travel adalah: PTR = 1 - PMB PTR = 1 – 0,27 = 0,73 % Dari hasil perhitungan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa probabilitas terpilihnya Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 53

moda mini bus lebih kecil dibanding moda travel. 4.3

Analisis Sensitivitas

Dari Tabel 1 dan Gambar 1 hasil perhitungan sensitivitas terhadap variabel selisih tarif, terlihat bahwa kemiringan garis grafik sensitivitas kearah positif yang menyatakan semakin besar nilai selisih tarif maka semakin besar peluang terpilihnya moda mini bus.Dengan hanya memperhatikan perubahan selisih tarif maka, probabilitas terpilihnya moda mini bus pada kondisi eksisting atau selisih tariffRp. 30.000 adalah 27%, dan probabilitas terpilihnya moda travel 73%. Tabel 1. Perhitungansensitivitas terhadap variabel selisih tarif No

Selisih Tarif (Rupiah)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

60.000 54.000 48.000 42.000 36.000 30.000 24.000 18.000 12.000 6.000 0 -6.000 -12.000 -18.000 -24.000 -30.000 -36.000 -42.000 -48.000 -54.000 -60.000

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Utilitas ( UTR - UMB) -2,552 -1,844 -1,136 -0,428 0,280 0,988 1,696 2,404 3,112 3,820 4,528 5,236 5,944 6,652 7,360 8,068 8,776 9,484 10,192 10,900 11,608

Probabilitas Pemilihan Moda Mini Bus 0,928 0,863 0,757 0,605 0,431 0,271 0,155 0,083 0,043 0,021 0,011 0,005 0,003 0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 54 1,00 0,90 0,80 0,70

0,50

P MB

0,60

0,40 0,30 0,27 0,20 0,10 0,1 -

60.000

54.000

48.000

42.000

36.000

30.000

24.000

18.000

12.000

6.000

0

-6.000

-12.000

-18.000

-24.000

-30.000

-36.000

-42.000

-48.000

-54.000

-60.000

Selisih Tarif Moda Travel dan Mini Bus ( Rupiah)

Gambar 1. Sensitivitas Variabel Tarif Pada saat selisih tarif 0 (nol) probabilitas terpilihnya moda mini bus sebesar 1% dan moda travel sebesar 99%. Untuk meningkatkan peluang terpilihnya moda mini bus menjadi 80% dengan menaikkan selisih tarif menjadi Rp. 50.000,- ini berarti moda mini bus harus sanggup menurunkan tarifnya sebesar Rp. 50.000,- dari tarif moda travel, atau dengan cara menaikan tarif moda travel menjadi lebih mahal Rp. 50.000,- dari moda mini bus. Tabel 2. Perhitungan sensitivitas terhadap variabel selisih waktu tempuh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Selisih Waktu Tempuh (jam) 4 3,6 3,2 2,8 2,4 2 1,6 1,2 0,8 0,4 0 -0,4 -0,8 -1,2 -1,6 -2 -2,4 -2,8 -3,2

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Utilitas ( UTR - UMB) -0,566 -0,462 -0,359 -0,255 -0,151 -0,048 0,056 0,159 0,263 0,366 0,470 0,573 0,677 0,781 0,884 0,988 1,091 1,195 1,298

Probabilitas Pemilihan Moda Mini Bus 0,638 0,614 0,589 0,563 0,538 0,512 0,486 0,460 0,435 0,409 0,385 0,360 0,337 0,314 0,292 0,271 0,251 0,232 0,214 Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

No

Selisih Waktu Tempuh (jam) -3,6 -4

20 21

P a g e | 55

Probabilitas Pemilihan Moda Mini Bus 0,198 0,182

Utilitas ( UTR - UMB) 1,402 1,505

Dari Tabel 2 dan Gambar 2 hasil perhitungan sensitivitas terhadap variabel waktu tempuh, terlihat bahwa kemiringan garis grafik sensitivitas kearah positif yang menyatakan bahwa semakin besar nilai selisih perbedaan tempuh maka semakin besar peluang terpilihnya moda mini bus. Dengan hanya memperhatikan selisih waktu tempuh maka, probabilitas terpilihnya moda mini bus pada kondisi eksisting atau selisih waktu tempuh -2 jam adalah 27 %, dan probabilitas terpilihnya moda travel 73 %. Pada saat selisih waktu tempuh 0 (nol) probabilitas terpilihnya moda mini bus sebesar 39 % dan moda travel sebesar 61 %. 1,00 0,90 0,80 0,70

0,50

P MB

0,60

0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 4,0

3,6

3,2

2,8

2,4

2,0

1,6

1,2

0,8

0,4

0,0

-0,4

-0,8

-1,2

-1,6

-2,0

-2,4

-2,8

-3,2

-3,6

-4,0

Selisih Waktu Tempuh Moda Travel dan Bus ( Jam)

Gambar 2. Sensitivitas Variabel Waktu Tempuh Tabel 3. Perhitungan sensitivitas terhadap variabel selisih waktu tunggu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Selisih Waktu Tunggu (menit) 40 36 32 28 24 20 16 12 8 4 0 -4 -8 -12 -16

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Utilitas ( UTR - UMB) -0,133 -0,058 0,017 0,091 0,166 0,241 0,315 0,390 0,465 0,539 0,614 0,689 0,764 0,838 0,913

Probabilitas Pemilihan Moda Mini Bus 0,533 0,515 0,496 0,39 0,477 0,27 0,459 0,440 0,422 0,404 0,386 0,368 0,351 0,334 0,318 0,302 0,286 Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

No

P a g e | 56

Selisih Waktu Tunggu (menit) -20 -24 -28 -32 -36 -40

16 17 18 19 20 21

Utilitas ( UTR - UMB) 0,988 1,062 1,137 1,212 1,286 1,361

Probabilitas Pemilihan Moda Mini Bus 0,271 0,257 0,243 0,229 0,216 0,204 1,00 0,90 0,80 0,70

0,50

P MB

0,60

0,40 0,35 0,30 0,27 0,20 0,10 0,00 40

36

32

28

24

20

16

12

8

4

0

-4

-8

-12

-16

-20

-24

-28

-32

-36

-40

Selisih Waktu Tunggu Moda Travel dan Mini Bus ( Menit)

Gambar 3. Sensitivitas Variabel Waktu Tunggu Dari tabel 3 dan Gambar 3 hasil perhitungan sensitivitas terhadap variabel waktu tunggu, terlihat bahwa kemiringan garis grafik sensitivitas kearah positif yang menyatakan bahwa semakin besar nilai selisih perbedaan waktu tunggu maka semakin besar peluang terpilihnya moda mini bus. Dengan hanya memperhatikan selisih waktu tunggu maka, probabilitas terpilihnya moda mini bus pada kondisi eksisting atau selisih waktu tunggu – 20 menit adalah27 %, dan probabilitas terpilihnya moda travel 73 %. Pada saat selisih waktu tunggu 0 (nol) probabilitas terpilihnya moda mini bus sebesar 35 % dan moda travel sebesar 65 %. Dari perbandingan ketiga grafik sensitivitas diatas maka maka terlihat bahwa atribut tarif yang paling sensitiv terhadap probabiltas pemilihan moda, perubahan atribut selisih tariff akan mengakibatkan perubahan probabilitas pemilihan moda yang relatif besar dari pada perubahan atribut lainya.Atribut selisih waktu tempuh perjalanan menepati urutan kedua yang sensitiv dan atribut selisih waktu tunggu menepati urutan ketiga. Perubahan atribut waktu tempuh akan maksimal pada 64 % dengan selisih waktu tempuh 4 jam ini berarti waktu tempuh moda mini bus harus lebih cepat 4 jam dibanding moda travel, jika waktu tempuh kondisi eksisting moda travel menuju medan 12 jam, maka waktu tempuh perjalanan dengan mengunkan moda mini bus harus menjadi 9 jam, tentunya hal ini akan sulit tercapai karena terbatasnya kecepatan moda mini bus dan kondisi jalan dengan batas kecepatan maksimum yang harus dipenuhi pula. Perubahan atribut waktu tunggu akan maksimal pada 53 % dengan selisih waktu tunggu 40menit ini berarti waktu tunggumoda mini bus harus lebih cepat 40 menit dibanding moda Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 57

travel, jika waktu tunggu kondisi eksisting moda travel 40 menit, maka waktu tunggu dengan mengunkan moda mini bus harus menjadi 0 menit, tentunya hal ini tidak mungkin terjadi. Dari hasil perbandingan analisis sensitivitas diatas maka dapat ditarik kesimpulan untuk meningkatkan probabilitas terpilihnya moda mini bus rute Meulaboh – Medan adalah dengan menaikan selisih tarif. 5.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada tahap terakhir dalam proses penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan saransaran berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai model pemilihan moda angkutan umum (studi kasus rute Meulaboh - Banda). 5.1 1.

Kesimpulan Dari hasil penelitian maka probabilitas terpilihnya moda mini bus rute Meulaboh - Medan pada kondisi eksisting atau pada selisih tarif Rp. 30.000,- , waktu tempuh – 2 jam dan waktu tunggu – 20 menit adalah 27 %. Untuk meningkatkan peluang terpilihnya moda mini bus menjadi 80% dapat dilakukan dengan menaikan selisih tarif sampai Rp. 50.000,alternatif ini yang paling baik untuk dilakukan, dibandingkan dengan perubahan pada atribut lainnya seperti waktu tempuh dan waktu tunggu. Dari hasil analisis sensitivitas maka dapat disimpulkan untuk rute rute Meulaboh – Medan, atribut tarif adalah yang paling sensitiv di ikuti kemudian waktu tempuh dan waktu tunggu.

2.

3.

5.2

Saran

Untuk keberlanjutan operasional moda mini bus maka ada beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan masukan bagi pihak yang berkepentingan baik operator maupun regulator.Kemudian guna mendapatkan hasil analisis yang lebih baik, perlu dilakukan studi lanjutan dari hasil penelitian ini. 1. Rekomendasi kepada pihak pengusaha jasa transportasi (operator), untuk meningkatkan peluang terpilihnya moda mini bus maka operator moda mini bus supaya lebih meningkatkan pelayanan seperti waktu tempuh dan waktu tunggu yang dari hasil penelitian dapat secara signifikan meningkatkan peluang terpilihnya moda angkutan umum. 2. Rekomendasi kepada pihak pemerintah (regulator), untuk menjaga keberlanjutan operasional moda mini bus, maka dapat menerapkan kebijakan batasan tarif maksimal untuk moda mini bus dan tarif minimal untuk moda travel, diharapkan dengan adanya batasan tarif dengan selisih sampai Rp.50.000,- antara moda mini bus dan travel dapat menjaga persaingan usaha yang baik antara kedua moda dan menjadi dorongan bagi operator travel untuk memperbaiki administrasi pengelolaan angkutannya terutama pada proses perijinan 3. Untuk keberlanjutan dari penelitian model pemilihan moda angkutan umum, maka ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbanganan untuk studi lanjutan dari hasil penelitian ini yaitu :  Perlu dilakukan studi lanjutan untuk mengevaluasi besaran tarif angkutan dan kemampuan membayar pengguna angkutan umum (Ability To Pay).  Perlu dilakukan studi lanjutan untuk mengevaluasi tingkat pelayanan angkutan.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 58

DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]

Black, J.A., 1981. Urban Transport Planning: Theory and Practice.London: Cromm Helm. Khisty, C. Jotin. and Lall B. Kent, 2003. Transportation Engginering An Intruduktion, 3rd Edition, Prentice Hall, New Jersey. Nazir,M.,1988.MetodePenelitian, Ghalia, Jakarta. Manheim,ML, 1979. Foundamentals of transportation System Analysis, Volume 1, Basic Concept, Mit Press. Ortuzar, J.D. and Willumsen, L.G. 2002.Modelling Transport, Second Edition, Jhon Wiley & Son Ltd, New York. Sarjono dan Julianti, 2011, SPSS vs Lisrell, Sebuah Pengantar, Aplikasi untuk Riset, Salemba Empat, Jakarta. Tamin ,O Z., 2008. Perencanaan, Permodelan dan Rekayasa Transportasi, ITB, Bandung.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 48 - 58

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 59

Pemanfaatan Limbah Kerak Cangkang Sawit Terhadap Balok Beton Bertulang Mutu Tinggi Lissa Opirina1, T. Budi Aulia2, Mochammad Afifuddin3 1)

Jurusan Teknik Sipil Universitas Teuku Umar, Meulaboh Aceh Barat 23615, Sipil Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh,

2.3)

Jurusan Teknik

email: 1) [email protected], 2) [email protected], 3) [email protected] Abstract The infrastrusture as civil building and bridge were depend on concrete materials. Technology development and advance in infrastructure due to find the quality of the material. Meanwhile, material availability are decreasing from natural rock and river. Because of that, continuous research need to be done with the use of substitute aggregates. This study aimed to analyze the flexural capacity of reinforced concrete beams of high quality with a substitutes aggregate namely palm oil clinkers as 40% from the volume of coarse agregate. In this study tested 2 pieces beam with 15 x 30 x 220 cm sized for the substitution of the aggregate and the test specimen normal beam. The test object is designed to undergo bending failure. Quality steel (fy) used for the principal reinforcement of 445.63 MPa and shear reinforcement amounted to 381.97 MPa, tensile reinforcement using a screw diameter of 15.8 mm, 11.9 mm diameter rebar press screw and shear reinforcement diameter 11.9 mm screw. High Quality Concrete compressive strength (BMT) without variation additives and substitutes aggregate (normal) obtained at 60.652MPa with FAS0.30. The results showed that all the beams undergo bending failure as planned. The result of bending capacity for normal beam is 2,696. The maximum deflection for BMT with palm oil clinkers coarse aggregate substituton (CSAK) by the percentage of the amount of deflection of the normal BMT amounted to 112.057% with a maximum load 208570 kN. Comparison BMT beam ductility of CSAK BMT to block the normal BMT amounted to 113.936%. It can be concluded that substitution coarse aggregate can increase the value of deflection and ductility of high quality concrete. Keywords: High Strength Reinforced Concrete Beam, Bending Capacity, Aggregates Substitution.

Abstrak Pembangunan infrastruktur sipil seperti gedung dan jembatan masih sangat bergantung pada material beton. Perkembangan teknologi dan kemajuan dalam pembangunan infrastruktur menuntut kita untuk terus mencari cara mendapatkan material yang berkualitas. Sementara itu ketersediaan material yang berasal dari sungai dan batuan alam semakin berkurang jumlahnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penggunaan material pengganti tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kapasitas lentur balok beton bertulang mutu tinggi dengan substitusi agregat kasar yaitu bongkahan kerak cangkang sawit yang merupakan limbah dari pengolahan pabrik kelapa sawit sebesar 40% dari volume agregat kasar. Pada penelitian ini diuji dua buah balok berukuran 15 x 30 x 220 cm, yaitu untuk substitusi agregat kasar sebanyak satu benda uji dan satu benda uji balok normal. Benda uji didisain untuk mengalami gagal lentur. Mutu baja (fy) yang digunakan untuk tulangan pokok sebesar 445,63 MPa dan tulangan geser sebesar 381,97 MPa, tulangan tarik yang digunakan berdiameter 15,8 mm ulir, tulangan tekan diameter 11,9 mm ulir dan tulangan geser diameter 11,9 mm ulir. Nilai kuat tekan beton tanpa substitusi agregat (normal) yang didapat sebesar 60,652 MPa dengan FAS 0,30. Hasil penelitian menunjukan bahwa kedua balok mengalami gagal lentur sesuai yang direncanakan. Kapasitas lentur balok normal yang dihasilkan sebesar 2,696. Lendutan maksimum pada BMT Cangkang Sawit Agregat Kasar (CSAK) dengan persentase besarnya lendutan terhadap BMT normal sebesar 112,057% dengan beban maksimum 208,570 kN. Perbandingan daktilitas balok BMT CSAK terhadap balok BMT normal sebesar 113,936%. Dapat disimpulkan bahwa substitusi agregat kasar dapat meningkatkan nilai lendutan dan daktilitas pada beton mutu tinggi. Kata kunci : Balok Beton Bertulang Mutu Tinggi, Kapasitas Lentur, Substitusi Agregat.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 60

1. PENDAHULUAN

T

anaman kelapa sawit saat ini tersebar hampir diseluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan buku statistik komoditas kelapa sawit terbitan Ditjen Perkebunan, tahun 2014 luas areal kelapa sawit mencapai 10,9 juta Ha dengan produksi 29,3 juta ton CPO. Perkebunan kelapa sawit Indonesia menjadi primadona dan mampu mencapai perkembangan seperti sekarang ini, sehingga Indonesia menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Di Provinsi Aceh, lahan perkebunan kelapa sawit tersebar hampir pada seluruh wilayah dengan luas area total yang telah dimanfaatkan sebesar 368.648 Ha [4]. Produksi kelapa sawit selain menghasilkan minyak juga menghasilkan produk samping berupa limbah kelapa sawit. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan kepala sawit sekitar 60 % dari jumlah produksi buah kelapa sawit [8]. Limbah sisa pembakaran cangkang sawit pada suhu tinggi menghasilkan kerak yang lazim dikenal kerak tanur tinggi atau kerak boiler cangkang sawit. Pemakaian beton sebagai bahan utama konstruksi bangunan sudah tidak diragukan lagi keunggulannya [2]. Dalam pembangunan gedung-gedung bertingkat tinggi, jembatan dengan bentang panjang, tower dan sebagainya dibutuhkan beton dengan kekuatan tinggi untuk menahan semua beban dengan dimensi komponen yang cukup ramping, beton mutu tinggi merupakan pilihan yang paling tepat [11]. Beton mutu tinggi dibentuk dengan nilai FAS yang rendah, sehingga membutuhkan semen dalam jumlah yang besar, agregat serta penggunaan bahan tambahan / additive dan admixture superplasticizer. Sementara itu ketersediaan material yang berasal dari sungai dan batuan alam semakin lama semakin berkurang jumlahnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penggunaan material pengganti tersebut. Beberapa penelitian mengenai pemakaian limbah kelapa sawit, baik berupa abu maupun bongkahan, sebagai bahan substitusi semen atau agregat terhadap teknologi beton diharapkan dapat memperbaiki sifat beton dan dapat mengurangi limbah industri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan limbah industri dari bahan bongkahan kerak cangkang sawit sebagai substitusi agregat kasar dalam menganalisis kapasitas lentur balok beton bertulang mutu tinggi. Pada penelitian ini balok beton bertulang mutu tinggi dengan subsitusi agregat akan dibandingkan dengan balok beton bertulang mutu tinggi tanpa substitusi agregat (normal). Diharapkan dari hasil penelitian ini didapatkan substitusi agregat kasar yang dapat memperbaiki nilai kapasitas lentur beton mutu tinggi. 2. TINJAUAN PUSTAKA Kerak cangkang sawit merupakan limbah padat sisa pembakaran buah kelapa sawit yang tidak dimanfaatkan lagi oleh pabrik. Menurut hasil penelitian [7] limbah pembakaran serat dan cangkang sawit berupa abu dan kerak yang memiliki unsur yang bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan mortar. Dari hasil penelitian terdahulu terhadap sifat fisis kerak cangkang sawit dan kandungan kimianya didapatkan data seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2 [5]. Table 1. Sifat Fisis Kerak Cangkang Sawit Sifat-sifat Fisis BCS Berat jenis keadaan kering permukaan (SSD) Berat jenis keadaan kering (OD) Durabilitas Daya serap air Diameter Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Hasil rata-rata penelitian 1,660 1,637 13,2% 1,409% Lolos = 19,1 mm, Tertahan = 4,76 mm Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 61

(Sumber : Kurniawan, 2011) Tabel 2. Komposisi Kandungan Kimia Bongkahan Cangkang Sawit Unsur Kimia Silika Dioksida (SiO2) Aluminium Oksida (Al2O3) Besi Oksida (Fe2O3) Kalsium Oksida (CaO) Maknisium Oksida (MgO) Hilang Pijar (LOI) (Sumber : Kurniawan, 2011)

Persentase (%) 38,128 10,302 0,898 3,926 3,649 0,685

Kekuatan Balok Beton Bertulang Dalam desain kekuatan batas (ultimit), balok didesain untuk mulai gagal pada beban yang diperbesar. Pada taraf ini, baja diharapkan telah melampaui titik lelehnya, sementara beton diharapkan telah memasuki daerah plastis. 1.

Kuat lentur balok Analisis balok bertulangan rangkap diperlihatkan pada Gambar (1) berikut : ' c = 0,003

b

0,85 f' c N D2 = As'.f s'

d'' c

As'

s'

d

a

N D1 = 0,85.f c'.a.b

d-d'

d - (a/2)

As s Diagram regangan kuat batas (b)

Penampang potongan (a)

N T1 = As1.f y Kopel momen beton-baja (c)

N T2 = As2.f y Kopel momen baja-baja (d)

Gambar 1. Distribusi Tegangan Pada Penampang Balok Tulangan Rangkap Sumber : Dipohusodo (1994) [9] menyatakan analisis lentur balok bertulang rangkap menyangkut penentuan kuat nominal momen suatu penampang (Mn) dengan nilai-nilai a, b, d, d’, As1, As’, f’c, dan fy dapat ditulis dengan persamaan berikut. Mn1 = A . f . d  a  .....................................................................................(1) s1

Mn2

y



2

= As '. f y .d  d .............................................................................................(2) '

Mn = M n1  M n 2 ..........................................................................................(3) Tinggi blok tegangan beton : a = As1 f y ......................................................................................(4) 0,85. f ' c .b

Letak garis netral : C

= a ................................................................................................(5) 

dimana : Mn = Kuat nominal momen lentur (kg.cm); a = Tinggi blok tegangan tekan (cm); C = Jarak serat terluar ke garis netral (cm); d = Jarak dari serat terluar kepusat tulangan tarik (cm); dan Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 62

d’ = Jarak dari serat tekan terluar kepusat tulangan tekan (cm). 2. Kuat geser balok Dalam perencanan kekuatan geser, [6] meninjau kekuatan geser nominal (Vn) sebagai jumlah dari dua bagian : Ø Vn = Ø (Vc + Vs) .......................................................................................... (6) dimana: Vn = Kekuatan geser nominal (kg) ; Vc = Kekuatan geser yang disumbangkan oleh beton (kg); Vs = Kekuatan geser yang disumbangkan oleh tulangan geser (kg) Kapasitas kemampuan beton (tanpa penulangan geser) untuk menahan gaya geser dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (7) : 1



' Vc =  6 f c bw d ........................................................... ................................. (7)   dimana : Vc = Kapasitas geser beton (N) ; f’c = Kuat tekan beton (MPa) ; bw = Lebar balok (mm) ; dan d = Tinggi efektif penampang beton (mm).

Menurut [9], untuk tulangan geser, Vs dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 8 : Vs = Av f y d ............................................................................................................ (8) s

dimana : Vs = Av = fy = d = s =

Gaya geser nominal yang disediakan oleh tulangan sengkang (N) ; Luas penampang tulangan sengkang (mm2); Kuat luluh tulangan geser (MPa); Tinggi efektif penampang balok beton bertulang (mm); dan Jarak pusat ke pusat batang tulangan geser kearah sejajar tulangan pokok memanjang (mm).

Lendutan Menurut [9], lendutan yang terjadi pada balok yang dibebani pada dua titik pembebanan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : ∆ultimit= 0,125 x  u x l 2 ............................................................................... (9) φu= φu = dimana : ∆ult φu L u c ρ ρ’

= = = = = = =

0,7

u c

u c

1

100    '

1 3

Jika

................................................(10)

............................................................. (11)

Lendutan beban ultimit di tengah bentang (mm); Kurvatur ultimit (rad/mm); Panjang bentang (mm); Regangan ultimit pada beton; Jarak serat terluar ke garis netral (mm); Rasio tulangan tarik (As / b.d); dan Rasio tulangan tekan (A’s / b.d).

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

    '  2 Jika(     

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 63

Daktilitas Daktilitas struktur ketika menerima beban merupakan pertimbangan penting bagi perencanaan bangunan dan merupakan sifat struktural yang dijadikan standar kelayakan untuk mengontrol kerusakan [12]. Perilaku beton yang bersifat daktail dan getas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perilaku daktail dan getas pada beton. Sumber : Punmia, B.C. at al, 2007 Daktilitas dapat dihitung dengan Persamaan 12 : µ = u ..................................................... …………………………………..... (12) y

dimana: µ = Daktilitas ; ∆u = Regangan pada saat beban puncak ; ∆y = Regangan pada saat luluh.

3. METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penelitian 1. Perencanaan balok beton bertulang mutu tinggi Perhitungan awal mengenai kapasitas momen lentur dilakukan guna mendapatkan gambaran apakah benda uji balok yang direncanakan mengalami gagal lentur. Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mendapatkan benda uji gagal menahan beban lentur maka didapat ukuran dan jumlah tulangan seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Ukuran dan Jumlah Tulangan Benda Uji Variasi Benda Uji

Benda Uji Balok

Beton Bertulang Mutu Tinggi Normal

BMT Normal

Beton Bertulang Mutu Tinggi Cangkang Sawit Agregat Kasar

BMT CSAK

2.

Dimensi Balok 15 cm x 30 cm x 220 cm 15 cm x 30 cm x 220 cm

Tulangan Pokok Tekan Tarik

Tulangan Geser

Jumlah

2D11,9

4D15,8

D11,9-100

1

2D11,9

4D15,8

D11,9-100

1

Pembuatan Benda Uji Pada Tabel 4 dapat dilihat jumlah dan variasi benda uji.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 64

Tabel 4 : Jumlah dan variasi perlakuan benda uji. Variasi Benda Uji

Benda Uji Silinder diameter 15 cm x tinggi 30 cm

BMT Normal dan BMT Substitusi Agregat Kasar (CSAK)

Balok 15 cm x 15 cm x 60 cm Balok 15 cm x 30 cm x 220 cm

Pengujian

Jumlah Masingmasing

Jumlah Total

Kuat Tekan

4

8

Kuat Tarik Lentur Murni

3

6

1

2

Lentur

Benda uji untuk pengujian kuat lentur adalah balok ukuran 15 cm x 30 cm x 220 cm, sedangkan balok ukuran 15 x 15 x 60 cm untuk pengujian lentur murni, dan silinder ukuran diameter 15 cm x tinggi 30 cm untuk pengujian kuat tekan sebagai benda uji kontrol. 3. Pengujian kuat tekan Pengujian tekan dilakukan dengan memberikan beban arah vertikal atau sejajar secara perlahan-lahan hingga benda uji hancur. Seperti Gambar 3 berikut :

Gambar 3. Pengujian Kuat Tekan Silinder

Gambar 4. Pengujian Kuat Tarik Lentur

4. Pengujian kuat lentur Pengujian dilakukan dengan sistem balok sederhana dengan beban terpusat pada dua titik. Beban dari mesin uji disalurkan melalui plat baja untuk diteruskan ke balok menjadi beban titik masing-masing pada jarak 1/3 bentang, seperti terlihat pada Gambar 4. 5. Pengujian kuat lentur beton bertulang Set up pengujian benda uji balok dapat dilihat pada Gambar 5. Adapun perilaku yang diamati adalah retak yang terjadi yaitu retak awal dan pola retak, lendutan, regangan baja dan beton, beban maksimum yang dipikul oleh balok dan pola kehancuran yang terjadi.

Gambar 5. Set Up Pembebanan Benda Uji Balok

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 65

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1

Hasil

1.

Pengujian kuat tekan BMT dengan substitusi agregat Diperlihatkan pada Tabel 5 di bawah ini yaitu hasil kuat tekan (f’c) benda uji silinder diameter 15 cm x tinggi 30 cm BMT substitusi agregat. Tabel 5. Rekapitulasi Kuat Tekan Silinder (kg/cm²)

f'c (MPa)

f'c ratarata (MPa)

106000 108000 118000

591,92 599,11 663,75

58,07 58,77 65,11

60,65

121000 122000 120000

687,01 697,33 679,97

67,40 68,41 66,70

67,50

Dimensi Benda Uji

Luas

Beban

f'c

Tinggi

Diameter

(cm²)

(kg)

NORMAL HSC

30,31 30,14 30,20

15,10 15,15 15,05

179,08 180,27 177,78

CSAK

30,09 30,36 30,27

14,98 14,93 14,99

176,13 174,95 176,48

Variasi Benda Uji

2.

Hubungan tegangan-regangan BMT dengan substitusi agregat Berdasarkan data yang diperoleh, di buat grafik hubungan tegangan-regangan BMT dengan cara menghitung tegangan-regangan setiap interval pada kenaikan beban 200 kg dan disesuaikan dengan pemberian beban sampai benda uji hancur. Rekapitulasi nilai teganganregangan maksimum benda uji silinder diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Rekapitulasi Nilai Tegangan-regangan Beban (P)

Tegangan

(Kg)

(MPa)

Regangan Maksimum

Normal HSC

108000

61,115

0,00159

CSAK

116000

65,643

0,00256

Variasi Benda Uji

3.

Pengujian kuat tarik lentur BMT dengan substitusi agregat Rekapitulasi nilai kuat lentur BMT substitusi agregat dengan benda uji balok 15 cm x 15 cm x 60 cm yang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rekapitulasi Nilai Kuat Tarik Lentur

Variasi Benda Uji

BMT Normal CSAK

Dimensi Benda Uji

Berat Benda Uji

Panjang

Lebar

Tinggi

Beban (P)

Kuat Tarik (fr)

Kuat Tarik Rata-rata (fr)

(cm) 60 60 60 60

(cm) 15 15 15 15

(cm) 15 15 15 15

(kg) 4020 3850 3940 4690

(Mpa) 5.464 5.233 5.355 6.374

(Mpa)

BTL.1 BTL.2 BTL.3 BTL.1

(kg) 33.85 33.93 33.9 28.06

BTL.2 BTL.3

28.25 28.3

60 60

15 15

15 15

4740 4670

6.442 6.347

6.388

Nama Benda Uji

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

5.351

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 66

4.

Pengujian kuat tarik baja Data hasil tegangan luluh, regangan luluh dan modulus elastisitas baja untuk masingmasing diameter diperlihatkan pada Tabel 8 dibawah ini.

Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji Tarik Baja

No

Diameter mm

5.

1

11,9

2

15,8

No. Benda Uji BU. 1 BU. 2 BU. 1 BU. 2

Tegangan Leleh (kg/cm²) 3947,04 3692,39 4710,99 4201,69

Modulus Tegangan Regangan Modulus Elastisitas Leleh Rata-rata Leleh Elastisitas Rata-Rata (kg/cm²) (% ) (kg/cm²) (kg/cm²) 0,195 2026723 3819,72 2086732 0,172 2146741 0,248 1903429 4456,34 1964170 0,208 2024911

Jenis Besi Ulir Ulir

Perbandingan Hasil Pengujian Balok BMT Normal dengan Substitusi agregat

a.

Beban dan lendutan Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa balok BMT normal memiliki lendutan maksimum sebesar 23,14 mm pada beban 25,17 ton, sedangkan balok BMT CSAK memiliki lendutan maksimum sebesar 25,93 mm pada beban 25,03 ton. b.

Beban dan regangan baja tarik Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa Balok BMT normal memiliki regangan baja tulangan tarik sebesar 103,108 µ atau 0,0103 pada beban 24,24 ton. Balok BMT CSAK memiliki regangan baja tulangan tarik sebesar 80,897 µ atau 0,00809 pada beban 25,03 ton. c.

Beban dan regangan baja geser Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa balok BMT pada masing – masing variasi memiliki regangan baja tulangan geser yang lebih kecil dibandingkan dengan regangan baja tulangan tarik. Balok BMT normal memiliki regangan baja tulangan geser sebesar 14,454 µ pada beban 25,17 ton. Balok BMT CSAK memiliki regangan baja tulangan geser sebesar 9,431 µ pada beban 25,03 ton. d.

Beban dan regangan beton Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa balok BMT normal memiliki regangan beton sebesar 238,095 µ pada beban 24,17 ton. Balok BMT CSAK memiliki regangan beton sebesar 416,202 µ pada beban 25,03 ton. Terlihat pada balok dengan substitusiagregat, regangan yang terbaca pada grafik tetap linier.

Gambar 6 Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Gambar 7 Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 67

Gambar 8 e.

Gambar 9

Perbandingan hasil teoritis dan laboratorium terhadap kapasitas balok BMT normal dengan substitusi agregat

Dari hasil perbandingan nilai kapasitas balok dengan substitusi agregat yang diperlihatkan pada Tabel 9 dapat disimpulkan bahwa untuk beton mutu tinggi dengan substitusi agregat dapat meningkatkan kuat lentur beton mutu tinggi dibandingkan dengan beton mutu tinggi normal. Tabel 9 : Perbandingan Kapasitas Balok BMT Normal dengan Balok BMT Substitusi Agregat Terhadap Teoritis dan Laboratorium Jarak Berat fy lentur fy geser Benda Uji Balok f'c (Mpa) Sengkang Benda Uji (Mpa) (Mpa) (mm) (Kg)

Perbandingan Hasil Momen Lentur (KN.m) Lendutan (mm) Plab / Mlab / ∆lab/∆te Plab Plab / Pu Mn Mlab ∆teori ∆lab Berat Mn ori

Beban Maksimum (KN) Pu

NORMAL HSC

60,650

445,634 381,972

10,000

270,000 206,551 246,916

1,195

93,222

72,293

86,421

1,195 16,919 23,140 1,368

CSAK

67,500

445,634 381,972

10,000

255,000 208,570 245,543

1,177

98,157

73,000

85,940

1,177 21,684 25,930 1,196

4.2

Pembahasan

Kuat tekan dan kuat tarik lentur BMT Normal dan substitusi agregat Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat nilai kuat tekan dan kuat tarik lentur BMT substitusi agregat meningkat dibandingakan dengan BMT normal. Substitusi agregat dalam campuran beton akan berpengaruh terhadap kekuatan tekan dan tarik beton. Jika dihubungkan dengan momen nominal yang terbentuk, semakin tinggi nilai kuat tekan yang dihasilkan semakin rendah nilai blok tegangan tekan, maka semakin tinggi nilai momen nominal yang terbentuk. Pengujian kuat tarik lentur ini juga didapat untuk mengetahui retak awal pada balok BMT dan dijadikan sebagai acuan pada saat pengujian balok beton bertulang.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 68

Gambar 10. Diagram Kuat tekan dan Kuat Tarik Lentur BMT Normal dan substitusi agregat. Kuat Lentur Balok BMT Variasi Aditif dan Substitusi Agregat : 1.

Lendutan

Tabel 10. Perbandingan Lendutan Balok BMT Normal dengan Balok BMT Substitusi Agregat

Benda Uji Balok

Lendutan Maks (mm)

Perbandingan Lendutan Terhadap Lendutan BMT Normal Persen (%)

Selisih (%)

NORMAL HSC

23.140

100.000

-

CSAK

25.930

112.057

12.057

Dapat dibahas dari nilai lendutan pada Tabel 10 Perbandingan lendutan balok BMT dengan substitusi agregat terhadap balok BMT normal cenderung dapat meningkatkan nilai lendutan balok beton mutu tinggi.Lendutan maksimum pada BMT CSAK dengan persentase besarnya lendutan terhadap BMT normal sebesar 112,057 %, meningkat 12,057 % dari BMT normal, hal ini dikarenakan kerak cangkang sawit memiliki tekstur permukaan yang relatif lebih kasar sehingga ikatan antar material dalam campuran beton (bond) lebih kuat. 2.

Retak dan Fracture/gagal Retak yang terjadi pada pengujian balok BMT dengan substitusi agregat dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini. Dari Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa substitusi agregat dapat meningkatkan beban terjadinya retak awal pada balok beton bertulang mutu tinggi. Tabel 11. Hasil Uji Laboratorium Retak Pertama

Benda Uji Balok

Peralihan Beban Maksimum Regang Lenduta Regangan Baja Lenduta Regangan Baja Reganga Lenduta Regangan Baja Reganga P (ton) an P (ton) P (ton) n (mm) n (mm) n Beton n (mm) n Beton Tarik Geser Beton Tarik Geser Tarik Geser

NORMAL HSC

3,520

0,540

0,728

-0,021

1,533

23,480

9,700

49,430

0,760

96,898 25,170 23,140

0,000

14,454

0,000

CSAK

4,000

0,330

2,342

-0,085

2,002

23,070

9,540

48,108

7,891

109,525 25,030 25,930

80,897

9,431

416,202

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 69 BMT CSAK

BMT Normal

Gambar 11. Pola Retak Balok BMT dengan Substitusi Agregat Jumlah retak semakin banyak seiring dengan penambahan beban. Balok BMT normal pada saat beban maksimum salah satu retak lentur membesar sampai pada bagian balok atau beton telah luluh selanjutnya diikuti luluh tulangan lentur dan dapat dikatakan balok tersebut getas. Sementara itu BMT dengan substitusi agregat, pada beban lebih besar dari 75% beban maksimum terjadi perubahan grafik hubungan beban – lendutan dari linier ke plastis disini menunjukan bahwa tulangan lentur telah luluh perlahan dan diikuti dengan luluhnya beton atau dengan kata lain substitusi agregat kedalam beton mutu tinggi dapat meminimalisirkan sifat getas. Pembentukan retak pada umumnya dari setiap benda uji berbeda-beda, tetapi kehancuran yang terjadi sama yaitu kehancuran lentur atau gagal lentur. Hal ini di tunjukkan dengan dominannya retak di daerah lentur. 3.

Daktilitas Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa substitusi agregat dapat meningkatkan nilai daktilitas balok BMT. Tabel 12. Data Hasil Perhitungan Daktilitas Balok BMT dengan Substitusi Agregat Kondisi Luluh No.

Variasi Benda Uji

Beban (P)

Lendutan (∆y)

Kondisi Ulitimit Beban (P)

Perbandingan Daktilitas µ = daktilitas Lendutan (∆u) ∆u/∆y terhadap BMT Normal mm

ton

mm

ton

1

NORMAL HSC

23,480

9,700

25,170

23,140

2,386

2

CSAK

23,070

9,540

25,030

25,930

2,718

-

%

113,936 %

Dapat disimpulkan bahwa substitusi agregat dapat digunakan untuk meningkatkan daktilitas beton mutu tinggi yang diketahui memiliki sifat yang getas atau nilai daktilitas yang rendah. Nilai daktilitas dari BMT substitusi agregat menunjukkan kerak cangkang sawit sangat efektif digunakan dan dapat me ningkatkan kapasitas beban lentur maksimum. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1

Kesimpulan 1. Hasil pengujian kuat tekan, kuat tarik lentur dan tegangan-regangan beton dengan substitusi agregat dapat diklasifikasikan kepada beton mutu tinggi yang bersifat getas. 2. Kegagalan balok BMT dengan substitusi agregat sesuai dengan yang direncanakan, yaitu gagal lentur. 3. Balok BMT dengan substitusi agregat dapat meningkatkan nilai lendutan dan daktilitas balok beton mutu tinggi. 4. Pola retak antara balok BMT substitusi agregat lebih banyak, jumlah retaknya yang terjadi secara perlahan serta pendek dibandingkan dengan balok BMT normal. Substitusi agregat juga dapat meningkatkan beban terjadinya retak awal pada balok beton bertulang mutu tinggi.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 70

5.2

Saran Penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan oleh peneliti lain, dengan memperhatikan beberapa hal dan saran sebagai berikut: Untuk melanjutkan penggunaan substitusi agregat pada beton mutu tinggi sehingga mengurangi sifat getas, dapat digunakan sebagai substitusi agregat halus atau sebagai bahan aditif , serta dapat dibandingkan dengan hasil yang telah diteliti pada penelitian ini. . DAFTAR PUSTAKA [1]

Aulia, T, 1999, Effect of Mechanical Properties of Aggregate on The Ductility of High Performance Concrete, Karsten Deutschman, Lacer No. 4, University of Leipzig, 133 – 147. [2] Dewi, E.F., Astari, K.T., dan Lie H.A., 2014, Pengaruh Komposisi Nano Semen Pada Perilaku Beton, Universitas Diponegoro, Semarang. [3] Dipohusodo, I, 1996, Struktur Beton BertulangBerdasarkan SK SNI T-15-1991-03, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [4] Indonesia Invesment Coordinating Board, 2015, Potensi Kelapa Sawit Di Aceh. (http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/commodityarea.php?ic=2&ia=11, diakses Rabu, 5 agustus 2015) [5] Kurniawan, A., Analisa Perilaku Geser Balok Beton Ringan Dengan Menggunakan Bongkahan Cangkang Sawit (BCS) Sebagai Pengganti Agregat, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. [6] McCormac, J.C., 2001, “Desain Beton Bertulang”, Penerbit Erlangga, Jakarta. [7] Muhardi, Sitompul, IR & Rinaldi, 2004, Pengaruh Penambahan Abu Sawit terhadap Kuat Tekan Mortar, Seminar Hasil Penelitian Dosen, Program Studi S1 Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau [8] Mulia, A., 2007, Pemanfaatan Tandan Kosong dan Cangkang Kelapa Sawit sebagai Briket Arang, Universitas Sumutera, Medan. [9] Nawy, E.G., 1998, Reinforce Concrete a Fundamental Approach, Mac Graw-Hill Book Company, Sidney. [10] Nugraha, P, dan Antoni, (2007), ”Teknologi Beton”, Penerbit ANDI, Yogyakarta. [11] Nugraheni, M.W., 2011, Tinjauan Kuat Tekan Beton Mutu Tinggi Dengan Penambahan Superplasticizier Dan Pengaruh Penggantian Sebagian Semen Dengan Fly Ash, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. [12] Punmia, B.C, Ashok, K.J, and Arun, K.J., 2007, Limit State Design of Reinforced Concrete, Published By. Laxmi Publications (P) LTD. New Delhi. Penerbit: Firewall Media, 2007.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 59 - 70

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 71CC

Analisis Kelayakan Ekonomi Transportasi (Studi Kasus Project Package JNB 1 Construction of Road Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh)

Meidia Refiyanni Jurusan Teknik Sipil Universitas Teuku Umar, Alue Peunyareng, Meulaboh

email : [email protected],

Abstract Sabang city is one of the major tourist destinations in Aceh province and needs to ensure its area is in a low-risk flood inundation zone. However Sabang city has not had a good and comprehensive drainage system yet and often experienced flood. Its Sabang's topographical feature which consists of mountains, hills, and plains, has caused the drainage system of Sabang to be unique and special. According to Sabang Spatial Plan Year 2012 to 2017, Sabang should improve the function of its drainage infrastructures immediately. Nonetheless, due to budget constraints it is necessary to determine the handling priority of drainage system of Sabang city during the next 20 years. Determination of handling priority of Sabang’s drainage system is based on the physical, demographic, and environmental aspect and is in accordance with survey results and analysis of secondary data. The selection of priority of service areas is performed by weighted average method. Based on the analysis of the three factors described above, it can be seen that the handling priority of subwatershed for short-term is in subwatershed Anoi Itam, subwatershed Krueng Balohan and sub-watershed Pria Laot; medium-term is in subwatershed Keunekai, subwatershed Ceunohot, subwatershed Aneuk laot, subwatershed Paya Seunara; and long-term is in subwatershed Ceuhum, subwatershed Ujung Bau, subwatershed Gua Sarang, subwatershed Teupin Kareung and subwatershed Iboih.

Keywords : Priority, drainage system, weighting average, Sabang city

Abstrak Fungsi jalan ini merupakan infrastruktur penghubung antara Banda Aceh dengan Meulaboh. Evaluasi dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan mengetahui faktor-faktor yang menjadi parameter kelayakan ekonomi transportasi pada Jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek pada Sta 198+000 – Sta 216+000. Metode yang digunakan ialah skenario jalan dengan kondisi existing dan jalan yang dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) pada jalan yang sama, dan membandingkan hasil dari nilai VOC, NPV, BCR, EIRR untuk mengetahui apakah proyek JNB1 tersebut layak serta membandingkan ke dua skenario tersebut mana yang lebih ekonomis. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai VOC dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan PT. PCI (Pacific Consultant International), diketahui jalan yang dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) lebih hemat Rp. 90.170,4 dari kondisi jalan existing. Hasil perhitungan NPV, BCR, dan EIRR pada jalan JNB1 untuk kondisi jalan existing (metode pemasangan geotextile dan geogrid serta penggunaan cerucuk khusus) dengan jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) diketahui nilai NPV,BCR, dan EIRR lebih besar pada jalan existing bila dibandingkan pada jalan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM). Kedua alternatif jalan tersebut dinyatakan layak proyek karena telah memenuhi persyaratan dimana NPV ≥ 0, BCR > 1 dan EIRR > social discount rate yang berlaku. Kata Kunci : VOC, NPV, BCR dan EIRR.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 72CC

1. PENDAHULUAN

P

ertambahan kebutuhan penduduk maka bertambah pula permintaan perjalanan berupa peningkatan aktivitas pergerakan orang dan barang dalam suatu wilayah atau kota, yang mana aktivitas pergerakan ini mutlak memerlukan sarana dan prasarana transportasi yang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas (Aris, 2008). Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termaksud bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah. Pada dasarnya transportasi berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan yang pada akhirnya dapat mendorong terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, disebutkan bahwa jalan mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial budaya serta lingkungan sehingga tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah. Untuk menghindari pemborosan semestinya suatu proyek terutama dengan biaya tinggi harus dievaluasi melalui tahap pra-studi kelayakan dan tahap studi kelayakan. Terutama pada jalan yang direncanakan atau diinvestasikan untuk dilalui beban lalu lintas menengah dan tinggi (medium dan high volume roads) diperlukan analisis kelayakan ekonomi. Jalan Aceh Barat merupakan jalan alternatif yang digunakan oleh masyarakat sebagai sarana pergerakan lalu lintas untuk melakukan aktivitas atau perpindahan dari suatu daerah ke daerah yang lain. Jalan Aceh Barat terletak di jalan lintas barat – Sumatera, pasca gempa dan tsunami tahun 2004 silam sempat rusak berat dan tidak bisa di lewati sehingga menjadi hambatan kelancaran arus lalu lintas ke daerah lain. Pada tahun 2011-2012 pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum, mulai membangun jalan nasional baru di kawasan pantai Aceh Barat sepanjang 50 km dengan terbagi dari 3 paket JNB yang dibiayai oleh Multi Donor Fund (MDF). Dari ketiga paket JNB tersebut paket JNB1 yang terletak pada jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek dengan Sta 198+000 – Sta 216+000 kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh sepanjang 18 km adalah yang paling banyak mengalami kerusakan di tahun pertama dengan lebar jalan 9 meter. Proyek ini untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan mempermudah lintasan arus lalu lintas sehingga perlu mengidentifikasi factor–faktor yang mempengaruhi kelayakan ekonomi transportasi [1], menghitung seberapa besar nilai VOC, NPV, BCR dan IRR mempengaruhi umur rencana jalan [2]serta menghitung kelayakan ekonomi jalan dengan kondisi sekarang (existing) jika dibandingkan dengan konstruksi cakar ayam modifikasi (CAM) sebagai pilihan alternatif [3]. Salah satu faktor untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang baik. Transportasi merupakan salah satu persoalan yang sangat penting, karena transportasi adalah alat penunjang terlaksananya kegiatan masyarakat sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai tingkat Kelayakan Ekonomi Transportasi pada paket JNB1 jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek dengan 2 skenario alternatif jalan existing dengan jalan yang menggunakan Konstruksi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) pada jalan yang sama. Dalam hal mendukung kelancaran lalu lintas mengenai keberadaan dari prasarana jalan, maka perlu diadakan studi kelayakan. Studi kelayakan merupakan analisis teknik dan analisis ekonomi atau finansial dengan menggunakan data-data memerlukan analisis yang lebih komprehensif meliputi aspek teknis, ekonomi, sosial dan lingkungan berdasar data-data rinci baik primer maupun sekunder yang dikumpulkan secara lengkap dan detail (Aris, 2008). Berdasarkan uraian di atas serta mengingat pembangunan jalan alternatif Aceh Barat sangat besar dan terkait dengan tujuannya yang akan dilalui lalu lintas dengan beban volume lalu lintas menengah yang cenderung selalu meningkat maka perlu diteliti kembali mengenai tingkat kebutuhan dan kelayakan ekonomi transportasi pada jalan tersebut.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 73CC

2. METODE PENELITIAN Pengumpulan data, menganalisis fungsi, evaluasi aspek teknis, analisis untung rugi, membandingkan kelayakan ekonomi jalan dengan kondisi existing dengan jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi cakar ayam modifikasi (CAM). Proyek yang dipilih sebagai objek penelitian adalah Project Package JNB1 of Road : Lueng Gayo – Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Lokasi penelitian yaitu Ruas Jalan Banda Aceh – Meulaboh Sta 198 + 000 – Sta 216+000 Kabupaten Aceh Barat Subjek dalam penelitian ini adalah kelayakan ekonomi transportasi pada konstruksi jalan existing JNB1 dengan jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi cakar ayam modifikasi (CAM) masih pada jalan tersebut sebagai alternatif. Dengan metode VOC, NPV, BCR, dan EIRR untuk membandingkan kelayakan ekonomi transporatasi pada jalan JNB1 [4]. Sedangkan yang menjadi objek pemilihan alternatif adalah mutu konstruksi yang dihasilkan, biaya awal, biaya pemeliharaan, umur rencana, sebagai pembanding kelayakan ekonomi transportasi. Berdasarkan penelitian [4], metode VOC, NPV, BCR, dan EIRR dilakukan dengan menggunakan formula berikut: n

NPV   t 0 n

BCR 

Bt  Ct 1  i t

(1)

Bt

 1  r  t 0 n

t

Ct

 1  r  t 0

n

EIRR   t 0

(2)

t

Bt  Ct 1  r t

(3)

dengan: Bt = Merupakan besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun t; Ct = Merupakan besaran total dari komponen biaya pada tahun t; n = Umur ekonomi proyek yang dikaji; i = Merupakan biaya yang dibutuh untuk modal (Opportunity Cost of Capital); t = Tahun masa analisis (Time Horizon); r = Tingkat suku bunga (discount rate). Dengan menggunakan kriteria investasi ini, maka suatu proyek tertentu dikatakan layak jika nilai NPV ≥ 0. Sedangkan nilai NPV = 0, berarti proyek tersebut proyek dikatakan tidak layak dan hendaknya ditolak, Raharjo (2007) menyatakan bahwa BCR dengan nilai lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa program pembangunan akan menguntungkan, sebaliknya nilai BCR kurang dari 1 menunjukkan bahwa pembangunan tersebut tidak layak, Proyek dikatakan layak jika EIRR > social discount rate yang berlaku. untuk membandingkan kedua alternatif ini, maka EIRR yang terbesar lebih baik. Kelayakan Ekonomi Kelayakan ekonomi merupakan sudut pandang analisis dari kebijakan publik (pemerintah), yang mana komponen manfaat dan biaya yang diperhitungkan merupakan semua komponen yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung bagi kepentingan negara, publik atau masyarakat luas (Social return). Dasar perhitungan komponen biaya didasarkan pada nilai sosial atau ekonomi yang sesungguhnya. Untuk mengetahui biaya proyek dan manfaat proyek yang didapat maka dilakukan analisis cash flow dari masing-masing alternatif proyek dengan menggunakan discount rate 0% Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 74CC

untuk masa 10 tahun, 2,5% untuk tahun ke 11 – 20, dan 5% untuk tahun ke 21 – 35. (http://web.worldbank.org), kemudian dievaluasi dengan kriteria konsep pendekatan Consumen surplus. (Aris, 2008) teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu analisa kuantitatif dan analisa kualitatif, dimana teknik analisa kuantitatif mempunyai posisi yang lebih dominan dibandingkan teknik analisa kualitatif dalam pembahasan selanjutnya. Analisa kualitatif Dalam penelitian ini analisa kualitatif dibutuhkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan hasil-hasil dari analisa kuantitatif kedalam bahasa yang lebih sederhana dan logis. Analisa kualitatif merupakan jenis analisis yang menjelaskan suatu masalah atau fenomena bukan dalam bentuk besaran angka atau nilai, namun berupa uraian, tanggapan kritis, perbandingan atau komparasi. Jenis analisa kualitatif dibedakan menjadi:  Deskriptif yaitu menganalisis keadaan obyek studi melalui uraian, pengertian ataupun penjelasan-penjelasan baik terhadap analisis yang bersifat terukur maupun tidak terukur.  Normatif yaitu analisis terhadap keadaan yang seharusnya mengikuti suatu aturan atau pedoman ideal tertentu maupun landasan hukum atau lainnya. Analisa kuantitatif Analisa kuantitatif merupakan analisis yang berhubungan dengan angka, bobot, nilai, jumlah dari suatu topik atau bahasan. Dalam penelitian ini analisis kuantitatif digunakan secara sistematis dan berurutan dalam menentukan kelayakan ekonomi, kriteria kelayakan ekonomi, volume lalu lintas dan biaya operasional kendaraan dan nilai penghematan waktu tempuh: Analisa Volume Lalu Lintas Analisa volume lalu lintas dilakukan setelah diperoleh data dari survei primer (traffic counting) pada ruas jalan arteri dengan mengacu petunjuk MKJI 1997: V = LHRT x EMP

(4)

Dimana : V = Volume Lalu-lintas (smp/jam) LHRT = Lalu-lintas Harian Rata-rata (smp/jam) EMP = Ekivalensi Mobil Penumpang Analisa Kapasitas Jalan Analisa kapasitas jalan dilakukan pada jalan arteri lama dan rencana jalan arteri perencanaan menggunakan formula dari MKJI 1997 untuk jalan diluar perkotaan yaitu: (5)

C = CO x FCW x FCSP x FCSF Dimana: CO FCW FCSP FCSF

= = = =

Kapasitas dasar (smp/jam) Faktor penyesuaian lebar jalan Faktor penyesuaian pemisahan arah Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb

Analisa Kecepatan Kendaraan Pada kondisi pra jalan arteri altenatif, analisa kecepatan kendaraan diawali dengan survei waktu tempuh pada semua rute atau lintasan jalan arteri yang digunakan untuk melewati

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 75CC

lokasi penelitian yang kemudian dihitung dengan menggunakan formula MKJI 1997 untuk kecepatan tempuh yaitu : (6) V = L/TT Dimana : V = Kecepatan rata-rata ruang kendaraaan ringan, LV (km/jam) L = Panjang segmen (km) TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kriteria kelayakan ekonomi ini pada dasarnya dikembangkan dalam usaha mencari suatu "kriteria" yang dapat menggambarkan tingkat kelayakan proyek dari aspek ekonomi. Dengan menentukan jumlah maksimum volume lalu lintas, membandingkan Biaya Operasional Kendaraan (BOK/VOC), NPV, BCR, dan EIRR pada jalan existing dengan jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) sebagai altenatif pada jalan JNB1, dari perhitungan tersebut dapat diketahui tingkat kelayakan ekonomi pada jalan JNB1. Biaya Operasi Kendaraan Menghitung nilai waktu, digunakan teori Hebert Mohring, yaitu untuk menentukan nilai waktu tempuh, dimana diambil pendekatan dengan menganggap bahwa pengemudi akan menggunakan jalan lebih baik untuk menghindari kemacetan. Biaya Operasi Kendaraan (BOK) merupakan penjumlahan dari biaya gerak (running cost) dan biaya tetap (fixed cost), dari perhitungan biaya operasional kendaraan dengan kecepatan rencana dengan jarak tempuh 18 km di peroleh perbedaan biaya operasional. Dapat dilihat pada tabel. 1 Berikut ini: Tabel 1. Total Biaya Operasional Kendaraan (BOK) Analisa/Persamaan Jalan existing Jalan Metode Cam

No 1.

Total Biaya Operasional Kendaraan Rp 2.265.565,604 Rp

2.175.395,203

BKBOK = BOKexisting – BOKCAM

= Rp. 2.265.566,604 – Rp. 2.175.395,203 = Rp. 90.170,4

Berdasarkan hasil perhitungan biaya operasional kendaraan dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan PT. PCI (Pacific Consultant International) meliputi biaya tidak tetap (running cost) dan biaya tetap (fixed cost), kedua biaya tersebut nantinya akan di jumlahkan untuk memperoleh biaya operasional total kendaraan yang dibutuhkan kendaraan. Daftar harga satuan komponen biaya operasional kendaraan yang dipergunakan dalam perhitungan ini dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel.2. Daftar Harga Satuan Komponen Biaya Operasional Kendaraan No

Item Biaya

1 Besin 2 Solar 3 Oli Car/kend. Penumpang/pribadi Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Satuan

Harga Satuan

(Rp)

Rp/liter Rp/liter

Rp Rp

6.500 5.500

Rp/liter

Rp

55.000

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

No

P a g e | 76CC

Item Biaya

Satuan

Rp/liter Utility/kendaraan Serbaguna Small Bus/Bus Kecil Rp/liter Rp/liter Large Bus/Bus Besar Light Truck/Truk Kecil 2 Sumbu Rp/liter Rp/liter Heavy Truck/Truk Sedang 2 Sumbu Heavy Truck/Truk Besar 3 Sumbu Rp/liter 3 Kendaraan Baru Car/kend. Penumpang/pribadi Rp/Kendaraan Rp/Kendaraan Utility/kendaraan Serbaguna Small Bus/Bus Kecil Rp/Kendaraan Rp/Kendaraan Large Bus/Bus Besar Light Truck/Truk Kecil 2 Sumbu Rp/Kendaraan Heavy Truck/Truk Sedang 2 Sumbu Rp/Kendaraan Heavy Truck/Truk Besar 3 Sumbu Rp/Kendaraan 4 Upah Tenaga Pemelihara Rp/jam 5 Ban baru Rp/Ban Baru Car/kend. Penumpang/pribadi Utility/kendaraan Serbaguna Rp/Ban Baru Rp/Ban Baru Small Bus/Bus Kecil Large Bus/Bus Besar Rp/Ban Baru Rp/Ban Baru Light Truck/Truk Kecil 2 Sumbu Heavy Truck/Truk Sedang 2 Sumbu Rp/Ban Baru Heavy Truck/Truk Besar 3 Sumbu Rp/Ban Baru Sumber : Data skunder/hasil survei

Harga Satuan

(Rp)

Rp Rp Rp Rp Rp Rp

55.000 55.000 55.000 55.000 55.000 55.000

Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

226.600.000 173.500.000 170.000.000 900.000.000 298.400.000 606.000.000 944.000.000 5.000

Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp

1.098.000 1.098.000 1.012.000 1.012.000 1.012.000 1.372.000 1.446.000

Biaya Tidak Tetap (Running Cost) Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat kendaraan beroperasi. Biaya tidak tetap sering juga disebut sebagai biaya variabel (variable cost), dari perhitungan biaya tidak tetap (running cost) diperoleh perbedaan biaya operasional.

No

Tabel. 3. Biaya Tidak Tetap (Running Cost) Analisa/Persamaan Jalan existing Jalan Metode Cam

1.

Biaya Konsumsi bahan bakar

Rp

158.955,47 Rp

212.842,78

2.

Biaya Oli/Pelumas

Rp

24.560,30 Rp

28.466,74

3.

Biaya Pemakaian Ban

Rp

74.858,41 Rp

87.087,48

4.

Biaya Pemeliharaan

Rp

189.075,20 Rp

202.821,30

5.

Biaya Montir/Mekanik

Rp

1.110,25 Rp

1.185,00

6.

Biaya awak (Crew) kendaraan Rp

5.946,42 Rp

5.144,73

7.

Biaya Depresiasi

1.544.258,53 Rp

1.403.383,30

Rp

Biaya Tetap (Fixed Cost) Biaya tetap adalah capital cost, yaitu biaya yang harus dikeluarkan pada saat awal Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 77CC

dioperasikan sistem angkutan umum. Biaya tetap tergantung dari waktu dan tidak terpengaruh dengan penggunaan kendaraan, dari perhitungan biaya tetap (fixed cost) diperoleh perbedaan biaya operasional. Tabel .4. Biaya Tetap (Fixed Cost) No Analisa/Persamaan

Jalan existing

Jalan Metode Cam

1.

Biaya Asuransi

Rp

28.610,21

Rp

24.832,39

2.

Biaya Suku Bunga

Rp

40.097,37 Rp

34.717,00

3.

Biaya Over Head

Rp 198.093,440 Rp

188.660,580

Biaya Operasi Kendaraan (BOK) sangat berpengaruh pada laju kecepatan kendaraan. Untuk lebih jelasnya perbandigan perhitungan Biaya Operasi Kendaraan (BOK). Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan keuntungan bersih dari pelaksanaan proyek setelah dikurangi biaya. NPV diperoleh dengan mengurangi nilai manfaat dan biaya diubah dalam besaran nilai sekarang. Nilai NPV yang diperoleh dari penelitian ini. Tabel .5. Net Present Value (NPV) No

NPV

Jalan existing

Jalan Metode Cam

1.

Discount rate 0-0 %

Rp

61.057.657.044,40

Rp

42.585.497.025,05

2.

Discount rate 2,5 %

Rp

108.413.935.612,05

Rp

85.085.784.295,61

3.

Discount rate 5,0 %

Rp

109.728.800.155,62

Rp

86.265.820.449,51

Nilai NPV discount rate tersebut diatas semuanya bernilai positif sehingga pelaksanaan pembangunan pada paket JNB1 sangat menguntungkan. Benefit Cost Ratio (BCR) Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan perbandingan antara nilai manfaat dengan biaya proyek. Nilai BCR yang diperoleh semuanya sesuai dengan syarat yang diisyaratkan yaitu (nilai BCR>1), maka pembangunan pada paket JNB1 layak untuk dibangun. Tabel. 6. Benefit Cost Ratio (BCR) No

BCR

Jalan existing

Jalan Metode Cam

1.

Discount rate 0-0 %

2,02

1,69

2.

Discount rate 2,5 %

3,02

2,46

3.

Discount rate 5,0 %

3,38

2,69

Economic Internal Rate of Return (EIRR) Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 78CC

Economic Internal Rate of Return (EIRR) merupakan besaran yang menunjukan nilai discount rate pada saat nilai NPV = 0 untuk pengembalian investasi pada jalan JNB1. Proyek dikatakan layak jika EIRR > social discount rate yang berlaku. Tabel.7. Economic Internal Rate of Return (EIRR) No

EIRR

Jalan existing

Jalan Metode Cam

1.

Umur investasi 10 tahun

7,766 %

6,651 %

2.

Umur investasi 15 tahun

12,046 %

9,635 %

3.

Umur investasi 20 tahun

12,978 %

12,288 %

Untuk membandingkan kedua alternatif ini, maka EIRR yang terbesar lebih baik. Berdasarkan Nilai EIRR diatas yang diperoleh pada penelitian ini hasilnya > dari nilai discount rate suku bunga pinjaman, maka hasil penelitian ini proyek pada jalan JNB1 dikatakan layak. Volume lalu lintas (V) selama 3 hari untuk kendaraan penumpang/pribadi 69,53; Utility 22,52; Bus kecil 0,29; Bus besar 0,63, Truk ringan 2 sumbu 7,89; Truk sedang 2 sumbu 5,60; dan Truk besar 3 sumbu 9,69. Kapasitas Lalu lintas (C) jalan JNB1 Jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek adalah 1.426 smp/jam Selisih waktu tempuh dengan 2 sekenario pada jalan JNB1 jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek Sta 198+000 – Sta 216+000 dengan jarak tempuh 18 km. penghematan waktu pada jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) lebih cepat untuk kendaraan penumpang/pribadi; Utility; Bus besar dan Truk besar 3 sumbu adalah 1,9 menit; Bus kecil dan Truk kecil 2 sumbu adalah 2,1 menit; Truk sedang 2 sumbu adalah 1,5 menit. Berdasarkan hasil dari perhitungan Biaya Operasional Kendaraan (BOK/VOC) dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan PT. PCI (Pacific Consultant International) yang diuraikan diatas, diketahui jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) lebih hemat Rp. 90.170,4 dari kondisi jalan existing. Hasil perhitungan NPV, BCR, dan EIRR pada jalan JNB1 untuk kondisi jalan existing dengan jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) diketahui nilai NPV, BCR, dan EIRR pada jalan existing lebih besar dari nilai NPV, BCR, dan EIRR pada jalan dimodifikasi dengan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM). Kedua alternatif jalan tersebut dinyatakan layak proyek karena telah memenuhi persyaratan dimana NPV ≥ 0, BCR > 1 dan EIRR > social discount rate yang berlaku. 4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka diambil beberapa kesimpulan: 1. Biaya Operasi Kendaraan (BOK/VOC) merupakan penjumlahan dari biaya gerak (running cost) dan biaya tetap (fixed cost) yang sangat berpengaruh pada laju kecepatan kendaraan, semakin tinggi laju kecepatan kendaraan akan berpengaruh kepada meningkatnya Biaya Operasi Kendaraan (BOK/VOC). Dan berbanding terbalik pada penghematan waktu sehingga lebih ekonomis. 2. Dari 2 skenario jalan dengan kondisi existing (metode pemasangan geotextile dan geogrid serta penggunaan cerucuk khusus) dan jalan dengan Metode Cakar Ayam Modifikasi (CAM). BKBOK (Besar Keuntungan Biaya Operasional Kendaraan) pada Jalan JNB1 dengan jarak 18 km dengan kecepatan rencana, di ketahui selisih keuntungan melewati jalan dengan metode cakar ayam modifikasi (CAM) lebih hemat Rp. 88.875,96 rupiah dari kondisi jalan existing. 3. Tingkat kelayakan proyek JNB1 dari 2 skenario jalan dengan kondisi existing dan jalan dengan Metode Cakar Ayam Modifikasi (CAM). Dinyatakan layak proyek pada penelitian Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 79CC

ini berdasarkan dari hasil perhitungan Kelayakan Ekonomi Trasportasi dengan nilai NPV ≥ 0, BCR > 1 dan EIRR > social discount rate yang berlaku. 5. SARAN Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini antara lain : 1. Perlunya peran serta perhatian pemerintah dalam pengawasan proyek pembangunan (jalan, gedung, pelabuhan, irigasi dll) agar pelaksanaan sesuai dengan spesifikasi rencana dan proyek. 2. Pada titik-titik tertentu yang mengalami kerusakan, keretakan atau penurunan badan jalan dan bahu jalan, pada jalan JNB1 Jalan Lueng Gayo – Arongan Lambalek kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Sebaiknya ditindak lanjuti dengan perbaikan atau konstruksi ulang menggunakan sistem teknologi Cakar Ayam Modifikasi (CAM) 3. Kekurangan–kekurangan yang didapat pada penelitian ini disarankan untuk disempurnakan, sehingga saran-saran yang diberikan dapat dijadikan sebagai acuan untuk pelaksanaan dan pengembangan dimasa yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA

[1] Amir A, 2013, Optimasi biaya pelaksanaan kontruksi jalan dengan aplikasi rekayasa nilai. Universitas Syiah Kuala.

[2] Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PURI. 1990. Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharan Jalan Kota. Jakarta:Departemen PURI.

[3] Dirjen Bina Marga Tahun 1990, SK No. 77 (Modul 1, halaman 6) Tentang gambaran umum jalan. [4] Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun2004 Tentang Jalan.

[5] Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga (1995), Petunjuk Praktis Pemeliharaan Rutin Jalan Upr. 02.1 Tentang Pemeliharaan Rutin Perkerasan Jalan.

[6] Dirjen Bina Marga, 1995, Petunjuk Pelaksanaan Pemeliharaan Jalan Kabupaten, Petunjuk Teknis No. 024/T/Bt/1995, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga.

[7] Hardiyatmo, H.C. 2007, Pemeliharaan Jalan Raya, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta. [8] Martono, M 2008, Pembuatan Jalan di Atas Tanah Lunak (Rawa-rawa) Study Kasus Pembuatan Jalan Lingkar Arteri Semarang Utara, Viewed 16 February 2013, Orbit volume 4 No. 1 Maret 2008:71 - 78 [9] M.A. Aprianoor, 2008, (PDF)Analisis Kebutuhan dan Kelayakan Ekonomi Pembangunan Jalan, eprint.undip.ac.id/18254/1/MUHAMMAD_ARIS_ APRIANOOR.pdf. Diakses pada tanggal 20 Nopember 2013. [10] MKJI, 1997., Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta [11] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13/PRT/M/2011 Tentang Tata Cara Pemeliharaan Jalan dan Penilikan jalan. [12] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2008, Pedoman Pengawasan Penyelenggaraan Pelaksanaan Pemeriksaan Kontruksi di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum. [13] Sekilas Tentang Lapisan Pondasi Bawah dan Pondasi atas Perkerasan jalan, 2011, viewed 17 November 2013, Available from internet . [14] Sofyan, M.S., Mubarak, dan Amir, A., (2013) Cost Optimation of Road Construction Project Using Value Enggineering Application Proceeding of the Aceh International Symposium on Civil Enggineering 2013. Page 155-170. [15] Suhendro, B dan Hardiyatmo HC 2010, Sistem Perkerasan Cakar Ayam Modifikasi (CAM) Sebagai Alternatif Solusi Konstruksi Jalan di atas Tanah Lunak, Ekspansif, dan Timbunan, Universitas Gajah Mada. [16] Yoder, E.J dan Witczak, M.W. 1975., Principles ofPavement Design, A Wiley – Interscience Publication, New York. Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 71 - 79

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 80

Penentuan Kadar Aspal Optimum Campuran Aspal Porus Menggunakan Retona Blend 55 Dengan Metode Australia Veranita Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar Email: [email protected] Abstract Porous asphalt is a hot asphalt, it is constructed by open graded and asphalt with high viscosity. The porous asphalt mixture were developed by wearing coarse construction. Percentage of course aggregate in asphalt porous is larger than fine aggregate, thereby air void content increase, as consequence the capability of the binder to maintain the position aggregate decrease. Thus a kind of modified asphalt by high viscosity is highly recommended to figure out the problem. One of asphalts that modified with natural one is retona blend 55. Retona blend 55 is a product of combination of asphalt cement penetration 60 or 70 with asbuton semi extraction. Retona’s functions are as bitumen and material filling void in asphalt mixture than it is expected to anticipate earlier damage on road pavement that serves heavy traffic load and arround high temperature. Retona is identified with low point of penetration and ductility and high softening point. This research use one method for determining optimum asphalt content, namely Australian. The specimens for this research were 51 units. All specimens were compacted 2 x 50 collisions. Australian method by asphalt flow down and cantabro loss testing obtain OAC 5.88%, stability 357.28 kg, flow 2.73 mm, density 1.99 kg/cm3, VIM 18.65%, MQ 137.54 kg/mm, durability 75% and permeability 0.28 cm/sec. It meant that the higher content of retona blend 55 in porous asphalt mixture would increase the value of stability and durability, nevertheless the permeability value and air void content would decrease. Abstrak Aspal porus merupakan campuran beraspal panas antara agregat bergradasi terbuka dengan aspal-aspal berviskositas tinggi. Campuran Aspal porus ini sedang dikembangkan untuk konstruksi wearing course. Lapisan ini didominasi oleh agregat kasar, sehingga menurunkan kemampuan bahan pengikat untuk mempertahankan posisi agregat, maka dibutuhkan aspal dengan daya ikat yang kuat, awet dan berviskositas tinggi. Salah satu contoh aspal yang dimodifikasi dengan aspal alam yaitu retona blend 55. Retona blend merupakan perpaduan antara aspal keras Pen. 60 atau Pen. 80 dengan asbuton semi ekstraksi. Retona ini berfungsi sebagai aspal dan pengisi rongga dalam campuran beraspal dan diharapkan dapat mengantisipasi kerusakan dini pada ruas jalan yang melayani beban lalu lintas berat dan temperatur tinggi. Retona mempunyai titik penetrasi yang rendah, daktilitas rendah dan titik lembek yang tinggi. Pada penelitian ini digunakan metode untuk penentuan kadar aspal optimum yaitu metode Australia. Benda uji untuk penelitian ini adalah 51 benda uji. Seluruh benda uji dipadatkan 2 x 50 tumbukan. Hasil yang didapat dari metode Australia, dengan pengujian asphalt flow down dan cantabro loss didapat KAO sebesar 5,88% dengan nilai stabilitas 357,28 kg, flow 2,73 mm, density 1,99 kg/cm3,VIM 18,65% dan MQ 137,54 kg/mm. Durabilitas sebesar 75% dan permeabilitas sebesar 0,28 cm/dtk. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar retona blend 55 dalam campuran aspal porus, akan terjadi peningkatan nilai stabilitas dan durabilitas sedangkan nilai permeabilitas dan kadar rongga terus menurun. Kata Kunci: Aspal Porus, Retona Blend 55, Kadar Aspal Optimum

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 81

1. PENDAHULUAN

Salah satu jenis perkerasan jalan yang dikembangkan saat ini sebagai lapisan penutup adalah aspal porus. Aspal porus merupakan campuran beraspal panas antara agregat bergradasi terbuka dengan aspal berviskositas tinggi. Campuran Aspal porus ini sedang dikembangkan untuk konstruksi wearing course. Aspal porus direncanakan untuk mengatasi pengaruh air hujan sehingga permukaan jalan tidak tergenang oleh air. Campuran aspal porus mengandung persentase agregat kasar yang besar, persentase agregat halus yang kecil, sehingga menyediakan rongga udara yang besar. Kadar rongga yang tinggi mengakibatkan permukaan aspal yang teroksidasi lebih besar sehingga menurunkan kemampuan bahan pengikat untuk mempertahankan posisi agregat, maka dari itu dibutuhkan aspal dengan daya ikat yang kuat, awet dan berviskositas tinggi. Selama ini aspal berviskositas tinggi dibuat dari aspal yang dimodifikasi. Salah satu contoh aspal modifikasi yaitu retona blend 55. Retona blend 55 merupakan perpaduan antara aspal keras Pen.60 atau Pen. 80 dengan asbuton semi ekstraksi. Retona ini berfungsi sebagai aspal dan pengisi rongga dalam campuran beraspal diharapkan dapat mengantisipasi kerusakan dini pada ruas jalan yang melayani lalu lintas berat dan temperatur tinggi. Kelemahan dari retona yaitu mempunyai titik penetrasi yang rendah, akibatnya terjadinya penurunan temperatur pada lapisan campuran sebelum dipadatkan relatif lebih cepat dibandingkan dengan aspal keras tanpa bahan tambah. Pada penelitian ini digunakan metode Australia untuk penentuan kadar aspal optimum. Pada metode Australia mensyaratkan tiga parameter nilai yaitu VIM, cantabro loss dan asphalt flow down. Variasi kuantitas retona blend yang dicampur ke dalam agregat adalah 4,5% sampai 6,5% terhadap berat total campuran. Pencampuran material benda uji dilakukan dalam dua tahap dengan total benda uji sebanyak 51 buah. Tahap pertama yaitu untuk mendapatkan kadar aspal optimum dan tahap kedua yaitu pengujian durabilitas dan permeabilitas. Berdasarkan metode Australia untuk penentuan kadar aspal optimum tersebut ingin diketahui karakteristik campuran aspal porus. Dari hasil penelitian di Laboratorium, untuk metode Australia didapat KAO sebesar 5,88% dengan nilai stabilitas 357,28 kg, flow 2,73 mm, density 1,99 kg/cm3,VIM 18,65% dan MQ 137,54 kg/mm. Durabilitas sebesar 75% dan indeks permeabilitas sebesar 0,28 cm/dtk. Penggunaan retona blend 55 pada metode ini berpengaruh significant (nyata) terhadap karakteristik campuran aspal porus. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar retona blend 55 akan terjadi peningkatan nilai stabilitas dan durabilitas sedangkan indeks permeabilitas dan kadar rongga (VIM) terus menurun. Campuran beraspal panas yang menggunakan retona blend 55 lebih diutamakan untuk melapisi ruas jalan dengan temperatur perkerasan beraspal yang tinggi untuk melayani berbagai konstruksi jalan. Karakteristik retona blend secara umum telah memenuhi persyaratan pada spesifikasi jalan dan jembatan seperti disajikan pada Tabel 1.1 berikut:

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 82

Tabel 1.1 Karakteristik retona blend 55

No. 1. 2. 3.

Sifat-sifat Fisis Aspal

Syarat ≥ 1,0

Berat jenis (250C) 0

Penetrasi (25 C; 5 detik; 0,1 mm)

40-55

0

≥ 50 cm

o

550C-560C

Daktilitas (25 C; 5 cm/detik)

4.

Titik lembek; C

5.

Titik nyala;oC

Min.225

6.

Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat

Min 90

7.

Penurunan berat (dengan TFOT); % berat

Maks.2

8.

Penetrasi setelah penurunan berat; % asli

Min. 55

9.

Daktilitas setelah penurunan berat;% asli

Min.50

Sumber: (Anonim, 2008) Sukirman (1993) menginformasikan bahwa bahan utama campuran beton aspal adalah agregat, yaitu antara 85% - 95% dari berat total campuran. Sebagai bahan untuk konstruksi jalan agregat disyaratkan memiliki sifat – sifat fisis seperti disajikan pada Tabel 1.2 berikut : Tabel 1.2 Persyaratan Sifat-sifat Fisis Agregat untuk Lapis Permukaan

No.

Sifat-sifat Fisis Agregat

Syarat

1.

Berat jenis (250C)

2.

Penyerapan

Maks. 3%

3.

Kekerasan (Impact)

Maks.25%

4.

Keausan (Abrasion)

Maks.30%

5.

Pelapukan

Maks. 12%

6.

Kelekatan terhadap aspal

Min. 95%

7.

Kepipihan dan kelonjongan

Maks.25 %

Min. 2.5

Sumber: Anonim (2004) Agregat sebagai bahan utama beton aspal harus terdiri dari gradasi yaitu susunan ukuran butir dari yang kasar sampai halus. Sukirman (1993) menyebutkan bahwa, secara umum gradasi agregat dibedakan atas gradasi seragam (uniform), gradasi buruk (poorly graded), dan gradasi baik (well graded). Gradasi buruk banyak tipenya seperti gradasi senjang (gap graded) atau disebut juga gradasi terbuka (open graded) yang digunakan sebagai gradasi untuk aspal porus. Agregat bergradasi terbuka , komposisi antara fraksi kasar dan halus pada beberapa negara juga bervariasi. Salah satu gradasi agregat untuk

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 83

aspal porus menurut Australian Asphalt Pavement Association (1997), sebagaimana disajikan pada Tabel 1.3 berikut: Tabel 1.3 Tipikal Nilai Tengah Gradasi Agregat Aspal Porus Lolos Saringan Diameter Saringan (mm)

10 mm

14 mm

20 mm

26.50

-

-

100

-

19.0

-

100

95

+3

13.2

100

95

55

+3

9.5

90

50

30

+3

6.7

40

27

20

+3

4.75

30

11

10

+5

2.36

12

9

8

+5

1.18

8

8

6

+5

0.6

6

6.5

4

+5

0.3

5

5.5

3

+3

0.15

4

4.5

3

+3

0.075

3.5

3.5

2

+1

Kadar aspal

5.5-6.5

5.0-6.0

4.5-5.5

-

Diameter Agregat Maksimum Toleransi

Sumber : Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997) Aspal porus dirancang sebagai lapisan permukaan jalan raya yang melayani lalulintas ringan sampai sedang. Tujuan tersebut dicapai bila aspal porus memiliki sifat – sifat stabilitas, durabilitas, flexsibilitas, skid resistance, permeabilitas dan workabilitas. Sifat – sifat tersebut menurut Diana (2004) dicerminkan oleh karakteristik campuran yaitu density, stability, flow, voids in mix, Marshall quotient dan permeability. Spesifikasi campuran aspal porus yang dikutip dari Australian Asphalt Pavement Association disajikan pada Tabel 1.4 berikut:

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 84

Tabel 1.4 Spesifikasi Aspal Porus

No

Kriteria Perencanaan

Nilai

1.

Cantabro loss; (%)

Mak 20

2.

Asphalt flow down; (%)

Mak 0.3

3.

Stabilitas Marshall ; (kg)

Min. 500

4.

Kelelehan Plastis ; (mm)

2-6

5.

Kadar Rongga Udara; (%)

6.

Kekakuan Marshall; (kg/mm)

10 - 28 Mak. 400

Sumber : Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997)

2. METODE PENELITIAN Metode dan tahapan-tahapan penelitian meliputi pangadaan dan pemeriksaan sifat – sifat fisis material, perencanaan campuran, pembuatan dan pengujian benda uji. 2.1 Pengadaan dan Pengujian Material Dalam penelitian ini agregat yang digunakan adalah agregat yang berasal dari alat pemecah batu milik PT. Perapen Prima Mandiri di Seulimum Aceh Besar. Gradasi mengikuti gradasi untuk aspal porus menurut Australian Asphalt Pavement Association (AAPA 1997). Aspal yang dipakai adalah retona blend 55 produksi PT. Olah Bumi Mandiri. Sebelum digunakan, agregat dan aspal diperiksa sifat – sifat fisisnya, guna menentukan apakah kedua bahan tersebut dapat digunakan. 2.2 Pembuatan dan Pengujian Benda Uji Perencanaan campuran dilakukan berdasarkan hasil gradasi yang telah ditentukan. Pada metode Australia, pencampuran material benda uji dilakukan dalam dua tahap dengan total benda uji sebanyak 51 benda uji. Tahap pertama adalah pencampuran untuk mendapatkan nilai VIM dengan variasi kadar retona yang dicampur 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5%. Jumlah benda uji direncanakan 15 benda uji, kemudian dilakukan pengujian cantabro loss dan asphalt flow down yaitu untuk mendapatkan kadar aspal sementara yang hasilnya akan diplotkan ke grafik. Jumlah benda uji untuk cantabro loss 15 benda uji dan untuk uji asphalt flow down dibuat 15 benda uji, dengan menggunakan 5 variasi kadar retona, tiap variasinya dibuat 3 benda uji. Kadar aspal optimum yang diperoleh akan digunakan pada pencampuran benda uji tahap kedua untuk pengujian permeabilitas dan durabilitas sebanyak 6 benda uji. Untuk permeabilitas dibuat 3 benda uji yaitu pada uji pada uji cantabro loss dan AFD. Begitu juga untuk durabilitas dibuat 3 buah benda uji. Penentuan KAO dengan metode Australia, didasarkan pada pengujian cantabro loss dan asphalt flow down. Langkah –langkah Penentuan KAO adalah sebagai berikut : 1. Kadar rongga (VIM) minimum dalam campuran sebesar 20% diset untuk mendapatkan kadar aspal maksimum (Bc. Max);

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 85

2. Nilai cantabro loss maksimum sebesar 20% diset untuk mendapatkan kadar aspal minimum (Bc.Min); 3. Kadar aspal sementara diperoleh dari rata-rata nilai maksimum dan minimum; 4. Kadar aspal sementara diperoleh dari rata-rata nilai maksimum dan minimum. Plotting kadar aspal sementara pada grafik asphalt flow down, bila hasilnya lebih kecil dari 0.3% maka kadar aspal optimum diperoleh dengan menjumlahkan kadar aspal sementara dengan nilai aliran aspal. Apabila nilai aliran aspal lebih besar dari 0.3%, maka desain campuran dirubah. Contoh grafik penentuan KAO metode Australia disajikan pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Contoh metode penentuan kadar aspal optimum (KAO) Sumber:Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997)

2.3

Uji Durabilitas

Pengujian ini dilakukan setelah kadar aspal optimum campuran didapat. Prosedur pengujian dilakukan sesuai dengan percobaan Marshall, perbedaannya adalah pada percobaan Marshall normal perendaman dilakukan selama 30 menit pada suhu 60oC sedangkan untuk stabilitas rendaman membutuhkan waktu perendaman 24 jam pada suhu yang sama. Hasil soaked stability memenuhi syarat apabila ≥ 75% dari stabillitas normal. Perbandingan stabilitas rendaman dan stabilitas normal disebut indek stabilitas sisa, jika indek stabilitas sisa ≥ 75% disebut durabel/awet, Anonim (1986). Benda uji yang digunakan sebanyak 3 benda uji untuk 1 KAO pada metode Australia.

2.4

Uji Permeabilitas

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 86

Uji permeabilitas benda uji aspal porus didasarkan pada lamanya pelolosan vertikal air setinggi 5 cm di atas benda uji jenuh, seperti pada Gambar 2.2 berikut ini :

∆ Mold Kosong Air

5 cm

Mold benda Uji Benda uji Penyangga

Gambar 2.2 Peralatan Pengujian Permeabilitas (Diana ,1995)

Koefisien permeabilitas (K) dapat peroleh dengan rumus : K= 2.3 [d/t] log [(5+d)/d].........(2.1) Dimana: K = Koefisien permeabilitas (cm/det); d = tebal benda uji (cm); t = waktu pengaliran air (detik).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan adalah hasil pemeriksaan dan hasil-hasil pengujian serta grafik-grafik yang menyatakan hubungan antara variasi kadar retona dengan karakteristik campuran aspal porus.

3.1 Hasil Pemeriksaan Sifat –sifat Fisis Material Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap sifat – sifat fisis agregat memberikan informasi bahwa agregat tersebut memenuhi spesifikasi yang disyaratkan sehingga dapat digunakan.Sifat-sifat fisis retona tidak diperiksa lagi karena adanya keterbatasan alat untuk ekstraksi dan bahan yang sangat mahal, sehingga diambil karakteristik retona blend yang sudah ada, yaitu berdasarkan spesifikasi Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.

3.2

Evaluasi Hasil Kadar Aspal Optimum

Setelah grafik hubungan antara kadar retona dengan parameter Marshall diperoleh dan dievaluasi, maka didapat suatu range kadar aspal yang memenuhi parameter Marshall sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk campuran bergradasi

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 87

terbuka. Kadar aspal optimum pada metode Australia yang diperoleh adalah 5,88% dengan nilai stabilitas 357,28 kg, flow 2,73 mm, density 1,99 kg/cm3,VIM 18,65% dan MQ 137,54 kg/mm.

3.3 Karakteristik Campuran Aspal Porus pada KAO Setelah grafik hubungan antara kadar retona dengan parameter Marshall diperoleh dan dievaluasi, maka didapat suatu range kadar aspal yang memenuhi parameter Marshall sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk campuran bergradasi terbuka. Dari grafik penentuan kadar aspal optimum yang terlihat pada Lampiran A Gambar A.4.3 dan Gambar A.4.4 terlihat bahwa kadar aspal optimum pada metode Australia yang diperoleh adalah 5,88% dengan nilai stabilitas 357,28 kg, flow 2,73 mm, density 1,99 kg/cm3,VIM 18,65% dan MQ 137,54 kg/mm. Penentuan kadar aspal optimum pada campuran aspal porus menggunakan retona blend 55 dengan metode Australia dapat disajikan selengkapnya pada Tabel 3.1 berikut ini :

Tabel 3.1 Rekapitulasi hasil pengujian Karakteristik campuran Metode

AAPA :

Stabilitas Flow Density VIM MQ Durabilitas Permeabilitas min. 2 min. 500 0,187-0,844 2-6 mm 10-25 % mak.400 ≥ 75% kg cm/dt kg/cm3 5,88 % 357,28 2,73 1,99 18,65 137,54 75% 0,28 KAO

ket: AAPA = Australian Asphalt Pavement Association

3.4

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa nilai stabilitas tidak memenuhi persyaratan untuk campuran aspal porus yang disyaratkan oleh Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997) yaitu min. 500 kg. Diduga hal ini disebabkan oleh lamanya waktu pengadukan yang dilakukan di laboratorium secara manual dan kemungkinan lebih dari 30 detik sehingga ikatan antara retona dan agregat kurang baik. Begitu juga sewaktu pemadatan mungkin terlalu lama. Menurut Anonim (2008), lamanya waktu pengadukan ±30 detik dan suhu pencampuran yang menggunakan retona yaitu 1600C. Di lapangan, di Asphalt Mixing Plant (AMP) digunakan alat-alat tambahan agar pencampuran berjalan lebih cepat. Nilai density pada metode Australia tidak memenuhi persyaratan yaitu 1,99 kg/cm3. Penentuan kepadatan (density) ini hanya cocok untuk benda uji yang padat dengan permukaan yang mulus/halus karena didasarkan pada berat air yang dipindahkan oleh benda uji, tetapi untuk aspal porus yang mempunyai keadaan rongga besar (10 – 25%), hasilnya banyak yang tidak memenuhi spesifikasi. Hal ini diduga karena adanya udara yang terperangkap dalam aspal porus walaupun benda uji telah diselimuti oleh lilin/paraffin. Pada Tabel 3.1 di atas menunjukkan bahwa pada kadar aspal optimum tertinggi diperoleh nilai density yang lebih besar yang mengkibatkan rongga udara dalam campuran aspal porus semakin kecil. Nilai flow yang diperoleh agak rendah. Di lapangan, nilai flow yang tinggi berdampak kurang baik, karena bila dilalui lalu lintas berat yang bergerak lambat dan

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 88

temperatur tinggi mengakibatkan terjadinya deformasi. Bila terjadi deformasi maka campuran beraspal akan rusak sebelum umur pelayanan. Ssemakin banyak persen retona yang terkandung dalam campuran, nilai flow (kelelehan)nya akan semakin tinggi. Semakin tinggi kadar retona mengakibatkan nilai flow naik. Karakteristik campuran beraspal pada metode Australia dengan kadar aspal optimum 5,88% menghasilkan nilai flow yang lebih rendah yaitu 2,73 mm. Penurunan nilai VIM pada setiap persentase kadar retona sangat kecil. Penurunan nilai VIM yang relatif kecil disebabkan karena adanya peningkatan persentase aspal retona dalam campuran, dimana aspal akan mengisi rongga dalam campuran sehingga memperkecil nilai VIM. VIM merupakan salah satu properties penting dalam desain campuran aspal porus, jenis konstruksi ini direncanakan khusus supaya sesudah penghamparan dan pemadatan di lapangan, campuran masih mempunyai rongga udara berkisar antara 15 – 25% sehingga jenis konstruksi ini memiliki sifat permeabilitas yang baik. Nilai VIM pada semua variasi kadar retona masih memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997) yaitu 10 – 25 %. Karakteristik campuran beraspal pada metode Australia dengan kadar aspal optimum 5,88% menghasilkan nilai Marshall quotient yang tinggi yaitu 137,54. Semakin tinggi kadar retona mengakibatkan nilai Marshall quotient semakin turun. Nilai Marshall quotient ini dipengaruhi oleh nilai stabilitas dan flow dalam campuran, dimana nilai MQ diperoleh dari hasil bagi antara stabilitas dengan flow. Marshall quotient berkorelasi negatif dengan nilai flow, penurunan nilai flow mengakibatkan nilai Marshall quotient meningkat. Nilai Marshall quotient pada semua variasi kadar retona memenuhi batas yang disyaratkan oleh Australian Asphalt Pavement Association, Anonim (1997) yaitu mak. 400. Nilai durabilitas pada metode Australia yaitu sebesar 75%, masuk ke dalam batas yang disyaratkan yaitu ≥ 75% dari stabilitas normal. Perbandingan antara stabilitas rendaman dan stabilitas normal disebut indek stabilitas sisa, jika indek stabilitas sisa ≥ 75% disebut awet/durable, Anonim (2004). Peningkatan nilai durabilitas ini disebabkan oleh penurunan kadar rongga di dalam campuran beraspal. Pada dasarnya, penurunan kadar rongga disebabkan oleh perubahan gradasi campuran aspal porus, terutama peningkatan fraksi halus yang terkandung di dalam retona blend. Adanya fraksi halus di dalam retona merupakan penyebab utama peningkatan nilai stabilitas, durabilitas dan penurunan permeabilitas. Besarnya persen kadar retona pada metode Australia menyebabkan sifat permeabilitas semakin menurun, dengan kata lain kecepatan aliran air dari permukaan ke bawah semakin lambat. Kecepatan pengaliran air ini sangat dipengaruhi oleh banyaknya rongga menerus yang ada dalam campuran. Peningkatan koefisien permeabilitas ini disebabkan oleh terbentuknya rongga menerus dalam campuran yang menyebabkan pengaliran air dari permukaan secara vertical ke bawah menjadi lebih cepat. Hal ini juga mengindikasi bahwa permeabilitas campuran sangat ditentukan oleh banyaknya rongga menerus (rongga efektif) dalam campuran. Penelitian menunjukkan jumlah rongga menerus berkisar antara 80 – 90% dari nilai VIM.

4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap karakteristik campuran aspal porus, maka dapat disimpulkan :

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 89

1. Penggunaan retona blend 55 pada metode ini berpengaruh significant (nyata) terhadap karakteristik campuran aspal porus. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar retona blend 55 akan terjadi peningkatan nilai stabilitas dan durabilitas sedangkan indeks permeabilitas dan kadar rongga (VIM) terus menurun. 2. Nilai stabilitas pada metode ini tidak memenuhi spesifikasi campuran aspal porus yang disyaratkan. Hal ini diperkirakan karena lamanya waktu pengadukan yang dilakukan kemungkinan lebih dari 30 detik sehingga ikatan antara retona dan agregat kurang baik. Menurut Anonim (2008), lamanya waktu pengadukan ± 30 detik dan suhu pencampuran 1600C. Di lapangan, dipakai alat-alat tambahan pada AMP (Asphalt Mixing Plant) agar pencampuran berjalan lebih cepat. 3. Pada metode Australia menghasilkan nilai VIM dan permeabilitas lebih tinggi dan durabilitas lebih rendah. Kondisi campuran beraspal seperti ini memiliki kemampuan dukung lebih rendah, namun lebih fleksibel. 4. Secara keseluruhan karakteristik campuran aspal porus dengan menggunakan metode Australia menghasilkan karakteristik yang relatif baik karena nilai-nilai karakteristik yang dihasilkan dari metode ini lebih sesuai digunakan karena lebih mendekati kadar aspal optimum yang dibutuhkan untuk campuran aspal porus.

5. SARAN 1. Permeabilitas dalam penelitian ini hanya melihat aliran air arah vertikal. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat diperhitungkan juga arah horizontal sesuai dengan kemiringan permukaan beton aspal. 2. Salah satu penyebab rendahnya nilai stabilitas pada penentuan KAO campuran menggunakan metode Australia hanya menggunakan parameter asphalt flow down, cantabro loss dan VIM sebagai kriteria penentuan KAO tanpa memperhitungkan nilai stabilitas campuran. Diperlukan pada penelitian selanjutnya untuk penentuan KAO campuran dapat dicoba dengan menggunakan metode alternatif yaitu penggabungan metode Australia dengan Marshall dengan memasukkan parameter stabilitas sebagai salah satu kriteria dalam penentuan KAO.

DAFTAR PUSTAKA [1]

[2] [3] [4] [5] [6]

Anonim, 1976, Manual Pemeriksaan Bahan Jalan, No. 01/MN/MB/1976, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. Anonim, 1980, Manual for Design and Construction of Asphalt Pavement, Japan Road Association, 3-3-3 Kasumagesaki, Chiyoda-ku, Tokyo, Japan. Anonim, 1997, Open Graded Asphalt Design Guide, Austraian Asphalt Pavement Association, Austalia. Anonim, 2004, Pedoman Pekerjaan Campuran Beraspal Panas, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen PU, Jakarta. Anonim, 2008, Petunjuk Penggunaan Aspal Retona Blend 55 dalam Campuran Beraspal Panas, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen PU, Jakarta. Affan. M, 2006, Studi Peranan Rongga Terhadap Stabilitas dan Durabilitas Campuran Aspal Porus Akibat Penambahan Mortar, Tesis, Magister Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

[7] [8] [9] [10] [11] [12]

[13]

[14] [15]

[16] [17] [18]

P a g e | 90

Bukhari dkk, 2007, Rekayasa Bahan dan Tebal Perkerasan, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Dachlan, A.T., 1999, Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak, Diseminasi Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum. Dairi, G, 1995, Bahan Perkerasan Jalan, Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan PU, Jakarta Diana, 1995, Aspal Porus, Fakultas Teknik, UNILA, Bandar Lampung Diana, 2004, Studi Rongga Menerus dan Kinerja Permeabilitas Perkerasan Aspal Porus Lapisan Ganda, Jurnal Transportasi, FSTPT, Vol 4, No.2, Bandung Hardiman, 2005, Pengaruh Pemilihan Gradasi terhadap Faktor Pelaksanaan Pekerjaan (Workability) Campuran Beraspal Porus, Jurnal Transportasi FSTPT, Vol. 5, No. 1, Bandung. Kurniadji dan Nono, 2008, Tinjauan Penambahan Asbuton Dalam Campuran Beraspal Panas dari Segi Teknis dan Finansial, Laporan Penelitian, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Departemen PU, Bandung. Siswosoebrotho, 1999, Bahan Perkerasan Jalan, ITB, Bandung. Suaryana. M, 2008, Analisis Faktor-Faktor yang Dapat Mendorong Kegagalan dalam Pelaksanaan Asbuton, Laporan Penelitian, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Departemen PU, Bandung. Sukirman, S,. 1993, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung. Sukirman, S., 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Penerbit Granit, Jakarta. Zamhari, KA., 1997, Metode Perencanaan Campuran Aspal Panas Berdasarkan Spesifikasi yang Disempurnakan, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Perkerasan Jalan Wilayah Barat, Pekan Baru.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 80 - 90

Jurnal Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 91

A Case Study of Foundation Failure in The Existing Residential Building Inseun Yuri Salena Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar, Meulaboh

email: [email protected] Abstract Excellent building performance during its lifetime cannot be separated from foundation contribution as ground structure that provides stability and support. Foundation intercepts the loads from superstructure and transferring the loads by spreading them over a large enough area to utilize the maximum soil resistance. All loads and forces transferred to the underlying soil will result in some movement, allowable movement. Foundation which experienced movement more than they can resist will cause failure, foundation failure. Distortion and damage from the superstructure is appearing due to the failure. Remedial action will aid the problem and increase the performance of structure to prevent further failure. This research study involves a case of foundation failure. The case is appearing in existing residential building. The study consists of site investigation to determine the site condition, the types and causes of foundation failure, damaged occurred on site and also the types of remedial works carried out. All the types of failure have very strong connection with the soil, because the soil behaviors determine the stability of foundation structure. In the case study, ground settlement is occurred because the soil has low strength stability. The soil contains of clay/silt material which is unsuitable and has low bearing capacity to carry the loads. The ground settlement has produce large and a lot of damages in the residences structure. The remedial work has carried out by underpinning method using combination of micro pile and beam, and also ground stabilization using pressure grouting. From the remedial work that has carried out, it shows there is no more movement in the building. The technique of underpinning has good impact to stabilize the foundation structure. Keywords : foundation, failure, remedial works Abstrak Kinerja bangunan yang sangat baik semasa penyelenggaraan tidak dapat dipisahkan dari kontribusi struktur pondasi sebagai struktur dasar yang memberikan dukungan dan stabilitas. Pondasi menerima beban dari bangunan atas dan mentransfer beban dengan menyebarkannya di wilayah yang cukup besar dengan memanfaatkan ketahanan tanah maksimum. Semua beban dan tekanan yang disalurkan ke tanah akan menghasilkan beberapa pergerakan yaitu pegerakan yang diijinkan. Pondasi yang mengalami pergerakan melebihi kemampuannya dalam menahan beban akan menyebabkan kegagalan pondasi. Distorsi dan kerusakan dari superstruktur timbul akibat kegagalan yang terjadi.Tindakan perbaikan akan membantu masalah dan meningkatkan kinerja struktur untuk mencegah kegagalan lanjut. Penelitian ini melibatkan kasus kegagalan pondasi yang terjadi di bangunan perumahan. Penelitian ini terdiri dari investigasi tapak untuk mengetahui kondisi, jenis dan penyebab kegagalan pondasi , kerusakan yang terjadi dilapangan dan jenis perbaikan pekerjaan yang dilaksanakan. Semua kegagalan yang terjadi memiliki ikatan yang kuat dengan kondisi tanah, karena perilaku tanah menetukan stabilitas struktur pondasi. Pada studi kasus ini penurunan tanah terjadi karena kekuatan stabilitas tanah yang rendah. tanahnya mengandung bahan tanah liat / lumpur yang tidak cocok dan memiliki daya dukung yang rendah untuk membawa beban .Penurunan tanah yang terjadi telah menghasilkan banyak kerusakan struktur pada perumahan. Pekerjaan-pekerjaan perbaikan dilakukan dengan metode underpinning menggunakan kombinasi antara micro pile dan balok serta stabilisasi tanah menggunakan pressure grouting. Dari pekerjaan perbaikan yang dilakukan memperlihatakan tidak adanya lagi pergerakan pada bangunan dan teknik underpinning memiliki dampak yang baik menstabilkan struktur pondasi. Kata kunci : Pondasi, kegagalan, kerja perbaikan

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 92 I. INTRODUCTION

B

asic principle of a building is to unite all of the structure as a nation to carry and transfer the loads all together and propositional into the ground. Foundation is the supporting link between the building and the ground. They will transfer the loads from the walls, floors and roof into the ground. These foundations will act as a support to intercept loads and forces from building structure, afterward divert and spread them over a large enough area to utilize the maximum allowable resistance of the soil. All loads transferred to the underlying soils will result some movement. Normally there is allowable movement that has been determined by the geotechnical engineer and also by applicable building code. But, when the support are failed to carry and resist the loads forces and the soil pressure excess the limit, eventual failure of foundation is unavoidable. Foundation movement possibly causing distortion and damage when the building cannot withstand the movement because exceeds the tolerable limit of distortion of the building. Identification of the damages is very important to detect the types of failure occurred, because when the failure is take place, it will require immediate attention and investigation about the causes of foundation failure and what types of failures that appears to get the possibility of repairing and remedial work for the damage. 1.1

PROBLEM STATEMENT Foundation of the building also designed by considering the site condition and environmental factors besides concerning the loads carried out to avoid the failures. Foundation movement, such as settlement is the problem often occurred to the building such as residential building. Because of the movement, failures are take place and deformation of the building is unavoidable. Cracks in wall, floor and other defects in structural building will appear. The defects become larger if the foundation movement becomes worse. Not all occupants are alert for the occurrence, when they notice the damage, patching the wall cracks will be one of the solution for several occupants. This condition will give impact and can be dangerous to the building occupant; also caused the loss when the building is collapse. That is why the knowledge about foundation failure is very important for people, because to avoid the unwanted things take place. Identifying the types, the sources or causes and defects of foundation failure is very significant, by knowing all of this, anticipation will obtain earlier to determine what the most suitable remedial works can be apply. 1.2 AIM The aim throughout this research is to learn and understand the various causes and categories of the foundations failures including the types of repair and remedial works. By this understanding, hopefully be able to increase the knowledge of people about the damage causing by the failure to get early action and know how to prevent before it become more seriously. 1.3 1. 2.

OBJECTIVES To achieve the purposes, several objectives of this dissertation can be affirmed as below: To identify the types of foundation failures, the causes, and structural defects due to the failure in the residential building; To identify the types of remedial work and repair techniques to overcome the problems of foundation failures;

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258 3. 4.

P a g e | 93

To Identify and determine the failures in an actual case of foundation failures in the residential building and the remedial works have been done. To identify and propose the methods of maintenance in existing residential building to prevent the similar foundation failure in the future.

1.4 SCOPE OF RESEARCH The scope of research can be identified as literature review on the types of foundation, foundation failures, the causes; types of defect occurred and types of remedial works. An observation through a case study of foundation failures is carry out in existing residential building, and known occurred in 88 Unit Houses Taman Tunas Muda on lot 6034, Mukim 12, Daerah Barat Daya, and Penang. The scope of case study consists of the analysis based on site and building condition when failure is occurred. The types of failure, causes, and defect will be determined through the analysis and assessment, and identification the types of remedial work has been done, including the suggestion of suitable methods of foundation maintenance in residential building to prevent the similar failures. II. FOUNDATION FAILURES AND REMEDIAL WORKS The failure of foundation will bring the unexpected result to the building structure. Deficient performance in the form of unacceptable deformation will leading to cracks, moisture penetration and other serviceability problems (JF and KL.C, 1997). 2.1

THE TYPES OF FOUNDATION FAILURES

2.1.1

Settlement Settlement is movements of the ground followed by footings because of the unreliable or weak ground by carrying loads from the structure or resulting from soil moisture changes. When the ground movement excesses the acceptable limit, it will result in foundation failure (JF and KL.C, 1997). The characteristic of movement happened in the natural ground and fill material where the existing building is laid There are several types of movement that has been recognized as uniform settlement (or heave), uniform horizontal displacement, extension (or compression) differential horizontal displacement, and differential settlement.

Uniform settlement (or heave)

+

Uniform tilt

+

Uniform Extension (or + + horizontal compression) displacement Differential horizontal displacement

Differential settlement bending/ shear

=

Total Displacement

(Source: Attewell and Taylor, 1984) Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258 Figure II.1

2.2

P a g e | 94 Components of Movement

THE CAUSES OF FOUNDATION FAILURES

Foundation failures may result from wide range of factors, all of these factors have big influenced to the stability of foundation. I have divided it in to 4 major factors that have contributes to the foundation failures. Environmental Factor Soil Behavior 1. Abnormal soil Moisture at the time foundation is poured. 2. Frost heave and permafrost 3. Decay of organic material in fills 4. Loss of soil moisture 5. Removal of water (drain) 6. Addition of water (collapsing soil) Vegetation Weather Condition

Design Deficiency

Construction Faults

1. Soil Creep. 1. Error in design concepts 2. Lack of structural redundancy 3. Failure to consider a load or a combination of loads 4. Deficient connection details 5. Calculation error 6. Misuse of computer

Poor workmanship. 1. Undercompaction. 2. Overcompaction 3. Concrete foundation settlement cracking Procedural deficiencies Poor control material and Material deficiencies Cold Pour Joints in concrete foundations Concrete/Masonry shrinkage cracks Holes and penetrations in concrete foundations.

Lack of Maintenance

Slab/Foundation Movement Caused By Plumbing Leaks Foundation Upheaval Caused by Poor Drainage

Natural Hazard Source : (Freeman TJ, et al. 1997). (Robert W, 1997). weight (Lee HS and George CS, 1993), (www.foundationrepair.org, 04/24/08), (www.foundationrepair.org, 04/24/08) (Roxanna M, 2003), (Alan C, 1990), (Jacob and Kenneth, 1997). 2.3

-

-

THE CATEGORIES OF DAMAGE Structural Cracks The location of the cracks is as important as their physical appearance. Foundation movement often results in crack at weak points, such as window openings and doors, (Freeman TJ, et al. 1994) Opening distortion Foundation movement tents to distort openings and often causes doors and windows to stick. In some cases the distortion may also affect partitions, ceilings, floors and the roof.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

-

2.4

P a g e | 95

Floor movement/Uneven Floor The initial effect due to foundation movement and unstable soil beneath are bulging of the floor (Attewell and Taylor, 1984).

TYPES OF REMEDIAL WORKS

Remedial procedures depend upon both environmental factor such as soil behavior and the type of foundation. 2.4.1

2.4.2

2.4.3

2.4.4

Site Investigation Site Investigation work is very important to collect appropriate information to determine the site condition. From there, the consultant will make the decision and assumption about the work that need to carry out to overcome the failures. The steps of site investigation generally consist of the point stated below; Testing and Monitoring Testing and monitoring is very important to identify the accurate ground condition. Site monitoring is divide into 3(three) categories; Monitoring to establish cause of damage, monitoring to measure rate of movement and monitoring to check success of remedial action. (Freeman TJ, et al, 1994). Shoring Where a building or structure is in poor condition due to settlement, and underpinning has to be carried out to limit or to arrest resulting movements, external shoring will probably be required. The main shoring members can be of timber, steel or scaffolding. Where timber is used, swelling and shrinking will take place and provision should be made, in the shape of hardwood wedges, to allow for any adjustment which will be required Underpinning Underpinning is the process of modifying an existing foundation system by extending it to or into subsurface strata that are deeper and more stable than the near surface soil that supports the existing foundation system (www.foundationrepair.org, 04/27/08).

Methods of underpinning strip Foundation - Traditional Underpinning - Pynford Stool Method - Jacked Pile Underpinning - Needle (beams) and Piles, etc.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 96

Ground Beams Dry Mortar Packing

R.C needles

Cross Section

Elevation

(Referred to Freeman TJ et al, 1994) Figure II.2

Underpinning with vertical mini-piles and needle beams

Methods of underpinning Pad Foundations or column Bases - Temporary support to column Before underpinning, the columns must be relieved on their loads by dead shores erected under all beams bearing on them. Reinforced concrete columns and break piers can be supported by means of a horizontal yoke formed of two pairs of rolled steel beams positioned in chases on the sides of the columns (Lee HS and George CS, 1993). - Needle and Piles The column loading is transferred from the collar to cross beams or needles which in turn transmit the load to the ground at a safe distance from the proposed underpinning excavations. One end of the needle is usually made to rest on a concrete bearing pad on a firm support and then loads is distributed to a safe bearing stratum with a hydraulic jack on a precast or bored pile. Basement or Foundation wall repair The first repair example involves the construction of a new member inside the original wall, Sometimes refer to as a “sister” wall. The structural load is ultimately transferred to this assertion. No effort is made to plumb or reinforce the existing basement foundation wall. Ground Improvement Ground improvement usually referred to the stabilization of soil to improve the natural soil properties in order to provide more adequate resistance to erosion, loading capacity, water seepage and other environmental forces (Robert WB, 1997).  Chemical grouting  Jet Grouting

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258 III. 3.1

P a g e | 97

METHODOLOGY OF THE RESEARCH STUDY

Introduction

The case study is a project “Ground Settlement Problems and Building Cracks Assessment at 88 Unit Houses Taman Tunas Muda on Lot 6034, Mukim 12, Daerah Barat Daya, Penang”. This Project is carried out in existing residential Houses Taman Tunas Muda owned by Developer Sri Tunas Harta Sdn. Bhd. The contractor involved in the housing development is also under the owner itself that is Sri Tunas Sdn Bhd. The complex of houses was constructed between 1998 and 2002 and consists of 88 units single storey of Terrace houses. The area of the houses is used to be paddy field, and the buildings is constructed and supported by reinforced concrete piles as the foundation structure. 3.2

PROJECT BACKGROUND

The structural damages in the residential area were encounter in 2004, when there were complaints by the occupant to the developer, reported that damages appear in their residence. The damages consist of appeared cracks on the wall, beam, column and aprons and there were ground surfaces also settle at that time. Based on information derived from the occupant, the developer carried out the site inspection to assess the damage, and then they attempted to fix the problem on site by repaired damages. But the repaired structure cannot resist, and later on the damaged continuing occurred. 3.3

SITE PROJECT CONDITION

The residences is landing on paddy area, constructed on earth filled area and based on information collected from SI report, up to 1.5 m fills of soil had to be placed. The original ground level is 12 m and required to achieve 13.5 m expected final ground level. The building is constructed on 150mm x 150mm square reinforced concrete piles driven down to a maximum depth of 6m and 18m (Ikram SI report, 2006). Chart III.1

Flow Chart of Data Analysis Data Analysis

Investigation and Monitoring Report

Site visit

Rectification Work Report of 2 houses

Type of Remedial Work

Site condition

Type of Foundation Failure

The Causes

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Structure Damages ition

Structure Improvement

Site Improvement

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 98 IV. DISCUSSION AND RESULT

Site Investigation Works. Deep Boring test In this project, IKRAM consultant using Rotary Wash Boring method and Rotary Core Drilling to performed the boreholes. Samples was taking by continues sampling, the initial site investigation that was conducted by KGA Engineering Sdn. Bhd comprised of 6 (six) numbers of boreholes and drilled down to a maximum depth of 30.45m. Standard Penetration Test The test performed by follow British Standard 1377 test 19. SPT test was performed to collect the information about bearing capacities of the soil. The samples in the tube (75) mm dropped into bore hole 450 deep using boring rig (63.5 kg), and take the note in each 7.5 cm gap until 45 cm. and the N value determined by the amount of blow for penetration tube sampler from 15 cm to 45 cm. The SPT test was carried out at every 1.0m until 6.0m depth and after that 1.5 m interval to acquire N values. From data report, the number of SPT that have been carried out is about (73) numbers of SPT. Based on data in deep boring log and SPT graph (Appendix B) it shows that the soil has low bearing capacity based on low SPT value. The soil that has low bearing capacity and low strength to resist the loads has the chance to settle. Chart below shows the result value of S.P.T test until the depth of 18 m from BH1-BH4 taken from S.P.T plot data. 14 12 10 8 6 4 2 0

BH1 BH2 BH3 BH4

(Source: IKRAM Site Investigation Report Volume II, 2006) Chart IV.3 Average S.P.T. value The chart shows the average N value until the deep of 18 m. the N value of soil is placed between medium stiff to stiff. In my opinion, this value shows medium strength for soil to carry the loads from the structure above. But in this case, the background of site is paddy area and filled with 1.5 m compacted soil, so, the average N value of the the soil is not adequate to carry heavy loads from the structure especially the soils in BH3. Vane Shear Test The test is performed based on British Standard test 18. It is suitable for soft soil to solid one or if N value is 2 or less. The procedures is 2 bladed vane with size 6.35cm x 12.7cm inserted into a soil at the foot of a borehole, it is rotated by a rod at the surface with a measure force until the soil is shrink. This in-situ soil test gives shear strength that have been found to give consistent result. Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 99

Analysis and discussion The ground water levels are susceptible to change in the rainy season. Usually the ground water level will increase in the rainy seasons and decrease in the dry season. It useful to monitor and records the groundwater level in longer period because the fluctuations of ground water level maybe the evident. Charts below are taken from the two sets of reading from the standpipes that the ground is seemed to stabilize between 1.38m to 1.78m below the ground level. High ground water level or unstable water table will disturb the characteristic of the soil and reduce the strength of that soil to carry the load, especially when the type of soil is expansive soil. Because this kind of soil is very easy to shrink in dry condition and also expand when in high moisture content. Boreholes Sampling. Obtained from this boring test is 8 undisturbed samples and 62 disturbed sample to test in the laboratory Soil strength test - One dimensional consolidation - Consolidated Undrained Tri axial 4.4.1.b Site Monitoring The purpose of site monitoring is to verify the cause of damage and determine the rate of movement on the site. IKRAM consultant has divided the monitoring works into; cracks measurement, measurement of soil and building settlement and monitoring of groundwater elevation. Crack and settlement monitoring project is implemented in the house no 32A and no. 36. All the monitoring works was recorded in every week and the length of monitoring period is 3 months. The monitoring works is start from 03 November 2005 until 2 February 2006. Analysis and discussion Demec Gauge can measure very accurately and this equipment is to measuring very small movement. For this crack monitoring Plastic Tell Tale is the equipment to measure, this equipment is very flexible because the reading can be taken without limiting time and no need additional equipment. The result for this monitoring taken from IKRAM consultant Monitoring Report shows below; ANALYSIS DATA FROM CRACK MEASUREMENT RESULTS UNIT NO. 32

:

CRACK MONITORING BY DEMEC GAUGE

1,500

15/02/06

10/02/06

02/02/06

25/01/06

20/12/06

-1,000

12/01/06

-0,500

04/01/06

DG 3 28/12/05

0,000 21/12/05

DG 2 16/12/05

0,500

08/12/05

DG 1

30/11/05

1,000

DG 4 DG 5

-1,500

Graph IV.2 Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

measurement result in unit 32 using demec gauge Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 100

The graph showed the overall result of cracks monitoring in house no.32 using demec gauge. It shows that the crack is quite stable and sometimes there is no movement at all, but from the value of cracks we can see that the movement influenced to the opening of the crack in building. 4.5

REMEDIAL WORKS

Based on Site Investigation works result and monitoring program carried out by IKRAM Sdn. Bhd. Consultant, it shows that the performance of building is decreased and the foundations of the buildings must be properly supported (underpinned), the structures damaged need to repaired and patch up. In September 2006, IHSAN Sdn Bhd, was appointed to carry out pilot test on two (2) units, namely house no. 40 and no.42. Lintang Bayan 8 (plan showed in appendix J) to observe and study the actual problem site problem and find out the results based on study and assumption. Based on study IHSAN Sdn Bhd has divided the remedial work into 3 parts and also carried out site monitoring during the remedial work. List below is shows the scope of remedial work has been done by IHSAN consultant. - Underpinning works - Pressure grouting works All the works started on 25th May 2007 and was completed on 9th July 2007. 4.5.1

Underpinning works

Based on previous site investigation, the building is laid down on 150mm x 150mm square reinforced concrete piles driven down to a maximum depth of 6m and 18m (Ikram SI report, 2006). Because large ground settlement occurred, the stability of foundation has change failed to resist the load pressure due to large movement. During observation, IHSAN consultant has found out that since the ground beams were sitting directly to single pile cap and the brick wall is supported on the ground beam, cracks appears on the wall and this symptom influenced to other structure nearest then the damages start continuing. IHSAN consultant also found out that the pile cap also experienced the cracks because of the movement. Based on study, IHSAN consultant has design and proposed the type of underpinning being used. The combination of cantilever beam and 150mm diameter micropile with 18m length was used to underpinning the existing single pilecap foundation to overcome the problem (Ihsan Rectification works report, 2007) . Figure below showed the combination of cantilever beam and micropile with length 150mm diameter that being used to overcome the foundation failure.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 101

RC Cantilever Beams

G.L

Existing Foundation Tension Pile

0.9

m Compression pile

Firm Strata

SECTION OVERVIEW (Source: Ihsan Rectification work Report,2007) Figure III.25

Sectional View of underpinning work.

This method is combination between pile foundation and beam, this type of underpinning usually used for low-rise building. This each piles will take greater load once their underpinned. Usually the normal pile is used, depend on loads being carry, and for this pilot test IHSAN consultant has chose micro pile to support the cantilever beam. Micropile sized 150mm diameter was proposed to transfer the load from every pile cap. Explanation below showed the procedures of underpinning process based on Rectification works Report. Underpinning Procedures: For pilot test purposes, there are two micropiles was used, compression and tension micropiles, but, the compression piles just only driven and drilled into the soil. The depth of drilling process is 18 meter. Figure below is showed boring process for micropiles driven into the soil using micropiles machine. The load from the existing foundation is then transferred into the new pile using a cantilever beam of 230x600mm deep. The bar size is 4Y32 for top and 3Y25 for bottom. With R10-100c/c shear links (Ihsan Rectification work Report, 2007).

From report data, there are eight (8) nos. of micropile can be driven. From the preliminary plans there were twelve (12) nos. of micropile have been proposed. From the data I have collected; the micropile is one of efficient structure foundation compare to other type of piles foundation, besides its smaller than other type of pile, it also easy to carry and placed the pile because it usually used small drilling equipment and machine and cheaper than other type of common piles for foundation.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258 4.5.2

P a g e | 102

Pressure Grouting

Because of the ground settlement, the ground floor slab become suspended, there are empty space which is have to fill in, this empty space (void) introduce the cracks to the ground floor slab because the floor cannot resist the pressure from upward and the loads also. The void is being confirmed below the slab after site inspection.To fill this void, IHSAN consultant has decided to use pressure grouting to fill the void area under the ground slab. Pressure grouting technique is by injecting the cement slurry to the ground using pump equipment. This method is a common method to stabilize the ground. Pressure grouting has chosen because it’s more economical to solve the problem. Base on data collected, pressure grouting also can improve the stability of the ground to support structure above. Pressure grouting was carried out in 29 June 2007 and 4th July 2007 using grade 30 concrete epoxy mortar flow for unit 40 and unit 42. Below is showed the schematic of pressure grouting and diagram of pressure grouting work.

(Source: Ihsan Rectification work Report, 2007) Figure III.34 The schematic of pressure grouting.

V. RESULT AND CONCLUSION All the types of failure have very strong connection with the soil, because the soil behaviors determine the stability of building foundation and the long term performance of the building. The failures of foundation have large impact to the performance of building structure. Distortion and deflection will occur if the foundation is not stable and slightly move. It will create damages to the structure, such as cracks on the wall, beam, and floor and become a problem to the occupants. This problem need to be solve, and remedial work are the option to repair the failure. 5.1 MAINTENANCE TO PREVENT FOUNDATION FAILURE Foundation is the supporting link between the building and the ground. They transmit the structure into the ground. But at the same time they transfer any ground movement back to the structure. If the foundation failed to transfer this movement it will effect on distortion and will produce damage to the building structure. This movement related to soil behavior including the bearing capacity of the soil to resist the loads from structure. To prevent the movement take place or minimal to reduce the movement itself, proper maintenance for soil and foundation stability is very important. Below are the methods that can be used to prevent the existing foundation from the failure; Understanding the important of Foundation structure maintenance Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

ISSN : 2477 – 5258

P a g e | 103

The knowledge about the importance of foundation structure is essential to be spread wider, especially for ordinary peoples, who are having no relation in this building behavior. The occupant, building owner and also tenant, have to know the condition of their building structure or houses and know how to maintain the stability and performance of structure itself. Site Inspection and Monitoring Regularly Site inspection is quite important to locate whether there is damage appears in the building structure. The inspection will maintain the performance of building structure because if there is any sign or notice small scale of damages or crack appears on the wall or column, there will be early action taken. And if the damaged become larger, find out the expert to find the solution. The site inspection can be done by self or by the building inspector. The inspection can be done at least once in 6 month or once a year. It’s already adequate and can maintain the stability of the structure itself. It also can reduce the risk of failure.

VI.

REFERENCES

[1] Alan Crocker, 1990, Building Failures “Recovering the Cost”, BSP Professional Books, Oxford. [2] C. R. I. Clayton, et al, 1995, Site Investigation, Blackwell Science, Oxford. [3] Cheng Liu and Jack B. Evett, Soils and Foundations (Sixth Edition), 2004, Pearson Education, Inc., New Jersey. [4] Ikram Utara, 2006, Site Monitoring Report (Vol. III) for Project Ground Settlement Problems and Building Cracks Assessment at 88 Unit Houses Taman Tunas Muda on Lot 6034, Mukim 12, Daerah Barat Daya, Penang”, Ikram, Pulau Pinang. [5] Ikram Utara, 2006, Site Investigation Report (Vol. II) for Project Ground Settlement Problems and Building Cracks Assessment at 88 Unit Houses Taman Tunas Muda on Lot 6034, Mukim 12, Daerah Barat Daya, Penang”,Ikram, Pulau Pinang. [6] Ikram, 2006, Final Report (Vol. I) for Project Ground Settlement Problems and Building Cracks Assessment at 88 Unit Houses Taman Tunas Muda on Lot 6034, Mukim 12, Daerah Barat Daya, Penang”,Ikram, Pulau Pinang. [7] John S. Scott, 1991, Dictionary of Civil Engineering (fourth edition), Penguin Books, London. [8] Jamie Ambrose, M.S., 1988, Building Structure, John Wiley &Sons, Inc., Canada. [9] Lee How Son and George C. S. Yuen, 1993, Building Maintenance Technology, The Macmillan Press Ltd, London. [10]P.B.Attewell and R.K.Taylor, 1984, Ground Movement and Their Effects on Structures, Blackie and Son Ltd, London. [11]Perunding Ihsan Sdn. Bhd., 2007, Rectification Works to Defects Unit No. 40 & 42 Lintang Bayan 8 Taman Tunas Muda on Part of Lot 6034 Mukin 12 Daerah Barat Daya Pulau Pinang, Perunding Ihsan Sdn. Bhd., Pulau Pinang. [12]Robert Wade Brown, 1997, Foundation Behavior and Repair “Residential and Light Construction”, McGraw-Hill,Inc. USA [13]Roxanna Mcdonald, 2003, Introduction to Natural and Man-Made Disasters and Their Effects on Buildings,Architectural Press, Oxford. [14]S. Thorburn and J.F Hutchison, 1985, Underpinning, Blackie and Son Ltd, London.

Vol. 2 No.1 April 2016 pp. 91 - 103

Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar

Jurnal TS Vol 2 - (April 2016).pdf

Page. 1. /. 1. Loading… Page 1. Jurnal TS Vol 2 - (April 2016).pdf. Jurnal TS Vol 2 - (April 2016).pdf. Open. Extract. Open with. Sign In. Main menu. Displaying Jurnal TS Vol 2 - (April 2016).pdf. Page 1 of 1.
Missing:

11MB Sizes 6 Downloads 309 Views

Recommend Documents

Isi Jurnal LP3M vol 3 jilid 2.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Isi Jurnal LP3M ...

JURNAL-2.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. JURNAL-2.pdf.

2. Jurnal Dimas Okta Ardiansyah.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. 2. Jurnal Dimas ...

5. jurnal april 17 Agustin P.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Main menu.

JURNAL AGRONIS VOL. 1 NO. 1_4. Desy.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. JURNAL ...

Jurnal Nasional 2.pdf
(Momordica charantia L.) zat aktifnya adalah. Cucurbitacin yang bersifat anti mitosis dapat. juga dipergunakan sebagai antikanker dan. banyak tanaman lagi ...

Jurnal Visi Vol.3 No.2 September 2014.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Jurnal Visi Vol.3 ...

jurnal sos Community April 2017.pdf
Surya Sutrisna, S.Sos. Mitra Bestari: Dr. Vina Salviana DS, M.Si (Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang). Dr. Achmad Hidir, M.Si (Sosiologi Universitas ...

ToR Jurnal Difabel Vol 4.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. ToR Jurnal ...

JURNAL DIAGONAL (2).pdf
Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. JURNAL DIAGONAL (2).pdf. JURNAL DIAGONAL (2).pdf. Open.

Jurnal Visi Vol.4 No.2 September 2015.pdf
There was a problem previewing this document. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. Jurnal Visi Vol.4 ...

VOL. 2 -
The Delhi Analysis of Rates is indicative, as coefficients for labour are likely to vary due to ...... With a solution of 38 gms of copper acetate in a litre of soft water.

Peer Review 2 Jurnal - Understanding Wisdom As Experienced By ...
Peer Review 2 Jurnal - Understanding Wisdom As Experi ... Private University Leader-A Qualitative Approace.pdf. Peer Review 2 Jurnal - Understanding ...

pdf-1873\the-letters-of-ts-eliot-volume-2-1923-1925-by-ts ...
pdf-1873\the-letters-of-t-s-eliot-volume-2-1923-1925-by-t-s-eliot.pdf. pdf-1873\the-letters-of-t-s-eliot-volume-2-1923-1925-by-t-s-eliot.pdf. Open. Extract.

jurnal rosmiarti.pdf
No preview available. Retrying... Download. Connect more apps... Try one of the apps below to open or edit this item. jurnal rosmiarti.pdf. jurnal rosmiarti.pdf.Missing:

Jurnal Konflik.pdf
En este estudio se propone un cuestionario breve en lengua española para medir conflicto. trabajo – familia, que tiene en cuenta las dos direcciones ...

Jurnal Yuliani.pdf
Email : [email protected]. Berkala Teknik diterbitkan 2 (dua) kali setahun pada bulan Maret dan September. Redaksi menerima artikel dalam bidang ...

E:\Padauk Drum. Vol.2, No.4, April,2012.xps -
http: mgpala.blogspot.com 2012 04 women-aids-organisation-wao-friend- ever.html. ( ). -. -. -. E-Forchammer: rakan Chapter-1, he Mahamuni Pagoda, P-1. ( ) ...

VOL 2 Appendix_B.pdf
Vehicle Fleet manager - to create and edit vehicle characteristics ! Maintenance and Improvement Standards manager. To review the case study data, open the ...

DCH vol 2 (ב-ו)
588, 10 cloud Jb 268, No Ezk 3016, 7'D city 2K 254|Jr. Ephraim Is 76, UPN man 2 K 326. Judah Is 76. 527, D') water Ex 1421 Is 356, DTN abyss Pr 320, .... Text, Translation, Commentary (BZAW, 182; Berlin: de. Pillage"", JNWSL 9 (1981), pp. 67-69; Mar

jurnal filsafat.pdf
(1820-1903 M), dan Roger Bacon (1214-1294 M). 4. RASIONALISME. Rasionalisme adalah faham atau aliran yang berdasar rasio, ide-ide yang masuk. akal.

jurnal konduktometri.pdf
which coupled with PVC pipe as a host. For conductancy measurements, such electrode has been. connected with current source and electrical multimeter.

Jurnal database.pdf
Management System (DBMS), perangkat. keras komputer, media ... System definition. Cakupan dari sistem ... internal, membuat file basis data. kosong dan ...

jurnal bisma.pdf
Keywords: liquidity risk, risk management, stress testing, contingencyfunding pran -. I. PINDAHULUAN. Sebagai lembaga intermediasi keuangan,. f:?i*1n menghadapi berbagai ,t.ito u*f,u yoog. oapat. ,menyebabkan potensi kerugian apabila. nsrKo tersebut